Inovasi Kebijakan Pelayanan Publik
Inovasi Kebijakan Pelayanan Publik
Pelayanan Publik
di Indonesia
M.GILANG PRIMANA
11970514692
KATA PENGANTAR
1
Alhamdulillah, tiada henti-hentinya syukur kehadirat Allah SWT,
karena atas nikmat dan karunia Nya akhirnya buku dengan judul
“Inovasi Kebijakan Pelayanan Publik di Indonesia” ini telah dapat
terselesaikan.
Buku ini membahas tentang berbagai inovasi kebijakan
pelayanan publik yang telah dibuat oleh policy maker di Indonesia.
Pokok bahasannya adalah tentang berbagai inovasi kebijakan
pelayanan publik di Indonesia yang kemudian diikuti dengan best
practice pelaksanaan inovasi pelayanan publik di Indonesia.
Diawali Bab I dengan pembahasan tentang inovasi kebijakan
pada bab pertama yang mengulas tentang perlunya policy maker
membuat kebijakan yang inovatif di era global dan dinamis saat ini.
Kebijakan inovatif di bidang pelayanan publik juga merupakan respons
pemerintah terhadap berbagai tuntutan kualitas pelayanan terhadap
masyarakat.
Bab II membahas tentang pelayanan publik mulai dari pelayanan
barang dan jasa, jenis pelayanan publik, pola pelayanan publik, dan
bentuk pelayanan publik. Selain itu dibahas pula pedoman umum
pelayanan publik di Indonesia.
Bab III membahas tentang paradigma pelayanan publik. Bab ini
fokus pada pembahasan tentang pergeseran cara pandang terhadap
pelayanan publik mulai dari Old Public Administration (OPA); New
Public Management (NPM); dan New Public Service (NPS).
Bab IV membahas tentang kedudukan masyarakat dalam
pelayanan publik. Pada bab ini diulas tentang cara pandang aparat
sebagai penyelenggara pelayanan terhadap masyarakat sebagai
pengguna pelayanan dalam praktek pelayanan publik. Pembahasan
tentang hal tersebut menggunakan 7 prinsip pelayanan dari Denhardt
yaitu service citizents, not customers; seek the publicintersest; value
citizenships over entrepeneuership; think strategically, act
democratically; recoqnize that accountability is not simple; serve rather
than steer; and value people, not just productivity.
Bab V membahas tentang inovasi kebijakan pelayanan publik di
Indonesia. Pada bab ini dibahas contoh inovasi kebijakan pelayanan
antara lain inovasi kebijakan publik yang akan dibahas dalam bab ini
antara lain:
(1) UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; (2)
UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; (3) Permen
2
PANRB Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan
Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik; dan (4)
Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik “Top 99” yang diselenggarakan oleh
Kementerian PANRB.
Bab VI membahas tentang inovasi kebijakan pelayanan publik di
Indonesia. Pembahasan pada bab ini dengan menguraikan beberapa
contoh inovasi pelayanan publik yang banyak mendapatkan
penghargaan sehingga layak dijadikan sebagai best practice. Inovasi
pelayanan tersebut antara lain inovasi pelayanan bidang keterbukaan
informasi (media center), bidang perizinan (Surabaya Single
Window/SSW), bidang kesehatan maternal dan neonatal (Expanding
Maternal and Neonatal Survival/EMAS), bidang lingkungan (Kelola
Sampah Hasilkan Berkah), dan bidang pelayanan administrasi
(Kecamatan PATEN).
Buku ini sangat bermanfaat bagi pembaca yang sedang
mempelajari dan berminat pada bidang kajian berbagai inovasi
kebijakan pelayanan publik di Indonesia. Berbagai kalangan yang ingin
melihat berbagai perubahan kebutuhan masyarakat yang menuntut
pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan di bidang
pelayanan publik dan melakukan inovasi penyelenggaraan pelayanan
kepada masyarakat sangat bermanfaat pula membaca buku ini.
Terakhir, semoga buku ini banyak bermanfaat dan dapat
memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu. Saran dan masukan
sangat kami harapkan agar dapat digunakan untuk perbaikan di masa
depan.
Penulis
DAFTAR ISI
3
KATA PENGANTAR..........................................................................................2
DAFTAR ISI .....................................................................................4
Bab 1 INOVASI KEBIJAKAN
Pengertian Inovasi...........................................................................7
Adopsi Inovasi...................................................................................8
Inovasi dan Kebijakan Publik......................................................12
4
Menyadari Bahwa Akuntabilitas Bukan Hal
Sederhana (Recognize that Accountability is not Simple)...59
Akuntabilitas dalam the Old Public
Administration (OPA)..............................................................59
Akuntabilitas dalam the New Public
Management (NPM).................................................................60
Akuntabilitas dalam the New Public Service (NPS)......60
Melayani Daripada Mengarahkan (Serve Rather
than Steer)....................................................................................... 61
The Old Public Administrasion dan Manajemen
Eksekutif....................................................................................62
The New Public Management dan Kewirausahaan.......62
The New Public Service dan Kepemimpinan...................63
Nilai-Nilai Kepemimpinan Bersama..................................63
Kepemimpinan Bersama......................................................64
Pelayan, Bukan Pemilik........................................................64
Menghargai Manusia, Bukan Sekadar Produktivitas
(Value People, Not Just Productivity)................................. 65
The Old Public Administration (OPA) Menggunakan
Kontrol untuk Mencapai Efisiensi.................................... 65
The New Public Management: Menggunakan Insentif untuk
Mencapai Produktivitas........................................................66
The New Public Service: Menghormati Pelayanan
Publik Ideal ............................................................................. 66
5
Administrasit: Pelayanan Administrasi Terpadu
Kecamatan (PATEN)....................................................................103
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................108
1 INOVASI KEBIJAKAN
6
PENGERTIAN INOVASI
Pengertian inovasi secara etimologi berasal dari kata innovation
yang berarti “pembaharuan; perubahan (secara) baru”. Di dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, inovasi adalah “pemasukan atau
pengenalan hal-hal yang baru; pembaharuan” serta “penemuan baru
yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah atau yang sudah
dikenal sebelumnya (gagasan, metode, atau alat)”. Inovasi sering
dipahami sebagai penemuan, akan tetapi inovasi memiliki makna yang
berbeda dari penemuan dalam arti discovery maupun invention.
Penemuan dalam arti discovery bermakna penemuan sesuatu dimana
sesuatu itu telah ada sebelumnya tetapi belum dapat diketahui orang,
seperti penemuan benua Amerika. Faktanya sejak dahulu benua
Amerika memang sudah ada, namun baru ditemukan oleh Columbus
pada tahun 1492. Sedangkan penemuan dalam arti invention adalah
penemuan yang benar-benar baru dari hasil kreasi manusia seperti
teori demand supply, model busana dan lain sebagainya. Sementara itu
inovasi adalah suatu ide, produk, metode, dan seterusnya yang dirasa
sebagai sesuatu hal yang baru baik berupa hasil dari discovery
maupun invention yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan tertentu.
Pengertian inovasi menur ut Kusmana , Inovasi adalah suatu
hasil penciptaan sesuatu yang dianggap baru yang dimaksudkan
untuk mengatasi masalah, baik berupa ide, barang, kejadian, metode
dan sebagainya yang dilakukan oleh seseorang/kelompok. Rogers dan
Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa inovasi sebagai ide-ide baru,
praktik- praktik baru, atau objek-objek yang dapat dirasakan sebagai
sesuatu yang baru dari individu atau masyarakat sasaran. Pengertian
dari inovasi tidak terbatas pada benda atau barang hasil produksi,
akan tetapi juga mencakup ideologi, kepercayaan, sikap hidup,
informasi, perilaku, atau gerakan menuju proses perubahan dalam tata
kehidupan masyarakat. Menurut Suryani, inovasi jika dilihat dalam
konsep lebih luas sebenarnya tidak hanya terbatas pada produk.
Inovasi dapat berupa ide, cara- ng baru. Inovasi juga sering digunakan
untuk merujuk pada perubahan yang dirasakan/dialami oleh
masyarakat sebagai hal yang baru. Yogi menjelaskan bahwa inovasi
biasanya berkaitan erat dengan lingkungan yang memiliki karakteristik
dinamis dan berkembang. Inovasi memiliki pengertian yang sangat
beragam, dan berasal dari banyak perspektif. Menurut Rogers inovasi
7
adalah sebuah ide, praktik, atau objek yang dioperasikan oleh individu
sebagai sesuatu yang baru. “Baru” dalam pengertian ini tidak hanya
semata-mata dalam ukuran waktu sejak ditemukannya atau pertama
kali digunakannya inovasi tersebut. Hal penting dari inovasi adalah
kebaruan dalam persepsi, atau kebaruan subjektif dari hal yang
dimaksud bagi seseorang, yang menentukan reaksinya terhadap
adanya inovasi tersebut. Dengan demikian, apabila sesuatu dipandang
sebagai hal baru bagi seseorang, maka hal itu merupakan inovasi.
Dari berbagai pendapat tentang inovasi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa inovasi adalah suatu ide, praktik, atau objek yang
disadari dan diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau
kelompok untuk diadopsi.
ADOPSI INOVASI
Proses adopsi inovasi adalah suatu proses yang menyangkut
proses pengambilan keputusan yang dipengaruhi oleh banyak faktor.
Rogers dan Shoemaker (1971) memberikan definisi mengenai proses
8
pengambilan keputusan untuk melakukan adopsi inovasi: the mental
process of an innovation to a decision to adopt or to reject and to
confirmation of this decision (keputusan untuk menerima atau
menolak sebuah inovasi dan konfirmasi tentang keputusan tersebut
merupakan suatu proses mental). Dengan kata lain, proses adopsi
inovasi membutuhkan sikap mental serta konfirmasi dari setiap
keputusan yang diambil oleh seseorang sebagai adopter.
Soekartawi (2005) menjelaskan bahwa adopsi inovasi merupakan
sebuah proses pengubahan sosial dengan adanya penemuan baru yang
dikomunikasikan kepada pihak lain, kemudian diadopsi oleh
masyarakat atau sistem sosial. Inovasi adalah suatu ide yang dianggap
baru oleh individu, ide tersebut dapat berupa teknologi baru, cara
organisasi baru, cara pemasaran hasil pertanian baru, dan lain
sebagainya. Proses adopsi merupakan proses yang terjadi sejak
pertama kali seseorang mendengar hal baru sampai orang tersebut
mengadopsi (menerima, menerapkan, menggunakan) hal baru tersebut.
Penerimaan atau penolakanterhadap suatu inovasi adalah keputusan
yang dibuat seseorang/individu dalam menerima adanya suatu inovasi.
Menurut Rogers (1983), proses pengambilan keputusan inovasiadalah
proses mental di mana seseorang/individu berlalu dari pengetahuan
pertama mengenai suatu inovasi dengan membentuk
9
5. Tahap Adoption (Adopsi), yaitu tahap seseorang memastikan atau
mengkonfirmasikan putusan yang diambilnya sehingga ia mulai
mengadopsi perilaku baru tersebut.
Berdasarkan pengalaman di lapangan ternyata proses adopsi
tidak segera berhenti setelah suatu inovasi diterima atau ditolak.
Kondisi tersebut akan berubah lagi sebagai akibat dari pengaruh
lingkungan penerima adopsi. Oleh karena itu, Rogers (1983) merevisi
kembali teorinya tentang keputusan inovasi yaitu: knowledge
(pengetahuan),persuasion(persuasi),decision(keputusan),implementation
(pelaksanaan), dan confirmation (konfirmasi) sebagai berikut:
1. Tahap pengetahuan (knowledge); pada tahap ini, seseorang masih
belum memiliki informasi mengenai inovasi yang baru. Untuk itu
informasi tentang inovasi yang baru harus disampaikan melalui
berbagai saluran komunikasi yang ada, juga dapat melalui media
elektronik, media cetak, maupun komunikasi interpersonal di
antara masyarakat. Tahapan ini juga dipengaruhi oleh beberapa
karakteristik dalam pengambilan keputusan seperti karakteristik
sosial-ekonomi, nilai-nilai pribadi, dan pola komunikasi.
2. Tahap persuasi (persuasion); pada tahap ini individu tertarik pada
inovasi dan aktif mencari informasi/detail tentang inovasi. Tahap
kedua lebih banyak terjadi dalam tingkat pemikiran calon
pengguna. Inovasi yang dimaksud berkaitan dengan karakteristik
inovasi seperti kelebihan, inovasi, tingkat keserasian, kompleksitas,
dapat dicoba, dan dapat dilihat.
3. Tahap pengambilan keputusan (decision); pada tahap ini individu
mengambil konsep inovasi dan menimbang keuntungan/kerugian
jika menggunakan inovasi dan memutuskan apakah akan
mengadopsi atau menolak inovasi tersebut.
4. Tahap implementasi (implementation); pada tahap ini
mempekerjakan individu untuk inovasi yang berbeda-beda
tergantung pada situasi. Selama tahap ini individu menentukan
kegunaan dari inovasi serta dapat mencari informasi lebih lanjut
tentang hal itu.
5. Tahap konfirmasi (confirmation); setelah seseorang membuat sebuah
keputusan, seseorang kemudian akan mencari pembenaran atas
keputusan mereka. Tidak menutup kemungkinan apabila seseorang
kemudian mengubah keputusannya, dimana sebelumnya seseorang
menolak inovasi kemudian menerima inovasi setelah melakukan
evaluasi.
Beberapa individu atau kelompok masyarakat akan mencoba
mengadopsi sebuah inovasi segera setelah mereka mendengar adanya
10
inovasi tersebut. Namun terdapat beberapa individu atau kelompok
masyarakat lainnya yang membutuhkan waktu lama untuk kemudian
dapat mengadopsi inovasi tersebut. Rogers (1983) menjelaskan dalam
menerima suatu inovasi ada beberapa tipologi penerima adopsi yang
ideal yaitu:
1. Inovator (innovators); adalah kelompok orang yang berani dan siap
untuk mencoba hal-hal baru. Biasanya orang-orang ini adalah
mereka yang memiliki gaya hidup dinamis dan tinggal di perkotaan
atau mereka yang memiliki banyak teman maupun relasi.
2. Pengguna awal (early adopter) kategori adopter ini lebih banyak
menghasilkan opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari
informasi tentang inovasi.
3. Mayoritas awal (early majority) kategori pengadopsi ini akan
berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam
mengadopsi suatu inovasi, atau bahkan mengadopsi inovasi dalam
kurun waktu yang lama. Orang-orang pada kategori ini
menjalankan fungsi penting untuk menunjukkan kepada seluruh
komunitas bahwa sebuah inovasi itu layak digunakan atau cukup
bermanfaat.
5. Mayoritas akhir (late majority); kelompok ini lebih berhati-hati
mengenai fungsi dari sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga
banyak orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka
mengambil keputusan.
6. Lamban (laggard); kelompok ini adalah orang yang terakhir
melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan
enggan untuk mencoba hal-hal yang baru. Pada saat kelompok ini
mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh
mengadopsi inovasi yang lainnya, dan menganggap kelompok ini
ketinggalan zaman.
Cepat atau lambat penerimaan inovasi oleh masyarakat sangat
tergantung pada karakteristik inovasi itu sendiri. Karakteristik inovasi
yang dapat memengaruhi cepat lambatnya penerimaan informasi
menurut Rogers sebagai berikut:
11
akan diterima secepat inovasi yang sesuai dengan norma di
masyarakat.
