TUTOR KASUS 1
BLOK KEPERAWATAN KRITIS
Dosen Pengampu :
Seorang laki-laki berusia 60 tahun di rawat di unit perawatan intensif (ICU). Sebelumnya di
hari yang sama, pasien ini datang ke IGD dengan keluhan sakit perut. Riwayat penyakit
sebelumnya : hipertensi dengan pengobatan, hiperkolesterol, konsumsi alkohol, dan
gangguan kognitif ringan. Di IGD dia mengeluh mengantuk berat, dan tampak bingung ketika
dibangunkan. Perifer teraba dingin dan sianosis. Tekanan darah arteri 75/50 mmHg, denyut
jantung 125 kali/menit. Perut teraba tegang dan buncit. Pasien diberikan terapi 1 liter cairan
kristaloid melalui Intravena untuk mengembalikan tekanan darah. Di lakukan CT-scan
abdomen menunjukkan adanya gas ekstraluminal dan dugaan feses ekstraluminal yg
konsisten dengan performansi kolon sigmoid. Pasien di bawa ke ruang operasi untuk tindakan
laparatomi. Selama operasi ditemukan adanya peritonitis dengan adanya tinja berasal dari
kolon sigmoid yang berlubang. Pasien dilakukan tindakan reseksi kolon sigmoid dan
pembuatan kolostomi. Pasien di rawat di ruang ICU dalam kondisi tidak sadar, terintubasi,
dan menggunakan ventilasi mekanik dengan fraksi oksigen inspirasi 0.4. tiba di ICU hasil
pemeriksaan fisik TD 88/52 mmHg, frekuensi jantung 120x/menit dalam irama sinus,
tekanan Vena sentral 6 mmHg, suhu 35,6 C. Hasil analisa gas darah arteri pH 7,32 PCO2 28
mmHg, PO2 85 mmHg, HCO3 30 mmol perliter. Pasien terindikasi mengalami syok septic.
1. Hiperkolesterol
Jumlah kolestrol tinggi di dalam darah.
2. Performansi kolon
Catatan/outcome dari fungsi usus besar
3. Ekstraluminal
Klasifikasi dari obstruksi usus mekanik, disebabkan adesi postoperative, hernia,
inguinal fermoral, umbilical dan abses intrabdominal
4. Cairan kristaloid
Cairan infus yg mengadung natrium klorida yg digunakan untuk mengembalikan
keseimbang elektrolit dan sebagai cairan resusitasi
5. Sigmoid
Lanjutan dari kolon resenden yg terletak miring di rongga sebelah kiri
6. Fraksi oksigen inspirasi
Konsentrai O2 yang dihirup oleh pasien. fraksi molar atau volumetric oksigen dalam
gas yang dihirup.
7. Ventilasi mekanik
Aalat bantu mekanik yg berfungsi bantuan napas pasien dengan cara jalan napas buatan
Alat mengganti pernapasan secara spontan
8. Peritonitis
9. Peradangan di peritoneum (lapisan jaringan ikat yang mengelilingi organ perut)
Peradangan pada peritoneum yaitu selaput tipis yang membatasi dinding perut bagian
dalam dan organ organ perut. Peradangan ini disebabkan oleh infeksi bakteri/jamur.
10. Kolostomi
Kolostomi (terapi pengalihan usus) adalah jenis operasi besar yang dilakukan guna
mengatasi berbagai penyakit yang berhubungan dengan organ usus besar. Pada
pengerjaannya, dokter akan membuat lubang di perut yang berfungsi sebagai pengganti
usus besar untuk menampung dan mengeluarkan feses.
