Anda di halaman 1dari 110

Inovasi Kebijakan

Pelayanan Publik
di Indonesia

M.GILANG PRIMANA
11970514692

KATA PENGANTAR

1
Alhamdulillah, tiada henti-hentinya syukur kehadirat Allah SWT,
karena atas nikmat dan karunia Nya akhirnya buku dengan judul
“Inovasi Kebijakan Pelayanan Publik di Indonesia” ini telah dapat
terselesaikan.
Buku ini membahas tentang berbagai inovasi kebijakan
pelayanan publik yang telah dibuat oleh policy maker di Indonesia.
Pokok bahasannya adalah tentang berbagai inovasi kebijakan
pelayanan publik di Indonesia yang kemudian diikuti dengan best
practice pelaksanaan inovasi pelayanan publik di Indonesia.
Diawali Bab I dengan pembahasan tentang inovasi kebijakan
pada bab pertama yang mengulas tentang perlunya policy maker
membuat kebijakan yang inovatif di era global dan dinamis saat ini.
Kebijakan inovatif di bidang pelayanan publik juga merupakan respons
pemerintah terhadap berbagai tuntutan kualitas pelayanan terhadap
masyarakat.
Bab II membahas tentang pelayanan publik mulai dari pelayanan
barang dan jasa, jenis pelayanan publik, pola pelayanan publik, dan
bentuk pelayanan publik. Selain itu dibahas pula pedoman umum
pelayanan publik di Indonesia.
Bab III membahas tentang paradigma pelayanan publik. Bab ini
fokus pada pembahasan tentang pergeseran cara pandang terhadap
pelayanan publik mulai dari Old Public Administration (OPA); New
Public Management (NPM); dan New Public Service (NPS).
Bab IV membahas tentang kedudukan masyarakat dalam
pelayanan publik. Pada bab ini diulas tentang cara pandang aparat
sebagai penyelenggara pelayanan terhadap masyarakat sebagai
pengguna pelayanan dalam praktek pelayanan publik. Pembahasan
tentang hal tersebut menggunakan 7 prinsip pelayanan dari Denhardt
yaitu service citizents, not customers; seek the publicintersest; value
citizenships over entrepeneuership; think strategically, act
democratically; recoqnize that accountability is not simple; serve rather
than steer; and value people, not just productivity.
Bab V membahas tentang inovasi kebijakan pelayanan publik di
Indonesia. Pada bab ini dibahas contoh inovasi kebijakan pelayanan
antara lain inovasi kebijakan publik yang akan dibahas dalam bab ini
antara lain:
(1) UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; (2)
UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; (3) Permen

2
PANRB Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan
Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik; dan (4)
Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik “Top 99” yang diselenggarakan oleh
Kementerian PANRB.
Bab VI membahas tentang inovasi kebijakan pelayanan publik di
Indonesia. Pembahasan pada bab ini dengan menguraikan beberapa
contoh inovasi pelayanan publik yang banyak mendapatkan
penghargaan sehingga layak dijadikan sebagai best practice. Inovasi
pelayanan tersebut antara lain inovasi pelayanan bidang keterbukaan
informasi (media center), bidang perizinan (Surabaya Single
Window/SSW), bidang kesehatan maternal dan neonatal (Expanding
Maternal and Neonatal Survival/EMAS), bidang lingkungan (Kelola
Sampah Hasilkan Berkah), dan bidang pelayanan administrasi
(Kecamatan PATEN).
Buku ini sangat bermanfaat bagi pembaca yang sedang
mempelajari dan berminat pada bidang kajian berbagai inovasi
kebijakan pelayanan publik di Indonesia. Berbagai kalangan yang ingin
melihat berbagai perubahan kebutuhan masyarakat yang menuntut
pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan di bidang
pelayanan publik dan melakukan inovasi penyelenggaraan pelayanan
kepada masyarakat sangat bermanfaat pula membaca buku ini.
Terakhir, semoga buku ini banyak bermanfaat dan dapat
memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu. Saran dan masukan
sangat kami harapkan agar dapat digunakan untuk perbaikan di masa
depan.

Kandis , Juli 2021

Penulis

DAFTAR ISI

3
KATA PENGANTAR..........................................................................................2
DAFTAR ISI .....................................................................................4
Bab 1 INOVASI KEBIJAKAN
Pengertian Inovasi...........................................................................7
Adopsi Inovasi...................................................................................8
Inovasi dan Kebijakan Publik......................................................12

Bab 2 PELAYANAN PUBLIK


Pengertian Pelayanan...................................................................24
Pelayanan Publik............................................................................26

Bab 3 PARADIGMA PELAYANAN PUBLIK


Old Public Administration: Client............................................ 31
New Public Management (NPM)..................................................34
New Public Service (NPS)..............................................................37
Perbedaan Mendasar Antara Old Public Administration,
New Public Management, dan New Public Service.............40

Bab 4 KEDUDUKAN MASYARAKAT DALAM


PELAYANAN PUBLIK
Melayani Warga Negara, Bukan Customer
(Serve Citizens, not Customers)..................................................45
The Old Public Administration (OPA)
and Client Service....................................................................46
The New Public Management (NPM)
And Customer Satisfaction....................................................47
The New Public Service (NPS)
And Quality Service For Citizens.........................................47
Mengutamakan Kepentingan Publik
(Seeks The Public Interest)...........................................................48
The Old Public Administration (OPA) ................................49
The New Public Management (NPM)..................................50
The New Public Service (NPS).............................................. 51

Kewarganegaraan Lebih Berharga Daripada


Kewirausahaan (Value Citizenship Over
Entrepreneurship)...........................................................................52
Peran Administrator dalam the Old Public
Administration (OPA).............................................................. 52
Peran Administrator dalam the New Public
Management (NPM).................................................................53
Peran Administrator dalam the New Public
Service (NPS)............................................................................. 54
Berpikir Strategis, Bertindak Demokratis
(Think Strategically, Act Democratically).................................56
The Old Public Administration (OPA) ................................57
The New Public Management (NPM)..................................57
The New Public Service (NPS).............................................. 58

4
Menyadari Bahwa Akuntabilitas Bukan Hal
Sederhana (Recognize that Accountability is not Simple)...59
Akuntabilitas dalam the Old Public
Administration (OPA)..............................................................59
Akuntabilitas dalam the New Public
Management (NPM).................................................................60
Akuntabilitas dalam the New Public Service (NPS)......60
Melayani Daripada Mengarahkan (Serve Rather
than Steer)....................................................................................... 61
The Old Public Administrasion dan Manajemen
Eksekutif....................................................................................62
The New Public Management dan Kewirausahaan.......62
The New Public Service dan Kepemimpinan...................63
Nilai-Nilai Kepemimpinan Bersama..................................63
Kepemimpinan Bersama......................................................64
Pelayan, Bukan Pemilik........................................................64
Menghargai Manusia, Bukan Sekadar Produktivitas
(Value People, Not Just Productivity)................................. 65
The Old Public Administration (OPA) Menggunakan
Kontrol untuk Mencapai Efisiensi.................................... 65
The New Public Management: Menggunakan Insentif untuk
Mencapai Produktivitas........................................................66
The New Public Service: Menghormati Pelayanan
Publik Ideal ............................................................................. 66

Bab 5 INOVASI KEBIJAKAN PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA


UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik.............................................................................68
UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.....75
Permen Pan-Rb Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman
Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan
Pelayanan Publik............................................................................82
Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik “Top 99” yang
Diselenggarakan oleh Kementerian PAN-RB......................85

Bab 6 INOVASI KEBIJAKAN PELAYANAN PUBLIK


Inovasi Kebijakan Pelayanan Publik Bidang Keterbukaan
Informasi: Media Center............................................................88
Inovasi Kebijakan Pelayanan Publik Bidang Perizinan:
Surabaya Single Window (SSW).............................................91
Inovasi Kebijakan Pelayanan Publik Bidang Kesehatan
Maternal dan Neonatal: Expanding Maternal and
Neonatal Survival (EMAS)..........................................................96
Inovasi Kebijakan Pelayanan Publik Bidang Lingkungan:
Kelola Sampah Hasilkan Berkah............................................102
Inovasi Kebijakan Pelayanan Publik Bidang Pelayanan

5
Administrasit: Pelayanan Administrasi Terpadu
Kecamatan (PATEN)....................................................................103

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................108

1 INOVASI KEBIJAKAN

6
PENGERTIAN INOVASI
Pengertian inovasi secara etimologi berasal dari kata innovation
yang berarti “pembaharuan; perubahan (secara) baru”. Di dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, inovasi adalah “pemasukan atau
pengenalan hal-hal yang baru; pembaharuan” serta “penemuan baru
yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah atau yang sudah
dikenal sebelumnya (gagasan, metode, atau alat)”. Inovasi sering
dipahami sebagai penemuan, akan tetapi inovasi memiliki makna yang
berbeda dari penemuan dalam arti discovery maupun invention.
Penemuan dalam arti discovery bermakna penemuan sesuatu dimana
sesuatu itu telah ada sebelumnya tetapi belum dapat diketahui orang,
seperti penemuan benua Amerika. Faktanya sejak dahulu benua
Amerika memang sudah ada, namun baru ditemukan oleh Columbus
pada tahun 1492. Sedangkan penemuan dalam arti invention adalah
penemuan yang benar-benar baru dari hasil kreasi manusia seperti
teori demand supply, model busana dan lain sebagainya. Sementara itu
inovasi adalah suatu ide, produk, metode, dan seterusnya yang dirasa
sebagai sesuatu hal yang baru baik berupa hasil dari discovery
maupun invention yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan tertentu.
Pengertian inovasi menur ut Kusmana , Inovasi adalah suatu
hasil penciptaan sesuatu yang dianggap baru yang dimaksudkan
untuk mengatasi masalah, baik berupa ide, barang, kejadian, metode
dan sebagainya yang dilakukan oleh seseorang/kelompok. Rogers dan
Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa inovasi sebagai ide-ide baru,
praktik- praktik baru, atau objek-objek yang dapat dirasakan sebagai
sesuatu yang baru dari individu atau masyarakat sasaran. Pengertian
dari inovasi tidak terbatas pada benda atau barang hasil produksi,
akan tetapi juga mencakup ideologi, kepercayaan, sikap hidup,
informasi, perilaku, atau gerakan menuju proses perubahan dalam tata
kehidupan masyarakat. Menurut Suryani, inovasi jika dilihat dalam
konsep lebih luas sebenarnya tidak hanya terbatas pada produk.
Inovasi dapat berupa ide, cara- ng baru. Inovasi juga sering digunakan
untuk merujuk pada perubahan yang dirasakan/dialami oleh
masyarakat sebagai hal yang baru. Yogi menjelaskan bahwa inovasi
biasanya berkaitan erat dengan lingkungan yang memiliki karakteristik
dinamis dan berkembang. Inovasi memiliki pengertian yang sangat
beragam, dan berasal dari banyak perspektif. Menurut Rogers inovasi

7
adalah sebuah ide, praktik, atau objek yang dioperasikan oleh individu
sebagai sesuatu yang baru. “Baru” dalam pengertian ini tidak hanya
semata-mata dalam ukuran waktu sejak ditemukannya atau pertama
kali digunakannya inovasi tersebut. Hal penting dari inovasi adalah
kebaruan dalam persepsi, atau kebaruan subjektif dari hal yang
dimaksud bagi seseorang, yang menentukan reaksinya terhadap
adanya inovasi tersebut. Dengan demikian, apabila sesuatu dipandang
sebagai hal baru bagi seseorang, maka hal itu merupakan inovasi.
Dari berbagai pendapat tentang inovasi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa inovasi adalah suatu ide, praktik, atau objek yang
disadari dan diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau
kelompok untuk diadopsi.

Menurut Kuratko inovasi terdiri dari empat jenis, yaitu:


1. Penemuan (Invention); merupakan kreasi atas suatu produk, jasa,
atau proses baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan.
Konsep ini sering disebut revolusioner.
2. Pengembangan (Extension); merupakan pengembangan dari suatu
produk, jasa, atau proses yang sudah ada. Konsep ini adalah
aplikasi ide dari sesuatu yang telah ada menjadi berbeda.
3. Duplikasi (Duplication); merupakan peniruan suatu produk, jasa,
atau proses yang telah ada. Meskipun demikian duplikasi tidak
semata meniru tetapi menambah sentuhan kreatif untuk
memperbaiki konsep agardapat memenangkan persaingan.
4. Sintesis (Synthesis); adalah perpaduan konsep dan faktor-faktor
yang sudah ada sebelumnya menjadi formulasi baru. Pada proses
ini meliputi pengambilan sejumlah ide maupun produk yang sudah
ditemukan dan dibentuk sehingga menjadi produk yang dapat
diaplikasikan dengan cara baru.
Menurut Rogers (2003), salah satu penulis buku inovasi
terkemuka, mengartikan inovasi sebagai sebuah ide, praktik, atau
objek yang dianggap baru oleh seseorang satu unit adopsi lainnya.
Sedangkan menurut Damanpour yang dikutip oleh Suwarno (2008),
menjelaskan bahwa sebuah inovasi dapat berupa produk atau jasa
yang baru, teknologi proses produksi yang baru, sistem struktur dan
administrasi baru atau rencana yang baru bagi anggota organisasi.

ADOPSI INOVASI
Proses adopsi inovasi adalah suatu proses yang menyangkut
proses pengambilan keputusan yang dipengaruhi oleh banyak faktor.
Rogers dan Shoemaker (1971) memberikan definisi mengenai proses

8
pengambilan keputusan untuk melakukan adopsi inovasi: the mental
process of an innovation to a decision to adopt or to reject and to
confirmation of this decision (keputusan untuk menerima atau
menolak sebuah inovasi dan konfirmasi tentang keputusan tersebut
merupakan suatu proses mental). Dengan kata lain, proses adopsi
inovasi membutuhkan sikap mental serta konfirmasi dari setiap
keputusan yang diambil oleh seseorang sebagai adopter.
Soekartawi (2005) menjelaskan bahwa adopsi inovasi merupakan
sebuah proses pengubahan sosial dengan adanya penemuan baru yang
dikomunikasikan kepada pihak lain, kemudian diadopsi oleh
masyarakat atau sistem sosial. Inovasi adalah suatu ide yang dianggap
baru oleh individu, ide tersebut dapat berupa teknologi baru, cara
organisasi baru, cara pemasaran hasil pertanian baru, dan lain
sebagainya. Proses adopsi merupakan proses yang terjadi sejak
pertama kali seseorang mendengar hal baru sampai orang tersebut
mengadopsi (menerima, menerapkan, menggunakan) hal baru tersebut.
Penerimaan atau penolakanterhadap suatu inovasi adalah keputusan
yang dibuat seseorang/individu dalam menerima adanya suatu inovasi.
Menurut Rogers (1983), proses pengambilan keputusan inovasiadalah
proses mental di mana seseorang/individu berlalu dari pengetahuan
pertama mengenai suatu inovasi dengan membentuk

suatu sikap terhadap inovasi, sampai dengan mengambil keputusan


untuk menolak atau menerima inovasi, melaksanakan ide-ide baru dan
mengukuhkan terhadap keputusan inovasi. Awalnya Rogers
menjelaskan bahwa dalam upaya perubahan seseorang untuk
mengadopsi suatu perilaku yang baru, terjadi berbagai tahapan pada
seseorang tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap Awareness (Kesadaran), yaitu tahap seseorang tahu dan
sadar bahwa terdapat suatu inovasi sehingga muncul adanya
kesadaran terhadap hal tersebut.
2. TahapInterest(Keinginan),yaitu tahap seseorang mempertimbangkan
atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang diketahuinya
sehingga ia mulai tertarik pada hal tersebut.
3. Tahap Evaluation (Evaluasi), yaitu tahap seseorang membuat
putusan apakah seseorang itu menolak atau menerima inovasi yang
ditawarkan sehingga pada saat itu seseorang tersebut mulai
melakukan evaluasi.
4. Tahap Trial (Mencoba),yaitu tahap seseorang melaksanakan
keputusan yang telah dibuatnya sehingga ia mulai mencoba suatu
perilaku yang baru.

9
5. Tahap Adoption (Adopsi), yaitu tahap seseorang memastikan atau
mengkonfirmasikan putusan yang diambilnya sehingga ia mulai
mengadopsi perilaku baru tersebut.
Berdasarkan pengalaman di lapangan ternyata proses adopsi
tidak segera berhenti setelah suatu inovasi diterima atau ditolak.
Kondisi tersebut akan berubah lagi sebagai akibat dari pengaruh
lingkungan penerima adopsi. Oleh karena itu, Rogers (1983) merevisi
kembali teorinya tentang keputusan inovasi yaitu: knowledge
(pengetahuan),persuasion(persuasi),decision(keputusan),implementation
(pelaksanaan), dan confirmation (konfirmasi) sebagai berikut:
1. Tahap pengetahuan (knowledge); pada tahap ini, seseorang masih
belum memiliki informasi mengenai inovasi yang baru. Untuk itu
informasi tentang inovasi yang baru harus disampaikan melalui
berbagai saluran komunikasi yang ada, juga dapat melalui media
elektronik, media cetak, maupun komunikasi interpersonal di
antara masyarakat. Tahapan ini juga dipengaruhi oleh beberapa
karakteristik dalam pengambilan keputusan seperti karakteristik
sosial-ekonomi, nilai-nilai pribadi, dan pola komunikasi.
2. Tahap persuasi (persuasion); pada tahap ini individu tertarik pada
inovasi dan aktif mencari informasi/detail tentang inovasi. Tahap
kedua lebih banyak terjadi dalam tingkat pemikiran calon
pengguna. Inovasi yang dimaksud berkaitan dengan karakteristik
inovasi seperti kelebihan, inovasi, tingkat keserasian, kompleksitas,
dapat dicoba, dan dapat dilihat.
3. Tahap pengambilan keputusan (decision); pada tahap ini individu
mengambil konsep inovasi dan menimbang keuntungan/kerugian
jika menggunakan inovasi dan memutuskan apakah akan
mengadopsi atau menolak inovasi tersebut.
4. Tahap implementasi (implementation); pada tahap ini
mempekerjakan individu untuk inovasi yang berbeda-beda
tergantung pada situasi. Selama tahap ini individu menentukan
kegunaan dari inovasi serta dapat mencari informasi lebih lanjut
tentang hal itu.
5. Tahap konfirmasi (confirmation); setelah seseorang membuat sebuah
keputusan, seseorang kemudian akan mencari pembenaran atas
keputusan mereka. Tidak menutup kemungkinan apabila seseorang
kemudian mengubah keputusannya, dimana sebelumnya seseorang
menolak inovasi kemudian menerima inovasi setelah melakukan
evaluasi.
Beberapa individu atau kelompok masyarakat akan mencoba
mengadopsi sebuah inovasi segera setelah mereka mendengar adanya

10
inovasi tersebut. Namun terdapat beberapa individu atau kelompok
masyarakat lainnya yang membutuhkan waktu lama untuk kemudian
dapat mengadopsi inovasi tersebut. Rogers (1983) menjelaskan dalam
menerima suatu inovasi ada beberapa tipologi penerima adopsi yang
ideal yaitu:
1. Inovator (innovators); adalah kelompok orang yang berani dan siap
untuk mencoba hal-hal baru. Biasanya orang-orang ini adalah
mereka yang memiliki gaya hidup dinamis dan tinggal di perkotaan
atau mereka yang memiliki banyak teman maupun relasi.
2. Pengguna awal (early adopter) kategori adopter ini lebih banyak
menghasilkan opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari
informasi tentang inovasi.
3. Mayoritas awal (early majority) kategori pengadopsi ini akan
berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam
mengadopsi suatu inovasi, atau bahkan mengadopsi inovasi dalam
kurun waktu yang lama. Orang-orang pada kategori ini
menjalankan fungsi penting untuk menunjukkan kepada seluruh
komunitas bahwa sebuah inovasi itu layak digunakan atau cukup
bermanfaat.
5. Mayoritas akhir (late majority); kelompok ini lebih berhati-hati
mengenai fungsi dari sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga
banyak orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka
mengambil keputusan.
6. Lamban (laggard); kelompok ini adalah orang yang terakhir
melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan
enggan untuk mencoba hal-hal yang baru. Pada saat kelompok ini
mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh
mengadopsi inovasi yang lainnya, dan menganggap kelompok ini
ketinggalan zaman.
Cepat atau lambat penerimaan inovasi oleh masyarakat sangat
tergantung pada karakteristik inovasi itu sendiri. Karakteristik inovasi
yang dapat memengaruhi cepat lambatnya penerimaan informasi
menurut Rogers sebagai berikut:

Kompatibilitas (compatibility); kompatibel adalah tingkat


kesesuaian inovasi dengan nilai, pengalaman masa lalu, dan
kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidak memiliki kesesuaian
dengan nilai atau norma yang diyakini oleh penerima maka tidak

11
akan diterima secepat inovasi yang sesuai dengan norma di
masyarakat.
Kerumitan (complexity); kompleksitas ialah tingkat kesukaran
dalam memahami dan menggunakan inovasi bagi penerima. Suatu
inovasi yang dapat dengan mudah dimengerti dan digunakan oleh
penerima akan cepat tersebar, sedangkan inovasi yang sukar
dimengerti atau bahkan sukar digunakan oleh penerima akan
lambat proses penyebarannya.

Kemampuan diujicobakan (triability); kemampuan diujicobakan


adalah kemampuan di mana suatu inovasi dapat dicoba atau tidak
dapat dicoba oleh penerima. Jadi agar inovasi dapat dengan cepat
di adopsi, maka suatu inovasi harus mampu menunjukkan
keunggulanya.

Kemampuan untuk diamati (observability); maksud dari


kemampuan untuk diamati ialah mudah atau tidaknya pengamatan
atas suatu hasil inovasi. Suatu inovasi yang hasilnya mudah
diamati akan semakin cepat diterima oleh masyarakat, dan
sebaliknya inovasi sukar untuk diamati hasilnya, maka akan lama
diterima oleh masyarakat.

INOVASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK


Banyak sekali definisi yang menjelaskan arti kata kebijakan yang
dapat membantu kita dalam memahami masalah yang berkaitan
dengan kebijakan. Dari segi bahasa kebijakan berasal dari bahasa
Yunani dan Sansekerta “Polis” (negara kota) dan “Pur” (kota), yang
kemudian masuk ke dalam bahasa Latin menjadi “Politea” (negara) dan
akhirnya masuk ke dalam bahasa Inggris menjadi Policie, yang
berkenaan dengan pengendalian masalah-masalah politik atau
administrasi pemerintahan. Asal kata policy sama dengan kata police
an politics . Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , kebijakan
diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi,
dan sebagainya); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis
pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, “publik” memiliki definisi orang

12
banyak (umum). Sedangkan arti “publik” berasal dari bahasa Inggris,
public yang berarti umum, masyarakat, atau negara.
Beberapa ahli atau pakar memberikan definisi tentang pengertian
kebijakan publik diantaranya sebagai berikut):
a. Dewey: kebijakan publik menitikberatkan pada “publik dan
masalah-masalahnya”;
b. Heidenheimer: studi tentang “bagaimana, mengapa, dan apa efek
dari tindakan (action) aktif atau pasif”;
c. Thomas R. Dye: kebijakan adalah apa yang dilakukan dan tidak
dilakukan oleh pemerintah, mengapa pemerintah mengambil
tindakan tersebut, dan apa akibat dari tindakan tersebut;
d. Charles O. Jones: kebijakan digunakan dalam praktik sehari-hari
tetapi digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan
yang sangat berbeda. Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan
(goals), program, keputusan (decisions), standar, dan proposal;
e. James Anderson: kebijakan atau policy digunakan untuk menunjuk
perilaku dari seorang aktor;
f. Robert Eyestone: secara luas, kebijakan publik dapat didefinisikan
sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya;
g. Presman dan Wildavsky: kebijakan publik adalah suatu hipotesis
yang mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang
dapat diramalkan;
h. David Easton: kebijakan diformulasikan sebagai “penguasa” dalam
suatu sistem politik, yaitu para sesepuh tertinggi suku, anggota-
anggota eksekutif, legislatif, yudikatif, administrator, penasihat,
raja, dan sebagainya;
i. W.I. Jenkins: kebijakan adalah serangkaian keputusan yang
memiliki keterkaitan satu sama lain yang diambil oleh seorang atau
sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah
ditentukan beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu
situasi dimana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih
berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor
tersebut;
j. Chief J.O. Udoji: kebijakan adalah suatu tindakan bersanksi
mengarah pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu
masalah atau sekelompok masalah tertentu yang memiliki
keterkaitan dan saling memengaruhi sebagian besar masyarakat
k. Chandler dan Plano: kebijakan publik adalah pemanfaatan strategis
atas sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah
publik atau pemerintah. Selanjutnya kebijakan publik merupakan
suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus-menerus oleh

13
pihak pemerintah demi kepentingan kelompok tertentu yang kurang
beruntung dalam masyarakat.
Berdasarkan pendapat berbagai ahli dapat disimpulkan bahwa
kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau
tidak dilakukan oleh pemerintah berorientasi pada tujuan tertentu
guna memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan
publik.
Pada dasarnya kebijakan publik adalah kebijakan yang
dinyatakan, dikeluarkan, dilakukan atau tidak dilakukan oleh
pemerintah yang memuat program dan kegiatan yang dijalankan.
Kebijakan publik mencakup hukum, peraturan perundang-undangan,
keputusan serta pelaksanaan yang dibuat oleh lembaga eksekutif,
legislatif dan yudikatif, birokrasi pemerintahan, aparat penegak
hukum, dan badan-badan pembuat keputusan publik.
Menurut Wahab (2008), bahwa ciri-ciri kebijakan publik sebagai berikut.
1. Kebijakan publik lebih kepada tindakan yang mengarah pada
tujuan daripada perilaku atau tindakan yang memiliki unsur
keberuntungan, serba acak, dan kebetulan. Pada umumnya
kebijakan-kebijakan publik dalam sistem politik modern bukanlah
suatu tindakan yang serba kebetulan, melainkan tindakan yang
telah direncanakan.
2. Pada hakikatnya, kebijakan terdiri atas tindakan-tindakan yang
saling memiliki keterkaitan dan memiliki pola yang mengarah pada
suatu tujuan tertentu, di mana tindakan-tindakan ini dilaksanakan
oleh para pejabat pemerintah dan bukan suatu keputusan yang
berdiri sendiri. Misalnya, tidak hanya kebijakan yang mencakup
keputusan untuk membuat undang-undang dalam suatu bidang
tertentu, melainkan akan diikuti dengan keputusan yang ada
sangkut pautnya dengan implementasi pemaksaan dalam
pelaksanaannya.
3. Kebijakan memiliki kaitan dengan apa yang telah dilakukan oleh
pemerintah dalam suatu bidang tertentu, misalnya dalam
melakukan pengaturan perdagangan, pengendalian inflasi, atau
menggalakkan program perumahan rakyat bagi masyarakat yang
memiliki penghasilan di bawah standar/rendah dan bukan hanya
sekedar hal yang ingin dilakukan oleh pemerintah dalam bidang-
bidang tersebut.
4. Kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun berbentuk
negatif. Dalam bentuk positif, kebijakan publik mungkin akan

