GKPPD Dan Suku Pakpak Tugas Met. Penelitian
GKPPD Dan Suku Pakpak Tugas Met. Penelitian
Oleh :
Psalmen Padang (23.07.268)
Pernando Manik (23.07.266)
MEDAN
2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................................1
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
BAB II..........................................................................................................................................1
2.9. Hipotesa..........................................................................................................................24
BAB III..........................................................................................................................................25
METODOLOGI PENELITIAN.................................................................................................25
PENDAHULUAN
Gereja adalah salah satu lembaga atau institusi yang mengantarkan keselamatan dan sebagai
persekutuan bagi orang-orang yang percaya serta orang yang ingin beribadah kepada Allah untuk
bersama-sama tumbuh dalam iman dan untuk menyebarkan injil Yesus Kristus dimanapun agar
Eksistensi Gereja sampai saat ini dalam ruang lingkup orang Kristen di Indonesia
memberikan pengaruh besar kepada tatanan masyarakat baik di kota maupun di daerah. Sehingga
Sesuai dari data PGI bahwa jumlah sinode Gereja yang ada di Indonesia sampai saat ini
sudah berjumlah 96 Sinode Gereja. 2 Data ini menjadi sebuah acuan untuk mengetahui begitu
banyaknya denominasi Gereja yang ada di Indonesia. Dan ini semua merukapan bagian dari
kekayaan orang Kristen. Selain itu, melihat banyaknya Denominasi Gereja yang ada di Indonesia
juga didasari karena beragamnya suku dan budaya di Indonesia. Jadi bisa di simpulkan sebagian
Salah satunya adalah Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD). Jemaat awal
GKPPD terbentuk sebagai hasil Zending HKBP yang mengutus Pdt. Samuel Panggabean
mengabarkan Injil di tanah Pakpak, 7 September 1905. Ibadah perdana dilaksanakan di rumah
keluarga Raja Sibayak Pakasior Manik di Desa Kuta Usang Suak Pegagan. Pada 3 Maret 1963
berdiri HKBP di Simerkata Pakpak-Sumbul, yang kelak menjadi Gereja Pakpak yang berdiri
1
Chr. De Jonge dan Jan. S. Aritonang, Apa dan Bagaimana Gereja?, Pengantar Sejarah Eklesologi (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1997), hlm. 79
2
https://pgi.or.id/sinode-gereja-anggota-pgi/. Diakses Pada 1 November 2023, Pukul 12.35WIB.
1
sendiri dimekarkan dari HKBP.Pada 20 Oktober 1990, diadakan sidang penetapan nama,
Dairi. Peresmian GKPPD sebagai satu satu sinode gereja yang mandiri dilaksakanan di Medan,
15 Agustus 1991 dengan Pdt. E.J. Solin sebagai Bishop dan St. Sakkap Manik pelaksana
harian.GKPPD merupakan persekutuan orang Kristen dari suku Pakpak dan suku lainnya yang
karena keinginan untuk beribadah dalam adat dan budaya serta tradisi suku pakpak. Maka dapat
disimpukan bahwa kontribusi suku Pakpak dalam kemandirian GKPPD sangat berpengaruh.
Keragaman budaya dan suku adalah suatu kekayaan bangsa Indonesia. Kekayaan budaya
ini mestinya tetap terawat dan dilestarikan oleh generasi penerus, karena itulah yang menjadi
identitas yang melekat bagi suatu suku bangsa yang bisa menunjukkan jati dirinya.4
Tidak dapat dipungkiri bahwa kebudayaan merupakan sebuah kajian penting dalam
peradaban manusia. Etnologi mengasumsikan bahwa semua bentuk masyarakat dan kebudayaan
yang terorganisir harus dilihat sebagai satu keseluruhan, sebagai suatu sistem kompleks yang
membentuk pengetahuan dan kepercayaan, seni dan moral, perkakas dan teknologi, bahasa,
hukum, adat istiadat, legenda, mitos dan seluruh komponen lainnya yang pada akhirnya
materi sejauh diterima dan dimiliki oleh suatu masyarakat dan menjadi warisannya. Manusia
harus menciptakan suatu kebudayaan, sebab tanpa kebudayaan maka ia (manusia) menjadi
makhluk yang tidak berdaya, yang menjadi korban dari keadaanya yang tidak lengkap dan naluri
nalurinya tidak terpadu. Veeger juga berpendapat bahwa manusia itu diciptakan olek kebudayaan
3
Almanak GKPPD
4
Hirza Herna, Kebudayaan Masyarakat Kabupaten PakPak Barat, (UNIMED) : Hal 375
5
Daniel L.Pals, Seven Theories of Religion, penerjemah Inyiak Ridwan Muzir & M.Syukri (New York: Oxford University Press,
1996). Hal 38
2
tertentu dan di dalam lingkungan kebudayaan tertentu. Manusia harus membudaya supaya tidak
menjadi korban keadaan alami dan naluri nalurinya yang tidak terpadu yang menghancurkan.6
Memiliki kebudayaan menjadikan kita hidup dalam tatanan adat istidat, sehingga
memberikan kita aturan yang tidak tertulis. Aturan ini menjadi acuan dalam menjalani hidup
dalam konteks kebudayaan. Selain itu, adat istiadat menjadi sebuah identitas yang harus
dilestarikan, untuk memperkenalkan suku. Termasuk dengan suku Pakpak yang memiliki adat
istiadat harus menjaga dan melestarikan budayanya, untuk menjunjung tinggi identitas
Suku pakpak merupakan salah satu suku dari 1.340 suku yang ada di Indonesia menurut
sensus BPS tahun 2023.7 Yang memiliki adat dan budayanya sendiri mulai dari tradisi, bahasa,
marga, daerah (sukut nitalun) secara khusus di Pakpak Bharat dan Dairi.
