Anda di halaman 1dari 14

Antropologi Agama adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mempelajari tentang manusia yang

menyangkut agama dengan pendekatan budaya, atau disebut juga Antropologi Religi.[1] Istilah
antropologi berasal dari bahasa Yunani, asal kata anthropos berarti manusia, dan logos berarti ilmu,
dengan demikian secara harfiah antropologi berarti ilmu tentang manusia.[2] Pengertian agama
berdasarkan asal kata, yaitu al-Din, religi (relegere, religare) dan agama.[3][4] Al-Din (Semit) berarti
undang-undang atau hukum.[3] Kemudian dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai,
menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan.[3] Sedangkan dari kata religi atau relegere berarti
mengumpulkan dan membaca.[3]

Antropologi Agama adalah salah satu cabang ilmu yang banyak mendapatkan perhatian para pakar ilmu
sosial.[1] Cabang ilmu Antropologi Agama ini diyakini oleh banyak pakar sebagai salah satu alat studi
yang akurat dalam melihat reaksi antara agama, budaya, dan lingkungan sekitar sebuah masyarakat.[1]
Antropologi agama menunjuk kepada suatu penghubung yang unik atas moralitas, hasrat, dan kekuatan
dengan dikendalikan dan kemerdekaan, dengan duniawi dan asketisme, dengan idealis dan kekerasan,
dengan imajinasi dan penjelmaan, dengan imanensi dan transendensi yang merupakan sisi dunia
manusia yang berbeda dengan makhluk lain.[1] Tradisi ilmu antropologi memahami dunia-dunia agama
tidak sepenuhnya sebagai fenomena objektif dan juga tidak sepenuhnya sebagai fenomena subjektif,
namun sebagai sesuatu yang berimbang dalam memediasikan ruangan sosial atau budaya dan sebagai
yang terlibat dalam suatu dealiktika yang memberikan objektivitas sekaligus juga subjektivitas.[1]
Perhatian ahli antropologi dalam meneliti agama ditunjukan untuk melihat keterkaitan faktor lingkungan
alam, struktur sosial, struktur kekerabatan, dan lain sebagainya, terhadap timbulnya jenis agama,
kepercayaan, upacara, organisasi keagamaan tertentu.[5]

Kajian Antropologi Agama[sunting | sunting sumber]

Agama yang dipelajari oleh antropologi adalah agama sebagai fenomena budaya, tidak agama yang
diajarkan oleh Tuhan.[5] Maka yang menjadi perhatian adalah beragamanya manusia dan masyarakat.
[5] Sebagai ilmu sosial, antropologi tidak membahas salah benarnya agama dan segenap perangkatnya,
seperti kepercayaan, ritual dan kepercayaan kepada yang sakral.[5] Harsojo mengungkapkan bahwa
kajian antropologi terhadap agama dari dulu sampai sekarang meliputi empat masalah pokok, yaitu:[5]

Dasar-dasar fundamental dari agama dan tempatnya dalam kehidupan manusia.[5]

Bagaimana manusia yang hidup bermasyarakat memenuhi kebutuhan religius mereka.[5]

Dari mana asal usul agama.[5]

Bagaimana manifestasi perasaan dan kebutuhan religius manusai.[5]

Pendekatan Antropologi Agama[sunting | sunting sumber]

Pendekatan yang digunakan oleh para ahli antropolog dalam meneliti wacana keagamaan adalah adalah
pendekatan kebudayaan, yaitu melihat agama sebagai inti kebudayaan.[6] Kajian antropolog yang
bernama Geertz (1963) mengenai agama abangan, santri, dan priyai adalah kajian mengenai variasi-
variasi keyakinan agama dalam kehidupan (kebudayaan) masyarakat Jawa sesuai dengan konteks
lingkungan hidup dan kebudayaan masing-masing bukannya kajian mengenai teologi agama.[6] Berbeda
dengan pendekatan antropolog, sebagai ilmu sosial pendekatan yang dipakai antropologi agama untuk
menjawab masalah yang menjadi perhatiannya adalah pendekatan ilmiah.[5] Pendekatan ilmiah yang
dikembangkan dari pendekatan ilmu alam bertolak dari kenyataan yang mengandung masalah.[5]
Masalah itu diantaranya apa sebab suatu kenyataan jadi demikian, apa faktor-faktor yang
menjadikannya demikian.[5] Sadar bahwa manusia adalah mahluk budaya, punya kehendak, keinginan,
imajinasi, perasaan, gagasan, kajian yang dikembangkan antropologi tidak seperti pendekatan ilmu
alam.[5] Pendekatan yang digunkan lebih humanitik, berusaha memahami gejala dari prilaku tersebut
yang nota bene punya gagasan, inisiatif, keyakinan, bisa terpengaruh oleh lingkungan dan
mempengaruhi lingkungan.[5] Oleh karena itu, pendekatan antropologi tidak menjawab bagaimana
beragama menurut kitab suci, tetapi bagaimana seharusnya beragama menurut penganutnya.[5]