Kerumitan (complexity); kompleksitas ialah tingkat kesukaran
dalam memahami dan menggunakan inovasi bagi penerima. Suatu
inovasi yang dapat dengan mudah dimengerti dan digunakan oleh
penerima akan cepat tersebar, sedangkan inovasi yang sukar
dimengerti atau bahkan sukar digunakan oleh penerima akan
lambat proses penyebarannya.
12
banyak (umum). Sedangkan arti “publik” berasal dari bahasa Inggris,
public yang berarti umum, masyarakat, atau negara.
Beberapa ahli atau pakar memberikan definisi tentang pengertian
kebijakan publik diantaranya sebagai berikut):
a. Dewey: kebijakan publik menitikberatkan pada “publik dan
masalah-masalahnya”;
b. Heidenheimer: studi tentang “bagaimana, mengapa, dan apa efek
dari tindakan (action) aktif atau pasif”;
c. Thomas R. Dye: kebijakan adalah apa yang dilakukan dan tidak
dilakukan oleh pemerintah, mengapa pemerintah mengambil
tindakan tersebut, dan apa akibat dari tindakan tersebut;
d. Charles O. Jones: kebijakan digunakan dalam praktik sehari-hari
tetapi digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan
yang sangat berbeda. Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan
(goals), program, keputusan (decisions), standar, dan proposal;
e. James Anderson: kebijakan atau policy digunakan untuk menunjuk
perilaku dari seorang aktor;
f. Robert Eyestone: secara luas, kebijakan publik dapat didefinisikan
sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya;
g. Presman dan Wildavsky: kebijakan publik adalah suatu hipotesis
yang mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang
dapat diramalkan;
h. David Easton: kebijakan diformulasikan sebagai “penguasa” dalam
suatu sistem politik, yaitu para sesepuh tertinggi suku, anggota-
anggota eksekutif, legislatif, yudikatif, administrator, penasihat,
raja, dan sebagainya;
i. W.I. Jenkins: kebijakan adalah serangkaian keputusan yang
memiliki keterkaitan satu sama lain yang diambil oleh seorang atau
sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah
ditentukan beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu
situasi dimana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih
berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor
tersebut;
j. Chief J.O. Udoji: kebijakan adalah suatu tindakan bersanksi
mengarah pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu
masalah atau sekelompok masalah tertentu yang memiliki
keterkaitan dan saling memengaruhi sebagian besar masyarakat
k. Chandler dan Plano: kebijakan publik adalah pemanfaatan strategis
atas sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah
publik atau pemerintah. Selanjutnya kebijakan publik merupakan
suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus-menerus oleh
13
pihak pemerintah demi kepentingan kelompok tertentu yang kurang
beruntung dalam masyarakat.
Berdasarkan pendapat berbagai ahli dapat disimpulkan bahwa
kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau
tidak dilakukan oleh pemerintah berorientasi pada tujuan tertentu
guna memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan
publik.
Pada dasarnya kebijakan publik adalah kebijakan yang
dinyatakan, dikeluarkan, dilakukan atau tidak dilakukan oleh
pemerintah yang memuat program dan kegiatan yang dijalankan.
Kebijakan publik mencakup hukum, peraturan perundang-undangan,
keputusan serta pelaksanaan yang dibuat oleh lembaga eksekutif,
legislatif dan yudikatif, birokrasi pemerintahan, aparat penegak
hukum, dan badan-badan pembuat keputusan publik.
Menurut Wahab (2008), bahwa ciri-ciri kebijakan publik sebagai berikut.
1. Kebijakan publik lebih kepada tindakan yang mengarah pada
tujuan daripada perilaku atau tindakan yang memiliki unsur
keberuntungan, serba acak, dan kebetulan. Pada umumnya
kebijakan-kebijakan publik dalam sistem politik modern bukanlah
suatu tindakan yang serba kebetulan, melainkan tindakan yang
telah direncanakan.
2. Pada hakikatnya, kebijakan terdiri atas tindakan-tindakan yang
saling memiliki keterkaitan dan memiliki pola yang mengarah pada
suatu tujuan tertentu, di mana tindakan-tindakan ini dilaksanakan
oleh para pejabat pemerintah dan bukan suatu keputusan yang
berdiri sendiri. Misalnya, tidak hanya kebijakan yang mencakup
keputusan untuk membuat undang-undang dalam suatu bidang
tertentu, melainkan akan diikuti dengan keputusan yang ada
sangkut pautnya dengan implementasi pemaksaan dalam
pelaksanaannya.
3. Kebijakan memiliki kaitan dengan apa yang telah dilakukan oleh
pemerintah dalam suatu bidang tertentu, misalnya dalam
melakukan pengaturan perdagangan, pengendalian inflasi, atau
menggalakkan program perumahan rakyat bagi masyarakat yang
memiliki penghasilan di bawah standar/rendah dan bukan hanya
sekedar hal yang ingin dilakukan oleh pemerintah dalam bidang-
bidang tersebut.
4. Kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun berbentuk
negatif. Dalam bentuk positif, kebijakan publik mungkin akan
14
mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang ditujukan
untuk memengaruhi masalah tertentu. Sedangkan dalam bentuk
negatif, kebijakan publik mungkin meliputi keputusan-keputusan
pejabat pemerintah untuk tidak bertindak, atau tidak melakukan
tindakan apapun dalam suatu masalah di mana campur tangan
pemerintah justru sangat diperlukan.
Anderson (1975) menyatakan bahwa sebagai kebijakan-kebijakan
yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah,
kebijakan publik memiliki implikasi sebagai berikut:
1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau
mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan
2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah
3. Kebijakan publik ialah apa yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah jadi bukan apa yang masih dimaksudkan untuk
dilakukan.
4. Kebijakan publik yang dibuat bisa bersifat positif dalam arti
merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah
tertentu, atau bahkan bersifat negatif dalam arti kebijakan adalah
keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu
5. Kebijakan pemerintah setidaknya dalam arti yang positif didasarkan
pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.
Menurut James Anderson ada beberapa jenis kebijakan publik
sebagaimana dikutip oleh Suharno (2010) yaitu sebagai berikut:
1. Kebijakan substantif versus kebijakan prosedural: kebijakan
substantif adalah kebijakan yang menyangkut apa yang akan
dilakukan oleh pemerintah. Misalnya: kebijakan pendidikan,
kebijakan ekonomi, dan lain-lain. Sedangkan kebijakan prosedural
adalah bagaimana kebijakan substantif tersebut dapat dijalankan.
Kebijakan ini dapat dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam
perumusan kebijakan. Contoh: dalam pembuatan suatu kebijakan
publik, meskipun ada instansi/organisasi pemerintah yang secara
fungsional berwenang membuatnya, misalnya Undang-Undang
tentang Pendidikan, yang memiliki kewenangan membuat adalah
Departemen Pendidikan Nasional, tetapi dalam pelaksanaan
pembuatannya, banyak instansi/ organisasi lain yang terlibat, baik
instansi/organisasi pemerintah maupun organisasi bukan
pemerintah, yaitu antara lain DPR, Departemen Kehakiman,
Departemen Tenaga Kerja,Persatuan Guru Indonesia (PGRI), dan
Presiden yang mengesahkan Undang-Undang tersebut. Instansi-
15
instansi/organisasi-organisasi yang terlibat tersebut disebut policy
stakeholders.
2. Kebijakan distributif versus kebijakan regulatori versus kebijakan
redistributif: kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan
atau kemanfaatan pada masyarakat atau individu. Contoh:
kebijakan tentang “Tax Holiday”. Kebijakan regulatori adalah
kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap
perilaku individu atau kelompok masyarakat. Contoh: kebijakan
tentang larangan memiliki dan menggunakan senjata api.
Sedangkan kebijakan redistributif adalah kebijakan yang mengatur
alokasi kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hak-hak di antara
berbagai kelompok dalam masyarakat. Contoh: kebijakan tentang
pembebasan tanah untuk kepentingan umum.
3. Kebijakan material versus kebijakan simbolik: kebijakan material
adalah kebijakan yang memberikan keuntungan berupa sumber
daya komplit pada kelompok sasaran. Kebijakan material mengatur
tentang pengalokasian atau penyediaan sumber-sumber material
yang nyata bagi penerimanya. Contoh: kebijakan pembuatan rumah
sederhana. Sedangkan kebijakan simbolis adalah kebijakan yang
memberikan manfaat simbolis pada kelompok sasaran.
4. Kebijakan yang berhubungan dengan barang umum (public goods)
dan barang privat (private goods): kebijakan public goods adalah
kebijakan yang mengatur pemberian barang atau pelayanan publik.
Contoh: kebijakan tentang perlindungan keamanan, penyediaan
jalan umum. Sedangkan kebijakan private goods adalah kebijakan
yang mengatur
penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar bebas. Contoh:
kebijakan pengadaan barang-barang/pelayanan untuk keperluan
perorangan, misalnya tempat hiburan, hotel, dan lain-lain.
Menurut Dunn (2000) terdapat tahap-tahap dalam proses pembuatan
kebijakan publik yaitu sebagai berikut:
1. Penyusunan Agenda: para pejabat yang dipilih dan diangkat
harusnya menempatkan masalah pada agenda publik. Terkadang
banyak masalah publik yang tidak tersentuh sama sekali,
sementara masalah publik lainnya ditunda untuk waktu lama;
2. Formulasi Kebijakan: para pejabat publik merumuskan alternatif
kebijakan untuk mengatasi masalah. Alternatif kebijakan melihat
seberapa perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan
peradilan, dan tindakan legislatif;
16
3. Adopsi Kebijakan: alternatif kebijakan yang diadopsi dengan
memperoleh dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus di
antara direktur lembaga, atau keputusan peradilan.
4. Implementasi Kebijakan: kebijakan yang telah diambil dan
dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan
sumber daya finansial dan manusia
5. Penilaian Kebijakan: unit-unit pemeriksaan dan akuntansi dalam
pemerintahan menentukan apakah badan-badan eksekutif,
legislatif, dan peradilan memenuhi persyaratan sesuai dengan
undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian
tujuan.
Menurut Lembaga Administrasi Negara (1997) terdapat Tingkatan
Kebijakan Publik yaitu sebagai berikut:
A. Lingkup Nasional
1. Kebijakan nasional adalah kebijakan negara yang bersifat
fundamental dan strategis dalam mencapai tujuan
nasional/negara sebagaimana tertera dalam Pembukaan UUD
1945. Pihak yang berwenang menetapkan kebijakan nasional
adalah MPR, Presiden, dan DPR. Kebijakan nasional yang
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dapat
berbentuk: UUD, Ketetapan MPR, Undang-undang (UU), dan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU).
2. Kebijakan umum adalah kebijakan Presiden sebagai
pelaksanaan UUD, TAP MPR, dan UU dalam rangka mencapai
tujuan nasional. Presiden memiliki kewenangan menetapkan
kebijakan umum.
Kebijakan umum yang tertulis dapat berbentuk: Peraturan
Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), dan Instruksi
Presiden (Inpres).
3. Kebijakan pelaksanaan merupakan penjabaran dari kebijakan
umum sebagai strategi pelaksanaan tugas di bidang tertentu.
Menteri/ pejabat setingkat menteri dan pimpinan LPND
berwenang menetapkan kebijakan pelaksanaan. Kebijakan
pelaksanaan yang tertulis dapat berbentuk Peraturan,
Keputusan, dan Instruksi pejabat tersebut di atas.
B. Lingkup Wilayah Daerah
1. Kebijakan umum adalah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
daerah sebagai pelaksanaan azas desentralisasi dalam rangka
mengatur urusan Rumah Tangga Daerah. Gubernur dan DPRD
Provinsi memiliki kewenangan menetapkan kebijakan umum di
Daerah Provinsi. Sedangkan untuk Daerah Kabupaten/Kota
17
kebijakan ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan DPRD
Kabupaten/Kota. Kebijakan umum pada tingkat Daerah dapat
berbentuk Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi dan PERDA
Kabupaten/Kota.
2. Kebijakan pelaksanaan pada lingkup wilayah/daerah ada tiga
macam, yaitu: (1) kebijakan pelaksanaan dalam rangka
desentralisasi merupakan realisasi pelaksanaan PERDA; (2)
kebijakan pelaksanaan dalam rangka dekonsentrasi merupakan
pelaksanaan kebijakan nasional di daerah; dan (3) kebijakan
pelaksanaan dalam rangka tugas pembantuan (medebewind)
merupakan pelaksanaan tugas Pemerintah Pusat di Daerah
yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Badan yang
berwenang menetapkan kebijakan pelaksanaan adalah:
Dalam rangka desentralisasi adalah
Gubernur/Bupati/Walikota;
Dalam rangka dekonsentrasi adalah
Gubernur/Bupati/Walikota; dan
Dalam rangka tugas pembantuan adalah Gubernur/Bupati/
Walikota.
Dalam kehidupan modern, masalah/isu publik yang dihadapi
pemerintah sangat banyak dan kompleks. Indonesia misalnya, banyak
permasalah publik yang berhubungan dengan aspek geografis,
demografi, budaya, dan suku yang kompleks. Untuk itu diperlukan
kebijakan yang komprehensif untuk menyelesaikan masalah-masalah
yang dinamis tersebut. Kebijakan publik yang ada selama ini hanya
terkesan seperti kebijakan yang sekedar doing something bukannya
problem solving. Untuk mengidentifikasi masalah/isu publik memang
sangat sulit, sehingga policy maker perlu memahami beberapa ciri-ciri
masalah/isu publik yang dapat menjadi masalah/isu kebijakan. Dunn
(1995) mengemukakan bahwa setidaknya ada empat ciri masalah
kebijakan, yakni:
18
yang sah mengenai kehidupan banyak orang. Masalah-masalah
kebijakan hanya mungkin terjadi ketika manusia membuat
penilaian mengenai keinginannya untuk mengubah beberapa
situasi masalah.
4. Dinamis (dynamics): masalah dan pemecahannya berada dalam
situasi perubahan yang terus-menerus. Terdapat banyak solusi
yang bisa ditawarkan sebagai upaya untuk memecahkan masalah
sebagaimana terdapat banyak definisi terhadap masalah tersebut.
Cara pandang seseorang terhadap masalah akan menentukan
solusi yang ditawarkan.
19
lingkungan menjadi faktor yang dominan sebagai penyebab perilaku
yang menyimpang.
3. Capacity (kemampuan): hal tersebut berkaitan dengan kemampuan
aparat pelaksana peraturan maupun masyarakat sebagai target
group peraturan. Kapasitas yang kurang sesuai akan menyebabkan
aparat maupun masyarakat cenderung melanggar aturan.
4. Communication (komunikasi): timbulnya masalah publik dapat
diakibatkan ketidaktahuan masyarakat tentang suatu peraturan.
Ketidaktahuan masyarakat di picu oleh komunikasi yang tidak
berjalan dengan baik/miss-communication.
5. Interest (kepentingan): kategori ini dapat digunakan untuk
menjelaskan pandangan seseorang tentang akibat dan manfaat dari
setiap perilakunya. Akibat dan manfaat yang ditimbulkan dari
perilaku individu dapat dalam bentuk materiil/keuntungan
ekonomi dan nonmateriil/pengakuan dan penghargaan.
6. Process (proses): proses adalah sebuah instrumen yang digunakan
untuk menemukan penyebab perilaku bermasalah yang dilakukan
dalam atau oleh suatu organisasi. Beberapa proses yang digunakan
untuk merumuskan masalah dalam organisasi, antara lain proses
pengumpulan input, proses pengolahan input menjadi keputusan,
proses output, dan proses umpan balik.