Orang Pakpak berasal dari India Selatan yaitu dari Hindia Tondal ke Muara Tapus dekat
Dairi lalu berkembang di Tanah Pakpak dan menjadi suku Pakpak. Namun seiring berjalannya
waktu Suku Pakpak biasanya sebagai bagian dari etnis Batak , sebagaimana Karo, Mandailing,
Simalungun, dan Toba. Orang Pakpak dapat dibagi 5 kelompok berdasarkan wilayah dan dialek
bahasa, yakni : 1). Pakpak Simsim wilayah Kabupaten Pakpak Bharat, 2). Pakpak Kepas
Wilayah Kabupaten Dairi, 3). Pakpak Pegagan wilayah Kecamatan Sumbul, Pegagan Hilir, dan
Kecamatan Lingga Kabupaten Dairi. 4). Pakpak Kelasen wilayah Kecamatan Parlilitan dan
Kecamatan Pakkat Kabupaten Humbang Hasundutan, 5). Pakpak Boang wilayah Aceh Singkil.8
Dengan memiliki tradisi, Bahasa, marga, dan daerah menjadikan suku pakpak memiliki
identitasnya sendiri. Seharusnya Masyarakat Pakpak harus memiliki rasa kecintaan yang sangat
besar terdahap sukunya sendiri melalui cara hidup yang didasari pada tradisi yang sudah ada
untuk membangun dan mengembangkan GKPPD sebagai wadah orang Kristen di suku Pakpak.
Tetapi seiring berjalannya waktu masih banyak warga jemaat Pakpak yang kurang berkontribusi
terhadap GKPPD.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan membahas tentang GKPPD dan Budaya
Pakpak serta kontribusi budaya terhadap GKPPD dan sebaliknya kontribusi GKPPD terhadap
Budaya. Dan ini akan menjadi sebuah pemahaman untuk mengetahui sejauh mana keinginan
Masyarakat Pakpak dalam membangun GKPPD melalui suku dan budaya Pakpak. Maka dengan
itu, penelitian ini akan berusaha menjawab setiap permasalahan di atas, dengan itu penulis
mengangkat judul Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD) dan Budaya Pakpak:
1. Adanya pemahaman bahwa pentingnya Budaya suku Pakpak berkontribusi dalam Gereja
2. Adanya pemahaman bahwa masih banyak Masyarakat suku Pakpak belum berkontribusi ke
4. Perlunya pendekatan secara sosiologis terhadap Masyarakat suku Pakpak agar mencintai
GKPPD
4
1.3. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi penelitian ini dengan
fokus kepada GKPPD dan Budaya Pakpak yang ditinjau dari Sosiologis dan Teologis. Penulis
masyarakat suku Pakpak, serta meninjau secara sosiologis tentang keberadaan masyarakat
7. Bagaimanakah Kontribusi Masyarakat Suku Pakpak yang beragama Kristen Protestan dalam
mempertahankan GKPPD?
2. Untuk mengetahui sejauh mana kontribusi Masyarakat Suku Pakpak yang beragama Kristen
3. Untuk mengetahui peran penting GKPPD dalam menjaga identitas suku Pakpak
5
1.6. Manfaat Penelitian
1. Agar menambah wawasan tentang arti dan makna Gereja di Tengah-tengah Masyarakat Suku
Pakpak.
2. Agar menambah wawasan tentang pentingnya GKPPD dalam mempertahankan suku Pakpak
3. Agar menambah wawasan teologis bagaimana keterlibatan GKPPD di dalam suku Pakpak di
4. Agar menambah wawasan teologis tentang suku Pakpak dan perananya di Tengah-tengah
Masyarakat.
5. Menjadi bahan sosialisasi GKPPD untuk menanamkan kecintaan Masyarakat suku Pakpak
terhadap GKPPD
BAB I : PENDAHULUAN
Bab I ini berisi tentang: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah,
Bab II ini berisikan tentang: Pengertian Gereja; Gereja dari sudut pandang Sosiologi; Sejarah
GKPPD; Pengertian Suku dan Budaya;Suku Pakpak; Pengaruh GKPPD terhadap suku Pakpak;
Kontribusi Masyarakat Suku Pakpak yang beragama Kristen Protestan dalam mempertahankan
Bab III ini berisi tentang: Waktu dan Lokasi Penelitian; Metode Penelitian; Alat Pengumpulan
6
Bab IV ini memaparkan hasil penelitian, pembahasan terkait hasil penelitian yang diperoleh
berdasarkan Sosiologis- Teologis dan Implikasinya bagi GKPPD dan Masyarakat Suku Pakpak.
