Anda di halaman 1dari 38

i

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

MEMPELAJARI PENCOKLATAN ENZIMATIS


( Bagaimana mekanisme reaksinya dan
Teknik pengendalian pencoklatan enzimatis)

BIDANG KEGIATAN :
MK BIOKIMIA PANGAN

Dibuat oleh :

Tesalonika C. Lalopua
HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan : Pencoklatan Enzimatis


( Bagaimana mekanisme reaksinya dan Teknik
pengendalian pencoklatan enzimatis)

Bidang Kegiatan :MK BIOKIMIA PANGAN

2. Ketua Pelaksana Kegiatan


a. Nama Lengkap : Tesalonika C. Lalopua
b. NIM : F24060265
c. Jurusan : Ilmu dan Teknologi Pangan

d. Universitas/ : Prisma

MEMPELAJARI PENGARUH REAKSI PENCOKLATAN ENZIMATIS


PADA BUAH DAN SAYUR
ABSTRAK
Reaksi pencoklatan dapat dibagi menjadi dua reaksi utama yaitu
pencoklatan enzimatis yang disebabkan oleh enzim fenolase dan pencoklatan
non-enzimatis yang terdiri dari karamelisasi dan reaksi Mailard.
Pencoklatan enzimatis merupakan reaksi pencoklatan utama yang dapat
mempengaruhi mutu dari buah, sayur, dan makanan laut(seafood).
Pencoklatan enzimatis dipicu oleh enzim oxidase (1,2 benzenediol; oxygen
oxidoreductase, EC1.10.3.1) yang dikenal sebagai phenoloxidase,
phenolase, monophenol oxidase, diphenol oxidase and tyrosinase. Dalam
jaringan tanaman, phenolase dan substrat fenoliknya terpisah oleh struktur
sel. Pemotongan, penyikatan, dan perlakuan lain dapat menyebabkan
kerusakan integritas jaringan tanaman. Hal ini menyebabkan enzim dapat
kontak dengan substratnya yang biasanya merupakan asam amino tirosin
dan komponen fenolik seperti katekin, asam kafeat, dan asam klorogenat.
Sehingga substrat fenolik pada tanaman akan dihidroksilasi
menjadi3,4dihidroksifenilalanin (dopa) dan dioksidasi menjadi kuinon oleh
enzim phenolase.
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui cara-cara mencegah
reaksi pencoklatan enzimatis sehingga dapat mempertahankan mutu buah.
Sampel yang dipilih untuk percobaan adalah pir, pisang, dan kentang. Ketiga
sampel yang dipilih merupakan sampel yang mudah mengalami reaksi
pencoklatan enzimatis dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.prinsip dari
percobaan ini adalah denga membandingkan intensitas warna pencoklatan
(pigmen melamin) sampel yang disebabkan oleh polyphenol oxidase dengan
beberapa metode dan perlakuan. Metode yang digunakan dapat diterapkan
secara komersial untuk menghindari pencoklatan enzimatis berdasarkan
prinsip inaktivasi enzim, penghambatan reaksi substrat dengan enzim,
penggunaan chelating agents, oksidator, blansir, dan inhibitor enzimatis.
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan pada pir, pisang, dan
kentang dapat disimpulkan bahwa larutan anti pencoklatan yang paling
efektif dalam mencegah reaksi pencoklatan enzimatis adalah larutan
metabisulfit 0,5 M

Keywords: pencoklatan enzimatis, inhibitor enzim, oksidator, dan poliphenol


oksidase
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Reaksi pencoklatan dapat dialami oleh buah-buahan dan sayur-


sayuran yang tidak berwarna. Reaksi ini disebut reaksi pencoklatan karena
menyebabkan warna makanan berubah menjadi coklat. Ada beberapa hal
yang menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan, salah satunya adalah
keberadaan enzim. Reaksi pencoklatan ini dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu reaksi pencoklatan enzimatis dan reaksi pencoklatan non-enzimatis.
Reaksi pencoklatan enzimatis adalah proses kimia yang terjadi pada
sayuran dan buah-buahan oleh enzim polifenol oksidase yang menghasilkan
pigmen warna coklat (melanin). Proses pencoklatan enzimatis memerlukan
enzim polifenol oksidase dan oksigen untuk berhubungan dengan substrat
tersebut. Enzim-enzim yang dikenal yaitu fenol oksidase, polifenol oksidase,
fenolase/polifenolase, enzim-enzim ini bekerja secara spesifik untuk substrat
tertentu (Winarno, 1995). Reaksi ini dapat terjadi bila jaringan tanaman
terpotong, terkupas, dan karena kerusakan secara mekanis. Reaksi ini banyak
terjadi pada buah-buahan atau sayuran yang banyak mengandung substrat
senyawa fenolik seperti catechin dan turunannya yaitu tirosin, asam kafeat,
asam klorogenat, serta leukoantosianin.
Reaksi pencoklatan enzimatis pada bahan pangan ini memiliki dua
macam dampak yaitu dampak yang menguntungkan dan juga dampak yang
merugikan. Dampak yang menguntungkan misalnya saja pada teh hitam, teh
oolong dan teh hijau. Reaksi pencoklatan enzimatis bertanggung jawab pada
warna dan flavor yang terbentuk.(Fennema, 1996). Begitu juga yang terjadi
pada produk pangan lain seperti misalnya kopi. Polifenol oksidase juga
bertanggung jawab pada karakteristik warna coklat keemasan pada buah-
buahan yang telah dikeringkan seperti kismis, buah prem, dan buah ara.
Reaksi pencoklatan enzimatis ini juga memiliki kerugian yaitu
hilangnya nilai gizi pada produk pangan dan dapat merusak flavor dari bahan
pangan itu sendiri. Dalam industri pangan perlu dilakukan langkah-langkah
untuk meminimalisasi adanya penurunan mutu produk yaitu dengan
mengendalikan reaksi pencoklatan enzimatis. Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan yakni blansir, pendinginan, pembekuan, mengubah pH, dehidrasi,
iradiasi, HPP (High Pressure Processing), penambahan inhibitor, ultrafiltrasi,
dan juga ultrasonikasi.

Tujuan

Percobaan ini bertujuan untuk mengamati faktor-faktor yang dapat


mempercepat dan menghambat terjadinya pencoklatan enzimatis serta
membandingkan pengaruh masing-masing faktor tersebut berdasarkan warna
yang tampak pada buah dan sayuran tersebut.
3

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah pisau stainless steel, pisau karat


(tidak stainless steel), piring kue kertas, gelas aqua untuk wadah merendam
potongan bahan, talenan, dan gelas pengaduk.
Bahan-bahan yang digunakan adalah buah pir, pisang, kentang, larutan
asam askorbat 0.1% dan 1.0%, asam sitrat 0.1%, asam asetat 0.1% dan 1.0%,
larutan metabisulfit 0.5M, larutan sirup gula 20%, dan air.

Metode Percobaan

Siapkan 30 ml larutan perendam

Dipotong bahan sebanyak 9 potongan seragam dengan pisau stainless steel


dan 1 potongan dengan pisau berkarat

Diberi perlakuan berbeda tiap potongan selama 60 detik, yaitu tidak


direndam
(kontrol), rendam dalam asam askorbat 0.1%, asam askorbat 1%, asam asetat
0.1%, asam asetat 1%, asam sitrat 0.1%, larutan metabisulfit 0.5M, larutan
sirup gula 20%, dan air mendidih (untuk buah pir direndam dalam air
mendidih selama
30 detik)

Tiap potongan diangkat

Ditiriskan

Diletakkan di atas piring kertas kue

Diamati perubahan warna kecoklatan pada menit ke 0’, 15’, 30’, 45’, 60’
HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Hasil pengamatan intensitas warna kecoklatan irisan buah pisang pada
menit ke-0, 15, 30, 45, 60 ulangan 1 dan ulangan 2
Menit ke-
Perlakuan 0’ 15’ 30’ 45’ 60’
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Kontrol ++
- + ++ + ++ +++ ++ +++ ++
+
Pisau karat ++
- - ++ ++ +++ +++ +++ +++ +++
+
Asam askorbat
- - + + ++ + +++ ++ +++ ++
0.1%
Asam askorbat 1% - - - + + + ++ ++ ++ ++
Asam asetat 0.1% - - ++ + ++ + +++ ++ +++ ++
Asam asetat 1% - - + + + + +++ ++ +++ ++
Asam sitrat 0.1% - - ++ + ++ + ++ ++ ++ ++
Larutan
- - - - - - - - - -
metabisulfit 0.5M
Larutan sirup gula
- - + + + + ++ ++ ++ ++
20%
Air mendidih - - ++ ++ ++ ++ ++ +++ ++ +++

Tabel 2. Hasil pengamatan intensitas warna coklat irisan kentang pada menit
ke0, 15, 30, 45, 60
Menit ke-

Perlakuan 0’ 15’ 30’ 45’ 60’

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Kontrol - - ++ + ++ ++ +++ ++ +++ +++
Pisau karat - - + + ++ + +++ ++ ++ ++
Asam askorbat 0.1% - - - - - - - - - -
Asam askorbat 1% - - - - - - - - - -
Asam asetat 0.1% - - - - - - - - - -
Asam asetat 1% - - - - - - - - - -
Asam sitrat 0.1% - - - - - - - - - +
5

Larutan metabisulfit 0.5M - - - - - - - - - -


Larutan sirup gula 20% - - - - - - - - - -
Air mendidih - - - - - + - + ++ ++
Tabel 3. Hasil pengamatan intensitas warna kecoklatan irisan buah pir pada
menit ke-0, 15, 30, 45, 60 ulangan 1 & 2

Perlakuan Menit ke-

0’ 15’ 30’ 45’ 60’


1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Kontrol - - ++ + +++ + +++ ++ +++ +++
Pisau karat - - + + ++ ++ ++ ++ ++ ++
Asam askorbat 0.1% - - + + + + + ++ ++ +++
Asam askorbat 1% - - - - - - - + - +
Asam asetat 0.1% - - + + ++ + ++ ++ ++ ++
Asam asetat 1% - - + - + - + + + ++
Asam sitrat 0.1% - - - - - - - + - +
Larutan metabisulfit - - - - - - - - - -
0.5M
Larutan sirup gula 20% - - - - - - + + + +

Air mendidih - - - - - - + + + ++

Keterangan intensitas warna kecoklatan :


- = tidak berwarna coklat
+ = mulai berwarna coklat
++ = hampir separuh berwarna coklat
+++ = hampir seluruhnya berwarna
coklat
PEMBAHASAN