Teori Tentang Agama[sunting | sunting sumber]

Teori Rasionalistik

Teori ini diterapkan pada kajian agama mulai abad ke-19.[5] Secara umum yang dimaksud dengan teori
rasionalistik adalah keyakinan ilmuwan bahwa manusia prasejarah menjelasakan kepercayaan mereka
hampir dekat dengan cara ilmiah, tetapi mereka sampai kepada kesimpulan salah karena kekurangan
pengetahuan dan pengalaman mereka.[5] Kecendrungan teori ini tampak karena dipengaruhi oleh cara
berfikir orang Barat, khusunya para ahli antropologinya.[5]

Teori Linguistik (Bahasa)

Kajian terhadap agama secara ilmiah dimulai sesudah kajian terhadap bahasa mulai berkembang.[5]
Jacob Grimm dan Wilhem Grimm yang memulai penggabungan kajian mitos dengan bahasa.[5] Mereka
mnegumpulkan sebagian besar lagenda, cerita rakyat, khurafa-khurafa, dan pepatah di seantero Eropa.
[5] Menurut teori ini keagamaan itu adalah carita rakyat modern yang semula adalah mitos massa lalu
yang telah ditambah, dikurangi, atau dikorup.[5]

Teori Fenomenologis

Teori fenomenologis adalah kajian terhadap sesuatu menurut yang dimaksud sendiri oleh objek yang
dikaji.[5] Suatu masyarakat yang menjadi objek penelitian dengan pendekatan fenomenologis berarti
berusaha memahami maksdu simbol, kepercayaan, atau ritual menurut yang mereka pahami sendiri.[5]
Teori berorientasi kepada Upacara Religi

Robertson Smith (1846-1894), seorang ahli teologi, sastra Semit, dan ilmu pasti, mengingatkan bahwa
disamping sistem kepercayaan dan doktrin, agama punya sistem upacara yang relatif tetap pada banyak
agama, yaitu upacara keagamaan.[5] Jadi agama muncul dari upacara atau ritual.[5]

Asal Usul Agama[sunting | sunting sumber]

Penelusuran terhadap asal usul agama secara universal tidak akan mungkin dicapai karena karakteristil
ajaran dan umat beragama sangat banyak dan sangat berbeda satu sama lain.[5] Mendasarkan
pendapat tentang asal-usul agama kepada data keagamaan masyrakat primitif sungguh tidak
resprentatif, bahkan salah kaprah karena agama-agama besar dunia sangat berbeda dengan agama
masyarakat primitif.[5] Kemudian penelusuran secara ilmiah terhadap kepercayaan beragama,
menuntut bukti yang rasional empirik, dan berikutnya menuntut kesimpulan yang rasional empirik.[5]
Mengatakan agama dari Tuhan tentu tidak empirik.[5] Karena itu, Emile Durkheim mengatakan bahwa
asal-usul agama adalah masyarakat itu sendiri.[5] M.T Preusz, seorang etnografer Jerman yang ahli
tentang suku Indian di Meksiko, berpendapat bahwa wujud religi tertua merupakan tindakan-tindakan
manusia untuk mewujudkan keperluan hidupnya yang tidak dapat dicapai dengan akal dan kemampuan
biasa.[5] Dia menegaskan bahwa pusat dari tiap sistem religi adalah ritus dan upacara.[5] Melalui
tindakan terhadap kekuatan gaib yang berperan dalam kehidupan, manusai mengira dapat memenuhi
kebutuhan dan tujuan hidupnya.[5] R.R. Marett berpendapat bahwa kepercayaan beragama berasal dari
kepercayaan akan adanya kekuatan gaib luar biasa yang menjadi penyebab dari gejala-gejala yang tidak
dapat dilakukan manusia biasa.[5]