7. Ideology (nilai dan/atau sikap: sekumpulan nilai yang dianut oleh
suatu masyarakat untuk merasa, berpikir, dan bertindak. Suatu
nilai yang berlaku dalam masyarakat merupakan hasil dari
kesepakatan bersama dalam sebuah kelompok. Kemungkinan
terjadinya konflik sangat besar mengingat nilai tersebut hidup
dalam masyarakat yang plural dan heterogen (sebuah nilai yang
dianut sering tidak sesuai dengan pandangan setiap kelompok).
Banyaknya permasalahan publik yang kompleks dan dinamis,
memerlukan inovasi kebijakan untuk menyelesaikan persoalan publik
secara efektif dan efisien.
Munculnya inovasi kebijakan lebih dilatarbelakangi oleh
banyaknya kasus permasalahan dalam implementasi kebijakannya.
Secara lebih luas, kegagalan yang terjadi juga bukan semata kesalahan
pada implementasi kebijakannya, namun juga pada tataran proses
Biasanya kondisi ini bergilir sistemik mengikuti kebijakan yang ada
sebelumnya. “Kegagalan sistemik” (systemic failures) dapat digolongkan
menjadi tiga, yaitu (Taufik, 2008):
Kegagalan pemerintah (government failures);
Kegagalan pasar (market failures); dan
Kegagalan sistem yang lain karena tidak adanya elemen sistem
20
Dalam pembauran frasa inovasi dengan kebijakan, dikenal tiga jenis
interaksi inovasi dengan kebijakan, yaitu:
1. Policy innovation/new policy direction and initiatives (inovasi dalam
arah dan inisiatif): Inovasi kebijakan yang dimaksud adalah
adanya inisiatif dan arah kebijakan baru. Hal tersebut berarti
bahwa setiap kebijakan publik yang dikeluarkan pada prinsipnya
harus memuat sesuatu yang baru. Secara khusus, inovasi
kebijakan menurut Walker (dalam Tyran & Sausgruber: 2003),
“policy innovation is a policy which is new to the states adopting it,
no matter how old the program may be or how many other states
may have adopted it”. Dengan demikian, yang dimaksud dengan
inovasi kebijakan adalah sebuah kebijakan yang baru bagi negara
yang mengadopsinya, tanpa melihat seberapa usang programnya
atau seberapa banyak negara lain yang telah mengadopsi program
itu sebelumnya.
2. Innovations in the policy-making process (inovasi dalam proses
pembuatan kebijakan): pada peranan ini fokusnya adalah pada
inovasi yang memengaruhi proses pembuatan atau perumusan
kebijakan. Sebagai contoh misalnya proses perumusan kebijakan
selama ini belum memfasilitasi peran-serta warga masyarakat atau
stakeholder yang terkait. Oleh karena itu inovasi yang muncul
adalah bagaimana mengintegrasikan mekanisme partisipasi
masyarakat dalam proses perumusan kebijakan.
3. Policy to foster innovation and its diffusion: Kebijakan yang
dimaksud adalah kebijakan yang khusus diciptakan untuk
mendorong dan mengembangkan serta menyebarkan inovasi di
berbagai sektor.
Steelman (2010) mengemukakan pendapat mengenai inovasi dan
kebijakan publik di dalam pengimplementasiannya, yakni harus
memenuhi beberapa faktor antara lain yaitu:
1. Individual
a. Motivasi; dorongan dari individu-individu yang merasa kurang
puas dengan merancang solusi alternatif,
b. Norma dan keharmonisan; kinerja dari para aktor untuk
predisposisi terhadap perubahan untuk melestarikan norma-
norma sosial dan keharmonisan, dan
c. Kesesuaian antara nilai dominan dalam sebuah pemerintahan
dengan yang lebih rendah akan memengaruhi dukungan
individu untuk inovasi yang diberikan.
2. Struktur
21
a. Aturan dan komunikasi; sebuah aturan atau kebijakan
kemudian disosialisasikan untuk menerima dukungan dan
kepatuhan,
b. Insentif; pemerintah memberikan bantuan sumber daya untuk
mendukung dilakukannya inovasi,
c. Pembukaan; struktur politik yang terbangun memungkinkan
masyarakat kaum minoritas memiliki kesempatan untuk
mendorong perubahan, dan
d. Penolakan; terjadi inersia dalam lembaga yang ada sehingga
menciptakan resistensi untuk praktik baru. Upaya yang
dilakukan
mungkin terhalang oleh dinamika kekuasaan dan kepentingan
yang lebih besar.
3. Budaya
a. Kejutan; pemberian hal yang baru untuk mendapatkan
kesempatan alternatif tindakan,
b. Pengelompokan; mengondisikan persepsi masyarakat bahwa
mereka dirugikan dan harus bertindak secara kolektif untuk
memperbaiki situasi,
c. Pengakuan dari masyarakat akan sebuah inovasi,
d. Conceptual innovation (inovasi konseptual); perubahan dalam
outlook, dan
e. Radical change of rationality (perubahan radikal); pergeseran
pandangan umum atau mental matriks dari pegawai instansi
pemerintah.
Berkenaan dengan itu Berry & Berry (dalam Tyran & Sausgruber,
2003) menjelaskan bahwa penyebaran inovasi kebijakan terjadi dengan
merujuk pada dua determinan penting yaitu internal determinant dan
regional difusion. Internal determinant atau penentu internal adalah
karakteristik sosial, ekonomi, dan politik sebuah negara dalam
menentukan keinovasian sebuah negara. Sedangkan regional diffusion
atau difusi regional adalah kemungkinan sebuah negara mengadopsi
kebijakan tertentu lebih tinggi jika negara-negara tetangganya telah
mengadopsi kebijakan tersebut.
Contoh ilustrasi dari internal determinants sebagai penyebab
terjadinya inovasi kebijakan adalah perubahan sosial ekonomi dalam
negeri, demonstrasi publik, dan instabilitas politik yang memaksa
terjadi perubahan kebijakan mendasar yang berkenaan dengan
kepentingan publik. Sedangkan Regional diffusion terjadi ketika negara
tetangga atau negara lain menerapkan kebijakan tertentu yang
22
kemudian ditiru oleh kita. Misalnya dalam hal kebijakan di bidang lalu
lintas, di Malaysia diberlakukan kewajiban menyalakan lampu bagi
pengendara sepeda motor untuk menekan angka kecelakaan.
Kemudian kebijakan tersebut ditiru oleh Indonesia, terutama
diterapkan di beberapa kota besar, dengan hasil yang diharapkan
dapat menekan angka kecelakaan lalu lintas. Dengan demikian, inovasi
kebijakan dapat terjadi disebabkan oleh salah satu dari dua faktor
tersebut, atau mungkin juga terjadi karena dua faktor tersebut. Namun
demikian pada banyak kasus, inovasi kebijakan didorong oleh kedua
faktor internal dan eksternal tersebut.
2 PELAYANAN PUBLIK
PENGERTIAN PELAYANAN
23
Sebelum membahas tentang pelayanan publik terlebih dahulu
perlu diketahui tentang kata pelayanan. Pengertian pelayanan
diberikan oleh Gronroos (1990), yaitu:
24
Pelayanan adalah setiap kegiatan atau manfaat yang dapat
diberikan suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak
berwujud dan tidak pula berakibat kepemilikan terhadap sesuatu dan
produksinya dapat atau tidak dapat dikaitkan dengan suatu produk
fisik.
Dari ketiga definisi tentang pelayanan yang diberikan oleh
Gronroos, Zeithaml, dan Kotler tersebut dapat diketahui bahwa
pelayanan:
1. Tidak berwujud (intangible); pelayanan tidak dapat dilihat, diraba,
atau didengar sebelum proses pelayanan terjadi.
2. Tidak terpisahkan (inseparibility); pelayanan tidak dapat dipisahkan
dari penyedia dan penerimanya.
3. Keanekaragaman (variability); pelayanan memiliki sifat beraneka
ragam dari aspek penyedia dan penerima layanan dari waktu ke
waktu.
4. Tidak Tahan Lama (perishability); pelayanan adalah komoditas tidak
tahan lama dan tidak dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu.
5. Interaksi (interaction); pelayanan pada dasarnya adalah interaksi
antara penyedia dan pengguna layanan.
PELAYANAN PUBLIK
Berbicara tentang pelayanan publik atau pelayanan umum maka
tidak terlepas dari masalah kepentingan publik. Menurut Dwiyanto
(2005) definisi pelayanan publik adalah:
“Serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik
untuk memenuhi kebutuhan warga pengguna. Pengguna atau
25
pelanggan yang dimaksud adalah warga negara yang
membutuhkan pelayanan publik, seperti dalam pembuatan
Kartu Tanda Penduduk (KTP), Izin Mendirikan Bangunan
(IMB), dan sebagainya.”
(2005) berikut:
26
menjelaskan ada beberapa jenis kegiatan pelayanan publik
antara lain:
Pelayanan Administratif yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik.
Contohnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan
atau penguasaan terhadap suatu barang, dan sebagainya. Dokumen-
dokumen ini antara lain Kartu Tanda Pendudukan (KTP), Akte
Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB),
Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK),
Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, sertifikat kepemilikan atau
penguasaantanah,dansebagainya.
Pelayanan Barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk atau jenis barang yang digunakan oleh publik misalnya
jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan sebagainya.
Pelayanan Jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik misalnya pendidikan,
pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos, dan
sebagainya.
Penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan bentuk dan
sifatnya menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik memiliki empat pola pelayanan,
yaitu:
1. Pola Pelayanan Fungsional, yaitu pola pelayanan publik yang
diberikan oleh penyelenggara pelayanan sesuai dengan tugas,
fungsi, dan kewenangannya.
2. Pola Pelayanan Terpusat, yaitu pola pelayanan yang diberikan
secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang
bersangkutan.
3. Pola Pelayanan Terpadu yang dibagi ke dalam dua bagian pola
pelayanan, yaitu:
a. Pola Pelayanan Terpadu Satu Atap; Pola ini diselenggarakan
dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang
tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui
beberapa pintu. Untuk jenis pelayanan yang sudah dekat
dengan masyarakat tidak perlu disatuatapkan.
b. Pola Pelayanan Terpadu Satu Pintu; Pola ini diselenggarakan
pada satu tempat yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani
melalui satu pintu.
4. Pola Pelayanan Gugus Tugas, yaitu petugas pelayanan publik
secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan
27
pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberi pelayanan
tertentu.
28
interakasi antara penyedia pelayanan dan penerima pelayanan
berupa komunikasi.
Cara pandang terhadap pelayanan publik terus berkembang
seiring dengan perkembangan dinamika masyarakat. Selain itu juga
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu administrasi publik yang banyak
mendiskusikan pergeseran peran negara terhadap masyarakat.
Administrasi Publik berkaitan dengan pelayanan publik yang
disampaikan oleh Nigro dan Nigro (1977) dengan paparannya bahwa:
3 PARADIGMA
PELAYANAN PUBLIK
29
pergeseran cara pandang terhadap pelayanan publik ke dalam 3
periode yang disebut:
1. Old Public Administration (OPA) dipelopori oleh Woodrow Wilson dan
F.W Taylor (1887–1980),
2. New Public Management (NPM) oleh David Osborne dan Ted Gaebler
(1992), dan
3. New Public Service (NPS) oleh Robert B. Denhardt dan Janet V.
Denhardt (2003).
“Two key themes that served as a focus for the study of public
administration for the next half century or more. First, there
was the distinction between politics (or policy) and
administration. Second, there was concern for creating
structures and strategies of administrative management that
would permit public organizations and their managers to act in
the most efficient way possible”.
30
2003) berikut:
1. Government should establish executive authorities, controlling
essentially hierarchical organization and having as their goal
achieving the most reliable and efficient operations possible.
2. Their tasks were (public administration) instead the implementation of
policy and the provision of service, and in those tasks they were
expected to act with neutrality and profesional to execute faithfully
the direction that came their way. Not to be actively or extensively
involved in the development of policy.
3. They were to be watched carefully and held accountable to elected
political leaders, so as not to deviate from established policy.
4. Wilson recoqnized a potential danger in the other direction as well,
the possible that politics, or more specifically, corrupt politicians migh
negatively influence administrator in their pursuit of organizational
efficiency.
31
efisiensi sebagai kunci utamanya. Sehubungan dengan itu, maka
sistem penerimaan pegawai juga harus berdasarkan keahlian yang
sesuai dengan bidang tugasnya daripada berdasar keanggotaan dalam
partai. Pegawai harus diseleksi, dilatih, dan dikembangkan agar dapat
menyelesaikan berbagai tugas pekerjaan sesuai dengan prinsip-prinsip
keilmuan manajemen. Sementara Urwick & Gullick dalam buku
“Organization as a Technical Problem” memperkenalkan prinsip-prinsip
administrasi yang dikenal dengan akronim POSDCOORB (Planning,
Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgeting).
Secara umum, Denhardt (2007) menggambarkan pandangan
pokok dari Old Public Administration sebagai berikut:
1. “The focus of government is on the direct of services through existing
or through newly authorized agencies of government.” Fokus dari
pekerjaan pemerintah ialah pada pemberian pelayanan secara
langsung melalui agen pemerintah baik yang lama ataupun yang
baru yang diberikan kewenangan untuk melaksanakan jenis
pelayanan yang telah ditentukan.
2. “Public policy and administration is concerned with designing and
implementing policies focused on singgle, politically defined
objective.”
Administrasi dan kebijakan publik concern dalam perancangan dan
implementasi kebijakan yang berpusat ke arah tunggal, yaitu
sasaran yang telah didefinisikan secara politik.
3. “Public administrators play a limited role in policy making and
government; rather they are charged with the implementation of
public policies.” Peran administrator publik dalam pembuatan
kebijakan dan pemerintahan sangat dibatasi, namun mereka
berurusan dengan implementasi kebijakan publik.
4. “The delivery of services should be carried out by administrators
accountable to elected officials and given limited discretion in their
work.” Pemberian pelayanan harus dilakukan sebagai tanggung
jawab administrator kepada pejabat terpilih dan memiliki
keleluasaan terbatas dalam pekerjaan mereka.
5. “Administrators are responsible to demokratically elected political
leaders”. Administrator bertanggung jawab pada pemimpin-
pemimpin politik yang dipilih secara demokratis.
6. “Public programs are best administered through hirarchical
organizations, with managers largely exerting control from the top of
organization.” Program-program publik diadministrasikan secara
baik melalui hierarki organisasi, dengan manajer-manajer yang
32
diberi kewenangan pelaksanaan tetapi dalam kendali organisasi
paling atas.
7. “The primary values of public organizations are efficiency and
rationality”.Nilai-nilai utama dari organisasi publik adalah
rasionalitas dan efisiensi.
8. “Public organization operate most efficeintly as closed systems; thus
citizen involvement is limited.” Organisasi publik harus beroperasi
secara efisien sebagai sistem yang tertutup dan keterlibatan warga
negara harus dibatasi.
9. “The role of the public administrator is largely defined as planning,
organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, and budgeting”.
Peran dari administrator publik secara luas adalah dalam ruang
lingkup POSDCOORB.
33
New Public Management merupakan konsep yang ingin
menghilangkan monopoli pelayanan oleh instansi dan pejabat-pejabat
pemerintah yang tidak efisien. Pimpinan organisasi publik dituntut
dapat menemukan cara baru/ inovasi untuk memaksimalkan fungsi-
fungsi pemerintahan. Kunci dari New Public Management adalah
mendasarkan pada mekanisme pasar dalam memandu program-
program publik. Hal ini dikemukakan oleh Denhardt (2007):
“In the New Public Management, public managers are
challenged either to find new and innovative ways to achieve
results or to privatize functions previously provided by
government. They are urged to “steer, not row,” meaning they
should not assume the burden of service delivery themselves,
but, wherever possible, should define programs that others
would then carry out, through contracting or other such
arrangements. The key is that the New Public Management
relies heavily on market mechanisms to guide public
programs.”