Bab ini menjelaskan kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh dan memuat saran terhadap
7
BAB II
Kata "gereja" yang berasal dari kata igreja dibawa ke Indonesia oleh para misionaris
Portugis. Kata tersebut adalah ejaan Portugis untuk kata Latin ecclesia, yang ternyata berasal
dari bahasa Yunani, ekklèsia. Kata Yunani itu sebetulnya berarti 'kumpulanatau pertemuan',
rapat. Namun gereja atau ekklèsia bukan sembarang kumpulan, melainkan kelompok orang
yang sangat khusus Untuk menonjolkan kekhususan itu dipakailah kata asing tersebut.
Kadang-kadang dipakai juga kata “jemaat” atau “umat”. Itu tepat juga, tetapi perlu diingat
bahwa jemaat ini sangat istimewa. Maka, lebih baik memakai kata "gereja" saja, yakni
ekklèsia. Kata Yunani itu berasal dari kata yang berarti memanggil. Gereja adalah umat yang
dipanggil Tuhan, itulah arti sesungguhnya dari kata gereja (Konferensi Waligereja
Indonesia, 2003:332).9
Kata “Umat Allah” merupakan istilah dari Perjanjian Lama. Sebutan ini
menonjolkan gereja sebagai umat yang dipilih Allah. 1 Petrus 2:9 TB “Tetapi
kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat
dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang
Ajaib”.
9
Ricardo Freedom Nanuru, Gereja Sosial Menurut Konsep Rasionalitas Komunikatif Jurgen Habermas
(Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020), hlm. 41
1
Konsili Vatikan II menekankan sebutan “Umat Allah” untuk menyatakan
Sebutan yang lebih khas Kristiani adalah Tubuh Kristus. Paulus menjelaskan
“Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan
segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula
Kristus. Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang
Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh
dan kita semua diberi minum dari satu Roh.” (1 Kor. 12:12-13).
Para individu yang menjadi anggota dari Gereja ini cenderung, meskipun tidak semua,
lahir dan dibesarkan di dalam organisasi keagamaan ini melalui tradisi permandian
yang diberikan pada saat para anggota ini lahir dan belum cukup berumur untuk
memahami iman yang dianut. Gereja juga cenderung bersifat universal di dalam arti,
mencakup semua anggota masyarakat tanpa memandang strata (lapisan) sosial yang
ada di dalam masyarakat. Gereja sebagai organisasi keagamaan yang formal dan
terstruktur dapat mempunyai relasi yang cukup dekat tetapi juga cukup jauh dengan
Negara tergantung pada konteks historis, sosial, kultural, dan politik yang ada.11
10
Ricardo Freedom Nanuru, Gereja Sosial Menurut Konsep Rasionalitas Komunikatif Jurgen Habermas
(Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020), hlm. 43
11
Francisia SSE Seda, Gereja dan Negara: Refleksi atas Tantangan Masyarakat Indonesia dan Pancasila Suatu
Pendekatan Sosiologis. Vol.22. Orientasi Baru, 2013, Hal.172
2
Gereja sebagai bagian dari masyarakat secara sosiologis dapat ditinjau secara
umum dari dua aspek; pertama, sebagai komunitas kaum beriman, atau kedua,
suatu masyarakat, sama seperti masyarakat lainnya, ungkapan "Ubi societas ibi ius",
yang artinya "ada masyarakat, ada hukum", gereja juga memiliki ius-nya sendiri
(hukumnya sendiri): ius ecclesia. Hukum Gereja adalah nama dari seperangkat aturan
yang mengatur gereja sebagai masyarakat: ius ecclesia. Tidak hanya itu. Sebagai
suatu masyarakat gereja juga memiliki aspek-aspek yang menyusunnya, sama seperti
hubungan yang erat dengan Gereja. Sama halnya denga GKPPD yang terdiri dari
Masyarakat Pakpak adalah bagian dari sosiologi Greja tersebut karena memiliki
tradisi sendiri. GKPPD memiliki komunitas suku Pakpak yang beriman dan organisasi
Simalungun yang dipimpin oleh Pdt. Henok Lumban Tobing. PMB merupakan
perpanjangan tangan dari Reinische Mission Geselschaft (RMG), dengan maksud dan
tujuan untuk lebih menfokuskan diri akan pemberitaan Injil ke daerah-daerah yang
12
https://www.academia.edu/32902471/Sosiologi_Gereja_dan_Sosiologi_Gereja_. Diakses pada 1 November
2023. Pukul 16.15WIB
13
https://gkppdpusat.org/sejarah-berdirinya-gereja-kristen-protestan-pakpak-dairi-gkppd/. Diakses pada 1 November 2023
pukul 16:40 WIB.
3
ada di bagian utara yaitu Samosir, Simalungun dan Pakpak Dairi. Seiring berjalannya
waktu pengenalan akan kegamaan Kristen di tanah pakpak sampai kepada wilayah
yang ada di pakpak yang terdiri dari 5 (lima) suak atau wilayah pakpak.