Selain itu, asal usul agama tidak lah sesuai dengan apa yang ada dalam keyakinan dan pikiran umat
beragama, karena menurut mereka agama adalah ajaran Tuhan.[5] Walaupun kemudian disampaikan
dan dioleh atau diijtihadkan oleh pemuka agama, asal bahan yang dioleh dan diijtihadkan itu tetap dari
wahyu Tuhan.[5] Agama pada umumnya mempunyai ajaran-ajaran yang diyakini turun kepada manusia
melaui wahyu, dalam arti bahwa ajaran-ajaran itu berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, karena itu bersifat
mutlak benar dan tidak berubah-ubah oleh perkembangan zaman.[7]

Karya-karya[sunting | sunting sumber]

Theories of Primitive Religion (Avans-Pritchard, 1965)

The Culture of the Sacred: Exploring the Antrhoplogy of religion (Illinois: Waveland, 2004)

Anthropology of Religion: A Handbook (London: Preager,1997)

The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (Max Weber)

Islam and Capitalism (London: Allen Lane, 1974)


Seven Theories of Religion (New York & Oxford: Oxford University Press, 1996)

Witchacraft Among the Azande ((Avans-Pritchard, 1937)

Nuer Religion (Avans-Pritchard, 1956)

The religion of Java ( Geertz, 1960)

Religion, Culture, and Environment (Fiona Bowie. 2000)

The Elementary of Religion Life (Emile Durkheim. 1912)

A Handbook of Methods in Cultural Anthropologi (R. Narol & R. Cohen, 1970) [2]

Referensi[sunting | sunting sumber]

^ a b c d e Drs. Yusron Razak, M.A. & Ervan Nurtawab, M.A. Antropologi Agama. (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta dan UIN Jakarta Press, 2007) hal 1-20.>

^ a b Prof. Dr. Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. 2013.>

^ a b c d Prof. Dr. H. Jalaluddin. Psikologi Agama. (Jakarta: PT. Rajagrafindo Perasada. 2007).

^ Drs. Bambang Syamsul Arifin M.Si. Psikologi Agama. (Bandung: Pustaka Setia, 2008) ISBN: 9797307468.

^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak Bustanuddin Agus. Agama


Dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006)
hal. 16>

^ a b Drs. U. Maman dkk. Metodelogi Penelitian Agama: Teori dan Praktek. (Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada, 2006)hal.94.

^ Sudjangi (Penyunting) Agama dan Masyarakat Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Penelitian dan
Pengembangan Masyarakat, 1991/1992.>

ANTROPOLOGI AGAMA

A. POKOK PENGERTIAN

Antropologi Agama adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mempelajari tentang manusia yang
menyangkut agama dengan pendekatan budaya, atau disebut juga Antropologi Religi. Meskipun ada
yang berpendapat ada perbadaan pengerian antara Antropologi Agama dengan Antropologi Religi,
namun keduanya mengandung arti adanya hubungan antara manusia dengan kekuasaan yang ghaib.
Keduanya juga menyangkut adanya buah pikiran sikap dan perilaku manusia dalam hubungannya
dengan kekuasaan yang tidak nyata.

Buah pikiran dan perilaku manusia tentang keagamaan dan kepercayaannya itu pada kenyataannya
dapat dilihat dalam wujud tingkah laku dalam acara dan upacara-upacara tertentu menurut tata cara
yang ditentukan dalam agama dan kepercayaan masing-masing. Dengan demikian Agama tidaklah
mendekati agama itu sebagaimana dalam teologi (Ilmu Ketuhanan), yaitu ilmu yang menyelidiki Wahyu
Tuhan.

B. LATAR BELAKANG SEJARAH

Perhatian manusia terhadap sikap dan perilaku keagamaan dimulai sejak orang barat berkelana dan
mencekaramakan pengaruh kolonialisme dan imperialisme di dunia timur. Diantara yang tertarik
berpendapat karena apa yang mereka ketahui merupakan hal-hal baru dan aneh-aneh jika dibandingkan
dengan sikap perilaku dan upacara-upacara keagamaan (kristen) yang mereka anut.

Tanggapan aneh tersebut menimbulkan pertanyaan, apakah sikap perilaku keagamaan masyarakat
sederhana itu adalah bentuk-bentuk keagamaan dan kepercayaan yang merupakan cikal bakal dari
bentuk-bentuk keagamaan yang ada kemudian dan sudah jauh lebih maju, seperti halnya Agama Hindu,
Kristen dan Agama Islam. Tanggapan ke arah asal mula dari unsur-unsur universal tentang agama,
seperti mengapa manusia percaya kapada adanya kekuasaan yang ghaib, mengapa pula manusia
bersikap dan berperilaku dengan berbagai cara dan upacara yang bermacam-macam dalam
berhubungan dengan kekuasaan ghaib.

