Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN TUTOR KASUS I

PERTEMUAN 1

Dosen Pengampu :

Dini Rudini, S.Kep.,M.Kep

Anggota Kelompok 3:

G1B120002 Dewi Mentari


G1B120014 Siska
G1B120019 Syarifatul Istianah
G1B120027 Thresyanti Elsya Sasmita
G1B120030 Dinda Grazhella
G1B120041 Rizky Jamiatul Fitri
G1B120048 Febrina
G1B120052 Elliza Puspika Sari
G1B120056 Pebriyanti Putri
G1B120062 Verawati Febriani LT
G1B120067 Leni Putri

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2023
Ketua Kelompok : Syarivatul Istianah (G1B120019)

Moderator : Dewi Mentari (G1B120002)

Notulensi : Elliza Puspika Sari (G1B120052)


KASUS 1

Seorang laki-laki berusia 60 tahun di rawat di unit perawatan intensif (ICU).


Sebelumnya di hari yang sama, pasien ini datang ke IGD dengan keluhan sakit perut.
Riwayat penyakit sebelumnya : hipertensi dengan pengobatan, hiperkolesterol, konsumsi
alkohol, dan gangguan kognitif ringan. Di IGD dia mengeluh mengantuk berat, dan tampak
bingung ketika dibangunkan. Perifer teraba dingin dan sianosis. Tekanan darah arteri 75/50
mmHg, denyut jantung 125 kali/menit. Perut teraba tegang dan buncit. Pasien diberikan
terapi 1 liter cairan kristaloid melalui Intravena untuk mengembalikan tekanan darah. Di
lakukan CT-scan abdomen menunjukkan adanya gas ekstraluminal dan dugaan feses
ekstraluminal yg konsisten dengan performansi kolon sigmoid. Pasien di bawa ke ruang
operasi untuk tindakan laparatomi. Selama operasi ditemukan adanya peritonitis dengan
adanya tinja berasal dari kolon sigmoid yang berlubang. Pasien dilakukan tindakan reseksi
kolon sigmoid dan pembuatan kolostomi. Pasien di rawat di ruang ICU dalam kondisi tidak
sadar, terintubasi, dan menggunakan ventilasi mekanik dengan fraksi oksigen inspirasi 0.4.
tiba di ICU hasil pemeriksaan fisik TD 88/52 mmHg, frekuensi jantung 120x/menit dalam
irama sinus, tekanan Vena sentral 6 mmHg, suhu 35,6 C. Hasil analisa gas darah arteri pH
7,32 PCO2 28 mmHg, PO2 85 mmHg, HCO3 30 mmol perliter. Pasien terindikasi
mengalami syok septic.

Berdasarkan kasus diatas, rencanakan manajemen perawatan yang sesuai!


Step 1 (Identifikasi Istilah Sulit)

1. Peritonitis (Dinda Grazhella_G1B120030)


2. Hiperkolesterol (Syarifatul Istianah_G1B120019)
3. Kolon sigmoid (Pebriyanti Putri_G1B120056)
4. Laparatomi (Dewi Mentari_G1B120002)
5. Syok septic (Thresyanty Elsye Sasmita_G1B120027)
6. Tindakan reseksi kolon sigmoid (Verawati Febriani Lumban Tobing_G1B120062)
7. Gas dan feses ekstraluminal yg konsisten (Leni Putri_G1B120067)
8. Sianosis (Elliza Puspika Sari_G1B120052)