1. Kekristenan Di Pegagan
memberitakan Injil ke tanah Pakpak, rute perjalanan yang ditempuh adalah melalui
Tiga Ras melalui Aek Popo, Lae Pondom dan terus mengikuti aliran lae (sungai)
Sikurang di kecamatan Pegagan Hilir dan akhirnya sampai ke Kuta Usang. Pada
tanggal 10 September 1905, dimulailah kebaktian pertama yang diikuti oleh Raja
2. Kekristenan Di Keppas
Pada tahun 1906, atas permintaan dari pemerintah kolonial Belanda kepada
PMB, maka dibukalah sekolah dan pos zending di Sidikalang, walaupun maksud
sebenarnya dari Belanda adalah demi kemudahan untuk memperluas daerah jajahan
tanah Pakpak ketika itu. Di antara pekerja Rodi tersebut sudah ada yang menganut
agama Kristen, maka dengan adanya pos zending dan juga banyaknya pekerja rodi
yang beragama Kristen maka pada tanggal 25 Desember 1909, dimulailah kebaktian
yaitu : Raja Asah Ujung dan Raja Kummul Ujung. Merekalah kemudian memberikan
3. Kekeristenan Di Simsim
Tahun 1904, datanglah Belanda dari Boang, Aceh Selatan (Singkil sekarang)
untuk mencari Raja Sisingamangaraja XII yang bersembunyi di Simsim, akan tetapi
barulah pada tahun 1907 Raja Sisingamangaraja dapat ditemukan dan dibawa ke
4
Pearaja. Efek dari kedatangan Belanda tersebut adalah terbukanya akses
jalan,sehingga berdatanganlah para pedagang yang berasal dari Barus dan Melayu.
Adalah Julius Hutabarat dan Musa Sibarani. Keduanya adalah para pedagang yang
rutin berjualan ke Salak (ibu kota Pakpak Bharat sekarang). Mereka sudah menjadi
Kristen pada saat itu, mereka bergaul dengan sangat akrab dengan masyarakat Pakpak
21 orang Pakpak di Salak tersebut. Sakramen baptisan itu dilayankan oleh Tuan Pdt
Brenschmid.
Pekabaran Injil di Boang, merupakan suatu pekabaran injil yang penuh dengan
memeluk agama Islam. Tetapi Injil adalah kekuatan Allah, maka segala usaha dan
niat yang besar yang didorong oleh kuasa Roh Kudus, pekabaran Injil di suak Boang
dapat berjalan. Adalah Inget Wilfried Banurea yang terpanggil mengabarkan injil ke
Boang. Pada tahun 1932, penginjil ini datang dan bekerja di lipat kajang sebagai
seorang tukang jahit. Kebaikan hati dan keramahan tutur sapa membuat dirinya
dua metode yaitu melatih kecakapan musik dan membuka kolportase rohani. Sore
lagu-lagu rohani yang menggugah hati sehingga menarik perhatian dan keinginan
mereka. Ia juga menjelaskan asal lagu dan tujuan lagu-lagu tersebut didendangkan.
Dengan kedatangan berita Injil ke tanah Pakpak, dan oleh karena penerimaan
akan Injil yang sangat luar biasa, maka timbullah keinginan bagi orang Pakpak yang
sudah beragama Kristen untuk mendengarkan Injil dalam bahasanya sendiri. Pada
5
tahun 1957, atas inisiatif tuan Pdt Schildman gagasan baru itu mengristal dengan
Alkitab kedalam bahasa Pakpak dengan nama Padan Siarnia dekket Padan Sirembaru
Di penghujung tahun 1962 atas inisiatif dari Raja Herman Lingga dan Kota
Raja Manik, diadakanlah rapat tokoh-tokoh Kristen pakpak yang berada di Sumbul
Herman Lingga, Kota Raja Manik, Ludin Manik, menghadap kepada Pendeta HKBP
Resort Sumbul, Pdt W.Lumban Toruan,untuk meminta izin mendirikan gereja HKBP
Simerkata Pakpak.
Pendeta Ressort memberi kesempatan dan tempat kepada warga Pakpak untuk
HKBP Sumbul, sesuai dengan surat Pendeta Ressort Sumbul No.60/Res/62 HKBP
dilanjutkan dengan rapat untuk persiapan berdirinya gereja Pakpak yang mandiri dan
terlepas dari HKBP Ressort Sumbul. Pada tanggal 5 Januari 1963, kembali diadakan
rapat.
Kebaktian pertama setelah pisah dari HKBP Sumbul dimulai pada tanggal 6
Januari 1963 yang dipimpin oleh Gr.Lancam Huria Bako dan Gr.Tertius
pakpak Sumbul). Saat itu jumlah sendihi (jemaat) telah mencapai 44 kepala
Sumbul.
6
Hari yang ditunggu-tunggu dan setelah melalui perencanaan yang matang,
maka pada tanggal 3 maret 1963 dilangsungkanlah pesta “Sampang ate” sekaligus
pesta peresmian Kuria HKBP Simerkata Pakpak Dairi di Sumbul oleh Ephorus HKBP
Kabar akan peresmian gereja HKBP Simerkata Pakpak Sumbul yang sudah
diresmikan oleh pucuk pimpinan HKBP juga menjalar ke Sidikalang sebagai ibukota
kabupaten Dairi. HKBP Simerkata Pakpak Sidikalang diresmikan pada tanggal 23-25
jemaat untuk hadir. Hadir dalam acara tersebut tuan Pdt.W.Lemp, Praeses HKBP
Distrik Dairi Pdt.H.Rajagukguk, juga Pendeta dan Pengendeng dari HKBP Resort
kekristenan dan kemandirian untuk memuji Tuhan dengan bahasa Pakpak juga terjadi
baik usul delegasi dan kemudian meresmikan HKBP Simerkata Pakpak sebagai resort
Pada tanggal 18 Okrober 1970, oleh gelora semangat yang besar dari warga
Kristen Pakpak yang berdomisili di kota Medan dan Sekitarnya, diresmikan pula
HKBP Simerkata Pakpak Padang Bulan Medan yang ber Ressort ke HKBP Simerkata
Pakpak Sidikalang.
