Kesetaraan Gender
Kesetaraan Gender
Kedudukan wanita India sebelum munculnya agama Buddha, tidaklah memperlihatkan adanya kebahagiaan. Kaum
wanita dianggap sebagai manusia yang lebih rendah dari pada laki-laki. Bahkan, wanita dianggap memiliki
kedudukan yang sama dengan kasta sudra, kasta terendah di antara empat kasta yang ada di India. Sejak
munculnya agama Buddha, perempuan mendapat posisi yang setara dengan laki-laki. Hal ini ditandai dengan
tindakan Buddha untuk mentahbiskan Dewi Prajapatti Gotami dan para pengikutnya menjadi bhikkhuni.
Agama Buddha mengajarkan kepada umat manusia untuk berbuat baik (kusala kamma) dan menjauhi kejahatan
(akusala kamma). Sesuai nilai-nilai dasar agama Buddha, terdapat tiga saluran perbuatan manusia dalam
melakukan kebaikan dan kejahatan, yaitu melalui pikiran, ucapan, dan perbuatan
1. Wanita memiliki sifat cinta kasih dan kasih sayang yang sangat besar dalam kehidupannya.
2. Wanita akan melahirkan keturunan yang baik serta berkualitas sehingga di kemudian hari akan menjadi
3. Wanita akan melahirkan, membesarkan, mendidik, dan membimbing anak-anaknya hingga mereka mampu
mengatasi penderitaan.
4. Wanita menjadi partner hidup, partner kerja, dan dapat membangkitkan semangat kaum pria.
5. Dalam konteks negara, kaum wanita diibaratkan sebagai tiang negara. Ketika kaum wanita berbuat baik, jujur,
6. Lebih khusus lagi dalam konteks Dharma, wanita menjadi tiang agama, yaitu dengan berdirinya Sangha
Bhikkhuni.
Menurut Damma Citta Sutta, dijelaskan berbagai bentuk perumah tangga dengan mengutamakan tentang sifat
dasar dari cinta kasih dan kenikmatan duniawi. Ada lima kekuatan yang dapat membantu seorang wanita menjadi
idaman di rumah. “Para Bhikkhu, ada lima kekuatan pada seorang wanita. Apakah lima itu?” 1. Kekuatan
Mahapajapati Gotami memohon kepada Sang Buddha untuk ditahbiskan menjadi Bhikkhuni. Permohonan itu
ditolak Sang Buddha. Mahapajapati Gotami tidak menyerah, dia berjuang dengan dukungan Bhikkhu Ananda
beserta 500 wanita yang telah memakai jubah dan mencukur rambutnya. Mereka menghadap kembali kepada Sang
Buddha untuk menerimanya menjadi Bhikkhuni. Akhirnya Sang Buddha mengabulkan permohonanya. Namun, dia
harus menjalankan syarat khusus (garudhamma) yang tidak dijalankan oleh Bhikkhu Sangha. Dari sinilah awal
Dalam Vasala Sutta, Sang Buddha menjelaskan: “Bukan karena kelahiran orang menjadi sampah. Bukan karena
kelahiran pula orang menjadi Brahmana (mulia). Oleh karena perbuatanlah orang menjadi sampah. Oleh karena
Bahkan, dalam Karaniyametta Sutta, ada sebuah kalimat yang menyatakan bahwa cinta kasih bagaikan seorang ibu
melindungi anaknya yang tunggal. Dari kalimat ini jelas sekali, Sang Buddha memandang bahwa wanita memiliki
perasaan cinta kasih yang luar biasa. Wanita bukan hanya sebagi seorang ibu bagi anaknya, namun juga sebagai