Jawaban

1. (Dewi Mentari_G1B120002)
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum, yaitu lapisan yang membungkus organ
perut dan dinding perut bagian dalam. Peradangan ini disebabkan karena infeksi
atau non-infeksi.
(Thresyanty Elsye Sasmita_G1B120027)
Peritonitis adalah peradangan (iritasi) pada peritoneum, yaitu lapisan jaringan tipis
yang melapisi dinding dalam perut dan menutupi sebagian besar organ perut.
Peritonitis dapat disebabkan oleh kumpulan darah, cairan tubuh, atau nanah di perut
(abdomen). Peritonitis juga dapat disebabkan oleh infeksi intraabdominal, seperti
peritonitis sekunder yang merupakan salah satu penyebab utama kedua terjadinya
sepsis pada pasien di ICU secara global.
2. (Pebriyanti Putri_G1B120056)
Hiperkolesterol yaitu suatu kondisi jumlah kolesterol darah yang melebihi batas
normal. Kolesterol merupakan unsur penting dalam tubuh yang diperlukan untuk
mengatur proses kimiawi di dalam tubuh, tetapi kolesterol dalam jumlah tinggi bisa
menyebabkan terjadinya aterosklerosis yang akhirnya akan berdampak pada penyakit
jantung koroner (Rebecca dkk 2014).
(Rizky Jamiatul Fitri_G1B120041)
Hiperkolestrol adalah Terjadi peningkatan/kenaikan kadar kolestrol dalam
darah > 240mg/dl
3. (Dinda Grazhella_G1B120030)
Kolon sigmoid adalah bagian terminal dari usus besar sebelum mencapai rektum.
(Rizky Jamiatul Fitri_G1B120041)
Salah satu organ bagian usuet besar berhentik “S” yang di mulai di depan pinggiran
pinggil sebagai kelanjutan dari kolon desenden dan menjadi rektum. Faktor untuk
menekan feses menuju rektum
4. (Siska_G1B120014)
Laparatomi adalah prosedur bedah untuk membuka rongga perut. Salah satu prosedur
pembedahan mayor dengan cara melakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen
untuk mendapatkan organ.
(Leni Putri_G1B120067)
Prosedur yang membuat irisan vertikel besar pada dinding perut dalam rongga perut
5. (Verawati Febriani Lumban Tobing_G1B120062)
Syok septik adalah komplikasi sepsis parah yang dapat mencakup tekanan darah sangat
rendah , perubahan kondisi mental, dan disfungsi organ. Ini memiliki tingkat kematian
di rumah sakit sebesar 30–50 persen , sehingga sangat berbahaya jika tidak
ditangani dengan cepat.
(Syarifatul Istianah_G1B120019)
Infeksi luas yang menyebabkan kegagalan organ dan tekanan darah rendah, kondisi
mengancam jiwa yang disebabkan oleh infeksi local maupun selurus system parah dan
segera memerlukan bantuan medis.
6. (Thresyanty Elsye Sasmita_G1B120027)
Reseksi adalah suatu tindakan pembedahan dengan memotong sebagian segmen usus
yang rusak atau tidak memungkinkan untuk dipertahankan lagi karena berbagai sebab,
untuk kemudian disambung kembali. Tindakan ini umumnya dilakukan dalam kasus
peritonitis lokal dan umum yang disebabkan oleh perforasi karena kanker pada kolon
sigmoid dan rektum, trauma pada kolon dan rektum proksimal yang tidak menjamin
dilakukannya anastomosis primer karena secara teknik sulit, obstruksi yang disebabkan
oleh tumor atau karsinoma sigmoid dan rektum, serta divertikulitis sigmoid. Sebelum
melakukan reseksi, pastikan dahulu bahwa usus tidak sehat sehingga ada indikasi untuk
dilakukan reseksi.
(Elliza Puspika Sari_G1B120052)
Indakan reseksi kolon sigmoid adalah suatu prosedur pembedahan di mana sebagian
atau seluruh bagian kolon sigmoid (bagian usus besar yang berada di sebelah kiri
bawah perut) diangkat. Reseksi kolon sigmoid biasanya dilakukan untuk mengobati
kondisi medis tertentu, seperti kanker usus, penyakit divertikular, atau beberapa
kondisi lain yang memerlukan pengangkatan sebagian usus besar. Prosedur ini
melibatkan pengangkatan bagian kolon sigmoid yang terkena, dan biasanya, ujung-
ujung usus yang sehat disambungkan kembali. Pada beberapa kasus, tergantung pada
kondisi pasien, dapat dibuat stoma (bukaan buatan) di perut untuk mengalirkan tinja ke
dalam kantong khusus yang ditempatkan di permukaan kulit (kolostomi).
7. (Febrina_G1B120048)
Gas Ekstraluminal dan Feses Ekstraluminal adalah penemuan MCDT yg berupa gas yg
biasanya ditemukan di perut, usus kecil, usus besar, rektum, dan kadang-
kadang usus buntu.
(Verawati Febriani Lumban Tobing_G1B120062)
Gas dan feses ekstraluminal yang konsisten adalah keberadaan gas dan tinja yang
berada di luar saluran perencanaan
8. (Siska_G1B120014)
Sinopsis adalah warna kebiruan atau keabu-abuan dari kulit, kuku, bibir, atau di sekitar
mata. warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lender akibat dari peningkatan jumlah
absolute hemoglobin tereduksi (hemoglobin yang tidak berkaitan dengan oksigen).
(Pebriyanti Putri_G1B120056)
Sianosis adalah tanda fisik berupa kebiruan pada kulit dan selaput lendir seperti pada
mulut dan bibir, jari tangan dan kuku yang terjadi akibat rendahnya kadar oksigen
dalam sel darah merah.