maka resmilah HKBP simerkata Pakpak menjadi suatu distrik (disebut sebagai HKBP
Distrik XIV Simerkata Pakpak Dairi), dan menabalkan Pdt.Ulim Saripin Manik
sebagai Praeses penuh. Dengan peresmian itu juga sekaligus pengakuan awal akan
7
eksistensi suku Pakpak sebagai salah satu kekayaan dari keberagaman suku yang ada
di Indonesia juga menjadi bukti karya penyelamatan Tuhan Allah terhadap seluruh
bangsa-bangsa.
Didorong oleh keinginan untuk menjujung lupo dan memiliki satu gereja yang
mendapatkan respon yang positif, tetapi semangat untuk mandiri tidaklah padam.
Dalam rangka mematangkan cita-cita kemandirian gereja Pakpak, pada tanggal 6 Juli
“Runggu Mbellin” di Padang Bulan Medan pada tanggal 26 Agustus 1990 yang
dihadiri 105 orang utusan-utusan setiap gereja, resort HKBP Simerkata Pakpak
dengan agenda utama penyatuan pendapat dan sosialisasi kemandirian yang nantinya
akan dibawa kesetiap gereja dan Ressort di “Lebbuh”di mana gereja HKBP Simerkata
Pakpak berada.
Sukadame, dan menghasilkan keputusan yaitu disahkan dan diresmikannya aturan dan
peraturan gereja Pakpak mandiri. Sinode Godang dalam hal ini HKBP mengambil
keputusan bahwa untuk mempersiapkan adanya gereja Pakpak yang mandiri, maka
terlebih dahulu diberikan suatu otonomi khusus kepada gereja HKBP Simerkata
8
Pakpak, dan Panitia Perwujudan Mandiri diminta untuk dengan legowo menerima
HKBP Simerkata Pakpak oleh Pucuk pimpinan HKBP tidak segera direalisasikan
sesuai dengan kesepakatan bersama. Maka pada tanggal 4 Agustus 1991 di Medan,
HKBP.
Bulan yang sekarang, pada tangal 25 Agustus 1991. Saat itu juga dilakukan
pelantikan Pimpinan Pusat dengan susunan kepeminpinan sebagai berikut: Pdt. Elias
Jauntung Solin, Sm.Th (sebagai Bishop), St. Sakkap Manik (sebagai PLH Sekretaris
Jenderal). Pada hari yang sama dilantik pula Majelis Pusat perdana GKPPD dengan
Drs.Rasmon Sinamo, dan Antoni Ujung SH. Persemian itu sangat semarak diikuti
orang orang Pakpak dari berbagai kota, sementara pimpinan gereja yang hadir adalah
Pdt.Dr. Armensius Munthe dari GKPS. Beliau member kata kata bernas mendukung
keberadaan gereja yang baru itu, bahwa walau kecil pada awalnya tetapi Tuhan akan
cukupnya pendeta yang melayani di GKPPD. Ini adalah ekses kemandirian yang
9
diadakan di Medan tanpa restu HKBP. Tetapi keadaan itu cepat diatasi sebab di
HKBP Padang bulan sendiri ada 3 sintua yang telah belajar theology.
Kondisi dimana gereja GKPPD telah berdiri, dengan segera direspon pimpinan HKBP
dengan meresmikan HKBP Simerkata Pakpak Otonom (HKBP SPO) pada tanggal 24
kelak ketika kemandirian tercapai tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Dengan demikian ada dua gereja berdiri di komunitas Pakpak yang kecil ini.
Gereja pun seempat berbagi dua, di mana di satu desa ada GKPPD ada HKBP SPO.
Yang menyedihkan lagi, kondisi itu dimainkan tokoh politik yang berkeinginan
sendiri. Puncaknya adalah pengerahan aparat militer di Salak dan menangkap orang-
orang untuk menunjukkan situasi yang tidak sebenarnya. Pada tgl 22 November 1991
Saat itu juga menjadi saat kebersamaan orang Pakpak walaupun dari agama
lain dan ormasi ormas kepemudaan bersatu. Ormas-ormas dan organisasi kepemudaan
Pakpak yang ada di Dairi maupun di perantauan seperti : Ikatan Keluarga Pemuda
(LKPD), dan juga adanya dukungan dari masyarakat Muslim Pakpak, karena di dalam
Pakpak sudah mampu mensejajarkan diri dengan suku-suku lain yang ada di
Indonesia. Pada tanggal 15-16 September 1993 diadakanlah rapat team penjajakan
10
penyatuan GKPPD dan HKBP SPO bertempat di HKBP Berastagi Kabupaten Karo,
terkabullah apa yang dicita-citakan untuk kemandirian gereja Pakpak, yang didorong
oleh rasa kebersamaan serta keinginan untuk bersatu dengan mengesampingkan ego
diadakanlah sinode penyatuan GKPPD dengan HKBP SPO, dengan Thema : Damai
Dari sejarah gereja GKPPD di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, adanya
keinginan dari masyarakat Pakpak melalui HKBP sebagai Missionaris dari tanah
batak ke tanah Pakpak untuk beriman dan percaya kepada Tuhan, serta memuji Tuhan
melalui Bahasa, tradisi, kebudayaan yang dianut di daerah Pakpak. Maka perlu
diketahui bahwa kehadiran GKPPD menjadi salah satu pokok penting untuk menjaga
dan melestarikan budaya Pakpak serta salah satu pondasi untuk menjaga identitas
Suku Pakpak merupakan suatu kelompok suku bangsa yang terdapat di Sumatra
komunitas terkecil yang umum dikenal hingga saat ini disebut lebbuh dan kuta.
