Anda di halaman 1dari 31

GKPPD DAN SUKU PAKPAK

(Suatu Tinjaun Sosiologis-Teologis Tentang Kemandirian GKPPD Dalam

Mempertahankan Suku Pakpak Dan Implikasinya Terhadap Kecintaan Masyarakat

Pakpak Kepada GKPPD)

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian

Oleh :
Psalmen Padang (23.07.268)
Pernando Manik (23.07.266)

Dosen Pengampu : Pdt. Dr. Tony L. Hutagalung

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI ABDI SABDA MEDAN

PROGRAM STUDI MAGISTER TEOLOGI

MEDAN

2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................................1

BAB I...............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN..........................................................................................................................1

1.1. Latar Belakang Masalah....................................................................................................1

1.2. Identifikasi Masalah..........................................................................................................7

1.3. Pembatasan Masalah.........................................................................................................7

1.4. Rumusan Masalah.............................................................................................................7

1.5. Tujuan Penelitian..............................................................................................................8

1.6. Manfaat Penelitian............................................................................................................8

1.7. Sistematika Penulisan.......................................................................................................9

BAB II..........................................................................................................................................1

TINJAUAN TEORITIS DAN KONSEPTUAL..........................................................................1

2.1. Pengertian Nasionalisme dan Kemandirian......................................................................1

2.2. Nasionalisme dalam Alkitab.............................................................................................4

2.3. Politik Kolonial (1848 – 1900).........................................................................................6

2.3.1. Penerapan Sistem Tanam Paksa atau Cultuurstelsel (1848)........................................6

2.3.2. Penerapan Hak Erfphact (1870)....................................................................................7

2.3.3. Politik Etis (1900-an)....................................................................................................8

2.4. Pergerakan Nasionalisme di Indonesia...........................................................................10

2.5. Masuknya Injil Di Tanah Batak......................................................................................15

2.6. Penyebaran Injil di Simalungun......................................................................................17


1
2.7. Sikap Zending Terhadap Pergerakan Nasionalisme.......................................................22

2.8. Kerangka Konseptual......................................................................................................24

2.9. Hipotesa..........................................................................................................................24

BAB III..........................................................................................................................................25

METODOLOGI PENELITIAN.................................................................................................25

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian.......................................................................................25

3.2. Metode Penelitian..........................................................................................................25

3.3. Alat Pengumpulan Data...............................................................................................25

3.4. Teknik Pengolahan Data..............................................................................................26

KEPUSTAKAAN DAN USULAN BUKU BACAAN.............................................................26


i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Gereja adalah salah satu lembaga atau institusi yang mengantarkan keselamatan dan sebagai

persekutuan bagi orang-orang yang percaya serta orang yang ingin beribadah kepada Allah untuk

bersama-sama tumbuh dalam iman dan untuk menyebarkan injil Yesus Kristus dimanapun agar

bangsa Allah besar di dunia.1

Eksistensi Gereja sampai saat ini dalam ruang lingkup orang Kristen di Indonesia

memberikan pengaruh besar kepada tatanan masyarakat baik di kota maupun di daerah. Sehingga

menciptakan beberapa Gereja yang bersifat kesukuan.

Sesuai dari data PGI bahwa jumlah sinode Gereja yang ada di Indonesia sampai saat ini

sudah berjumlah 96 Sinode Gereja. 2 Data ini menjadi sebuah acuan untuk mengetahui begitu

banyaknya denominasi Gereja yang ada di Indonesia. Dan ini semua merukapan bagian dari

kekayaan orang Kristen. Selain itu, melihat banyaknya Denominasi Gereja yang ada di Indonesia

juga didasari karena beragamnya suku dan budaya di Indonesia. Jadi bisa di simpulkan sebagian

Gereja yang ada di Indoesia dilandasi oleh suku dan budaya.

Salah satunya adalah Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD). Jemaat awal

GKPPD terbentuk sebagai hasil Zending HKBP yang mengutus Pdt. Samuel Panggabean

mengabarkan Injil di tanah Pakpak, 7 September 1905. Ibadah perdana dilaksanakan di rumah

keluarga Raja Sibayak Pakasior Manik di Desa Kuta Usang Suak Pegagan. Pada 3 Maret 1963

berdiri HKBP di Simerkata Pakpak-Sumbul, yang kelak menjadi Gereja Pakpak yang berdiri

1
Chr. De Jonge dan Jan. S. Aritonang, Apa dan Bagaimana Gereja?, Pengantar Sejarah Eklesologi (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1997), hlm. 79
2
https://pgi.or.id/sinode-gereja-anggota-pgi/. Diakses Pada 1 November 2023, Pukul 12.35WIB.
1
sendiri dimekarkan dari HKBP.Pada 20 Oktober 1990, diadakan sidang penetapan nama,

penetapan aturan-peraturan gereja di Gereja HKBP Simerkata Pakpak Sukadame-Sidikalang,

Dairi. Peresmian GKPPD sebagai satu satu sinode gereja yang mandiri dilaksakanan di Medan,

15 Agustus 1991 dengan Pdt. E.J. Solin sebagai Bishop dan St. Sakkap Manik pelaksana

harian.GKPPD merupakan persekutuan orang Kristen dari suku Pakpak dan suku lainnya yang

ada di Indonesia dan dunia. 3

Dengan mandirinya GKPPD memberikan kontribusi terhadapat eksistensi Suku Pakpak,

karena keinginan untuk beribadah dalam adat dan budaya serta tradisi suku pakpak. Maka dapat

disimpukan bahwa kontribusi suku Pakpak dalam kemandirian GKPPD sangat berpengaruh.

Keragaman budaya dan suku adalah suatu kekayaan bangsa Indonesia. Kekayaan budaya

ini mestinya tetap terawat dan dilestarikan oleh generasi penerus, karena itulah yang menjadi

identitas yang melekat bagi suatu suku bangsa yang bisa menunjukkan jati dirinya.4

Tidak dapat dipungkiri bahwa kebudayaan merupakan sebuah kajian penting dalam

peradaban manusia. Etnologi mengasumsikan bahwa semua bentuk masyarakat dan kebudayaan

yang terorganisir harus dilihat sebagai satu keseluruhan, sebagai suatu sistem kompleks yang

membentuk pengetahuan dan kepercayaan, seni dan moral, perkakas dan teknologi, bahasa,

hukum, adat istiadat, legenda, mitos dan seluruh komponen lainnya yang pada akhirnya

membentuk satu kesatuan yang utuh.5

Veeger mendefinisikan kebudayaan sebagai hasil pengungkapan diri manusia ke dalam

materi sejauh diterima dan dimiliki oleh suatu masyarakat dan menjadi warisannya. Manusia

harus menciptakan suatu kebudayaan, sebab tanpa kebudayaan maka ia (manusia) menjadi

makhluk yang tidak berdaya, yang menjadi korban dari keadaanya yang tidak lengkap dan naluri

nalurinya tidak terpadu. Veeger juga berpendapat bahwa manusia itu diciptakan olek kebudayaan

3
Almanak GKPPD
4
Hirza Herna, Kebudayaan Masyarakat Kabupaten PakPak Barat, (UNIMED) : Hal 375
5
Daniel L.Pals, Seven Theories of Religion, penerjemah Inyiak Ridwan Muzir & M.Syukri (New York: Oxford University Press,
1996). Hal 38
2
tertentu dan di dalam lingkungan kebudayaan tertentu. Manusia harus membudaya supaya tidak

menjadi korban keadaan alami dan naluri nalurinya yang tidak terpadu yang menghancurkan.6

Memiliki kebudayaan menjadikan kita hidup dalam tatanan adat istidat, sehingga

memberikan kita aturan yang tidak tertulis. Aturan ini menjadi acuan dalam menjalani hidup

dalam konteks kebudayaan. Selain itu, adat istiadat menjadi sebuah identitas yang harus

dilestarikan, untuk memperkenalkan suku. Termasuk dengan suku Pakpak yang memiliki adat

istiadat harus menjaga dan melestarikan budayanya, untuk menjunjung tinggi identitas

masyarakat suku Pakpak.