34
2. Empower community to solve their own problem, rather than merely
deliver service; pemerintah memiliki peran memberdayakan
masyarakat dalam pemberian pelayanan sehingga yang perlu
dilakukan adalah memberikan dorongan kepada masyarakat untuk
dapat memecahkan masalahnya sendiri. Kemampuan tersebut
dapat tercermin dari peran NGO dan badan semi pemerintah
(koperasi) untuk dapat memecahkan masalahnya dengan
kemampuannya, misalnya: kebersihan lingkungan, kebutuhan
sekolah, kesehatan pemukiman, dan sebagainya.
3. Promote and encourage competition rather than monopolies; adanya
persaingan usaha antara sektor usaha swasta dan pemerintah, dan
dipaksa bekerja secara lebih professional dan efisien.
4. Be driven mission rather than rules; pemerintah harus melakukan
aktivitas yang menekankan kepada pencapaian misinya daripada
menekankan pada peraturan-peraturan. Oleh karena itu
kelonggaran untuk menghasilkan sesuatu menjadi keperluan.
5. Result oriented by funding outcomes rather than outputs; Orientasi
pada kinerja yang baik (berarti kinerja eksternal) bukan semata-
mata hanya output yang dipersepsi internal.
6. Meet the need of the customer rather those of the bureaucracy;
mengutamakan pemenuhan kebutuhan konsumen (masyarakat
sebagai pengguna), bukan memenuhi kebutuhan birokrasi.
7. Concentrate on earning money rather than just spending it;
pemerintah harus memiliki aparatur yang mengetahui cara tepat
untuk menghasilkan suatu penerimaan bagi organisasi dan
berkemampuan menghemat anggaran, daripada menghabiskan
anggaran.
8. Invest in preventing problem rather than curing crises; pemerintah
yang memiliki sifat antisipatif, yaitu lebih baik mencegah daripada
menanggulangi.
9. Desentralize authority rather than build hierarchy; diperlukan
desentralisasi dalam sistem pemerintahan sehingga mampu
menggalang partisipasi dan pengembangan tim kerja. Mendorong
organisasi bawahan akan leluasa untuk berkreasi dan mengambil
inisiatif yang diperlukan.
10. Solve problem by influencing market force rather than by treating
public programs; pemerintah harus memperhatikan seberapa besar
kekuatan pasar. Pasokan didasarkan kepada kebutuhan atau
permintaan pasar dan bukan sebaliknya (subsidi). Oleh sebab itu,
kebijakan harus berdasarkan kebutuhan pasar.
35
Sedangkan buku Banishing Bureaucracy, menjelaskan tentang
lima strategi untuk melaksanakan Reinventing Government, yaitu:
1. The core strategy (strategi inti); strategi untuk menata kembali
keorganisasian secara jelas mengenai tujuan, peran, dan arah dari
organisasi.
2. Consequency strategy; strategi yang mendorong adanya “persaingan
sehat” untuk meningkatkan motivasi dan kinerja pegawai, melalui
reward and puninshment dengan memperhitungkan risiko ekonomi
dan pemberian penghargaan.
3. Consumer strategy; strategi yang memusatkan perhatian untuk
bertanggung jawab terhadap pelanggan. Organisasi harus menang
dalam persaingan dan memberikan kepastian mutu bagi pelanggan.
4. Control strategy; strategi yang merubah lokasi bentuk kendali dalam
organisasi. Kendali dialihkan kepada lapisan organisasi paling
bawah yaitu pelaksana atau masyarakat. Kendali organisasi
dibentuk berdasarkan visi dan misi yang telah ditentukan. Dengan
demikian terjadi proses pemberdayaan organisasi, pegawai, dan
masyarakat.
5. Cultural strategy; merubah budaya kerja organisasi yang terdiri dari
unsur-unsur kebiasaan, emosi, dan psikologi, sehingga pandangan
masyarakat terhadap budaya organisasi publik ini berubah (tidak
lagi memandang rendah masyarakat yang seharusnya dilayani).
36
“Perhaps the most important objection to the customer or ientation has
to do with accountability. In government, citizens are not only
customers; they are “owners”. Customers choose between products
presented in the market; citizens decide what is so important that the
government will do it at public expense”. (Schachter, dalam Denhardt
2007)
37
Public Service, Serving not Steering” yang terbit pada tahun 2003.
Sebelum terbit berbentuk buku, pada tahun 2000 Denhardt dan
Denhardt pernah mempublikasikan tulisan yang sama, tetapi dengan
judul yang berbeda yaitu ”The New Public Service: Serving Rather than
Steering” dalam jurnal Public Administration Review. Kemudian disusul
dengan tulisan lain yang kurang lebih memiliki ide yang sama dalam
International Review of Public Administration pada tahun 2003, dengan
judul “The New Public Service: An Approach to Reform.” Buku yang
kemudian diterbitkan pada tahun 2003 adalah modifikasi dari dua
tulisan yang pernah dipublikasikan sebelumnya.Gagasan Denhardt
tentang New Public Service menegaskan bahwa pemerintah seharusnya
tidak dijalankan seperti sebuah perusahaan, tetapi pemerintah harus
melayani masyarakat secara demokratis, adil, merata, tidak
diskriminatif, jujur, dan akuntabel. Menurut Denhardt (2007) nilai-
nilai demokrasi, kewarganegaraan dan kepentingan publik adalah
landasan utama dalam proses penyelenggaraan pemerintahan.
Pemerintah harus merubah pendekatan kepada masyarakat dari
memberi perintah dan mengajari masyarakat menjadi mau
mendengarkan keinginan dan kebutuhan masyarakat. Dari yang
sebelumnya mengarahkan dan memaksa menjadi mau merespons dan
melayani apa yang menjadi kepentingan dan harapan masyarakat.
Menurut pandangan New Pubic Service, menjalankan organisasi
pemerintahan berbeda dengan menjalankan organisasi bisnis. Misi
organisasi publik tidak sekedar memuaskan pengguna jasa (customer)
akan tetapi juga menyediakan pelayanan barang dan jasa sebagai
pemenuhan hak dan kewajiban publik bagi seluruh warga negaranya
(citizen). Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah tidak hanya
sekedar kepada customer, namun harus kepada warga negara/citizen
dengan didasari asumsi bahwa masyarakat merupakan owner/pemilik
dari negara. Denhardt (2007) menegaskan bahwa:
38
improve service quality begins with a recognition of the
differences between costumers and citizens.”
39
1. Teori tentang demokrasi kewarganegaraan; perlunya keterlibatan
warga negara dalam pengambilan kebijakan dan pentingnya
deliberasi dalam membangun solidaritas dan komitmen guna
menghindari konflik.
2. Model komunitas dan masyarakat sipil; akomodatif terhadap peran
masyarakat sipil dengan membangun social trust, kohesi sosial, dan
jaringan sosial dalam tata pemerintahan yang demokratis.
3. Teori organisasi humanis dan administrasi negara baru;
administrasi negara harus berfokus pada organisasi yang
menghargai dan merespons nilai-nilai kemanusiaan (human beings),
keadilan, dan isu-isu sosial lainnya.
4. Administrasi negara postmodern; mengutamakan dialog (diskursus)
terhadap teori dalam memecahkan persoalan publik daripada
menggunakan one best way perspective.
40
kepentingan publik adalah agregasi dari kepentingan individu.
Kepentingan publik disini adalah cerminan dari pilihan-pilihan
individu yang disebut customer dalam dunia bisnis. Sedangkan New
Public Service menggunakan cara-cara dialogis dalam merumuskan
kepentingan publik, sehingga kepentingan publik merupakan
kepentingan bersama dari berbagai nilai. Karena hasil dari berbagai
nilai inilah, maka kepentingan publik merupakan refleksi dari
semua kepentingan masyarakat tanpa terkecuali.
3. Siapa yang dilayani; Old Public Administration memberikan
pelayanan kepada client atau masyarakat pemilih/constituent. Client
dianggap sebagai follower yang memiliki ketergantungan tinggi yang
posisinya sebagai pihak yang memerlukan pelayanan. New Public
Management memberikan pelayanan dengan mengistimewakan
customer atau pelanggan. Birokrat harus dapat memuaskan
customer/pelanggan yang harus diberi pelayanan secara maksimal.
Sedangkan New Public Service memberikan pelayanan kepada
semua warga negara tanpa perbedaan apapun, tanpa memandang
apakah warga negara tersebut memiliki pengaruh secara politis
maupun secara ekonomi.
4. Peran pemerintah; dalam pandangan Old Public Administration,
peran pemerintah adalah mengendalikan (rowing) semua
kepentingan masyarakat. Sedangkan New Public Management,
pemerintah memilikiperan mengarahkan (steering) seluruh
kepentingan masyarakat.
5. Rasionalitas dan model perilaku birokrat; model perilaku birokrat
dalam pandangan Old Public Administration adalah administratif.
Perilaku birokrat dalam pandangan New Public Management seperti
rasionalitas ekonomi sehingga bekerja secara teknis. Kemudian
perilaku birokrat New Public Service rasionalitas strategis yang
berdimensi politik, ekonomi, dan organisasi.
6. Akuntabilitas; tanggung jawab birokrat menurut Old Public
Administration adalah kepada politisi sesuai jenjang hierarki.
Sedangkan menurut New Public Management, tanggung jawab
birokrat adalah kepada customer berdasar keinginan mereka.
Kemudian, New Public Service bertanggung jawab secara multi
aspek dimana tanggung jawab tersebut bersifat kompleks dari
hukum, nilai, norma, komunitas, standar profesional, dan lain-lain.
7. Keleluasaan administratif; keleluasaan administrasi yang diberikan
kepada birokrat dalam pandangan Old Public Administration sangat
terbatas sekali. Diskresi yang minim karena birokrat terbelenggu
oleh peraturan yang mengikat dalam tugas-tugas yang mereka
41
laksanakan. Pandangan New Public Management memberikan
keleluasaan kepada birokrat dengan seluas-luasnya dalam
memberikan desentralisasi kebijakan. New Public Service,
memperbolehkan adanya diskresi namun dalam batas tertentu
sesuai kebutuhan dan diskresi tersebut harus digunakan dengan
penuh tanggung jawab.
8. Struktur organisasi; struktur organisasi dalam Old Public
Administration sangat birokratik dengan rentang kendali secara top-
down. New Public Management menggunakan struktur organisasi
yang terdesentralisasi. Sedangkan New Public Service menggunakan
struktur organisasi kolaboratif.
9. Mekanisme pencapaian tujuan; pandangan Old Public
Administration menggunakan organisasi publik dalam pencapaian
tujuan. Akibatnya, semua pelayanan publik dimonopoli oleh
pemerintah. Sedangkan New Public Management menggunakan
organisasi publik dan organisasi swasta untuk mencapai tujuan
dengan menekankan adanya persaingan. New Public Service
menggunakan kolaboratif/kerja sama antara organisasi publik dan
swasta dalam mencapai tujuan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan seluruh warga negara.
10. Dasar motivasi; motivasi birokrat dalam Old Public Administration
adalah berdasar adanya proteksi berupa gaji dan perlindungan.
New Public Management memberikan motivasi kepada birokrat
berupa semangat wirausaha untuk mendapatkan profit sebesar-
besarnya berbentuk insentif. New Public Service memberikan
motivasi kepada birokratnya dengan perubahan mindset semangat
memberikan sesuatu kepada masyarakat.
Mulai dari pandangan Old Public Administration (OPA) yang
banyak diambil dari gagasan Woodrow Wilson pada tahun 1897,
pandangan New Public Management (NPM) dengan dukungan karya
tulis David Osborne pada tahun 1991, bila dihubungkan dengan
praktek pelayanan yang diberikan negara untuk rakyatnya, maka telah
terjadi dinamika yang terus berkembang. Sehubungan dengan praktik
pelayanan publik, ketiga cara pandang tersebut memiliki perbedaan
dalam menempatkan posisi masyarakat. Denhardt (2003) menegaskan
bahwa:
42
many agencies are doing so. One the most sophisticated
efforts to improve service quality begin with recognition of
differences between customers and citizen. Citizens are
described as bearers’ rights and duties within the context of
wider community.
43
KEDUDUKAN
4 MASYARAKAT DALAM
PELAYANAN PUBLIK
44
4. Think strategically, act democratically: berpikir strategis, bertindak
demokratis,
5. Recognize that accountability is not simple: menyadari bahwa
pertanggungjawaban bukanlah sesuatu yang sederhana,
6. Serve rather than steer: memberikan pelayanan daripada
mengarahkan, dan
7. Value people, not just productivity: lebih memperhatikan nilai
kemanusiaan daripada hanya sekedar produktivitas.
45
Administrasi Publik Tradisional hanya berfokus pada pemberian
pelayanan langsung pada individu atau perilaku korporat. Administrasi
publik melihat masyarakat seperti seorang client. Hal tersebut
dijelaskan oleh Denhardt berikut (2007):
“What is interesting is that the word “client” is derived from the Latin
cliens, which
46
baru, menambah jenis pelayanan, dan pemikiran untuk menekan
pengeluaran sebesar-besarnya.
Relasi antara pemerintah dan masyarakat seperti pada sektor bisnis,
di mana masyarakat adalah customer. Pemerintah akan memberikan
pelayanan kepada customer dengan orientasi bisnis, yaitu menyediakan
pelayanan yang memuaskan bagi pelanggannya. Seperti yang dikutip oleh
Denhardt berikut (2007):
The New Public Service (NPS) and Quality Service for Citizens
47
1. Convenience: bagaimana pelayanan pemerintah memiliki
akses yang dapat dijangkau dan ada untuk masyarakat.
2. Security : bagaimana pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
membuat mereka merasa aman untuk menggunakannya.
3. Reliability: bagaimana pelayanan diterima secara baik dan tepat
waktu.
4. Personal attention: bagaimana tingkat pelayanan dapat
tersampaikan ke masyarakat yang bekerja sama dengan pemerintah
kebutuhannya dapat terpenuhi.
5. Problem-solving approach: bagaimana pelayanan mampu menjadi
memecahkan problem yang dimiliki masyarakat.
6. Fairness: memastikan bahwa seluruh komponen masyarakat
mendapatkan perlakuan dan pelayanan yang sama.
7. Fiscal responsibility: memastikan pemerintah menggunakan
anggaran secara bijak dan bertanggung jawab, dan meningkatkan
kualitas pelayanan pemerintah setempat.
MENGUTAMAKAN KEPENTINGAN PUBLIK (SEEKS THE PUBLIC
INTEREST)
Administrasi Publik turut berkontribusi untuk membentuk
kekolektifan, yaitu pertukaran pendapat untuk kepentingan publik.
Tujuannya bukanlah untuk menemukan solusi tercepat yang
disimpulkan melalui pilihan-pilihan individual, melainkan kreasi dari
kepentingan dan tanggung jawab yang di-share bersama.
Salah satu prinsip utama dalam the New Public Service (NPS)
adalah penekanan kepentingan publik di dalam pemberian pelayanan
oleh pemerintah. Penemuan formulasi kepentingan publik bukanlah
sesuatu yang didapat dengan mudah seperti mendapati pemimpin
terpilih melalui pemilihan umum, melainkan bagaimana nilai-nilai
dapat disebar dan dipahami oleh masyarakat melalui dialog serta
pertimbangan-pertimbangan yang merupakan hal esensial. Pemerintah
juga mempunyai kewajiban moral untuk memastikan bahwa solusi-
solusi tersebut dikerjakan dalam sebuah proses yang menerapkan
nilai-nilai keadilan dan persamaan. Denhardt menekankan adanya
perbedaan pemerintah di dalam pengimplementasian pelayanan.