Orang Pakpak berasal dari India Selatan yaitu dari Indika Tondal ke Muara Tapus
dekat Dairi lalu berkembang di Tanah Pakpak dan menjadi suku Pakpak. Namun seiring
berjalannya waktu Suku Pakpak biasanya sebagai bagian dari etnis Batak , sebagaimana
11
Karo, Mandailing, Simalungun, dan Toba. Orang Pakpak dapat dibagi 5 kelompok
berdasarkan wilayah dan dialek bahasa, yakni : 1). Pakpak Simsim wilayah Kabupaten
Pakpak Bharat, 2). Pakpak Kepas Wilayah Kabupaten Dairi, 3). Pakpak Pegagan wilayah
Kecamatan Sumbul, Pegagan Hilir, dan Kecamatan Lingga Kabupaten Dairi. 4). Pakpak
Kelasen wilayah Kecamatan Parlilitan dan Kecamatan Pakkat Kabupaten Humbang
Hasundutan, 5). Pakpak Boang wilayah Aceh Singkil.14
12
Mengebatken
Mergosting
Mengokal dan Menutung Tulan
Mate Ncayur Tua ( Upacara Kematian)
Upacara Perkawinan
Mertakil
Menanda
Memerre Cinta Lao
Mengrumbang
Mengikir Atau Melentik
3. Bahasa dan Rumah Adat Pakpak
Suku pakpak dalam berkomunikasi juga memiliki bahasanya sendiri yaitu
bahasa pakpak. Dari kelima suak yang ada di Pakpak Bharat, memiliki bahasa yang
sama tetapi dengan kontekstual dan lingkungan yang berbeda, ada sedikit pemakaian
kata yang berbeda.
Peninggalan kebudayaan Pakpak dalam bentuk seni bangunan dapat
digolongkan ke dalam kategori arsitektur rakyat khas daerah, yang dapat
menunjukkan identitas ataupun ciri tertentu dari masyarakat Pakpak itu sendiri.
Masyarakat Pakpak memiliki nama rumah adat dan fungsi tersendiri dari tiap-tiap
jenis rumah adat tersebut. Rumah adat Pakpak memiliki persamaan dengan ruah adat
orang Batak dari segi fungsi, alat-alat yang dipergunakan, tekhnik pembuatan,
ornament dan lain-lainnya yang kesemuanya itu merupakan peninggalan (warisan)
dari nenek moyang berupa hasil arsitektur rakyat Batak. Rumah adat masyarakat
Pakpak disebut sapo jojong yaitu sebuah rumah panggung terdiri dari ijuk sebagai
atap yang bertingkat. Dua.ornamen utamanya terdiri dari ukiran atau lukisan yang
agak mirip dengan rumah adat karo dan toba, diatas pintu rumah biasanya terdapat
gambar sepasang cicak dan payudara wanita yang melambangkan kesuburan.bentuk
rumah adat pakpak cenderung mirip dengan rumah adat karo. Dibawah ini akan
dijelaskan nama tiap-tiap jenis rumah adat pakpak beserta fungsinya, mulai dari
tingkat yang paling sederhana hingga tingkat yang paling tinggi, yang biasa disebut
dengan rumah adat. 1. Sopo Juma. Rumah ini didirikan di daerah perladangan sebagai
tempat tinggal sementara bagi keluarga yang sedang menjaga padinya hingga selesai
diketam. 2. Pajek-pajek tanggiang. Rumah ini di bangun di daerah perkampungan
13
sebagai tempat tinggal keluarga untuk jangka waktu yang panjang. Tiang rumah ini
dibuat dari batang pakis yang besar yang banyak di daerah ini. 3. Rumah kalang.
Menurut keterangan orang tua-tua di daerah ini, rumah kalang termasuk ke dalam
jenis rumah yang seakan-akan belum sempurna pembuatannya. Dibangun dari bahan-
bahan kayu yang masih bulat disusun secara bertingkat, sebagai tempat tinggal
keluarga dalam jangka waktu yang panjang. 4. Rumah jojong. Jojong berarti menara
rumah. Rumah jojong maksudnya adalah rumah yang memakai menara. Menara ini
ditempatkan ditengah-tengah bubungan atap rumah yang melengkung. Sedangkan
kedua ujung bubungan diberi hiasan tanduk kerbau. Sebuah mahkota ditempatkan
pada bagian teratas dari menara. Jenis rumah inilah yang dinamakan rumah adat.
Yang berhak menempati rumah ini adalah raja dan keluarga dekatnya. Sebuah rumah
adat Pakpak memperlihatkan bagian-bagian bangunan dan hiasan luar , yaitu sebagai
berikut : 1. Tanduk kerbau 2. Susuk mpinat 3. Dilah paying 4. Gajah dompak 5.