Reaksi pencoklatan (browning) dapat dibedakan menjadi reaksi pencoklatan


enzimatis dan reaksi pencoklatan non-enzimatis. Selain itu, reaksi pencoklatan
dapat juga diklasifikasikan atas empat tipe reaksi yaitu reaksi Maillard, reaksi
karamelisasi, reaksi oksidasi asam askorbat, dan reaksi enzim polifenol oksidase.
Pencoklatan enzimatik yang melibatkan enzim polifenol oksidase ini
membentuk melanin sehingga menyebabkan warna coklat. Reaksi yang
menyebabkan warna coklat ini merupakan suatu reaksi kimia yang dikenal
sebagai oksidatif enzimatik dengan oksigen sebagai katalisator dalam reaksi
tersebut. Jadi reaksi pencoklatan enzimatik ini membutuhkan tiga agen utama
yaitu oksigen (dibantu katalis Cu+), enzim (polifenolase/ PPO) serta komponen
fenolik. Secara normal, sel memisahkan enzim dari komponen fenolik, tapi
ketika buah atau sayuran dipotong atau memar, enzim dan fenol bereaksi dengan
kehadiran oksigen membentuk produk yang kecoklatan.
Mekanisme reaksi pembentukan melanin dapat dijelaskan sebagai berikut:
Reaksi pertama merupakan pengubahan p-cresol menjadi 4-methylcathecol.
Hasilnya yaitu 4-methylcathecol yang tidak stabil dan mengalami oksidasi
nonenzimatis oleh oksigen dan terpolimerisasi membentuk melanin. Reaksi
kedua adalah cathecol menjadi o-benzoquinone. Hasilnya yaitu o-benzoquinone
bereaksi dengan grup amino dari residu lisin protein
Aktivitas PPO berada pada pH 5 sampai 7. Pada pH mendekati 3, enzim akan
terinaktivasi secara irreversible. Suhu optimum enzim ini adalah 21-30 0C. Nilai
pH akan mempengaruhi konformasi enzim, sisi aktif yang dikenali, dan
konformasi substrat. Enzim ini relatif stabil terhadap panas dan dapat dihambat
oleh asam, halida, asam fenolat, sulfit, chelating agent, reducing agent (asam
askorbat), quinon, contohnya adalah sistin. Selain itu, enzim ini juga dipengaruhi
oleh faktor ionik, aktivitas air, lokasi substrat, dan konsentrasi substrat.
Pada percobaan ini akan dilakukan beberapa perlakuan yang dapat
menghambat dan mempercepat terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis
diantaranya: perendaman dengan asam askorbat (0.1% dan 1.0%), asam asetat
(0.1% dan 1.0%), asam sitrat 0.1%, larutan metabisulfit 0.5 M, larutan sirup gula
20%, air mendidih, serta pisau berkarat.
Hasil pengamatan intensitas warna kecoklatan pada irisan buah pir ulangan 1
dan ulangan 2 memperlihatkan sedikit perbedaan. Pada irisan kontrol (irisan pir
yang tidak direndam) belum menunjukkan warna kecoklatan dalam menit ke-0.
Pada menit–menit selanjutnya terjadi kenaikan intensitas warna kecoklatan.
Namun irisan kontrol pir ulangan 1 lebih cepat berwarna coklat dibandingkan
irisan pir ulangan 2 karena irisan pir ulangan 1 lebih tipis dibanding irisan
ulangan 2 sehingga oksigen yang diserap daging buah lebih banyak.
Asam askorbat dalam percobaan ini merupakan senyawa pereduksi kuat
yang bersifat asam di alam, membentuk garam netral dengan basa, dan memiliki
kelarutan air yang tinggi (Martin, 1994). Asam askorbat dan garam-garam netral
serta turunannya merupakan antioksidan yang digunakan pada buah-buahan dan
7

sayuran dan juga pada jus buah untuk pencoklatan dan reaksi oksidatif lainnya.
Asam askorbat bertindak sebagai antioksidan karena oksigen akan mengoksidasi
askorbat bukan senyawa fenolik sehingga dapat menghambat atau menurunkan
terjadinya reaksi pencoklatan. Dalam percobaan ini digunakan dua macam
konsentrasi asam askorbat yaitu asam askorbat dengan konsentrasi 0.1% dan
asam askorbat dengan konsentrasi 1.0 %. Buah pir yang direndam dengan asam
askorbat konsentrasi 0.1 % sudah mulai tampak kecoklatan pada menit ke-15
sedangkan buah pir yang direndam dengan asam askorbat 1.0 % baru tampak
kecoklatan pada menit ke-45. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi asam askorbat yang digunakan maka makin efektif penghambatan
pencoklatannya. Bila dibandingkan dengan kontrol, penggunaan asam askorbat
0.1% tidak efektif karena sama-sama mulai coklat pada menit ke-15. Namun,
penggunaan asam askorbat 1.0% terbukti efektif karena seperti telah diketahui
pencoklatan baru mulai terjadi pada menit ke-45. Kenaikan intensitas
pencoklatan pada ulangan 1 lebih lambat dibanding ulangan 2 karena ulangan 2
merendam irisan pir dengan asam askorbat yang terlalu banyak (lebih dari 30
ml).
Asam asetat merupakan asam organik kuat. Asam asetat menghambat
pencoklatan dengan cara menurunkan pH lingkungan sampai pH-nya di bawah
3, sementara pH optimum PPO pada buah pir adalah sekitar 5-7. Oleh sebab itu
PPO tersebut menjadi inaktif. Asam asetat yang digunakan juga ada dua macam
yaitu asam asetat dengan konsentrasi 0.1% dan 1.0%. Buah pir yang direndam
dengan asam asetat 0.1% lebih cepat mengalami pencoklatan dibandingkan
dengan buah pir yang direndam pada asam asetat 1.0%. Buah pir yang direndam
dengan asam asetat 0.1% mulai coklat pada menit ke-15 sedangkan buah pir
yang direndam dengan asam asetat 1.0% baru coklat pada menit ke-45. Dapat
disimpulkan bahwa konsentrasi asam asetat dapat mempengaruhi keefektifan
penghambatan pencoklatan pada buah pir. Sedangkan apabila dibandingkan
dengan potongan buah pir yang menjadi kontrol (tidak diberi perlakuan sama
sekali) asam asetat dengan konsentrasi 0.1% tidak efektif dalam menghambat
pencoklatan karena sama seperti buah pir yang menjadi kontrol yang sudah
mulai terjadi pencoklatan pada menit ke-15. Namun, ini tidak berlaku pada
penggunaan asam asetat 1.0% karena mampu menghambat pencoklatan sehingga
pencoklatan baru mulai terjadi pada menit ke-45. Kenaikan intensitas
pencoklatan pada ulangan 1 lebih cepat dibanding ulangan 2 karena irisan pir
ulangan 1 lebih tipis dibanding irisan ulangan 2 sehingga oksigen yang diserap
daging buah pir lebih banyak.
Asam sitrat merupakan senyawa intermediet dari asam organik yang
berbentuk kristal atau serbuk putih. Sifat-sifat asam sitrat antara lain: mudah
larut dalam air, spiritus, dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta
jika dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai
menjadi arang. Asam sitrat merupakan agen pengkelat. Asam sitrat menghambat
terjadinya pencoklatan karena dapat mengkompleks ion tembaga yang dalam hal
ini berperan sebagai katalis dalam reaksi pencoklatan. Selain itu, asam sitrat juga
dapat menghambat pencoklatan dengan cara menurunkan pH seperti halnya pada
asam asetat sehingga enzim PPO menjadi inaktif (Winarno, 1997). Pada
percobaan ini, larutan asam sitrat yang digunakan hanya satu macam konsentrasi
yaitu 1.0%. Hasil dari perendaman buah pir dengan asam sitrat mulai tampak
berwarna coklat pada menit ke-45. Dapat disimpulkan bahwa asam sitrat
merupakan inhibitor yang cukup efektif untuk reaksi pecoklatan karena pada
buah pir yang menjadi kontrol, pencoklatan sudah mulai tampak pada menit ke-
15. Pada tabel terlihat bahwa intensitas warna kecoklatan ulangan 2 mulai terjadi
pada menit ke-45 sedangkan pada ulangan 1 tidak terjadi reaksi pencoklatan. Hal
ini mungkin disebabkan karena pengamatan intensitas warna setiap orang
berbeda.
Penambahan larutan metabisulfit 0.5 M sebagai senyawa antibrowning
bekerja dengan cara membentuk ikatan disufida dengan enzim PPO sehingga
menghambat pengikatan dengan oksigen. Selain itu sulfit juga dapat bereaksi
dengan quinon yang dihasilkan dari oksidasi senyawa fenolik sehingga
menghambat polimerisasi quinon membentuk pigmen melanin (coklat).
Dengan adanya metabisulfit buah dan bahan pangan tampak lebih segar,
cerah, dan lambat sekali mengalami pencoklatan (Margono, 1993).
Berdasarkan tabel pengamatan terlihat bahwa larutan ini paling baik dalam
menghambat reaksi pencoklatan karena hingga menit ke-60 tidak terjadi
reaksi pencoklatan buah pir pada kedua kelompok.
Larutan sirup gula juga dapat berfungsi untuk menghambat terjadinya
pencoklatan enzimatik karena larutan gula dapat memberikan lapisan atau
mantel sehingga mencegah permukaan buah dapat kontak dengan oksigen.
Cara ini merupakan cara tertua yang digunakan untuk mencegah reaksi
pencoklatan (http://www.umaine.edu/NSFGK
12/images/PDFs/browning2.pdf). Di samping itu, larutan gula dapat
menurunkan pH lingkungan sehingga enzim PPO ini menjadi inaktif.
Semakin tinggi konsistensi pemanis dalam suatu larutan menyebabkan pH
menurun, hal ini disebabkan karena gula mempunyai sifat coolingeffect
(Winarno, 1997).
Pada percobaan ini, larutan sirup gula yang digunakan adalah larutan
sirup gula dengan konsentrasi 20%. Berdasarkan perbandingan antara buah
pir kontrol dengan buah pir yang direndam dengan larutan sirup gula 20%,
dapat disimpulkan bahwa larutan sirup gula efektif untuk menghambat
pencoklatan karena buah pir yang direndam dengan larutan sirup gula baru
mulai berwarna kecoklatan pada menit ke-45 sedangkan buah pir yang
menjadi kontrol sudah mulai tampak coklat pada menit ke-15. Pada ulangan 1
dan 4 tidak terlihat perbedaan, intensitas warna coklat mulai terlihat pada
waktu yang sama yaitu menit ke-45.
Perendaman buah pir dengan menggunakan air mendidih juga dapat
mencegah terjadinya reaksi pencoklatan. Proses ini disebut dengan blansir.
Air mendidih ini menyebabkan protein pada enzim PPO sehingga
menyebabkan PPO terdenaturasi dan menjadi inaktif. Pada suhu 80 0C
setengah dari aktivitas total fenolase hilang kemudian pada suhu 90 0C hampir
keseluruhan aktivitas fenolase hilang. Pada percobaan ini, air mendidih
menghambat terjadinya reaksi pencoklatan sehingga warna kecoklatan baru
mulai tampak pada menit ke-45 sedangkan buah pir yang bertindak sebagai
kontrol sudah mulai menampakkan warna kecoklatan pada menit ke-15. Pada
9

ulangan 1 dan 4, reaksi pencoklatan mulai terjadi pada menit ke-45 tetapi
pada ulangan 2 sudah terjadi kenaikan intensitas warna coklat menjadi
hampir separuh permukaan daging buah setelah menit ke-60. Perbedaan ini
disebabkan karena kesalahan ulangan 2 yang langsung memasukkan irisan
pir lebih cepat 30 detik setelah air mendidih dibandingkan ulangan 1.
Perlakuan pemotongan buah pir dengan menggunakan pisau karat dapat
mempercepat reaksi pencoklatan karena terdapat senyawa logam Fe pada
karat yang akan mengkatalisis reaksi dengan oksigen. Pada tabel dapat dilihat
bahwa intensitas warna coklat pada ulangan 1 dan 4 mengalami kenaikan
yang sama seiring dengan pertambahan waktu.

