Anda di halaman 1dari 2

Kelas : 9

Pelajaran : Agama Buddha

Bab : Kesetaraan Gender

Kedudukan wanita India sebelum munculnya agama Buddha, tidaklah memperlihatkan adanya kebahagiaan. Kaum

wanita dianggap sebagai manusia yang lebih rendah dari pada laki-laki. Bahkan, wanita dianggap memiliki

kedudukan yang sama dengan kasta sudra, kasta terendah di antara empat kasta yang ada di India. Sejak

munculnya agama Buddha, perempuan mendapat posisi yang setara dengan laki-laki. Hal ini ditandai dengan

tindakan Buddha untuk mentahbiskan Dewi Prajapatti Gotami dan para pengikutnya menjadi bhikkhuni.

Agama Buddha mengajarkan kepada umat manusia untuk berbuat baik (kusala kamma) dan menjauhi kejahatan

(akusala kamma). Sesuai nilai-nilai dasar agama Buddha, terdapat tiga saluran perbuatan manusia dalam

melakukan kebaikan dan kejahatan, yaitu melalui pikiran, ucapan, dan perbuatan

Mengapa Buddha mengangkat derajat wanita di dunia?

1. Wanita memiliki sifat cinta kasih dan kasih sayang yang sangat besar dalam kehidupannya.

2. Wanita akan melahirkan keturunan yang baik serta berkualitas sehingga di kemudian hari akan menjadi

pemimpin yang berkualitas.

3. Wanita akan melahirkan, membesarkan, mendidik, dan membimbing anak-anaknya hingga mereka mampu

mengatasi penderitaan.

4. Wanita menjadi partner hidup, partner kerja, dan dapat membangkitkan semangat kaum pria.

5. Dalam konteks negara, kaum wanita diibaratkan sebagai tiang negara. Ketika kaum wanita berbuat baik, jujur,

dan penuh susila, negara akan aman dan sejahtera.

6. Lebih khusus lagi dalam konteks Dharma, wanita menjadi tiang agama, yaitu dengan berdirinya Sangha

Bhikkhuni.

Menurut Damma Citta Sutta, dijelaskan berbagai bentuk perumah tangga dengan mengutamakan tentang sifat

dasar dari cinta kasih dan kenikmatan duniawi. Ada lima kekuatan yang dapat membantu seorang wanita menjadi

idaman di rumah. “Para Bhikkhu, ada lima kekuatan pada seorang wanita. Apakah lima itu?” 1. Kekuatan

kecantikan (rupabalam). 2. Kekuatan keyakinan (bhogabalam). 3. Kekuatan sanak saudara (natibalam). 4.

Kekuatan anak-anak (puttabalam). 5. Kekuatan moralitas (silabalam).

Mahapajapati Gotami memohon kepada Sang Buddha untuk ditahbiskan menjadi Bhikkhuni. Permohonan itu

ditolak Sang Buddha. Mahapajapati Gotami tidak menyerah, dia berjuang dengan dukungan Bhikkhu Ananda
beserta 500 wanita yang telah memakai jubah dan mencukur rambutnya. Mereka menghadap kembali kepada Sang

Buddha untuk menerimanya menjadi Bhikkhuni. Akhirnya Sang Buddha mengabulkan permohonanya. Namun, dia

harus menjalankan syarat khusus (garudhamma) yang tidak dijalankan oleh Bhikkhu Sangha. Dari sinilah awal

Agama Buddha mengangkat kedudukan wanita sama dengan pria.

Dalam Vasala Sutta, Sang Buddha menjelaskan: “Bukan karena kelahiran orang menjadi sampah. Bukan karena

kelahiran pula orang menjadi Brahmana (mulia). Oleh karena perbuatanlah orang menjadi sampah. Oleh karena

perbuatan pula orang menjadi Brahmana (mulia)”.

Bahkan, dalam Karaniyametta Sutta, ada sebuah kalimat yang menyatakan bahwa cinta kasih bagaikan seorang ibu

melindungi anaknya yang tunggal. Dari kalimat ini jelas sekali, Sang Buddha memandang bahwa wanita memiliki

perasaan cinta kasih yang luar biasa. Wanita bukan hanya sebagi seorang ibu bagi anaknya, namun juga sebagai

seorang istri bagi suaminya.

Anda mungkin juga menyukai