Para sarjana yang mengolah labih lanjut tentang keagamaan primitif berpendapat bahwa agama tau
religi dan kepercayaan kuno itu adalah sisa-sisa dari bentuk agama purba yang dianut oleh seluruh umat
manusia ketika budayanya masih sederhana. Jadi, bukan hanya di dunia timur tetapi di dunia barat juga
ada ketika masyarakatnya masih sederhana.

Diantara para sarjana ada yang berushan menyusun teori tentang asal mula agama. Diantara mereka
adalah para ahli filsafat, sejarah, sarjana-sarjana filologi yang ahli meneliti naskah-naskah kuno dengan
bahasa kuno, dan sebagainya.

C. CARA MEMPELAJARI

Yang menjadi titik studi Antropologi Agama adalah bukan kebenaran ideologis melainkan kenyataan
yang nampak yang berlaku, yang empiris, atau juga bagaimana hubungan pikiran sikap dan perilaku
manusia dalam hubungannya dengan yang ghaib.
Beberapa cara dalam studi Antropologi Agama, yaitu dengan mempelajari dari sudut sejarah, ajarannya
yang bersifat normatif, atau dengan cara deskriptif atau dan dengan cara yang bersifat empiris.

1. Metode Historis

Dengan metode yang bersifat sejarah yang dimaksud ialah menelusuri pikiran dan perilaku manusia
tentang agamanya yang berlatar belakang sejarah, yaitu sejarah perkembangan budaya agama sejak
masyarakat manusia masih sederhana budayanya sampai budaya agamanya yang sudah maju. Misalnya
bagaimana timbul dan terjadinya agama tersebut dan lain-lain.

2. Metode Normatif

Dengan metode normatif dalam studi Antropologi Agama dimaksudkan mempelajari norma-norma
(kaidah-kaidah, patokan-patokan atau sastra-asatra suci agama) maupun yang merupakan perilaku adat
kebiasaan yang tradisional yang tetap berlaku, baik dalam hubungan manusia dengan alam ghaib
maupun dalam hubungan antara sesama manusia yang bersumber dan berdasarkan ajaran-ajaran
agama masing-maisng. Artinya berpangkal tolak pada norma-norma agama yang eksplisit berlaku, yang
ideologis berlaku. Dengan metode ini akan ditemukan pikiran dan perilaku manusia dalam hubungannya
dengan yang ghaib atau juga sesama manusia.

3. Metode Deskriptif

Dengan metode ini dalam Antropologi Agama dimaksudkan ialah bersaha mencatat, melukiskan,
menguraikan, melaporkan tentang buah pikiran sikap tindak dan perilaku manusia yang menyangkut
agama dalam kenyataan yang implisit. Adapun tentang kaidah-kaidah ajaran yang eksplisit tercantum
dalam kitab-kitab suci dan kitab-kitab ajaran agama yang dikesampingkan.

4. Metode Empiris

Metode ini mempelajari pikiran sikap dan perilaku agama manusia yang diketemukan dari pengalaman
dan kenyataan di lapangan. Artinya yang berlaku sesungguhnya dalam kehidupan masyarakat sehari-
hari, dengan menitikberatkan perhatian terhadap kasus-kasus kejadian tertentu (metode kasus). Peneliti
dituntut terlibat langsung, misalnya peneliti berperan langsung dapat menyaksikan terjadinya acara
perkawianan yang berbeda agama atau perkawianan-perkawianan yang berlaku di antara para penganut
agma suku dan sebagainya.
BAB III

AGAMA DAN BUDAYA

Agama adalah keyakinan sedangakan budaya adalah hasil akal pikiran dan perilaku manusia. Suatu
keyakinan adalah hal yang mutlak berdasarkan kepercayaan manusia. Sedangkan ilmu pengetahuan
merupakan hasil karya manusia berdasarkan kenyataan. Namun tidak dapat dibantah baik agama atau
budaya berpangkal tolak dari adanya manusia, tidak ada agama tanpa manusia dank arena manusia
budaya maka ada agama.

Mengapa sukar memisahkan agama dan budaya , oleh karena agama tidak akan dianut umatnya tampa
budaya.