14
mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang ditujukan
untuk memengaruhi masalah tertentu. Sedangkan dalam bentuk
negatif, kebijakan publik mungkin meliputi keputusan-keputusan
pejabat pemerintah untuk tidak bertindak, atau tidak melakukan
tindakan apapun dalam suatu masalah di mana campur tangan
pemerintah justru sangat diperlukan.
Anderson (1975) menyatakan bahwa sebagai kebijakan-kebijakan
yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah,
kebijakan publik memiliki implikasi sebagai berikut:
1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau
mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan
2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah
3. Kebijakan publik ialah apa yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah jadi bukan apa yang masih dimaksudkan untuk
dilakukan.
4. Kebijakan publik yang dibuat bisa bersifat positif dalam arti
merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah
tertentu, atau bahkan bersifat negatif dalam arti kebijakan adalah
keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu
5. Kebijakan pemerintah setidaknya dalam arti yang positif didasarkan
pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.
Menurut James Anderson ada beberapa jenis kebijakan publik
sebagaimana dikutip oleh Suharno (2010) yaitu sebagai berikut:
1. Kebijakan substantif versus kebijakan prosedural: kebijakan
substantif adalah kebijakan yang menyangkut apa yang akan
dilakukan oleh pemerintah. Misalnya: kebijakan pendidikan,
kebijakan ekonomi, dan lain-lain. Sedangkan kebijakan prosedural
adalah bagaimana kebijakan substantif tersebut dapat dijalankan.
Kebijakan ini dapat dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam
perumusan kebijakan. Contoh: dalam pembuatan suatu kebijakan
publik, meskipun ada instansi/organisasi pemerintah yang secara
fungsional berwenang membuatnya, misalnya Undang-Undang
tentang Pendidikan, yang memiliki kewenangan membuat adalah
Departemen Pendidikan Nasional, tetapi dalam pelaksanaan
pembuatannya, banyak instansi/ organisasi lain yang terlibat, baik
instansi/organisasi pemerintah maupun organisasi bukan
pemerintah, yaitu antara lain DPR, Departemen Kehakiman,
Departemen Tenaga Kerja,Persatuan Guru Indonesia (PGRI), dan
Presiden yang mengesahkan Undang-Undang tersebut. Instansi-

15
instansi/organisasi-organisasi yang terlibat tersebut disebut policy
stakeholders.
2. Kebijakan distributif versus kebijakan regulatori versus kebijakan
redistributif: kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan
atau kemanfaatan pada masyarakat atau individu. Contoh:
kebijakan tentang “Tax Holiday”. Kebijakan regulatori adalah
kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap
perilaku individu atau kelompok masyarakat. Contoh: kebijakan
tentang larangan memiliki dan menggunakan senjata api.
Sedangkan kebijakan redistributif adalah kebijakan yang mengatur
alokasi kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hak-hak di antara
berbagai kelompok dalam masyarakat. Contoh: kebijakan tentang
pembebasan tanah untuk kepentingan umum.
3. Kebijakan material versus kebijakan simbolik: kebijakan material
adalah kebijakan yang memberikan keuntungan berupa sumber
daya komplit pada kelompok sasaran. Kebijakan material mengatur
tentang pengalokasian atau penyediaan sumber-sumber material
yang nyata bagi penerimanya. Contoh: kebijakan pembuatan rumah
sederhana. Sedangkan kebijakan simbolis adalah kebijakan yang
memberikan manfaat simbolis pada kelompok sasaran.
4. Kebijakan yang berhubungan dengan barang umum (public goods)
dan barang privat (private goods): kebijakan public goods adalah
kebijakan yang mengatur pemberian barang atau pelayanan publik.
Contoh: kebijakan tentang perlindungan keamanan, penyediaan
jalan umum. Sedangkan kebijakan private goods adalah kebijakan
yang mengatur
penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar bebas. Contoh:
kebijakan pengadaan barang-barang/pelayanan untuk keperluan
perorangan, misalnya tempat hiburan, hotel, dan lain-lain.
Menurut Dunn (2000) terdapat tahap-tahap dalam proses pembuatan
kebijakan publik yaitu sebagai berikut:
1. Penyusunan Agenda: para pejabat yang dipilih dan diangkat
harusnya menempatkan masalah pada agenda publik. Terkadang
banyak masalah publik yang tidak tersentuh sama sekali,
sementara masalah publik lainnya ditunda untuk waktu lama;
2. Formulasi Kebijakan: para pejabat publik merumuskan alternatif
kebijakan untuk mengatasi masalah. Alternatif kebijakan melihat
seberapa perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan
peradilan, dan tindakan legislatif;

16
3. Adopsi Kebijakan: alternatif kebijakan yang diadopsi dengan
memperoleh dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus di
antara direktur lembaga, atau keputusan peradilan.
4. Implementasi Kebijakan: kebijakan yang telah diambil dan
dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan
sumber daya finansial dan manusia
5. Penilaian Kebijakan: unit-unit pemeriksaan dan akuntansi dalam
pemerintahan menentukan apakah badan-badan eksekutif,
legislatif, dan peradilan memenuhi persyaratan sesuai dengan
undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian
tujuan.
Menurut Lembaga Administrasi Negara (1997) terdapat Tingkatan
Kebijakan Publik yaitu sebagai berikut:
A. Lingkup Nasional
1. Kebijakan nasional adalah kebijakan negara yang bersifat
fundamental dan strategis dalam mencapai tujuan
nasional/negara sebagaimana tertera dalam Pembukaan UUD
1945. Pihak yang berwenang menetapkan kebijakan nasional
adalah MPR, Presiden, dan DPR. Kebijakan nasional yang
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dapat
berbentuk: UUD, Ketetapan MPR, Undang-undang (UU), dan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU).
2. Kebijakan umum adalah kebijakan Presiden sebagai
pelaksanaan UUD, TAP MPR, dan UU dalam rangka mencapai
tujuan nasional. Presiden memiliki kewenangan menetapkan
kebijakan umum.
Kebijakan umum yang tertulis dapat berbentuk: Peraturan
Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), dan Instruksi
Presiden (Inpres).
3. Kebijakan pelaksanaan merupakan penjabaran dari kebijakan
umum sebagai strategi pelaksanaan tugas di bidang tertentu.
Menteri/ pejabat setingkat menteri dan pimpinan LPND
berwenang menetapkan kebijakan pelaksanaan. Kebijakan
pelaksanaan yang tertulis dapat berbentuk Peraturan,
Keputusan, dan Instruksi pejabat tersebut di atas.
B. Lingkup Wilayah Daerah
1. Kebijakan umum adalah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
daerah sebagai pelaksanaan azas desentralisasi dalam rangka
mengatur urusan Rumah Tangga Daerah. Gubernur dan DPRD
Provinsi memiliki kewenangan menetapkan kebijakan umum di
Daerah Provinsi. Sedangkan untuk Daerah Kabupaten/Kota

17
kebijakan ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan DPRD
Kabupaten/Kota. Kebijakan umum pada tingkat Daerah dapat
berbentuk Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi dan PERDA
Kabupaten/Kota.
2. Kebijakan pelaksanaan pada lingkup wilayah/daerah ada tiga
macam, yaitu: (1) kebijakan pelaksanaan dalam rangka
desentralisasi merupakan realisasi pelaksanaan PERDA; (2)
kebijakan pelaksanaan dalam rangka dekonsentrasi merupakan
pelaksanaan kebijakan nasional di daerah; dan (3) kebijakan
pelaksanaan dalam rangka tugas pembantuan (medebewind)
merupakan pelaksanaan tugas Pemerintah Pusat di Daerah
yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Badan yang
berwenang menetapkan kebijakan pelaksanaan adalah:
 Dalam rangka desentralisasi adalah
Gubernur/Bupati/Walikota;
 Dalam rangka dekonsentrasi adalah
Gubernur/Bupati/Walikota; dan
 Dalam rangka tugas pembantuan adalah Gubernur/Bupati/
Walikota.
Dalam kehidupan modern, masalah/isu publik yang dihadapi
pemerintah sangat banyak dan kompleks. Indonesia misalnya, banyak
permasalah publik yang berhubungan dengan aspek geografis,
demografi, budaya, dan suku yang kompleks. Untuk itu diperlukan
kebijakan yang komprehensif untuk menyelesaikan masalah-masalah
yang dinamis tersebut. Kebijakan publik yang ada selama ini hanya
terkesan seperti kebijakan yang sekedar doing something bukannya
problem solving. Untuk mengidentifikasi masalah/isu publik memang
sangat sulit, sehingga policy maker perlu memahami beberapa ciri-ciri
masalah/isu publik yang dapat menjadi masalah/isu kebijakan. Dunn
(1995) mengemukakan bahwa setidaknya ada empat ciri masalah
kebijakan, yakni:

1. Saling bergantung (interdependence): suatu masalah kebijakan di


suatu bidang tertentu seringkali memengaruhi masalah kebijakan
yang lain.
2. Subjektivitas (subjective): kondisi eksternal yang menimbulkan
suatu masalah didefinisikan, diklasifikasikan, dijelaskan, dan di
evaluasi secara selektif.
3. Sifatnya buatan (artificial): masalah kebijakan merupakan buah
pandangan subjektif manusia, cenderung diterima sebagai definisi

18
yang sah mengenai kehidupan banyak orang. Masalah-masalah
kebijakan hanya mungkin terjadi ketika manusia membuat
penilaian mengenai keinginannya untuk mengubah beberapa
situasi masalah.
4. Dinamis (dynamics): masalah dan pemecahannya berada dalam
situasi perubahan yang terus-menerus. Terdapat banyak solusi
yang bisa ditawarkan sebagai upaya untuk memecahkan masalah
sebagaimana terdapat banyak definisi terhadap masalah tersebut.
Cara pandang seseorang terhadap masalah akan menentukan
solusi yang ditawarkan.

Seidman, Seidman, dan Abeysekere (2003) menyatakan bahwa


masalah dapat terjadi dikarenakan satu atau gabungan dari beberapa
hal yang tidak berjalan dengan baik. Hal-hal tersebut adalah Rule
(peraturan),Opportunity (peluang/kesempatan), Capacity (kemampuan),
Communication (komunikasi), Interest (kepentingan), Process (proses),
dan Ideology (nilai dan/atau sikap), yang disingkat ROCCIPI. Untuk
mengidentifikasi permasalahan yang ada di masyarakat melalui metode
ROCCIPI melalui cara berikut:
1. Rule (peraturan): peraturan dimaksudkan untuk mengatur segala
tindakan manusia agar tertata dengan baik. Namun demikian,
peraturan yang seharusnya digunakan untuk menyelesaikan
masalah publik justru menjadi penyebab munculnya masalah
publik. Masalah publik yang dapat muncul akibat adanya suatu
kebijakan dikarenakan:
a. Membingungkannya bahasa yang dipergunakan dalam
peraturan, seperti tidak dipaparkannya secara jelas hal-hal
yang dilarang dan yang harus dilakukan oleh masyarakat
b. Beberapa peraturan memiliki peluang menimbulkan perilaku
bermasalah
c. Peraturan sering memperluas penyebab perilaku yang
bermasalah, bukan untuk menghilangkannya
d. Peraturan membuka peluang bagi tindakan yang tidak
transparan
e. Peraturan memberikan wewenang berlebih pada pelaksana
peraturan untuk bertindak represif.
2. Opportunity (kesempatan): seorang individu akan dapat melakukan
perilaku yang bermasalah jika kesempatan yang ada terbuka lebar.
Apabila kesempatan terbuka lebar, hal tersebut dapat memengaruhi
seorang individu untuk berperilaku menyimpang. Dalam hal ini

19
lingkungan menjadi faktor yang dominan sebagai penyebab perilaku
yang menyimpang.
3. Capacity (kemampuan): hal tersebut berkaitan dengan kemampuan
aparat pelaksana peraturan maupun masyarakat sebagai target
group peraturan. Kapasitas yang kurang sesuai akan menyebabkan
aparat maupun masyarakat cenderung melanggar aturan.
4. Communication (komunikasi): timbulnya masalah publik dapat
diakibatkan ketidaktahuan masyarakat tentang suatu peraturan.
Ketidaktahuan masyarakat di picu oleh komunikasi yang tidak
berjalan dengan baik/miss-communication.
5. Interest (kepentingan): kategori ini dapat digunakan untuk
menjelaskan pandangan seseorang tentang akibat dan manfaat dari
setiap perilakunya. Akibat dan manfaat yang ditimbulkan dari
perilaku individu dapat dalam bentuk materiil/keuntungan
ekonomi dan nonmateriil/pengakuan dan penghargaan.
6. Process (proses): proses adalah sebuah instrumen yang digunakan
untuk menemukan penyebab perilaku bermasalah yang dilakukan
dalam atau oleh suatu organisasi. Beberapa proses yang digunakan
untuk merumuskan masalah dalam organisasi, antara lain proses
pengumpulan input, proses pengolahan input menjadi keputusan,
proses output, dan proses umpan balik.
7. Ideology (nilai dan/atau sikap: sekumpulan nilai yang dianut oleh
suatu masyarakat untuk merasa, berpikir, dan bertindak. Suatu
nilai yang berlaku dalam masyarakat merupakan hasil dari
kesepakatan bersama dalam sebuah kelompok. Kemungkinan
terjadinya konflik sangat besar mengingat nilai tersebut hidup
dalam masyarakat yang plural dan heterogen (sebuah nilai yang
dianut sering tidak sesuai dengan pandangan setiap kelompok).
Banyaknya permasalahan publik yang kompleks dan dinamis,
memerlukan inovasi kebijakan untuk menyelesaikan persoalan publik
secara efektif dan efisien.
Munculnya inovasi kebijakan lebih dilatarbelakangi oleh
banyaknya kasus permasalahan dalam implementasi kebijakannya.
Secara lebih luas, kegagalan yang terjadi juga bukan semata kesalahan
pada implementasi kebijakannya, namun juga pada tataran proses
Biasanya kondisi ini bergilir sistemik mengikuti kebijakan yang ada
sebelumnya. “Kegagalan sistemik” (systemic failures) dapat digolongkan
menjadi tiga, yaitu (Taufik, 2008):
Kegagalan pemerintah (government failures);
Kegagalan pasar (market failures); dan
Kegagalan sistem yang lain karena tidak adanya elemen sistem

20
Dalam pembauran frasa inovasi dengan kebijakan, dikenal tiga jenis
interaksi inovasi dengan kebijakan, yaitu:
1. Policy innovation/new policy direction and initiatives (inovasi dalam
arah dan inisiatif): Inovasi kebijakan yang dimaksud adalah
adanya inisiatif dan arah kebijakan baru. Hal tersebut berarti
bahwa setiap kebijakan publik yang dikeluarkan pada prinsipnya
harus memuat sesuatu yang baru. Secara khusus, inovasi
kebijakan menurut Walker (dalam Tyran & Sausgruber: 2003),
“policy innovation is a policy which is new to the states adopting it,
no matter how old the program may be or how many other states
may have adopted it”. Dengan demikian, yang dimaksud dengan
inovasi kebijakan adalah sebuah kebijakan yang baru bagi negara
yang mengadopsinya, tanpa melihat seberapa usang programnya
atau seberapa banyak negara lain yang telah mengadopsi program
itu sebelumnya.
2. Innovations in the policy-making process (inovasi dalam proses
pembuatan kebijakan): pada peranan ini fokusnya adalah pada
inovasi yang memengaruhi proses pembuatan atau perumusan
kebijakan. Sebagai contoh misalnya proses perumusan kebijakan
selama ini belum memfasilitasi peran-serta warga masyarakat atau
stakeholder yang terkait. Oleh karena itu inovasi yang muncul
adalah bagaimana mengintegrasikan mekanisme partisipasi
masyarakat dalam proses perumusan kebijakan.
3. Policy to foster innovation and its diffusion: Kebijakan yang
dimaksud adalah kebijakan yang khusus diciptakan untuk
mendorong dan mengembangkan serta menyebarkan inovasi di
berbagai sektor.
Steelman (2010) mengemukakan pendapat mengenai inovasi dan
kebijakan publik di dalam pengimplementasiannya, yakni harus
memenuhi beberapa faktor antara lain yaitu:
1. Individual
a. Motivasi; dorongan dari individu-individu yang merasa kurang
puas dengan merancang solusi alternatif,
b. Norma dan keharmonisan; kinerja dari para aktor untuk
predisposisi terhadap perubahan untuk melestarikan norma-
norma sosial dan keharmonisan, dan
c. Kesesuaian antara nilai dominan dalam sebuah pemerintahan
dengan yang lebih rendah akan memengaruhi dukungan
individu untuk inovasi yang diberikan.
2. Struktur

21
a. Aturan dan komunikasi; sebuah aturan atau kebijakan
kemudian disosialisasikan untuk menerima dukungan dan
kepatuhan,
b. Insentif; pemerintah memberikan bantuan sumber daya untuk
mendukung dilakukannya inovasi,
c. Pembukaan; struktur politik yang terbangun memungkinkan
masyarakat kaum minoritas memiliki kesempatan untuk
mendorong perubahan, dan
d. Penolakan; terjadi inersia dalam lembaga yang ada sehingga
menciptakan resistensi untuk praktik baru. Upaya yang
dilakukan
mungkin terhalang oleh dinamika kekuasaan dan kepentingan
yang lebih besar.
3. Budaya
a. Kejutan; pemberian hal yang baru untuk mendapatkan
kesempatan alternatif tindakan,
b. Pengelompokan; mengondisikan persepsi masyarakat bahwa
mereka dirugikan dan harus bertindak secara kolektif untuk
memperbaiki situasi,
c. Pengakuan dari masyarakat akan sebuah inovasi,
d. Conceptual innovation (inovasi konseptual); perubahan dalam
outlook, dan
e. Radical change of rationality (perubahan radikal); pergeseran
pandangan umum atau mental matriks dari pegawai instansi
pemerintah.
Berkenaan dengan itu Berry & Berry (dalam Tyran & Sausgruber,
2003) menjelaskan bahwa penyebaran inovasi kebijakan terjadi dengan
merujuk pada dua determinan penting yaitu internal determinant dan
regional difusion. Internal determinant atau penentu internal adalah
karakteristik sosial, ekonomi, dan politik sebuah negara dalam
menentukan keinovasian sebuah negara. Sedangkan regional diffusion
atau difusi regional adalah kemungkinan sebuah negara mengadopsi
kebijakan tertentu lebih tinggi jika negara-negara tetangganya telah
mengadopsi kebijakan tersebut.
Contoh ilustrasi dari internal determinants sebagai penyebab
terjadinya inovasi kebijakan adalah perubahan sosial ekonomi dalam
negeri, demonstrasi publik, dan instabilitas politik yang memaksa
terjadi perubahan kebijakan mendasar yang berkenaan dengan
kepentingan publik. Sedangkan Regional diffusion terjadi ketika negara
tetangga atau negara lain menerapkan kebijakan tertentu yang

22
kemudian ditiru oleh kita. Misalnya dalam hal kebijakan di bidang lalu
lintas, di Malaysia diberlakukan kewajiban menyalakan lampu bagi
pengendara sepeda motor untuk menekan angka kecelakaan.
Kemudian kebijakan tersebut ditiru oleh Indonesia, terutama
diterapkan di beberapa kota besar, dengan hasil yang diharapkan
dapat menekan angka kecelakaan lalu lintas. Dengan demikian, inovasi
kebijakan dapat terjadi disebabkan oleh salah satu dari dua faktor
tersebut, atau mungkin juga terjadi karena dua faktor tersebut. Namun
demikian pada banyak kasus, inovasi kebijakan didorong oleh kedua
faktor internal dan eksternal tersebut.

2 PELAYANAN PUBLIK

PENGERTIAN PELAYANAN

23
Sebelum membahas tentang pelayanan publik terlebih dahulu
perlu diketahui tentang kata pelayanan. Pengertian pelayanan
diberikan oleh Gronroos (1990), yaitu:

“A service is also an activity or series of activities of more or


less intangible nature that normally, but not necessarily, take
pace in interactions between the customer and service
employees and/or physical resources or goods and/or system
of the service provider, which are provided as solutions to
customer problems.”

Berdasarkan definisi Gronroos tersebut, ciri-ciri pelayanan adalah:


1. Pelayanan merupakan serangkaian aktivitas yang tidak kasat mata,
2. Adanya interaksi antara konsumen atau pelanggan dan karyawan,
atau hal-hal lain yang disediakan oleh penyedia/pemberi
pelayanan, dan
3. Maksud adanya pelayanan adalah untuk mengatasi permasalahan
konsumen/pelanggan.

Pengertian pelayanan juga diberikan oleh Zeithaml, Parasuraman, dan


Berry (1990) berikut:

“First, services are basically intangible. Because they are


performances and experiences rater than objects, precise
manufacturing specifications concerning uniform quality can
rarely be set. Second, services – especially those with a high
labor content
– are heterogeneous; their performance often varies from
producer to producer, from customer to customer, and from day
to day. Third, production and consumption of many services
are inseparable.”
Berdasar penjelasan di atas, dapat diidentifikasikan ciri-ciri pelayanan
yaitu:
1. Pelayanan pada dasarnya bersifat tidak kasat mata,
2. Pelayanan bersifat heterogen, yaitu bervariasi antar penyedia
layanan dan pengguna layanan dari waktu ke waktu, dan
3. Antara produksi dan konsumsi pelayanan tidak terpisahkan.

Selanjutnya, Kotler (2004) juga memberikan pengertian tentang


pelayanan sebagai berikut:

“service as an activity or an advantage which is given by one


party to another party which is basically intangible and can
not effect any ownership.”

24
Pelayanan adalah setiap kegiatan atau manfaat yang dapat
diberikan suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak
berwujud dan tidak pula berakibat kepemilikan terhadap sesuatu dan
produksinya dapat atau tidak dapat dikaitkan dengan suatu produk
fisik.
Dari ketiga definisi tentang pelayanan yang diberikan oleh
Gronroos, Zeithaml, dan Kotler tersebut dapat diketahui bahwa
pelayanan:
1. Tidak berwujud (intangible); pelayanan tidak dapat dilihat, diraba,
atau didengar sebelum proses pelayanan terjadi.
2. Tidak terpisahkan (inseparibility); pelayanan tidak dapat dipisahkan
dari penyedia dan penerimanya.
3. Keanekaragaman (variability); pelayanan memiliki sifat beraneka
ragam dari aspek penyedia dan penerima layanan dari waktu ke
waktu.
4. Tidak Tahan Lama (perishability); pelayanan adalah komoditas tidak
tahan lama dan tidak dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu.
5. Interaksi (interaction); pelayanan pada dasarnya adalah interaksi
antara penyedia dan pengguna layanan.

Paparan dari Collins & McLaughlin (dalam Ratminto dan


Winarsih, 2005) membandingkan ciri-ciri jasa pelayanan dengan
produk (barang) seperti tabel berikut:
Dari paparan komparatif tersebut, ciri khas tentang pelayanan adalah:
1. Pelayanan adalah aktivitas yang unik karena interaksi yang
dilakukan antara pemberi dan penerima pelayanan merupakan
suatu kontak sosial yang spesial di mana situasinya dapat berbeda
dari waktu ke waktu.
2. Aktivitas pemberian pelayanan menempatkan penerima pelayanan
sebagai mitra bagi pemberi pelayanan.
3. Penerima pelayanan memiliki daya kontrol langsung, maka
kepuasan penerima pelayanan ditentukan oleh moralitas pemberi
pelayanan.

PELAYANAN PUBLIK
Berbicara tentang pelayanan publik atau pelayanan umum maka
tidak terlepas dari masalah kepentingan publik. Menurut Dwiyanto
(2005) definisi pelayanan publik adalah:
“Serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik
untuk memenuhi kebutuhan warga pengguna. Pengguna atau

25
pelanggan yang dimaksud adalah warga negara yang
membutuhkan pelayanan publik, seperti dalam pembuatan
Kartu Tanda Penduduk (KTP), Izin Mendirikan Bangunan
(IMB), dan sebagainya.”

Pelayanan publik juga merupakan proses yang di dalamnya

terdapat tata cara tertentu. Hal tersebut dikemukakan oleh Kurniawan

(2005) berikut:

“Pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani)


keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai
kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok
dan tata cara yang telah ditetapkan.”

Pelayanan publik adalah pelayanan yang disediakan oleh


organisasi publik dalam bentuk barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan, mendefinisikan pelayanan umum sebagai berikut:

“Pelayanan umum adalah segala bentuk pelayanan yang


dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah,
dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan
Usaha Milik Daerah; dalam bentuk barang dan atau jasa,
baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat
maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.”
Sedangkan pada Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005
tentang Pelayanan Publik di Propinsi Jawa Timur mendefinisikan
pelayanan publik yaitu sebagai berikut:

"Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka


pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar
setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa
dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan
publik."

Keputusan MENPAN No. 63/KEP/M. PAN/7/2003 dan UU


Nomor 25 Tahun 2010 tentang Pelayanan Publik,

26
menjelaskan ada beberapa jenis kegiatan pelayanan publik
antara lain:
Pelayanan Administratif yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik.
Contohnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan
atau penguasaan terhadap suatu barang, dan sebagainya. Dokumen-
dokumen ini antara lain Kartu Tanda Pendudukan (KTP), Akte
Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB),
Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK),
Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, sertifikat kepemilikan atau
penguasaantanah,dansebagainya.
Pelayanan Barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk atau jenis barang yang digunakan oleh publik misalnya
jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan sebagainya.
Pelayanan Jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik misalnya pendidikan,
pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos, dan
sebagainya.
Penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan bentuk dan
sifatnya menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik memiliki empat pola pelayanan,
yaitu:
1. Pola Pelayanan Fungsional, yaitu pola pelayanan publik yang
diberikan oleh penyelenggara pelayanan sesuai dengan tugas,
fungsi, dan kewenangannya.
2. Pola Pelayanan Terpusat, yaitu pola pelayanan yang diberikan
secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang
bersangkutan.
3. Pola Pelayanan Terpadu yang dibagi ke dalam dua bagian pola
pelayanan, yaitu:
a. Pola Pelayanan Terpadu Satu Atap; Pola ini diselenggarakan
dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang
tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui
beberapa pintu. Untuk jenis pelayanan yang sudah dekat
dengan masyarakat tidak perlu disatuatapkan.
b. Pola Pelayanan Terpadu Satu Pintu; Pola ini diselenggarakan
pada satu tempat yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani
melalui satu pintu.
4. Pola Pelayanan Gugus Tugas, yaitu petugas pelayanan publik
secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan

27
pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberi pelayanan
tertentu.

Menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur


Negara Nomor 63 Tahun 2003 Tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik menjelaskan bahwa pelayanan
umum yang diberikan oleh siapa pun tidak terlepas dari tiga macam
bentuk pelayanan yaitu:
1. Pelayanan dengan lisan; pelayanan dengan menggunakan lisan
yang dilakukan oleh petugas-petugas di bidang hubungan
masyarakat (Humas), bidang informasi, dan bidang-bidang lain
dimana tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada
siapa pun yang memerlukan. Pelayanan dapat dikatakan berhasil
sesuai dengan yang diharapkan apabila memenuhi syarat-syarat
yang antara lain:
a. Memahami dengan benar masalah-masalah yang termasuk
dalam bidang tugasnya,
b. Mampu memberikan penjelasan apa yang diperlukan secara
lancar, singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi
mereka yang ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu,
dan
c. Bertingkah laku sopan dan ramah.
2. Pelayanan melalui tulisan; pelayanan melalui tulisan adalah bentuk
pelayanan yang paling menonjol dalam pelaksanaan tugas. Tidak
hanya dari segi jumlah, tetapi juga dari segi perannya. Apalagi jika
dilihat dari sistem layanan jarak jauh karena faktor biaya agar
layanan dalam bentuk tulisan dapat memuaskan pihak yang
dilayani, maka terdapat suatu hal yang harus diperhatikan yaitu
faktor kecepatan, baik dalam pengolahan masalah maupun dalam
proses penyelesaian (pengetikan,penandatanganan, dan pengiriman
kepada yang bersangkutan).
3. Pelayanan berbentuk perbuatan; umumnya pelayanan berbentuk
perbuatan 70% sampai dengan 80% dilakukan oleh petugas-
petugas tingkat menengah dan bawah, dikarenakan faktor keahlian
dan keterampilan petugas tersebut yang sangat menentukan hasil
perbuatan atau pekerjaan yang dilakukannya.