Jengger 6. Bengbeng hari 7. Bengbeng hari 8. Bengbeng hari 9. Bengbeng hari 10.
Melmelen bonggar 11. Gajah dompak 12. Tarum 13. Nderpih 14. Melmelen 15.
Pandak/tiang binangan 16. Ardan 17. Tabal melmelen 18. Rancang Adapun gambaran
umum dari rumah adat Sopo Jojong adalah sebagai berikut : ditengah-tengah ruangan
dibuat dapur, dan tiap-tiap kelompok mempunyai tungkunya sendiri. Sejajar dengan
tungku di sebelah atas dibuat para-para yang dapat dipergunakan sebagai tempat
menyalai padi atau benda-benda basah lainnya.Tiap-tiap keluarga menggantungkan
batang kayu yang ada cangkoknya sebagai tempat untuk menyangkutkan tempat air
(kiong). Batas pemisah antar satu kelompok dengan kelompok lainnya dibuat dinding
tikar yang disebut dabuhan. Memang demikian halnya, pada waktu siang hari tikar itu
dinaikkan dan jika malam hari diturunkan.Khusus untuk raja tempatnya agak tinggi
jika dibandingkan dengan keluarga yang lain. Tempat raja tersebut disebut papan si
medem berbentuk balai-balai dan di dindingi dengan kain yang dinamakan tabir
sintak. Tabir berarti dinding dan sintak berarti tarik. Ruangan sebelah bawah rumah
disebut tongkaran. Di sini hewan ternak kecil (babi dan ayam) dibiarkan berkembang
biak. Di samping itu dapat juga dipergunakan sebagai tempat menyimpan alat-alat
pertanian. Pada bagian depan rumah di sebelah kiri dan kanan sebelum masuk
kedalam rumah dibuat beranda yang dinamakan ture. Anak-anak gadis, ibu-ibu
biasanya berkumpul disini sambil menganyam tikar atau sumpit. Kaum muda mudi
mempergunakannya sebagai tempat bertamu. Loteng rumah disebut bonggar.
Biasanya mayat seorang raja yang telah diawetkan disimpan disini. Hal ini
14
dihubungkan dengan tradisi rakyat Pakpak, bahwa jenazah raja tidak dikuburkan
melainkan disimpan baik-baik dan setahun sekali diadakan upacara pemujaan dengan
berziarah ketempat tersebut. Untuk itu mereka menghidangkan sejenis tepung yang
mereka makan bersama-sama dan ada pula yang sengaja dipersiapkan untuk
ditaburkan ke atas tubuh mayat tersebut. Tepung pemujaan ini disebut Nditak.
Menjorok agak ke dalam dari arah depan tongkaran rumah adat dibuat tangga. Jadi
tangga bangunan tersebut berada dibawah rumah. Tangga rumah adat terdiri dari
induk dan anaknya, sedangkan tangannya tidak ada. Sebagai ganti tangannya
digantungkan sehelai rotan besar, sejajar dengan kepala ketika naik ke rumah.
Gunanya sebagai pegangan agar jangan jatuh, rotan itu disebut balno. Sebagai dinding
rumah adat dipasang melmelen yaitu sekeping kayu yang tebalnya lebih kurang 15
cm, lebarnya kira-kira 1 meter dan panjangnya melebihi ukuran rumah.Sedangkan
melmelen balai lebih pendek dan tipis. Jika rumah adat itu dihuni oleh raja dan
keluarga dekatnya, maka balai khusus dipergunakan sebagai tempat musyawarah,
tempat bermalam tamu yang datang menghadap raja dan bagi kalangan muda
disepakati sebagai tempat pertemuan sesamanya.18
4. Pakaian Adat Pakpak
15
Culapah
Kancing emmas. 19
2.5.3. Marga Pakpak20
Marga dalam kajian Antropologi disebut klen (clan) yaitu suatu kelompok
kekerabatan yang dihitung berdasarkan satu garis (unilineal), baik melalui garis laki-
Minangkabau dihitung berdasarkan garis ibu (matrilineal atau perempuan), fam pada
masyarakat Ambon, mado pada masyarakat Nias, dan family name pada masyarakat
Ero Amerika yang semua dihitung berdasarkan garis ayah (patrilineal), merupakan
contoh-contoh dari klen. Marga pada masyarakat Pakpak bukan hanya sekedar
sebutan atau konsep tetapi didalamnya terdapat nilai budaya yang mencakup norma
dan hukum yang berguna untuk mengatur kehidupan sosial. Misalnya dengan adanya
marga maka dikenal perkawinan eksogami marga, yakni adat yang mengharuskan
seseorang kawin di luar marganya. Bila terjadi perkawinan semarga maka orang
tersebut diberi sanksi hukum berupa pengucilan, cemoohan dan malah pengusiran,
Struktur sosial yang dikenal dan dijunjung tinggi oleh masyarakat Pakpak
dikenal dengan sebutan sulang silima dengan unsur : beru, dengan sibeltek atau sinina
dan puang atau kula-kula. Seseorang Pakpak dengan struktur sulang silima umumnya
paham atau dapat menentukan kedudukan dan peranannya sesuai konteks. Dengan
demikian sama seperti halnya marga, di dalamnya terdapat sejumlah hak dan
kewajiban yang mengatur hubungan antar unsur tersebut. Misalnya dalam upacara
perkawinan dengan jelas kelihatan perbedaan hak dan kewajiban dari masing-