Kolostomi merupakan sebuah tindakan pembedahan kolon (usus besar) yang diangkat
ke dinding perut yang disebut dengan stoma. Stoma sebagai tempat pengeluaran feses
melalui saluran usus yang akan langsung keluar ke sebuah kantung
STEP 2
2. Dijadikan LO
7. Dijadikan LO
Dirawat di ICU
DS : DO :
Di IGD mengeluh mengantuk berat Tampak bingung Ketika dibangunkan
Pasien dibawa ke ruang operasi untuk Tindakan laparatomi, selama operasi ditemukan adanya
peritonitis. Pasien dilakukan Tindakan reseksi kolon sigmoid dan pembuatan kolostomi.
Pasien di Ruang ICU dalam kondisi tidak sadar, terintubasi, dan menggunakan ventilasi mekanik
dengan fraksi oksigen inspirasi 0,4. Hasil pemeriksaan fisik TD 88/52 mmHg, frekuensi jantung
120x/menit dalam irama sinus, tekanan vena sentral 6 mmHg, suhu 35,6 derajat Celsius. Hasil
Analisa gas darah arteri pH 7,32 PC02 28 mmHg, PO2 85 mmHg, HCO3 30 mmol/L.
Terapi 1 liter cairan kristaloid, dilakukan CT-Scan abdomen menunjukkan adanya gas ekstraluminal
dan dugaan feses ekstraluminal.
Perdarahan Saluran Cerna
SYOK SEPTIC
STEP 5
LEARNING OBJEKTIF
7. Apakah Analisa gas darah normal? Dan apa hubungannya dengan diagnosa medis
yang di alami klien di kasus?
pH darah 7,38-7,42
Tingkat penyerapan oksigen (SaO2): 94-100%
Tekanan parsial oksigen (PaO2): 75-100 mmHg
Tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2): 38-42 mmHg
Bikarbonat (HCO3): 22-28 mEq/L
pH 7,32 (rendah)
HCO3 30 mmol perliter, (tinggi)
PCO2 28 mmHg( rendah)
PO2 85 mmHg, (normal)
STEP 6
BLAJAR MANDIRI
Sebagian besar pasien dengan perdarahan SCBA dapat berhenti sendiri, tetapi
pada 20% dapat berlanjut. Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi pasien dapat
mengalami perdarahan ulang. Oleh karena itu perlu dilakukan assessmen yang lebih
akurat untuk memprediksi perdarahan ulang dan mortalitas.
Dengan cara kerja secara selektif pada selsel parietal. Enzim pompa proton bekerja
memecah KH+ ATP yang kemudian akan menghasilkan energi yang digunakan untuk
mengeluarkan asam dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. Ikatan
antara bentuk aktif obat dengan gugus sulfhidril dari enzim ini yang menyebabkan
terjadinya penghambatan terhadap kerja enzim. Kemudian dilanjutkan dengan
terhentinya produksi asam lambung.8,10,13 Diberikan transfusi sebagai terapi anemia
sampai dengan kadar Hb mencapai 10 mg/dl. Untuk mencegah terjadinya kegagalan
sirkulasi dan mencukupi suplai
2.7 Cara Penanganan Pertama dan Lanjutan Pada Saluran Cerna Atas
a. Penanganan Pertama Pada Saluran Cerna Atas
b. Penanganan Lanjutan
pasien cukup stabil maka dapat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang lebih seksama. Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat
penyakit hati kronis, riwayat dispepsia, riwayat mengkonsumsi NSAID, obat
rematik, alkohol, jamu–jamuan,obat untuk penyakit jantung, obat stroke.
Kemudian ditanya riwayat penyakit ginjal,riwayat penyakit paru dan adanya
perdarahan ditempat lainnya. Riwayat muntah -muntah sebelum terjadinya
hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya sindroma Mallory Weiss.
Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu mencari stigmata penyakit hati
kronis(kterus,spider nevi, asites, splenomegali, eritema palmaris, edema
tungkai),masa abdomen, nyeri abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit paru,
penyakit jantung, penyakit rematik dll. Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan
adalah colok dubur.Warna feses ini mempunyai nilai prognostik. Dalam prosedur
diagnosis ini penting melihat aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT).Aspirat berwarna
putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif, aspirat berwarna merah marun
menandakan perdarahan masif sangat mungkin perdarahan arteri. Seperti halnya
warna feses maka warna aspiratpun dapat memprediksi mortalitas pasien.Walaupun
demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan tukak duodeni ditemukan
adanya aspirat yang jernih pada NGT. Dalam prosedur diagnostik ini perlu dilakukan
beberapa pemeriksaan penunjang antara lain :
a. Laboratorium
b. Darah Lengkap,
c. Faal Hemostasis,
d. Faal Hati, Faal Ginjal ,
e. Gula Darah ,
f. Elektrolit,
g. Golongan Darah,
h. Rö Dada ,Dan
i. Elektrokardiografi
Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC. Terhadap pasien yang
stabil setelah pemeriksaan dianggap memadai ,pasien dapat segera dirawat untuk terapi
lanjutan atau persiapan endoskopi. Untuk pasien-pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih
agresif seperti:
Sebagian besar pasien dengan perdarahan SCBA dapat berhenti sendiri, tetapi
pada 20% dapat berlanjut. Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi pasien dapat
mengalami perdarahan ulang. Oleh karena itu perlu dilakuka assessmen yang lebih
akurat untuk memprediksi perdarahan ulang dan mortalitas.
a. Terapi endoskopi
b. Skleroterapi
c. Ligasi
Terapi secara radiologik dengan pemasangan TIPS( Transjugular Intrahepatic
Portosystemic Shunting) dan Perkutaneus obliterasi spleno –porta.
Terapi pembedahan
a. Shunting
b. Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi
c. Devaskularisasi + splenektomi.
Outcome pasien ruptura varises gastroesofageal sangat bergantung pada berbagai faktor
antara lain :
2. Tukak peptik
a. Terapi medikamentosa
1. PPI
2. Obat vasoaktif
b. Terapi endoskopi
1. Injeksi (adrenalin-saline, sklerosan,glue,etanol)
2. Termal (koagulasi, heatprobe,laser
3. Mekanik (hemoklip,stapler)
c. Terapi bedah.
Pasien-pasien bukan risiko tinggi dapat diberikan diit segera setelah endoskopi
sedangkan pasien dengan risiko tinggi perlu puasa antara 24-48 jam, kemudian
baru diberikan makanan secara berthap. Pencegahan perdarahan ulang
4. Varises esofagus :
1. Terapi medik dengan betabloker nonselektif
2. Terapi endoskopi dengan sklero terapi atau ligasi
3. Tukak peptik
4. Tukak gaster PPI selama 8-12 minggu dan tukak duodeni PPI 6-8 minggu
5. Bila ada infeksi helicobacter pilory perlu dieradikasi
6. Bila pasien memerlukan NSAID,diganti dulu dengan analgetik dan kemudian
dipilih NSAID selektif(non selektif)+ PPI atau misoprost
2.10 Penatalaksanaan Syok Septik
a. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau
kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor
oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan
disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin
yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit
menurun. Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi
akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen
oleh jaringan yang mengalami iskemia.
b. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik
kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor
kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap
pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan
ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi
urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan
cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3, dan
penurunan saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi
eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar
Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan
septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.
d. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum bikarbonat
<9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.
e. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun
hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration). Pada hemodialisis digunakan
gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan pada
hemofiltrasi digunakan gradien tekanan hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan
kontinu selama perawatan, sedangkan bila kondisi telah stabil dapat dilakukan
hemodialisis.
f. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan,
vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian
secara enteral dan bila tidak memungkinkan beru diberikan secara parenteral.
g. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi adrenal,
dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut.
Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada
pasien renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibanding kontrol.
(Chen dan Pohan, 2007).
D : Diastolik
S : Sistolik.