Step 2 (Identifikasi Masalah)

1. Apa yang menyebabkan pasien terindikasi syok septic dan bagaimana cara penanganan
syok septic pada pasien dikasus? (Syarifatul Istianah_G1B120019)
2. Pada kasus dijelaskan bahwa tekanan darah pasien 75/50 mmhg. Sedangkan
sebelumnya pasien menderita hipertensi bahkan sampai mendapatkan pengobatan. Apa
yang menyebabkan perubahan tekanan darah pada kondisi pasien tersebut?
(Thresyanty Elsye Sasmita_G1B120027)
3. ada beberapa prioritas untuk pasien masuk ICU. pada kasus pasien masuk dalam
prioritas apa? (Leni Putri_G1B120067)
4. Selama pasien dirawat di ruang ICU, apa saja yang harus dipantau terus secara berkala
oleh perawat pada pasien ? (Verawati Febriani Lumban Tobing_G1B120062)
5. Pada kasus dikatakan selama operasi pasien tersebut ditemukan adanya peritonitis.
Kira-kira Apa yang menyebabkan peritonitis pada pasien ini? (Rizky Jamiatul
Fitri_G1B120041)
6. Bagaimana tindakan reseksi kolon dilakukan, perawatan serta komplikasi jika tidak
dilakukan perawatan ? (Dinda Grazhella_G1B120030)
7. Apa yg menyebabkan pasien tersebut dilakukan tindakan kolostomi? Apa resiko dan
bagaimana perawatan yang akan dijalani pasien setelah dilakukan kolostomi?
(Febrina_G1B120048)
Step 3 (Analisa Masalah)

1. (Leni Putri_G1B120067)
Tanda awal Tekanan darah menurun, Kemudian, ekstremitas menjadi dingin dan pucat,
disertai sianosis perifer dan bintik-bintik. Infeksi pasca operasi harus dicurigai sebagai
penyebab syok septik pada pasien yang baru saja menjalani operasi.
Tindakan perawat yang pertama:
1. Pemberian oksigen dan alat bantu pernapasan Ketika mengalami syok septik,
2. Pemberian cairan Untuk mengembalikan volume cairan tubuh yang terganggu saat
terjadi syok septik, pasien akan diberikan cairan infus. Pemilihan jenis cairan dan
jumlah cairannya akan disesuaikan dengan kondisi pasien serta pertimbangan
perawat
3. Memberikan obat peningkat tekanan darah Pada syok septik, keadaan hipotensi
biasanya tidak membaik hanya dengan pemberian cairan infus, sehingga perawat
juga akan memberikan obat-obatan untuk meningkatkan tekanan darah, seperti
vasopressin.
4. Memberikan antibiotik Pada syok septik, pemberian antibiotik diperlukan untuk
mengatasi infeksi bakteri yang menjadi penyebabnya. Jenis antibiotik yang
diberikan akan disesuaikan dengan jenis bakteri yang menginfeksi tubuh.
(Siska_G1B120014)
Pasien mengalami syok septic karena perforasi pada kolon sigmoid yang menyebabkan
peritonitis. Perforasi kolon menyebabkan keluarnya tinja dan bakteri ke dalam rongga
perut, memicu reaksi peradangan yang luas dan infeksi. Proses ini menghasilkan
pelepasan zat-zat seperti sitokin dan endotoksin bakteri ke dalam peredaran darah, yang
mengaktifkan respon sistemik yang berlebihan, termasuk vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas vaskular, gangguan hemostasis, dan aktivasi koagulasi yang berlebihan.