Proses pelayanan publik tidak dapat terhindar dari pemberian


layanan lisan. Hubungan lisan paling banyak dilakukan dalam
hubungan pelayanan umum (kecuali yang khusus dilakukan
melalui hubungan tulisan karena faktor jarak). Dengan demikian,
dalam proses pelayanan publik tidak dapat dihindari adanya

28
interakasi antara penyedia pelayanan dan penerima pelayanan
berupa komunikasi.
Cara pandang terhadap pelayanan publik terus berkembang
seiring dengan perkembangan dinamika masyarakat. Selain itu juga
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu administrasi publik yang banyak
mendiskusikan pergeseran peran negara terhadap masyarakat.
Administrasi Publik berkaitan dengan pelayanan publik yang
disampaikan oleh Nigro dan Nigro (1977) dengan paparannya bahwa:

“Public administration is cosely associated with numerous


private groups and individuals in providing services to the
community.” (administrasi publik sangat erat berkaitan
dengan berbagai macam kelompok swasta dan perorangan
dalam menyajikan pelayanan kepada masyarakat).
Ada beberapa kebutuhan masyarakat yang dapat diperoleh
melalui pelayanan yang diberikan oleh pihak swasta. Namun terdapat
pula kebutuhan masyarakat yang tidak dapat diperoleh melalui
mekanisme pasar seperti layanan civil yang hanya disediakan oleh
negara. Layanan civil tersebut diberikan oleh negara atas dasar “civil
right” yang dimiliki oleh setiap warga negara. Dengan demikian, peran
negara adalah menyediakan segala pelayanan yang dibutuhkan
masyarakat di mana kebutuhan pelayanan tersebut tidak dapat
disediakan oleh swasta.

3 PARADIGMA
PELAYANAN PUBLIK

Diskusi tentang cara pandang terhadap pelayanan publik


mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Hal ini sangat erat
hubungannya dengan peran pemerintah dalam mengintervensi
kepentingan masyarakat. Denhardt (2007) dalam bukunya yang
berjudul “The New Public Service: Serving Not Steering”, membagi

29
pergeseran cara pandang terhadap pelayanan publik ke dalam 3
periode yang disebut:
1. Old Public Administration (OPA) dipelopori oleh Woodrow Wilson dan
F.W Taylor (1887–1980),
2. New Public Management (NPM) oleh David Osborne dan Ted Gaebler
(1992), dan
3. New Public Service (NPS) oleh Robert B. Denhardt dan Janet V.
Denhardt (2003).

Denhardt berupaya untuk merubah mindset administrator publik


dengan menitikberatkan perhatian pada nilai-nilai yang seharusnya
ada di dalam proses pelayanan publik. Denhardt (2007: 3) mengawali
tulisannya dengan kalimat, “Government shouldn’t be run like a
business; it should be run like a democracy”. Pemerintahan tidak
seharusnya digerakkan seperti bisnis, namun digerakkan seperti
tatanan demokrasi. Gagasan Denhardt tersebut mengkritisi prinsip-
prinsip New Public Management (NPM) yang dikemukakan Osbornedan
Gaebler (1993) sebelumnya. Denhardt menekankanbahwa dalam
proses menjalankan suatu pemerintahanseharusnya tidak didasarkan
pada mindset seperti menjalankan sebuah bisnis, melainkan
menekankan penerapan demokrasi di setiap aspek. Untuk menjelaskan
gagasannya yang disebut New Public Service (NPS), Denhardt
melakukan komparasi dengan dua konsep sebelumnya yaitu Old Public
Administration (OPA) dan juga New Public Management (NPM).
Komparasi yang disajikan oleh Denhardt akan diuraikan pada
pemaparan berikut.

OLD PUBLIC ADMINISTRATION: CLIENT


Gagasan dasar dari pandangan Old Public Administration ada
dua, yaitu: (1) dikotomi antara politik dan administrasi, dan (2)
efisiensi. Hal ini dinyatakan oleh Denhardt (2007):

“Two key themes that served as a focus for the study of public
administration for the next half century or more. First, there
was the distinction between politics (or policy) and
administration. Second, there was concern for creating
structures and strategies of administrative management that
would permit public organizations and their managers to act in
the most efficient way possible”.

Pemikiran-pemikiran yang mendasari paradigma Old Public


Administration banyak dipengaruhi oleh gagasan Wilson (dalam
Denhardt,

30
2003) berikut:
1. Government should establish executive authorities, controlling
essentially hierarchical organization and having as their goal
achieving the most reliable and efficient operations possible.
2. Their tasks were (public administration) instead the implementation of
policy and the provision of service, and in those tasks they were
expected to act with neutrality and profesional to execute faithfully
the direction that came their way. Not to be actively or extensively
involved in the development of policy.
3. They were to be watched carefully and held accountable to elected
political leaders, so as not to deviate from established policy.
4. Wilson recoqnized a potential danger in the other direction as well,
the possible that politics, or more specifically, corrupt politicians migh
negatively influence administrator in their pursuit of organizational
efficiency.

Pemikiran Wilson menguraikan bahwa untuk melakukan kontrol


terhadap masyarakat yang selalu dinamis, maka diperlukan
pembentukan hierarki organisasi dengan menerapkan tindakan yang
efisien. Namun dalam implementasinya, konsep tersebut
dimungkinkan mengalami kendala, misalnya adanya politisi-politisi
korup yang memengaruhi berkurangnya efektivitas pencapaian tujuan.
Sementara itu, administrator juga kemungkinan mempraktikkan
sistem nepotisme dan spoil. Oleh karena itu, Wilson menekankan dua
hal untuk mendukung implementasi pemikirannya tersebut, yaitu:
pertama, adanya perbedaan yang jelas/dikotomi antara politik dan
administrasi. Kedua, pembentukan struktur dan strategi-strategi
manajemen administratif yang memberi ruang bagi organisasi publik
dan para stakeholder-nya untuk bertindak seefisien mungkin.
Legislatif bertugas membuat kebijakan yang digunakan untuk
mengatur masyarakat yang selalu dinamis. Sementara itu,
administrator harus berorientasi pada efisiensi dalam
mengimplementasikan kebijakan-kebijakan tersebut melalui struktur
hierarki. Wilson menawarkan suatu organisasi dengan semangat bisnis
seperti yang digagas oleh Frederick W. Taylor, Lyndall Urwick, dan
Luther Gulick. Buku “The Principles of Sceintific Management“ dari
Taylor yang menggunakan pendekatan scientific management untuk
menjelaskan bagaimana produktivitas dapat ditingkatkan melalui

31
efisiensi sebagai kunci utamanya. Sehubungan dengan itu, maka
sistem penerimaan pegawai juga harus berdasarkan keahlian yang
sesuai dengan bidang tugasnya daripada berdasar keanggotaan dalam
partai. Pegawai harus diseleksi, dilatih, dan dikembangkan agar dapat
menyelesaikan berbagai tugas pekerjaan sesuai dengan prinsip-prinsip
keilmuan manajemen. Sementara Urwick & Gullick dalam buku
“Organization as a Technical Problem” memperkenalkan prinsip-prinsip
administrasi yang dikenal dengan akronim POSDCOORB (Planning,
Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgeting).
Secara umum, Denhardt (2007) menggambarkan pandangan
pokok dari Old Public Administration sebagai berikut:
1. “The focus of government is on the direct of services through existing
or through newly authorized agencies of government.” Fokus dari
pekerjaan pemerintah ialah pada pemberian pelayanan secara
langsung melalui agen pemerintah baik yang lama ataupun yang
baru yang diberikan kewenangan untuk melaksanakan jenis
pelayanan yang telah ditentukan.
2. “Public policy and administration is concerned with designing and
implementing policies focused on singgle, politically defined
objective.”
Administrasi dan kebijakan publik concern dalam perancangan dan
implementasi kebijakan yang berpusat ke arah tunggal, yaitu
sasaran yang telah didefinisikan secara politik.
3. “Public administrators play a limited role in policy making and
government; rather they are charged with the implementation of
public policies.” Peran administrator publik dalam pembuatan
kebijakan dan pemerintahan sangat dibatasi, namun mereka
berurusan dengan implementasi kebijakan publik.
4. “The delivery of services should be carried out by administrators
accountable to elected officials and given limited discretion in their
work.” Pemberian pelayanan harus dilakukan sebagai tanggung
jawab administrator kepada pejabat terpilih dan memiliki
keleluasaan terbatas dalam pekerjaan mereka.
5. “Administrators are responsible to demokratically elected political
leaders”. Administrator bertanggung jawab pada pemimpin-
pemimpin politik yang dipilih secara demokratis.
6. “Public programs are best administered through hirarchical
organizations, with managers largely exerting control from the top of
organization.” Program-program publik diadministrasikan secara
baik melalui hierarki organisasi, dengan manajer-manajer yang

32
diberi kewenangan pelaksanaan tetapi dalam kendali organisasi
paling atas.
7. “The primary values of public organizations are efficiency and
rationality”.Nilai-nilai utama dari organisasi publik adalah
rasionalitas dan efisiensi.
8. “Public organization operate most efficeintly as closed systems; thus
citizen involvement is limited.” Organisasi publik harus beroperasi
secara efisien sebagai sistem yang tertutup dan keterlibatan warga
negara harus dibatasi.
9. “The role of the public administrator is largely defined as planning,
organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, and budgeting”.
Peran dari administrator publik secara luas adalah dalam ruang
lingkup POSDCOORB.

Secara umum, pandangan ini menganut dikotomi antara politik


dan administrasi, yaitu ada batasan yang sangat jelas antara ranah
politik (sebagai pembuat kebijakan) dan ranah administrasi (sebagai
pelaksana kebijakan). Dalam menjalankan tugasnya sebagai
implementor dari kebijakan, administrator harus bekerja secara efisien
dengan taat pada aturan dalam organisasi yang hierarchy .
Administrator publik menjelma menjadi adminitrative man seperti
yang disampaikan oleh Herbert Simon (1947) dalam bukunya
“Administrative Behavior: A Study of Decision-Making Processesin Admin
intraive Organization.” Administrative man adalah seseorang yang
memiliki perilaku rasional untuk mencapai tujuan organisasi dan
tujuan pribadinya. Implikasi dari pandangan Old P ublic Administration
ini memunculkan organisasi publik sebagai sebuah organisasi yang
kaku, dengan administrator yang tidak humanist. Dominasi birokrasi
sangat kuat dalam mengatur kepentingan masyarakat yang dituangkan
dalam bentuk peraturan yang penuh aspek politis.
Cara pandang Old Public Administration ini kemudian dikritik
oleh pandangan New Public Management. Pemerintahan yang kaku dan
hierarki sentralistik harus digantikan oleh pemerintahan yang berjiwa
wirausaha (profitable). Secara konseptual, pandangan New Public
Management memasukkan pendekatan sektor privat (bisnis) pada
organisasi publik.

NEW PUBLIC MANAGEMENT (NPM)

33
New Public Management merupakan konsep yang ingin
menghilangkan monopoli pelayanan oleh instansi dan pejabat-pejabat
pemerintah yang tidak efisien. Pimpinan organisasi publik dituntut
dapat menemukan cara baru/ inovasi untuk memaksimalkan fungsi-
fungsi pemerintahan. Kunci dari New Public Management adalah
mendasarkan pada mekanisme pasar dalam memandu program-
program publik. Hal ini dikemukakan oleh Denhardt (2007):
“In the New Public Management, public managers are
challenged either to find new and innovative ways to achieve
results or to privatize functions previously provided by
government. They are urged to “steer, not row,” meaning they
should not assume the burden of service delivery themselves,
but, wherever possible, should define programs that others
would then carry out, through contracting or other such
arrangements. The key is that the New Public Management
relies heavily on market mechanisms to guide public
programs.”

Untuk mewujudkan konsep New Public Management dalam


birokrasi publik, maka para pemimpin harus meningkatkan kinerja
secara lebih efektif dan efisien seperti layaknya perusahaan swasta
bekerja melalui performa terbaik untuk dapat bersaing dengan
kompetitornya. Pemimpin didorong untuk melakukan perbaikan dan
mewujudkan akuntabilitas publik kepada pelanggan, meningkatkan
kinerja, restrukturisasi lembaga birokrasi publik, merumuskan kembali
misi organisasi dan prosedur birokrasi, serta melakukan desentralisasi
proses pengambilan kebijakan. Pada paradigma ini, masyarakat
dipandang sebagai costumer bukan sebagai sesuatu yang harus
dilayani.
Terdapat dua karya tulis yang mendasari paradigma New Public
Management, yaitu: (1) “Reinventing Government” dari David Osborn
dan Ted Gaebler (1991) dan (2) “Banishing Bureaucracy” dari David
Osborn & Peter Plastik (1997).
Osborn menekankan 10 prinsip yang mendasari New Public
Service adalah sebagai berikut:
1. Steering rather than rowing; pemerintah berperan sebagai
katalisator, pemerintah tidak perlu melaksanakan sendiri
pembangunan namun cukup dengan mengendalikan sumber yang
ada di masyarakat. Peran pemerintah yaitu mengoptimalkan
penggunaan dana dan daya sesuai dengan kepentingan publik.

34
2. Empower community to solve their own problem, rather than merely
deliver service; pemerintah memiliki peran memberdayakan
masyarakat dalam pemberian pelayanan sehingga yang perlu
dilakukan adalah memberikan dorongan kepada masyarakat untuk
dapat memecahkan masalahnya sendiri. Kemampuan tersebut
dapat tercermin dari peran NGO dan badan semi pemerintah
(koperasi) untuk dapat memecahkan masalahnya dengan
kemampuannya, misalnya: kebersihan lingkungan, kebutuhan
sekolah, kesehatan pemukiman, dan sebagainya.
3. Promote and encourage competition rather than monopolies; adanya
persaingan usaha antara sektor usaha swasta dan pemerintah, dan
dipaksa bekerja secara lebih professional dan efisien.
4. Be driven mission rather than rules; pemerintah harus melakukan
aktivitas yang menekankan kepada pencapaian misinya daripada
menekankan pada peraturan-peraturan. Oleh karena itu
kelonggaran untuk menghasilkan sesuatu menjadi keperluan.
5. Result oriented by funding outcomes rather than outputs; Orientasi
pada kinerja yang baik (berarti kinerja eksternal) bukan semata-
mata hanya output yang dipersepsi internal.
6. Meet the need of the customer rather those of the bureaucracy;
mengutamakan pemenuhan kebutuhan konsumen (masyarakat
sebagai pengguna), bukan memenuhi kebutuhan birokrasi.
7. Concentrate on earning money rather than just spending it;
pemerintah harus memiliki aparatur yang mengetahui cara tepat
untuk menghasilkan suatu penerimaan bagi organisasi dan
berkemampuan menghemat anggaran, daripada menghabiskan
anggaran.
8. Invest in preventing problem rather than curing crises; pemerintah
yang memiliki sifat antisipatif, yaitu lebih baik mencegah daripada
menanggulangi.
9. Desentralize authority rather than build hierarchy; diperlukan
desentralisasi dalam sistem pemerintahan sehingga mampu
menggalang partisipasi dan pengembangan tim kerja. Mendorong
organisasi bawahan akan leluasa untuk berkreasi dan mengambil
inisiatif yang diperlukan.
10. Solve problem by influencing market force rather than by treating
public programs; pemerintah harus memperhatikan seberapa besar
kekuatan pasar. Pasokan didasarkan kepada kebutuhan atau
permintaan pasar dan bukan sebaliknya (subsidi). Oleh sebab itu,
kebijakan harus berdasarkan kebutuhan pasar.

35
Sedangkan buku Banishing Bureaucracy, menjelaskan tentang
lima strategi untuk melaksanakan Reinventing Government, yaitu:
1. The core strategy (strategi inti); strategi untuk menata kembali
keorganisasian secara jelas mengenai tujuan, peran, dan arah dari
organisasi.
2. Consequency strategy; strategi yang mendorong adanya “persaingan
sehat” untuk meningkatkan motivasi dan kinerja pegawai, melalui
reward and puninshment dengan memperhitungkan risiko ekonomi
dan pemberian penghargaan.
3. Consumer strategy; strategi yang memusatkan perhatian untuk
bertanggung jawab terhadap pelanggan. Organisasi harus menang
dalam persaingan dan memberikan kepastian mutu bagi pelanggan.
4. Control strategy; strategi yang merubah lokasi bentuk kendali dalam
organisasi. Kendali dialihkan kepada lapisan organisasi paling
bawah yaitu pelaksana atau masyarakat. Kendali organisasi
dibentuk berdasarkan visi dan misi yang telah ditentukan. Dengan
demikian terjadi proses pemberdayaan organisasi, pegawai, dan
masyarakat.
5. Cultural strategy; merubah budaya kerja organisasi yang terdiri dari
unsur-unsur kebiasaan, emosi, dan psikologi, sehingga pandangan
masyarakat terhadap budaya organisasi publik ini berubah (tidak
lagi memandang rendah masyarakat yang seharusnya dilayani).

New Public Management adalah turunan dari ideologi


neoliberalisme karena menganjurkan pelepasan fungsi-fungsi
pemerintah yang selanjutnya diserahkan kepada sektor swasta. New
Public Management dikritik oleh New Public Service dengan
menekankan pada siapa “pemilik” negara. Warga negara bukan
merupakan customer, namun mereka adalah “owner” melalui uraian
Denhardt (2007), “In our rush to steer, perhaps we are forgetting who
owns the boat.”
Masyarakat adalah pemilik negara, karena merekalah yang
membiayai semua urusan negara melalui pajak yang mereka bayarkan.
Dengan demikian, sudah seharusnya bahwa perhatian negara
diberikan bukan hanya kepada customer yang memiliki privilege
tertentu, namun negara harus memberikan perhatian kepada seluruh
masyarakat sebagai citizen.
Tanggung jawab yang diemban oleh negara menjadi lebih
kompleks, yaitu negara harus bertanggung jawab kepada seluruh
warga negara sebagai “owner”, bukannya bertanggung jawab hanya
kepada sekelompok orang yang diistimewakan.

36
“Perhaps the most important objection to the customer or ientation has
to do with accountability. In government, citizens are not only
customers; they are “owners”. Customers choose between products
presented in the market; citizens decide what is so important that the
government will do it at public expense”. (Schachter, dalam Denhardt
2007)

Selain itu, masih banyak urusan publik yang harus melibatkan


campur tangan negara dan tidak dapat diserahkan begitu saja kepada
sektor swasta seperti urusan yang menyangkut keamanan, pendidikan,
kesehatan, dan urusan lain yang banyak berhubungan dengan aspek
sosial.

NEW PUBLIC SERVICE (NPS)


Paradigma New Public Service lahir dari kritik dua paradigma
sebelumnya. Jika pada paradigma Old Public Administration (OPA)
mengedepankan sisi politik, paradigma New Public Management (NPM)
mengedepankan sisi ekonomi, maka paradigma New Public Service
(NPS) mengedepankan pada sisi demokrasi. Masyarakat tidak boleh
dilihat sebagai sesuatu yang harus dikuasai secara politis, atau sebagai
konsumen yang harus dilayani berdasar kemampuan ekonominya.
Namun masyarakat dilihat sebagai citizenship, yaitu sebagai
masyarakat yang harus dilayani tanpa harus dibedakan.
Dasar teori NPS adalah tentang Citizenship, Community, Civil
Society dan organizational humanism, new public administration, dan
postmodernism. Seperti yang dikatakan oleh Denhardt (2007):

“Theorists of citizenship, community and civil society,


organizational humanism and the new public administration,
and postmodernism have helped to establish a climate in
which it makes sense today to talk about a New Public
Service. Though we acknowledge that differences, even
substantial differences, exist in these various
viewpoints, we would suggest there are also similarities that
distinguish the cluster of ideas we call the New Public Service
from those associated with the New Public Management and
the Old Public Administration.”

Paradigma New Public Service dikenalkan oleh Janet V. Denhardt


dan Robert B. Denhardt melalui buku mereka yang berjudul “The New

37
Public Service, Serving not Steering” yang terbit pada tahun 2003.
Sebelum terbit berbentuk buku, pada tahun 2000 Denhardt dan
Denhardt pernah mempublikasikan tulisan yang sama, tetapi dengan
judul yang berbeda yaitu ”The New Public Service: Serving Rather than
Steering” dalam jurnal Public Administration Review. Kemudian disusul
dengan tulisan lain yang kurang lebih memiliki ide yang sama dalam
International Review of Public Administration pada tahun 2003, dengan
judul “The New Public Service: An Approach to Reform.” Buku yang
kemudian diterbitkan pada tahun 2003 adalah modifikasi dari dua
tulisan yang pernah dipublikasikan sebelumnya.Gagasan Denhardt
tentang New Public Service menegaskan bahwa pemerintah seharusnya
tidak dijalankan seperti sebuah perusahaan, tetapi pemerintah harus
melayani masyarakat secara demokratis, adil, merata, tidak
diskriminatif, jujur, dan akuntabel. Menurut Denhardt (2007) nilai-
nilai demokrasi, kewarganegaraan dan kepentingan publik adalah
landasan utama dalam proses penyelenggaraan pemerintahan.
Pemerintah harus merubah pendekatan kepada masyarakat dari
memberi perintah dan mengajari masyarakat menjadi mau
mendengarkan keinginan dan kebutuhan masyarakat. Dari yang
sebelumnya mengarahkan dan memaksa menjadi mau merespons dan
melayani apa yang menjadi kepentingan dan harapan masyarakat.
Menurut pandangan New Pubic Service, menjalankan organisasi
pemerintahan berbeda dengan menjalankan organisasi bisnis. Misi
organisasi publik tidak sekedar memuaskan pengguna jasa (customer)
akan tetapi juga menyediakan pelayanan barang dan jasa sebagai
pemenuhan hak dan kewajiban publik bagi seluruh warga negaranya
(citizen). Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah tidak hanya
sekedar kepada customer, namun harus kepada warga negara/citizen
dengan didasari asumsi bahwa masyarakat merupakan owner/pemilik
dari negara. Denhardt (2007) menegaskan bahwa:

“Perhaps the most important objection to the customers’


orientation has to do with accountability. In government,
citizens are not only customers, they are owners. There is
certainly no question but that government agencies should
strive to offer the highest quality service possible, within the
constraints of low and accountability-and, indeed, many
agencies are doing so. One of the most sophisticated efforts to

38
improve service quality begins with a recognition of the
differences between costumers and citizens.”

Selanjutnya, Denhardt (2007) menegaskan garis-garis besar


pemikiran
The New Public Service sebagai berikut:
1. Service citizents, not customers, melayani warga negara, bukan
pelanggan
2. Seek the public interest, mengutamakan kepentingan publik;
3. Value citizenships over entrepeneuership, nilai kewarganegaraan
melebihi wirausaha
4. Think strategically, act democratically, berpikir strategis, bertindak
demokratis
5. Recognize that accountability is not simple, menyadari bahwa
pertanggung jawaban bukanlah sesuatu yang sederhana
6. Value people, not just productivity, lebih memperhatikan nilai
kemanusiaan daripada hanya sekedar produktivitas.

Inti dari pandangan New Public Service adalah mereposisi peran


pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bila
pandangan Old Public Administration menempatkan masyarakat
sebagai client yang sangat tergantung pada administrator, New Public
Management menempatkan masyarakat sebagai c ustomer yang har us
diistimewakan, maka New Public Service menempatkan masyarakat
sebagai citizen yang harus dilayani tanpa dibeda-bedakan dengan
asumsi bahwa masyarakat adalah “owner” dari negara.

Prinsip Dasar The New Public Service:


1. Service citizens, not customers
2. Seek the public interest
3. Value citizenships over entrepreneurship
4. Think strategically, act democratically
5. Recognize that accountability is not simple
6. Serve rather than steer
7. Value people, not just productivity

PERBEDAAN MENDASAR ANTARA OLD PUBLIC ADMINISTRATION,


NEW PUBLIC MANAGEMENT, DAN NEW PUBLIC SERVICE
Denhardt mengemukakan bahwa New Public Service banyak
didukung oleh teori-teori demokrasi, komunitas, organisasi yang
humanis, dan teori administrasi negara postmodern berikut ini:

39
1. Teori tentang demokrasi kewarganegaraan; perlunya keterlibatan
warga negara dalam pengambilan kebijakan dan pentingnya
deliberasi dalam membangun solidaritas dan komitmen guna
menghindari konflik.
2. Model komunitas dan masyarakat sipil; akomodatif terhadap peran
masyarakat sipil dengan membangun social trust, kohesi sosial, dan
jaringan sosial dalam tata pemerintahan yang demokratis.
3. Teori organisasi humanis dan administrasi negara baru;
administrasi negara harus berfokus pada organisasi yang
menghargai dan merespons nilai-nilai kemanusiaan (human beings),
keadilan, dan isu-isu sosial lainnya.
4. Administrasi negara postmodern; mengutamakan dialog (diskursus)
terhadap teori dalam memecahkan persoalan publik daripada
menggunakan one best way perspective.

Jika dilihat dari teori yang mendasari munculnya New Public


Service, terlihat bahwa New Public Service mencoba mengartikulasikan
berbagi teori dalam menganalisis persoalan-persoalan publik. Apabila
dilihat dari berbagai aspek, maka pandangan ini memiliki perbedaan
karakteristik dengan paradigma-paradigma sebelumnya. Denhardt
menjelaskan perbedaan mendasar dari ketiga pandangan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Dasar epistemologi; Old Public Administration menggunakan dasar
teori politik dalam konsepnya. New Public Management
menggunakan teori ekonomi untuk mengkritik cara pandang Old
Public Administration yang terlalu memonopoli semua agenda
publik. Sedangkan New Public Service menggunakan teori
demokrasi di mana terdapat unsur egaliter dan persamaan hak
antara warga negara. Seperti apa yang disampaikan Denhardt
(2007) “Public servants do not deliver customer service, they deliver
democracy.” Nilai-nilai demokrasi, kewarganegaraan dan pelayanan
untuk kepentingan publik dipandang sebagai norma mendasar
dalam penyelenggaraan pemerintahan.
2. Konsep tentang kepentingan publik; dalam merumuskan
kepentingan publik, Old Public Administration merumuskannya
secara politis yang selanjutnya dituangkan ke dalam hukum dan
peraturan. Dengan demikian seluruh kepentingan masyarakat akan
dirumuskan sepihak oleh para legislatif yang kemudian diwujudkan
dalam suatu kebijakan yang kemudian dilaksanakan oleh
administrator. New Public Management merumuskan kepentingan
publik dengan menggunakan cara berpikir sektor market, di mana

40
kepentingan publik adalah agregasi dari kepentingan individu.
Kepentingan publik disini adalah cerminan dari pilihan-pilihan
individu yang disebut customer dalam dunia bisnis. Sedangkan New
Public Service menggunakan cara-cara dialogis dalam merumuskan
kepentingan publik, sehingga kepentingan publik merupakan
kepentingan bersama dari berbagai nilai. Karena hasil dari berbagai
nilai inilah, maka kepentingan publik merupakan refleksi dari
semua kepentingan masyarakat tanpa terkecuali.
3. Siapa yang dilayani; Old Public Administration memberikan
pelayanan kepada client atau masyarakat pemilih/constituent. Client
dianggap sebagai follower yang memiliki ketergantungan tinggi yang
posisinya sebagai pihak yang memerlukan pelayanan. New Public
Management memberikan pelayanan dengan mengistimewakan
customer atau pelanggan. Birokrat harus dapat memuaskan
customer/pelanggan yang harus diberi pelayanan secara maksimal.
Sedangkan New Public Service memberikan pelayanan kepada
semua warga negara tanpa perbedaan apapun, tanpa memandang
apakah warga negara tersebut memiliki pengaruh secara politis
maupun secara ekonomi.
4. Peran pemerintah; dalam pandangan Old Public Administration,
peran pemerintah adalah mengendalikan (rowing) semua
kepentingan masyarakat. Sedangkan New Public Management,
pemerintah memilikiperan mengarahkan (steering) seluruh
kepentingan masyarakat.
5. Rasionalitas dan model perilaku birokrat; model perilaku birokrat
dalam pandangan Old Public Administration adalah administratif.
Perilaku birokrat dalam pandangan New Public Management seperti
rasionalitas ekonomi sehingga bekerja secara teknis. Kemudian
perilaku birokrat New Public Service rasionalitas strategis yang
berdimensi politik, ekonomi, dan organisasi.
6. Akuntabilitas; tanggung jawab birokrat menurut Old Public
Administration adalah kepada politisi sesuai jenjang hierarki.
Sedangkan menurut New Public Management, tanggung jawab
birokrat adalah kepada customer berdasar keinginan mereka.
Kemudian, New Public Service bertanggung jawab secara multi
aspek dimana tanggung jawab tersebut bersifat kompleks dari
hukum, nilai, norma, komunitas, standar profesional, dan lain-lain.
7. Keleluasaan administratif; keleluasaan administrasi yang diberikan
kepada birokrat dalam pandangan Old Public Administration sangat
terbatas sekali. Diskresi yang minim karena birokrat terbelenggu
oleh peraturan yang mengikat dalam tugas-tugas yang mereka

41
laksanakan. Pandangan New Public Management memberikan
keleluasaan kepada birokrat dengan seluas-luasnya dalam
memberikan desentralisasi kebijakan. New Public Service,
memperbolehkan adanya diskresi namun dalam batas tertentu
sesuai kebutuhan dan diskresi tersebut harus digunakan dengan
penuh tanggung jawab.
8. Struktur organisasi; struktur organisasi dalam Old Public
Administration sangat birokratik dengan rentang kendali secara top-
down. New Public Management menggunakan struktur organisasi
yang terdesentralisasi. Sedangkan New Public Service menggunakan
struktur organisasi kolaboratif.
9. Mekanisme pencapaian tujuan; pandangan Old Public
Administration menggunakan organisasi publik dalam pencapaian
tujuan. Akibatnya, semua pelayanan publik dimonopoli oleh
pemerintah. Sedangkan New Public Management menggunakan
organisasi publik dan organisasi swasta untuk mencapai tujuan
dengan menekankan adanya persaingan. New Public Service
menggunakan kolaboratif/kerja sama antara organisasi publik dan
swasta dalam mencapai tujuan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan seluruh warga negara.
10. Dasar motivasi; motivasi birokrat dalam Old Public Administration
adalah berdasar adanya proteksi berupa gaji dan perlindungan.
New Public Management memberikan motivasi kepada birokrat
berupa semangat wirausaha untuk mendapatkan profit sebesar-
besarnya berbentuk insentif. New Public Service memberikan
motivasi kepada birokratnya dengan perubahan mindset semangat
memberikan sesuatu kepada masyarakat.
Mulai dari pandangan Old Public Administration (OPA) yang
banyak diambil dari gagasan Woodrow Wilson pada tahun 1897,
pandangan New Public Management (NPM) dengan dukungan karya
tulis David Osborne pada tahun 1991, bila dihubungkan dengan
praktek pelayanan yang diberikan negara untuk rakyatnya, maka telah
terjadi dinamika yang terus berkembang. Sehubungan dengan praktik
pelayanan publik, ketiga cara pandang tersebut memiliki perbedaan
dalam menempatkan posisi masyarakat. Denhardt (2003) menegaskan
bahwa:

There certainly no question but that government agencies


should strive to offer the highest quality service possible,
within the constraints of law and accountability-and, indeed,

42
many agencies are doing so. One the most sophisticated
efforts to improve service quality begin with recognition of
differences between customers and citizen. Citizens are
described as bearers’ rights and duties within the context of
wider community.