Suku pakpak merupakan salah satu suku dari 1.340 suku yang ada di Indonesia menurut

sensus BPS tahun 2023.7 Yang memiliki adat dan budayanya sendiri mulai dari tradisi, bahasa,

marga, daerah (sukut nitalun) secara khusus di Pakpak Bharat dan Dairi.

Orang Pakpak berasal dari India Selatan yaitu dari Hindia Tondal ke Muara Tapus dekat

Dairi lalu berkembang di Tanah Pakpak dan menjadi suku Pakpak. Namun seiring berjalannya

waktu Suku Pakpak biasanya sebagai bagian dari etnis Batak , sebagaimana Karo, Mandailing,

Simalungun, dan Toba. Orang Pakpak dapat dibagi 5 kelompok berdasarkan wilayah dan dialek

bahasa, yakni : 1). Pakpak Simsim wilayah Kabupaten Pakpak Bharat, 2). Pakpak Kepas

Wilayah Kabupaten Dairi, 3). Pakpak Pegagan wilayah Kecamatan Sumbul, Pegagan Hilir, dan

Kecamatan Lingga Kabupaten Dairi. 4). Pakpak Kelasen wilayah Kecamatan Parlilitan dan

Kecamatan Pakkat Kabupaten Humbang Hasundutan, 5). Pakpak Boang wilayah Aceh Singkil.8

Dengan memiliki tradisi, Bahasa, marga, dan daerah menjadikan suku pakpak memiliki

identitasnya sendiri. Seharusnya Masyarakat Pakpak harus memiliki rasa kecintaan yang sangat

besar terdahap sukunya sendiri melalui cara hidup yang didasari pada tradisi yang sudah ada

sejak dahulu, termasuk dalam beragama secara khusus agama Kristen.


6
Veeger K.J. Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1992),Hal 7,13
7
https://indonesia.go.id/mediapublik/detail/2071#:~:text=Indonesia%20terdiri%20dari%20berbagai%20suku,dari
%201.300%20suku%20di%20Indonesia. Diakses Pada 1 November 2023, Pukul 13.00WIB
8
http://repository.uinsu.ac.id/161/6/BAB%20III.pdf. Diakses29 September 2023 pukul 09:00
3
Kecintaan Masyarakat Pakpak yang beragama Kristen Protestan harusnya menjadi dasar

untuk membangun dan mengembangkan GKPPD sebagai wadah orang Kristen di suku Pakpak.

Tetapi seiring berjalannya waktu masih banyak warga jemaat Pakpak yang kurang berkontribusi

terhadap GKPPD.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan membahas tentang GKPPD dan Budaya

Pakpak serta kontribusi budaya terhadap GKPPD dan sebaliknya kontribusi GKPPD terhadap

Budaya. Dan ini akan menjadi sebuah pemahaman untuk mengetahui sejauh mana keinginan

Masyarakat Pakpak dalam membangun GKPPD melalui suku dan budaya Pakpak. Maka dengan

itu, penelitian ini akan berusaha menjawab setiap permasalahan di atas, dengan itu penulis

mengangkat judul Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD) dan Budaya Pakpak:

Suatu Tinjaun Sosiologis-Teologis Tentang Kemandirian GKPPD Dalam

Mempertahankan Budaya Pakpak Dan Implikasinya Terhadap Kecintaan Masyarakat

Pakpak Kepada GKPPD.

1.2. Identifikasi Masalah

1. Adanya pemahaman bahwa pentingnya Budaya suku Pakpak berkontribusi dalam Gereja

Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD).

2. Adanya pemahaman bahwa masih banyak Masyarakat suku Pakpak belum berkontribusi ke

GKPPD : Belum menjadi jemaat GKPPD

3. Kurangnya pemahaman tentang mencintai budaya pakpak melalui GKPPD

4. Perlunya pendekatan secara sosiologis terhadap Masyarakat suku Pakpak agar mencintai

GKPPD

5. Perlunya pendekatan secara teologis tentang budaya Pakpak dan GKPPD

4
1.3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi penelitian ini dengan

fokus kepada GKPPD dan Budaya Pakpak yang ditinjau dari Sosiologis dan Teologis. Penulis

meneliti Sejarah berdirinya GKPPD yang memberikan kontribusi terhadap keberadaan

masyarakat suku Pakpak, serta meninjau secara sosiologis tentang keberadaan masyarakat

Pakpak yang beragama Kristen Protestan yang berkaitan dengan GKPPD.

1.4. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Gereja?

2. Bagaimana Gereja dari sudut pandang Sosiologi?

3. Bagaimana Sejarah GKPPD?

4. Apa yang dimaksud dengan Suku dan Budaya?

5. Bagaimana Sejarah Suku Pakpak?

6. Apa pengaruh GKPPD terhadap Suku Pakpak?

7. Bagaimanakah Kontribusi Masyarakat Suku Pakpak yang beragama Kristen Protestan dalam

mempertahankan GKPPD?

1.5. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh GKPPD terhadap suku Pakpak

2. Untuk mengetahui sejauh mana kontribusi Masyarakat Suku Pakpak yang beragama Kristen

Protestan dalam mempertahankan GKPPD

3. Untuk mengetahui peran penting GKPPD dalam menjaga identitas suku Pakpak

4. Untuk mengetahui bagaimana kecintaan Masyarakat Suku Pakpak terhadap GKPPD

5. Untuk mengetahui bagaimanakah partisipasi GKPPD kepada Masyarakat Suku Pakpak.

5
1.6. Manfaat Penelitian

1. Agar menambah wawasan tentang arti dan makna Gereja di Tengah-tengah Masyarakat Suku

Pakpak.

2. Agar menambah wawasan tentang pentingnya GKPPD dalam mempertahankan suku Pakpak

3. Agar menambah wawasan teologis bagaimana keterlibatan GKPPD di dalam suku Pakpak di

tinjau dari sosilogis-teologis.

4. Agar menambah wawasan teologis tentang suku Pakpak dan perananya di Tengah-tengah

Masyarakat.