Mekanisme Umum yang Mendasari Aktivitas Anti-


Browning Inhibitor PPO Kimia
2.1. Antioksidan/Agen Pereduksi
Antioksidan dapat bereaksi dengan oksigen untuk
menekan inisiasi pencoklatan. Mereka juga mampu
bereaksi dengan produk antara, sehingga memutus
reaksi berantai dan menghambat pembentukan melanin
[ 29 ]. Efek anti-pencoklatan dari antioksidan
bergantung pada faktor lingkungan termasuk suhu, pH,
cahaya, dan komposisi atmosfer [ 30 ]. Asam
askorbat, N -asetil sistein (NAC), hexylresorcinol, asam
eritorbat, sistein hidroklorida, dan glutathione
merupakan antioksidan yang telah banyak dipelajari
untuk mencegah pencoklatan buah ( Tabel 1 )
[ 31 , 32 , 33 ].
Oms-Oliu dkk. menyelidiki efek anti-coklat
individu dan gabungan dari NAC, pengurangan
glutathione, asam askorbat, dan 4-hexylresorcinol pada
pir [ 32 ]. NAC pada 0,75% secara efisien memblokir
pencoklatan buah pir segar hingga 28 hari pada suhu 4
°C. Glutathione yang tereduksi juga menekan warna
kecoklatan pada buah pir selama waktu penyimpanan,
dan warna coklat pada buah pir yang dicelupkan ke
dalam glutathione tereduksi 0,75% diamati setelah 21
hari penyimpanan [ 32 ]. Namun perlakuan 4-
hexylresorcinol atau asam askorbat tidak sepenuhnya
menghambat terjadinya pencoklatan buah pir selama
lama penyimpanan. Ketika NAC dan glutathione
tereduksi digabungkan, aktivitas anti-pencoklatan yang
lebih baik tercapai [ 32 ]. Efek gabungan dari zat anti-
pencoklatan pada apel juga telah dilaporkan. Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa 4-hexylresorcinol
pada >0,5%, N -acetylcysteine pada <0,75%, dan N -
acetylcysteine dikombinasikan dengan glutathione pada
<0,6% menunjukkan aktivitas anti-pencoklatan yang
kuat pada apel Fuji yang dipotong segar selama 14 hari
penyimpanan di 4 °C ( Tabel 1 ) [ 40 ].
Asam askorbat banyak digunakan sebagai bahan
anti browning. Mekanisme yang mendasari aktivitas
anti-pencoklatan asam askorbat tampaknya bergantung
pada aktivitas reduksinya. Meskipun asam askorbat
tidak berinteraksi langsung dengan enzim PPO, asam
askorbat menghambat pencoklatan enzimatik dengan
mereduksi substrat yang teroksidasi [ 33 ]. Penelitian
lain juga menunjukkan bahwa fungsi anti-pencoklatan
asam askorbat dapat dikaitkan dengan reduksi o -
kuinon yang terbentuk secara enzimatik menjadi
difenol prekursornya [ 34 , 35 ]. Namun demikian, sifat
anti-coklat dari asam askorbat mungkin tidak kuat bila
diterapkan pada buah pir segar. Ketika asam
askorbat teroksidasi sepenuhnya menjadi asam
dehidroaskorbat, o -kuinon tidak dapat lagi
direduksi menjadi difenol dan pencoklatan
mungkin masih terjadi karena pembentukan
melanin [ 41 ].
2.2. Agen Pengkelat
Zat pengkelat juga banyak digunakan untuk
menghambat aktivitas PPO karena dapat
membentuk kompleks dengan Cu(II) yang ada
dalam PPO atau bereaksi dengan substratnya
sehingga dapat menekan pencoklatan enzimatik
[ 31 ]. Asam kojat adalah metabolit jamur yang
dihasilkan oleh beberapa
spesies Aspergillus dan Penicillium . Ini
adalah khelator kuat terhadap ion logam
termasuk Fe(III) dan Cu(II) [ 42 ]. Oleh karena
itu, pengikatan asam kojat dengan Cu(II) dalam
enzim PPO menonaktifkan PPO. Penelitian
sebelumnya mengungkapkan bahwa asam kojat
menghambat proses pencoklatan enzimatik pada
irisan apel, dan efek penghambatannya lebih
kuat dibandingkan dengan asam caffeic, ferulic,
chlorogenic, coumaric, cinnamic, dan gallic
( Tabel 2 ) [ 43 ]. Namun, ini tidak umum
digunakan dalam industri makanan, mungkin
11

karena proses yang sulit dalam produksi skala


besar dan biaya tinggi [ 31 ].
Dilaporkan, sebagian besar asam karboksilat
menunjukkan aktivitas anti-pencoklatan karena
aktivitas pengkhelat logam atau efek penurunan
pH [ 31 , 43 , 50 ]. Putra dkk. menyelidiki
efek anti-pencoklatan dari dua belas asam
karboksilat yang umumnya ditemukan di
FV. Tingkat kecoklatan irisan apel yang diberi
larutan asam karboksilat individu (1%) selama 3
menit, dipantau pada suhu kamar selama 3 jam
[ 43 ]. Asam tartarat, malonat, oksalat, dan
oksalat asetat menunjukkan penghambatan yang
kuat terhadap pencoklatan irisan apel; asam
sitrat, laktat, malat, dan piruvat menunjukkan
penghambatan sedang, sedangkan
penghambatan lemah diamati dengan asam
fumarat, asetat, suksinat, dan format
[ 43 ]. Meskipun aktivitas anti-pencoklatan
asam sitrat tidak sekuat asam karboksilat
lainnya, asam sitrat telah banyak digunakan
sebagai senyawa anti-pencoklatan dalam industri
makanan [ 51 ].
Penerapan asam sitrat secara luas
disebabkan oleh keamanannya yang diketahui
secara umum, rasa asam yang menyenangkan,
kelarutan dalam air yang tinggi, serta sifat
pengkhelat dan buffering [ 52 ]. Oleh karena
itu, asam sitrat diaplikasikan pada berbagai
makanan dan minuman termasuk anggur, sari
buah apel, minuman ringan, sirup, jeli, produk
susu, buah-buahan beku dan permen untuk
meningkatkan kegetiran, rasa alami buah,
efektivitas bahan pengawet antimikroba dan
kapasitas antioksidan serta untuk meminimalkan
kristalisasi buah. sukrosa dan pencoklatan
enzimatik [ 52 ].
Asam oksalat banyak terdapat dalam bentuk
garam kalium atau kalsium di alam. Telah
dilaporkan bahwa sayuran, termasuk bayam,
rhubarb, dan akar bit, masing-masing
mengandung sekitar 356–780, 260–620, dan 97–
121 mg/100 g asam oksalat [ 53 ]. Mengingat
keberadaannya yang tersebar luas di alam dan
aktivitas anti-pencoklatan yang kuat, asam
oksalat dan turunannya telah digunakan sebagai
zat anti-pencoklatan pada irisan apel segar
[ 43 ]. Asam etilendiamintetraasetat (EDTA) dan
garam natriumnya juga banyak digunakan
sebagai senyawa pengkhelat logam dalam
industri makanan. Namun, bahan-bahan tersebut
umumnya dikombinasikan dengan senyawa lain
termasuk asam askorbat dan asam sitrat untuk
menekan warna coklat pada makanan [ 34 ].
2.3. Pengasam
Pengasam, terutama yang terbentuk secara
alami di jaringan, juga banyak digunakan sebagai
zat anti-coklat, termasuk asam askorbat, malat,
sitrat, dan fosfat. Umumnya, PPO aktif pada pH
6–7, tetapi tidak aktif di bawah pH 3. Pengasam
menurunkan pH, dan dengan demikian
menurunkan aktivitas enzimatik
PPO. Pencoklatan enzimatik sari tebu dihambat
secara efisien di bawah pH 4,1 ketika diolah
dengan asam askorbat atau asam sitrat ( Tabel
2 ) [ 54 ]. Meskipun asam tartarat, eritorbat,
asetat, dan malonat juga merupakan zat
pengasaman yang memiliki aktivitas anti-
pencoklatan, asam-asam tersebut jarang
digunakan untuk mencegah pencoklatan
enzimatik pada FV. Zat pengasam sering kali
diolah dengan zat anti-pencoklatan lainnya,
seperti antioksidan, zat pengkelat, dan
penghambat enzim [ 31 , 54 ].
2.4. Inhibitor Tipe Campuran
Meskipun zat anti-pencoklatan dikategorikan
berdasarkan karakteristik fungsional utamanya,
banyak senyawa yang menunjukkan mekanisme
ganda untuk efek anti-pencoklatan. Senyawa 4-
hexylresorcinol berperan ganda dalam enzim
PPO. Jika tidak ada substrat, ia lebih disukai
berinteraksi dengan bentuk deoksi PPO,
sehingga menurunkan aktivitas PPO. Namun,
jika terdapat substrat, 4-hexylresorcinol bersaing
untuk mendapatkan situs katalitik PPO sebagai
penghambat enzim kanonik, kemudian berikatan
dengan bentuk PPO yang telah terpenuhi
[ 33 ]. Maclurin tampaknya memiliki kapasitas
antioksidan yang lebih kuat dibandingkan asam
askorbat. Ia juga dapat mengikat dan
menonaktifkan PPO dengan membentuk ikatan
hidrogen ganda dan interaksi aromatik dengan
kantong pengikat berdasarkan simulasi docking
13

protein-ligan diikuti dengan analisis residu


pengikatan ( Tabel 3 ) [ 55 ]. Swertiajaponin
tampaknya memiliki tiga fungsi dalam
menghambat pencoklatan enzimatik ( Tabel
3 ). Ini adalah antioksidan dan dapat mengikat
dan menonaktifkan PPO dengan membentuk 4
ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik
[ 56 ]. Selain itu, swertiajaponin menunjukkan
aktivitas pengkelat tembaga pada <50 μM
dengan cara yang bergantung pada konsentrasi
(50–500 μM). Terutama, aktivitas pengkelat
tembaga swertiajaponin pada 500 μM sebanding
dengan kontrol positif, EDTA pada 3,4 mM
[ 56 ]. Selain itu, banyak zat pengasam yang
memberikan banyak efek untuk menekan
pencoklatan enzimatik. Misalnya, asam sitrat,
malonat, dan asetat memiliki sifat pengkhelat
dan pengasaman. Asam askorbat merupakan
antioksidan kuat dengan sifat mengasamkan.
Zat kimia anti pencoklatan untuk
menghambat aktivitas PPO termasuk
antioksidan, zat pereduksi, zat pengkhelat,
pengasaman, dan inhibitor tipe campuran efektif
dalam mengendalikan pencoklatan FV. Meskipun
pengobatan konvensional ini umumnya
digunakan dalam produk FV, penurunan aspek
sensorik dan nutrisi dari produk FV serta
kekhawatiran mengenai kesehatan telah
mendorong pencarian cara baru untuk mengatur
PPO.