Penanganan syok septic pada pasien ini melibatkan beberapa langkah kritis:
1. Resusitasi cairan: Memberikan cairan intravena dalam jumlah yang cukup untuk
mendukung tekanan darah dan mengatasi hipovolemia yang terjadi akibat
kebocoran cairan ke dalam rongga perut dan reaksi vasodilatasi yang luas.
2. Antibiotik empiris: Pemberian antibiotik segera untuk mengatasi infeksi yang
menyebabkan peritonitis. Biasanya, terapi antibiotik empiris diberikan berdasarkan
cakupan yang luas untuk menangani spektrum bakteri yang mungkin terlibat.
3. Tindakan bedah: Pada kasus perforasi kolon seperti ini, tindakan laparatomi
dilakukan untuk menemukan dan menangani sumber infeksi serta memperbaiki
perforasi. Dalam kasus ini, reseksi kolon sigmoid dan pembuatan kolostomi
dilakukan untuk menghilangkan bagian yang terinfeksi dan membuang jalur
pembuangan tinja sementara.
4. Pemantauan intensif: Pasien memerlukan pemantauan ketat di ICU dengan
memonitor tekanan darah, denyut jantung, gas darah arteri, fungsi organ vital, dan
respons terhadap terapi.
5. Dukungan organ: Pemberian dukungan ventilasi mekanik dan inotropik (jika
diperlukan) serta pemantauan ketat terhadap kegagalan organ adalah bagian penting
dari penanganan syok septic untuk menjaga stabilitas pasien.
2. (Pebriyanti Putri_G1B120056)
Sepsis diawali dengan adanya gangguan pada host misal oleh karena luka bakar dan
infeksi sehingga terjadi respons inflamasi yang dimaksudkan untuk melindungi host
dari kerusakan. Normalnya jika diibaratkan pembuluh darah kita seperti pipa yang
didalamnya terdapat darah yang mendistribusikan Oksigen ke jaringan. Ketika terjadi
infeksi maka akan terjadi respon inflamasi dimana didalam pembuluh darah terdapat
sel darah putih (SDP) yang bertugas melawan sel atau benda asing di dalam pembuluh
darah(misal: bakteri). Dalam keadaan ini akan terjadi peningkatan SDP yang bertugas
untuk mengeliminasi ancaman infeksi ke luar menuju jaringan interstitial dengan
mengeluarkan molekul seperti nitrous oxide (NO). Hal ini lah yang menjelaskan
mengapa terjadi peningkatan SDP pada pasien ini. Pengeluaran molekul ini
menyebabkan terjadinya dilatasi pembuluh darah yang berdampak kepada penurunan
tahananperifer atau Systemic vascular Resistance (SVR). Dilatasi pembuluh darah ini
menyebabkan sel - sel darah di dalam pembuluh darah lebih bebas bergerak dan
bergerak lambat di daerah infeksi. Sistem imun bertemu dengan material infeksi di
daerah jaringanperifer. Hal ini menyebabkan SDP yang ingin menjangkaunya harus
membuat pembuluh darah leaky (bocor),sehingga terjadi peningkatan leakiness pada
pembuluh darah atau terjadinya peningkatan permeabilitas. Proses inilah yang
menyebabkan terjadinya syok disebabkan infeksi menyebar melalui pembuluh darah
perifer sehingga semua pembuluh darah mengalami vasodilatasi (pelebaran pembuluh
darah) dan mengalami penurunan SVR yang dapat menyebabkan penurunan TD
sehingga terjadi hipotensi.
(Elliza Puspika Sari_G1B120052)
1. Relaksasi Vaskular
Penggunaan ventilasi mekanik dapat menyebabkan relaksasi vaskular, yang pada
gilirannya dapat menyebabkan penurunan tekanan darah.
2. Reduksi Volume Darah
Ventilasi mekanik dapat mempengaruhi volume darah yang kembali ke jantung
(preload), sehingga mengurangi tekanan darah.
3. Efek Obat
Obat-obatan yang diberikan untuk anestesi atau keperluan medis lainnya dapat
memengaruhi tekanan darah.
4. Hipoksemia
Meskipun FiO2 sebesar 0,4 memberikan oksigen tambahan, jika ada masalah dalam
pengiriman oksigen atau pasien mengalami hipoksemia (tingkat oksigen dalam
darah yang rendah), ini dapat menyebabkan hipotensi.
5. Infeksi atau Sepsis
Pasien yang terintubasi dan menggunakan ventilasi mekanik memiliki risiko tinggi
untuk mengalami infeksi, termasuk sepsis, yang dapat mempengaruhi tekanan
darah.
3. (Verawati Febriani Lumban Tobing_G1B120062)
Pasien dalam kasus masuk kedalam prioritas 1 karena pasien masuk kedalam kriteria
prioritas 1 apabila pasien sakit kritis yang memerlukan dukungan atau bantuan ventilasi
seperti yang ada pada kasus ventilasi mekanik dengan fraksi oksigen inspirasi 0.4, tidak
sadar, serta pasien mengalami syok septic yang ditunjukkan oleh kondisi pasien
mengalami hipotensi yaitu 88/52 mmHg meskipun telah diberikan terapi 1 liter cairan
kristaloid melalui intravena.