5. Menjadi bahan sosialisasi GKPPD untuk menanamkan kecintaan Masyarakat suku Pakpak

terhadap GKPPD

1.7. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab I ini berisi tentang: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah,

Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan

BAB II : TINJAUAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL

Bab II ini berisikan tentang: Pengertian Gereja; Gereja dari sudut pandang Sosiologi; Sejarah

GKPPD; Pengertian Suku dan Budaya;Suku Pakpak; Pengaruh GKPPD terhadap suku Pakpak;

Kontribusi Masyarakat Suku Pakpak yang beragama Kristen Protestan dalam mempertahankan

GKPPD; Kerangka Konseptual.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab III ini berisi tentang: Waktu dan Lokasi Penelitian; Metode Penelitian; Alat Pengumpulan

Data; Teknik Pengolahan Data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN, VERBATIM DAN PEMBAHASAN

6
Bab IV ini memaparkan hasil penelitian, pembahasan terkait hasil penelitian yang diperoleh

berdasarkan Sosiologis- Teologis dan Implikasinya bagi GKPPD dan Masyarakat Suku Pakpak.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menjelaskan kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh dan memuat saran terhadap

penelitian-penelitian di masa yang akan datang

7
BAB II

TINJAUAN TEORITIS DAN KONSEPTUAL

2.1. Pengertian Gereja

Kata "gereja" yang berasal dari kata igreja dibawa ke Indonesia oleh para misionaris

Portugis. Kata tersebut adalah ejaan Portugis untuk kata Latin ecclesia, yang ternyata berasal

dari bahasa Yunani, ekklèsia. Kata Yunani itu sebetulnya berarti 'kumpulanatau pertemuan',

rapat. Namun gereja atau ekklèsia bukan sembarang kumpulan, melainkan kelompok orang

yang sangat khusus Untuk menonjolkan kekhususan itu dipakailah kata asing tersebut.

Kadang-kadang dipakai juga kata “jemaat” atau “umat”. Itu tepat juga, tetapi perlu diingat

bahwa jemaat ini sangat istimewa. Maka, lebih baik memakai kata "gereja" saja, yakni

ekklèsia. Kata Yunani itu berasal dari kata yang berarti memanggil. Gereja adalah umat yang

dipanggil Tuhan, itulah arti sesungguhnya dari kata gereja (Konferensi Waligereja

Indonesia, 2003:332).9

2.1.1. Gereja : Umat Allah

Kata “Umat Allah” merupakan istilah dari Perjanjian Lama. Sebutan ini

menonjolkan gereja sebagai umat yang dipilih Allah. 1 Petrus 2:9 TB “Tetapi

kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat

kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar

dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang

Ajaib”.

9
Ricardo Freedom Nanuru, Gereja Sosial Menurut Konsep Rasionalitas Komunikatif Jurgen Habermas
(Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020), hlm. 41

1
Konsili Vatikan II menekankan sebutan “Umat Allah” untuk menyatakan

bahwa Gereja bukanlah pertama-tama suatu organisasi manusiawi, melainkan

perwujudan karya Allah yang Kongkret.

2.1.2. Gereja : Tubuh Kristus

Sebutan yang lebih khas Kristiani adalah Tubuh Kristus. Paulus menjelaskan

maksud kiasan itu :

“Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan

segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula

Kristus. Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang

Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh

dan kita semua diberi minum dari satu Roh.” (1 Kor. 12:12-13).

Melalui gambaran “tubuh”, Paulus mau mengungkapkan kesatuan jemaat, kendatipun

ada aneka karunia dan pelayanan.10

2.2. Gereja Dari Sudut Pandang Sosiologi

Gereja secara sosiologis dipandang sebagai organisasi keagamaan yang besar.

Para individu yang menjadi anggota dari Gereja ini cenderung, meskipun tidak semua,

lahir dan dibesarkan di dalam organisasi keagamaan ini melalui tradisi permandian

yang diberikan pada saat para anggota ini lahir dan belum cukup berumur untuk

memahami iman yang dianut. Gereja juga cenderung bersifat universal di dalam arti,

mencakup semua anggota masyarakat tanpa memandang strata (lapisan) sosial yang

ada di dalam masyarakat. Gereja sebagai organisasi keagamaan yang formal dan

terstruktur dapat mempunyai relasi yang cukup dekat tetapi juga cukup jauh dengan

Negara tergantung pada konteks historis, sosial, kultural, dan politik yang ada.11

10
Ricardo Freedom Nanuru, Gereja Sosial Menurut Konsep Rasionalitas Komunikatif Jurgen Habermas
(Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020), hlm. 43
11
Francisia SSE Seda, Gereja dan Negara: Refleksi atas Tantangan Masyarakat Indonesia dan Pancasila Suatu
Pendekatan Sosiologis. Vol.22. Orientasi Baru, 2013, Hal.172

2
Gereja sebagai bagian dari masyarakat secara sosiologis dapat ditinjau secara

umum dari dua aspek; pertama, sebagai komunitas kaum beriman, atau kedua,

sebagai institusi keagamaan yang terorganisasikan dengan baik dan memiliki

legitimasi di kalangan para pengikut agama yang bersangkutan.

Sebagai suatu bentuk "Christentumsforschung", "Sosiologi Gereja" adalah

suatu disiplin ilmu yang menempatkan gereja sebagai "societas"/masyarakat. Sebagai

suatu masyarakat, sama seperti masyarakat lainnya, ungkapan "Ubi societas ibi ius",

yang artinya "ada masyarakat, ada hukum", gereja juga memiliki ius-nya sendiri

(hukumnya sendiri): ius ecclesia. Hukum Gereja adalah nama dari seperangkat aturan

yang mengatur gereja sebagai masyarakat: ius ecclesia. Tidak hanya itu. Sebagai

suatu masyarakat gereja juga memiliki aspek-aspek yang menyusunnya, sama seperti

masyarakat di luar gereja memiliki aspek-aspek yang menyusunnya.12

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi memiliki

hubungan yang erat dengan Gereja. Sama halnya denga GKPPD yang terdiri dari

Masyarakat Pakpak adalah bagian dari sosiologi Greja tersebut karena memiliki

tradisi sendiri. GKPPD memiliki komunitas suku Pakpak yang beriman dan organisasi

keagamaan yang bersifat legal di Indonesia.

2.3. Sejarah GKPPD (Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi).13

Perkenalan suku pakpak akan kekristenan dimulai dengan berdirinya

Pardonganon Mission Batak (PMB), PMB berpusat di Tiga Ras Kabupaten

Simalungun yang dipimpin oleh Pdt. Henok Lumban Tobing. PMB merupakan

perpanjangan tangan dari Reinische Mission Geselschaft (RMG), dengan maksud dan

tujuan untuk lebih menfokuskan diri akan pemberitaan Injil ke daerah-daerah yang

12
https://www.academia.edu/32902471/Sosiologi_Gereja_dan_Sosiologi_Gereja_. Diakses pada 1 November
2023. Pukul 16.15WIB
13
https://gkppdpusat.org/sejarah-berdirinya-gereja-kristen-protestan-pakpak-dairi-gkppd/. Diakses pada 1 November 2023
pukul 16:40 WIB.

3
ada di bagian utara yaitu Samosir, Simalungun dan Pakpak Dairi. Seiring berjalannya

waktu pengenalan akan kegamaan Kristen di tanah pakpak sampai kepada wilayah

yang ada di pakpak yang terdiri dari 5 (lima) suak atau wilayah pakpak.

1. Kekristenan Di Pegagan

Pada tanggal 7 September 1905, diutuslah Pdt. Samuel Panggabean untuk

memberitakan Injil ke tanah Pakpak, rute perjalanan yang ditempuh adalah melalui

Tiga Ras melalui Aek Popo, Lae Pondom dan terus mengikuti aliran lae (sungai)

Sikurang di kecamatan Pegagan Hilir dan akhirnya sampai ke Kuta Usang. Pada

tanggal 10 September 1905, dimulailah kebaktian pertama yang diikuti oleh Raja

Sibayak Pakasior Manik beserta dengan seluruh keluarganya.