16
2.6. Pengaruh GKPPD terhadap suku Pakpak
2.7. Kontribusi Masyarakat Suku Pakpak yang beragama Kristen Protestan dalam
mempertahankan GKPPD
Kerangka konseptual adalah kerangka yang telah dirumuskan secara sederhana dan
singkat, namun padat. Kerangka konseptual adalah kerangka untuk menyederhanakan arti
atau pemikiran tentang ide-ide, hal-hal maupun gejala sosial yang digunakan agar orang lain
yang membacanya agar dapat segera memahami maksudnya sesuai dengan keinginan penulis
2.9. Hipotesa
tentang adanya suatu penelitian yang dilakukan dengan pembuktian berdasarkan data-data
yang diperoleh dalam penelitian. Dengan demikian, kata hipotesis adalah jawaban atau
dugaan sementara yang dianggap secara kemungkinan menjadi jawaban yang benar. Karena
itu, penulis melihat masyrakat Pakpak belum sepenuhnya memberikan kontribusi kepada
GKPPD, dan juga GKPPD sebagai Gereja yang sudah mandiri dan menjadi sebuah
denominasi Gereja masih tidak terlepas dari HKBP, Sedangkan GKPPD memiliki
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
17
Lokasi penelitian adalah kepustakaan, Kantor Pusat GKPPD. Alasan penulis memilih
lokasi ini adalah untuk mendapatkan sumber-sumber sejarah, seperti dokumen ataupun arsip
Dalam penelitian kualitatif ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan
wawancara (lapangan) dan penelitian pustaka yang mencakup tentang “Suatu Tinjaun
memilih metode ini mempertimbangkan waktu dan tujuan penulisan ini yang akan menjadi
refleksi kepada GKPPD untuk kembali membenahi sistem dan ideologi GKPPD sebagai
Gereja Pakpak.
GKPPD, tokoh adat Pakpak, dan beberapa masyrakat Pakpak yang belum masuk ke
GKPPD. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang
pertanyaan itu. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam topik yang penulis
teliti.
Data yang diperoleh berasal dari pengolahan kepustakaan dan dokumentasi atau arsip
18
yang diperoleh. Oleh karena itu, penulis akan melakukan analisis dari data-data yang
didapatkan dari kepustakaan maupun arsip yang berguna dimuat dalam penulisan karya
ilmiah ini.
Chr. De Jonge dan Jan. S. Aritonang, Apa dan Bagaimana Gereja?, Pengantar Sejarah
Eklesologi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997),
https://pgi.or.id/sinode-gereja-anggota-pgi/.
Almanak GKPPD
Daniel L.Pals, Seven Theories of Religion, penerjemah Inyiak Ridwan Muzir & M.Syukri
(New York: Oxford University Press, 1996).
Veeger K.J. Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1992),
https://indonesia.go.id/mediapublik/detail/2071#:~:text=Indonesia%20terdiri%20dari
%20berbagai%20suku,dari%201.300%20suku%20di%20Indonesia.
http://repository.uinsu.ac.id/161/6/BAB%20III.pdf
Ricardo Freedom Nanuru, Gereja Sosial Menurut Konsep Rasionalitas Komunikatif Jurgen
Habermas (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020)
Ricardo Freedom Nanuru, Gereja Sosial Menurut Konsep Rasionalitas Komunikatif Jurgen
Habermas (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020),
Francisia SSE Seda, Gereja dan Negara: Refleksi atas Tantangan Masyarakat Indonesia dan
Pancasila Suatu Pendekatan Sosiologis. Vol.22. Orientasi Baru, 2013,
https://www.academia.edu/32902471/Sosiologi_Gereja_dan_Sosiologi_Gereja_.
https://gkppdpusat.org/sejarah-berdirinya-gereja-kristen-protestan-pakpak-dairi-gkppd/.
Mariana Makmur, Lister Berutu dan Pasder Berutu, Aspek-Aspek Kultural Etnis Pakpak:
Auatu Eksplorasi Tentang Pontensi Lokal (Medan: Monora, 2002),
Hirza Herna “Kebudayaan Masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat”.Fakultas Bahasa dan Seni
UNIMED. https://media.neliti.com/media/publications/79467-ID-kebudayaan-
masyarakat-kabupaten-pak-pak.pdf.
19
Lister Berutu, Umpama, Perumpamaan dan Koning-koningen Suku Pakpak (Medan: PT.
Grasindo Monoratama, 2013)
Lister Berutu dan Nurbai Padang, Mengenal Upacara Adat Masyarakat Pakpak di Sumatra
Utara (Medan: PT. Grasindo Monoratama.2013),
https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=998#:~:text=Rumah
%20adat%20masyarakat%20Pakpak%20disebut,ijuk%20sebagai%20atap%20yang
%20bertingkat.
https://dispar.pakpakbharatkab.go.id/adat-pakpak/2015-01-12/pakaian-adat-pakpak-dan-
perlengkapannya.
Mariana Makmur, Lister Berutu dan Pasder Berutu, Aspek-Aspek Kultural Etnis Pakpak:
Auatu Eksplorasi Tentang Pontensi Lokal (Medan: Monora, 2002),
20