Berdasarkan pendapat Denhardt tersebut, maka negara sebagai


penyedia pelayanan publik harus mengupayakan kualitas pelayanan
sebaik mungkin. Organisasi publik merupakan wadah untuk
menjalankan praktik pelayanan publik tersebut, dan dalam
pelaksanaannya harus memperhatikan batasan hukum dan
akuntabilitas. Usaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan dimulai
dengan mengakui perbedaan antara pelanggan (customer) dan warga
negara (citizen), di mana citizen adalah pembawa hak dan kewajiban
dalam konteks komunitas yang lebih luas. Uraian dari Denhardt
tersebut secara jelas mengungkapkan bahwa pelayanan yang diberikan
oleh negara untuk rakyatnya tidak boleh dijalankan seperti
bisnis/swasta yang berorientasi pada profit, namun harus dijalankan
melalui semangat memberi pelayanan kepada seluruh warga negara
tanpa terkecuali.
New Public Service menerapkan prinsip-prinsip yang harus
dilaksanakan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Terdapat tujuh
prinsip dalam New Public Service yang membedakannya dengan kedua
cara pandang sebelumnya. Menurut Denhardt (2007), terdapat tujuh
prinsip atau asumsi dasar The New Public Service yang dapat
digunakan dalam praktek pelayanan publik. Ketujuh prinsip tersebut
adalah: (1) melayani warga negara, bukan customer (Serve Citizens, Not
Customers), (2) mengutamakan kepentingan publik (Seeks the Public
Interest), (3) kewarganegaraan lebih berharga daripada kewirausahaan
(Value Citizenship over Entrepreneurship, (4) berpikir strategis,
bertindak demokratis (Think Strategically, Act Democratically), (5)
menyadari bahwa akuntabilitas bukan hal sederhana (Recognize that
accountability is not Simple), (6) melayani daripada mengarahkan (Serve
Rather than Steer,(7)menghargai manusia, bukan sekedar produktivitas
(Value People, Not Just Productivity).

43
KEDUDUKAN
4 MASYARAKAT DALAM
PELAYANAN PUBLIK

Untuk menggambarkan kedudukan masyarakat dalam praktek


pelayanan publik akan digunakan tujuh prinsip pelayanan dari
Denhardt sebagai dasar analisis. Denhardt (2007) menyebutkan tujuh
prinsip dalam praktik pelayanan publik sebagai berikut:
1. Service citizens, not customers: melayani warga negara, bukan
pelanggan,
2. Seek the public interest: mencari kepentingan publik
3. Value citizenships over entrepreneurship: nilai kewarganegaraan
melebihi wirausaha,

44
4. Think strategically, act democratically: berpikir strategis, bertindak
demokratis,
5. Recognize that accountability is not simple: menyadari bahwa
pertanggungjawaban bukanlah sesuatu yang sederhana,
6. Serve rather than steer: memberikan pelayanan daripada
mengarahkan, dan
7. Value people, not just productivity: lebih memperhatikan nilai
kemanusiaan daripada hanya sekedar produktivitas.

MELAYANI WARGA NEGARA, BUKAN CUSTOMER (SERVE


CITIZENS, NOT CUSTOMERS)
Kepentingan publik adalah hasil dari dialog tentang nilai-nilai
bersama daripada agregasi kepentingan individu. Oleh karena itu,
aparat tidak hanya merespons tuntutan “customer,” tetapi lebih fokus
pada membangun hubungan kepercayaan dan kolaborasi dengan
warga. Kepentingan publik ditentukan dari adanya dialog antar nilai-
nilai yang berlaku untuk merumuskan suatu kebutuhan bersama, dan
bukannya didasari oleh kepentingan-kepentingan individu tertentu.
Oleh karena itu, kepentingan publik didasarkan pada tindakan-
tindakan untuk memenuhi kebutuhan bersama yang akan
meng uat ka n hubunga n, kepercayaan, dan kerja sama di dalam tatanan
masyarakat. Hal ini diuraikan oleh Denhardt berikut (2007):
“ Serve c itizens, not customers. The public
interest is the result of a dialogue about shared values rather
than the aggregation of individual self-interests. Therefore,
public servants do not merely respond to the demands of
“customers,” but rather focus on building relationships of trust
and collaboration with and among citizens.”

Untuk menjelaskan prinsip “Serve Citizens, Not Customers,”


Denhardt terlebih dahulu menjabarkan tentang teori kewarganegaraan,
peran warga negara, membangun keterlibatan masyarakat, dan
pelayanan publik sebagai penghubung kewarganegaraan. Selanjutnya,
Denhardt membandingkan perbedaan inti dari pelayanan publik di era
the Old Public Admininistration (OPA), the New Public Management
(NPM), dan the New Public Service (NPS).

The Old Public Administration (OPA) and Client Service

45
Administrasi Publik Tradisional hanya berfokus pada pemberian
pelayanan langsung pada individu atau perilaku korporat. Administrasi
publik melihat masyarakat seperti seorang client. Hal tersebut
dijelaskan oleh Denhardt berikut (2007):

“Traditional public administration or the Old Public


Administration was largely concerned with either the direct
delivery of services or the regulation of individual and
corporate behavior. Those on the “receiving” end were
generally referred to as “clients.” The word “client,” of course,
means “a party for which professional services are rendered.”

Pemberian pelayanan pun hanya bersifat formalitas saja. Client


dilihat sebagai seseorang yang membutuhkan “pertolongan” dan
pemberi layanan melihat bahwasanya masyarakat memiliki
ketergantungan besar kepada lembaga pemerintah. Akibatnya,
pelayanan yang diberikan cenderung memandang rendah masyarakat
sipil dengan sikap acuh, seperti yang dijelaskan (Denhardt, 2007) di
bawah ini:

“What is interesting is that the word “client” is derived from the Latin
cliens, which

means “dependent” or “follower.” In many cases, public


agencies operating under the Old Public Administration dealt
with their clients in just such a manner. Clients were seen as
in need of help, and those in government made honest efforts
to provide the help that was needed through the
administration of public programs.”

The New Public Management (NPM) and Customer Satisfaction

Pergeseran terjadi pada pemberian pelayanan masyarakat dari


client menjadi customer. Berasumsi bahwa terdapat persaingan untuk
mendapatkan simpati masyarakat yang berpotensi untuk dapat
menjadi kekuatan politik, maka partai politik bersaing untuk
mendapatkan perhatian mereka. Osborn dan Gaebler (1993)
mengatakan bahwa pemerintahan yang condong pada kepuasaan
konsumen dapat memperoleh manfaat pada terselenggaranya invoasi

46
baru, menambah jenis pelayanan, dan pemikiran untuk menekan
pengeluaran sebesar-besarnya.
Relasi antara pemerintah dan masyarakat seperti pada sektor bisnis,
di mana masyarakat adalah customer. Pemerintah akan memberikan
pelayanan kepada customer dengan orientasi bisnis, yaitu menyediakan
pelayanan yang memuaskan bagi pelanggannya. Seperti yang dikutip oleh
Denhardt berikut (2007):

“This theoretical viewpoint so clearly underlies the way in


which the New Public Management views the relationship
between those in government and those served or regulated by
government that is worthwhile to elaborate the theoretical
notion of citizen as consumer.”

Warga negara tidak hanya diibaratkan sebagai pelanggan, tetapi


juga pemilik. Mereka yang memilih pelayanan, mereka yang
menentukan hal apa yang perlu diperbaiki dan tidak perlu didanai oleh
pemerintah.

The New Public Service (NPS) and Quality Service for Citizens

Salah satu cara untuk pengembangan pelayanan publik dimulai


dengan membedakan antara customer dengan citizen. Warga negara
digambarkan sebagai pemangku hak-hak dan kewajiban-kewajiban
dalam konteks komunitas yang lebih besar dalam suatu negara.
Pelanggan adalah mereka yang berusaha untuk mengoptimalisasikan
kepentingan pribadi mereka melalui cara-cara tertentu dan tidak selalu
memiliki kepentingan yang sama dalam suatu komunitas. Hal tersebut
dinyatakan Denhardt (2007):

“One of the most sophisticated efforts to improve service


quality begins with a recognition of the differences between
customers and citizens. Citizens are described as bearers of
rights and duties within the context of a wider community.
Customers are different in that they do not share common
purposes but rather seek to optimize their own individual
benefits.”

Menurut Denhardt, dalam memberikan pelayanan, terdapat


beberapa hal yang menjadi komponen penting dalam pemberian
pelayanan publik agar pelayanan tersebut berkualitas. Komponen
tersebut sebanyak delapan yang di antaranya sebagai berikut ini
(2007):

47
1. Convenience: bagaimana pelayanan pemerintah memiliki
akses yang dapat dijangkau dan ada untuk masyarakat.
2. Security : bagaimana pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
membuat mereka merasa aman untuk menggunakannya.
3. Reliability: bagaimana pelayanan diterima secara baik dan tepat
waktu.
4. Personal attention: bagaimana tingkat pelayanan dapat
tersampaikan ke masyarakat yang bekerja sama dengan pemerintah
kebutuhannya dapat terpenuhi.
5. Problem-solving approach: bagaimana pelayanan mampu menjadi
memecahkan problem yang dimiliki masyarakat.
6. Fairness: memastikan bahwa seluruh komponen masyarakat
mendapatkan perlakuan dan pelayanan yang sama.
7. Fiscal responsibility: memastikan pemerintah menggunakan
anggaran secara bijak dan bertanggung jawab, dan meningkatkan
kualitas pelayanan pemerintah setempat.
MENGUTAMAKAN KEPENTINGAN PUBLIK (SEEKS THE PUBLIC
INTEREST)
Administrasi Publik turut berkontribusi untuk membentuk
kekolektifan, yaitu pertukaran pendapat untuk kepentingan publik.
Tujuannya bukanlah untuk menemukan solusi tercepat yang
disimpulkan melalui pilihan-pilihan individual, melainkan kreasi dari
kepentingan dan tanggung jawab yang di-share bersama.

“Seek the public interest. Public administrators must contribute


to building a collective, shared notion of the public interest. The
goal is not to find quick solutions driven by individual choices.
Rather, it is the creation of shared interests and shared
responsibility.” (Denhart 2007)

Salah satu prinsip utama dalam the New Public Service (NPS)
adalah penekanan kepentingan publik di dalam pemberian pelayanan
oleh pemerintah. Penemuan formulasi kepentingan publik bukanlah
sesuatu yang didapat dengan mudah seperti mendapati pemimpin
terpilih melalui pemilihan umum, melainkan bagaimana nilai-nilai
dapat disebar dan dipahami oleh masyarakat melalui dialog serta
pertimbangan-pertimbangan yang merupakan hal esensial. Pemerintah
juga mempunyai kewajiban moral untuk memastikan bahwa solusi-
solusi tersebut dikerjakan dalam sebuah proses yang menerapkan
nilai-nilai keadilan dan persamaan. Denhardt menekankan adanya
perbedaan pemerintah di dalam pengimplementasian pelayanan.

48
Berbeda dengan sebelumnya, kali ini pemerintah dituntut untuk aktif
dalam melakukan hearing dengan masyarakat serta mencoba
memahami mereka satu per satu dengan pandangan luas mengenai
kepentingan sosial dan masing-masing komunitas.
Selanjutnya, bagaimanakah pandangan the Old Public
Administration (OPA), the New Public Management (NPM), dan the New
Public Service (NPS) melihat bagaimana cara mencari kepentingan
publik? Di bawah ini, penulis mencoba menjelaskan pandangan ketiga
konsep tersebut.

The Old Public Administration (OPA)

Dalam Old Public Administration, pelayanan publik menjadi


sebuah nilai netral dan otoritas tertuju pada keahlian administratif
seperti yang dijelaskan (Denhardt 2007) berikut:

“In the Old Public Administration, public service was thought to


be a value neutral technical process and the authority of the
administrator was the authority of expertise.”

Kepentingan publik menjadi sebuah rasionalisasi pengambilan


keputusan yang secara otomatis menghasilkan keinginan publik.
Kepentingan publik pada pandangan ini meminimalisir (bahkan
menghilangkan) kebijaksanaan manusia pada pengambilan keputusan
dan segala pertanggungjawaban ditujukan kepada perilaku otonom.
Pandangan the Old Public Administration sangat menekankan netralitas
dan efisiensi. Untuk membeda kan administrasi dengan politik adalah
dengan menemukan cara terbaik bagi pelayan publik untuk
melayani.Dengan demikian, ada suatu pengabdian sebagaibawahan
pada aktivitas administrasi seperti kontrol hierarkis, perundang-
undangan, dan pengaruh pada kepentingan khusus.

“The public interest is found in the rationalization of the


decisional process so that it will automatically result in the
carrying out of the Public Will. Human discretion is minimized
or eliminated by defining it out of the decisional situation;
responsibility lies in autonomic behavior.” (Denhardt, 2007)

Sebagai kesimpulan, kepentingan publik sebagian besar


ditentukan oleh pembuat kebijakan terpilih. Diasumsikan dalam
pandangan the old public administration, para administrator dapat
melakukan kontribusi terbesar dengan melayani kepentingan publik
sesuai dengan hukum secara efisien. Walaupun banyak terganggu oleh

49
kepentingan khusus, para administrator memiliki peran dalam
mendamaikan perbedaan kepentingan tersebut bila diperlukan untuk
menggunakan tindakan-tindakan administratif.

The New Public Management (NPM)

Gagasan pada New Public Management melihat gagasan


pemerintah untuk membuat arena market di mana para individu-
individu sebagai pelanggan dapat menentukan pilihannya sendiri
dalam memenuhi kepentingan mereka. Masyarakat dianalogikan
sebagai customer, sedangkan pemerintah dianalogikan sebagai
market/pasar seperti disampaikan oleh Denhardt (2007):

“As we begin to think about citizens as being analogous to


customers, and government as analogous to a market, the
need to talk about or act upon the “public interest” largely
disappears. As we begin to think about citizens as being
analogous to customers, and government as analogous to a
market, the need to talk about or act upon the “public interest”
largely disappears.”

“People are considered to be the best judges of their own


interest. The public interest, if it exists at all, is simply the by-
product of citizens (as customers) making individual choices in
a market like arena.”

Selanjutnya, sebagai individual, mereka tidak perlu untuk


memikirkan kepentingan masyarakat lain.Sehingga yang diberikan
pelayanan hanya masyarakat yang memerlukan pelayanan
ataumasyarakat sebagai customer dengan pemberian pelayanan yang
optimal.

The New Public Service (NPS)

Pandangan ini menolak dua pandangan sebelumnya. Pelayan


publik tidak lagi menjadi sentral dan menjadi peran penting dalam
membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
publik, dan ide-ide yang dibagikan dan kepentingan
masyarakat kolektiflah yang memandu perilaku dan pembuatan
keputusan para administrator publik.Denhardt (2007 ) mengungkapkan
pandangan ini sebaliknya mengharuskan para administrator publik
untuk memastikan bahwa masyarakat selalu diberikan suara dalam

50
setiap aktivitas pemerintah. Pelayan publik memiliki tugas penting dalam
membuat forum-forum dialog untuk mewujudkan hal tersebut.

“public servants have a central and important role in helping


citizens to articulate the public interest, and, con versely, that
shared values and collective citizen interests should guide the
behavior and decision making of public administrators.”
Denhardt (2007)

Denhardt berpendapat bahwa pemerintah harus dapat


menggandeng masyarakat untuk mendemonstrasikan perhatian besar
kepada komunitas yang lebih besar. Komitmen mereka harus diatas
kepentingan untuk jangka pendek, dan tanggung jawab mereka harus
disadari bahwa keputusan yangmereka buat selalu memberikan efek
yang besar kepada komunitas dengan rasa memiliki perhatian untuk
semua dan moral yang terbentuk dalam suatu tatanan masyarakat.

KEWARGANEGARAAN LEBIH BERHARGA DARIPADA KEWIRAUSAHAAN


(VALUE CITIZENSHIP OVER ENTREPRENEURSHIP)
Pada masa OPA, pemerintah memiliki peran yang sangat central
di dalam tatanan masyarakat. Berbagai pendapat mengatakan,
pemerintah mengontrol dan mengarahkan masyarakat itu sendiri.
Namun, saat ini pengambilan keputusan untuk menentukan arah
kebijakan publik yang hanya dilakukan oleh pemerintah bukanlah
suatu hal yang tidak lagi masuk akal. Kebijakan publik saat ini yang
mengarahkan arah ke mana suatu tatanan kemasyarakatan
berkembang perlu melalui beberapa proses yang kompleks dengan
melibatkan interaksi antar banyak kepentingan (yang pada akhirnya
kemungkinan besar melalui proses yang tidak bisa diprediksi). Inti dari
semua ini adalah pemerintah tidak lagi menjadi satu-satunya yang
bertanggung jawab atas kebijakan publik.

“Value citizenship over entrepreneurship. The public interest is


better advanced by public servants and citizens committed to
making meaningful contributions to society than by
entrepreneurial managers acting as if public money were their
own.” (Denhardt, 2007: 83)

51
Saat ini, pemerintah memiliki beberapa peran baru yang sudah
termodifikasi oleh perkembangan zaman. Peran tersebut di antaranya
dari pengontrol segalanya menjadi penentu agenda publik, membawa
para stakeholders ke dalam “meja” perumusan, memfasilitasi mereka,
bernegosiasi, hingga menjadi perantara untuk menjawab permasalahan
publik. Menurut Denhardt (2007), pemerintah tidak lagi hanya berkata
“ya” ataupun “ tidak ” untuk menjawab permintaan para warga negara,
namun seharusnya seakan-akan berkata “mari bekerja sama untuk
mengetahui apa yang dapat kita lakukan, lalu membuatnya menjadi
nyata.”

Peran Administrator dalam The Old Public Administration (OPA)

Administrator memiliki peran yang penting walaupun seringkali


segan untuk mengambil peran dalam proses kebijakan. Ketika peran
administrator berfokus pada pelaksanakan implementasi, pilihan-
pilihan besar mengenai arah perkembangan sosial masing dibuat oleh
pimpinan politisi terpilih yang dipilih dalam suatu periode. Hubungan
antara keduanya juga tidak jelas. Apabila administrator melibatkan diri
dalam pembuatan kebijakan, biasanya para pimpinan politik akan
merasa dilangkahi, padahal administrator memiliki kemampuan dan
pengalaman pekerjaan penanganan kepentingan publik. Jadi, secara
umum peran administrator dalam pandangan ini masihlah tidak jelas.

Peran Administrator dalam The New Public Management (NPM)

Administrator memiliki peran lebih banyak daripada pandangan


sebelumnya dalam proses kebijakan. The New Public Management
mendorong para manajer publik untuk dapat memuaskan pelanggan
dengan pilihan-pilihan yang ada sesuai kebutuhan dengan mereka
melalui kebijakan alternatif yang telah disesuaikan dengan pasar.
Pandangan ini menganalisis kebijakan alternatif mengenai jumlah
harga dan manfaat yang dapat diterima. Seperti yang dijelaskan dalam
bab sebelumnya, pandangan ini menitikberatkan kewirausahaan
sebagai komponen utama dalam setiap prosesnya.
Gaebler (1993) mengatakan, manajer publik dituntut untuk
bekerja selayaknya owner, “ketika anggaran daerah ini adalah milik
saya, bagaimana seharusnya saya memanfaatkannya?” Manajer sangat
diberi kebebasan untuk melakukan perjanjian, membuat kesepakatan
ketika mereka merasa akan mendapatkan peruntungan bagi

52
komunitasnya. Terlebih lagi, mereka diperbolehkan untuk mengambil
segala risiko yang diperlukan ketika itu dirasa penting untuk
memberikan solusi yang kreatif dan inovatif. Lewis (1980)
menambahkan para manajer publik bukanlah pengendali aturan,
melainkan mereka adalah orang-orang yang menekan limit kinerja
hingga batas maksimal secara legal. Layaknya pengusaha, manajer
publik sangatlah oportunis, pengambil resiko, dan self-interested.
Beberapa ahli mengungkapkan kritik mengenai pandangan ini.
Pembuat kebijakan yang bersifat kewirausahaan mungkin kreatif dan
inovatif, namun dengan mengambil risiko, single-minded, dan keuletan
tersebut terkadang dapat membuat mereka kesulitan dalam
mengontrol yang disebut sebagai “meriam tak terkontrol” oleh deLeon
dan Denhardt (2000). Sebagai tambahan untuk merekomendasikan
implementasi yang lebih bersifat kewirausahaan, pandangan ini
mengusulkan pilihan-pilihan yang dapat dibuat oleh pelanggan di
dalam market daripada politikus. Jadi, rekomendasi dalam The New
Public Management bergantung kepada teori pemilihan publik
danasumsi pasar sebagai institusi sentral yang dapat diandalkan
melebihi institusi pemerintah. Peran pemerintah di sini adalah untuk
mengkaji ulang kegagalan pasar dan menyediakan barang dan jasa
yang market tidak dapat sediakan.
Secara kontras, teori pilihan publik merekomendasikan adanya
desentralisasi, privatisasi, dan juga kompetisi. Sebagai kesimpulan,
administrator bertindak layaknya seorang usaha yang diberikan
kebebasan untuk memberi kebebasan menentukan mana saja yang
dapat dijadikan sebagai preferensi kebijakan, dan juga kesepakatan-
kesepakatan tertentu. Pada waktu yang sama administrator harus
mampu untuk mengakses kebutuhan pelanggan melalui mekanisme
yang akuntabel.

Peran Administrator dalam The New Public Service (NPS)

Berbeda seperti dua pendekatan sebelumnya, New Public Service


dibedakan oleh keterlibatan warga negara dalam proses administrasi.
Memandang penting keterlibatan sebagai suatu proses demokrasi,
hubungan
warga negara dengan pemerintahnya saat ini telah disusun ulang.
Denhardt (2007) menyebutkan salah satu contoh perang melawan
kemiskinan pada tahun 60-an. Pemerintah telah mendesain suatu

53
pendekatan-pendekatan proses kebijakan serta implementasinya.
Terbentuklah beberapa pendekatan sperti contohnya hearing, panel
komunitas dimana menurut King, Feltey, dan O’Neil (1998)
kesemuanya ini masih gagal untuk menciptakan “authentic
participation”. Ketika partisipasi publik digalakkan, tidak ada alasan
bagi manajer publik untuk tidak memberikan perhatian kepada segala
jenis pertanyaan yang ditanyakan participant.
Ada beberapa alasan mengapa partisipasi publik menjadi sangat
penting. Hart (1984) mengatakan bahwa kewajiban profesional para
administrator adalah memulai tanggung jawab mereka sebagai bagian
warga negara yang berbudi luhur yang menciptakan sebuah hubungan
esensial bagi warga negara lainnya .
Dalam melaksanakan pekerjaannya, para administrator tidak
hanya mempertahankan kesetiaan kepada nilai-nilai, namun juga
mereka sangat diharapkan untuk peduli dengan warga negara lainnya
berbasiskan kepercayaan yang mereka berikan. Hart juga menekankan
adanya penggunaan moral pada administrator daripada paksaan.
Untuk dapat berhasil menerapkan nilai-nilai demokrasi diperlukan
suatu kesadaran akan etika, nilai, dan moral.
Pendapat lain juga mengatakan para administrator mempunyai
tanggung jawab untuk mengedukasi warga negara. Membantu mereka
untuk mengerti bahwasanya untuk mewujudkan suatu kepentingan
yang luas diperlukan suatu usaha yang membutuhkan waktu dalam
menghadapi kompleksitas dalam proses pemerintahan. Partisipasi
dalam pemerintahan demokrasi membangun karakter moral, empati,
pengertian akan kebutuhan-kebutuhan orang lain, dan kemampuan
untuk menggabungkannya sebagai tindakan yang kolektif. Dalam
pengimplementasiannya, administrator tidak hanya bertindak sebagai
pemberi nasihat, namun juga bagaimana mereka mampu untuk
membuat suatu lingkungan di mana terdapat dialog dan perjanjian di
mana pembelajaran dapat dilakukan secara bersama.
Akhirnya, hal yang paling menjadi dasar dalam tugas
administrator adalah memberikan perhatian. Menurut Bellah (1991),
para administrator memiliki tanggung jawab untuk mendengarkan
suara-suara warga negara yang akan ditindaklanjuti secara responsif.
Stiver (1994) menambahkan dengan memberikan perhatian dan
mendengarkan, kita dapat memahami posisi kesulitan mereka, ini
adalah timbal balik yang ditimbulkan pada teori-teori dan praktik

54
keadilan. Secara garis besar manfaat mengedepankan partisipasi
publik di antaranya:
1) Semakin besar partispasi semakin dapat menemukan kebutuhan
dan ekspektasi warga negara yang dapat didengar dan
ditindaklanjuti,
2) Semakin besar partisipasi semakin dapat meningkatkan kualitas
kebijakan publik,
3) Semakin besar partisipasi dalam proses kebijakan, semakin
partisipan memiliki pancang dalam menanti outcomes,
4) Semakin besar partisipasi pemerintah semakin transparan dan
akuntabel,
5) Semakin besar partisipasi semakin besar kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah,
6) Semakin besar partispasi dapat membantu suatu negara
menghadapi tantangan-tantangan pembangunan,
7) Semakin besar partisipasi semakin meningkatkan peluang untuk
mendapatkan partnership, dan
8) Semakin besar partisipasi semakin mudah informasi dapat
diketahui oleh publik.