2. Kekristenan Di Keppas

Pada tahun 1906, atas permintaan dari pemerintah kolonial Belanda kepada

PMB, maka dibukalah sekolah dan pos zending di Sidikalang, walaupun maksud

sebenarnya dari Belanda adalah demi kemudahan untuk memperluas daerah jajahan

dan kemudahan untuk penangkapan Raja Sisingamangaraja XII yang bersembunyi di

tanah Pakpak ketika itu. Di antara pekerja Rodi tersebut sudah ada yang menganut

agama Kristen, maka dengan adanya pos zending dan juga banyaknya pekerja rodi

yang beragama Kristen maka pada tanggal 25 Desember 1909, dimulailah kebaktian

pertama di Sidikalang dan mengadakan pembabtisan terhadap 2 orang Raja Pakpak

yaitu : Raja Asah Ujung dan Raja Kummul Ujung. Merekalah kemudian memberikan

tanah untuk lokasi gereja HKBP Sidikalang Kota).

3. Kekeristenan Di Simsim

Tahun 1904, datanglah Belanda dari Boang, Aceh Selatan (Singkil sekarang)

untuk mencari Raja Sisingamangaraja XII yang bersembunyi di Simsim, akan tetapi

barulah pada tahun 1907 Raja Sisingamangaraja dapat ditemukan dan dibawa ke

4
Pearaja. Efek dari kedatangan Belanda tersebut adalah terbukanya akses

jalan,sehingga berdatanganlah para pedagang yang berasal dari Barus dan Melayu.

Adalah Julius Hutabarat dan Musa Sibarani. Keduanya adalah para pedagang yang

rutin berjualan ke Salak (ibu kota Pakpak Bharat sekarang). Mereka sudah menjadi

Kristen pada saat itu, mereka bergaul dengan sangat akrab dengan masyarakat Pakpak

Simsim. Pada tanggal 18 Februari 1911 diadakanlah pembabtisan pertama terhadap

21 orang Pakpak di Salak tersebut. Sakramen baptisan itu dilayankan oleh Tuan Pdt

Brenschmid.

4. Kekeristenan Di Boang (Aceh Singkil)

Pekabaran Injil di Boang, merupakan suatu pekabaran injil yang penuh dengan

tantangan. Dikatakan demikian, karena di daerah tersebut mayoritas penduduk sudah

memeluk agama Islam. Tetapi Injil adalah kekuatan Allah, maka segala usaha dan

niat yang besar yang didorong oleh kuasa Roh Kudus, pekabaran Injil di suak Boang

dapat berjalan. Adalah Inget Wilfried Banurea yang terpanggil mengabarkan injil ke

Boang. Pada tahun 1932, penginjil ini datang dan bekerja di lipat kajang sebagai

seorang tukang jahit. Kebaikan hati dan keramahan tutur sapa membuat dirinya

dapat diterima di sana. Dalam pememberitakan Injil di daerah tersebut, ia memakai

dua metode yaitu melatih kecakapan musik dan membuka kolportase rohani. Sore

hingga malam hari digunakan mengajar musik kepada pemuda-pemudi. Ia memilih

lagu-lagu rohani yang menggugah hati sehingga menarik perhatian dan keinginan

mereka. Ia juga menjelaskan asal lagu dan tujuan lagu-lagu tersebut didendangkan.

2.3.1. Kekeristenan Di Pakpak Menuju Kemandirian

Dengan kedatangan berita Injil ke tanah Pakpak, dan oleh karena penerimaan

akan Injil yang sangat luar biasa, maka timbullah keinginan bagi orang Pakpak yang

sudah beragama Kristen untuk mendengarkan Injil dalam bahasanya sendiri. Pada

5
tahun 1957, atas inisiatif tuan Pdt Schildman gagasan baru itu mengristal dengan

sebuah tindakan yaitu mengumpulkan tokoh-tokoh Kristen Pakpak di Sukaramai.

Hasil daripada pertemuan itu mencetuskan keinginan bersama yakni penterjemahan

Alkitab kedalam bahasa Pakpak dengan nama Padan Siarnia dekket Padan Sirembaru

Sinipejoppok. Proses penterjemahan dimulai pada tahun 1958.

Di penghujung tahun 1962 atas inisiatif dari Raja Herman Lingga dan Kota

Raja Manik, diadakanlah rapat tokoh-tokoh Kristen pakpak yang berada di Sumbul

Pegagan sekitarnya, Rapat menghasilkan keputusan antara lain : Mengutus Raja

Herman Lingga, Kota Raja Manik, Ludin Manik, menghadap kepada Pendeta HKBP

Resort Sumbul, Pdt W.Lumban Toruan,untuk meminta izin mendirikan gereja HKBP

Simerkata Pakpak.

Pendeta Ressort memberi kesempatan dan tempat kepada warga Pakpak untuk

membuat suatu Evanggelisasi (persodipen) setiap malam minggu di gedong gereja

HKBP Sumbul, sesuai dengan surat Pendeta Ressort Sumbul No.60/Res/62 HKBP

tertanggal 31 Oktober 1962.

Tanggal 2 Januari 1963, diadakanlah Evanggelisasi di rumah Boven Lingga. Ibadah

dilanjutkan dengan rapat untuk persiapan berdirinya gereja Pakpak yang mandiri dan

terlepas dari HKBP Ressort Sumbul. Pada tanggal 5 Januari 1963, kembali diadakan

rapat.

Kebaktian pertama setelah pisah dari HKBP Sumbul dimulai pada tanggal 6

Januari 1963 yang dipimpin oleh Gr.Lancam Huria Bako dan Gr.Tertius

Lembeng(keduanya dari Sidikalang) dibantu oleh St.Daniel Sinamo(sintua dari warga

pakpak Sumbul). Saat itu jumlah sendihi (jemaat) telah mencapai 44 kepala

keluarga,dengan sebutan HKBP Simerkata Pakpak Sumbul, pagaran dari HKBP

Sumbul.

6
Hari yang ditunggu-tunggu dan setelah melalui perencanaan yang matang,

maka pada tanggal 3 maret 1963 dilangsungkanlah pesta “Sampang ate” sekaligus

pesta peresmian Kuria HKBP Simerkata Pakpak Dairi di Sumbul oleh Ephorus HKBP

Ds.Tunggul S.Sihombing, yang dilaksanakan di Onan Lama Sumbul.

Kabar akan peresmian gereja HKBP Simerkata Pakpak Sumbul yang sudah

diresmikan oleh pucuk pimpinan HKBP juga menjalar ke Sidikalang sebagai ibukota

kabupaten Dairi. HKBP Simerkata Pakpak Sidikalang diresmikan pada tanggal 23-25

Juli 1965 oleh Ephorus HKBP Ds.Tunggul S Sihombing. Acara peresmian

dipindahkan ke lokasi SMP N 2 Sidikalang mengingat besarnya antusias warga

jemaat untuk hadir. Hadir dalam acara tersebut tuan Pdt.W.Lemp, Praeses HKBP

Distrik Dairi Pdt.H.Rajagukguk, juga Pendeta dan Pengendeng dari HKBP Resort

Sidikalang sebagai tanda persatuan didalam Kristus kepala gereja. Perkembangan

kekristenan dan kemandirian untuk memuji Tuhan dengan bahasa Pakpak juga terjadi

di daerah-daerah sekitar Sidikalang dan Sumbul Pegagan. Ephorus HKBP menyambut

baik usul delegasi dan kemudian meresmikan HKBP Simerkata Pakpak sebagai resort

penuh pada tanggal 20 Agustus 1972. Pdt.Johansen Tumangger sebagai Pendeta

Resort pertama dipercayakan melayani di resort baru ini.

