Anda di halaman 1dari 70

IDENTIFIKASI LANGGAM ARSITEKTUR KOLONIAL PADA

BANGUNAN PENINGGALAN KERAJAAN SAWANG

SKRIPSI

Disusun Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Arsitektur


Prodi Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Malikussaleh

DISUSUN OLEH :

NAMA : IKHSAN
NIM : 180160048
PRODI : ARSITEKTUR

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................4

1.1 Latar Belakang................................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................6
1.5 Sistematika Penulisan.....................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................9

2.1 Identifikasi.......................................................................................................9
2.2 Langgam Arsitektur Kolonial........................................................................10
2.2.1 Arsitektur Indische Empire Style (abad 18-19).....................................14

2.2.2 Arsitektur peralihan/transisi tahun 1890-1915......................................16

2.2.3 Arsitektur kolonial modern tahun 1915-1940.......................................18

2.2 Arsitektur kolonial..........................................................................................19


2.2.4 Perkembangan Arsitektur Kolonial di Indonesia..................................21

2.2.2 Perkembangan Arsitektur Kolonial di Aceh.........................................21

2.3 Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia................................22


2.3.1 Periodesasi karakteristik Arsitektur Kolonial........................................22

2.3.2 Ciri-Ciri Arsitektur Kolonial Belanda...................................................23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................39

3.1 Lokasi Penelitian...........................................................................................39


3.2 Objek Penelitian............................................................................................40
3.3 Metode Penelitian.........................................................................................40
3.4 Sumber Data..................................................................................................41

i
3.5 Teknik Pengumpulan Data............................................................................42
3.6 Variabel Penelitian........................................................................................43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................44

4.1 Gambaran umum Lokasi penelitian...............................................................44


4.2 Profil dan sejarah Bangunan Rumah Istana Kerajaan Sawang......................45
4.3 Deskripsi Elemen Langgam dan Karakter Visual Arsitektur Kolonial..........48
4.3.1 Langgam Arsitektur Kolonial Belanda..................................................48

4.3.2 Karakter Visual Kantor Pos Polisi.........................................................54

4.4 Hasil dan Pembahasan....................................................................................58


4.4.1 Karakter Visual......................................................................................58

4.4.2 Analisa Langgam dan karakter Visual pada bangunan Peninggalan


Kerajaan Sawang............................................................................................61

BAB V PENUTUP...............................................................................................67

5.1 Kesimpulan..............................................................................................67
5.2 Saran................................................................................................................68

ii
3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia merupakan hasil dari pengaruh
budaya belanda yang dibawa oleh para penjajah Belanda pada masa itu. Arsitektur
ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan Arsitektur traisional Indonesia,
namun tetap mengadopsi beberapa elemen Arsitektur tradisional Indonesia.

Semua wilayah memiliki sejarah unik yang membentuknya menjadi dunia


modern. Dengan sejarah, kita bisa belajar tentang asal usul, nilai-nilai, dan jati diri
suatu bangsa, yang bisa menjadi pelajaran hidup yang berharga. Indonesia
memiliki daftar sejarah yang sangat panjang yang pernah diijajah bangsa asing,
yakni Portugis, Spanyol, Belanda, Prancis, Inggris, serta Jepang. Arsitektur
Kolonial di Indonesia merupakan hasil dari pengaruh penjajahan Belanda selama
kurang lebih 350 tahun. Arsitektur ini unik dan mempunyai nilai sejarah yang
tinggi. Pertukaran budaya antar Belanda dan Indonesia mengatur arsitektur
kolonial, membantu ciri khas pada arsitektur lainnya. Bangunan bergaya kolonial
mungkin tergolong penting untuk dilestarikan karena nilai sejarahnya yang tinggi
dan tampilannya yang khas. (Tamimi et al., 2020). Arsitektur Kolonial Belanda di
Indonesia juga menjadi bagian penting dalam sejarah negara karena
kemampuannya mempengaruhi perkembangan pemikiran arsitektur modern dalam
bahasa Indonesia seperti Hindi dan Bahasa.

Menurut (Tamimi et al., 2020; Wihardyanto & Sudaryono, 2020) Aceh,


sebagai salah satu provinsi di Indonesia, memiliki sejarah Panjang sebagai daerah
yang pernah dijajah oleh belanda. Sebagai hasil dari pengaruh penjajahan tersebut,
Aceh mempunyai beberapa bangunan bersejarah yang memiliki karakteristik
Arsitektur kolonial. Meskipun tidak banyak informasi yang spesifik mengenai
Arsitektur kolonial di Aceh, namun dapat disimpulkan bahwa Arsitektur kolonial
di Aceh memiliki ciri khas yang unik dan dipengaruhi oleh perpaduan antar
4

budaya Belanda dan budaya Aceh. Konstruksi yang berkepribadian arsitektur


Kolonial di Aceh dapat digolongkan sebagai bangunan yang penting untuk
dilestarikan karena nilai sejarahnya yang tinggi. Selain itu, peninggalan kolonial
Belanda di Indonesia juga termasuk bangunan pemerintah daerah dan benteng-
benteng pertahanan yang digunakan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan,
sehingga kemungkinan besar aceh juga memiliki bangunan pemerintahan dan
benteng-benteng peninggalan kolonial Belanda yang memiliki nilai sejarah yang
tinggi.