(Rizky Jamiatul Fitri_G1B120041
Ada 3 Prioritas pasien masuk ICU sebagai berikut:
1. Prioritas 1 (satu): pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti
dukungan/bantuan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif, kontinyu, dll. Contoh pasien
pasca bedah kardiotoraksik atau pasien shock septic.
2. Prioritas 2 (dua): pasien yang memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari
ICU. Jenis pasien yang berisiko dan memerlukan terapi intensif segera, karenanya
pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial catheter
sangat menolong. Contoh pada pasien yang menderita penyakit dasar jantung, paru,
atau ginjal akut dan berat atau yang mengalami pembedahan mayor.
3. Prioritas 3 (tiga): pasien jenis ini sakit kritis, dan tidak stabil dimana status
kesehatannya sebelumnnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya,
baik masing-masing atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan
kesembuhan dan atau mendapat manfaat dari terapi di ICU. Contoh pasien ini
antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial
temponade, atau sumbatan jalan napas atau pasien menderita penyakit jantung atau
paru paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.
Pengecualian: Jenis pasien tidak mempunyai kriteria yang sesuai untuk masuk ICU,
dan hanya dapat masuk dengan pertimbangan seperti pada keadaan luar biasa, atau
atas persetujuan kepala ICU. Namun, bila perlu pasien tersebut dapat dikeluarkan
mengingat fasilitas yang terbatas. Pasien ini antara lain DNR (Do-Not Resuscitate),
vegetatif permanen, dan mati batang otak.
4. (Thresyanty Elsye Sasmita_G1B120027)
Pasien post-op laparotomi yang terindikasi syok septic dan dirawat di ICU harus
dipantau terus secara berkala oleh perawat untuk menjaga perfusi yang baik untuk
organ-organ vital, seperti oksigenasi dengan ventilator mekanik. Selain pemantauan
tekanan darah, perawat juga harus memantau tanda-tanda vital lainnya seperti denyut
nadi, saturasi oksigen, dan suhu tubuh. Pemantauan urine output dan elektrolit juga
penting untuk menilai fungsi ginjal dan keseimbangan cairan-elektrolit pasien. Selain
itu, perawat juga harus memantau tanda-tanda infeksi dan respons pasien terhadap
terapi antibiotik. Intervensi segera seperti pemberian cairan intravena, vasopresor, atau
inotropik mungkin diperlukan untuk menjaga stabilitas hemodinamika pasien. Ventilasi
mekanik juga dapat diperlukan untuk memastikan oksigenasi yang adekuat dan
mencegah hipoksia. Pemantauan yang cermat dan intervensi yang tepat sangat penting
untuk menjaga stabilitas pasien dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
(Dinda Grazhella_G1B120030)
1. Terapi oksigen
tindakan medis untuk menyalurkan oksigen ke dalam tubuh lewat alat bantu.
Tujuannya adalah kadar oksigen di dalam tubuh tercukupi sehingga fungsi organ
berjalan lancar.
2. Nutrisi enteral
nutrisi enteral adalah nutrisi yang diberikan kepada pasien yang tidak bisa
memenuhi kebutuhan nutrisi untuk tubuhnya melalui mulut
3. Terapi cairan kristaloid
suatu sediaam larutan steril yang digunakan untuk menggantikan plasma darah
yang hilang akibat perdarahan, luka baker, operasi, Kerugian dari „plasma
expander‟ ini yaitu harganya yang mahal dan dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match
5. (Elliza Puspika Sari_G1B120052)
Peritonitis pada kolon sigmoid dapat disebabkan oleh beberapa faktor, dan kebanyakan
terkait dengan infeksi atau peradangan yang terjadi dalam rongga perut. Beberapa
faktor penyebab meliputi:
1. Divertikulitis
Peradangan atau infeksi pada kantong-kantong kecil di dinding usus, yang disebut
divertikula, dapat menyebabkan peritonitis jika divertikula tersebut pecah.
2. Perforasi Kolon
Lubang atau robekan pada dinding kolon dapat memungkinkan kotoran dan bakteri
memasuki rongga perut, menyebabkan peradangan.
3. Penyakit Inflamasi Usus (PIU)
Kondisi seperti kolitis ulserativa atau penyakit Crohn dapat menyebabkan
peradangan di dalam usus, dan jika merusak dinding usus, dapat berpotensi
menyebabkan peritonitis.
4. Abses Peritoneal
Infeksi yang melibatkan abses di rongga perut dapat berkembang dan menyebabkan
peritonitis.
5. Trauma atau Cedera
Cedera fisik pada kolon, baik akibat kecelakaan atau tindakan pembedahan, dapat
meningkatkan risiko peritonitis.