48
Berbeda dengan sebelumnya, kali ini pemerintah dituntut untuk aktif
dalam melakukan hearing dengan masyarakat serta mencoba
memahami mereka satu per satu dengan pandangan luas mengenai
kepentingan sosial dan masing-masing komunitas.
Selanjutnya, bagaimanakah pandangan the Old Public
Administration (OPA), the New Public Management (NPM), dan the New
Public Service (NPS) melihat bagaimana cara mencari kepentingan
publik? Di bawah ini, penulis mencoba menjelaskan pandangan ketiga
konsep tersebut.
49
kepentingan khusus, para administrator memiliki peran dalam
mendamaikan perbedaan kepentingan tersebut bila diperlukan untuk
menggunakan tindakan-tindakan administratif.
50
setiap aktivitas pemerintah. Pelayan publik memiliki tugas penting dalam
membuat forum-forum dialog untuk mewujudkan hal tersebut.
51
Saat ini, pemerintah memiliki beberapa peran baru yang sudah
termodifikasi oleh perkembangan zaman. Peran tersebut di antaranya
dari pengontrol segalanya menjadi penentu agenda publik, membawa
para stakeholders ke dalam “meja” perumusan, memfasilitasi mereka,
bernegosiasi, hingga menjadi perantara untuk menjawab permasalahan
publik. Menurut Denhardt (2007), pemerintah tidak lagi hanya berkata
“ya” ataupun “ tidak ” untuk menjawab permintaan para warga negara,
namun seharusnya seakan-akan berkata “mari bekerja sama untuk
mengetahui apa yang dapat kita lakukan, lalu membuatnya menjadi
nyata.”
52
komunitasnya. Terlebih lagi, mereka diperbolehkan untuk mengambil
segala risiko yang diperlukan ketika itu dirasa penting untuk
memberikan solusi yang kreatif dan inovatif. Lewis (1980)
menambahkan para manajer publik bukanlah pengendali aturan,
melainkan mereka adalah orang-orang yang menekan limit kinerja
hingga batas maksimal secara legal. Layaknya pengusaha, manajer
publik sangatlah oportunis, pengambil resiko, dan self-interested.
Beberapa ahli mengungkapkan kritik mengenai pandangan ini.
Pembuat kebijakan yang bersifat kewirausahaan mungkin kreatif dan
inovatif, namun dengan mengambil risiko, single-minded, dan keuletan
tersebut terkadang dapat membuat mereka kesulitan dalam
mengontrol yang disebut sebagai “meriam tak terkontrol” oleh deLeon
dan Denhardt (2000). Sebagai tambahan untuk merekomendasikan
implementasi yang lebih bersifat kewirausahaan, pandangan ini
mengusulkan pilihan-pilihan yang dapat dibuat oleh pelanggan di
dalam market daripada politikus. Jadi, rekomendasi dalam The New
Public Management bergantung kepada teori pemilihan publik
danasumsi pasar sebagai institusi sentral yang dapat diandalkan
melebihi institusi pemerintah. Peran pemerintah di sini adalah untuk
mengkaji ulang kegagalan pasar dan menyediakan barang dan jasa
yang market tidak dapat sediakan.
Secara kontras, teori pilihan publik merekomendasikan adanya
desentralisasi, privatisasi, dan juga kompetisi. Sebagai kesimpulan,
administrator bertindak layaknya seorang usaha yang diberikan
kebebasan untuk memberi kebebasan menentukan mana saja yang
dapat dijadikan sebagai preferensi kebijakan, dan juga kesepakatan-
kesepakatan tertentu. Pada waktu yang sama administrator harus
mampu untuk mengakses kebutuhan pelanggan melalui mekanisme
yang akuntabel.
53
pendekatan-pendekatan proses kebijakan serta implementasinya.
Terbentuklah beberapa pendekatan sperti contohnya hearing, panel
komunitas dimana menurut King, Feltey, dan O’Neil (1998)
kesemuanya ini masih gagal untuk menciptakan “authentic
participation”. Ketika partisipasi publik digalakkan, tidak ada alasan
bagi manajer publik untuk tidak memberikan perhatian kepada segala
jenis pertanyaan yang ditanyakan participant.
Ada beberapa alasan mengapa partisipasi publik menjadi sangat
penting. Hart (1984) mengatakan bahwa kewajiban profesional para
administrator adalah memulai tanggung jawab mereka sebagai bagian
warga negara yang berbudi luhur yang menciptakan sebuah hubungan
esensial bagi warga negara lainnya .
Dalam melaksanakan pekerjaannya, para administrator tidak
hanya mempertahankan kesetiaan kepada nilai-nilai, namun juga
mereka sangat diharapkan untuk peduli dengan warga negara lainnya
berbasiskan kepercayaan yang mereka berikan. Hart juga menekankan
adanya penggunaan moral pada administrator daripada paksaan.
Untuk dapat berhasil menerapkan nilai-nilai demokrasi diperlukan
suatu kesadaran akan etika, nilai, dan moral.
Pendapat lain juga mengatakan para administrator mempunyai
tanggung jawab untuk mengedukasi warga negara. Membantu mereka
untuk mengerti bahwasanya untuk mewujudkan suatu kepentingan
yang luas diperlukan suatu usaha yang membutuhkan waktu dalam
menghadapi kompleksitas dalam proses pemerintahan. Partisipasi
dalam pemerintahan demokrasi membangun karakter moral, empati,
pengertian akan kebutuhan-kebutuhan orang lain, dan kemampuan
untuk menggabungkannya sebagai tindakan yang kolektif. Dalam
pengimplementasiannya, administrator tidak hanya bertindak sebagai
pemberi nasihat, namun juga bagaimana mereka mampu untuk
membuat suatu lingkungan di mana terdapat dialog dan perjanjian di
mana pembelajaran dapat dilakukan secara bersama.
Akhirnya, hal yang paling menjadi dasar dalam tugas
administrator adalah memberikan perhatian. Menurut Bellah (1991),
para administrator memiliki tanggung jawab untuk mendengarkan
suara-suara warga negara yang akan ditindaklanjuti secara responsif.
Stiver (1994) menambahkan dengan memberikan perhatian dan
mendengarkan, kita dapat memahami posisi kesulitan mereka, ini
adalah timbal balik yang ditimbulkan pada teori-teori dan praktik
54
keadilan. Secara garis besar manfaat mengedepankan partisipasi
publik di antaranya:
1) Semakin besar partispasi semakin dapat menemukan kebutuhan
dan ekspektasi warga negara yang dapat didengar dan
ditindaklanjuti,
2) Semakin besar partisipasi semakin dapat meningkatkan kualitas
kebijakan publik,
3) Semakin besar partisipasi dalam proses kebijakan, semakin
partisipan memiliki pancang dalam menanti outcomes,
4) Semakin besar partisipasi pemerintah semakin transparan dan
akuntabel,
5) Semakin besar partisipasi semakin besar kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah,
6) Semakin besar partispasi dapat membantu suatu negara
menghadapi tantangan-tantangan pembangunan,
7) Semakin besar partisipasi semakin meningkatkan peluang untuk
mendapatkan partnership, dan
8) Semakin besar partisipasi semakin mudah informasi dapat
diketahui oleh publik.
55
Denhardt mengungkapkan beberapa aspek penting yang dapat
memotivasi dan menguatkan tanggung jawab warga negara. Pertama,
pemerintah tidak membentuk suatu komunitas, namun secara spesifik
pemimpin politik dapat memberikan masyarakat kepercayaan untuk
secara efektif dan bertanggung jawab dalam pembangunan dan warga
negara percaya bahwa ada keterbukaan dari pemerintah. Kedua,
masyarakat harus menyadari bahwa pemerintah bertindak responsif
karena pemerintah diadakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Denhardt mengatakan bahwa hal terbaik untuk membuat peluang-
peluang partisipasi sebanyak mungkin adalah dengan melakukan
kolaborasi dalam mencapai tujuan kebijakan. Untuk menjelaskan
“Think Strategically, Act Democratically” ini, Denhardt membahas
mengenai perubahan dalam teori implementasi dari sisi perspektif
historis,kemudian menguji model-model implementasi kontemporarinya
yang kemudian dihubungkan dengan asumsi dan nilai-nilai New Public
Management.
56
buruk, administrator hanya menjalankan pekerjaan mereka sesuai
kewajiban dengan perilaku paling efisien. Secara singkat, asumsi pada
pandangan ini berpikir secara strategis, namun dalam implementasi
programnya tidak demokratis.
57
layanan publik. Cooper (1991) mengatakan bahwa partisipasi
masyarakat mungkin tidak berguna atau memuaskan para
administrator, tapi hal tersebut merupakan sesuatu hal yang penting
dalam mempertahankan pemerintahan.
Dalam New Public Service, keterlibatan masyarakat tidak dibatasi
dengan adanya beberapa setting prioritas. Pandangan ini melihat
masyarakat sebagai citizen/warga negara, bukan customer/pelanggan
atau client/ penerima manfaat. Warga negara terlibat dalam
pemerintahan dan tidak hanya melakukan permintaan untuk
memuaskan kebutuhan jangka pendek. Konsep dalam implementasi
didasari oleh komunitas, bukannya pasar. Komunitas dibentuk dari
interaksi sosial, persamaan karakter, dan menempati wilayah teritori
yang sama. Dalam komunitas sudah sewajarnya masyarakat dan
pegawai pemerintah memiliki tanggung jawab yang sama untuk
mengidentifikasi masalah-masalah dan mengimplementasikan solusi-
solusinya. Pemerintah akan belajar dari masyarakat, begitu pula
dengan masyarakat yang belajar dari pemerintah.
58
Pandangan Old public Administration dan New Public Management
yaitu melihat akuntabilitas sebagai sesuatu yang dianggap sederhana.
Pandangan pertama menganggap administrator seharusnya secara
sederhana bertanggung jawab kepada pimpinan politik dan pandangan
kedua memandang administrator seharusnya bersikap sebagai seorang
wiraswasta di mana efisiensi, efektivitas anggaran, dan ketanggapan
kepada pasar menjadi fokus utama. Selanjutnya, Denhardt (2007) akan
menjelaskan secara lebih rinci perubahan ide mengenai akuntabilitas
dan tanggung jawab untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan apa yang
dipertanggungjawabkan administrator publik, kepada siapa, dan
dengan tujuan apa akuntabilitas dicapai.
59
Akuntabilitas dalam The New Public Service (NPS)
60
bahwa kepemimpinan top-down sudah kuno dan mungkin tidak
applicable di dunia modern.
61
lembaga pemerintah dan pemimpinnya lebih berfokus pada regulasi
yang mengatur perilaku pemberian pelayanan.
Terlepas dari kemuliaan tujuan awalny a , pelaksanaan kebijakan
dan prosedur manajemen eksekutif menjadi tidak praktis dan tidak
efisien karena sangat ketatnya kapasitas lembaga dalam menemukan
kebutuhan publik.
62
Jenis kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan
transformasional. Burns, pemenang penghargaan Pulitzer menekankan
bahwa kepemimpinan bukanlah seseorang yang membuat para
pengikutya melakukan sesuatu, tetapi hubungan antara pemimpin dan
pengikutnya dalam interaksi mutual yang dapat menghasilkan
perubahan bagi keduanya. Burns menjelaskan perbedaan secara jelas
mengenai perbedaan power dan juga kepemimpinan. Power adalah
bagaimana pemegang kendali bertindak untuk mencapai tujuan-tujuan
dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada untuk
memberikan pengaruhnya. Sedangkan kepemimpinan adalah
bagaimana seseorang dalam segala macam kondisi berusaha untuk
membangunkan, menggandeng, dan memotivasi para pengikutnya.
Perbedaan terlihat jelas pada bagaimana kepemimpinan berusaha
untuk mencapai kepentingan pemimpin dan pengikutnya. Burns
menjelaskan ada dua tipe kepemimpinan, yaitu kepemimpinan
transaksional yang mengedepankan pertukaran nilai bersama untuk
memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak dan nilai
transformasional di mana pemimpin dan pengikutnya mendorong yang
lainnya untuk bersama-sama meningkatkan moral dan motivasi pada
level tertinggi.
Kepemimpinan Bersama
63
Pelayan, Bukan Pemilik
64
The Old Public Administration (OPA) Menggunakan Kontrol
untuk Mencapai Efisiensi
The Old Public Administration didasari pada kepercayaan bahwa
efisiensi adalah nilai yang menonjol dan orang tidak akan produktif
dan bekerja dengan baik apabila kita tidak membuat keadaan seperti
itu. Pekerja akan bekerja secara baik apabila didorong dengan insentif
nilai kesatuan moneter dan menciptakan lingkungan yang takut akan
hukuman apabila tidak bekerja sesuai dengan yang diharapkan.
Sumber daya manusia secara sederhana diharapkan untuk tunduk
kepada aturan. Sebagai ganti upah layak yang diberikan, para pekerja
akan diberikan tugas-tugas spesifik kepada masing-masing pekerjaan.
Pemenuhan dan kepuasaan emosi dan kebutuhan bukan termasuk
dalam bagian persamaan.
Efisiensi dalam pandangan ini dijelaskan sebagai rasio harga
untuk pengeluaran menuntut pengeluaran kontrol dan produktivitas
sebagai fokus utama. Tantangan dalam pekerjaan menurut pandangan
ini adalah bagaimana tindakan yang diambil untuk dapat
menghasilkan produktivitas sebesar-besarnya dengan menggunakan
harga seminimal mungkin. Diasumsikan bahwa isu seperti komunitas,
kewarganegaraan, dan demokrasi masuk dalam ranah politik tetapi
tidak dalam administrasi. The Old Public Administration juga menilai
apabila organisasi distrukturisasi oleh idealnya birokrasi, apabila
organisasi dapat memperkokoh nilai kompetensi dan keahlian secara
netral, apabila fungsi sistem manajemen dapat dijadikan tempat untuk
mengontrol akun untuk pengeluaran, maka organisasi publik dirasa
dapat memenuhi fungsi yang diamanatkan.
65
informasi untuk memantau para agen, menetapkan tujuan, dan
mengeluarkan insentif untuk memperoleh hasil yang cukup secara
konsisten. Karena berfokus pada pengeluaran seminimal mungkin,
pertanyaan yang sering muncul dalam implementasinya adalah
bagaimana organisasi dapat menjaga kepuasaan dan kinerja pekerja
dengan pendekatan pengeluaran sedikit-dikitnya dan memastikan
bahwa mereka sedang mengerjakan hal tersebut.
66
menyebut patriotisme untuk melakukan hal yang baik adalah
melakukan pekerjaan yang didasari bukan hanya untuk memedulikan
dan melindungi hak pribadi, melainkan bagaimana sikap patriotisme
ini dapat dimunculkan sebagai bentuk motivasi utama untuk melayani
sebagai warga negara. Karena mengetahui dan memperlakukan
masyarakat seperti rekan untuk mencapai kepentingan bersama, maka
partisipasi tidak hanya menguatkan nilai-nilai tetapi juga inti dan
kualitas dari pelayanan publik.
INOVASI KEBIJAKAN
5 PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA
67
diselenggarakan oleh Kementerian PAN-RB. Inovasi kebijakan
pelayanan publik tersebut antara lain sebagai berikut:
68
dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi
ketahanan nasional; b) bahwa hak memperoleh informasi merupakan
hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah
satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan
rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik; c)
bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam
mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara
dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada
kepentingan publik; d) bahwa pengelolaan informasi publik merupakan
salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi.