Pada tanggal 18 Okrober 1970, oleh gelora semangat yang besar dari warga

Kristen Pakpak yang berdomisili di kota Medan dan Sekitarnya, diresmikan pula

HKBP Simerkata Pakpak Padang Bulan Medan yang ber Ressort ke HKBP Simerkata

Pakpak Sidikalang.

Maka pada tanggal 24 Juni 1979 oleh Ompui Ephorus Ds.G.H.M.Siahaan

maka resmilah HKBP simerkata Pakpak menjadi suatu distrik (disebut sebagai HKBP

Distrik XIV Simerkata Pakpak Dairi), dan menabalkan Pdt.Ulim Saripin Manik

sebagai Praeses penuh. Dengan peresmian itu juga sekaligus pengakuan awal akan

7
eksistensi suku Pakpak sebagai salah satu kekayaan dari keberagaman suku yang ada

di Indonesia juga menjadi bukti karya penyelamatan Tuhan Allah terhadap seluruh

bangsa-bangsa.

2.3.2. Gereja Pakpak Mandiri

Didorong oleh keinginan untuk menjujung lupo dan memiliki satu gereja yang

mandiri maka pada tanggal 9-11 September 1984, diadakanlah “Runggu”(rapat) di

Salak. Melalui kesepakatan bersama maka dibentuklah Panitia Persiapan Menjujung

Lupo (PPML), pada tanggal 26 Februari 1990 disampaikanlah aspirasi tentang

keinginan untuk “menjujung lupo”kepada Ompui Ephoru HKBP.

Walaupun aspirasi yang disampaikan kepada Pucuk pimpinn HKBP tidak

mendapatkan respon yang positif, tetapi semangat untuk mandiri tidaklah padam.

Dalam rangka mematangkan cita-cita kemandirian gereja Pakpak, pada tanggal 6 Juli

1990, Panitia Persiapan Menjujung Lupo (PPML), berubah menjadi Panitia

Perwujudan Mandiri (PPM). PPM bergerak dengan cepat dengan mengadakan

“Runggu Mbellin” di Padang Bulan Medan pada tanggal 26 Agustus 1990 yang

dihadiri 105 orang utusan-utusan setiap gereja, resort HKBP Simerkata Pakpak

dengan agenda utama penyatuan pendapat dan sosialisasi kemandirian yang nantinya

akan dibawa kesetiap gereja dan Ressort di “Lebbuh”di mana gereja HKBP Simerkata

Pakpak berada.

Pada tanggal 20 Oktober 1990 diadakanlah rapat di HKBP Simerkata Pakpak

Sukadame, dan menghasilkan keputusan yaitu disahkan dan diresmikannya aturan dan

peraturan gereja Pakpak mandiri. Sinode Godang dalam hal ini HKBP mengambil

keputusan bahwa untuk mempersiapkan adanya gereja Pakpak yang mandiri, maka

terlebih dahulu diberikan suatu otonomi khusus kepada gereja HKBP Simerkata

8
Pakpak, dan Panitia Perwujudan Mandiri diminta untuk dengan legowo menerima

hasil keputusan itu.

Waktu yang berlalu, keputusan untuk memberikan otonomi khusus kepada

HKBP Simerkata Pakpak oleh Pucuk pimpinan HKBP tidak segera direalisasikan

sesuai dengan kesepakatan bersama. Maka pada tanggal 4 Agustus 1991 di Medan,

diputuskanlah tanggal kemandirian gereja Pakpak yang disebut dengan “GEREJA

KRISTEN PROTESTAN PAKPAK DAIRI (GKPPD)”, tanpa persetujuan dari

HKBP.

Dengan langkah tegas diadakanlah peresmian GKPPD di gereja GKPPD Padang

Bulan yang sekarang, pada tangal 25 Agustus 1991. Saat itu juga dilakukan

pelantikan Pimpinan Pusat dengan susunan kepeminpinan sebagai berikut: Pdt. Elias

Jauntung Solin, Sm.Th (sebagai Bishop), St. Sakkap Manik (sebagai PLH Sekretaris

Jenderal). Pada hari yang sama dilantik pula Majelis Pusat perdana GKPPD dengan

susunan sebagai berikut: Pdt.E.J.Solin Sm.Th, St.Sakkap Manik, Pdt.S.Lingga STh,

Pdt.Drs.T.R.Lingga STh, Pdt.Drs.Ridman Manik SmTh, St.M.Boangmanalu,

St.Drs.M.J.Bancin, St.S.Berutu, St.Drs.S.Manik, St.Misi Cibro, St.If.Derik

Anakampun, St,F.Br Lingga, Juanda Banurea, Drs.M.T.Banurea, Drs.R.Munthe,

Drs.Rasmon Sinamo, dan Antoni Ujung SH. Persemian itu sangat semarak diikuti

orang orang Pakpak dari berbagai kota, sementara pimpinan gereja yang hadir adalah

Pdt.Dr. Armensius Munthe dari GKPS. Beliau member kata kata bernas mendukung

keberadaan gereja yang baru itu, bahwa walau kecil pada awalnya tetapi Tuhan akan

memberkatinya menjadi besar.

Sejak awal kemandiriannya persoalan pertama yang muncul adalah tidak

cukupnya pendeta yang melayani di GKPPD. Ini adalah ekses kemandirian yang

9
diadakan di Medan tanpa restu HKBP. Tetapi keadaan itu cepat diatasi sebab di

HKBP Padang bulan sendiri ada 3 sintua yang telah belajar theology.

Kondisi dimana gereja GKPPD telah berdiri, dengan segera direspon pimpinan HKBP

dengan meresmikan HKBP Simerkata Pakpak Otonom (HKBP SPO) pada tanggal 24

November 1991. Adapun maksud HKBP meresmikan HKBP Simerkata Pakpak

Otonom,adalah sebagai bentuk reaksi atas kemandirian GKPPD sekaligus sebagai

persiapan untuk kemandirian gereja Pakpak kelak,sehingga sebelum adanya

pengakuan resmi akan kemandirian diperlukan beberapa tahapan persiapan supaya

kelak ketika kemandirian tercapai tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Dengan demikian ada dua gereja berdiri di komunitas Pakpak yang kecil ini.

Gereja pun seempat berbagi dua, di mana di satu desa ada GKPPD ada HKBP SPO.

Yang menyedihkan lagi, kondisi itu dimainkan tokoh politik yang berkeinginan

menjadi bupati di Dairi dengan mengadakan kekacauan di antara orang pakpak

sendiri. Puncaknya adalah pengerahan aparat militer di Salak dan menangkap orang-

orang untuk menunjukkan situasi yang tidak sebenarnya. Pada tgl 22 November 1991

ada 7 orang yang ditahan di Kodim Dairi waktu itu.