A. ISTILAH AGAMA

Agama artinya dengan istilah asing relige atau god sdienst(belanda) atau religion (inggris). Istilah agama
berasal dari bahasa sansekerta yang perngertiannya menunjukkan adanya kepercayaan manusia
berdasarkan wahyudari tuhan.dalam arti liguistik kata agama berasal dari suku kata A-GAM_A kata A
berakti tidak , kata gam berarti pergi aau bejalan, sedangkan kata A merupakan kata sipat yang
menguatkan yang kekal. Jadi istilah AGAMA mengandung arti pedoman hidup yang kekal (Hasan Shadily,
Ensiki, 1980:105

Menurut kitab sunarigama istilah agama berasal dari kata A-GA_MA, kata A berakti Awang-
awang’(kosong atau hampa),kata GA artinya Genah (bali :tampat)kata MA arinya matahari(terang
bersinar).

B. ISTILAH RILIGI

Kata religi berasal dari bahasa asing ‘religie’ atau godsdienst’ (belanda) atau religion’ (inggris).menurut
sidi gazalba ‘rligare’ dalam bahasa latin. Relegere’ maksudnya ialah berhati harti dan perngertian dasar
(grondbegrip), yaitu dengan berpegang pada aturan –atauran dasar, yang menurut anggapan orang
romawi bagwa regilare’ berarti mangikat, yaitu yang mengikat manusia dengan sesuatu kekuatan tenaga
ghaib (sidi Gazalba 1962:18).
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa istilah religi mengandung arti kecenderungan batin (rohani )
manusia untuk berhubungan dengan kekuatan dalam alam semesta, dalam mencari nilai dan makna dari
sesuatu yang berbada sama sekali dari apa yang didikenal dan dialami manusia. Kekuatan itu diangagap
suci dan dikagumi karena luar biasa. manusia percaya bahwa yang kudus itu ada dan diluar kemampuan
dan kekuasaanya. Oleh karenanya manusia berusaha menghormarmatinya, meminta perlidungan
kepadanya dan menjaga keseimbangan dengan berbagai cara upacara.

Dalam pengertian yang lain istilah religi merupakan dan perilaku kebiaasaan yang teadisional
berdasarkan tuntutan kitab-kitab suci yang merupakan himpunan peraturan keagamaan yang digunakan
sebagai pedoman hidup manusia guna meningkaakan mutu kerohanisannya mencapai kesemputnaan .
dengan demikian baik istilah agama ataupun religi yang dimaksu ialah menunjukkan adanua hungan
antara manusia dengankekuasaan ghaib diluar kekuasaan manusia, berdasaekan keyakinan dan
kepercayaan menutut paham atau ajaran agama dan kepercayaan masing-masing, baik bagi masyarakt
yang masih sederhana budayanya maupun masyarakat yang sudah maju budanyanya

Nama agama. Istilah agama atau religi’ menunjukan pengertian bahwa manusia menganut kepercayaan
kepada yang gaib. Pada masyarakat sederhana yang tidak mengenal istilah agama, kepercayaan kepada
yang gaib merupakan sebagian dari adatnya yang tradisional. Jadi apa yang dinamakan ‘ agama suku’
adalah bagian dari ‘ adat suku’ yang menyangkut keagamaan.

Bagi umat islam pengertian istilah agama sebagai cara atau jalan berhubungan dengan tuhanNya
digunakan istilah ‘syari’at tharikat, shiratal Mustaqim(jalan yang lurus). Jadi apabila digunakan
penafsiran menurut islam, maka yang diartikan agama adalah apa yang disyariatkan llah dengan
perantaraan para nabi-nya, yang berupa perintah-perintah dan larrangan-larangan serta petunjuk-
petunjuk untuk kebaikan hidup manusia di dunia dan di akhirat.

Maka demikian cirri-ciri agama adalah terdiri dari:

1. Kepercayaan kepada tuhan yang maha esa,

2. Mengadakan hubungan dengan tuhan dan melakukan upacara (ritus) pemujaan dan permohonan.

3. Adanya ajaran tentang ketuhanan


4. Adanya sikap hidup yang ditumbuhkan oleh ketiga unsure tersebut, kepercayaan, adanya hubungan
dengan tuhan dan ajarannya.

Dengan demikian kepercayaan yang tidak menunjukkan cirri-ciri tersebut merupakan budanya agama
atau agama kebudayaan.