3. Agen Anti-Browning Alami


3.1. Bawang bombai
Bawang merah dianggap sebagai makanan
sehat dengan banyak manfaat karena
mengandung berbagai senyawa fungsional,
seperti antosianin, kaempferol, quercetin,
isorhamnetin, dan alkil sistein sulfoksida
[ 58 ]. Selain itu, ekstrak bawang merah telah
dilaporkan dapat menekan pencoklatan
enzimatik pada kentang dengan menghambat
aktivitas PPO [ 59 ]. Tidak hanya ekstrak
bawang bombay segar tetapi juga ekstrak
bawang bombay yang dipanaskan dapat
mencegah kentang menjadi
kecoklatan. Tampaknya ekstrak bawang bombay
yang dipanaskan lebih ampuh dibandingkan
ekstrak bawang segar. Efek anti browning
ekstrak bawang merah terhadap PPO kentang
bergantung pada suhu pemanasan. Selain itu,
suplementasi dengan glukosa dan glisin semakin
meningkatkan efek supresi ekstrak bawang
merah terhadap PPO [ 59 ]. Dalam penelitian
lain, ekstrak bawang merah menekan
pencoklatan enzimatik pada buah pir
[ 60 ]. Ekstrak bawang merah berbahan dasar
air secara signifikan menghambat aktivitas PPO
pir dan ekstrak yang dipanaskan semakin
menekannya. Tampaknya suhu dan waktu
pemanasan berhubungan positif dengan tingkat
efek penghambatan ekstrak bawang merah
terhadap aktivitas PPO [ 60 ]. Selain itu,
ekstrak bawang merah yang dipanaskan berkisar
antara 20 hingga 100 mg/mL menunjukkan efek
penghambatan yang bergantung pada dosis pada
pencoklatan buah pir. Secara konsisten, ekstrak
bawang merah segar dan panas menunda
pencoklatan jus pir. Mekanisme kerja ekstrak
bawang merah tampaknya termasuk namun tidak
terbatas pada penghambatan non-kompetitif PPO
buah pir ( Tabel 4 ) [ 60 ].
Penelitian lain menyelidiki lebih lanjut
pengaruh penambahan bawang merah terhadap
pencoklatan, nilai gizi, dan terutama
karakteristik antioksidan jus apel. Para penulis
secara khusus membandingkan tingkat
kecokelatan dan kualitas nutrisi jus apel segar
dan jus apel panas yang diberi tambahan bawang
bombay [ 61 ]. Jus apel segar yang ditambah
dengan bawang bombay menunjukkan penurunan
warna kecoklatan dan peningkatan kandungan
total senyawa fenolik, total padatan terlarut,
kapasitas pemulungan radikal, pengkelat
tembaga, dan aktivitas pereduksi besi, tanpa
adanya perubahan konsentrasi flavonoid
[ 61 ]. Namun, jus apel yang dipanaskan dengan
bawang bombay tidak hanya menunjukkan
peningkatan nilai untuk parameter ini tetapi juga
meningkatkan konsentrasi flavonoid
[ 61 ]. Telah dikemukakan bahwa pemanasan
secara nyata meningkatkan fungsi bawang
merah, termasuk konsentrasi polifenol, aktivitas
antioksidan, dan kapasitas pengkelat logam
[ 60 , 64 ]. Tampaknya perlakuan panas dan
15

penambahan bawang bombay secara bersamaan


dapat menjadi pendekatan yang baik untuk
meningkatkan warna dan kualitas nutrisi jus
apel.
3.2. nanas
Nanas merupakan tanaman buah populer di
seluruh dunia yang dikonsumsi segar atau dalam
berbagai bentuk olahan. Jus nanas merupakan
salah satu produk nanas yang banyak dikonsumsi
karena aroma dan rasanya yang sedap
[ 62 ]. Menariknya, jus nanas bisa digunakan
sebagai bahan anti kecoklatan. Lozano-de-
Gonzalez dkk. melaporkan bahwa jus nanas dan
jus nanas yang ditukar ion sebanding dengan
sulfit, suatu penghambat yang banyak digunakan
untuk menghambat pencoklatan enzimatik pada
cincin apel segar dan kering [ 63 ]. Ketika jus
nanas difraksinasi menggunakan berbagai
ukuran dan prosedur pemisahan muatan, semua
fraksi menghambat pencoklatan enzimatik
ekstrak apel mentah setidaknya 26%
[ 62 , 63 ]. Efek penghambatan jus nanas pada
pisang juga telah dilaporkan. Ketika irisan
pisang diberi jus nanas pada suhu 15 °C selama 3
hari, jus nanas secara signifikan menghambat
proses pencoklatan pada irisan pisang. Efeknya
sebanding dengan 8 mM asam askorbat tetapi
lebih kecil dibandingkan dengan 4 mM natrium
metabisulfit [ 62 ]. Fraksinasi jus nanas
menunjukkan bahwa fraksi yang dielusi langsung
menekan PPO pisang hampir 100% dibandingkan
dengan kelompok kontrol ( Tabel 4 ). Analisis
lebih lanjut terhadap fraksi yang dielusi langsung
mengungkapkan asam malat dan asam sitrat
sebagai senyawa utama yang dapat menekan
aktivitas PPO pisang [ 62 ].
3.3. Lemon, Anggur, dan Anggur
Pencoklatan enzimatis juga terjadi pada saat
pembentukan adonan dan merupakan masalah
serius pada produk kue segar karena
mempengaruhi karakteristik adonan sehingga
mengurangi penerimaan konsumen
[ 21 ]. Sebuah penelitian menyelidiki efek jus
lemon, jus anggur, dan anggur putih terhadap
warna coklat pada sampel adonan kue. Adonan
kue kering yang ditambahkan 5 g jus lemon ke
dalamnya, menunjukkan warna dasar yang lebih
cerah mungkin karena efek anti-coklat dari asam
sitrat dan asam askorbat dalam jus lemon,
namun kecerahannya (L*) menurun seiring
berjalannya waktu, mungkin karena penipisan
senyawa anti-pencoklatan [ 21 ]. Jus anggur
mengandung berbagai polifenol, namun
menunjukkan potensi anti-pencoklatan yang
rendah terlepas dari konsentrasi
polifenolnya. Anggur putih yang mengandung
polifenol, alkohol, dan asam juga menunda
pencoklatan sampel adonan. Efek anti-coklat
dari anggur putih lebih baik dibandingkan dengan
jus anggur tetapi lebih rendah dibandingkan
dengan jus lemon [ 21 ]. Para penulis percaya
bahwa potensi anti-pencoklatan yang lebih kuat
dari jus lemon dibandingkan anggur putih dan jus
anggur dikaitkan dengan efek pengkelatnya yang
lebih kuat, karena asam sitrat dan askorbat yang
ada dalam jus lemon mengikat pusat aktif lebih
kuat daripada asam malat dan asam tartarat.
hadir dalam anggur dan jus anggur. Untuk
memperkuat efek anti-pencoklatannya, jus lemon
dan anggur putih digabungkan berdasarkan efek
penghambatannya terhadap aktivitas PPO dan
laporan yang diketahui tentang senyawa
aktifnya. Kombinasi ini secara efisien mencegah
pencoklatan adonan kue selama seluruh periode
percobaan 4 minggu ( Tabel 4 ). Disarankan
bahwa penghambatan pencoklatan yang optimal
dengan perlakuan kombinasi didasarkan pada
senyawa aktifnya yang bekerja pada titik reaksi
berbeda dari proses pencoklatan.
3.4. Senyawa Makanan dan Herbal
Studi terbaru menunjukkan bahwa maclurin
dan swertiajaponin yang terdapat dalam buah-
buahan dan herba juga merupakan antioksidan
kuat dengan aktivitas anti-pencoklatan pada
kentang [ 36 , 55 , 56 ]. Swertiajaponin (5–
500 µM) menunjukkan aktivitas antioksidan yang
dibuktikan dengan penekanan nyata
pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS)
dalam percobaan kultur sel in vitro. Ketika
ditambahkan ke ekstrak kentang, swertiajaponin
secara signifikan meningkatkan sifat antioksidan
ekstrak kentang dan menekan pencoklatan
enzimatik lebih baik daripada asam askorbat
17

[ 56 ]. Dalam penelitian in vitro, maclurin pada


10 μM mengurangi pembentukan ROS sekitar
80%, sedangkan vitamin C pada 10 μM
menurunkannya sekitar 43%. Ketika ditambahkan ke kentang, perlakuan
dengan maclurin (1 dan 10 µM) secara signifikan menurunkan ROS dan ONOO −
yang
diinduksi Sin1 dalam supernatan
kentang. Aktivitas pemulungan ROS dan
ONOO dari
asam askorbat pada 10 μM tampaknya
serupa dengan maclurin pada 1 μM dalam
supernatan kentang [ 55 ]. Maclurin menekan
pencoklatan enzimatik supernatan kentang
untuk jangka waktu yang lama sekitar 5 minggu
pada suhu 4 °C.
Penelitian sebelumnya telah
mengidentifikasi aktivitas penghambatan
tirosinase yang kuat pada tanaman dari keluarga
Moraceae, terutama Morus alba dan Ficus
auriculata [ 65 , 66 ]. Senyawa aktif dengan
aktivitas penghambatan tirosinase termasuk
flavon (30%), flavanon (14%), dan 2-
arilbenzofuran (10%), dan efek penghambatannya
sebanding dengan asam kojat [ 65 ]. Studi lain
menyelidiki potensi antioksidan dan anti-coklat
dari 2-arilbenzofuran, termasuk sanggenofuran A,
mulberrofuran D2, mulberrofuran D, morusalfuran
B, dan mulberrofuran H, yang terdapat pada kulit
akar M. alba Linn [ 67 ]. Semua senyawa
menunjukkan aktivitas pemulungan radikal
DPPH, dengan IC 50 pada kisaran 11,58–55,73
μM. Dari jumlah tersebut, mulberrofuran H dan
morusalfuran B menunjukkan aktivitas
antioksidan yang kuat (IC 50 : 11,58 ± 0,85 mM
dan 12,99 ± 0,43 mM, masing-masing)
[ 67 ]. Selain itu, ketika sifat anti-coklat diuji
dengan uji penghambatan tirosinase
menggunakan L -tirosin dan L -DOPA sebagai
substrat, mulberrofuran H (IC 50 : 4,45 ± 0,55 μM
untuk L -tirosin dan 19,70 ± 0,54 μM untuk L -
DOPA) menunjukkan penghambatan terkuat,
sebanding dengan asam kojat (IC 50 : 4,49 ± 0,09
μM untuk L -tirosin dan 7,08 ± 0,57 μM untuk L -
DOPA). Efek penghambatan senyawa lain
bersifat moderat dan bervariasi, tergantung pada
substratnya [ 67 ].
Siklodekstrin adalah oligosakarida siklik
alami yang berasal dari pati dengan 6, 7, atau 8
residu glukosa yang dihubungkan oleh ikatan
glikosidik α(1–4) [ 68 ]. Penerapan siklodekstrin
sebagai senyawa anti-pencoklatan pada jus buah
telah mendapat banyak perhatian
[ 69 ]. Berbagai siklodekstrin telah digunakan
untuk menyelidiki evolusi parameter warna jus
buah yang berbeda, seperti pir [ 70 ], persik
[ 71 ], apel [ 72 ], dan anggur [ 73 ]; data
menunjukkan bahwa siklodekstrin dapat
membentuk kompleks dengan substrat PPO,
sehingga menekan oksidasi menjadi kuinon dan
polimerisasi selanjutnya menjadi pigmen coklat
[ 69 ].
Bahan makanan kompleks dan murni yang
disajikan dalam tumbuhan diketahui memiliki
banyak komponen bioaktif dengan manfaat
kesehatan. Selain fungsinya, mereka
menunjukkan sifat anti-pencoklatan melalui
penghambatan PPO. Dengan demikian,
komponen makanan yang kompleks dan murni
dapat menjadi bahan anti-pencokelatan yang
menarik bagi konsumen. Mengingat perspektif
keberlanjutan, sekaranglah saatnya untuk
mengidentifikasi bahan anti-pencoklatan baru
dari produk sampingan dan limbah makanan.