BERPIKIR STRATEGIS, BERTINDAK DEMOKRATIS (THINK


STRATEGICALLY, ACT DEMOCRATICALLY)
Pada bab-bab sebelumnya, Denhardt (2007) menjelaskan bahwa
untuk menemukan suatu rumusan kepentingan publik, diperlukan
suatu dialog publik dan juga pertimbangan mengenai persamaan yang
menjadi kebutuhan bersama. Ide ini tidak hanya tertuju pada
membuat suatu visi dan meninggalkan implementasinya kepada
pemerintah saja, namun seluruh komponen masyarakat ikut terjun
dalam proses mendesain dan juga mengawal program sehingga dapat
terlaksana sesuai tujuan. Proses ini juga meningkatkan rasa
kebanggaan sebagai satu kewarganegaraan dan tanggungjawab
bersama. Partisipasi ini tidak dapat hanya dibatasi oleh penyusun isu-
isu, namun juga proses untuk dapat memperluas implementasi
kebijakan tersebut.

“Think strategically, act democratically. Policies and programs


meeting public needs can be most effectively and responsibly
achieved through collective efforts and collaborative
processes.” (Denhardt, 2007: 103)

55
Denhardt mengungkapkan beberapa aspek penting yang dapat
memotivasi dan menguatkan tanggung jawab warga negara. Pertama,
pemerintah tidak membentuk suatu komunitas, namun secara spesifik
pemimpin politik dapat memberikan masyarakat kepercayaan untuk
secara efektif dan bertanggung jawab dalam pembangunan dan warga
negara percaya bahwa ada keterbukaan dari pemerintah. Kedua,
masyarakat harus menyadari bahwa pemerintah bertindak responsif
karena pemerintah diadakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Denhardt mengatakan bahwa hal terbaik untuk membuat peluang-
peluang partisipasi sebanyak mungkin adalah dengan melakukan
kolaborasi dalam mencapai tujuan kebijakan. Untuk menjelaskan
“Think Strategically, Act Democratically” ini, Denhardt membahas
mengenai perubahan dalam teori implementasi dari sisi perspektif
historis,kemudian menguji model-model implementasi kontemporarinya
yang kemudian dihubungkan dengan asumsi dan nilai-nilai New Public
Management.

The Old Public Administration (OPA)

Implementasi adalah hal yang menjadi tanggung jawab administrasi


publik.Pada pandangan the Old Public Administration, proses implementasi
kebijakannya bersifat top-down, hierarki, dan tidak langsung. Pendapat
ini mengasumsikan bahwa seluruh proses kebijakan dibentuk oleh
beberapa pintu dalam lembaga pemerintahan. Lembaga-lembaga tersebut
kemudian mengambil kebijakan yang disesuaikan dengan penilaian dan
pertimbangan. Secara netral pekerjaan administratifnya mengeksekusi
hukum dengan melewati wewenang legislatif.
Karena pengaruh ilmu manajemen dan organisasi formal, fokus
Old Public Administration tertuju pada kontrol perilaku untuk
menyesuaikan diri dengan prinsip-prinsip yang ada. Para administrator
memastikan prosedur dan peraturan untuk mengimplementasikan
program dengan menggunakan teknik manajemen dan kontrol untuk
memastikan bahwa orang-orang organisasi melakukan apa yang
seharusnya mereka lakukan.
Old Public Administration melihat bahwa implementasi bukan
menjadi bagian dari proses kebijakan. Proses administrasi dan
pembuatan kebijakan benar-benar terpisah. Tidak ada pertanyaan
yang menyatakan apakah suatu kebijakan tersebut dinilai baik atau

56
buruk, administrator hanya menjalankan pekerjaan mereka sesuai
kewajiban dengan perilaku paling efisien. Secara singkat, asumsi pada
pandangan ini berpikir secara strategis, namun dalam implementasi
programnya tidak demokratis.

The New Public Management (NPM)

Menurut Denhardt (2007), pandangan ini tidak berurusan


dengan implementasi secara langsung karena pemerintah dituntut
untuk sedapat mungkin tidak terlibat dalam perubahan pasar untuk
mencari apa yang menjadi kebutuhan publik. Akibatnya para birokrat
tidak menangani permasalahan implementasi yang ditangani oleh
arena pasar. Osborne dan Gaebler (1993) mengatakan suatu hal yang
masuk akal apabila menyerahkan pelayanan publik pada pihak swasta,
sehingga pemerintah dapat mengerjakan pekerjaan mereka dengan
lebih efektif, efisien, dan akuntabel.
Pandangan New Public Management mencari implementasi yang
efisien dari sektor privat menuju domain publik, dari bawah untuk para
pelanggan, melibatkan masyarakat dalam proses produksi dan
pemberian pelayanan publik. Permasalahan terjadi pada apa yang
pandangan ini sebut dengan “produksi ulang”, yang didasarkan pada
mindset mengurangi biaya seefisien mungkin. Akibatnya mereka terlalu
bergantung pada volunterisme dan menggantungkan orang lain. Alfrod
(2000) kemudian mengajukan pemikiran praktis yang dapat
menghasilkan insentif kepada para pelanggan yang dapat mengurangi
pengeluaran organisasi seperti apabila masyarakat membawa dan
mengumpulkan sampah di jalan, hal itu akan mengurangi ongkos para
pengelola untuk melakukan daur ulang. Secara singkat, New Public
Management berkonsentrasi pada perilaku produktif yang dapat
meningkatkan level dan kualitas pelayanan yang diberikan.

The New Public Service (NPS)

Pandangan ini fokus pada keterlibatan masyarakat dan


pembangunan komunitas. Masyarakat dilihat sebagai bagian dari
implementasi kebijakan. Karena pertimbangan merupakan bagian
penting dalam menilai suatu implementasi kebijakan, maka
pertimbangan haruslah diinformasikan oleh masyarakat yang
berpartisipasi seperti proses perencanaan, pengadaan kebutuhan, dan

57
layanan publik. Cooper (1991) mengatakan bahwa partisipasi
masyarakat mungkin tidak berguna atau memuaskan para
administrator, tapi hal tersebut merupakan sesuatu hal yang penting
dalam mempertahankan pemerintahan.
Dalam New Public Service, keterlibatan masyarakat tidak dibatasi
dengan adanya beberapa setting prioritas. Pandangan ini melihat
masyarakat sebagai citizen/warga negara, bukan customer/pelanggan
atau client/ penerima manfaat. Warga negara terlibat dalam
pemerintahan dan tidak hanya melakukan permintaan untuk
memuaskan kebutuhan jangka pendek. Konsep dalam implementasi
didasari oleh komunitas, bukannya pasar. Komunitas dibentuk dari
interaksi sosial, persamaan karakter, dan menempati wilayah teritori
yang sama. Dalam komunitas sudah sewajarnya masyarakat dan
pegawai pemerintah memiliki tanggung jawab yang sama untuk
mengidentifikasi masalah-masalah dan mengimplementasikan solusi-
solusinya. Pemerintah akan belajar dari masyarakat, begitu pula
dengan masyarakat yang belajar dari pemerintah.

MENYADARI BAHWA AKUNTABILITAS BUKAN HAL SEDERHANA


(RECOGNIZE THAT ACCOUNTABILITY IS NOT SIMPLE)
Birokrasi publik seharusnya lebih penuh perhatian daripada
pasar. Mereka harus bekerja berdasarkan undang-undang, hukum
konstitusi, nilai kemasyarakatan, norma politik, standar professional,
dan kebutuhan warga negara. New Public Service tidak hanya
menekankan akuntabilitas sentral dalam pemerintahan, namun juga
menolak pendapat yang mengatakan bahwa ukuran efisien pasar tidak
dapat mengukur pendorongan perilaku bertanggung jawab. Denhardt
(2007) memperdebatkan akuntabilitas administrator publik harus
didasarkan kepada nilai-nilai keadilan di mana administrator harus
dan mampu untuk melayani masyarakat. Penentuan nilai-nilai
keadilan ini tidak boleh diputuskan oleh administrator semata, namun
merupakan sebuah hasil dialog antar organisasi.

“Recognize that accountability isn’t simple. Public servants


should be attentive to more than the market; they should also
attend to statutory and constitutional law, community values,
political norms, professional standards, and citizen interests”
(Denhardt, 2007: 119).

58
Pandangan Old public Administration dan New Public Management
yaitu melihat akuntabilitas sebagai sesuatu yang dianggap sederhana.
Pandangan pertama menganggap administrator seharusnya secara
sederhana bertanggung jawab kepada pimpinan politik dan pandangan
kedua memandang administrator seharusnya bersikap sebagai seorang
wiraswasta di mana efisiensi, efektivitas anggaran, dan ketanggapan
kepada pasar menjadi fokus utama. Selanjutnya, Denhardt (2007) akan
menjelaskan secara lebih rinci perubahan ide mengenai akuntabilitas
dan tanggung jawab untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan apa yang
dipertanggungjawabkan administrator publik, kepada siapa, dan
dengan tujuan apa akuntabilitas dicapai.

Akuntabilitas dalam The Old Public Administration (OPA)

Para administrator diasumsikan secara sederhana hanya


mengimplementasikan hukum, peraturan, dan memastikan semuanya
dicapai sesuai dengan standar-standar yang diatur oleh pimpinan politik
terpilih dan pengadilan. Responsivitas kepada publik dinilai tidak sesuai
dan para pejabat politik terpilih sudah dirasa cukup bertanggung jawab
dan mampu untuk menentukan kebijakan publik sendiri.

Akuntabilitas dalam The New Public Management (NPM)

Di dalam pandangan ini, birokrasi tradisional dianggap tidak


efektif karena mereka mengukur dan mengontrol input-input yang
masuk daripada pengukuran pekerjaan sehingga menyebabkan
kegagalan pemerintah. Karena tidak adanya pengukuran hasil
pekerjaan, maka muncullah pengertian bahwa lembaga pemerintah
tidak dapat bekerja optimal dengan hasil pekerjaan yang tidak ada
ukurannya. Maka dari itu muncullah suatu ukuran untuk mengukur
suatu kesuksesan kinerja, yaitu keuntungan.
Pandangan ini menganggap bahwa setiap individu selalu memiliki
upaya untuk mencapai keinginan dan memenuhi kebutuhan. Maka
lembaga publik tidak dianggap makuntabel baik secara langsung ataupun
tidak langsung dalam menentukan kepentingan publik.
Tanggung jawab pemerintah adalah menawarkan tawaran pilihan-
pilihan kepada masyarakat untuk memilih manakah pelayanan yang
dapat menguntungkan mereka sebagai pelanggan. Akuntabilitas dari
sudut pemikiran ini adalah bagaimana menemukan cara untuk
memuaskan pelanggan melalui pelayanan langsung lembaga pemerintah.

59
Akuntabilitas dalam The New Public Service (NPS)

Berbeda dengan dua pandangan sebelumnya, New Public Service


melihat bahwa pengukuran efisiensi hasil pekerjaan sangat penting,
namun mereka tidak dapat mengantarkan bagaimana administrator
publik dapat berkinerja dengan tanggung jawab serta beretika sesuai
dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kepentingan publik. Adalah hal
yang sangat salah menurut Mulgan (2000), mengedepankan
keuntungan sebagai acuan akuntabilitas. Akuntabilitas pemerintah
seharusnya memberikan perhatian lebih kepada proses dan kebijakan.
Bagaimana seharusnya pemerintah, lembaga pemerintah, dan para
birokrat untuk dapat lebih akuntabel kepada pemilik kuasa mereka
yang sesungguhnya yaitu warga negara.
Cope (1997) mengungkapkan perbedaan mindset melayani
masyarakat sebagai pelanggan atau warga negara. Pada pandangan
warga negara sebagai pelanggan, perusahaan berusaha untuk
menghasilkan suatu produk dan layanan yang diinginkan dengan
kualitas yang diharapkan dan semurah mungkin untuk diproduksi.
Produk yang akan dibeli oleh pelanggan maupun tidak itu dikarenakan
kemauan pelanggan, apakah pelanggan menyukai dan memilih produk
atau bahkan tidak sama sekali. Di sisi lain, pemerintah harus dapat
memenuhi kebutuhan orang banyak, dan penggunaan produk layanan
bukanlah sesuatu yang dapat dikatakan suka rela atau dengan kata
lain dengan membayar pajak. Maka pemerintah tidak cukup hanya
memuaskan para pengguna layanan saja, namun juga mengatur
anggaran seefisien mungkin untuk kebutuhan pembangunan negara
jangka panjang yang diinginkan.
Dalam New Public Service, akuntabilitas dijelaskan secara luas
sebagai suatu pengarahan tanggung jawab profesionalisme, legal,
politik, dan demokratis. Namun tujuan utama sebenarnya adalah
bagaimana tanggung jawab dan akuntabilitas dalam kebijakan
demokratis dapat memastikan perhatian pemerintah terhadap
kebutuhan dan keinginan warga negara.

MELAYANI DARIPADA MENGARAHKAN (SERVE RATHER THAN STEER)

Untuk menjelaskan “Serve Rather than Steer”, Denhardt membahasnya


melalui kepemimpinan. Saat ini banyak pendapat yang mengatakan

60
bahwa kepemimpinan top-down sudah kuno dan mungkin tidak
applicable di dunia modern.

“Serve rather than steer. It is increasingly important for public


servants to use shared, value-based leadership in helping
citizens articulate and meet their shared interests rather than
attempting to control or steer society in new directions”
(Denhardt, 2007: 139).

Perubahan terhadap cara pandang kepemimpinan dipengaruhi


oleh bermacam-macam situasi yang terjadi. Saat ini, semakin banyak
orang yang ingin dilibatkan terhadap keputusan-keputusan yang
memengaruhi kehidupan mereka. Kedua, kepemimpinan semakin
dipandang bukan sebagai posisi yang berhierarki melainkan sebuah
proses dalam menjalankan organisasi. Kepemimpinan bukanlah
sesuatu yang hanya diidentikkan dengan presiden, pemerintah,
walikota, atau kepala departemen, tetapi sesuatu yang menyeluruh
dimana lembaga, organisasi, dan masyarakat terlibat dari waktu ke
waktu. Gagasan kepemimpinan yang terbagi dinilai sangat dibutuhkan
khususnya di sektor administrasi publik yang beranggotakan
masyarakat dari berbagai kelompok yang beragam.
Kepemimpinan yang baru menyeimbangkan hak asasi manusia
agar warga negara dan pemerintah dapat bekerja sama dalam
menjalankan kebijakan publik. Beberapa penulis mendeskripsikan
kepemimpinan yang baru seperti memimpin dengan hati. Akhirnya,
Denhardt memberikan sugesti terhadap adanya rekonseptualiasasi
dalam kepemimpinan publik seperti memahami kebutuhan dan potensi
masyarakat, mengintegrasikan, dan mengartikulasikan visi komunitas
dengan banyak variasi organisasi di dalamnya, dan sebagai stimulus
untuk memulai tindakan.

The Old Public Administrasion dan Manajemen Eksekutif

Dalam pandangan ini, Wilson (dalam Denhardt, 2003) melihat


adanya kekuatan yang tersentralisasi yang bertanggung jawab akan
segalanya sesuatu. Kepemimpinan adalah melakukan komando secara
terpadu, hierarki top-down, dan berdivisi kepegawaian. Secara singkat,

61
lembaga pemerintah dan pemimpinnya lebih berfokus pada regulasi
yang mengatur perilaku pemberian pelayanan.
Terlepas dari kemuliaan tujuan awalny a , pelaksanaan kebijakan
dan prosedur manajemen eksekutif menjadi tidak praktis dan tidak
efisien karena sangat ketatnya kapasitas lembaga dalam menemukan
kebutuhan publik.

The New Public Management dan Kewirausahaan

Dalam pandangan ini kepemimpinan berperan dalam pembuatan


keputusan dan insentif. Kettl (2000) mengatakan bagaimana
pemerintah dapat menggunakan gaya pasar bebas untuk menentukan
patologi birokrasi? New Public Mangement hadir sebagai pembaharuan
pada administrasi publik yang bersifat tradisional, pelayanan yang
berbasis pasar, taktik yang mengedepankan kompetisi menghasilkan
masyarakat yang diarahkan oleh preferensi sesuai pilihan mereka
masing-masing. Osborne dan Gaebler (1993) mendeskripsikan
pengurangan pemberian layanan yang diberikan oleh pemerintah
untuk masyarakatnya. Daripada mengayuh bersama, kepemimpinan
mengedepankan prinsip melakukan kontrol dan menggunakan insentif
pada setiap lembaga, sehingga warga negara dapat memilih lembaga
mana yang sesuai dengan kebutuhan layanan publik yang mereka
perlukan. New Public Management juga berusaha untuk memasukkan
kompetisi pada sektor-sektor yang selama ini dimonopoli oleh pemerintah.
Contohnya, lembaga sekolah yang diberi kebebasan untuk mengelola
sumber dayanya sehingga pasar yang akan menentukan institusi mana
yang paling efektif untuk mendidik para siswa. Secara otomatis, semua
sekolah akan memberikan yang terbaik. Hal sama berlaku di setiap sektor
pelayanan publik.

The New Public Service dan Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah sebuah upaya untuk memberikan manfaat


pada kemanusiaan. Kepemimpinan bukannya sebagai hak istimewa
pemerintah, namun fungsi menyeluruh organisasi, kelompok, dan
masyarakat umum.

Nilai-Nilai Kepemimpinan Bersama

62
Jenis kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan
transformasional. Burns, pemenang penghargaan Pulitzer menekankan
bahwa kepemimpinan bukanlah seseorang yang membuat para
pengikutya melakukan sesuatu, tetapi hubungan antara pemimpin dan
pengikutnya dalam interaksi mutual yang dapat menghasilkan
perubahan bagi keduanya. Burns menjelaskan perbedaan secara jelas
mengenai perbedaan power dan juga kepemimpinan. Power adalah
bagaimana pemegang kendali bertindak untuk mencapai tujuan-tujuan
dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada untuk
memberikan pengaruhnya. Sedangkan kepemimpinan adalah
bagaimana seseorang dalam segala macam kondisi berusaha untuk
membangunkan, menggandeng, dan memotivasi para pengikutnya.
Perbedaan terlihat jelas pada bagaimana kepemimpinan berusaha
untuk mencapai kepentingan pemimpin dan pengikutnya. Burns
menjelaskan ada dua tipe kepemimpinan, yaitu kepemimpinan
transaksional yang mengedepankan pertukaran nilai bersama untuk
memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak dan nilai
transformasional di mana pemimpin dan pengikutnya mendorong yang
lainnya untuk bersama-sama meningkatkan moral dan motivasi pada
level tertinggi.

Kepemimpinan Bersama

Kepemimpinan membutuhkan jaringan yang lebih luas


antarorganisasi. Kepemimpinan ideal saat ini berfokus pada masalah
bersama dan menolong untuk menyelesaikan atau memediasi
perbedaan-perbedaan tanpa mengontrol, melainkan memimpin dengan
contoh, persuasi, pendorongan, dan penguatan. Bryson dan Crossby
(1992) mengatakan bahwa kapasitas transformasi bersama dapat
melalui proses yang lama dan membosankan karena mereka
membutuhkan waktu dan perhatian yang tepat. Mereka harus
memastikan bahwa pergerakan politik mereka dapat diterima, secara
teknis dapat bekerja, dan secara etika dapat dipertahankan.
Pergerakan mereka didasarkan pada bagaimana mereka dapat
membentuk suatu koalisi yang besar dan solid untuk melindungi dan
mendukung tindakan yang dilakukan dengan keinginan untuk
menjaga semua opsi terbuka sebanyak mungkin.

63
Pelayan, Bukan Pemilik

Dalam New Public Service, terdapat penekanan bahwa


administrator publik bukanlah pemilik lembaga-lembaga dan program-
program yang ada. Administrator publik hanya memiliki tanggung
jawab untuk melayani publik melalui sumber daya publik yang
tersedia, menjadi konservator organisasi publik, dan menjadi fasilitator
dialog publik. Administrator publik bukan satu-satunya pihak yang
menentukan mana yang terbaik untuk komunitas. Mereka tidak hanya
membagi kekuasaan atau kewenangan, namun bekerja bersama
dengan masyarakat dan menjadi pemecah solusi tetapi juga
merekonseptualisasi peran pemerintah yang responsif. Nilai
kepemimpinan bersama diimplementasikan di segala level organisasi
mulai dari jabatan tertinggi hingga bagian yang turun ke jalan. Mereka
tidak hanya responsif pada peraturan lembaga, tetapi juga melibatkan
pihak lain dalam pembuatan keputusan yang merefleksikan nilai-nilai
dan faktor-faktor bersama.
Singkatnya, mereka membagikan kekuasaan dan memimpin
dengan passion, komitmen, dan integritas dalam menghormati dan
menguatkan kewarganegaraan.

Menghargai Manusia, Bukan Sekadar Produktivitas (Value


People, Not Just Productivity)
Organisasi publik dan jaringannya akan berhasil ketika terdapat
kepemimpinan bersama berdasarkan penghormatan untuk semua
masyarakat. Untuk menjelaskan “Value People, Not Just Productivity”,
Denhardt mengulas panjang lebar tentang perilaku manusia dalam
organisasi, hierarki dan keilmuan manajemen, faktor manusia,
administrasi kelompok, budaya, dan demokrasi untuk membedakan
dengan dua pandangan sebelumnya. Hal tersebut seperti yang
dijelaskan oleh Denhardt (2007: 155):

“Value people, not just productivity. Public organizations and


the networks in which they participate are more likely to be
successful in the long run if they are operated through
processes of collaboration and shared leadership based on
respect for all people.”

64
The Old Public Administration (OPA) Menggunakan Kontrol
untuk Mencapai Efisiensi
The Old Public Administration didasari pada kepercayaan bahwa
efisiensi adalah nilai yang menonjol dan orang tidak akan produktif
dan bekerja dengan baik apabila kita tidak membuat keadaan seperti
itu. Pekerja akan bekerja secara baik apabila didorong dengan insentif
nilai kesatuan moneter dan menciptakan lingkungan yang takut akan
hukuman apabila tidak bekerja sesuai dengan yang diharapkan.
Sumber daya manusia secara sederhana diharapkan untuk tunduk
kepada aturan. Sebagai ganti upah layak yang diberikan, para pekerja
akan diberikan tugas-tugas spesifik kepada masing-masing pekerjaan.
Pemenuhan dan kepuasaan emosi dan kebutuhan bukan termasuk
dalam bagian persamaan.
Efisiensi dalam pandangan ini dijelaskan sebagai rasio harga
untuk pengeluaran menuntut pengeluaran kontrol dan produktivitas
sebagai fokus utama. Tantangan dalam pekerjaan menurut pandangan
ini adalah bagaimana tindakan yang diambil untuk dapat
menghasilkan produktivitas sebesar-besarnya dengan menggunakan
harga seminimal mungkin. Diasumsikan bahwa isu seperti komunitas,
kewarganegaraan, dan demokrasi masuk dalam ranah politik tetapi
tidak dalam administrasi. The Old Public Administration juga menilai
apabila organisasi distrukturisasi oleh idealnya birokrasi, apabila
organisasi dapat memperkokoh nilai kompetensi dan keahlian secara
netral, apabila fungsi sistem manajemen dapat dijadikan tempat untuk
mengontrol akun untuk pengeluaran, maka organisasi publik dirasa
dapat memenuhi fungsi yang diamanatkan.

The New Public Management: Menggunakan Insentif untuk


Mencapai Produktivitas
Didasari akan teori pilihan publik di mana menggunakan
sejumlah asumsi-asumsi penting tentang bagaimana perilaku
masyarakat dan cara terbaik untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan
publik. Pandangan ini melihat adanya perbedaan hubungan antara
eksekutif dengan pekerja yang mempunyai tujuan dan sasaran yang
tentunya berbeda. Hal ini biasanya diatasi dengan penggunaan
kontrak. Kontrak ini dianggap sangat penting karena ketika pekerja
(atau agen) bertindak, mereka akan bertindak sebagai representatif dari
para eksekutif. Alhasil, para petinggi tentunya harus mendapatkan

65
informasi untuk memantau para agen, menetapkan tujuan, dan
mengeluarkan insentif untuk memperoleh hasil yang cukup secara
konsisten. Karena berfokus pada pengeluaran seminimal mungkin,
pertanyaan yang sering muncul dalam implementasinya adalah
bagaimana organisasi dapat menjaga kepuasaan dan kinerja pekerja
dengan pendekatan pengeluaran sedikit-dikitnya dan memastikan
bahwa mereka sedang mengerjakan hal tersebut.

The New Public Service: Menghormati Pelayanan Publik Ideal

Tidak seperti Old Public Administration yang melihat manusia


sebagai individu yang pemalas dan bodoh yang harus digerakkan
dengan perintah dan hukuman ataupun New Public Management yang
mengurangi sisi kepercayaan, New Public Service mengedepankan
perilaku manusia sebagai inti dari pandangan mereka. Perilaku
manusia yang dimaksud, di antaranya: martabat, kepercayaan, rasa
memiliki, kepedulian terhadap sesama, dan warga negara yang didasari
oleh kepentingan bersama. Keadilan, persamaan, responsivitas,
menghormati, penguatan, dan komitmen menjadi nilai yang berada di
atas bukan hanya sekedar efisiensi sebagai kriteria ideal.
Denhardt (2007) mengatakan apabila kita beramsumsi bahwa
masyarakat sudah cukup capable untuk berpikir terbuka mengenai
pelayanan, nilai yang terkandung dalam kehidupan masyarakat, maka
secara bersamaan para pegawai negeri sipil juga capable untuk
memiliki motivasi berperilaku dan motivasi yang sama. Kita tidak dapat
berharap bahwa Pegawai Negeri Sipil akan menghormati dan
menghargai dengan baik apabila kita tidak melakukan hal sedemikian
rupa kepada mereka.
Dalam dua pandangan sebelumnya, Old Public Administration dan
New Public Management melihat birokrat sebagai orang yang
membutuhkan keamanan dan struktural pada birokrasi juga peserta
dalam pasar bebas, New Public Service melihat segala jenis imbalan
yang diberikan kepada mereka baik itu gaji ataupun bentuk lainnya
tidak lebih tinggi pada penghargaan kepada mereka sebagai penggerak
perubahan bagi kehidupan kalayak banyak. Perry and Wise (1990)
menambahkan bahwa kecenderungan sangat terkait dengan sikap
loyal, tugas, kewarganegaraan, persamaan, peluang,dan keadilan yang
memengaruhi pekerjaan pelayanan publik. Fredrikson (1992) juga

66
menyebut patriotisme untuk melakukan hal yang baik adalah
melakukan pekerjaan yang didasari bukan hanya untuk memedulikan
dan melindungi hak pribadi, melainkan bagaimana sikap patriotisme
ini dapat dimunculkan sebagai bentuk motivasi utama untuk melayani
sebagai warga negara. Karena mengetahui dan memperlakukan
masyarakat seperti rekan untuk mencapai kepentingan bersama, maka
partisipasi tidak hanya menguatkan nilai-nilai tetapi juga inti dan
kualitas dari pelayanan publik.