Saat itu juga menjadi saat kebersamaan orang Pakpak walaupun dari agama

lain dan ormasi ormas kepemudaan bersatu. Ormas-ormas dan organisasi kepemudaan

Pakpak yang ada di Dairi maupun di perantauan seperti : Ikatan Keluarga Pemuda

Pakpak Indonesia (IKPPI), IKEPADA, dan Lembaga Kebudayaan Pakpak Dairi

(LKPD), dan juga adanya dukungan dari masyarakat Muslim Pakpak, karena di dalam

pandangan mereka, dengan terwujudnya kemandirian gereja Pakpak maka suku

Pakpak sudah mampu mensejajarkan diri dengan suku-suku lain yang ada di

Indonesia. Pada tanggal 15-16 September 1993 diadakanlah rapat team penjajakan

10
penyatuan GKPPD dan HKBP SPO bertempat di HKBP Berastagi Kabupaten Karo,

dengan anggota team penjajakan dua pihak.

Dengan terbentuknya Panitia Sinode penyatuan gereja Pakpak bersatu maka

terkabullah apa yang dicita-citakan untuk kemandirian gereja Pakpak, yang didorong

oleh rasa kebersamaan serta keinginan untuk bersatu dengan mengesampingkan ego

masing-masing maka pada tanggal 16-18 Juni 1995 bertempat di Sidikalang

diadakanlah sinode penyatuan GKPPD dengan HKBP SPO, dengan Thema : Damai

Sejahtera Kristus Mempersatukan, (Kolose 3:15), dan Sub Thema : Dengan

Semangat Persatuan dan Kesatuan gereja pakpak bersatu terpanggil untuk

memberantas kemiskinan dalam pembangunan bangsa dan negara.

Dari sejarah gereja GKPPD di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, adanya

keinginan dari masyarakat Pakpak melalui HKBP sebagai Missionaris dari tanah

batak ke tanah Pakpak untuk beriman dan percaya kepada Tuhan, serta memuji Tuhan

melalui Bahasa, tradisi, kebudayaan yang dianut di daerah Pakpak. Maka perlu

diketahui bahwa kehadiran GKPPD menjadi salah satu pokok penting untuk menjaga

dan melestarikan budaya Pakpak serta salah satu pondasi untuk menjaga identitas

sebagai suku Pakpak.

2.4. Pengertian Suku dan Budaya

2.5. Suku Pakpak

Suku Pakpak merupakan suatu kelompok suku bangsa yang terdapat di Sumatra

Utara. Secara tradisional wilayah komunitasnya disebut tanoh Pakpak. Kesatuan

komunitas terkecil yang umum dikenal hingga saat ini disebut lebbuh dan kuta.

2.5.1. Sejarah Suku Pakpak

Orang Pakpak berasal dari India Selatan yaitu dari Indika Tondal ke Muara Tapus
dekat Dairi lalu berkembang di Tanah Pakpak dan menjadi suku Pakpak. Namun seiring
berjalannya waktu Suku Pakpak biasanya sebagai bagian dari etnis Batak , sebagaimana

11
Karo, Mandailing, Simalungun, dan Toba. Orang Pakpak dapat dibagi 5 kelompok
berdasarkan wilayah dan dialek bahasa, yakni : 1). Pakpak Simsim wilayah Kabupaten
Pakpak Bharat, 2). Pakpak Kepas Wilayah Kabupaten Dairi, 3). Pakpak Pegagan wilayah
Kecamatan Sumbul, Pegagan Hilir, dan Kecamatan Lingga Kabupaten Dairi. 4). Pakpak
Kelasen wilayah Kecamatan Parlilitan dan Kecamatan Pakkat Kabupaten Humbang
Hasundutan, 5). Pakpak Boang wilayah Aceh Singkil.14

2.5.2. Tradisi Suku Pakpak


Sebagaimana suku-suku lain yang memiliki tradisi dalam adat dan budaya, suku
pakpak juga memiliki tradisi dalam kebudayaannya. Antara lain seni dan upacara adat.
1. Kesenian
Kesenian dalam budaya pakpak melingkupi yaitu,
 Seni musik. Antara lain Genderang, Kalondang, Kecapi, Lobat,
Sordam, Suling, Genggong, Kettuk, Taratoa, Garantung, Gung, Saga-
saga dan lain-lain.
 Seni tari Antara lain tarian tradisional dan kreasi baru
 Seni suara Antara lain Odong-odong, Nangen, Ende-ende dan lain-lain
 Seni bela diri Antara lain Moccak, Dabbus, Dampeng dan lain-lain.
 Seni ukir dan pahat Antara lain Menggorga, Patung mejan, Pengulu
baling dan lain- lain.
 Seni kerajinan Antara lain Membayu, Kerajinan bubu, Curu-curu,
Kirang nderu dan lain-lain.15
 Perumpaan Pakpak yang melingkupi; Pantun (umpama),
perumpamaan yang biasa juga disebut dengan “koning-konongen”16
2. Upacara Adat17
 Mangan Nakan Balbal
 Merre Nakan Merasa
 Mesur-Mesuri
14
Mariana Makmur, Lister Berutu dan Pasder Berutu, Aspek-Aspek Kultural Etnis Pakpak: Auatu Eksplorasi
Tentang Pontensi Lokal (Medan: Monora, 2002), hlm.1
15
Hirza Herna “Kebudayaan Masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat”.Fakultas Bahasa dan Seni UNIMED.
https://media.neliti.com/media/publications/79467-ID-kebudayaan-masyarakat-kabupaten-pak-pak.pdf. Diakses pada 29
September 2023 pukul 10:00 WIB
16
Lister Berutu, Umpama, Perumpamaan dan Koning-koningen Suku Pakpak (Medan: PT. Grasindo
Monoratama, 2013)
17
Lister Berutu dan Nurbai Padang, Mengenal Upacara Adat Masyarakat Pakpak di Sumatra Utara (Medan: PT.
Grasindo Monoratama.2013), hlm. 8

12
 Mengebatken
 Mergosting
 Mengokal dan Menutung Tulan
 Mate Ncayur Tua ( Upacara Kematian)
 Upacara Perkawinan
 Mertakil
 Menanda
 Memerre Cinta Lao
 Mengrumbang
 Mengikir Atau Melentik
3. Bahasa dan Rumah Adat Pakpak
Suku pakpak dalam berkomunikasi juga memiliki bahasanya sendiri yaitu
bahasa pakpak. Dari kelima suak yang ada di Pakpak Bharat, memiliki bahasa yang
sama tetapi dengan kontekstual dan lingkungan yang berbeda, ada sedikit pemakaian
kata yang berbeda.
Peninggalan kebudayaan Pakpak dalam bentuk seni bangunan dapat
digolongkan ke dalam kategori arsitektur rakyat khas daerah, yang dapat
menunjukkan identitas ataupun ciri tertentu dari masyarakat Pakpak itu sendiri.
Masyarakat Pakpak memiliki nama rumah adat dan fungsi tersendiri dari tiap-tiap
jenis rumah adat tersebut. Rumah adat Pakpak memiliki persamaan dengan ruah adat
orang Batak dari segi fungsi, alat-alat yang dipergunakan, tekhnik pembuatan,
ornament dan lain-lainnya yang kesemuanya itu merupakan peninggalan (warisan)
dari nenek moyang berupa hasil arsitektur rakyat Batak. Rumah adat masyarakat
Pakpak disebut sapo jojong yaitu sebuah rumah panggung terdiri dari ijuk sebagai
atap yang bertingkat. Dua.ornamen utamanya terdiri dari ukiran atau lukisan yang
agak mirip dengan rumah adat karo dan toba, diatas pintu rumah biasanya terdapat
gambar sepasang cicak dan payudara wanita yang melambangkan kesuburan.bentuk
rumah adat pakpak cenderung mirip dengan rumah adat karo. Dibawah ini akan
dijelaskan nama tiap-tiap jenis rumah adat pakpak beserta fungsinya, mulai dari
tingkat yang paling sederhana hingga tingkat yang paling tinggi, yang biasa disebut
dengan rumah adat. 1. Sopo Juma. Rumah ini didirikan di daerah perladangan sebagai
tempat tinggal sementara bagi keluarga yang sedang menjaga padinya hingga selesai
diketam. 2. Pajek-pajek tanggiang. Rumah ini di bangun di daerah perkampungan