4. Hasil Samping dan Limbah Pangan Sebagai Agen Anti-


Browning
4.1. Anggur Mentah
Anggur, salah satu tanaman buah yang
paling banyak digunakan di dunia, mengandung
polifenol dalam jumlah besar, dan kandungannya
bergantung pada berbagai faktor termasuk
kondisi iklim dan tahap kematangan
[ 74 ]. Dilaporkan bahwa 3 hingga 6 juta ton
pomace anggur per tahun dihasilkan setelah
pembuatan anggur pada periode 2000–2013
(Organisasi Pangan dan Pertanian 2016)
[ 45 ]. Oleh karena itu, banyak upaya telah
dilakukan untuk memanfaatkan produk
sampingan dan limbah terkait anggur untuk
menurunkan konsentrasi alkohol dan pH
anggur. Selain itu, telah terbukti bahwa anggur
mentah mengandung polifenol dalam jumlah lebih
tinggi dibandingkan anggur matang
[ 74 ]. Sebuah penelitian mengevaluasi sifat
anti-pencoklatan dan antioksidan dari anggur
19

mentah. Buah beri mentah dikumpulkan selama


penjarangan tandan di kebun anggur Barbera dan
Merlot [ 45 ]. Anggur Merlot menunjukkan
kemampuan antioksidan, pereduksi besi, dan
anti-pencoklatan terkuat [ 45 ]. Efek
menguntungkan dari anggur mentah mungkin
berasal dari kandungan flavanol (catechin,
epicatechin, epicatechin, gallate,
epigallocationchin, dan epigallocationchin
gallate) dan asam fenolik (caffeic, chlorogenic
dan gallic). Dari jumlah tersebut, epigalokatekin
galat adalah senyawa fenolik utama yang diamati
pada anggur mentah ( Tabel 5 ) [ 45 ].
Studi lain juga menyelidiki senyawa aktif
yang ada dalam jus anggur mentah dan efek anti-
pencoklatannya [ 74 ]. Mereka mengisolasi
asam hidroksisinnamoil dan ester asam tartarat
dari jus anggur mentah menggunakan teknik
kromatografi. Dari komponen utamanya, asam
kaftarat menghambat aktivitas tirosinase secara
kompetitif dan efek penghambatannya lebih baik
dibandingkan asam caffeic dan asam klorogenat
( Tabel 5 ) [ 74 ]. Akumulasi bukti
membuktikan bahwa anggur mentah dan produk
terkait merupakan sumber senyawa bioaktif yang
baik, yang memberikan manfaat kesehatan. Oleh
karena itu, konversi limbah pertanian menjadi
produk bernilai tambah akan diperlukan bagi
industri makanan [ 45 ].
4.2. Sapindaceae (Dimocarpus Longan dan Nephelium
Lappaceum) Hasil Sampingan Biji dan Kulit
Sejumlah besar produk sampingan
dihasilkan setiap tahun dari pengolahan buah-
buahan Sapindaceae, seperti lengkeng dan
rambutan, yang masing-masing menyumbang
24,9–40,7% dan 52,9–74,7% dari keseluruhan
buah berdasarkan berat segar [79 ] . Meskipun
produk sampingan ini mengandung banyak
senyawa fungsional termasuk asam ellagic, asam
galat, corilagin, dan geraniin, produk-produk
tersebut saat ini dibuang sebagai limbah [ 79 ].
Penelitian sebelumnya telah melaporkan
aktivitas penghambatan ekstrak kulit dan biji
lengkeng terhadap tirosinase. Ekstrak etanol
kulit lengkeng pada 100 μg/mL menekan aktivitas
tirosinase sekitar 23,6%. Tampaknya aktivitas
antioksidan kulit lengkeng berkontribusi
terhadap tindakan penghambatan PPO
[ 76 ]. Ekstrak air biji lengkeng dengan dosis 5
mg/mL juga menghambat aktivitas tirosinase
lebih dari 60%, dan nilai IC 50 -nya ditemukan
sebesar 2,9–3,2 mg/mL ( Tabel 5 ) [ 75 ].
4.3. Ekstrak Nektarin Encer dengan Microwave
Produk sampingan juga dihasilkan selama
penjarangan buah, yang diperlukan untuk
meningkatkan ukuran buah yang tersisa,
mengurangi bahaya patah anggota tubuh, dan
menghindari siklus pembuahan yang bergantian
[ 77 ]. Sejumlah besar upaya dan biaya telah
dikeluarkan untuk proses ini [ 80 ]. Selain itu,
buah-buahan yang diencerkan ini mengandung
banyak senyawa fungsional yang memiliki
beragam efek meningkatkan kesehatan
[ 81 ]. Meski demikian, buah yang menipis
biasanya ditinggalkan. Dengan demikian,
pemanfaatan produk sampingan tersebut
menghasilkan keuntungan tambahan bagi
industri pertanian dan pangan. Ada upaya yang
dilakukan untuk menjelaskan cara-cara baru
untuk memanfaatkan buah-buahan yang
ditipiskan sebagai agen anti-
pencoklatan. Sebuah penelitian menyelidiki
potensi produk reaksi Maillard yang dihasilkan
selama paparan gelombang mikro nektarin encer
untuk menekan reaksi pencoklatan enzimatik
yang dikatalisis oleh PPO [ 77 ]. Studi tersebut
melaporkan bahwa ekstrak nektarin yang
diencerkan setelah paparan tingkat daya
gelombang mikro yang tinggi (500, 1000, dan
1500 W) menghambat PPO yang berasal dari
jamur. Tampaknya ekstrak nektarin yang
diencerkan bertindak sebagai inhibitor PPO tipe
campuran, menunjukkan inaktivasi
ireversibel. Para penulis berspekulasi bahwa
mekanisme yang mendasari penghambatan PPO
yang dimediasi ekstrak kemungkinan berasal
dari produk reaksi Maillard yang dihasilkan
selama paparan gelombang mikro [ 77 ]. Cara
ini juga efektif jika diterapkan pada buah-
buahan. Larutan ekstrak nektarin encer 2% yang
diekspos ke microwave (1500 W) secara efisien
menekan pencoklatan enzimatik pada buah
persik yang diproses secara minimal selama 8
21

hari penyimpanan ( Tabel 5 ) [ 77 ]. Untuk


penggunaan komersial, perlu mempelajari lebih
lanjut optimalisasi perolehan produk reaksi
Maillard dari nektarin yang diencerkan dan
mendeteksi kemungkinan pembentukan senyawa
mutagenik yang terkait dengan reaksi Maillard
[ 77 ].
4.4. Kulit Tomat
Kulit tomat adalah produk sampingan
berbiaya rendah dengan kandungan likopen yang
sangat tinggi dan mungkin mengandung sekitar
14 kali lipat kandungan likopen lebih tinggi
dibandingkan jaringan internal [ 82 ]. Selain itu,
ia memiliki potensi tinggi untuk dimasukkan
sebagai agen antioksidan dalam perawatan
pencelupan anti-pencoklatan [ 78 ]. Namun,
likopen tidak stabil dan terdegradasi pada suhu
tinggi dan dengan adanya O2 . Enkapsulasi
terbukti mengurangi kehilangan ini sekaligus
memungkinkan pelepasan likopen terkontrol
seiring waktu [ 78 ]. Sebuah penelitian berhasil
menggunakan mikrosfer likopen untuk mencegah
pencoklatan enzimatik dan meningkatkan
kualitas nutrisi apel segar. Ekstraksi panas
likopen dikombinasikan dengan nanopartikel
TiO 2 dari kulit tomat mencapai hasil ekstraksi
likopen yang sangat baik, dengan dominasi
isomer cis -likopen [ 78 ]. Ketika apel segar
dipotong dengan mikrosfer likopen, pencoklatan
enzimatik dapat dicegah selama 9 hari pada suhu
5 °C, tanpa mengubah kualitas fisikokimia atau
mikroba ( Tabel 5 ) [ 78 ]. Selain itu,
penggabungan mikrosfer likopen memperkuat
khasiat apel, menunjukkan peningkatan senyawa
fenolik hingga 56% (untuk asam klorogenat)
[ 78 ].

5. Kesimpulan

Pengembangan bahan anti browning pada


industri makanan sangat penting untuk menjaga
kualitas produk FV. Secara tradisional,
efektivitas dan efisiensi biaya merupakan faktor
penting yang harus dipertimbangkan dalam
mengembangkan bahan anti-
pencokelatan. Namun, tren bahan anti-
pencokelatan saat ini perlu memenuhi kebutuhan
konsumen yang menuntut perhatian terhadap
sumber alami, manfaat kesehatan, dan
keberlanjutan. Sifat anti kecoklatan pada bahan
makanan, seperti bawang merah, nanas, lemon,
anggur, dan anggur, serta berbagai komponen
makanan lainnya telah dipelajari. Beberapa di
antaranya sangat menghambat PPO dan
menunjukkan aktivitas biologis. Selain itu, ada
upaya yang dilakukan untuk menjelaskan
aktivitas anti-pencoklatan pada produk
sampingan dan limbah makanan.

Kontribusi Penulis

KMM dan E.-BK menyiapkan tabel dan


terlibat dalam penulisan draf awal naskah. BL
menulis naskahnya. CYK merancang dan
menulis naskah. Semua penulis telah membaca
dan menyetujui versi naskah yang diterbitkan.

Pendanaan

Pekerjaan ini didukung oleh hibah National


Research Foundation of Korea (NRF) yang didanai
oleh pemerintah Korea (NRF-
2019R1I1A1A01052644).

Konflik kepentingan

Tidak ada konflik kepentingan untuk


diumumkan.

Referensi
1. Martinez, MV; Whitaker, JR Biokimia dan pengendalian pencoklatan
enzimatik. Tren Ilmu Makanan. Teknologi. 1995 , 6 , 195–200. [ Google
Cendekia ] [ CrossRef ]
2. Marshall, Bpk; Kim, J.; Wei, C. Pencoklatan Enzimatik pada Buah, Sayuran dan
Makanan Laut ; FAO: Roma, Italia, 2000; P. 49. [ Google Cendekia ]
3. Whitaker, JR; Lee, CY Kemajuan terbaru dalam kimia pencoklatan enzimatik:
Sebuah gambaran umum. Dalam Pencoklatan Enzimatik dan
Pencegahannya ; Publikasi ACS: American Chemical Society: Washington, DC,
AS, 1995; hlm.2–7. [ Beasiswa Google ]
4. Maillard, L. Aksi asam amino pada gula. Pembentukan melanoidin secara
metodis. CR Akademik. Sains. 1912 , 154 , 66–68. [ Beasiswa Google ]
5. Queiroz, C.; Mendes Lopes, ML; Fialho, E.; Valente-Mesquita, VL Polifenol
oksidase: Karakteristik dan mekanisme pengendalian pencoklatan. Makanan
Rev.Int. 2008 , 24 , 361–375. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
23