D . AGAMA SAMAWI DAN WAD’I

Dilihat dari sumber terjadinya agama, maka agama itu dapat dibedakan dalam dua kategori, yang
dinamakan ‘agama samawi’ aau ‘agama langit, dan ‘agama wad’I atau ‘agama bumi’

1. Agama samawi adalah agama yang diungkapkan dengan wahyu’( revealed religion ) yang bersumber
dari wahyu tuhan. Misalnya menurut agama Kristen kitab terakhir perjanjian baru adalah wahyu, yang
didalamnya teologi dikatakan bahwa wahyu adalah pengalaman yang terakhir pada adanya cara yang
baru sekali dalam memandang dnia dan kehidupan manusia. Pengalaman yang diterima berdasarkan
wahyu itu karena tidak dapat terjadi melalui usaha akal pikiran penelaahan manusian, tetapi merupakan
pengetahuan terhdap kebenaran yang diilhami. Namun wahyu tidak sama dengan ilham, oleh karena
wahyu hanya dapat diterima para rasul dan nabi, sedangkan ilham hanya didapat oleh manusia selain
rasul dan nabi.

2. Agama wad’I ialah agama duniawi [natural religion] yang tidak bersumber pada wahyu illahi
melainkan hasil ciptaan akal pikiran dan perilaku manusia, oleh karenanya a disebut juga agama budaya’
agama wad’I lahir berdasarkan filsafat atau dari para penganjur agama bersangkutan. Termasuk dalam
golongan agama ini antara lain seperti agama-agama hindu, agama budha, tao [sumber mutlak seluruh
isi alam] yang disamakan dengan ‘ahuta mazda’ [persi], kong-hu-cu [k’ung fu-tze) dan berbagai aliran
paham keagamaan lainya.

Ciri-ciri agama wad’I ialah sebagai berikut :

a. Konsep ketuhanannya tidak monetheis, bahkan tidak jelas.

b. Tidak disampaikan oleh rasul allah sebagai utusan tuhan.

c. Kitab sucinya bukan berdasarkan wahyu tuhan.


d. Dapat berubah tejadinya perubahan masyarakat pengaruhnya.

e. Kebenaran ajaran dasarnya tidak tahan kritik terhadap akal manusia.

f. System terasa dan berpikirnya sama dengan system merasa dan berpikir kehidupan masyarakat
penganutnya.

Menurut agama hindu, weda adalah wahyu bukan buatan maha resi atau manusia, berdasarkan
Manawa dharmacastra ll. 10. Jdadi agama hindu bukan agama budaya hasil cipta manusia (cudamani,
1987: 1-2)

E. AGAMA BUDAYA DAN BUDAYA AGAMA

A. Agama Budaya

Timbulnya agama budaya dalam alam pikiran manusia adalah dikarenakan adanya getaran jiwa yang
disebut’emosi keagamaan’atau ‘religious emotion’ menurut koentjaraningrat emosi keagamaan ini
biasanya pernah dialami setiap manusia. Walaupun getaran emosi itu mungkin hanya berlangsung untuk
beberapa detik saja, untuk kemudian menghilang lagi. Adanya emosi keagaamaan itulah yang
mendorong orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi (koentjaraningrat, 1979:394).
Pendapat ini sejalan dengan pendapat E.durkheim dalam uraianya tnetang asal mula agama (1912), yang
di Indonesia banyak dianut oleh para penganut aliran kepercayaan.

Jadi menurut pendapat tersebut yang menjadi sebab latar belakang orang berperilaku keagamaan,
percaya kepada yang ghaib adalah dikarenakan ada dorongan emosi keagamaan dalam batin manusia
sendiri. Karena adanua emosi keagamaan maka timbullah pemikiran, pendapat, perilaku kepercayaan
terhadap sesuatu benda yang dianggap mempunyai kekuatan luar biasa, dianggap keramat atau
dikeramatkan dan dianggap suci, serta disayangi atau ditakuti. Jadi dalam system merupakan unsure-
unsur yang dipertahankan dan dilaksanakan para penganutnya sebagai berikut:

1. Memelihara emosi keagamaan.

2. Yakin dan percaya pada ghaib-ghaib,


3. Melakukan acara dan uopacara-uopacara tertentu.

4. Mempunyai sejumlah pengikut yang menaati.

Keempat unsur tersebut saling bertautan satu sama lain, yang kesemuanya berdasarkan keyakinan dan
kepercayaan terhadap hal-hal yang ghaib, yang ditakuti atau disayagi, yang disebut tuhan, dewa-dewa,
roh-roh atau makhluk halus disekitar jagad raya ini, baik yang bersifat jahat maupun yang bersifat baik.