Penting untuk diingat bahwa peritonitis adalah kondisi medis serius yang memerlukan
perhatian medis segera. Pengobatan biasanya melibatkan pemberian antibiotik,
drainase abses jika ada, dan dalam beberapa kasus, tindakan pembedahan untuk
mengatasi penyebab peritonitis. Jika Anda mengalami gejala seperti nyeri perut yang
hebat, demam, atau mual, segera cari perhatian medis.

(Theresyanti Elsye Sasmita_G1B120027)


Peritonitis pada pasien post op laparotomi dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:
1. Infeksi bakteri atau jamur yang masuk ke dalam rongga perut, seperti peritonitis
generalisata, perforasi, atau infeksi pada kantung-kantung yang terbentuk di
sepanjang saluran pencernaan (divertikulitis)
2. Kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam rongga abdomen akibat infeksi,
iskemik, trauma, atau perforasi
3. Robekan pada usus dua belas jari, lambung, usus halus, atau usus besar
4. Infeksi luka operasi
5. Gangguan pergerakan usus (ileus paralitik)
6. Perdarahan dalam rongga perut (hemoperitoneum)

Penting untuk melakukan penanganan peritonitis meliputi pemberian antibiotik atau


obat antijamur melalui infus, bedah terbuka pada perut (laparotomi) untuk menutup
robekan pada organ dalam, dan membersihkan rongga perut dan peritoneum