Selanjutnya pada bab II pasal 2 disebutkan bahwa “Setiap Informasi
Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna
Informasi Publik”.
Di dalam bab III pasal 4 disebutkan bahwa setiap orang berhak
memperoleh Informasi Publik dengan cara a) melihat dan mengetahui
Informasi Publik; b) menghadiri pertemuan publik yang terbuka
kegagalan sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
Bab III pasal 7 disebutkan bahwa: (1) Badan Publik wajib
menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik
yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi
Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan (2)
Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat,benar,
dan tidak menyesatkan. (3) Untuk melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat 2, Badan Publik harus membangun
dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk
mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat
diakses dengan mudah.
Dalam UU no 14 tahun 2008, Badan Publik harus menyediakan
informasi yang diperlukan oleh masyarakat. Terdapat empat jenis
informasi meliputi:
1. Informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara
berkala
2. Informasi publik yang wajib diumumkan secara serta merta
3. Informasi publik yang wajib tersedia setiap saat
4. Informasi publik yang dikecualikan.
69
c) informasi mengenai laporan
keuangan; dan/atau d) informasi lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Kewajiban menyebarluaskan Informasi publik
tersebut harus disampaikan dengan cara yang mudah di jangkau oleh
masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
Informasi Publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara
serta-merta adalah suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup
orang banyak dan ketertiban umum. Informasi Publik tersebut harus
disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan
dalam bahasa yang mudah dipahami.
Informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan setiap
saat adalah informasi yang berhubungan dengan badan publik
meliputi: a) daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah
penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan; b) hasil
keputusan Badan Publik dan pertimbangannya; c) seluruh kebijakan
yang ada berikut dokumen pendukungnya; d) rencana kerja proyek
termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik;
e) perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga; f) informasi dan
kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang
terbuka untuk umum; g) prosedur kerja pegawai Badan Publik yang
berkaitan dengan pelayanan masyarakat.
laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana
diatur dalam Undang-undang ini.
Informasi yang dikecualikan adalah informasi yang tidak dapat
diakses oleh masyarakat dikarenakan beberapa faktor berikut:
a. Informasi Publik yang jika dibuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum,
yaitu:
1) menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak
pidana; 2) mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi,
dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana; 3)
mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang
berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk
kejahatan transnasional; 4) membahayakan keselamatan dan
kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau 5)
membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana
penegak hukum
70
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan
perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari
persaingan usaha tidak sehat
c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan
keamanan negara yaitu: 1) informasi tentang strategi, intelijen,
operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan
sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap
perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam
kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri; 2) dokumen
yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik
yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan
keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan
dan pengakhiran atau evaluasi; 3) jumlah, komposisi, disposisi,
atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan
sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana
pengembangannya; 4) gambar dan data tentang situasi dan
keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer; 5) data perkiraan
kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada
segala tindakan dan/ atau indikasi negara tersebut yang dapat
membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan/atau data terkait kerja sama militer dengan negara lain yang
disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat
rahasia; 6) sistem persandian negara; dan/ atau 7) sistem intelijen
negara. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam
Indonesia
d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi
nasional, seperti: 1) rencana awal pembelian dan penjualan mata
uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik negara; 2)
rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan modeloperasi
institusi keuangan; 3) rencana awal perubahan suku bunga ba nk,
pinja ma n pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan
negara/ daerah lainnya; 4) rencana awal penjualan atau pembelian
tanah atau properti; 5) rencana awal investasi asing; 6) proses dan
hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan
71
lainnya; dan/atau 7) hal-hal yang berkaitan dengan proses
pencetakan uang
e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan
hubungan luar negeri, yaitu: 1) posisi, daya tawar dan strategi yang
akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya dengan
negosiasi internasional; 2)korespondensi diplomatik antarnegara; 3)
sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam
menjalankan hubungan internasional; dan/atau 4) perlindungan
dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri
f. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi
akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun
wasiat seseorang
i. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi,
yaitu: 1) riwayat dan kondisi anggota keluarga; 2) riwayat, kondisi
dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;
3)kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank
seseorang; 4) hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas,
intelektualitas, dan rekomendasikemampuan seseorang; dan/atau
5) catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan
dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan
nonformal
j. Memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra
Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas
putusan Komisi Informasi atau pengadilan.
72
Poin-poin penting yang tertera pada UU Nomor 14 tahun 2008
yang terkait dengan inovasi kebijakan pelayanan publik dapat terlihat
dari pasal-pasal berikut:
No Bab dan Pasal Keterangan
73
6 Bab IV pasal 9 Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik
secara berkala. Informasi Publik tersebut meliputi:
a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;
b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;
c. informasi mengenai laporan keuangan;
d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
74
j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan
Undang-undang.
75
Dalam UU No. 25 Tahun 2009 ini memuat bahwa pelayanan
publik terdiri dari tiga jenis, yaitu:
1. Pelayanan barang publik, yaitu pengadaan dan penyaluran barang
publik yang meliputi:
a. dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh
dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah
b. dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara
dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan.
c. pengadaan dan penyaluran barang publik yang
pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah
atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau
seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau
kekayaan daerah yang dipisahkan,
76
tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan.
2. Pelayanan jasa publik, yaitu penyediaan jasa publik meliputi:
a. disediakan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah
b. disediakan suatu badan usaha yang modal pendiriannya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara
dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan
c. pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah
atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau
seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau
kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya
menjadi misi negara.
4. Pelayanan administratif, yaitu tindakan administratif pemerintah
maupun nonpemerintah meliputi:
a. tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara
dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam
rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara
b. tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah yang
diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-
undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan
penerima pelayanan.
77
pelayanan publik dalam praktik pemberian pelayanan adalah
menyusun, menetapkan,
78
tentang pelayanan publik yang diberikan. Hal ini dimaksudkan agar
pelayanan publik yang diberikan jelas dan tegas.Selanjutnya,
maklumat pelayanan tersebut harus dipublikasikan secara jelas dan
luas.
Dalam rangka untuk memberikan dukungan informasi kepada
masyarakat, maka penyelenggara pelayanan publik wajib menyediakan
sistem informasi yang bersifat nasional. Penyelenggara pelayanan wajib
mengelola sistem informasi baik elektronik atau nonelektronik,
sekurang-kurangnya meliputi:
a) profil penyelenggara; b) profil pelaksana; c) standar pelayanan; d)
maklumat pelayanan; e) pengelolaan pengaduan; dan f) penilaian kinerja
Dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik ini
juga dijelaskan bahwa setiap penyelenggara pelayanan publik harus
menyediakan sarana pengaduan bagi masyarakat. Masyarakat berhak
melakukan pengaduan terhadap pelayanan yang mereka terima.
Masyarakat diberikan kesempatan untuk mengkritik dan memberi
masukan terhadap praktek pelayanan yang mereka terima. Hal ini
terdapat dalam bab V pasal 36 yang menyebutkan bahwa:
Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan
menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan;
Penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan yang berasal
dari penerima pelayanan, rekomendasi ombudsman, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam batas waktu
tertentu;
Penyelenggara menindaklanjuti hasil pengelolaan pengaduan;
Penyelenggara berkewajiban mengumumkan nama dan alamat
penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana pengaduan yang
disediakan.
79
b. terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak
sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik;
80
f. memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki
pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai
dengan standar pelayanan;
g. mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan
standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki
pelayanan kepada penyelenggara dan ombudsman;
h. mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan
standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan
kepada pembina penyelenggara dan ombudsman; dan
i. mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas
dan tujuan pelayanan.
Bab IV pasal 19 Masyarakat berkewajiban:
a. mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana
dipersyaratkan dalam standar pelayanan;
b. ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana, dan/atau
fasilitas pelayanan publik; dan
c. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait
dengan penyelenggaraan pelayanan publik.
Bab V pasal 20 1. Penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan
standar pelayanan dengan memperhatikan kemampuan
penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan.
2. Dalam menyusun dan menetapkan standar pelayanan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 penyelenggara wajib
mengikutsertakan masyarakat dan pihak terkait.
3. Penyelenggara berkewajiban menerapkan standar
pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
4. Pengikutsertaan masyarakat dan pihak terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
prinsip tidak diskriminatif, terkait langsung dengan jenis
pelayanan, memiliki kompetensi dan mengutamakan
musyawarah, serta memperhatikan keberagaman.
Bab V pasal 21 Komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi:
a. dasar hukum;
b. persyaratan;
c. sistem, mekanisme, dan prosedur;
d. jangka waktu penyelesaian;
e. biaya/tarif;
f. produk pelayanan;
g. sarana, prasarana, dan/atau fasilitas;
h. kompetensi pelaksana;
i. pengawasan internal;
j. penanganan pengaduan, saran, dan masukan;
k. jumlah pelaksana;
l. jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan;
m. jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam
bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas
dari bahaya, dan risiko keragu-raguan; dan
n. evaluasi kinerja pelaksana.
Bab V pasal 34 Pelaksana dalam menyelenggarakan pelayanan publik harus
berperilaku sebagai berikut:
81
a. adil dan tidak diskriminatif;
c. santun dan ramah;
d. tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang
berlarut-larut;
e. profesional; dan
f. tidak mempersulit;
Bab V pasal 36 1. Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana
pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten
dalam pengelolaan pengaduan.
2. Penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan yang
berasal dari penerima pelayanan, rekomendasi ombudsman,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota dalam batas waktu tertentu.
3. Penyelenggara berkewajiban menindaklanjuti hasil pengelolaan
pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
4. Penyelenggara berkewajiban mengumumkan nama dan
alamat penanggung jawab pengelola pengaduan serta
sarana pengaduan yang disediakan.
82
kegiatan tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari
hasil pengukuran atas pendapat masyarakat. Melalui survei ini
diharapkan dapat mendorong partisipasi masyarakat sebagai pengguna
layanan dalam menilai kinerja penyelenggara pelayanan serta juga
dapat mendorong penyelenggara pelayanan publik untuk
meningkatkan kualitas pelayanan dan melakukan pengembangan
melalui inovasi-inovasi pelayanan publik.
Survei Kepuasan Masyarakat adalah pengukuran secara
komprehensif mengenai tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh
dari hasil pengukuran atas pendapat masyarakat dalam memperoleh
pelayanan dari penyelenggara pelayanan publik. Hal tersebut tertera
dalam pasal 1 Permen PAN-RB ini. Manfaat hasil survei ini adalah:
1. Dapat mengetahui kelemahan atau kekuatan dari masing-masing unit
penyelenggara pelayanan publik;
2. Dapat menjadi alat ukur secara berkala mengenai penyelenggaraan
pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan publik;
3. Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan
langkah perbaikan pelayanan; dan
4. Sebagai umpan balik dalam memperbaiki layanan. Masyarakat
terlibat secara aktif mengawasi pelaksanaan penyelenggaraan
pelayanan publik.
83
yang telah ditetapkan. Produk pelayanan ini adalah hasil dari setiap
spesifikasi jenis pelayanan.
6. Kompetensi Pelaksana; kemampuan yang harus dimiliki oleh
pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan
pengalaman.
7. Perilaku Pelaksana; sikap atau perilaku petugas dalam memberikan
pelayanan.
8. Maklumat Pelayanan; adalah pernyataan kesanggupan dan
kewajiban penyelenggara untuk melaksanakan pelayanan sesuai
dengan standar pelayanan.
9. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan; tata cara
pelaksanaan penanganan pengaduan dan tindak lanjut.
84
akhir bisa disajikan dalam bentuk skoring/ angka absolut, ataupun
bentuk kualitatif (baik/buruk). Namun demikian agar pelaporan hasil
survei kepuasan masyarakat lengkap, sebaiknya disajikan dalam
bentuk scoring yang dilengkapi dengan narasi yang mendalam agar
dapat menampilkan data yang komprehensif.
85
dan diumumkan secara online di “Sinovik”, maka kompetisi ini lebih
dikenal dengan Inovasi Pelayanan Publik “Top 99”. Bila dilihat dari jumlah
inovasi yang didaftarkan, peserta kompetisi “Top 99” harus berkompetisi
secara ketat. Pada tahun 2014, peserta kompetisi sebanyak 550 inovasi,
tahun 2015 sebanyak 1.184 inovasi, dan tahun 2016 terdaftar sebanyak
2.476 inovasi.
Kompetisi inovasi pelayanan publik diperkuat dengan Surat
Edaran Menteri PAN-RB seperti S.E. Menteri PAN-RB nomor 15 Tahun
2013 tentang Kompetensi Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2014 di
Lingkungan Kementerian/ Lembaga, BUMN/BUMD dan Pemerintah
Daerah. Selanjutnya, setiap tahun dikeluarkan Surat Edaran Menteri
PAN-RB sebagai dasar pelaksanaan kompetisi inovasi pelayanan publik
pada tahun berikutnya. Seperti contoh, S.E. Menteri PAN-RB Nomor 09
Tahun 2014 sebagai dasar hukum kompetisi inovasi pelayanan publik
tahun 2015. S.E. Menteri PAN-RB Nomor 09 Tahun 2015 sebagai dasar
hukum kompetisi inovasi pelayanan publik tahun 2016, dan S.E.
Menteri PAN-RB Nomor 19 Tahun 2016 sebagai dasar hukum
kompetisi inovasi pelayanan publik tahun 2017.
Kompetisi inovasi pelayanan ini dibagi menjadi empat kategori,
yaitu:
tata kelola pemerintahan, yang meliputi salah satu atau lebih unsur
partisipasi, akuntabilitas, transparansi, efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan pemerintahan, kualitas regulasi, penegakan
hukum, ketertiban sosial, dan kontrol terhadap korupsi dalam
pelayanan publik; (2)penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;(3) perbaikan
kesejahteraan sosial dalam penyelesaian masalah-masalah sosial;
dan (4) pelayanan langsung kepada masyarakat yaitu pelayanan
yang dilaksanakan melalui kontak langsung dengan masyarakat
yang manfaatnya dirasakan langsung.
Inovasi pelayanan publik yang dapat diajukan untuk kompetisi
harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain inovasi tersebut
harus memberiperbaikan, memberikan manfaat bagi masyarakat,
dapat atau sudah direplikasi, berkelanjutan, dan menarik. Inovasi
tersebut minimal harus sudah dilaksanakan satu tahun. Inovasi yang
diajukan harus memenuhi empat kriteria, yakni memperkenalkan
pendekatan baru, produktif, berdampak dan berkelanjutan.
Memperkenalkan pendekatan baru adalah memperkenalkan gagasan
yang unik, pendekatan yang baru dalam penyelesaian masalah, atau
kebijakan dan desain pelaksanaan yang unik, atau modifikasi dari
86
inovasi pelayanan publik yang telah ada dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan publik. Sedangkan yang dimaksud
produktif adalah memberikan bukti hasil implementasi. Sedangkan
yang dimaksud berdampak adalah memberikan manfaat terhadap
peningkatan atau perubahan kondisi dan sebagai daya ungkit terhadap
percepatan peningkatan kualitas. Adapun berkelanjutan adalah
memberikan jaminan bahwa inovasi pelayanan publik terus
dipertahankan, diimplementasikan, dan dikembangkan dengan
dukungan program dan anggaran, tugas dan fungsi organisasi, serta
hukum dan perundang-undangan.
Berikut adalah daftar inovasi pelayanan publik yang berhasil
masuk menjadi “Top 99” yang termuat dalam “Sinovik” pada tahun
2016.