6. Mayer, SAYA; Harel, E. Polifenol oksidase pada tumbuhan. Fitokimia 1979 , 18 ,


193–215. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
7. Devce, C.; Rodríguez-López, JN; Fenoll, LG; Tudela, J.; Catala, JM; de los Reyes,
E.; García-Cánovas, F. Analisis inaktivasi enzim untuk aplikasi blansing industri:
Perbandingan perlakuan panas microwave, konvensional, dan kombinasi pada
aktivitas polifenoloksidase jamur. J.Pertanian. Kimia Makanan. 1999 , 47 , 4506–
4511. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ] [ PubMed ]
8. Lee, C.; Smith, N. Blanching berpengaruh pada aktivitas polifenol oksidase dalam
bit meja. J. Ilmu Pangan. 1979 , 44 , 82–83. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
9. Macheix, JJ; Sapis, JC; Fleuriet, A.; Lee, C. Senyawa fenolik dan polifenoloksidase
dalam kaitannya dengan pencoklatan pada anggur dan minuman
anggur. Kritik. Pendeta Ilmu Makanan. Nutrisi. 1991 , 30 , 441–486. [ Google
Cendekia ] [ CrossRef ]
10. Rocha, A.; Morais, AM Pengaruh penyimpanan atmosfer terkontrol pada aktivitas
polifenoloksidase dalam kaitannya dengan perubahan warna apel 'Jonagored' yang
diproses secara minimal. Int. J. Ilmu Pangan. Teknologi. 2001 , 36 , 425–
432. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
11. Murr, DP; Morris, LL Pengaruh O 2 dan CO 2 terhadap aktivitas o -difenol oksidase
pada jamur. Selai. sosial. Hortik. Sains. 1974 , 99 , 155–158. [ Beasiswa Google ]
12. Nicoli, M.; Anese, M.; Severini, C. Efek gabungan dalam mencegah reaksi
pencoklatan enzimatik pada buah yang diproses secara minimal. J. Kualitas
Makanan. 1994 , 17 , 221–229. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
13. Yusuf, B.; Qadri, OS; Srivastava, AK Perkembangan terkini dalam perpanjangan
umur simpan buah-buahan dan sayuran segar dengan penerapan berbagai pelapis
yang dapat dimakan: Sebuah tinjauan. Ilmu Makanan LWT. Teknologi. 2018 , 89 ,
198–209. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
14. Luna-Guzmán, I.; Cantwell, M.; Barrett, DM Blewah segar: Pengaruh pencelupan
CaCl 2 dan perlakuan panas terhadap kekencangan dan aktivitas metabolisme. Biol
Pascapanen. Teknologi. 1999 , 17 , 201–213. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
[ Versi Hijau ]
15. Chaves, A.; Zaritzky, N. Pendinginan dan pembekuan buah-buahan dan produk
buah. Dalam Pengawetan Buah ; Springer: Berlin/Heidelberg, Jerman,
2018; hal.127–180. [ Beasiswa Google ]
16. Banerjee, A.; Suprasanna, P.; Variyar, PS; Sharma, A. Iradiasi gamma menghambat
pencoklatan akibat luka pada kubis yang diparut. Kimia Makanan. 2015 , 173 , 38–
44. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ] [ PubMed ]
17. Zemel, G.; Sim, C.; Marshall, M.; Balaban, M. Inaktivasi pH rendah
polifenoloksidase dalam jus apel. J. Ilmu Pangan. 1990 , 55 , 562–563. [ Google
Cendekia ] [ CrossRef ]
18. Sayavedra-Soto, L.; Montgomery, M. Penghambatan polifenoloksidase oleh
sulfit. J. Ilmu Pangan. 1986 , 51 , 1531–1536. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
19. Arias, E.; Gonzalez, J.; Peiro, J.; Oria, R.; Lopez-Buesa, P. Pencegahan pencoklatan
dengan asam askorbat dan 4-hexylresorcinol: Mekanisme kerja yang berbeda pada
polifenol oksidase dengan ada dan tidak adanya substrat. J. Ilmu
Pangan. 2007 , 72 , C464–C470. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
20. de Aguiar Cipriano, P.; Ekici, L.; Barnes, RC; Gomes, C.; Talcott, ST Pemanasan
awal dan penghambatan polifenol oksidase berdampak pada ekstraksi antosianin ubi
jalar ungu. Kimia Makanan. 2015 , 180 , 227–234. [ Google Cendekia ]
[ CrossRef ]
21. Brutsch, L.; Rugiero, S.; Serrano, S.; Städeli, C.; Windhab, E.; Fischer, P.; Kuster,
S. Target penghambatan pencoklatan enzimatik dalam adonan kue
gandum. J.Pertanian. Kimia Makanan. 2018 , 66 , 12353–12360. [ Google
Cendekia ] [ CrossRef ]
22. Kunal, A.; Amit, R. Ukuran Pasar Buah dan Sayur Olahan Berdasarkan Jenis
(Buah, Sayur), Berdasarkan Produk (Segar, Potong Segar, Kalengan, Beku,
Pengeringan & Dehidrasi), Berdasarkan Peralatan Pengolahan (Pra-pemrosesan,
Pemrosesan, Pencucian, Pengisian, Bumbu, Kemasan), Laporan Analisis Industri,
Outlook Regional, Potensi Pertumbuhan, Tren Harga, Pangsa & Prakiraan Pasar
Kompetitif, 2019–2025 ; Global Market Insights, Inc.: Selbyville, DE, AS,
2019; hal.1–320. [ Beasiswa Google ]
23. Taylor, SL; Higley, NA; Bush, RK Sulfit dalam makanan: Kegunaan, metode
analisis, residu, nasib, penilaian paparan, metabolisme, toksisitas, dan
hipersensitivitas. Dalam Kemajuan Penelitian Pangan ; Elsevier: Amsterdam,
Belanda, 1986; Jilid 30, hlm.1–76. [ Beasiswa Google ]
24. Macheix, JJ; Fleuriet, A.; Billot, J. Fenolik Buah ; CRC Press: Boca Raton, FL, AS,
1990. [ Google Cendekia ]
25. Reisch, L.; Eberle, U.; Lorek, S. Konsumsi pangan berkelanjutan: Tinjauan isu dan
kebijakan kontemporer. Mempertahankan. Sains. Praktek. Kebijakan 2013 , 9 , 7–
25. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
26. Kowalska, H.; Czajkowska, K.; Cichowska, J.; Lenart, A. Apa yang baru dalam
biopotensi produk samping buah dan sayuran yang diterapkan dalam industri
pengolahan makanan. Tren Ilmu Makanan. Teknologi. 2017 , 67 , 150–
159. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
27. Castro-Muñoz, R.; Yáñez-Fernández, J.; Fíla, V. Senyawa fenolik yang diperoleh
dari produk sampingan pertanian pangan menggunakan teknologi membran:
Gambaran umum. Kimia Makanan. 2016 , 213 , 753–762. [ Google Cendekia ]
[ CrossRef ] [ PubMed ]
28. Tinello, F.; Lante, A. Kemajuan terkini dalam mengendalikan aktivitas polifenol
oksidase produk buah dan sayuran. Inovasi. Ilmu
Makanan. Muncul. Teknologi. 2018 , 50 , 73–83. [ Google Cendekia ]
[ CrossRef ]
29. Lindley, MG Dampak pengolahan makanan terhadap antioksidan dalam minyak
nabati, buah-buahan dan sayuran.Tren Ilmu Makanan. Teknologi. 1998 , 9 , 336–
340. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
30. Ioannou, saya.; Ghoul, M. Pencegahan pencoklatan enzimatik pada buah dan
sayuran.EJLST 2013 , 9 , 310–341. [ Beasiswa Google ]
31. Singh, B.; Suri, K.; Shevkani, K.; Kaur, A.; Kaur, A.; Singh, N. Pencoklatan
enzimatik pada buah dan sayuran: Sebuah tinjauan. Dalam Enzim dalam Teknologi
Pangan ; Springer: Gateway East, Singapura, 2018; hal.63–78. [ Beasiswa Google ]
32. Oms-Oliu, G.; Aguiló-Aguayo, I.; Martín-Beloso, O. Penghambatan pencoklatan
pada irisan buah pir segar oleh senyawa alami. J. Ilmu Pangan. 2006 , 71 , S216–
S224. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
33. Arias, E.; González-Buesa, J.; Oria, R.; López Buesa, P. Asam askorbat dan efek 4-
hexylresorcinol pada reaksi pencoklatan yang dikatalisis PPO pir dan PPO. J. Ilmu
Pangan. 2007 , 72 , C422–C429. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ] [ PubMed ]
34. McEvily, AJ; Iyengar, R.; Otwell, WS Penghambatan pencoklatan enzimatik pada
makanan dan minuman. Kritik. Pendeta Ilmu Makanan. Nutrisi. 1992 , 32 , 253–
273. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
35. Walker, JRL Pencoklatan enzimatik dalam makanan, kimia dan
kontrolnya.Teknologi Pangan. 1977 , 12 , 19–25. [ Beasiswa Google ]
36. Lee, B.; Bulan, KM; Lee, BS; Yang, JH; Taman, KI; Cho, Minggu; Ma, JY
Swertiajaponin menghambat pigmentasi kulit dengan mekanisme ganda untuk
menekan tirosinase. Target Onkologi 2017 , 8 , 95530–95541. [ Google Cendekia ]
[ CrossRef ] [ Versi Hijau ]
37. Jiang, Y.; Fu, J. Penghambatan polifenol oksidase dan kontrol pencoklatan buah
lengkeng oleh glutathione dan asam sitrat. Kimia Makanan. 1998 , 62 , 49–
52. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
38. Altunkaya, A.; Gökmen, V. Pengaruh berbagai bahan anti kecoklatan terhadap
profil senyawa fenolik selada segar ( L. sativa ). Kimia Makanan. 2009 , 117 , 122–
126. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
25