6. (Febrina_G1B120048)
- Reseksi usus dapat dilakukan sebagai prosedur terbuka atau laparoskopi; prinsip
bedahnya tetap sama. Kunci reseksi yang memadai adalah suplai darah ke usus
besar. Reseksi untuk penyakit jinak tidak perlu terlalu luas, namun reseksi untuk
keganasan harus bertujuan untuk mereseksi pembuluh darah kolon yang menyuplai
bagian usus besar yang mengandung kanker sedekat mungkin dengan asalnya untuk
menghasilkan jumlah kelenjar getah bening yang cukup di usus besar. mesenterium
kolon.Usus proksimal dan distal dari reseksi harus dimobilisasi untuk
memungkinkan anastomosis bebas tegangan, dan anastomosis harus memiliki
suplai darah yang baik. Tergantung pada keahlian dan peralatan yang tersedia,
anastomosis usus dapat dilakukan dengan jahitan tangan atau dijepit. Misalnya,
hemikolektomi kanan formal memerlukan ligasi arteri ileokolik, kolik kanan (jika
ada), dan cabang kanan arteri kolik tengah. Pembagian usus bagian proksimal
dilakukan pada ileum terminal, dan pembagian usus bagian distal dilakukan pada
kolon transversum. Anastomosis secara konvensional dibentuk sebagai sisi ke sisi
antara ileum terminal dan kolon transversum. Reseksi tumor kolon sigmoid
memerlukan ligasi arteri mesenterika inferior dan vena mesenterika inferior.
Pembelahan usus proksimal dilakukan pada kolon desendens distal, dan
pembelahan usus distal pada rektum bagian atas, di atas refleksi peritoneum.
Anastomosis secara konvensional dibentuk sebagai ujung ke ujung antara kolon
desendens dan rektum bagian atas dengan bantuan alat stapel melingkar yang
dimasukkan melalui saluran anus.
- Komplikasi terkait prosedur dapat dibagi menjadi komplikasi yang ditemui selama
operasi dan komplikasi pasca operasi. Komplikasi prosedural termasuk perdarahan,
paling sering bersifat vena karena penanganan mesokolon atau selama diseksi
omentum mayor, dan jarang dari salah satu pembuluh darah tersebut. Namun,
pendarahan arteri dari pembuluh darah di usus besar bisa sangat deras dan
memerlukan tindakan cepat, terutama pada prosedur laparoskopi, karena
pendarahan tersebut berpotensi mengaburkan pandangan jika mengenai kamera.
Jika memungkinkan, berikan tekanan langsung untuk menghentikan sementara
pendarahan sehingga memberi waktu untuk menyusun strategi, mengubah posisi,
meminta instrumen tambahan, menempatkan pelabuhan lebih lanjut, jika perlu, dan
menghentikan pendarahan secara pasti. Komplikasi intraoperatif lainnya adalah
kerusakan struktur di sekitarnya. Struktur yang paling berisiko adalah ureter kiri.
Untuk operasi sisi kiri, hal ini harus selalu diidentifikasi. Jika cedera intraoperatif
(luka bakar diatermi, transeksi) terjadi dan segera diketahui, cedera tersebut dapat
diperbaiki, dan stent ureter harus dipasang untuk mengurangi risiko striktur. Jika
cedera baru terdiagnosis pada periode pasca operasi, penanganannya bergantung
pada luas dan lokasi cedera, keadaan umum pasien, dan keahlian yang tersedia.
Seorang spesialis urologi harus dikonsultasikan jika tersedia. Komplikasi pasca
operasi antara lain infeksi (luka, dada, saluran kemih). Mobilisasi dini, fisioterapi,
spirometri insentif, dan pelepasan kateter urin dapat mencegah infeksi. Risiko
infeksi luka pada operasi bersih-kontaminasi sangat berkurang dengan pemberian
antibiotik profilaksis dalam waktu satu jam setelah sayatan kulit.
(Dewi Mentari_G1B120002)
- Tindakan reseksi kolon pada pasien tersebut melibatkan pembukaan abdomen
(laparatomi) untuk mengakses kolon sigmoid. Selama operasi, bagian yang
terkena peritonitis dan berlubang diangkat, dan kemudian dilakukan
penyambungan bagian yang sehat dari kolon. Setelah itu, kolostomi dibuat
dengan membawa ujung kolon yang tersisa ke permukaan kulit abdomen,
menciptakan saluran buatan untuk pembuangan tinja.
- Perawatan pascaoperasi melibatkan pemantauan di unit perawatan intensif (ICU).
Pasien perlu diintubasi dan menggunakan ventilasi mekanik untuk mendukung
fungsi pernapasan. Cairan intravena diberikan untuk menjaga tekanan darah, dan
antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi sepsis.
- Komplikasi yang dapat terjadi jika tidak dilakukan perawatan termasuk
penyebaran infeksi peritonitis ke seluruh tubuh, syok septic yang lebih parah, dan
organ-organ vital dapat mengalami kerusakan akibat infeksi dan
kekurangan pasokan darah.
7. (Dinda Grazhella_G1B120030)
Karena saat pasien Selama operasi ditemukan adanya peritonitis dengan adanya tinja
berasal dari kolon sigmoid yang berlubang.
Berikut adalah risiko komplikasi yang bisa terjadi setelah menjalani prosedur
kolostomi:
1. Perdarahan
2. Infeksi
3. Kerusakan organ di sekitar lokasi kolostomi
4. Terbentuknya jaringan parut yang menyumbat usus besar Hernia
5. Terbukanya kembali luka bekas operasi
Setelah menjalani operasi kolostomi, masih perlu mendapat perawatan di rumah sakit
selama 3–7 hari. Namun, perawatan di rumah sakit mungkin bisa lebih lama jika
kolostomi dilakukan sebagai tindakan darurat. Setelah diizinkan pulang ke rumah, lalu
juga harus melakukan perawatan secara mandiri untuk menjaga lubang kolostomi
terhindar dari infeksi dan komplikasi.
Berikut adalah panduan merawat lubang kolostomi secara mandiri di rumah:
1. Memasang dan mengganti kantong kolostomi
2. Mengganti kantong kolostomi secara rutin
3. Menjaga kebersihan lubang kolostomi
4. Menjalani diet khusus
5. Mengenali gejala infeksi atau komplikasi
(Verawati Febriani Lumban Tobing_G1B120062)
- Pasien dikasus dilakukan tindakan kolostomi karena pasien mengalami masalah
disaluran pencernaan yaitu kolon sigmoidnya berlubang sehingga terjadi
peritonitis dimana adanya tinja berasal dari kolon sigmoid yang berlubang. Hal
ini membuat kolon sigmoid pasien tidak dapat berfungsi dengan baik dalam
eliminasi/pengeluaran feses. Oleh karena itu, diperlukan tindakan kolostomi yang
berfungsi untuk membuka saluran pencernaan yang mengalami kerusakan
sehingga feses dapat keluar melalui lubang stoma yang dibuat pada perut pasien.
- Adapun risiko atau komplikasi yang dapat terjadi setelah dilakukan kolostomi
antara lain kram lebih dari 2 jam, mual muntah terus menerus, infeksi, dan stoma
tersumbat. Selain itu juga pasien mengalami perubahan fisik yang dapat
menurunkan kepercayaan diri dan menimbulkan gangguan psikologis.
- Perawatan kolostomi dilakukan dengan membersihkan stoma dengan air atau
sabun yang tidak mengandung minyak, mengganti kantung kolostomi secara
rutin, dan mengobservasi stoma setiap mengganti kantong.
Step 4 (Mind Maping)