87
6 INOVASI KEBIJAKAN
PELAYANAN PUBLIK
88
fasilitas tracking yang dapat memberikan informasi kepada warga,
sampai di manakah keluhan mereka ditindaklanjuti.
89
menyampaikan keluhan atau informasi menggunakan beragam
perangkat atau media (telepon, pesan singkat (SMS), atau internet).
Dalam usaha memberikan pelayanan prima, Media Center Kota
Surabaya memiliki standar pelayanan baku dan konsisten
bersertifikasi ISO 9001:2008. Keamanan database-nya bersertifikasi
ISO 27001:2005. Di samping itu, Media Center juga didukung dengan
sistem aplikasi teknologi informasi untuk mempercepat pelayanan dan
integrasi dengan tim dari masing-masing SKPD. Keluhan atau
informasi dari masyarakat, baik yang disampaikan melalui telepon,
pesan singkat (SMS), maupun internet terkoneksi dengan database.
90
1. Tahun 2011: Media Center Kota Surabaya pernah dinominasikan di
ajang penghargaan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh
PBB dalam ajang United Nation Public Service Award kategori
Fostering Participation in Policy Making Decisions Through Innovative
Mechanism;
2. Tahun 2012: Dinas Kominfo Kota Surabaya meraih penghargaan
Badan Publik Terbaik I Kabupaten/Kota SeProvinsi Jawa Timur;
3. Tahun 2012: Peringkat I SKPD Pelayanan Publik Terbaik hasil
survei IKM;
4. Tahun 2012: Partisipan teraktif di ajang The Guangzhou Award;
5. Tahun 2013: Penghargaan Internasional Future Gov Tingkat Asia-
Pasifik, meraih dua kategori yakni Data Center melalui Media Center
Pemerintah Kota Surabaya dan Data Inclusion melalui “Broadband
Learning Center”/ BLC;
6. Tahun 2014: Top 33 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik)
untuk inovasi Media Center, Rapor Online dan e-Musrenbang;
7. Tahun 2015: Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Komunikasi
dan Informatika mendapatkan penghargaan perihal pelayanan
informasi terbaik pada tingkat provinsi, yakni Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi (PPID) Award 2015. Penghargaan ini
adalah penghargaan ke-4 Kota Surabaya di ajang PPID Award.
Pemerintah Kota Surabaya meraih Kategori Transparansi Anggaran
Terbaik untuk tingkat kota. Pemerintah Kota Surabaya dinilai telah
mengimplementasikan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik;
8. Tahun 2015: Penghargaan Kabta Web Awards beritasatu.com.
Penghargaan ini merupakan anugerah untuk pengelolaan website
terbaik pilihan juri dan 25 kota/kabupaten. Penilaian terhadap web
Kabupaten dan Kota seluruh ini dilakukan melalui serangkaian
proses penilaian dan penjurian. Terdapat lima kriteria penilaian
dalam proses seleksi, yakni aktualitas (5%), estetika (15%),
aksesibilitas (20%), navigasi (25%), dan konten (35%).
91
privat serta pembuatan keputusan dilaksanakan oleh masing-masing
SKPD yang bersangkutan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
masing-masing.
Surabaya Single Window (SSW) sebagai salah satu bentuk
pelayanan publik diatur dalam Peraturan Walikota Surabaya Nomor 28
Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelayanan Perizinan dan NonPerizinan
secara Elektronik di Kota Surabaya. SSW diluncurkan oleh Walikota
Surabaya yakni Tri Rismaharini, pada tanggal 14 Maret 2013 sebagai
upaya untuk memudahkan proses perizinan bagi warga Kota Surabaya
maupun warga asing yang ingin berinvestasi di Surabaya.
Secara keseluruhan, SSW telah mampu membuktikan bahwa
pelayanan perizinan dapat dipermudah dan dapat dilakukan
menggunakan aplikasi mobile. Dengan SSW pelayanan perizinan
semakin mudah karena masyarakat tidak perlu datang ke SKPD terkait
untuk melakukan perizinan. Pemerintah Kota Surabaya telah mampu
menciptakan inovasi pelayanan berbasis teknologi yang sangat
bermanfaat sehingga pemerintah dapat memberikan pelayanan publik
yang memuaskan.
Kemajuan teknologi dan informasi saat ini berkembang sangat
pesat. Banyak kegiatan atau aktivitas yang memanfaatkan teknologi
guna mempermudah pelaksanaan kegiatan. Termasuk kegiatan
pemerintahan, pemerintah memanfaatkan teknologi untuk
menciptakan inovasi-inovasi pelaksanaan pemerintahan atau yang
sering disebut e-governance. Pemerintah mulai mengembangkan
inovasi dengan menggunakan teknologi untuk menciptakan suatu
sistem pemerintahan yang dapat diakses oleh seluruh
masyarakat. E-governance sudah banyak dimanfaatkan oleh Kepala
Daerah di seluruh Indonesia khususnya dalam bidang pelayanan
publik.
Teknologi juga dimanfaatkan Pemerintah Kota Surabaya dalam
pelaksanaan layanan publik. Bahkan Pemerintah Surabaya telah
melakukan banyak inovasi layanan publik berbasis elektronik sejak
lama. Tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang
cepat, murah, transparan dan tidak berbelit-belit membuat pemerintah
bersama SKPD terkait terdorong untuk menciptakan inovasi pelayanan
publik yang diharapkan.
Surabaya menjadi kota yang akan diberi julukan Future
Governance atau Kota Masa Depan karena banyaknya inovasi-inovasi
92
yang diciptakan dan pemanfaatan teknologi hampir di semua inovasi
pelayanan publik. Surabaya banyak mendapat penghargaan salah
satunya penghargaan Socrates Award 2014 dari Europe Business
Assembly (EBA) untuk kategori “City of the Future” (Kota Masa Depan).
EBA adalah perusahaan independen di Inggris yang memberi perhatian
terhadap ekonomi, sosial, dan budaya. Selain itu, Surabaya juga
mendapat penghargaan Future-Gov versi majalah Future-Gov
Singapura. Future-Gov adalah majalah yang berbasis di Singapura yang
berfokus dalam bidang pemanfaatan TIK oleh pemerintahan atau
modernisasi pemerintahan di negara-negara ASEAN. Surabaya dinilai
konsisten dalam mengembangkan dan memanfaatkan teknologi untuk
menunjang kinerja pemerintahan.
Layanan SSW menjadi layanan perizinan satu jendela dalam
semua perizinan secara online. Tujuan adanya SSW di antaranya untuk
memperpendek waktu pelayanan, pengecekan data, dan persyaratan
pengajuan agar dapat dilakukan dengan cermat. Penggunaan SSW
dapat membuat semua pelayanan perizinan dapat diproses dalam
waktu bersamaan. Selain itu, adanya SSW juga digunakan untuk
menarik investor untuk berinvestasi di Kota Surabaya, khususnya di
bidang pariwisata.
Waktu penyelesaian perizinan melalui SSW beragam, karena
setiap SKPD memiliki prosedur yang berbeda dan tergantung dengan
jenis izin yang diajukan. Rentang waktu penyelesaian perizinan
biasanya mulai dari 14 hari sampai 30 hari. Masyarakat maupun
investor yang akan melakukan perijinan tersebut dapat memasukkan
berkas atau dokumen sesuai dengan persyaratan yang tercantum
dalam web ssw.surabaya.go.id. Keseluruhan proses SSW dilakukan
terintegrasi secara online sehingga pengguna layanan SSW dapat
menghemat waktu karena tidak perlu secara tatap muka datang
langsung ke SKPD. Proses yang dilakukan secara online juga dapat
menghapus adanya suap yang biasanya terjadi dalam pengurusan
surat izin. Adanya sistem SSW dapat memangkas alur birokrasi yang
rumit serta pengguna layanan dapat memantau progres perizinan yang
tengah diurus sehingga tercipta pelayanan publik yang prima.
Layanan perizinan SSW sudah berjalan dengan baik dan
masyarakat terus menggunakan layanan tersebut. Akan tetapi, ada
93
beberapa hal yang menjadi penghambat yaitu masih banyaknya
masyarakat yang gagap teknologi, adanya waktu yang dibatasi saat
melakukan input data dan penandatanganan surat izin masih
dilakukan di dinas-dinas terkait.
Macam-macam layanan yang diberikan SSW seperti yang terlihat
digambar yakni perizinan investasi paket, pendaftaran izin parsial
mandiri, monitoring berkas SSW, verifikasi berkas SSW, bimbingan
teknis SSW, dan contoh penyusunan dokumen.
1. Perizinan Investasi Paket
Pemohon perizinan terlebih dahulu harus melakukan pendaftaran
perizinan dengan mengisi form pendaftaran. Laman pendaftaran
juga dilengkapi fitur peta. Dalam pengurusan izin yang berpaket
terdapat beberapa paket yang ditawarkan yaitu paket layanan izin
lingkungan, paket layanan TDUP, paket layanan Disperdagin, Surat
Keterangan Rencana Kota (SKRK)-surat rekom-Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) dan SKRK-IMB.
94
Terdapat dua macam verifikasi yaitu verifikasi pendaftaran izin
single window dan pendaftaran UPTSA/PTSP. Pemohon harus login
terlebih dahulu untuk melakukan verifikasi.
5. Bimbingan Teknis SSW
Pada lama ini pemohon harus mengisi form agar dapat melakukan
upload dokumen perizinan. Laman ini adalah laman yang berisi
informasi tahap penyusunan dokumen teknis SSW.
6. Contoh Penyusunan Dokumen
Pada laman ini pemohon dapat mengunduh dan mengetahui cara
penyusunan dokumen SSW. Pemohon dapat mempelajari
bagaimana aturan penulisan maupun tata letak dalam membuat
dokumen kebutuhan yang ada di dalam SSW, sehingga disediakan
laman ini untuk mengunduh contoh dokumen SSW.
Sistem perizinan SSW telah banyak mendapatkan penghargaan
dari berbagai pihak. Hal tersebut membuktikan bahwa SSW telah
menjadi salah satu inovasi pelayanan publik berbasis teknologi yang
memberikan pelayanan perizinan cukup baik. SSW juga telah
menerima beberapa penghargaan.
Berikut beberapa penghargaan yang pernah diraih oleh SSW:
1. Tahun 2014: Penghargaan yang diberikan oleh Future Gov Asia-
Pasifik sebagai inovasi pelayanan publik terbaik kategori Future
City,
2. Tahun 2014: Penghargaan Top 9 Kompetisi Inovasi Pelayanan
Publik (Sinovik) KemenPAN dan RB untuk inovasi SSW, dan
3. Tahun 2014: Penghargaan Inovasi Pelayanan Publik dari
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi.
Penghargaan yang diraih SSW dapat dikatakan best practice
dalam bidang kemudahan perizinan. Di mana saat ini masih banyak
pelayanan perizinan yang berbelit-belit, adanya suap, dan masih
menggunakan sistem manual. Hal tersebut membuat SSW menjadi
inovasi yang patut untuk diapresiasi dan diadopsi oleh pemerintah
daerah lain untuk memberikan pelayanan perizinan yang mudah. Pada
25 April 2016, pemerintah Kota Surabaya meluncurkan SSW versi
aplikasi mobile. Jika di halaman web www.ssw.surabaya.go.id terdapat
91 pelayanan perizinan, di SSW mobile hanya terdapat 9 pelayanan
perizinan. Namun hal tersebut sudah merupakan pengembangan SSW
yang baik. SSW mobile diciptakan untuk mempercepat proses perizinan
karena warga tidak perlu mengambil surat pengantar ke kelurahan,
kecamatan, dan SKPD tertentu.
95
Inovasi Kebijakan Pelayanan Publik Bidang Kesehatan Maternal
dan Neonatal: Expanding Maternal and Neonatal Survival
(EMAS)
Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) adalah
program Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang didanai oleh
United States Agency for International Development (USAID) yang
diluncurkan pada tahun 2011. Program 5 tahun (2011-2016) ini
bekerja untuk mengurangi kematian ibu dan bayi baru lahir di enam
provinsi di Indonesia, yang berkontribusi terhadap 50 persen kematian
ibu dan bayi baru lahir. Kelima provinsi tersebut adalah Sumatra
Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Hampir sebesar 70 persen dari semua kematian ibu dan 75
persen kematian bayi, terjadi di Jawa dan Sumatra, yang sebagian
besar diakibatkan oleh penyebab yang dapat dicegah. Demi
peningkatan layanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, program
EMAS bermitra dengan instansi pemerintah (nasional, provinsi, dan
kabupaten), organisasi kemasyarakatan, fasilitas kesehatan milik
negara dan swasta, organisasi kesehatan profesional, serta sektor
swasta.
Kemenkes kemudian membuat Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 015/Menkes/SK/I/2012 tentang Tim Pokja Program Expanding
Maternal dan Neonatal Survival (EMAS) sebagai tindak lanjut dari
program tersebut. Program ini berkontribusi terhadap percepatan
penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir sebesar 25% di Indonesia.
EMAS telah dilaksanakan di 30 kabupaten dalam enam provinsi yang
memiliki jumlah kematian ibu dan neonatal terbesar. Pada tahun
pertama intervensi EMAS direncanakan di 10 kabupaten. Enam
Provinsi di Indonesia yang melaksanakan Program EMAS adalah
sebagai berikut:
1. Sumatra Utara, daerah intervensinya adalah Kabupaten Deli
Serdang. Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kota
Medan, Kota Tebingtinggi, Kabupaten Langkat, Kabupaten Karo,
Kota Pematangsiantar, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten
Simalungun, dan Kota Binjai;
96
2. Banten, daerah intervensinya adalah Kabupaten Serang. Kabupaten
di sekitar daerah intervensi adalah Kabupaten Tangerang,
Kabupaten Lebak, Kabupaten Pendeglang, dan Kota Cilegon;
3. Jawa Barat, daerah intervensinya adalah Kabupaten Bandung.
Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kabupaten Garut,
Kabupaten Sumedang, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten
Cianjur, Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung
Barat. Daerah intervensi lain di Jawa Barat, adalah Kabupaten
Cirebon. Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kota
Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, dan
Kabupaten Kuningan;
4. Jawa Tengah, daerah intervensinya adalah Kabupaten Tegal.
Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kota Tegal,
Kabupaten Brebes, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Pekalongan,
dan Kota Pekalongan. Daerah intervensi lain di Jawa tengah adalah
Kabupaten Banyumas. Kabupaten di sekitar daerah intervensi
adalah Kabupaten Kebumen, Kabupaten Cilacap, Kabupaten
Purbalingga, dan Kabupaten Banjarnegara;
5. Jawa Timur, daerah intervensinya adalah Kabupaten Malang.
Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kota Malang,
Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten
Pasuruan, Kota Batu, dan Kabupaten Blitar; dan
6. Sulawesi Selatan. Daerah intervensinya adalah Kabupaten Pinrang.
Kabupaten di sekitar daerah intervensi adalah Kabupaten Tana
Toraja, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Sidenreng Rappang, dan
Kota Pare-Pare.
EMAS memiliki tujuan untuk:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan PONED & PONEK
a. Memastikan intervensi medis prioritas yang memiliki dampak
besar pada penurunan kematian diterapkan di rumah sakit dan
puskesmas,
b. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tata kelola
klinis (clinical governance) diterapkan di rumah sakit dan
puskesmas.
2. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem rujukan
antarpuskesmas/ balkesmas dan rumah sakit
a. Penguatan sistem rujukan,
b. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjamin
akuntabilitas dan kualitas nakes, faskes, dan Pemda,
97
c. Meningkatkan akses masyarakat dalam memanfaatkan
pelayanan kesehatan.