INOVASI KEBIJAKAN
5 PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Untuk meningkatkan pelayanan publik sebagai tanggung jawab


pemerintah kepada masyarakat, maka berbagai peraturan pemerintah
terkait pelayanan publik telah banyak dihasilkan. Pemerintah mulai
banyak membuat inovasi kebijakan di bidang pelayanan publik sebagai
respons terhadap tuntutan terhadap pelayanan publik yang
berkualitas. Inovasi kebijakan publik yang akan dibahas dalam bab ini
antara lain: (1) UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik; (2) UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik; (3) Permen PAN-RB Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman
Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan
Publik; dan (4) Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik “Top 99” yang

67
diselenggarakan oleh Kementerian PAN-RB. Inovasi kebijakan
pelayanan publik tersebut antara lain sebagai berikut:

UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi


Publik
Seiring berjalannya era globalisasi yang disertai dengan
perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat menuntut adanya
keterbukaan informasi yang dapat diakses oleh semua
masyarakat.Tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance)
juga mensyaratkan adanya akuntabilitas, transparasi dan partisipasi
masyarakat dalam setiap proses penyelenggaraan pelayanan. Dengan
demikian semua kegiatan pemerintah harus dapat diakses oleh
masyarakat, atau dengan kata lain masyarakat harus mendapatkan
informasiyang mereka inginkan dengan mudah dan cepat. Pemerintah
dituntut untuk membuka diri kepada masyarakat dengan memberikan
informasi-informasi sehubungan kebijakan pemerintah dan kegiatan
yang dilaksanakan pemerintah.
Keterbukaan informasi memberikan peluang bagi masyarakat
untuk berpartisipasi dalam berbagai kebijakan publik. Kondisi ini
sekaligus dapat mendorong terciptanya clean and good governance
karena pemerintah dan Badan-badan Publik dituntut untuk
menyediakan informasi secara lengkap mengenai apa yang
dikerjakannya secara terbuka, transparan, dan akuntabel. Kebebasan
informasi, di satu sisi harus mendorong akses publik terhadap
informasi secara luas. Sementara itu di sisi lain, kebebasan informasi
juga sekaligus dapat membantu memberikan pilihan langkah yang
jelas bagi pemerintah dalam mengambil suatu kebijakan secara
strategis. Keterbukaan Informasi Publik juga dapat digunakan sebagai
sarana untuk mengoptimalkan pengawasan publik terhadap
penyelenggaraan negara dalam rangka mewujudkan era demokrasi
bangsa yang transparan dan akuntabel.
Kebijakan inovasi pelayanan publik di Indonesia terlihat sejak
munculnya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik disahkan. Pemerintah mewajibkan berbagai lembaga
pemerintahan untuk terbuka kepada masyarakat yang disebut dengan
istilah open government.
Munculnya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik ini mempertimbangkan bahwa: a) informasi
merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi

68
dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi
ketahanan nasional; b) bahwa hak memperoleh informasi merupakan
hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah
satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan
rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik; c)
bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam
mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara
dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada
kepentingan publik; d) bahwa pengelolaan informasi publik merupakan
salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi.
Selanjutnya pada bab II pasal 2 disebutkan bahwa “Setiap Informasi
Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna
Informasi Publik”.
Di dalam bab III pasal 4 disebutkan bahwa setiap orang berhak
memperoleh Informasi Publik dengan cara a) melihat dan mengetahui
Informasi Publik; b) menghadiri pertemuan publik yang terbuka
kegagalan sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
Bab III pasal 7 disebutkan bahwa: (1) Badan Publik wajib
menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik
yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi
Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan (2)
Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat,benar,
dan tidak menyesatkan. (3) Untuk melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat 2, Badan Publik harus membangun
dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk
mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat
diakses dengan mudah.
Dalam UU no 14 tahun 2008, Badan Publik harus menyediakan
informasi yang diperlukan oleh masyarakat. Terdapat empat jenis
informasi meliputi:
1. Informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara
berkala
2. Informasi publik yang wajib diumumkan secara serta merta
3. Informasi publik yang wajib tersedia setiap saat
4. Informasi publik yang dikecualikan.

Informasi Publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara


berkala harus dilakukan paling singkat enam bulan sekali. Informasi
tersebut meliputi: a) informasi yang berkaitan dengan Badan Publik
b) informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;

69
c) informasi mengenai laporan
keuangan; dan/atau d) informasi lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Kewajiban menyebarluaskan Informasi publik
tersebut harus disampaikan dengan cara yang mudah di jangkau oleh
masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
Informasi Publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara
serta-merta adalah suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup
orang banyak dan ketertiban umum. Informasi Publik tersebut harus
disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan
dalam bahasa yang mudah dipahami.
Informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan setiap
saat adalah informasi yang berhubungan dengan badan publik
meliputi: a) daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah
penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan; b) hasil
keputusan Badan Publik dan pertimbangannya; c) seluruh kebijakan
yang ada berikut dokumen pendukungnya; d) rencana kerja proyek
termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik;
e) perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga; f) informasi dan
kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang
terbuka untuk umum; g) prosedur kerja pegawai Badan Publik yang
berkaitan dengan pelayanan masyarakat.
laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana
diatur dalam Undang-undang ini.
Informasi yang dikecualikan adalah informasi yang tidak dapat
diakses oleh masyarakat dikarenakan beberapa faktor berikut:
a. Informasi Publik yang jika dibuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum,
yaitu:
1) menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak
pidana; 2) mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi,
dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana; 3)
mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang
berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk
kejahatan transnasional; 4) membahayakan keselamatan dan
kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau 5)
membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana
penegak hukum

70
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan
perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari
persaingan usaha tidak sehat
c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan
keamanan negara yaitu: 1) informasi tentang strategi, intelijen,
operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan
sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap
perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam
kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri; 2) dokumen
yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik
yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan
keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan
dan pengakhiran atau evaluasi; 3) jumlah, komposisi, disposisi,
atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan
sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana
pengembangannya; 4) gambar dan data tentang situasi dan
keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer; 5) data perkiraan
kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada
segala tindakan dan/ atau indikasi negara tersebut yang dapat
membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan/atau data terkait kerja sama militer dengan negara lain yang
disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat
rahasia; 6) sistem persandian negara; dan/ atau 7) sistem intelijen
negara. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam
Indonesia
d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi
nasional, seperti: 1) rencana awal pembelian dan penjualan mata
uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik negara; 2)
rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan modeloperasi
institusi keuangan; 3) rencana awal perubahan suku bunga ba nk,
pinja ma n pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan
negara/ daerah lainnya; 4) rencana awal penjualan atau pembelian
tanah atau properti; 5) rencana awal investasi asing; 6) proses dan
hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan

71
lainnya; dan/atau 7) hal-hal yang berkaitan dengan proses
pencetakan uang
e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan
hubungan luar negeri, yaitu: 1) posisi, daya tawar dan strategi yang
akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya dengan
negosiasi internasional; 2)korespondensi diplomatik antarnegara; 3)
sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam
menjalankan hubungan internasional; dan/atau 4) perlindungan
dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri
f. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi
akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun
wasiat seseorang
i. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi,
yaitu: 1) riwayat dan kondisi anggota keluarga; 2) riwayat, kondisi
dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;
3)kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank
seseorang; 4) hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas,
intelektualitas, dan rekomendasikemampuan seseorang; dan/atau
5) catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan
dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan
nonformal
j. Memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra
Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas
putusan Komisi Informasi atau pengadilan.

Namun demikian Pengguna Informasi Publik wajib


mencantumkan sumber Informasi Publik tersebut, baik yang
dipergunakan untuk kepentingan sendiri maupun untuk keperluan
publikasi sesuai dengan ketentuan peraturan per undang undangan.
Hal ini tercantum dalam pasal 5 UU Nomor 14 Tahun 2008.
Sementara itu, dalam bab III pasal 6 dijelaskan bahwa Badan
Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila: a)
informasi yang dapat membahayakan negara b)informasi yang
berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan
usaha yang tidak sehat; c) informasi yang berkaitan dengan hak-hak
pribadi individu; d) informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan;
dan/atau e) Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau
didokumentasikan.

72
Poin-poin penting yang tertera pada UU Nomor 14 tahun 2008
yang terkait dengan inovasi kebijakan pelayanan publik dapat terlihat
dari pasal-pasal berikut:
No Bab dan Pasal Keterangan

1 Bab I pasal 1Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan,


dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang
berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara
dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik
lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi
lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
2 Bab II pasal 2Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh
setiap Pengguna Informasi Publik.
Bab II pasal 3 Undang-Undang ini bertujuan untuk:
a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana
pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan
proses pengambilan keputusan publik, serta alasan
pengambilan suatu keputusan publik;
b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses
pengambilan kebijakan publik;
c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan
kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;
d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu
yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta
dapat dipertanggungjawabkan;
e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi
hajat hidup orang banyak;
f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan
kehidupan bangsa; dan/atau
g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di
lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan
informasi yang berkualitas.
3 Bab III pasal 4 Setiap orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai
dengan ketentuan Undang-undang ini.

Setiap orang berhak: a) melihat dan mengetahui Informasi


Publik; b) menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk
umum untuk memperoleh Informasi Publik; c) mendapatkan
salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan
Undang-Undang ini; dan/atau d) menyebarluaskan
Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
4 Bab III pasal 6 Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan
Publik, adalah:
a. informasi yang dapat membahayakan negara;
b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan
usaha dari persaingan usaha tidak sehat;
c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi;
d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau
e. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai
atau didokumentasikan.
5 Bab III pasal 7 Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem
informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik
secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.

73
6 Bab IV pasal 9 Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik
secara berkala. Informasi Publik tersebut meliputi:
a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;
b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;
c. informasi mengenai laporan keuangan;
d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

7 Bab IV pasal 10 Badan Publik wajib mengumumkan secara serta-merta


suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang
banyak dan ketertiban umum.
8 Bab IV pasal 11 Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat
yang meliputi:
a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah
penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan;
b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya;
c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya;
d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan
pengeluaran tahunan Badan Publik;
e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga;
f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik
dalam pertemuan yang terbuka untuk umum;
g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan
dengan pelayanan masyarakat;
h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
9 Bab V pasal 17 Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon
Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik,
kecuali:
a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses
penegakan hukum
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan
perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan
dari persaingan usaha tidak sehat
c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan
dan keamanan negara
d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan
alam Indonesia
e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan
ekonomi nasional
f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan
kepentingan hubungan luar negeri
g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan
isi akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir
ataupun wasiat seseorang
h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia
pribadi
i. memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau
intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan
kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan

74
j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan
Undang-undang.

UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik


Inovasi kebijakan di bidang pelayanan publik di Indonesia
semakin baik dengan adanya UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik.
UU ini diterbitkan sebagai upaya untuk membangun kepercayaan
publik terhadap penyelenggaraan pelayanan publik dan untuk
mempertegas hak dan kewajiban masyarakat sebagai warga negara
yang diberi pelayanan maupun hak dan kewajiban aparat publik
sebagai penyedia layanan. UU tersebut mengatur dengan tegas hak dan
kewajiban penyelenggara pelayanan publik dan pengguna pelayanan
publik. UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik ini terdiri
dari 10 bab dan 62 pasal. Bab I membahas tentang Ketentuan Umum;
Bab II tentang Maksud, Tujuan, Asas, dan Ruang Lingkup; Bab III
tentang Pembina, Organisasi Penyelenggara, dan Penataan Pelayanan
Publik; Bab IV tentang Hak, Kewajiban, dan Larangan; Bab V tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Publik; Bab VI tentang Peran Serta
Masyarakat; Bab VII tentang Penyelesaian Pengaduan Bab VIII tentang
Ketentuan Sanksi; Bab IX tentang Ketentuan Peralihan; Bab X tentang
Ketentuan Penutup.
Undang-undang tentang pelayanan publik ini secara khusus
bertujuan, yakni: a) terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas
tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh
pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik; b)
terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan
publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan
korporasi yang baik; c) terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik
sesuai dengan per undang - undangan; dan d) terwujudnya perlindungan
dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.
Dalam bab I pasal 1 disebutkan bahwa Pelayanan publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik.

75
Dalam UU No. 25 Tahun 2009 ini memuat bahwa pelayanan
publik terdiri dari tiga jenis, yaitu:
1. Pelayanan barang publik, yaitu pengadaan dan penyaluran barang
publik yang meliputi:
a. dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh
dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah
b. dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara
dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan.
c. pengadaan dan penyaluran barang publik yang
pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah
atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau
seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau
kekayaan daerah yang dipisahkan,

76
tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan.
2. Pelayanan jasa publik, yaitu penyediaan jasa publik meliputi:
a. disediakan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah
b. disediakan suatu badan usaha yang modal pendiriannya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara
dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan
c. pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah
atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau
seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau
kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya
menjadi misi negara.
4. Pelayanan administratif, yaitu tindakan administratif pemerintah
maupun nonpemerintah meliputi:
a. tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara
dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam
rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara
b. tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah yang
diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-
undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan
penerima pelayanan.

Undang-undang pelayanan publik ini mengatur persamaan hak


dan kewajiban antara penyelenggara pelayanan publik dan pengguna
pelayanan publik. Dengan demikian, posisi kedua belah pihak adalah
sama dan sederajat dengan konsekuensi adanya hak dan kewajiban
yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak.
Penyelenggara pelayanan publik dalam memberikan
pelayanannya memiliki hak-hak, yaitu: a) memberikan pelayanan
tanpa dihambat pihak lain yang bukan tugasnya
b) melakukan kerja sama
c) mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan

pelayanan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.


Sedangkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
penyelenggara

77
pelayanan publik dalam praktik pemberian pelayanan adalah

menyusun dan menetapkan standar pelayanan, sebagai berikut: a)

menyusun, menetapkan,

dan memublikasikan maklumat pelayanan; b) menempatkan pelaksana


yang kompeten; c) menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas
pelayanan publik yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang
memadai; d) memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan
asas penyelenggaraan pelayanan publik; e) melaksanakan pelayanan
sesuai dengan standar pelayanan; f) berpartisipasi aktif dan mematuhi
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan
pelayanan publik.
Sedangkan masyarakat sebagai pengguna pelayanan memiliki
hak-hak dalam praktik pelayanan publik sebagai berikut: a)
mengetahui kebenaran isi standar pelayanan; b) mengawasi
pelaksanaan standar pelayanan; c) mendapat tanggapan terhadap
pengaduan yang diajukan;
d) mendapat advokasi, perlindungan, dan/atau pemenuhan pelayanan;
e) memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk
memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai
dengan standar pelayanan; f) memberitahukan kepada pelaksana
untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak
sesuai dengan standar pelayanan; g) mengadukan pelaksana yang
melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak
memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara dan ombudsman; h)
mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar
pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada pembina
penyelenggara dan ombudsman; dan i) mendapat pelayanan yang
berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan.
Sementara kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masyarakat
sebagai pengguna pelayanan publik adalah: a) mematuhi dan
memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan dalam standar
pelayanan; b) ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana,
dan/atau fasilitas pelayanan publik; dan c) berpartisipasi aktif dan
mematuhi peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan
publik.Undang-undang No. 25 Tahun 2009 juga menegaskan bahwa
penyelenggara pelayanan publik harus membuat janji atau maklumat

78
tentang pelayanan publik yang diberikan. Hal ini dimaksudkan agar
pelayanan publik yang diberikan jelas dan tegas.Selanjutnya,
maklumat pelayanan tersebut harus dipublikasikan secara jelas dan
luas.
Dalam rangka untuk memberikan dukungan informasi kepada
masyarakat, maka penyelenggara pelayanan publik wajib menyediakan
sistem informasi yang bersifat nasional. Penyelenggara pelayanan wajib
mengelola sistem informasi baik elektronik atau nonelektronik,
sekurang-kurangnya meliputi:
a) profil penyelenggara; b) profil pelaksana; c) standar pelayanan; d)
maklumat pelayanan; e) pengelolaan pengaduan; dan f) penilaian kinerja
Dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik ini
juga dijelaskan bahwa setiap penyelenggara pelayanan publik harus
menyediakan sarana pengaduan bagi masyarakat. Masyarakat berhak
melakukan pengaduan terhadap pelayanan yang mereka terima.
Masyarakat diberikan kesempatan untuk mengkritik dan memberi
masukan terhadap praktek pelayanan yang mereka terima. Hal ini
terdapat dalam bab V pasal 36 yang menyebutkan bahwa:
Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan
menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan;
Penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan yang berasal
dari penerima pelayanan, rekomendasi ombudsman, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam batas waktu
tertentu;
Penyelenggara menindaklanjuti hasil pengelolaan pengaduan;
Penyelenggara berkewajiban mengumumkan nama dan alamat
penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana pengaduan yang
disediakan.

Poin-poin penting yang tertera pada UU Nomor 25 Tahun 2009


yang terkait dengan inovasi kebijakan pelayanan publik dapat dilihat
dari pasal-pasal berikut:

No Bab dan Pasal Keterangan


1 Bab I pasat 1Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik.
2 Bab I pasal 3Tujuan undang-undang tentang pelayanan publik adalah:
a. terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung
jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik;

79
b. terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak
sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik;

c. terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan


perundang-undangan; dan
d. terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.
Bab II pasal 5 Ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa
publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
e. menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
e. menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.

Bab IV pasal 15 Penyelenggara berkewajiban:


a. menyusun dan menetapkan standar pelayanan;
b. menyusun, menetapkan, dan memublikasikan maklumat pelayanan;

c. menempatkan pelaksana yang kompeten;


d. menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik
yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai;

e. memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas


penyelenggaraan pelayanan publik;
f. melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan;
g. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;
h. memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang
diselenggarakan; i. membantu masyarakat dalam memahami hak dan
tanggung jawabnya;
i. bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi penyelenggara
pelayanan publik;
j. memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku
apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi
atau jabatan; dan
k. memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau
melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat
yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang
berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
Bab IV pasal 18 Masyarakat berhak:
a. mengetahui kebenaran isi standar pelayanan;
b. mengawasi pelaksanaan standar pelayanan;
c. mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan;
d. mendapat advokasi, perlindungan, dan/atau pemenuhan
pelayanan;
e. memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk
memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan
tidak sesuai dengan standar pelayanan;

80
f. memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki
pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai
dengan standar pelayanan;
g. mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan
standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki
pelayanan kepada penyelenggara dan ombudsman;
h. mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan
standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan
kepada pembina penyelenggara dan ombudsman; dan
i. mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas
dan tujuan pelayanan.
Bab IV pasal 19 Masyarakat berkewajiban:
a. mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana
dipersyaratkan dalam standar pelayanan;
b. ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana, dan/atau
fasilitas pelayanan publik; dan
c. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait
dengan penyelenggaraan pelayanan publik.
Bab V pasal 20 1. Penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan
standar pelayanan dengan memperhatikan kemampuan
penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan.
2. Dalam menyusun dan menetapkan standar pelayanan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 penyelenggara wajib
mengikutsertakan masyarakat dan pihak terkait.
3. Penyelenggara berkewajiban menerapkan standar
pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
4. Pengikutsertaan masyarakat dan pihak terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
prinsip tidak diskriminatif, terkait langsung dengan jenis
pelayanan, memiliki kompetensi dan mengutamakan
musyawarah, serta memperhatikan keberagaman.
Bab V pasal 21 Komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi:
a. dasar hukum;
b. persyaratan;
c. sistem, mekanisme, dan prosedur;
d. jangka waktu penyelesaian;
e. biaya/tarif;
f. produk pelayanan;
g. sarana, prasarana, dan/atau fasilitas;
h. kompetensi pelaksana;
i. pengawasan internal;
j. penanganan pengaduan, saran, dan masukan;
k. jumlah pelaksana;
l. jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan;
m. jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam
bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas
dari bahaya, dan risiko keragu-raguan; dan
n. evaluasi kinerja pelaksana.
Bab V pasal 34 Pelaksana dalam menyelenggarakan pelayanan publik harus
berperilaku sebagai berikut:

81
a. adil dan tidak diskriminatif;
c. santun dan ramah;
d. tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang
berlarut-larut;
e. profesional; dan
f. tidak mempersulit;
Bab V pasal 36 1. Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana
pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten
dalam pengelolaan pengaduan.
2. Penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan yang
berasal dari penerima pelayanan, rekomendasi ombudsman,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota dalam batas waktu tertentu.
3. Penyelenggara berkewajiban menindaklanjuti hasil pengelolaan
pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
4. Penyelenggara berkewajiban mengumumkan nama dan
alamat penanggung jawab pengelola pengaduan serta
sarana pengaduan yang disediakan.

Permen PAN-RB Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei


Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan
Publik
Kualitas pelayanan merupakan hal yang harus dijadikan sebagai
ukuran dalam melihat pelayanan publik yang disediakan oleh pemberi
pelayanan (pemerintah) kepada masyarakat. Dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan publik, maka diperlukan evaluasi
terhadap praktik pelayanan publik. Salah satu cara melakukan
evaluasi terhadap kualitaspelayanan publik dapat dilakukan dengan
cara melihat tingkat kepuasan masyarakat pengguna jasa pelayanan
terhadap pelayanan yang mereka terima. Untuk itu, pemerintah
menetapkan kebijakan untuk melaksanakan Survei Kepuasan
Masyarakat bagi instansi penyelenggara pelayanan publik.Pada
awalnya, Survei Kepuasan Masyarakat diatur dalam peraturan Kep
Menpan KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan
Indek Kepuasan Masyarakat (IKM) Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.
Namun dikarenakan belum mengacu kepada UU Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik dan perlu adanya keselarasan dengan
Standar Pelayanan, maka diubah menjadi Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16
Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap
Penyelenggara Pelayanan Publik.
Berdasarkan Permen PANRB No. 16 Tahun 2014, Survei
Kepuasan Masyarakat adalah pengukuran secara komprehensif

82
kegiatan tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari
hasil pengukuran atas pendapat masyarakat. Melalui survei ini
diharapkan dapat mendorong partisipasi masyarakat sebagai pengguna
layanan dalam menilai kinerja penyelenggara pelayanan serta juga
dapat mendorong penyelenggara pelayanan publik untuk
meningkatkan kualitas pelayanan dan melakukan pengembangan
melalui inovasi-inovasi pelayanan publik.
Survei Kepuasan Masyarakat adalah pengukuran secara
komprehensif mengenai tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh
dari hasil pengukuran atas pendapat masyarakat dalam memperoleh
pelayanan dari penyelenggara pelayanan publik. Hal tersebut tertera
dalam pasal 1 Permen PAN-RB ini. Manfaat hasil survei ini adalah:
1. Dapat mengetahui kelemahan atau kekuatan dari masing-masing unit
penyelenggara pelayanan publik;
2. Dapat menjadi alat ukur secara berkala mengenai penyelenggaraan
pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan publik;
3. Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan
langkah perbaikan pelayanan; dan
4. Sebagai umpan balik dalam memperbaiki layanan. Masyarakat
terlibat secara aktif mengawasi pelaksanaan penyelenggaraan
pelayanan publik.

Selanjutnya, dijelaskan juga bahwa survei kepuasan masyarakat


ini harus dilakukan minimal setahun sekali oleh institusi
penyelenggara pelayanan publik. Dengan demikian kinerja pelayanan
publik akan dapat dievaluasi minimal setahun sekali.
Ruang lingkup Survei Kepuasan meliputi:
1. Persyaratan; terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam
pengurusan suatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun
administratif.
2. Prosedur; tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan
penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
3. Waktu pelayanan; jangka waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis
pelayanan.
4. Biaya/Tarif; ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan
dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari
penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan
antara penyelenggara dan masyarakat.
5. Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan; hasil dari pelayanan yang
diberikan dan diterima oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan

83
yang telah ditetapkan. Produk pelayanan ini adalah hasil dari setiap
spesifikasi jenis pelayanan.
6. Kompetensi Pelaksana; kemampuan yang harus dimiliki oleh
pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan
pengalaman.
7. Perilaku Pelaksana; sikap atau perilaku petugas dalam memberikan
pelayanan.
8. Maklumat Pelayanan; adalah pernyataan kesanggupan dan
kewajiban penyelenggara untuk melaksanakan pelayanan sesuai
dengan standar pelayanan.
9. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan; tata cara
pelaksanaan penanganan pengaduan dan tindak lanjut.

Pelaksanaan Survei Kepuasan Masyarakat terhadap


penyelenggaraan pelayanan publik dapat dilaksanakan melalui
tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pengolahan dan
penyajian hasil survei, yang mencakup langkah-langkah, sebagai
berikut:
1. Menyusun Instrumen Survei
2. Menentukan besaran dan Teknik penarikan sampel
3. Menentukan responden. Jumlah responden disesuaikan dengan
jenis layanan, tidak diharuskan sebanyak 150 responden
4. Melakukan survei
5. Mengolah hasil survei
6. Menyajikan dan melaporkan hasil survei.

Dalam tahapan penentuan teknik survei dapat disesuaikan dengan


karakteristik penyelenggara pelayanan. Hal inilah yang membedakan
dengan pedoman sebelumnya (IKM) mengingat jenis layanan publik
sangat beragam dengan sifat dan karakteristik yang berbeda. Dalam
Permenpan No. 16 Tahun 2014, penyelenggara dibolehkan
menentukan teknik atau metode survei pada survei kepuasan
masyarakat ini. Berikut beberapa teknik survei yang dapat digunakan:

1. Kuesioner dengan wawancara tatap muka;


2. Kuesioner melalui pengisian sendiri, termasuk yang dikirimkan
melalui surat;
3. Kuesioner elektronik (internet/e-survey);
4. Diskusi kelompok terfokus; dan
5. Wawancara tidak berstruktur melalui wawancara mendalam.

Selanjutnya untuk memperoleh hasil akhir Survei Kepuasan


Masyarakat, dalam Peraturan Menteri PANRB Nomor 16 Tahun 2014
tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat terhadap
Penyelenggaraan Pelayanan Publik, disebutkan bahwa perhitungan

84
akhir bisa disajikan dalam bentuk skoring/ angka absolut, ataupun
bentuk kualitatif (baik/buruk). Namun demikian agar pelaporan hasil
survei kepuasan masyarakat lengkap, sebaiknya disajikan dalam
bentuk scoring yang dilengkapi dengan narasi yang mendalam agar
dapat menampilkan data yang komprehensif.

Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik “Top 99” yang


Diselenggarakan oleh Kementerian PAN-RB
Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik, maka
dilaksanakan gerakan “one agency, one innovation”.
Gerakan ini berupa kompetisi untuk membuat inovasi pelayanan
dilingkungankementerian/lembagadanpemerintahdaerah(Provinsi/kab
upaten/kota) yang diprakarsai oleh Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN-RB).
Kementerian PAN-RB bekerja sama dengan pihak-pihak terkait
melaksanakan kompetisi inovasi pelayanan publik. Dengan kompetisi
ini akan memacu organisasi pemerintah untuk berlomba-lomba dalam
meningkatkan pelayanan sesuai kapasitasnya masing-masing.
Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik dijadikan sebagai salah satu
kesempatan untuk melakukan perubahan dalam praktik pelayanan
publik dengan pelayanan yang cepat, tepat, dan bertanggung jawab.
Kompetisi inovasi pelayanan publik pertama kali dilaksanakan pada
tahun 2014. Kompetisi ini memiliki tujuan utama untuk mendorong
penciptaan/pembentukan inovasi, menumbuhkan suasana kompetitif
di lingkungan kementerian/lembaga, BUMN/BUMD dan pemerintah
daerah (kabupaten/kota), serta memotivasi para inovator untuk
membangun inovasi yang berkualitas dan dapat direplikasi.
Berbagai inovasi pelayanan publik yang diikutkan dalam
kompetisi kemudian akan dinilai dan ditetapkan sebanyak 99 jenis
inovasi terbaik yang masuk kualifikasi. Sejumlah 99 jenis inovasi ini
akan diumumkan di Sistem Inovasi Pelayanan Publik yang lebih
dikenal dengan istilah “sinovik”. “Sinovik” merupakan sistem online
untuk menjaring inovasi-inovasi yang dilakukan oleh unit-unit pelayanan
di seluruh instansi baik kementerian/lembaga BUMN/BUMD, maupun
pemerintah daerah (kabupaten/kota). “Sinovik” dapat diakses dari
http://sinovik.menpan.go.id. Dikarenakan jumlah inovasi yang terpilih

85
dan diumumkan secara online di “Sinovik”, maka kompetisi ini lebih
dikenal dengan Inovasi Pelayanan Publik “Top 99”. Bila dilihat dari jumlah
inovasi yang didaftarkan, peserta kompetisi “Top 99” harus berkompetisi
secara ketat. Pada tahun 2014, peserta kompetisi sebanyak 550 inovasi,
tahun 2015 sebanyak 1.184 inovasi, dan tahun 2016 terdaftar sebanyak
2.476 inovasi.
Kompetisi inovasi pelayanan publik diperkuat dengan Surat
Edaran Menteri PAN-RB seperti S.E. Menteri PAN-RB nomor 15 Tahun
2013 tentang Kompetensi Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2014 di
Lingkungan Kementerian/ Lembaga, BUMN/BUMD dan Pemerintah
Daerah. Selanjutnya, setiap tahun dikeluarkan Surat Edaran Menteri
PAN-RB sebagai dasar pelaksanaan kompetisi inovasi pelayanan publik
pada tahun berikutnya. Seperti contoh, S.E. Menteri PAN-RB Nomor 09
Tahun 2014 sebagai dasar hukum kompetisi inovasi pelayanan publik
tahun 2015. S.E. Menteri PAN-RB Nomor 09 Tahun 2015 sebagai dasar
hukum kompetisi inovasi pelayanan publik tahun 2016, dan S.E.
Menteri PAN-RB Nomor 19 Tahun 2016 sebagai dasar hukum
kompetisi inovasi pelayanan publik tahun 2017.
Kompetisi inovasi pelayanan ini dibagi menjadi empat kategori,
yaitu:

tata kelola pemerintahan, yang meliputi salah satu atau lebih unsur
partisipasi, akuntabilitas, transparansi, efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan pemerintahan, kualitas regulasi, penegakan
hukum, ketertiban sosial, dan kontrol terhadap korupsi dalam
pelayanan publik; (2)penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;(3) perbaikan
kesejahteraan sosial dalam penyelesaian masalah-masalah sosial;
dan (4) pelayanan langsung kepada masyarakat yaitu pelayanan
yang dilaksanakan melalui kontak langsung dengan masyarakat
yang manfaatnya dirasakan langsung.
Inovasi pelayanan publik yang dapat diajukan untuk kompetisi
harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain inovasi tersebut
harus memberiperbaikan, memberikan manfaat bagi masyarakat,
dapat atau sudah direplikasi, berkelanjutan, dan menarik. Inovasi
tersebut minimal harus sudah dilaksanakan satu tahun. Inovasi yang
diajukan harus memenuhi empat kriteria, yakni memperkenalkan
pendekatan baru, produktif, berdampak dan berkelanjutan.
Memperkenalkan pendekatan baru adalah memperkenalkan gagasan
yang unik, pendekatan yang baru dalam penyelesaian masalah, atau
kebijakan dan desain pelaksanaan yang unik, atau modifikasi dari

86
inovasi pelayanan publik yang telah ada dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan publik. Sedangkan yang dimaksud
produktif adalah memberikan bukti hasil implementasi. Sedangkan
yang dimaksud berdampak adalah memberikan manfaat terhadap
peningkatan atau perubahan kondisi dan sebagai daya ungkit terhadap
percepatan peningkatan kualitas. Adapun berkelanjutan adalah
memberikan jaminan bahwa inovasi pelayanan publik terus
dipertahankan, diimplementasikan, dan dikembangkan dengan
dukungan program dan anggaran, tugas dan fungsi organisasi, serta
hukum dan perundang-undangan.
Berikut adalah daftar inovasi pelayanan publik yang berhasil
masuk menjadi “Top 99” yang termuat dalam “Sinovik” pada tahun
2016.

87
6 INOVASI KEBIJAKAN
PELAYANAN PUBLIK

Pada bab ini akan dibahas tentang berbagai inovasi kebijakan


pelayanan publik di Indonesia. Best practice yang disajikan, yaitu:
(1)Media Center, (2) Surabaya Single Windows (SSW), (3) Expanding
Maternal and Neonatal Survival (EMAS), (4) Kelola Sampah Hasilkan
Berkah, dan (5) Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN).

Inovasi Kebijakan Pelayanan Publik Bidang Keterbukaan


Informasi: Media Center
Sebagai kota besar dan terdiri dari beragam etnis, Kota Surabaya
dihadapkan pada berbagai persoalan seperti pembangunan
infrastruktur dan pelayanan publik yang banyak dikeluhkan oleh
warga kota. Seperti tentang jalanan bergelombang dan rusak, saluran
air yang buntu, kemacetan lalu lintas, hingga lampu jalan yang tidak
menyala menjadi topik utama dalam keluhan yang masuk ke Pemkot
Surabaya. Biasanya keluhan warga kota tersebut banyak yang
dilayangkan ke surat pembaca yang dimiliki oleh surat kabar yang
terbit di Surabaya seperti Jawa Pos maupun surat kabar lainnya.
Saat ini Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Komunikasi
dan Informatika (Diskominfo) telah meluncurkan suatu aplikasi yang
dapat menampung keluhan-keluhan bagi warga kota.
Aplikasi tersebut adalahMedia Center yang lamanny
beralamatkan mediacenter.surabaya.go.id. Dengan adanya aplikasi ini
diharapkan keluhan yang ada di masyarakat dapat tertampung dan
langsung disampaikan ke dinas terkait dalam waktu yang singkat.
Dalam waktu 1 x 24 jam, keluhan yang masuk akan langsung
mendapatkan jawaban dari dinas terkait. Dalam aplikasi ini, terdapat

88
fasilitas tracking yang dapat memberikan informasi kepada warga,
sampai di manakah keluhan mereka ditindaklanjuti.

Langkah-langkah penyampaian keluhan adalah sebagai berikut:


1. Buka laman aplikasi mediacenter.surabaya.go.id
2. Klik Tulis Keluhan untuk memasukkan keluhan anda beserta
identitas pribadi ke dalam Form Media Center. Berikan tanda pada
peta di mana lokasi kejadian yang anda keluhkan, lalu SAVE.

3. Setelah di SAVE akan muncul pemberitahuan mengenai nomor tiket


yang dapat anda gunakan untuk tracking keluhan nantinya.

4. Untuk tracking keluhan, anda dapat kembali ke halaman utama


dan memasukkan nomor tiket.

Aplikasi ini tidak hanya dapat digunakan oleh warga kota


Surabaya, warga luar Surabaya yang mempunyai keluhan mengenai
infrastruktur maupun pelayanan publik di kota ini juga dapat
menyampaikan keluhannya melalui aplikasi ini.
Media Center memiliki dua fungsi yaitu fungsi eksternal dan
internal. Sebagai fungsi eksternal, media center digunakan oleh
pemerintah kota untuk memberikan informasi pada masyarakat/publik
tentang perkembangan program kerja dan pembangunan Kota
Surabaya. Sedangkan sebagai fungsi internal, media center digunakan
oleh Pemerintah Kota Surabaya sebagai media integrasi program kerja
antar Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD).
Sistem pelayanan dalam Media Center berkembang menjadi sistem
informasi terpusat bagi seluruh SKPD dilingkungan Pemerintah Kota
Surabaya, sehingga akan sangat membantu pemangku kebijakan di
jajaran tertinggi pemerintah kota untuk melihat dan melakukan
evaluasi terhadap berjalannya program kerja pembangunan.
Kehadiran Media Center Pemerintah Kota Surabaya memberikan
kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan informasi
dan pengaduan seputar kota dan Pemerintah Kota Surabaya, sehingga
kepuasan masyarakat meningkat yang berdampak pula pada
meningkatnya partisipasi dalam fungsi pengawasan terhadap program-
program dan pelayanan pemerintah terhadap masyarakat. Untuk
mempermudah akses, Media Center Kota Surabaya menggunakan
pendekatan BYOD (Bring Your Own Device), di mana warga dapat

89
menyampaikan keluhan atau informasi menggunakan beragam
perangkat atau media (telepon, pesan singkat (SMS), atau internet).
Dalam usaha memberikan pelayanan prima, Media Center Kota
Surabaya memiliki standar pelayanan baku dan konsisten
bersertifikasi ISO 9001:2008. Keamanan database-nya bersertifikasi
ISO 27001:2005. Di samping itu, Media Center juga didukung dengan
sistem aplikasi teknologi informasi untuk mempercepat pelayanan dan
integrasi dengan tim dari masing-masing SKPD. Keluhan atau
informasi dari masyarakat, baik yang disampaikan melalui telepon,
pesan singkat (SMS), maupun internet terkoneksi dengan database.

Berikut adalah media komunikasi yang disediakan oleh Media


Center
yaitu:
 Telepon: 031-5456290
 Toll Free: 0800 1404 122
 Fax: 031-5463435
 SMS: 0812 3025 7000
 Website: www.surabaya.go.id
 Facebook: Sapawarga Kota Surabaya
 Twitter: @SapawargaSby
 Email: mediacenter@surabaya.go.id
Media Center pertama kali di-launching pada tanggal 28
November 2011. Sejak pertama kali di-launching, media center telah
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Berdasarkan data dari
Diskominfo Kota Surabaya, laporan yang masuk pada tahun pertama
digunakannya Media Center terdapat laporan sebanyak 698 laporan.
Pada tahun 2012, tercatat 2.717 laporan, pada tahun 2013 sebanyak
4.176 laporan, pada tahun 2014 sebanyak 4.298 laporan, dan pada
tahun 2015 sebanyak 2.546 laporan masyarakat. Besarnya keluhan
yang masuk ke Dinas Komunikasi dan Informatika melalui Media
Center tersebut menunjukkan apresiasi dan kepercayaan masyarakat
terhadap kehadiran Media Center, yang berdampak pada tumbuhnya
kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah Kota untuk menangani
permasalahan kota serta kepedulian dan partisipasi masyarakat
terhadap perkembangan dan pembangunan kota.
Beberapa penghargaan yang telah diterima Media Center adalah
sebagai berikut:

90
1. Tahun 2011: Media Center Kota Surabaya pernah dinominasikan di
ajang penghargaan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh
PBB dalam ajang United Nation Public Service Award kategori
Fostering Participation in Policy Making Decisions Through Innovative
Mechanism;
2. Tahun 2012: Dinas Kominfo Kota Surabaya meraih penghargaan
Badan Publik Terbaik I Kabupaten/Kota SeProvinsi Jawa Timur;
3. Tahun 2012: Peringkat I SKPD Pelayanan Publik Terbaik hasil
survei IKM;
4. Tahun 2012: Partisipan teraktif di ajang The Guangzhou Award;
5. Tahun 2013: Penghargaan Internasional Future Gov Tingkat Asia-
Pasifik, meraih dua kategori yakni Data Center melalui Media Center
Pemerintah Kota Surabaya dan Data Inclusion melalui “Broadband
Learning Center”/ BLC;
6. Tahun 2014: Top 33 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik)
untuk inovasi Media Center, Rapor Online dan e-Musrenbang;
7. Tahun 2015: Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Komunikasi
dan Informatika mendapatkan penghargaan perihal pelayanan
informasi terbaik pada tingkat provinsi, yakni Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi (PPID) Award 2015. Penghargaan ini
adalah penghargaan ke-4 Kota Surabaya di ajang PPID Award.
Pemerintah Kota Surabaya meraih Kategori Transparansi Anggaran
Terbaik untuk tingkat kota. Pemerintah Kota Surabaya dinilai telah
mengimplementasikan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik;
8. Tahun 2015: Penghargaan Kabta Web Awards beritasatu.com.
Penghargaan ini merupakan anugerah untuk pengelolaan website
terbaik pilihan juri dan 25 kota/kabupaten. Penilaian terhadap web
Kabupaten dan Kota seluruh ini dilakukan melalui serangkaian
proses penilaian dan penjurian. Terdapat lima kriteria penilaian
dalam proses seleksi, yakni aktualitas (5%), estetika (15%),
aksesibilitas (20%), navigasi (25%), dan konten (35%).

Inovasi Kebijakan Pelayanan Publik Bidang Perizinan: Surabaya


Single Window (SSW)
Salah satu pelayanan publik yang diciptakan oleh Pemerintah
Kota Surabaya dengan memanfaatkan teknologi atau berbasis
elektronik adalah Surabaya Single Window (SSW). SSW adalah suatu
sistem pelayanan perizinan online yang memungkinkan dilakukannya
penyampaian dan pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan

91
privat serta pembuatan keputusan dilaksanakan oleh masing-masing
SKPD yang bersangkutan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
masing-masing.
Surabaya Single Window (SSW) sebagai salah satu bentuk
pelayanan publik diatur dalam Peraturan Walikota Surabaya Nomor 28
Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelayanan Perizinan dan NonPerizinan
secara Elektronik di Kota Surabaya. SSW diluncurkan oleh Walikota
Surabaya yakni Tri Rismaharini, pada tanggal 14 Maret 2013 sebagai
upaya untuk memudahkan proses perizinan bagi warga Kota Surabaya
maupun warga asing yang ingin berinvestasi di Surabaya.
Secara keseluruhan, SSW telah mampu membuktikan bahwa
pelayanan perizinan dapat dipermudah dan dapat dilakukan
menggunakan aplikasi mobile. Dengan SSW pelayanan perizinan
semakin mudah karena masyarakat tidak perlu datang ke SKPD terkait
untuk melakukan perizinan. Pemerintah Kota Surabaya telah mampu
menciptakan inovasi pelayanan berbasis teknologi yang sangat
bermanfaat sehingga pemerintah dapat memberikan pelayanan publik
yang memuaskan.
Kemajuan teknologi dan informasi saat ini berkembang sangat
pesat. Banyak kegiatan atau aktivitas yang memanfaatkan teknologi
guna mempermudah pelaksanaan kegiatan. Termasuk kegiatan
pemerintahan, pemerintah memanfaatkan teknologi untuk
menciptakan inovasi-inovasi pelaksanaan pemerintahan atau yang
sering disebut e-governance. Pemerintah mulai mengembangkan
inovasi dengan menggunakan teknologi untuk menciptakan suatu
sistem pemerintahan yang dapat diakses oleh seluruh
masyarakat. E-governance sudah banyak dimanfaatkan oleh Kepala
Daerah di seluruh Indonesia khususnya dalam bidang pelayanan
publik.
Teknologi juga dimanfaatkan Pemerintah Kota Surabaya dalam
pelaksanaan layanan publik. Bahkan Pemerintah Surabaya telah
melakukan banyak inovasi layanan publik berbasis elektronik sejak
lama. Tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang
cepat, murah, transparan dan tidak berbelit-belit membuat pemerintah
bersama SKPD terkait terdorong untuk menciptakan inovasi pelayanan
publik yang diharapkan.
Surabaya menjadi kota yang akan diberi julukan Future
Governance atau Kota Masa Depan karena banyaknya inovasi-inovasi

92
yang diciptakan dan pemanfaatan teknologi hampir di semua inovasi
pelayanan publik. Surabaya banyak mendapat penghargaan salah
satunya penghargaan Socrates Award 2014 dari Europe Business
Assembly (EBA) untuk kategori “City of the Future” (Kota Masa Depan).
EBA adalah perusahaan independen di Inggris yang memberi perhatian
terhadap ekonomi, sosial, dan budaya. Selain itu, Surabaya juga
mendapat penghargaan Future-Gov versi majalah Future-Gov
Singapura. Future-Gov adalah majalah yang berbasis di Singapura yang
berfokus dalam bidang pemanfaatan TIK oleh pemerintahan atau
modernisasi pemerintahan di negara-negara ASEAN. Surabaya dinilai
konsisten dalam mengembangkan dan memanfaatkan teknologi untuk
menunjang kinerja pemerintahan.
Layanan SSW menjadi layanan perizinan satu jendela dalam
semua perizinan secara online. Tujuan adanya SSW di antaranya untuk
memperpendek waktu pelayanan, pengecekan data, dan persyaratan
pengajuan agar dapat dilakukan dengan cermat. Penggunaan SSW
dapat membuat semua pelayanan perizinan dapat diproses dalam
waktu bersamaan. Selain itu, adanya SSW juga digunakan untuk
menarik investor untuk berinvestasi di Kota Surabaya, khususnya di
bidang pariwisata.
Waktu penyelesaian perizinan melalui SSW beragam, karena
setiap SKPD memiliki prosedur yang berbeda dan tergantung dengan
jenis izin yang diajukan. Rentang waktu penyelesaian perizinan
biasanya mulai dari 14 hari sampai 30 hari. Masyarakat maupun
investor yang akan melakukan perijinan tersebut dapat memasukkan
berkas atau dokumen sesuai dengan persyaratan yang tercantum
dalam web ssw.surabaya.go.id. Keseluruhan proses SSW dilakukan
terintegrasi secara online sehingga pengguna layanan SSW dapat
menghemat waktu karena tidak perlu secara tatap muka datang
langsung ke SKPD. Proses yang dilakukan secara online juga dapat
menghapus adanya suap yang biasanya terjadi dalam pengurusan
surat izin. Adanya sistem SSW dapat memangkas alur birokrasi yang
rumit serta pengguna layanan dapat memantau progres perizinan yang
tengah diurus sehingga tercipta pelayanan publik yang prima.
Layanan perizinan SSW sudah berjalan dengan baik dan
masyarakat terus menggunakan layanan tersebut. Akan tetapi, ada

93
beberapa hal yang menjadi penghambat yaitu masih banyaknya
masyarakat yang gagap teknologi, adanya waktu yang dibatasi saat
melakukan input data dan penandatanganan surat izin masih
dilakukan di dinas-dinas terkait.
Macam-macam layanan yang diberikan SSW seperti yang terlihat
digambar yakni perizinan investasi paket, pendaftaran izin parsial
mandiri, monitoring berkas SSW, verifikasi berkas SSW, bimbingan
teknis SSW, dan contoh penyusunan dokumen.
1. Perizinan Investasi Paket
Pemohon perizinan terlebih dahulu harus melakukan pendaftaran
perizinan dengan mengisi form pendaftaran. Laman pendaftaran
juga dilengkapi fitur peta. Dalam pengurusan izin yang berpaket
terdapat beberapa paket yang ditawarkan yaitu paket layanan izin
lingkungan, paket layanan TDUP, paket layanan Disperdagin, Surat
Keterangan Rencana Kota (SKRK)-surat rekom-Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) dan SKRK-IMB.

2. Pendaftaran Izin Parsial Mandiri


Pendaftaran izin parsial secara online terdiri dari layanan
perdagangan dan perindustrian, layanan rekomendasi dan izin
lingkungan, layanan budaya dan pariwisata, layanan tenaga
kesehatan penunjang medis, layanan sertifikat kesehatan, layanan
rekomendasi sarana kesehatan, layanan perizinan sarana
kesehatan, Surat Keterangan Rencana Kota, Izin Mendirikan
Bangunan, Kartu Tanda Pencari Kerja (TPK), Perpanjangan Izin
Pemakaian Tanah (IPT), izin reklame, kajian drainase, dan izin
penyelenggaraan tempat parkir.

3. Informasi Berkas SSW


Dalam laman ini pemohon harus mengisi form info berkas
perizinan. Data yang diisikan adalah data nomor pendaftaran
pemohon, yang sebelumnya pemohon telah melakukan pendaftaran
di SSW dengan mengisi data lengkap pemohon dan mendapatkan
nomor pendaftaran. Laman ini untuk melihat progres perizinan
yang telah diajukan oleh pemohon.

4. Verifikasi Berkas SSW


Laman ini digunakan pemohon surat perizinan untuk melihat
apakah verifikasi berkas yang diajukan sudah benar/layak.

94
Terdapat dua macam verifikasi yaitu verifikasi pendaftaran izin
single window dan pendaftaran UPTSA/PTSP. Pemohon harus login
terlebih dahulu untuk melakukan verifikasi.
5. Bimbingan Teknis SSW
Pada lama ini pemohon harus mengisi form agar dapat melakukan
upload dokumen perizinan. Laman ini adalah laman yang berisi
informasi tahap penyusunan dokumen teknis SSW.
6. Contoh Penyusunan Dokumen
Pada laman ini pemohon dapat mengunduh dan mengetahui cara
penyusunan dokumen SSW. Pemohon dapat mempelajari
bagaimana aturan penulisan maupun tata letak dalam membuat
dokumen kebutuhan yang ada di dalam SSW, sehingga disediakan
laman ini untuk mengunduh contoh dokumen SSW.
Sistem perizinan SSW telah banyak mendapatkan penghargaan
dari berbagai pihak. Hal tersebut membuktikan bahwa SSW telah
menjadi salah satu inovasi pelayanan publik berbasis teknologi yang
memberikan pelayanan perizinan cukup baik. SSW juga telah
menerima beberapa penghargaan.
Berikut beberapa penghargaan yang pernah diraih oleh SSW:
1. Tahun 2014: Penghargaan yang diberikan oleh Future Gov Asia-
Pasifik sebagai inovasi pelayanan publik terbaik kategori Future
City,
2. Tahun 2014: Penghargaan Top 9 Kompetisi Inovasi Pelayanan
Publik (Sinovik) KemenPAN dan RB untuk inovasi SSW, dan
3. Tahun 2014: Penghargaan Inovasi Pelayanan Publik dari
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi.
Penghargaan yang diraih SSW dapat dikatakan best practice
dalam bidang kemudahan perizinan. Di mana saat ini masih banyak
pelayanan perizinan yang berbelit-belit, adanya suap, dan masih
menggunakan sistem manual. Hal tersebut membuat SSW menjadi
inovasi yang patut untuk diapresiasi dan diadopsi oleh pemerintah
daerah lain untuk memberikan pelayanan perizinan yang mudah. Pada
25 April 2016, pemerintah Kota Surabaya meluncurkan SSW versi
aplikasi mobile. Jika di halaman web www.ssw.surabaya.go.id terdapat
91 pelayanan perizinan, di SSW mobile hanya terdapat 9 pelayanan
perizinan. Namun hal tersebut sudah merupakan pengembangan SSW
yang baik. SSW mobile diciptakan untuk mempercepat proses perizinan
karena warga tidak perlu mengambil surat pengantar ke kelurahan,
kecamatan, dan SKPD tertentu.

95
Inovasi Kebijakan Pelayanan Publik Bidang Kesehatan Maternal
dan Neonatal: Expanding Maternal and Neonatal Survival
(EMAS)
Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) adalah
program Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang didanai oleh
United States Agency for International Development (USAID) yang
diluncurkan pada tahun 2011. Program 5 tahun (2011-2016) ini
bekerja untuk mengurangi kematian ibu dan bayi baru lahir di enam
provinsi di Indonesia, yang berkontribusi terhadap 50 persen kematian
ibu dan bayi baru lahir. Kelima provinsi tersebut adalah Sumatra
Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Hampir sebesar 70 persen dari semua kematian ibu dan 75
persen kematian bayi, terjadi di Jawa dan Sumatra, yang sebagian
besar diakibatkan oleh penyebab yang dapat dicegah. Demi
peningkatan layanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, program
EMAS bermitra dengan instansi pemerintah (nasional, provinsi, dan
kabupaten), organisasi kemasyarakatan, fasilitas kesehatan milik
negara dan swasta, organisasi kesehatan profesional, serta sektor
swasta.
Kemenkes kemudian membuat Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 015/Menkes/SK/I/2012 tentang Tim Pokja Program Expanding
Maternal dan Neonatal Survival (EMAS) sebagai tindak lanjut dari
program tersebut. Program ini berkontribusi terhadap percepatan
penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir sebesar 25% di Indonesia.
EMAS telah dilaksanakan di 30 kabupaten dalam enam provinsi yang
memiliki jumlah kematian ibu dan neonatal terbesar. Pada tahun
pertama intervensi EMAS direncanakan di 10 kabupaten. Enam
Provinsi di Indonesia yang melaksanakan Program EMAS adalah
sebagai berikut:
1. Sumatra Utara, daerah intervensinya adalah Kabupaten Deli
Serdang. Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kota
Medan, Kota Tebingtinggi, Kabupaten Langkat, Kabupaten Karo,
Kota Pematangsiantar, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten
Simalungun, dan Kota Binjai;

96
2. Banten, daerah intervensinya adalah Kabupaten Serang. Kabupaten
di sekitar daerah intervensi adalah Kabupaten Tangerang,
Kabupaten Lebak, Kabupaten Pendeglang, dan Kota Cilegon;
3. Jawa Barat, daerah intervensinya adalah Kabupaten Bandung.
Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kabupaten Garut,
Kabupaten Sumedang, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten
Cianjur, Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung
Barat. Daerah intervensi lain di Jawa Barat, adalah Kabupaten
Cirebon. Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kota
Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, dan
Kabupaten Kuningan;
4. Jawa Tengah, daerah intervensinya adalah Kabupaten Tegal.
Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kota Tegal,
Kabupaten Brebes, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Pekalongan,
dan Kota Pekalongan. Daerah intervensi lain di Jawa tengah adalah
Kabupaten Banyumas. Kabupaten di sekitar daerah intervensi
adalah Kabupaten Kebumen, Kabupaten Cilacap, Kabupaten
Purbalingga, dan Kabupaten Banjarnegara;
5. Jawa Timur, daerah intervensinya adalah Kabupaten Malang.
Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kota Malang,
Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten
Pasuruan, Kota Batu, dan Kabupaten Blitar; dan
6. Sulawesi Selatan. Daerah intervensinya adalah Kabupaten Pinrang.
Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kabupaten Tana
Toraja, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Sidenreng Rappang, dan
Kota Pare-Pare.
EMAS memiliki tujuan untuk:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan PONED & PONEK
a. Memastikan intervensi medis prioritas yang memiliki dampak
besar pada penurunan kematian diterapkan di rumah sakit dan
puskesmas,
b. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tata kelola
klinis (clinical governance) diterapkan di rumah sakit dan
puskesmas.
2. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem rujukan
antarpuskesmas/ balkesmas dan rumah sakit
a. Penguatan sistem rujukan,
b. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjamin
akuntabilitas dan kualitas nakes, faskes, dan Pemda,

97
c. Meningkatkan akses masyarakat dalam memanfaatkan
pelayanan kesehatan.
Terdapat pendekatan EMAS sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan neonatal
minimal di 150 rumah sakit (PONEK) pemerintah & swasta dan 300
puskesmas/balkesmas (PONED) melalui penerapan tata kelola yang
baik terkait dengan kelangsungan hidup ibu dan bayi baru lahir.
2. Memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar
puskesmas dan rumah sakit,
3. Pemanfaatan teknologi informasi mutakhir (SMS, hotline, media
sosial) untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam
pelayanan kegawatdaruratan kesehatan ibu dan bayi baru lahir,
4. Program dirancang agar dapat memberi dampak nasional (tidak
hanya sebatas area kerja).
Program EMAS membangun model untuk memperkuat kualitas
pelayanan gawat-darurat Ibu dan Bayi Baru Lahir/neonatal dan
peningkatan efisiensi dan efektivitas rujukannya ditingkat puskesmas
dan rumah sakit sekaligus bersinergi dengan organisasi masyarakat
sipil, fasilitas kesehatan publik dan swasta, asosiasi rumah sakit,
organisasi profesi, dan sektor swasta, dan lain-lain guna menurunkan
angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Hingga tahun keempat
berjalan, program EMAS mampu memberikan kontribusi dalam
penurunan jumlah kematian ibu dan bayi di Indonesia.
Salah satu komponen dalam program EMAS adalah Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK). Kegiatan TIK mengembangkan dan
mengimplementasikan beberapa Sistem Management Informasi
berbasis teknologi SMS, Mobile maupun Website guna meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem rujukan. Sistem
Informasi yang telah dikembangkan adalah Sistem Informasi Jejaring
Rujukan Ibu dan Bayi (SIJARI-EMAS), Sistem Informasi Gerbang
Aspirasi Pelayanan Kesehatan Publik (SIGAPKU), dan Sistem Informasi
Penguatan Pembelajaran & Performa (SIPPP).
Rancang bangun sistem informasi tersebut telah dikembangkan
oleh tim TIK EMAS bersama dengan mitra dari Kementerian Kesehatan
yang dipimpin oleh Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN), Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kabupaten, Diskominfo, serta mitra lokal
lainnya. Selama proses pengembangannya sistem sudah diujicobakan
secara teknis untuk memastikan bahwa rancang bangun danprototipe
sistem tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan. Sistem

98
informasi tersebut telah diluncurkan secara nasional di Kementerian
Kesehatan diikuti oleh 10 Kabupaten dampingan awal EMAS pada
bulan Desember 2012 dan sejak itu telah diimplementasikan hampir di
seluruh kabupaten wilayah dampingan EMAS.
SIJARI-EMAS adalah teknologi informasi dan komunikasi yang
dikembangkan guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem
rujukan baik rujukan gawat darurat maupun rujukan dini
berencana/rujukan terencana dengan meningkatkan komunikasi dan
kolaborasi dua arah antara perujuk dan tujuan rujukan melalui
teknologi informasi berbasis web, aplikasi mobile seperti android,
blackberry, iPhone dan lainnya, SMS dan telepon.
SIJARI-EMAS merupakan sebuah aplikasi untuk mempermudah
rujukan antara perujuk (ex:bidan) dengan penyedia layanan rujukan
(rumah sakit) guna terlaksananya komunikasi dalam meningkatkan
akurasi informasi, kelengkapan data dan guna mempercepat
penyampaian informasi rujukan pasien gawat darurat maternal
neonatal ke rumah sakit rujukan ibu hamil dan bayi baru lahir.
SIJARI-EMAS juga dapat digunakan dalam komunikasi dua arah
antara dinas kesehatan dan atau fasilitas kesehatan baik itu
puskesmas dan rumah sakit dengan masyarakat umum.
Informasi rujukan kegawatdaruratan dikirim oleh petugas
pelayanan kesehatan yang sudah terdaftar pada database aplikasi
SIJARI-EMAS melalui web, aplikasi mobile seperti android, blackberry,
iPhone, dan lainnya, SMS dan telepon (suara). Berikut format SMS
rujukan SIJARI-EMAS:

r#kodeRS#namaibu#umur#suami#asuransi#golongan
darah#tranportasi#di agnosa#tindakanprarujukan

Kesalahan yang sering terjadi dalam proses rujukan SIJARI-


EMAS adalah kesalahan dalam format SMS dan kode rumah sakit
sehingga data yang ditampilkan di SIJARI-EMAS tidak sesuai dengan
perujuk. Penggunaan format dan kode rumah sakit yang benar sangat
penting untuk proses rujukan SIJARI-EMAS untuk mempercepat
proses, meminimalisir kesalahan data, dan tujuan rujukan SIJARI-
EMAS.
SIJARI-EMAS merupakan sebuah alat (tool) untuk meningkatkan
komunikasi dan koordinasi rujukan dalam sebuah jejaring rujukan.