Pada penghitungan MAP akan didapatkan gambaran penting dalam tekanan darah
yaitu : tekanan sistolik adalah tekanan maksimal ketika darah dipompakan dari
ventrikel kiri, batas normal dari tekanan sistolik adalah 100-140 mmHg, tekanan
diastolik adalah tekanan darah pada saat relaksasi, batas normal dari tekanan diastolik
adalah 60-80 mmHg.
Tekanan diastolik menggambarkan tahanan pembuluh darah yang harus dicapai oleh
jantung (Potter & Perry, 2005). Tidak ada ukuran pasti mengenai nilai MAP normal
pada anak-anak berkisar 70 mmHg, kemudian pada remaja yang lebih tua sekitar 80
mmHg. Dengan bertambanya umur, tekanan systolik akan lebih besar dari pada tekanan
diastolik, karena itu tekanan nadi meningkat seiring bertambahnya umur. Perbedaan
kecil tampak pada laki-laki dan wanita.
Wanita memiliki tekanan nadi yang sedikit lebih rendah daripada laki-laki yang sama
umurnya (Klabunde & Richard 2012).
2. Faktor–faktor yang mempengaruhi MAP Hasil dari pengukuran MAP ditentukan oleh
pengukuran tekanan darah. Hasil pengukuran tekanan darah tidaklah menunjukkan
hasil yang konstan pada setiap saat. Meskipun data kondisi yang paling baik sekalipun,
hasil tekanan darah dapat berubah-ubah. Menurut Potter & Perry (2005), tidak
konstannya hasil pengukuran tekanan darah dipengaruhhi oleh berbagai faktor, antara
lain : usia, jenis kelamin, stress, ras, medikasi, elastisitas arteri, curah jantung, tekanan
pembuluh darah perifer, volume darah dan viskositas darah
Ventilator (ventilasi mekanik) adalah alat yang digunakan untuk membantu pasien yang
mengalami gagal napas. Pada prinsipnya ventilator adalah suatu alat yang bisa
menghembuskan gas (dalam hal ini oksigen) ke dalam paru-paru pasien. Saat
menghembuskan gas, ventilator bisa tidak tergantung otot pernapasan dalam hal ini
ventilator menggantikan sepenuhnya kerja otot pernapasan atau ventilator bersifat
membantu otot pernapasan sehingga kerja otot pernapasan diperkuat.
Askep Kasus
KASUS I
Seorang laki-laki berusia 60 tahun di rawat di unit perawatan intensif (ICU). Sebelumnya di
hari yang sama, pasien ini datang ke IGD dengan keluhan sakit perut. Riwayat penyakit
sebelumnya : hipertensi dengan pengobatan, hiperkolesterol, konsumsi alkohol, dan
gangguan kognitif ringan. Di IGD dia mengeluh mengantuk berat, dan tampak bingung ketika
dibangunkan. Perifer teraba dingin dan sianosis. Tekanan darah arteri 75/50 mmHg, denyut
jantung 125 kali/menit. Perut teraba tegang dan buncit. Pasien diberikan terapi 1 liter cairan
kristaloid melalui Intravena untuk mengembalikan tekanan darah. Di lakukan CT-scan
abdomen menunjukkan adanya gas ekstraluminal dan dugaan feses ekstraluminal yg
konsisten dengan performansi kolon sigmoid. Pasien di bawa ke ruang operasi untuk tindakan
laparatomi. Selama operasi ditemukan adanya peritonitis dengan adanya tinja berasal dari
kolon sigmoid yang berlubang. Pasien dilakukan tindakan reseksi kolon sigmoid dan
pembuatan kolostomi. Pasien di rawat di ruang ICU dalam kondisi tidak sadar, terintubasi,
dan menggunakan ventilasi mekanik dengan fraksi oksigen inspirasi 0.4. tiba di ICU hasil
pemeriksaan fisik TD 88/52 mmHg, frekuensi jantung 120x/menit dalam irama sinus,
tekanan Vena sentral 6 mmHg, suhu 35,6 C. Hasil analisa gas darah arteri pH 7,32 PCO2 28
mmHg, PO2 85 mmHg, HCO3 30 mmol perliter. Pasien terindikasi mengalami syok septic.
C. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Dulu
Klien mengalami hipertensi dengan pengobatan, hiperkolesterol, konsumsi alkohol,
dan gangguan kognitif ringan. Di IGD dia mengeluh mengantuk berat, dan tampak
bingung ketika dibangunkan. Perifer teraba dingin dan sianosis. Tekanan darah arteri
75/50 mmHg, denyut jantung 125 kali/menit. Perut teraba tegang dan buncit. Pasien
diberikan terapi 1 liter cairan kristaloid melalui Intravena untuk mengembalikan
tekanan darah. Di lakukan CT-scan abdomen menunjukkan adanya gas
ekstraluminal dan dugaan feses ekstraluminal yg konsisten dengan performansi
kolon sigmoid.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien di rawat di ruang ICU dalam kondisi tidak sadar, terintubasi, dan
menggunakan ventilasi mekanik dengan fraksi oksigen inspirasi 0.4. tiba di ICU
hasil pemeriksaan fisik TD 88/52 mmHg, frekuensi jantung 120x/menit dalam irama
sinus, tekanan Vena sentral 6 mmHg, suhu 35,6 C. Hasil analisa gas darah arteri pH
7,32 PCO2 28 mmHg, PO2 85 mmHg, HCO3 30 mmol perliter. Pasien terindikasi
mengalami syok septic.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak terkaji
4. Riwayat Alergi
Tidak terkaji
E. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : Kondisi klien tidak sadar, terintubasi, dan
menggunakan ventilasi mekanik dengan fraksi oksigen inspirasi 0.4
b. Kesadaran : Klien dalam keadaan tidak sadar
c. Tanda –Tanda Vital :
TD 88/52 mmHg
Frekuensi jantung 120x/menit dalam irama sinus
Suhu 35,6 C
2. Pemeriksaan Fisik Review Of System (ROS)
1) Sistem Pernafasan
a. Respirasi : Tidak terkaji
b. Keluhan : Tidak terkaji
Sekret : Tidak terkaji
Konsistensi : Tidak terkaji
Warna : Tidak terkaji
Bau : Tidak terkaji
c. Penggunaan otot bantuh nafas : Tidak terkaji
d. PCH : Tidak terkaji
e. Irama nafas : Sinus
f. Pleura friction : Tidak terkaji
g. Pola nafas : Tidak terkaji
h. Suara nafas : Tidak terkaji
i. Alat bantuh nafas : Ventilasi mekanik dengan fraksi
oksigen inspirasi 0.4
j. Penggunaan WSD : Tidak terkaji
k. Trocheostomi : Tidak terkaji
2) Sistem Kardiovaskuler
a. TD : 88/52 mmHg
b. Nadi : 120 x/menit
c. Keluhan nyeri dada : Tidak terkaji
d. Irama jantung : Tidak terkaji
e. Bunyi jantung : Tidak terkaji
f. Letus : Tidak terkaji
g. CRT : Tidak terkaji
h. JVP : Tidak terkaji
i. CVP : 6 mmHg
j. CTR : Tidak terkaji
k. EGC & Interpretasinya : Tidak terkaji
l. Lain –lain :-
3) Sistem Persyarafan
a. GCS : Tidak terkaji
b. Refleks psikologis : Tidak terkaji
c. Refleks patologis : Tidak terkaji
d. Keluhan pusing : Tidak terkaji
e. Pemeriksaan saraf kranial
NI : Tidak terkaji
N II : Tidak terkaji
N III IV VI : Tidak terkaji
NV : Tidak terkaji
N VII : Tidak terkaji
N VIII : Tidak terkaji
N IX : Tidak terkaji
NX : Tidak terkaji
N XI : Tidak terkaji
N XII : Tidak terkaji