39. Gautama, S.; Sharma, A. Pemurnian dan karakterisasi polifenol oksidase (PPO) dari
terung ( Solanum melongena ).Kimia Makanan. 2012 , 134 , 1855–1861. [ Beasiswa
Google ]
40. Rojas-Graü, MA; Sobrino-López, A.; Soledad Tapia, M.; Martín-Belloso, O.
Penghambatan pencoklatan pada irisan apel 'Fuji' yang baru dipotong oleh bahan
anticoklat alami. J. Ilmu Pangan. 2006 , 71 , S59–S65. [ Google Cendekia ]
[ CrossRef ]
41. Nicolas, J.; Richard-Lupakan, F.; Goupy, P.; Amiot, MJ; Aubert, S. Reaksi
pencoklatan enzimatik pada apel dan produk apel. Kritik. Pendeta Ilmu
Makanan. Nutrisi. 1994 , 34 , 109–157. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
42. Chen, Y.-H.; Lu, P.-J.; Hulme, C.; Shaw, AY Sintesis agen penginduksi apoptosis
pengkelat tembaga yang diturunkan dari asam kojat. medis. kimia. Res. 2013 , 22 ,
995–1003. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
43. Nak, SM; Bulan, KD; Lee, CY Efek penghambatan berbagai zat anti browning pada
irisan apel. Kimia Makanan. 2001 , 73 , 23–30. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
44. De la Rosa, L.; Alvarez-Parrilla, E.; Moyers, E.; Villegas, M.; Ayala-Zavala,
JF; Hernández, J.; Ruiz-Cruz, S.; Aguilar, G. Mekanisme penghambatan
pencoklatan enzimatik jus apel oleh ekstrak madu Palo Fierro (desert ironweed) dan
senyawa alami lainnya. Ilmu Makanan LWT. Teknologi. 2011 , 44 , 269–
276. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
45. Tinello, F.; Lante, A. Evaluasi aktivitas anti browning dan antioksidan pada anggur
mentah yang diperoleh selama penjarangan tandan. Australia. J. Anggur Anggur
Res. 2017 , 23 , 33–41. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
46. Ding, C.-K.; Chachin, K.; Ueda, Y.; Wang, CY Penghambatan pencoklatan
enzimatik loquat oleh senyawa sulfhidril. Kimia Makanan. 2002 , 76 , 213–
218. [ Google Cendekia ] [ CrossRef ]
47. Suhonthara, S.; Kaewka, K.; Theerakulkait, C. Efek penghambatan ekstrak dedak
padi dan senyawa fenoliknya terhadap aktivitas polifenol oksidase dan pencoklatan
pada pure kentang dan apel. Kimia Makanan. 2016 , 190 , 922–927. [ Google
Cendekia ] [ CrossRef ] [ PubMed ]
48. Huang, S.-J.; Lin, S.-Y.; Wang, T.-T.; Hsu, F.-C. Menggabungkan asam asetat dan
etanol sebagai pengobatan anti-pencoklatan untuk perubahan warna pantat selada
melalui represi aktivitas dan ekspresi fenilalanin amonia lyase. Biol
Pascapanen. Teknologi. 2020, 164, 111151. [Google Scholar] [CrossRef]
49. Ibrahim, R.; Osman, A.; Saari, N.; Abdul Rahman, R. Pengaruh perlakuan anti
kecoklatan terhadap kualitas penyimpanan kubis abon yang diolah minimal. J.
Pertanian Pangan. Mengepung. 2004, 2, 54–58. [Google Scholar]
50. Bala, T.; Prasad BL, V.; Sastri, M.; Kahaly, MU; Waghmare, Interaksi UV berbagai
ion logam dengan gugus asam karboksilat: Sebuah studi
kuantitatif. J.Fisika. kimia. Sebuah tahun 2007, 111, 6183–6190. [Google
Scholar] [CrossRef]
51. Pizzocaro, F.; Torreggiani, D.; Gilardi, G. Penghambatan polifenoloksidase apel
(PPO) oleh asam askorbat, asam sitrat, dan natrium klorida. J. Proses
Pangan. Pertahankan. 1993, 17, 21–30. [Google Scholar] [CrossRef]
52. Socol, C.; Vandenberghe, L.; Rodrigues, C.; Pandey, A. Perspektif baru untuk
produksi dan aplikasi asam sitrat. Teknologi Pangan. Bioteknologi. 2006, 44, 141–
149. [Google Scholar]
53. Hodgkinson, A. Oxalate Content of Foods and Nutrition in Oxalic Acid in Biology
and Medicine; Academic Press: London, UK, 1977; pp. 196–197. [Google Scholar]
54. Hithamani, G.; Medappa, H.; Arugakeerthy, C.; Ramalakshmi, K.; Raghavarao, K.
Pengaruh adsorben dan pengasaman terhadap pencoklatan enzimatik sari tebu. J.
Ilmu Pangan. Teknologi. 2018 ,55, 4356–4362. [Google Scholar] [CrossRef]
55. Mi Bulan, K.; Kim Muda, C.; Yeul Ma, J.; Lee, B. Senyawa terkait Xanthone
sebagai bahan tambahan makanan anti browning dan antioksidan. Kimia
Makanan. 2019 ,274, 345–350. [Google Scholar] [CrossRef]
56. Bulan, KM; Lee, B.; Cho, Minggu; Lee, BS; Kim, CY; Ma, JY Swertiajaponin
sebagai anti browning dan antioksidan flavonoid. Kimia Makanan. 2018 ,252, 207–
214. [Google Scholar] [CrossRef]
57. Lee, B.; Bulan, KM; Lim, JS; Taman, Y.; Kim, DH; Nak, S.; Jeong, HO; Kim,
DH; Lee, EK; Chung, KW; dkk. 2-(3,4-dihydroxybenzylidene)malononitrile sebagai
senyawa anti-melanogenik baru. Target Onco 2017 , 8 , 91481–91493. [Google
Scholar] [CrossRef][Green Version]
58. Griffiths, G.; Trueman, L.; Crowther, T.; Thomas, B.; Smith, B. Onions—A global
benefit to health. Phytother. Res. 2002, 16, 603–615. [Google Scholar] [CrossRef]
59. Lee, M.K.; Kim, Y.M.; Kim, N.Y.; Kim, G.N.; Kim, S.H.; Bang, K.S.; Park, I.
Prevention of browning in potato with a heat-treated onion extract. Biosci.
Biotechnol. Biochem. 2002, 66, 856–858. [Google Scholar] [CrossRef] [PubMed]
60. Kim, M.J.; Kim, C.Y.; Park, I. Prevention of enzymatic browning of pear by onion
extract. Food Chem. 2005, 89, 181–184. [Google Scholar] [CrossRef]
61. Lee, B.; Seo, J.D.; Rhee, J.K.; Kim, C.Y. Heated apple juice supplemented with
onion has greatly improved nutritional quality and browning index. Food
Chem. 2016, 201, 315–319. [Google Scholar] [CrossRef] [PubMed]
62. Chaisakdanugull, C.; Theerakulkait, C.; Wrolstad, R.E. Pineapple juice and its
fractions in enzymatic browning inhibition of banana [Musa (AAA Group) Gros
Michel]. J. Agric. Food Chem. 2007, 55, 4252–4257. [Google Scholar] [CrossRef]
[PubMed]
63. Lozano-de-Gonzalez, P.G.; Barrett, D.M.; Wrolstad, R.E.; Durst, R.W. Enzymatic
browning inhibited in fresh and dried apple rings by pineapple juice. J. Food
Sci. 1993, 58, 399–404. [Google Scholar] [CrossRef]
64. Woo, K.S.; Hwang, I.G.; Kim, T.M.; Kim, D.J.; Hong, J.T.; Jeong, H.S. Changes in
the antioxidant activity of onion (Allium cepa) extracts with heat treatment. Food
Sci. Biotechnol. 2007, 16, 828–831. [Google Scholar]
65. Burlando, B.; Clericuzio, M.; Cornara, L. Moraceae plants with tyrosinase
inhibitory activity: A review. Mini Rev. Med. Chem. 2017, 17, 108–121. [Google
Scholar] [CrossRef]
66. Adhikari, A.; Devkota, H.P.; Takano, A.; Masuda, K.; Nakane, T.; Basnet, P.;
Skalko-Basnet, N. Screening of Nepalese crude drugs traditionally used to treat
hyperpigmentation: In vitro tyrosinase inhibition. Int. J. Cosmet. Sci. 2008, 30, 353–
360. [Google Scholar] [CrossRef]
67. Paudel, P.; Seong, S.H.; Wagle, A.; Min, B.S.; Jung, H.A.; Choi, J.S. Antioxidant
and anti-browning property of 2-arylbenzofuran derivatives from Morus alba Linn
root bark. Food Chem. 2020, 309, 125739. [Google Scholar] [CrossRef]
68. Szente, L.; Szejtli, J. Cyclodextrins as food ingredients. Trends Food Sci.
Technol. 2004, 15, 137–142. [Google Scholar] [CrossRef]
69. López-Nicolás, J.M.; Rodríguez-Bonilla, P.; García-Carmona, F. Cyclodextrins and
antioxidants. Crit. Rev. Food Sci. Nutr. 2014, 54, 251–276. [Google Scholar]
[CrossRef] [PubMed]
70. López-Nicolás, J.M.; García-Carmona, F. Use of cyclodextrins as secondary
antioxidants to improve the color of fresh pear juice. J. Agric. Food Chem. 2007, 55,
6330–6338. [Google Scholar] [CrossRef] [PubMed]
71. López-Nicolás, J.M.; Núñez-Delicado, E.; Sánchez-Ferrer, Á.; García-Carmona, F.
Kinetic model of apple juice enzymatic browning in the presence of cyclodextrins:
The use of maltosyl-β-cyclodextrin as secondary antioxidant. Food
Chem. 2007, 101, 1164–1171. [Google Scholar] [CrossRef]
72. López-Nicolás, J.M.; Pérez-López, A.J.; Carbonell-Barrachina, Á.; García-
Carmona, F. Use of natural and modified cyclodextrins as inhibiting agents of peach
juice enzymatic browning. J. Agric. Food Chem. 2007, 55, 5312–5319. [Google
Scholar] [CrossRef] [PubMed]
73. Núñez-Delicado, E.; Serrano-Megías, M.; Pérez-López, A.J.; López-Nicolás, J.M.
Polyphenol oxidase from dominga table grape. J. Agric. Food Chem. 2005, 53,
6087–6093. [Google Scholar] [CrossRef]
27

74. Honisch, C.; Osto, A.; Dupas de Matos, A.; Vincenzi, S.; Ruzza, P. Isolation of a
tyrosinase inhibitor from unripe grapes juice: A spectrophotometric study. Food
Chem. 2020, 305, 125506. [Google Scholar] [CrossRef] [PubMed]
75. Rangkadilok, N.; Sitthimonchai, S.; Worasuttayangkurn, L.; Mahidol, C.;
Ruchirawat, M.; Satayavivad, J. Evaluation of free radical scavenging and
antityrosinase activities of standardized longan fruit extract. Food Chem.
Toxicol. 2007, 45, 328–336. [Google Scholar] [CrossRef]
76. Prasad, K.N.; Yang, B.; Shi, J.; Yu, C.; Zhao, M.; Xue, S.; Jiang, Y. Enhanced
antioxidant and antityrosinase activities of longan fruit pericarp by ultra-high-
pressure-assisted extraction. J. Pharm. Biomed. Anal. 2010, 51, 471–477. [Google
Scholar] [CrossRef]
77. Redondo, D.; Venturini, M.E.; Oria, R.; Arias, E. Inhibitory effect of microwaved
thinned nectarine extracts on polyphenol oxidase activity. Food Chem. 2016, 197,
603–610. [Google Scholar] [CrossRef]
78. Martínez-Hernández, G.B.; Castillejo, N.; Artés-Hernández, F. Effect of fresh–cut
apples fortification with lycopene microspheres, revalorized from tomato by-
products, during shelf life. Postharvest Biol. Technol. 2019, 156, 110925. [Google
Scholar] [CrossRef]
79. Rakariyatham, K.; Zhou, D.; Rakariyatham, N.; Shahidi, F. Sapindaceae
(Dimocarpus longan and Nephelium lappaceum) seed and peel by-products:
Potential sources for phenolic compounds and use as functional ingredients in food
and health applications. J. Funct. Foods 2020, 67, 103846. [Google Scholar]
[CrossRef]
80. Martín, B.; Torregrosa, A.; Garcia Brunton, J. Post-bloom thinning of peaches for
canning with hand-held mechanical devices. Sci. Hortic. 2010, 125, 658–665.
[Google Scholar] [CrossRef]
81. Zheng, H.-Z.; Kim, Y.-I.; Chung, S.-K. A profile of physicochemical and
antioxidant changes during fruit growth for the utilisation of unripe apples. Food
Chem. 2012, 131, 106–110. [Google Scholar] [CrossRef]
82. Moco, S.; Capanoglu, E.; Tikunov, Y.; Bino, R.J.; Boyacioglu, D.; Hall, R.D.;
Vervoort, J.; De Vos, R.C.H. Tissue specialization at the metabolite level is
perceived during the development of tomato fruit. J. Exp. Bot. 2007, 58, 4131–4146.
[Google Scholar] [CrossRef] [PubMed][Green Version]

Figure 1. The simplified processes of enzymatic


browning and inhibition mechanisms of anti-
browning agents. The processes of enzymatic
browning initiating with monophenolase activity
from a para-phenolic compound to a 3,4-
polyphenol followed by enzymatic polyphenol
oxidase activities to produce the
corresponding ortho-quinone derivative. Red
letters indicate where the anti-browning agents
possibly work on the processes of enzymatic
browning. This figure was modified from Linda et
al. [21]. EDTA; ethylenediaminetetraacetic acid.

Table 1. Antioxidant effects of chemical


compounds.