13
sebagai tempat tinggal keluarga untuk jangka waktu yang panjang. Tiang rumah ini
dibuat dari batang pakis yang besar yang banyak di daerah ini. 3. Rumah kalang.
Menurut keterangan orang tua-tua di daerah ini, rumah kalang termasuk ke dalam
jenis rumah yang seakan-akan belum sempurna pembuatannya. Dibangun dari bahan-
bahan kayu yang masih bulat disusun secara bertingkat, sebagai tempat tinggal
keluarga dalam jangka waktu yang panjang. 4. Rumah jojong. Jojong berarti menara
rumah. Rumah jojong maksudnya adalah rumah yang memakai menara. Menara ini
ditempatkan ditengah-tengah bubungan atap rumah yang melengkung. Sedangkan
kedua ujung bubungan diberi hiasan tanduk kerbau. Sebuah mahkota ditempatkan
pada bagian teratas dari menara. Jenis rumah inilah yang dinamakan rumah adat.
Yang berhak menempati rumah ini adalah raja dan keluarga dekatnya. Sebuah rumah
adat Pakpak memperlihatkan bagian-bagian bangunan dan hiasan luar , yaitu sebagai
berikut : 1. Tanduk kerbau 2. Susuk mpinat 3. Dilah paying 4. Gajah dompak 5.
Jengger 6. Bengbeng hari 7. Bengbeng hari 8. Bengbeng hari 9. Bengbeng hari 10.
Melmelen bonggar 11. Gajah dompak 12. Tarum 13. Nderpih 14. Melmelen 15.
Pandak/tiang binangan 16. Ardan 17. Tabal melmelen 18. Rancang Adapun gambaran
umum dari rumah adat Sopo Jojong adalah sebagai berikut : ditengah-tengah ruangan
dibuat dapur, dan tiap-tiap kelompok mempunyai tungkunya sendiri. Sejajar dengan
tungku di sebelah atas dibuat para-para yang dapat dipergunakan sebagai tempat
menyalai padi atau benda-benda basah lainnya.Tiap-tiap keluarga menggantungkan
batang kayu yang ada cangkoknya sebagai tempat untuk menyangkutkan tempat air
(kiong). Batas pemisah antar satu kelompok dengan kelompok lainnya dibuat dinding
tikar yang disebut dabuhan. Memang demikian halnya, pada waktu siang hari tikar itu
dinaikkan dan jika malam hari diturunkan.Khusus untuk raja tempatnya agak tinggi
jika dibandingkan dengan keluarga yang lain. Tempat raja tersebut disebut papan si
medem berbentuk balai-balai dan di dindingi dengan kain yang dinamakan tabir
sintak. Tabir berarti dinding dan sintak berarti tarik. Ruangan sebelah bawah rumah
disebut tongkaran. Di sini hewan ternak kecil (babi dan ayam) dibiarkan berkembang
biak. Di samping itu dapat juga dipergunakan sebagai tempat menyimpan alat-alat
pertanian. Pada bagian depan rumah di sebelah kiri dan kanan sebelum masuk
kedalam rumah dibuat beranda yang dinamakan ture. Anak-anak gadis, ibu-ibu
biasanya berkumpul disini sambil menganyam tikar atau sumpit. Kaum muda mudi
mempergunakannya sebagai tempat bertamu. Loteng rumah disebut bonggar.
Biasanya mayat seorang raja yang telah diawetkan disimpan disini. Hal ini

14
dihubungkan dengan tradisi rakyat Pakpak, bahwa jenazah raja tidak dikuburkan
melainkan disimpan baik-baik dan setahun sekali diadakan upacara pemujaan dengan
berziarah ketempat tersebut. Untuk itu mereka menghidangkan sejenis tepung yang
mereka makan bersama-sama dan ada pula yang sengaja dipersiapkan untuk
ditaburkan ke atas tubuh mayat tersebut. Tepung pemujaan ini disebut Nditak.
Menjorok agak ke dalam dari arah depan tongkaran rumah adat dibuat tangga. Jadi
tangga bangunan tersebut berada dibawah rumah. Tangga rumah adat terdiri dari
induk dan anaknya, sedangkan tangannya tidak ada. Sebagai ganti tangannya
digantungkan sehelai rotan besar, sejajar dengan kepala ketika naik ke rumah.
Gunanya sebagai pegangan agar jangan jatuh, rotan itu disebut balno. Sebagai dinding
rumah adat dipasang melmelen yaitu sekeping kayu yang tebalnya lebih kurang 15
cm, lebarnya kira-kira 1 meter dan panjangnya melebihi ukuran rumah.Sedangkan
melmelen balai lebih pendek dan tipis. Jika rumah adat itu dihuni oleh raja dan
keluarga dekatnya, maka balai khusus dipergunakan sebagai tempat musyawarah,
tempat bermalam tamu yang datang menghadap raja dan bagi kalangan muda
disepakati sebagai tempat pertemuan sesamanya.18
4. Pakaian Adat Pakpak

a. Pakaian Adat Pakpak Untuk Pria


 Baju merapi-api
 Bulang-bulang
 Celana panjang
 Sarung (oles sidosdos)
 Borgot
 Sabe-sabe
 Rempu riar
 Rante abak
 Ucang
 Tongket
b. Pakaian Adat Pakpak Untuk Wanita
 Baju merapi-api
 Sarung (oles perdabaitak)
 Saong
 Leppa-leppa
 Rante abak
 Rabi munduk
 Papuren
18
https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=998#:~:text=Rumah%20adat%20masyarakat%20Pakpak
%20disebut,ijuk%20sebagai%20atap%20yang%20bertingkat. Diakses Pada 29 September 2023, Pukul 11.00 WIB.

15
 Culapah
 Kancing emmas. 19
2.5.3. Marga Pakpak20

Marga dalam kajian Antropologi disebut klen (clan) yaitu suatu kelompok

kekerabatan yang dihitung berdasarkan satu garis (unilineal), baik melalui garis laki-

laki (patrilineal) maupun garis perempuan (matrilineal). Sebagai contoh suku di

Minangkabau dihitung berdasarkan garis ibu (matrilineal atau perempuan), fam pada

masyarakat Ambon, mado pada masyarakat Nias, dan family name pada masyarakat

Ero Amerika yang semua dihitung berdasarkan garis ayah (patrilineal), merupakan

contoh-contoh dari klen. Marga pada masyarakat Pakpak bukan hanya sekedar

sebutan atau konsep tetapi didalamnya terdapat nilai budaya yang mencakup norma

dan hukum yang berguna untuk mengatur kehidupan sosial. Misalnya dengan adanya

marga maka dikenal perkawinan eksogami marga, yakni adat yang mengharuskan

seseorang kawin di luar marganya. Bila terjadi perkawinan semarga maka orang

tersebut diberi sanksi hukum berupa pengucilan, cemoohan dan malah pengusiran,

karena dianggap melanggar adat yang berlaku.