f. Kekuatan otot : Tidak terkaji
g. Pupil : Tidak terkaji
h. Sklera : Tidak terkaji
i. Konjungtiva : Tidak terkaji
j. Istirahat/tidur : Tidak terkaji
4) Sistem Perkemihan
a. Kebersihan getelia : Tidak terkaji
b. Sekret : Tidak terkaji
c. Ulkus : Tidak terkaji
d. Kebersihan meatus uretra : Tidak terkaji
e. Keluhan kencing : Tidak terkaji
f. Produksi urine : Tidak terkaji
g. Kandung kemih : Tidak terkaji
h. Nyeri tekan : Tidak terkaji
i. Intake cairan oral : Tidak terkaji
j. Balance cairan : Tidak terkaji
5) Sistem Pencernaan
a. TB :- BB :-
b. IMT :- Interprestasi: -
c. Mulut : Tidak terkaji
d. Membran mukosa : Tidak terkaji
e. Tenggorokan : Tidak terkaji
f. Abdomen : Tidak terkaji
g. Nyeri tekan : Tidak terkaji
h. Luka operasi : Tidak terkaji
i. Peristaltik : Tidak terkaji
j. BAB : Terpasang kolostomi
k. Konsentrasi : Tidak terkaji
l. Warna feses : Tidak terkaji
m. Diet : Tidak terkaji
n. Diet khusus : Tidak terkaji
o. Nafsu makan : Tidak terkaji
p. Porsi makan : Tidak terkaji
q. Lain-lain : Tidak terkaji
6) Sistem Penglihatan : Tidak terkaji
7) Sistem Pendengaran : Tidak terkaji
8) Sistem Muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi : Tidak terkaji
b. Kekuatan otot : Tidak terkaji
c. Kelainan ekstremitas : Tidak terkaji
d. Kelainan tulang belkang : Tidak terkaji
e. Fraktur : Tidak terkaji
f. Fraksi : Tidak terkaji
g. Penggunaan spak/gips : Tidak terkaji
h. Keluhan nyeri : Tidak terkaji
i. Sirkulasi perifer : Tidak terkaji
j. Kompartemen syndrome : Tidak terkaji
k. Luka operasi : Tidak terkaji
l. ROM : Tidak terkaji
m. Lain-lain :-
9) Sistem Integumen : Tidak terkaji
10) Sistem Endokrin : Tidak terkaji
3. Pemeriksaan Penunjang
CT-scan abdomen menunjukkan adanya gas ekstraluminal dan dugaan feses
ekstraluminal yg konsisten dengan performansi kolon sigmoid.
Hasil analisa gas darah arteri pH 7,32 PCO2 28 mmHg, PO2 85 mmHg, HCO3 30
mmol perliter.
4. Terapi Saat Ini
a. Cairan kristaloid melalui Intravena 1 liter
b. Reseksi kolon sigmoid
c. Pembuatan kolostomi
d. Ventilasi mekanik dengan fraksi oksigen inspirasi 0.4
F. Analisa data
Data Etiologi Problem
DS : - Ketidakseimbangan ventilasi Gangguan Pertukaran Gas
DO :
- PCO2 28 mmHg
- PO2 85 mmHg
- pH 7,32
- Sianosis
DS : - Adanya luka bekas operasi di
Resiko infeksi
DO : perut dan anus
- Perubahan sekresi
pH
- tindakan
kolostomi
DAFTAR PUSTAKA
1. Jackson, M & Jackson L, 2011. Seri Panduan Keperawatan Klinis. Penerbit Erlangga:
Jakarta
2. https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiZm8u3
zNXaAhWIOY8KHeVbDzkQFggnMAA&url=http%3A%2F%2Fperdici.org%2Fwp-
content%2Fuploads%2Fmkti%2F2012-02-01%2Fmkti2012-0201-
042043.pdf&usg=AOvVaw2wYEhE0CL9U3DSlkQ2e27T
3. https://www.medicalogy.com/blog/jenis-dan-mode-ventilator-paru-paru
4. Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, Aru W.