Hasil karya yang timbul dari akal pikiran dan perilaku manusian dalam bentuk-bentuk nyata, dangan
maksud agar emosi kegamaan tetap bergelora, agar keyakinan dan kepercayaan terhadap yang ghaib
tetap kuat bertahan, agar acara dan upacara keagamaan berjalan sebagaimana mestinya, agar
keyakinan akan kebenaran menurut ajaran agama dan keperecayaan masing-masing berkembang
meluas di kalangan umat manusia, maka terjadilalah berbagai bentuk budaya agama.

B. Budaya Agama

Baik agama wahyu (samawi), seperti hindu, Kristen dan islam, maupun agama budaya (wad’I), seperti
budha pada mulanya, dan berbagai ajaran keagamaan seperti tao, kong-hu-chu,dan berbagai aliran
paham keagamaan dan kepercayaan pada yang ghaib, yang dianut masyarakat sederhana atau
masyarakat sederhana atau masyarakat yang sudah maju, memiliki budaya agama, yaitu hasil. Hasil
pemikiran dan perilaku budayayang menyangkut keagamaan. Budaya masing-masing, ada yang muncul
dalam benak manusia berdasarkan kehendak yang diwahyukan tuhan kepada para nabi, dan ada yang
muncul dalam benak manusia berdasarkan emosi keagamaan peribadi manusia sendiri

TEORI ASAL MULA AGAMA.

Ketika para sarjana mencoba merumuskan teori-teori tentang asal mula terjadinya agama, ilmu
pengetahuan yang disebut antropologi belum ada, yang baru ada adalah etnografi, lukisan tentang suku-
suku bangsa sederhana yang kemudian menjadi etnologi, yaitu ilmu tentang bangsa-bangsa (sederhana)
para ahli yang berpendapat tentang asal mula agama adalah ahli sejarah c. de Brosses (1967) ahli filsafat
August comte(1850) ahli filologi F.Max Muller 1880) dan lainya dan kemudia n muncul teori-teori dari
para ahli antropologi seperti E.B. Tylor (1889) R.R.Marett (1909), J.G.franzer (1890) E.Durkheim (1912)
dan W.Schmidt (1921) (koentjaraningrat (1966) ; 207-208) dari teori –teori mereka ini orang
berpendapat bahwa perkembangan agama itu mulai dan animism, dinemisme, politeisme dan baru
kemudian menoteisme.
A. TEORI TAYLOR

Sarjana yang diangap paling pertama kali mengemukakan pendapat bahwa asal mula dari agama adalah
dinamisme’ paham tentang jiwa atau roh dia adalah sejana antopologi inggris E.B. Taylor dalam bukunya
‘primitive Culture’ mengapa manusia sderhana menyadari tentang adanya jiwa atau roh ,dikarenakan
yang Nampak dan dialami sebagai berikut:

§ Peristiwa hidup dan mati

Bahwa adanya hidup karena adanya gerak, dan gerak itu terjadi karena adanya jiwa. Dan apa bila jiwa
itu lepas dari tubuh maka berakti mati dan tubuh tidak bergerak.

§ Peristiwa mimpi

Bahwa ketika manusia itu tidur atau pingsan ia mengalami mimpi dimana tubuh itu diam dan masih ada
gerak (nafas), tetapi ia tidak sadar karena sebagian dari jiwanya terlepas dan gnetanyangan ketempat
lain.

Menurut taylor kepercayaan manusia sederhana terhadap jiwa latin;anima.) didalam sekitarnya itulah
yang disebut animism yang merupakan asal mula agama, yang kemudian dikembangakan menjadi
Dynamisme. Polytheisme, dan akhirnya menotheisme. Dengan demikian animism itu adalah paham
kepercayaan manusia tetang adanya jiwa.

B. TEORI MARETT

Dikemukakan oleh R.R Marett seorang antropologi ingris di dalam bukunya The Threshold of Religion’
(1909), berarti setelah 36 tahun teori animism berkembang. Berpendapat bahwa bagi masyarakat yang
budayanya masih sangat sederhana belum mungkin dapat berpikir dan menyadari tentang adanya ‘jiwa’
jadi katanya pokok pangkat dari perilaku keagamaan bukanlah kepercayaan terhadap roh-roh halus,
melaikan timbul karena perasaan rendah diri manusia terhadap berbagai gejala dan peristiwa yang
dialami manusia dalam hidupnya. Sehingga kekuatan itu bersifat ‘supernatural. Menurut marett
kepercayaan terhadap adanya yang supernatural itu sudah ada sejak sebelum manusia menyadari
adanya roh-roh halus (animesme). Oleh karenanya teori marett ini sering dikatakan pula prae-
animesme.
C. TOERI FRAZER