(Pebriyanti Putri_G1B120056)

Laki-laki Usia 60 Tahun

Dirawat di ICU

Datang ke UGD
dengankeluhan sakit
perut

DS : DO :
Tampak bingung Ketika dibangunkan
Di IGD mengeluh mengantuk berat
Perifer teraba dingin dan sianosis

Tekanan darah arteri 75/50

mmHgDenyut jantung 125

kali/menit, Perut klien tegang dan

buncit

Riwayat penyakit sebelumnya : Hipertensi dengan pengobatan, hiperkolesterol, konsumsi


alcohol,

dan gangguan kognitif ringan

Terapi 1 liter cairan kristaloid, dilakukan CT-Scan abdomen menunjukkan adanya gas
ekstraluminaldan dugaan feses ekstraluminal.

Pasien di Ruang ICU dalam kondisi tidak sadar, terintubasi, dan menggunakan ventilasi
mekanik

dengan fraksi oksigen inspirasi 0,4. Hasil pemeriksaan fisik TD 88/52 mmHg, frekuensi
jantung120x/menit dalam irama sinus, tekanan vena sentral 6 mmHg, suhu 35,6 derajat
Celsius. HasilAnalisa gas darah arteri pH 7,32 PC02 28 mmHg, PO2 85 mmHg, HCO3 30
mmol/L.

Pasien dibawa ke ruang operasi untuk Tindakan laparatomi, selama operasi ditemukan
adanya

peritonitis. Pasien dilakukan Tindakan reseksi kolon sigmoid dan pembuatan kolostomi.

Perdarahan Saluran Cerna

SYOK SEPTIC
Step 5 (Learning Objekctive)

Berdasarkan kasus diatas, rencanakan manajemen perawatan yang sesuai!

Anda mungkin juga menyukai