99
SIJARI-EMAS telah membantu meningkatkan jumlah pasien yang
mendapatkan layanan kesehatan berkualitas. Sejak Oktober 2014
hingga September 2015, SIJARI-EMAS telah memfasilitasi 33.052
kasus maternal dan neonatal. Secara garis besar fitur SIJARI-EMAS
dapat dibedakan menjadi 3 bagian besar yaitu:
a. Pra-Persalinan
b. Persalinan
c. Pascapersalinan

“Call Center SIJARI-EMAS” adalah inovasi yang menempatkan


Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang di jajaran Top 99. Inovasi ini
merupakan sebuah program terintegrasi yang menempatkan sejumlah
bidan untuk melakukan penjagaan selama 24 jam di Call Center. Selain
memantau sistem rujukan kegawatdaruratan maternal, Call Center
juga melayani tanya jawab seputar informasi kesehatan kehamilan.
Dengan adanya call center dalam sistem SIJARI-EMAS lalu lintas
rujukan dapat diatur selama 24 jam yang dipusatkan di kantor Dinas
Kesehatan, dengan petugas jaga 2 orang bidan setiap shift dan dijaga
selama 3 shift.
Dinas Kesehatan Karawang mendapat dukungan pemerintah
daerah yang telah menjamin dan menyediakan anggaran pendamping,
sehingga program SIJARI-EMAS ini dapat berjalan baik di Kabupaten
Karawang. Sebanyak 18 rumah sakit swasta bergabung ke dalam
program ini. Rumah sakit swasta merasa dibantu Dinas Kesehatan
karena mereka mendapat pasien dari rujukan Dinas Kesehatan.
Sejak diimplementasikan hingga tahun 2015 SIJARI-EMAS milik
Kabupaten Karawang berhasil masuk dalam Top 99 Inovasi Pelayanan
Publik pada Tahun 2015. Selain itu, program SIJARI-EMAS Pemerintah
Kabupaten Karawang juga diapresiasi oleh pemerintah Italia yang akan
memberikan bantuan dana setelah masa perjanjian Pemerintah
Indonesia dan USAID berakhir di tahun 2015. Bupati Karawang
kemudian diundang untuk mempresentasikan program SIJARI-EMAS
milik kabupaten Karawang dalam acara The 11th International 2016
Kangooro Mother Care Congress and Workshop di Italia. Prestasi
SIJARI-EMAS di Kabupaten Karawang adalah:
1. Tahun 2015: Masuk Top 99 Inovasi Pelayanan Publik dengan judul
“Call Center SIJARIEMAS Karawang”, dan

100
2. Tahun 2016: Bupati Karawang diundang presentasi di The 11th
International 2016 Kangooro Mother Care Congress and Workshop di
Trieste, Italia.

Inovasi Kebijakan Pelayanan Publik Bidang Lingkungan: Kelola


Sampah Hasilkan Berkah
“Kelola Sampah Hasilkan Berkah” adalah salah satu inovasi
dalam pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh Kabupaten
Bojonegoro dalam upaya pengelolaan sampah di wilayahnya.
Kabupaten Bojonegoro saat ini dikenal sebagai salah satu penghasil
minyak di Indonesia. Selain penghasil minyak, Bojonegoro juga dikenal
sebagai lumbung pangan nasional. Seiring dengan peningkatan taraf
ekonomi warga Bojonegoro, terjadi pula perubahan gaya dan pola
hidup. Hal ini dapat dilihat dari pembangunan fasilitas-fasilitas
penunjang perekonomian. Seperti pembangunan pasar modern dan
pasar tradisional maupun swalayan yang jumlahnya tidak dapat
diprediksi secara pasti. Namun yang pasti, perubahan tersebut
berdampak pula pada meningkatnya volume sampah di Bojonegoro.
Kabupaten Bojonegoro lokasinya relatif terbatas dan jauh, sehingga
untuk menampung sampah dari seluruh wilayah Kabupaten
Bojonegoro tidak memungkinkan. Oleh karena itu, sangat banyak
sampah yang belum tertangani secara baik dan benar di wilayah
Kabupaten Bojonegoro. Apabila tidak tertangani secara dini,
dampaknya akan lebih sistemik, seperti polusi lingkungan hidup,
kesehatan, dan lain-lain.
Permasalahan-permasalahan yang terjadi di TPA tersebut antara
lain: biaya pembuatan dan pelebaran TPA yang cukup mahal, lahan
TPA yang semakin tidak muat menampung beban sampah yang
volumenya meningkat dari tahun ke tahun, penyakit yang ditimbulkan
dari adanya TPA, lahan yang sempit mengakibatkan TPA cepat penuh,
adanya komplain dari warga sekitar TPA yang mendapatkan dampak
polusi udara (bau) sehingga terjadi konflik, perkembangbiakan
binatang jorok dan merugikan seperti lalat sangat meningkat, serta
aktivitas pemulungan yang minim di sekitar TPA.
Berdasarkan bagan 1 tersebut dapat diketahui bahwa sistem
pengelolaan TPA sebelum berjalannya program ini adalah open
dumping/konvensional, sampah dibuang begitu saja dalam lahan

101
terbatas tanpa diolah maupun dipulung. Sedangkan keluhan-keluhan
selalu hadir dari warga kepada Dinas Kebersihan dan Pertamanan
karena dampak polusi udara (bau) bagi warga sekitar sangatlah
merugikan dan menimbulkan konflik.

Dari permasalahan tersebut muncullah spirit Menyelesaikan


Masalah dan Melahirkan Berkah. Dimulai dengan pembangunan
Sanitary Landfill di TPA Banjarsari Bojonegoro yang kemudian lahirlah
Inovasi-inovasi baru untuk memaksimalkan Sanitary Landfill di
antaranya dengan Pemanfaatan Tangkapan Gas Methane yang
digunakan sebagai Bahan Bakar Gas pengganti LPG dan Pembuatan
Pupuk Kompos Bojonegoro (KOMBO) yang sangat diminati masyarakat.
Adapun langkah-langkah konkret yang telah dilaksanakan oleh
DKP Kabupaten Bojonegoro dalam menangani permasalahan
persampahan antara lain:
1. Membangun TPA dengan menggunakan System Sanitary Landfill,
2. Mengembangkan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu 3R untuk
mengatasi sampah dengan skala komunal, dan
3. Mengembangkan pengelolaan Sampah 3R (Reduce, Reuse, Recylce)
berbasis masyarakat untuk mengurangi jumlah timbulan sampah
langsung dari sumbernya.
Ketiga strategi tersebut telah dilakukan secara beriringan oleh DKP
Kabupaten Bojonegoro dengan program atau kegiatan yang
mendukung strategi penanganan persampahan yang ada di Kabupaten
Bojonegoro. Selain itu juga didukung dengan berbagai inovasi-inovasi
yang dilakukan oleh DKP Kabupaten Bojonegoro guna mempercepat
proses pengelolaan sampah yang sesuai dengan amanat Undang-
Undang Nomor 18 Tahun2008 tentang Pengelolaan Sampah. Inovasi-
inovasi yang dihasilkan antaralain: BBM berbahan dasar sampah yang
dibentuk dari perubahan sampah plastik menjadi solar; produksi
KOMBO (Kompos Bojonegoro) dari sampah organik; Bank Sampah yang
melibatkan warga dalam upaya pengumpulan sampah, serta;
pemanfaatan gas metana yang dapat menghidupi kehidupan ±40
Kepala Keluarga di kawasan sekitar TPA.
Inovasi lain adalah dengan Pemberdayaan Pemulung yang ada di
TPA Banjarsari Bojonegoro untuk meningkatkan pendapatan mereka,
salah satunya dengan menjadikan pemulung sebagai anggota Bank
Sampah “Patrol 21” binaan DKP Bojonegoro. Untuk Inovasi yang
terakhir sebagai unggulan DKP Bojonegoro adalah pengembangan
Reaktor Pirolisis yaitu mesin sederhana yang mengolah sampah plastik

102
menjadi BBM alternatif pengganti Solar serta bensin dan minyak tanah
yang bahan bakarnya juga dari tangkapan gas methane.
Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh DKP Kabupaten
Bojonegoro ini memiliki dua hal, yakni (1) mengolah sampah
menjadi produk pupuk kompos, dan (2) gas buang atau gas metan
dari aktivitas di tempat pembuangan sampah diolah menjadi gas
metan yang dimanfaatkan oleh warga sekitar menjadi bio gas.
Sampah yang semula dianggap sebagai barang yang kotor dan
menjijikkan sekarang dapat berubah menjadi berkah bagi
masyarakat. Berangkat dari pemikiran bahwa sampah
menimbulkan penyakit, merusak lingkungan, dan menimbulkan
masalah sosial, maka sampah dikelola menjadi gas methane, bahan
bakar, dan pupuk oleh Pemkab Bojonegoro.Masuknya Inovasi
‘Kelola Sampah Hasilkan Berkah’ dalam Top 35 Inovasi Pelayanan
Publik Tahun 2016 yang diusung oleh Dinas Kebersihan dan
Pertamanan (DKP) Kabupaten Bojonegoro nampaknya menarik
minat berbagai kalangan untuk mengetahui lebih banyak tentang
inovasi tersebut serta implementasinya di lapangan.

Berikut beberapa penghargaan yang diraih oleh Pemkab


Bojonegoro terkait program “Kelola Sampah Hasilkan Berkah”:
1. Tahun 2015: Top 99 dan Top 35 Inovasi Pelayanan Publik,
2. Mewakili Indonesia mengikuti ajang United Nations Public Service
Award (UNPSA) yang di gelar oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB).

Inovasi Kebijakan Pelayanan Publik Bidang Pelayanan


Administrasit: Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan
(PATEN)
Kecamatan adalah salah satu unit organisasi pemerintah daerah
yang mempunyai kedudukan strategis karena berada di garis depan
(front line) yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Kementerian
Dalam Negeri telah menerbitkan Peraturan Mendagri No 4 Tahun 2010
tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN),
yang kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Mendagri No 238-
270 tentang Petunjuk Teknis Pedoman Pelayanan Administrasi
Terpadu Kecamatan. PATEN merupakan sebuah inovasi sederhana,
yaitu pelimpahan sebagian urusan otonomi daerah yang dilaksanakan
oleh bupati atau walikota (yang dilaksanakan oleh dinas/ badan)
kepada kecamatan. Penyelenggaraan PATEN dimaksudkan untuk
menjadikan kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat dan
menjadi ”simpul pelayanan” dari SKPD tingkat kabupaten. Sesuai
dengan tujuan PATEN yakni dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan dengan konsep close to the customers, mendekatkan

103
pelayanan kepada masyarakat, maka bila dilihat dari aspek biaya akan
lebih efisien serta jangka waktu penyelesaian akan lebih cepat.
Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) sangat
penting diterapkan di daerah karena beberapa faktor berikut:

1. Jangkauan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat menjadi


semakin dekat, sehingga mempermudah masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan secara cepat dan mudah,
2. Memperkuat optimalisasi tugas pokok dan fungsi Kecamatan
sebagai simpul pelayanan, dan
3. Memperkuat eksistensi badan/kantor/dinas pelayanan terpadu
satu pintu untuk mendukung iklim investasi.

Penyelenggaraan PATEN bertujuan untuk meningkatkan kualitas


pelayanan dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.
Peningkatan kualitas pelayanan utamanya terlihat dari aspek waktu
dan biaya pelayanan. Diselenggarakannya PATEN membuat lokasi
kecamatan jelas menjadi lebih dekat, relatif mudah di jangkau
masyarakat jika dibandingkan dengan (ibukota) kabupaten, dan waktu
yang diperlukan juga menjadi lebih sedikit.Kecamatan dapat
menyelenggarakan PATEN apabila telah memenuhi sejumlah
persyaratan diantaranya persyaratan substantif, administratif, dan
teknis. Bila ketiga persyaratan tersebut telah dipenuhi, maka
kecamatan dapat menyelenggarakan PATEN. Berikut ini ketiga syarat
tersebut:
Persyaratan substantif:persyaratan utama untuk menyelenggarakan
PATEN adalah persyaratan substantif yaitu adanya pendelegasian
atau pelimpahan sebagian wewenang bupati kepada camat.
Wewenang yang dilimpahkan meliputi bidang perizinan dan
nonperizinan. Hal ini diperjelas dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan pada Pasal 15 ayat (2)
yang menyatakan selain tugas umum pemerintahan, camat dapat
melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh
bupati.
Persyaratan administratif: persyaratan berikutnya dalam upaya
menyelenggarakan PATEN adalah syarat administratif yaitu berupa
standar pelayanan dan uraian tugas personil kecamatan. Standar
pelayanan adalah tolok ukur yang digunakan sebagai pedoman
dalam menyelenggarakan PATEN dan acuan penilaian kualitas

104
PATEN sebagai penyelenggara/pemberi layanan berkualitas, cepat,
mudah, terjangkau, dan terukur.
Persyaratan teknis: persyaratan lainnya untuk penyelenggaraan
PATEN adalah persyaratan teknis yang meliputi sarana prasarana
dan pelaksana teknis PATEN. Sarana dan prasarana PATEN dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Tempat piket: tempat ini biasanya berupa meja yang berada di
bagian depan atau bagian yang mudah terlihat dari kantor
kecamatan.
b. Loket/meja pendaftaran: setiap kecamatan dapat memilih
untuk menyelenggarakan PATEN dengan menggunakan meja
atau loket yang disesuaikan dengan kondisi dan sarana yang
tersedia.
c. Tampat pemrosesan berkas: di tempat ini berkas permohonan
dan persyaratannya dipelajari dan dilakukan validasi oleh
kepala seksi pelayanan atau seksi yang membidangi pelayanan.
Setelah dilakukan validasi, berkas dilanjutkan ke tempat
pengolahan data dan informasi.
d. Tempat pengolahan data dan informasi: berkas yang sudah
divalidasi ini oleh petugas operator komputer kemudian dicetak
sesuai dengan format dokumennya dan diberikan penomoran.
e. Tempat proses finansial: dokumen yang sudah dicetak dan
diberi nomor kemudian dikirim kembali ke kepala seksi
pelayanan untuk dikoreksi dan diparaf. Kemudian selanjutnya
dokumen diberikan ke sekretaris kecamatan (sekcam). Sekcam
kemudian melakukan pemeriksaan akhir dan memberikan
paraf persetujuan. Selanjutnya dokumen diserahkan kepada
Camat untuk ditandatangani.
f. Ruang tunggu: selama dokumen yang diajukan diproses, warga
dapat menunggu di ruang tunggu. Ruang tunggu sebaiknya
memiliki kursi dan perlengkapan lainnya.
g. Tempat penyerahan dokumen: setelah dokumen
ditandatangani, maka dokumen dikirimkan ke tempat
penyerahan dokumen untuk selanjutnya diserahkan ke warga.
Tempat pembayaran: apabila dokumen yang dimaksud
memerlukan biaya atau tarif pelayanan, maka warga dapat
membayarkan biaya di tempat pembayaran sesuai dengan
jumlah yang sudah ditentukan standarnya.
h. Tempat penanganan pengaduan: jika dalam proses pelayanan
tersebut warga merasa tidak puas atas pelayanan yang
diberikan oleh petugas PATEN, warga dapat menyampaikan
pengaduannya baik secara lisan maupun tertulis.

105
i. Perangkat pendukung lainnya: salah satu perangkat pendukung
yang penting dalam PATEN adalah sistem informasi yang
memudahkan warga untuk mengetahui semua informasi di
kecamatan. Berbagai informasi tersebut dapat berbentuk papan
informasi, brosur, leaflet, atau spanduk.

Jawa Timur menjadi salah satu provinsi terbaik yang


menjalankan PATEN di Indonesia. Pengakuan tersebut dibuktikan
melalui penghargaan yang diberikan oleh Kementerian Dalam Negeri
kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur di aula Sasana Bhakti Praja
Kemendagri, Jakarta pada tahun 2015. Pemprov Jatim dianggap
berhasil mewujudkan dan mengimplementasikan sistem PATEN yang
baik kepada masyarakat.
Salah satu kecamatan terbaik penyelenggara PATEN di Jawa Timur
adalah Kecamatan Sukodono di Kabupaten Sidoarjo. Kecamatan ini
menjadi wakil Kabupaten Sidoarjo dalam Kompetisi Inovasi Pelayanan
Publik Provinsi Jawa Timur Tahun 2015 dan kemudian memenangkan
kompetisi tersebut dan mendapatkan penghargaan. Hal ini
dikarenakan kecamatan Sukodono banyak membuat inovasi dengan
mema nfaatka n IT (Infor mation Technology) dalamimplementasi
PATEN.Pemanfaatan IT dalam pelaksanaan PATEN didukung dengan
penyediaan jaringan internet dan intranet di seluruh desa di
Kecamatan Sukodono. Penyediaan jaringan internet tersebut
bertujuan untuk memberikan pelayanan administrasi yang lebih
mudah, cepat, dan efisien.
Salah satu kegiatan pemanfaatan IT dalam implementasi PATEN
adalah penggunaan aplikasi Berkas Mlaku Dewe (BMW). BMW
membuat masyarakat di Kecamatan Sukodono tidak perlu jauh-jauh
mendatangi kecamatan untuk mendapatkan pelayanan, karena
pelayanan administrasi dapat dilakukan di desa masing-masing. Pihak
desa cukup melakukan input data dan kecamatan akan
memprosesnya. Berkas yang diajukan akan masuk dalam notifikasi
handphone camat atau petugas berwenang yang menandatangani
berkas terbut. Setelah petugas berwenang memverifikasi berkas dan
memastikan tidak ada kesalahan, petugas hanya perlu menekan
tombol persetujuan dan saat itu juga tercetak berkas lengkap dengan
cap stempel dan tanda tangan.
Dengan pelayanan administrasi tersebut, pada tahun 2013,
Kecamatan Sukodono sudah mengurangi kertas dalam urusan
administrasi. Istilah “Berkas Mlaku Dewe (BMW)” bukan berarti berkas

106
diantar oleh petugas ke rumah warga. Namun, dengan menggunakan
jaringan internet, surat administrasi tersebut dikirim ke kelurahan.
Warga tinggal mengambilnya di kantor desa. Keabsahan tanda tangan
dan stempel elektronik yang ada di surat tidak dipermasalahkan. Hal
ini dikarenakan ada tiga tipe pelayanan yang disediakan BMW. Tipe A
adalah berkas yang selesai di desa, contohnya pengurusan surat nikah.
Kemudian tipe B adalah berkas yang membutuhkan persetujuan camat
seperti pembuatan SKCK, surat pindah datang, dan pengantar
pembuatan KTP. Untuk tipe C, pelayanan pembayaran izin mendirikan
bangunan (IMB).
Mengapa dikatakan berkas jalan sendiri? Karena sistem kerja
pada aplikasi ini, berkas dari desa dikirimkan ke kecamatan lewat
aplikasi. Berkas tersebut diterima oleh petugas kecamatan untuk dicek
kelengkapannya. Jika berkas dinyatakan lengkap, maka akan
dikirimkan ke pimpinan kecamatan untuk distempel dan tanda tangan
elektronik. Fitur tanda tangan dan stempel elektronik ini menggunakan
sistem barcode yang berbeda untuk setiap layanan administrasi.
Masyarakat dapat memonitor berkas layanan secara real time, serta
pemberitahuan pengambilan hasil layanan akan dikirimkan langsung
ke nomor handphone pemohon. Artinya, masyarakat tidak perlu bolak-
balik ke kantor desa ataupun kecamatan untuk mengecek berkasnya.
Aplikasi BMW “Berkas Mlaku Dewe” (baca: berkas jalan sendiri)
yang diterapkan di Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo ini
merupakan terapan dari Program PATEN (Pelayanan Administrasi
Terpadu Kecamatan Sukodono) dengan memanfaatkan teknologi
informasi (IT). Aplikasi yang memanfaatkan jaringan internet ini
digunakan untuk menyederhanakan dan memudahkan pelayanan yang
terintregasi dengan 19 desa di Kecamatan Sukodono. Pelayanan
dilakukan secara mobile, berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK),
tersimpan dan terpusat di server kecamatan. Pengurusan administrasi
seperti pembuatan surat kelahiran/kematian, surat pengantar
KTP/KK, surat domisili, bahkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dapat
memanfaatkan aplikasi ini.
Inovasi inilah yang mengantarkan kecamatan Sukodono
Kabupaten Sidoarjo mendapatkan penghargaan terbaik dalam
Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Provinsi Jawa Timur Tahun 2015.

107
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, S. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang:


UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.
Agung, K. 2005. Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta:
Pembaharuan. Agut, S., dan Grau, R. 2002. Managerial Competency
Needs and Training Requests: The Case of the Spanish Tourist
Industry.Human Resource Development Quarterly
Alwi, Hasan, dkk. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.
Jakarta:
Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Denhardt, JV., dan Robert B. Denhardt. 2007. The New Public Service:
Serving Not Steering (Expanded Edition). New York: M.E.Sharpe, Armonk.
Dunn, WN. 1995. Understanding Public Policy. New Jersey: Prentice
Hall. Dunn, WN. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi
Kedua. Penerjemah
Samodra Wibawa, Diah Asitadani, dan Erwan Agus Purwanto,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Dwiyanto, A. 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan
Publik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Echols, JM., dan Shadily, H. 2000. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Faisal, S. 1981. Penelitian Kualitatif: Dasar dan Aplikasi. Malang: YA3.
Furchan, A. 2007. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik no. 63 tahun 2003.
Khun, TS. 1993. Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains. Jakarta:
Remaja Rosda Karya.
Kuhlinger, GP., dan Friedel, J. 2012. Soft Skills. Deutschland: Haufe
Lexware GmBh.
Kuratko, D., dan Hodgetts, R. 2007. Enterpreneurship Theory, Process
and Practice, seventh edition. Canada: Thomson South-Western.
Kusmana, S. 2010. Manajemen Inovasi Pendidikan. Ciamis: Pasca
Sarjana.
Lembaga Administrasi Negara (LAN). 2004. Pola Pikir Aparatur Sipil
Negara.
Jakarta: Bagian Humas dan Publikasi.

108
Lembaga Administrasi Negara (LAN). 2007. Dimensi Pelayanan Publik
Dan Tantangannya dalam Administrasi Negara (Publik) Di
Indonesia. Jakarta: Bagian Humas dan Publikasi.
Lembaga Administrasi Negara (LAN). 2009. Standar Pelayanan Publik,
Edisi Revisi Cetakan 1. Jakarta: Bagian Humas dan Publikasi.
Lembaga Administrasi Negara. 1997. Sistem Administrasi Negara RI
Jilid I edisi ketiga. Jakarta: Gunung Agung.
Luthfi, JK., dan Najib, M. (ed.). 2008. Paradigma Kebijakan Pelayanan
Publik.
Malang: In-Trans Publishing.
Mahmudi. 2005. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: BPFE.
Moleong, LJ. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya.
Mustopadidjaja AR. 2003. Manajemen Proses Kebijakan Publik,
Formulasi, Implementasi dan Evaluasi Kinerja. Lembaga
Administrasi Negara, Republik Indonesia. Jakarta: Duta Pertiwi
Foundation.
Napitupulu, P. 2007. Pelayanan Publik dan Customer Satisfaction.
Bandung:
PT. Alumni.
Nasution, MN. 2004. Manajemen Jasa Terpadu. Jakarta: PT Ghalia
Indonesia.
Ndraha, T. 2010. Metodologi Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurcholis, H. 2005. Teori dan Praktik: Pemerintahan dan Otonomi Daerah.
Jakarta: Grasindo.
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara. 2012. Peraturan Kepala
Badan Kepegawaian Negara tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Calon PNS no. 9 tahun 2012.
Peraturan Menteri. 2014. Peraturan Menteri Pemberdayaan dan
Aparatur Negara tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat
Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik no.16 tahun 2014.
Perda Propinsi Jawa Timur. 2005. Perda Propinsi Jawa Timur tentang
Pelayanan Publik nomor 11 tahun 2005.
Perry, JL., dan Lois, W. 1990. The Motivational Bases of Public Service.
Public Administration Review, vol. 50, no.3, pp. 367–73.
Rasyid, MR. 2000. Makna Pemerintahan – Tinjauan dari segi Etika dan
Kepemimpinan. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya.
Ratminto dan Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan: Pengembangan
Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charer dan Standar
Pelayanan Minimal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sinambela, LP. 2006. Reformasi Pelayanan Publik (Teori, Kebijakan, dan
Implementasi). Jakarta: Bumi Aksara.

109
Soekartawi. 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Suharno. 2010. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Yogyakarta: UNY Press.
Sumardi, S. 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suryani, T. 2008. Perilaku Konsumen: Implikasi Pada Strategi Pemasaran.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suwarno, Y. 2008. Inovasi di Sektor Publik. Jakarta: STIA LAN.
Taufik, T. 2008. Governance dan Pembangunan Daerah, diakses dari
http:// tatang taufik. blogspot.com/2008 _10_ 01_ archive.html
pada tanggal 11 januari 2017.
Republik Indonesia. Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi
Publik.UU no.14 tahun 2008.
Republik Indonesia. Undang-Undang tentang Pelayanan Publik. UU no.
25 tahun 2009.
Republik Indonesia. Undang-undang tentang Aparatur Sipil Negara. UU
no.5 tahun 2014.
Winarno, B. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Med
Press (Anggota IKAPI).
Yuliani, S. 2007. New Public Sevice: Mewujudkan Birokrasi yang Pro
Citizen. Spirit Publik – Jurnal Ilmu Administrasi Negara FISIP
UNS, vol. 3, no.1.
.

110

Anda mungkin juga menyukai