Mengemukakan juga pendapat tentang asal mula agama adalah J.G.Frazer dalam bukunya The Golden
Bough a Study in Magic and religion (1890) ia berpendapat bahwa manusia itu dalam memecahkan
masalah berbagai macam dalam kehidupannya dengan menggunakan akal dan system pengetahuan.
Akal manusia itu terbatas semakin rendah budaya manusia semakin kecil dan terbatas kemampuan akal
pikiran dan pengetahuannya.

Megic itu adalah tanggapan hidup berbagai masyarakat bangsa, sejak jaman purba maupun sekarang
masih ada. Orang memperkirakan bahwa para ahli magic itu dengan mantera, jimat dan upacara yang
dilakukan dapat menguasai atau mempengaruhi alam sekitarnya.

Menurut frazer pada mulanya manusia itu hanya mengunakan magic untuk mengatasi masalah yang
berada diluar batas kemampuan akalnya, kemudian dikarenakan ternyata usahanya dengan magic tidak
berhasil maka mulailah ia percaya bahwa alam semesta ini didiami oleh para makhluk halus yang lebih
berkuasa dari padanya. Seterusnya dengan makhluk-makhluk halus itu, sehingga dengan demikian
timbullah agama(religi)

D. TEORI SCHIMIDT

Serjana Austria W.Schmidt juga mengemukakan teori tentang asal mula agama, atara lain dalambukunya
‘Die Uroffenbarung als Antang der Offenbarungen Gonttles (1921) yang berbeda dengan taylor.
Schmindt mengemukakan bahwa ‘monotheisme’ kepercayaan terhadap adanya satu tuhan.
Sesungguhnya kepercayaan terhadap adanya satu tuhan. Sesungguhnya bukan penemuan baru tetapi
juga sudah tua. Pendapatnya ini sebenarnya berasal dari pendapat ahli sastra inggris A.lang, yang
meramunya dari berbagai kesusasteraan rakyat dari berbagai bangasa di dunian dalam bentuk-bentuk
dongeng yang melukiskan adanya tokoh dewa tunggal.

E. TEORI DUHKHEIM

Seorang sarjana filsafat dan sosiologi bangsa prancis, yang juga mengemukakan teorinya tentang asal
mula agama dalam bukunya ‘les forms elementaires de la vie religieuse (1912).
Seperti halnya dengan marett yang mengemukakan kritiknya terhadap teori tylor, demikian pula
durkheim yang berpendapat bahwa pada masyarakat yang masih sederhana tingkat budayanya belum
mungkin dapaat menyadari dan memahami tentang jiwa yang berada dalam tubuh manusian yang hidup
dan jiwa yang sudah lepas dari tubuh menjadi roh-roh halus dari orang yang sudah mati.

Menurut durkheim pengertian tentang emosi keangamaan dan sentimen-kemasyarakatan sebagaimana


dikemukakan di atas adalah pengertian dasar yang merupakan inti dari setiap agama sedangkan
kegiatan berhimpunya masyarakat,

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang hidup di kepulauan Nusantara di garis khatulistiwa. Lingkungannya
dipenuhi dengan hutan rimba, pegunungan, sungai , danau, rawa-rawa dengan lautan yang luas. Dan
binatang-binatang yang ada bermacam-macam dari yang ganas sampai yang jinak. Musim di nusantara
hanya dua yaitu kemarau dan hujan tidak selamanya membahagiakan kehidupan manusia tetapi ada
kalanya menimbulkan musibah seperti gunung meletus, banjir, kelaparan dan penyakit. Indonesia yang
dipenuhi oleh flora dan faunanya menjadikan daya tariknya bukan hanya bagi manusia tetapi makhluk
halus yang baik atau jahat. Karena itu bangsa Indonesia sudah senjak zaman purba, sebelum adanya
agama-agama besar (Hindu-Budha, Kristen dan Islam) telah mengenal kepercayaan kepada kekuatan –
kekuatan ghaib dan nenek moyang bangsa Indonesia di zaman purba sudah mengenal alam roh. Hal
tersebut diperlihatkan dari suku bangsa di Indonesia yang masiih menggunakan kepercayaan lama.

Anda mungkin juga menyukai