Table 2. Chelating agents and acidulants of


chemical compounds.

Table 3. Mixed-type inhibitors of chemical


compounds.

Table 4. Application of natural anti-browning


agents on fruits and vegetables.

Table 5. Food by-products and waste with anti-


browning agents.

© 2020 by the authors. Licensee MDPI, Basel,


Switzerland. This article is an open access
article distributed under the terms and
conditions of the Creative Commons Attribution
29

(CC BY) license


(http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/).

Share and Cite

MDPI and ACS Style


Moon, K.M.; Kwon, E.-B.; Lee, B.; Kim, C.Y. Recent Trends in Controlling the Enzymatic
Browning of Fruit and Vegetable Products. Molecules 2020, 25, 2754.
https://doi.org/10.3390/molecules25122754

AMA Style

Moon KM, Kwon E-B, Lee B, Kim CY. Recent Trends in Controlling the Enzymatic
Browning of Fruit and Vegetable Products. Molecules. 2020; 25(12):2754.
https://doi.org/10.3390/molecules25122754

Chicago/Turabian Style

Moon, Kyoung Mi, Eun-Bin Kwon, Bonggi Lee, and Choon Young Kim. 2020. "Recent
Trends in Controlling the Enzymatic Browning of Fruit and Vegetable
Products" Molecules 25, no. 12: 2754. https://doi.org/10.3390/molecules25122754

Article Metrics
Article Access Statistics
Article access statisticsArticle Views8. Sep9. Sep10. Sep11.
Sep12. Sep13. Sep14. Sep15. Sep16. Sep17. Sep18.
Sep19. Sep20. Sep21. Sep22. Sep23. Sep24. Sep25.
Sep26. Sep27. Sep28. Sep29. Sep30. Sep1. Oct2. Oct3.
Oct4. Oct5. Oct6. Oct7. Oct8. Oct9. Oct10. Oct11. Oct12.
Oct13. Oct14. Oct15. Oct16. Oct17. Oct18. Oct19. Oct20.
Oct21. Oct22. Oct23. Oct24. Oct25. Oct26. Oct27. Oct28.
Oct29. Oct30. Oct31. Oct1. Nov2. Nov3. Nov4. Nov5. Nov6.
Nov7. Nov8. Nov9. Nov10. Nov11. Nov12. Nov13. Nov14.
Nov15. Nov16. Nov17. Nov18. Nov19. Nov20. Nov21.
Nov22. Nov23. Nov24. Nov25. Nov26. Nov27. Nov28.
Nov29. Nov30. Nov1. Dec2. Dec3. Dec4. Dec5. Dec6.
Dec0k5k10k15k20k25k
For more information on the journal statistics,
click here.
Multiple requests from the same IP address are
counted as one view.
Molekul , EISSN 1420-3049, Diterbitkan oleh
MDPI
RSS Peringatan Konten
Informasi lebih lanjut

Biaya Pemrosesan ArtikelBayar FakturKebijakan


Akses TerbukaHubungi MDPIPekerjaan di MDPI

Pedoman

Untuk PenulisUntuk ReviewerUntuk EditorUntuk


PustakawanUntuk PenerbitUntuk
MasyarakatUntuk Penyelenggara Konferensi

Inisiatif MDPI

Forum SainsBuku MDPIPracetak.orgSsilitProfil


SainsEnsiklopediSELAISeri Prosiding

Ikuti MDPI

LinkedInFacebookTwitter

Berlangganan untuk menerima pemberitahuan rilis terbitan dan buletin dari jurnal
MDPI

Acoustics Actuators Administrative


Sciences Adolescents Advances in Respiratory
Medicine Aerobiology Aerospace Agriculture A
griEngineering Agrochemicals Agronomy AI Air
Algorithms Allergies Alloys Analytica Analytics
Anatomia Anesthesia
Research Animals Antibiotics Antibodies Antio
xidants Applied Biosciences Applied
Mechanics Applied Microbiology Applied
Nano Applied Sciences Applied System
Innovation AppliedChem AppliedMath Aquacult
ure
Journal Architecture Arthropoda Arts Astrono
my Atmosphere Atoms Audiology
Research Automation Axioms Bacteria Batteri
es Behavioral Sciences Beverages Big Data
and Cognitive
Computing BioChem Bioengineering Biologics
Biology Biology and Life Sciences
Forum Biomass Biomechanics BioMed Biomedi
cines BioMedInformatics Biomimetics Biomole
cules Biophysica Biosensors BioTech Birds Bl
ockchains Brain
Sciences Buildings Businesses C Cancers Car
diogenetics Catalysts Cells Ceramics Challeng
es ChemEngineering Chemistry Chemistry
31

Proceedings Chemosensors Children Chips Civ


ilEng Clean Technologies Climate Clinical and
Translational Neuroscience Clinics and
Practice Clocks &
Sleep Coasts Coatings Colloids and
Interfaces Colorants Commodities Complicatio
ns Compounds Computation Computer
Sciences & Mathematics
Forum Computers Condensed
Matter Conservation Construction
Materials Corrosion and Materials
Degradation Cosmetics COVID Crops Cryptogr
aphy Crystals Current Issues in Molecular
Biology Current Oncology Dairy Data Dentistry
Journal Dermato Dermatopathology Designs Di
abetology Diagnostics Dietetics Digital Disabili
ties Diseases Diversity DNA Drones Drugs and
Drug
Candidates Dynamics Earth Ecologies Econom
etrics Economies Education
Sciences Electricity Electrochem Electronic
Materials Electronics Emergency Care and
Medicine Encyclopedia Endocrines Energies E
ng Engineering
Proceedings Entropy Environmental Sciences
Proceedings Environments Epidemiologia Epige
nomes European Burn Journal European Journal
of Investigation in Health, Psychology and
Education Fermentation Fibers FinTech Fire Fi
shes Fluids Foods Forecasting Forensic
Sciences Forests Fossils Foundations Fractal
and Fractional Fuels Future Future
Internet Future Pharmacology Future
Transportation Galaxies Games Gases Gastroe
nterology Insights Gastrointestinal
Disorders Gastronomy Gels Genealogy Genes
Geographies GeoHazards Geomatics Geoscien
ces Geotechnics Geriatrics Gout, Urate, and
Crystal Deposition
Disease Grasses Hardware Healthcare Hearts
Hemato Hematology
Reports Heritage Histories Horticulturae Hospi
tals Humanities Humans Hydrobiology Hydroge
n Hydrology Hygiene Immuno Infectious
Disease
Reports Informatics Information Infrastructure
s Inorganics Insects Instruments International
Journal of Environmental Research and Public
Health International Journal of Financial
Studies International Journal of Molecular
Sciences International Journal of Neonatal
Screening International Journal of Plant
Biology International Journal of Translational
Medicine International Journal of
Turbomachinery, Propulsion and
Power International Medical
Education Inventions IoT ISPRS International
Journal of Geo-Information J Journal of Ageing
and Longevity Journal of Cardiovascular
Development and Disease Journal of Clinical &
Translational Ophthalmology Journal of Clinical
Medicine Journal of Composites
Science Journal of Cybersecurity and
Privacy Journal of Developmental
Biology Journal of Experimental and Theoretical
Analyses Journal of Functional
Biomaterials Journal of Functional Morphology
and Kinesiology Journal of Fungi Journal of
Imaging Journal of Intelligence Journal of Low
Power Electronics and Applications Journal of
Manufacturing and Materials Processing Journal
of Marine Science and Engineering Journal of
Molecular Pathology Journal of
Nanotheranostics Journal of Nuclear
Engineering Journal of Otorhinolaryngology,
Hearing and Balance Medicine Journal of
Personalized Medicine Journal of
Respiration Journal of Risk and Financial
Management Journal of Sensor and Actuator
Networks Journal of Theoretical and Applied
Electronic Commerce Research Journal of
Vascular Diseases Journal of
Xenobiotics Journal of Zoological and Botanical
Gardens Journalism and Media Kidney and
Dialysis Kinases and
Phosphatases Knowledge Land Languages La
ws Life Limnological
Review Liquids Literature Livers Logics Logist
ics Lubricants Lymphatics Machine Learning
and Knowledge
Extraction Machines Macromol Magnetism Ma
gnetochemistry Marine
Drugs Materials Materials
Proceedings Mathematical and Computational
Applications Mathematics Medical
33

Sciences Medical Sciences


Forum Medicina Medicines Membranes Merits
Metabolites Metals Meteorology Methane Meth
ods and
Protocols Metrology Micro Microbiology
Research Micromachines Microorganisms Micr
oplastics Minerals Mining Modelling Molbank
Molecules Multimodal Technologies and
Interaction Muscles Nanoenergy
Advances Nanomanufacturing Nanomaterials N
DT Network Neuroglia Neurology
International NeuroSci Nitrogen Non-Coding
RNA Nursing
Reports Nutraceuticals Nutrients Obesities Oc
eans Onco Optics Oral Organics Organoids Os
teology Oxygen Parasitologia Particles Pathog
ens Pathophysiology Pediatric
Reports Pharmaceuticals Pharmaceutics Phar
macoepidemiology Pharmacy Philosophies Pho
tochem Photonics Phycology Physchem Physic
al Sciences
Forum Physics Physiologia Plants Plasma Plat
forms Pollutants Polymers Polysaccharides Po
ultry Powders Proceedings Processes Prosthe
sis Proteomes Psych Psychiatry
International Psychoactives Publications Quant
um Beam Science Quantum
Reports Quaternary Radiation Reactions Real
Estate Receptors Recycling Religions Remote
Sensing Reports Reproductive
Medicine Resources Rheumato Risks Robotics
Ruminants Safety Sci Scientia
Pharmaceutica Sclerosis Seeds Sensors Separ
ations Sexes Signals Sinusitis Smart
Cities Social Sciences Societies Software Soil
Systems Solar Solids Spectroscopy
Journal Sports Standards Stats Stresses Surf
aces Surgeries Surgical Techniques
Development Sustainability Sustainable
Chemistry Symmetry SynBio Systems Targets
Taxonomy Technologies Telecom Textiles Thala
ssemia Reports Thermo Tomography Tourism
and
Hospitality Toxics Toxins Transplantology Trau
ma Care Trends in Higher Education Tropical
Medicine and Infectious
Disease Universe Urban
Science Uro Vaccines Vehicles Venereology V
eterinary Sciences Vibration Virtual
Worlds Viruses Vision Waste Water Wind Wom
en World World Electric Vehicle
Journal Youth Zoonotic Diseases
Pilih Pilihan
Langganan
© 1996-2023 MDPI (Basel, Swiss) kecuali
dinyatakan lain
Penafian syarat dan Ketentuan Kebijakan
pribadi
Atas
35

KESIMPULAN

Pencoklatan enzimatis dapat terjadi pada buah yang terpotong


atau terekspos udara, dimana awal reaksi dikatalisis oleh enzim.
Enzim yang berperan dalam reaksi ini adalah enzim poliphenol
oksidase dengan substrat senyawa fenolik. Untuk mencegah
pencoklatan enzimatis dapat digunakan asam askorbat
0.1% dan 1.0%, asam sitrat 0.1%, asam asetat 0.1% dan 1.0%,
larutan metabisulfit 0.5M, larutan sirup gula 20%, dan air. Sampel
yang digunakan adalah pisang, pir, dan kentang. dari beberapa
perlakuan dan metode yang dilakukan, diketahui bahwa larutan
metabisulfit 0,5 M paling efektif dalam mencegah pencoklatan
enzimatis.

Anda mungkin juga menyukai