Struktur sosial yang dikenal dan dijunjung tinggi oleh masyarakat Pakpak

dikenal dengan sebutan sulang silima dengan unsur : beru, dengan sibeltek atau sinina

dan puang atau kula-kula. Seseorang Pakpak dengan struktur sulang silima umumnya

paham atau dapat menentukan kedudukan dan peranannya sesuai konteks. Dengan

demikian sama seperti halnya marga, di dalamnya terdapat sejumlah hak dan

kewajiban yang mengatur hubungan antar unsur tersebut. Misalnya dalam upacara

perkawinan dengan jelas kelihatan perbedaan hak dan kewajiban dari masing-

masing unsur sulang silima.


19
https://dispar.pakpakbharatkab.go.id/adat-pakpak/2015-01-12/pakaian-adat-pakpak-dan-perlengkapannya. Diakses pada
29 September 2023, Pukul. 11.05. WIB
20
Mariana Makmur, Lister Berutu dan Pasder Berutu, Aspek-Aspek Kultural Etnis Pakpak: Auatu Eksplorasi
Tentang Pontensi Lokal (Medan: Monora, 2002), hlm.52

16
2.6. Pengaruh GKPPD terhadap suku Pakpak

2.7. Kontribusi Masyarakat Suku Pakpak yang beragama Kristen Protestan dalam

mempertahankan GKPPD

2.8. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang telah dirumuskan secara sederhana dan

singkat, namun padat. Kerangka konseptual adalah kerangka untuk menyederhanakan arti

atau pemikiran tentang ide-ide, hal-hal maupun gejala sosial yang digunakan agar orang lain

yang membacanya agar dapat segera memahami maksudnya sesuai dengan keinginan penulis

yang memakai konsep tersebut.

2.9. Hipotesa

Hipotesa adalah dugaan sementara atau adanya kritisi yakni ketentuan-ketentuan

tentang adanya suatu penelitian yang dilakukan dengan pembuktian berdasarkan data-data

yang diperoleh dalam penelitian. Dengan demikian, kata hipotesis adalah jawaban atau

dugaan sementara yang dianggap secara kemungkinan menjadi jawaban yang benar. Karena

itu, penulis melihat masyrakat Pakpak belum sepenuhnya memberikan kontribusi kepada

GKPPD, dan juga GKPPD sebagai Gereja yang sudah mandiri dan menjadi sebuah

denominasi Gereja masih tidak terlepas dari HKBP, Sedangkan GKPPD memiliki

identitasnya sendiri sebagai suku Pakpak.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

17
Lokasi penelitian adalah kepustakaan, Kantor Pusat GKPPD. Alasan penulis memilih

lokasi ini adalah untuk mendapatkan sumber-sumber sejarah, seperti dokumen ataupun arsip

yang ada di Kantor Pusat GKPPD.

3.2. Metode Penelitian

Dalam penelitian kualitatif ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan

wawancara (lapangan) dan penelitian pustaka yang mencakup tentang “Suatu Tinjaun

Sosiologis-Teologis Tentang Kemandirian GKPPD Dalam Mempertahankan Suku Pakpak

Dan Implikasinya Terhadap Kecintaan Masyarakat Pakpak Kepada GKPPD)”. Penulis

memilih metode ini mempertimbangkan waktu dan tujuan penulisan ini yang akan menjadi

refleksi kepada GKPPD untuk kembali membenahi sistem dan ideologi GKPPD sebagai

Gereja Pakpak.

3.3. Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa alat pengumpulan data,

diantaranya: Pengumpulan dokumen, buku-buku dan wawancara kepada Pimpinan Pusat

GKPPD, tokoh adat Pakpak, dan beberapa masyrakat Pakpak yang belum masuk ke

GKPPD. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan

ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam topik yang penulis

teliti.

3.4. Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh berasal dari pengolahan kepustakaan dan dokumentasi atau arsip

18
yang diperoleh. Oleh karena itu, penulis akan melakukan analisis dari data-data yang

didapatkan dari kepustakaan maupun arsip yang berguna dimuat dalam penulisan karya

ilmiah ini.

KEPUSTAKAAN DAN USUL BUKU BACAAN

Chr. De Jonge dan Jan. S. Aritonang, Apa dan Bagaimana Gereja?, Pengantar Sejarah
Eklesologi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997),

https://pgi.or.id/sinode-gereja-anggota-pgi/.
Almanak GKPPD

Hirza Herna, Kebudayaan Masyarakat Kabupaten PakPak Barat, (UNIMED)

Daniel L.Pals, Seven Theories of Religion, penerjemah Inyiak Ridwan Muzir & M.Syukri
(New York: Oxford University Press, 1996).

Veeger K.J. Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1992),
https://indonesia.go.id/mediapublik/detail/2071#:~:text=Indonesia%20terdiri%20dari
%20berbagai%20suku,dari%201.300%20suku%20di%20Indonesia.

http://repository.uinsu.ac.id/161/6/BAB%20III.pdf
Ricardo Freedom Nanuru, Gereja Sosial Menurut Konsep Rasionalitas Komunikatif Jurgen
Habermas (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020)

Ricardo Freedom Nanuru, Gereja Sosial Menurut Konsep Rasionalitas Komunikatif Jurgen
Habermas (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020),
Francisia SSE Seda, Gereja dan Negara: Refleksi atas Tantangan Masyarakat Indonesia dan
Pancasila Suatu Pendekatan Sosiologis. Vol.22. Orientasi Baru, 2013,

https://www.academia.edu/32902471/Sosiologi_Gereja_dan_Sosiologi_Gereja_.

https://gkppdpusat.org/sejarah-berdirinya-gereja-kristen-protestan-pakpak-dairi-gkppd/.

Mariana Makmur, Lister Berutu dan Pasder Berutu, Aspek-Aspek Kultural Etnis Pakpak:
Auatu Eksplorasi Tentang Pontensi Lokal (Medan: Monora, 2002),

Hirza Herna “Kebudayaan Masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat”.Fakultas Bahasa dan Seni
UNIMED. https://media.neliti.com/media/publications/79467-ID-kebudayaan-
masyarakat-kabupaten-pak-pak.pdf.

19
Lister Berutu, Umpama, Perumpamaan dan Koning-koningen Suku Pakpak (Medan: PT.
Grasindo Monoratama, 2013)

Lister Berutu dan Nurbai Padang, Mengenal Upacara Adat Masyarakat Pakpak di Sumatra
Utara (Medan: PT. Grasindo Monoratama.2013),

https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=998#:~:text=Rumah
%20adat%20masyarakat%20Pakpak%20disebut,ijuk%20sebagai%20atap%20yang
%20bertingkat.
https://dispar.pakpakbharatkab.go.id/adat-pakpak/2015-01-12/pakaian-adat-pakpak-dan-
perlengkapannya.

Mariana Makmur, Lister Berutu dan Pasder Berutu, Aspek-Aspek Kultural Etnis Pakpak:
Auatu Eksplorasi Tentang Pontensi Lokal (Medan: Monora, 2002),

20

Anda mungkin juga menyukai