Terdapat pendekatan EMAS sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan neonatal
minimal di 150 rumah sakit (PONEK) pemerintah & swasta dan 300
puskesmas/balkesmas (PONED) melalui penerapan tata kelola yang
baik terkait dengan kelangsungan hidup ibu dan bayi baru lahir.
2. Memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar
puskesmas dan rumah sakit,
3. Pemanfaatan teknologi informasi mutakhir (SMS, hotline, media
sosial) untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam
pelayanan kegawatdaruratan kesehatan ibu dan bayi baru lahir,
4. Program dirancang agar dapat memberi dampak nasional (tidak
hanya sebatas area kerja).
Program EMAS membangun model untuk memperkuat kualitas
pelayanan gawat-darurat Ibu dan Bayi Baru Lahir/neonatal dan
peningkatan efisiensi dan efektivitas rujukannya ditingkat puskesmas
dan rumah sakit sekaligus bersinergi dengan organisasi masyarakat
sipil, fasilitas kesehatan publik dan swasta, asosiasi rumah sakit,
organisasi profesi, dan sektor swasta, dan lain-lain guna menurunkan
angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Hingga tahun keempat
berjalan, program EMAS mampu memberikan kontribusi dalam
penurunan jumlah kematian ibu dan bayi di Indonesia.
Salah satu komponen dalam program EMAS adalah Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK). Kegiatan TIK mengembangkan dan
mengimplementasikan beberapa Sistem Management Informasi
berbasis teknologi SMS, Mobile maupun Website guna meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem rujukan. Sistem
Informasi yang telah dikembangkan adalah Sistem Informasi Jejaring
Rujukan Ibu dan Bayi (SIJARI-EMAS), Sistem Informasi Gerbang
Aspirasi Pelayanan Kesehatan Publik (SIGAPKU), dan Sistem Informasi
Penguatan Pembelajaran & Performa (SIPPP).
Rancang bangun sistem informasi tersebut telah dikembangkan
oleh tim TIK EMAS bersama dengan mitra dari Kementerian Kesehatan
yang dipimpin oleh Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN), Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kabupaten, Diskominfo, serta mitra lokal
lainnya. Selama proses pengembangannya sistem sudah diujicobakan
secara teknis untuk memastikan bahwa rancang bangun danprototipe
sistem tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan. Sistem
98
informasi tersebut telah diluncurkan secara nasional di Kementerian
Kesehatan diikuti oleh 10 Kabupaten dampingan awal EMAS pada
bulan Desember 2012 dan sejak itu telah diimplementasikan hampir di
seluruh kabupaten wilayah dampingan EMAS.
SIJARI-EMAS adalah teknologi informasi dan komunikasi yang
dikembangkan guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem
rujukan baik rujukan gawat darurat maupun rujukan dini
berencana/rujukan terencana dengan meningkatkan komunikasi dan
kolaborasi dua arah antara perujuk dan tujuan rujukan melalui
teknologi informasi berbasis web, aplikasi mobile seperti android,
blackberry, iPhone dan lainnya, SMS dan telepon.
SIJARI-EMAS merupakan sebuah aplikasi untuk mempermudah
rujukan antara perujuk (ex:bidan) dengan penyedia layanan rujukan
(rumah sakit) guna terlaksananya komunikasi dalam meningkatkan
akurasi informasi, kelengkapan data dan guna mempercepat
penyampaian informasi rujukan pasien gawat darurat maternal
neonatal ke rumah sakit rujukan ibu hamil dan bayi baru lahir.
SIJARI-EMAS juga dapat digunakan dalam komunikasi dua arah
antara dinas kesehatan dan atau fasilitas kesehatan baik itu
puskesmas dan rumah sakit dengan masyarakat umum.
Informasi rujukan kegawatdaruratan dikirim oleh petugas
pelayanan kesehatan yang sudah terdaftar pada database aplikasi
SIJARI-EMAS melalui web, aplikasi mobile seperti android, blackberry,
iPhone, dan lainnya, SMS dan telepon (suara). Berikut format SMS
rujukan SIJARI-EMAS:
r#kodeRS#namaibu#umur#suami#asuransi#golongan
darah#tranportasi#di agnosa#tindakanprarujukan
99
SIJARI-EMAS telah membantu meningkatkan jumlah pasien yang
mendapatkan layanan kesehatan berkualitas. Sejak Oktober 2014
hingga September 2015, SIJARI-EMAS telah memfasilitasi 33.052
kasus maternal dan neonatal. Secara garis besar fitur SIJARI-EMAS
dapat dibedakan menjadi 3 bagian besar yaitu:
a. Pra-Persalinan
b. Persalinan
c. Pascapersalinan
100
2. Tahun 2016: Bupati Karawang diundang presentasi di The 11th
International 2016 Kangooro Mother Care Congress and Workshop di
Trieste, Italia.
101
terbatas tanpa diolah maupun dipulung. Sedangkan keluhan-keluhan
selalu hadir dari warga kepada Dinas Kebersihan dan Pertamanan
karena dampak polusi udara (bau) bagi warga sekitar sangatlah
merugikan dan menimbulkan konflik.
102
menjadi BBM alternatif pengganti Solar serta bensin dan minyak tanah
yang bahan bakarnya juga dari tangkapan gas methane.
Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh DKP Kabupaten
Bojonegoro ini memiliki dua hal, yakni (1) mengolah sampah
menjadi produk pupuk kompos, dan (2) gas buang atau gas metan
dari aktivitas di tempat pembuangan sampah diolah menjadi gas
metan yang dimanfaatkan oleh warga sekitar menjadi bio gas.
Sampah yang semula dianggap sebagai barang yang kotor dan
menjijikkan sekarang dapat berubah menjadi berkah bagi
masyarakat. Berangkat dari pemikiran bahwa sampah
menimbulkan penyakit, merusak lingkungan, dan menimbulkan
masalah sosial, maka sampah dikelola menjadi gas methane, bahan
bakar, dan pupuk oleh Pemkab Bojonegoro.Masuknya Inovasi
‘Kelola Sampah Hasilkan Berkah’ dalam Top 35 Inovasi Pelayanan
Publik Tahun 2016 yang diusung oleh Dinas Kebersihan dan
Pertamanan (DKP) Kabupaten Bojonegoro nampaknya menarik
minat berbagai kalangan untuk mengetahui lebih banyak tentang
inovasi tersebut serta implementasinya di lapangan.
103
pelayanan kepada masyarakat, maka bila dilihat dari aspek biaya akan
lebih efisien serta jangka waktu penyelesaian akan lebih cepat.
Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) sangat
penting diterapkan di daerah karena beberapa faktor berikut:
104
PATEN sebagai penyelenggara/pemberi layanan berkualitas, cepat,
mudah, terjangkau, dan terukur.
Persyaratan teknis: persyaratan lainnya untuk penyelenggaraan
PATEN adalah persyaratan teknis yang meliputi sarana prasarana
dan pelaksana teknis PATEN. Sarana dan prasarana PATEN dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Tempat piket: tempat ini biasanya berupa meja yang berada di
bagian depan atau bagian yang mudah terlihat dari kantor
kecamatan.
b. Loket/meja pendaftaran: setiap kecamatan dapat memilih
untuk menyelenggarakan PATEN dengan menggunakan meja
atau loket yang disesuaikan dengan kondisi dan sarana yang
tersedia.
c. Tampat pemrosesan berkas: di tempat ini berkas permohonan
dan persyaratannya dipelajari dan dilakukan validasi oleh
kepala seksi pelayanan atau seksi yang membidangi pelayanan.
Setelah dilakukan validasi, berkas dilanjutkan ke tempat
pengolahan data dan informasi.
d. Tempat pengolahan data dan informasi: berkas yang sudah
divalidasi ini oleh petugas operator komputer kemudian dicetak
sesuai dengan format dokumennya dan diberikan penomoran.
e. Tempat proses finansial: dokumen yang sudah dicetak dan
diberi nomor kemudian dikirim kembali ke kepala seksi
pelayanan untuk dikoreksi dan diparaf. Kemudian selanjutnya
dokumen diberikan ke sekretaris kecamatan (sekcam). Sekcam
kemudian melakukan pemeriksaan akhir dan memberikan
paraf persetujuan. Selanjutnya dokumen diserahkan kepada
Camat untuk ditandatangani.
f. Ruang tunggu: selama dokumen yang diajukan diproses, warga
dapat menunggu di ruang tunggu. Ruang tunggu sebaiknya
memiliki kursi dan perlengkapan lainnya.
g. Tempat penyerahan dokumen: setelah dokumen
ditandatangani, maka dokumen dikirimkan ke tempat
penyerahan dokumen untuk selanjutnya diserahkan ke warga.
Tempat pembayaran: apabila dokumen yang dimaksud
memerlukan biaya atau tarif pelayanan, maka warga dapat
membayarkan biaya di tempat pembayaran sesuai dengan
jumlah yang sudah ditentukan standarnya.
h. Tempat penanganan pengaduan: jika dalam proses pelayanan
tersebut warga merasa tidak puas atas pelayanan yang
diberikan oleh petugas PATEN, warga dapat menyampaikan
pengaduannya baik secara lisan maupun tertulis.
105
i. Perangkat pendukung lainnya: salah satu perangkat pendukung
yang penting dalam PATEN adalah sistem informasi yang
memudahkan warga untuk mengetahui semua informasi di
kecamatan. Berbagai informasi tersebut dapat berbentuk papan
informasi, brosur, leaflet, atau spanduk.
106
diantar oleh petugas ke rumah warga. Namun, dengan menggunakan
jaringan internet, surat administrasi tersebut dikirim ke kelurahan.
Warga tinggal mengambilnya di kantor desa. Keabsahan tanda tangan
dan stempel elektronik yang ada di surat tidak dipermasalahkan. Hal
ini dikarenakan ada tiga tipe pelayanan yang disediakan BMW. Tipe A
adalah berkas yang selesai di desa, contohnya pengurusan surat nikah.
Kemudian tipe B adalah berkas yang membutuhkan persetujuan camat
seperti pembuatan SKCK, surat pindah datang, dan pengantar
pembuatan KTP. Untuk tipe C, pelayanan pembayaran izin mendirikan
bangunan (IMB).
Mengapa dikatakan berkas jalan sendiri? Karena sistem kerja
pada aplikasi ini, berkas dari desa dikirimkan ke kecamatan lewat
aplikasi. Berkas tersebut diterima oleh petugas kecamatan untuk dicek
kelengkapannya. Jika berkas dinyatakan lengkap, maka akan
dikirimkan ke pimpinan kecamatan untuk distempel dan tanda tangan
elektronik. Fitur tanda tangan dan stempel elektronik ini menggunakan
sistem barcode yang berbeda untuk setiap layanan administrasi.
Masyarakat dapat memonitor berkas layanan secara real time, serta
pemberitahuan pengambilan hasil layanan akan dikirimkan langsung
ke nomor handphone pemohon. Artinya, masyarakat tidak perlu bolak-
balik ke kantor desa ataupun kecamatan untuk mengecek berkasnya.
Aplikasi BMW “Berkas Mlaku Dewe” (baca: berkas jalan sendiri)
yang diterapkan di Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo ini
merupakan terapan dari Program PATEN (Pelayanan Administrasi
Terpadu Kecamatan Sukodono) dengan memanfaatkan teknologi
informasi (IT). Aplikasi yang memanfaatkan jaringan internet ini
digunakan untuk menyederhanakan dan memudahkan pelayanan yang
terintregasi dengan 19 desa di Kecamatan Sukodono. Pelayanan
dilakukan secara mobile, berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK),
tersimpan dan terpusat di server kecamatan. Pengurusan administrasi
seperti pembuatan surat kelahiran/kematian, surat pengantar
KTP/KK, surat domisili, bahkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dapat
memanfaatkan aplikasi ini.
Inovasi inilah yang mengantarkan kecamatan Sukodono
Kabupaten Sidoarjo mendapatkan penghargaan terbaik dalam
Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Provinsi Jawa Timur Tahun 2015.
107
DAFTAR PUSTAKA
108
Lembaga Administrasi Negara (LAN). 2007. Dimensi Pelayanan Publik
Dan Tantangannya dalam Administrasi Negara (Publik) Di
Indonesia. Jakarta: Bagian Humas dan Publikasi.
Lembaga Administrasi Negara (LAN). 2009. Standar Pelayanan Publik,
Edisi Revisi Cetakan 1. Jakarta: Bagian Humas dan Publikasi.
Lembaga Administrasi Negara. 1997. Sistem Administrasi Negara RI
Jilid I edisi ketiga. Jakarta: Gunung Agung.
Luthfi, JK., dan Najib, M. (ed.). 2008. Paradigma Kebijakan Pelayanan
Publik.
Malang: In-Trans Publishing.
Mahmudi. 2005. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: BPFE.
Moleong, LJ. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya.
Mustopadidjaja AR. 2003. Manajemen Proses Kebijakan Publik,
Formulasi, Implementasi dan Evaluasi Kinerja. Lembaga
Administrasi Negara, Republik Indonesia. Jakarta: Duta Pertiwi
Foundation.
Napitupulu, P. 2007. Pelayanan Publik dan Customer Satisfaction.
Bandung:
PT. Alumni.
Nasution, MN. 2004. Manajemen Jasa Terpadu. Jakarta: PT Ghalia
Indonesia.
Ndraha, T. 2010. Metodologi Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurcholis, H. 2005. Teori dan Praktik: Pemerintahan dan Otonomi Daerah.
Jakarta: Grasindo.
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara. 2012. Peraturan Kepala
Badan Kepegawaian Negara tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Calon PNS no. 9 tahun 2012.
Peraturan Menteri. 2014. Peraturan Menteri Pemberdayaan dan
Aparatur Negara tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat
Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik no.16 tahun 2014.
Perda Propinsi Jawa Timur. 2005. Perda Propinsi Jawa Timur tentang
Pelayanan Publik nomor 11 tahun 2005.
Perry, JL., dan Lois, W. 1990. The Motivational Bases of Public Service.
Public Administration Review, vol. 50, no.3, pp. 367–73.
Rasyid, MR. 2000. Makna Pemerintahan – Tinjauan dari segi Etika dan
Kepemimpinan. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya.
Ratminto dan Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan: Pengembangan
Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charer dan Standar
Pelayanan Minimal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sinambela, LP. 2006. Reformasi Pelayanan Publik (Teori, Kebijakan, dan
Implementasi). Jakarta: Bumi Aksara.
109
Soekartawi. 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Suharno. 2010. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Yogyakarta: UNY Press.
Sumardi, S. 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suryani, T. 2008. Perilaku Konsumen: Implikasi Pada Strategi Pemasaran.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suwarno, Y. 2008. Inovasi di Sektor Publik. Jakarta: STIA LAN.
Taufik, T. 2008. Governance dan Pembangunan Daerah, diakses dari
http:// tatang taufik. blogspot.com/2008 _10_ 01_ archive.html
pada tanggal 11 januari 2017.
Republik Indonesia. Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi
Publik.UU no.14 tahun 2008.
Republik Indonesia. Undang-Undang tentang Pelayanan Publik. UU no.
25 tahun 2009.
Republik Indonesia. Undang-undang tentang Aparatur Sipil Negara. UU
no.5 tahun 2014.
Winarno, B. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Med
Press (Anggota IKAPI).
Yuliani, S. 2007. New Public Sevice: Mewujudkan Birokrasi yang Pro
Citizen. Spirit Publik – Jurnal Ilmu Administrasi Negara FISIP
UNS, vol. 3, no.1.
.
110