Salah satu bangunan kolonial yang terdapat di Aceh utara yaitu bangunan
rumah yang merupakan peninggalan raja kerajaan sawang yaitu raja Teuku
Keudjron Ali. Rumah ini terletak tepat di tikungan jalan arah menuju ke medan
tepatnya di pinggir pos pemadam kebakaran di daerah Krueng mane yang berjarak
sekitar 500m dari kota Krueng mane. Rumah ini dibangun pada sekitaran tahun
1900 - 1905 dibangun oleh pemerintahan Belanda kepada Teuku Keujron Ali
yang dulunya merupakan ulee balang di daerah tersebut. Material yang
dipergunakan pada bangunan ini hamper keseluruhan memakai kayu damar laut
dan kayu mahoni yang sudah sangat tua sekali, sedangkan kaki bangunan dan
tangga bangunan menggunakan semen yang diimpor langsung dari Belanda. Pada
bagian atap menggunakan atap genteng dan lantai Sebagian menggunakan
keramik. Rumah ini juga memiliki bunker di halamannya yang dulunya digunakan
untuk menjaga para tahanan.

Bangunan ini dibangun dengan menggunakan konsep Arsitektur campuran


yaitu Arsitektur eropa dan Arsitektur lokal yang sudah menyesuaikan penggunaan
material pada daerah tropis sehingga perlu diketahui langgam Arsitektur kolonial
dari elemen arsitektur bangunan tersebut sehingga perlu dilakukan penelitian
dengan mengindentifikasi langgam dari bangunan tersebut.
5

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa karakteristik rumah kolonial Belanda pada bangunan peninggalan
Kerajaan Sawang?
2. Bagaimana langgam dan periodisasi arsitektur kolonial Belanda pada
Bangunan peninggalan Kerajaan Sawang?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui karakteristik rumah kolonial Belanda pada bangunan
peninggalan kerajaan Sawang.
2. Untuk mengetahui langgam dan periodisasi Arsitektur kolonial Belanda
pada bangunan peninggalan kerajaan Sawang.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Mempertahankan warisan budaya: Dengan mengidentifikasi langgam
Arsitektur kolonial, penelitian ini dapat membantu mempertahankan
warisan budaya yang ada di Indonesia. Terkhusus di aceh utara.
2. Sebagai sumber informasi: Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi
bagi arsitek, sejarawan, dan masyarakat umum mengenai karakteristik dan
ciri khas Arsitektur kolonial Belanda. Informasi ini dapat digunakan sebagai
referensi dalam merancang bangunan baru atau merenovasi bangunan lama.
3. Sebagai bahan penelitian lanjutan: Hasil penelitian identifikasi langgam
Arsitektur kolonial belanda dapat menjadi bahan penelitian lanjutan bagi
para peneliti di masa depan. Penelitian ini bisa menjadii dasar untuk
penelitian lebih lanjut mengenai sejarah, budaya, dan Arsitektur kolonial di
Indonesia.
4. Sebagai upaya pelestarian lingkungan : Bangunan-bangunan peninggalan
kolonial Belanda seringkali mempunyai nilai sejarah dan Arsitektur yang
tinggi. Dengan mengidentifikasi langgam Arsitektur kolonial, penelitian ini
dapat membantu dalam upaya pelestarian lingkungan dan bangunan-
bangunan bersejarah di Indonesia.
6

1.5 Sistematika Penulisan


Dalam paparan pemahaman dari point-point yang akan diteliti maka
Langkah sistematis untuk penulisan juga diperlukan agar memperjelas point yang
akan disampaikan pada penelitian. Adapun sistematis penulisan pada penelitian
ini yakni :
1. Bab 1 Pendahuluan
Dalam bab pertama akan memaparkan landasan pendahuluan yang didasari
oleh latar belakang mengenai isu penelitian, rumusan masalah dari isu
penelitian, tujuan penelitian terhadap isu yang dibahas, manfaat penelitian,
serta kerangka pikir penelitian.
2. Bab 2 Daftar Pustaka
Dalam bab kedua akan memaparkan tulisan secara umum, teoritis, dan
simpulan kajian untuk memperkuat arah dari penelitian dalam
menyelesaikan permasalahan yang sedang diteliti.
3. Bab 3 Metode penelitian
Dalam bab ketiga akan memaparkan metode-metode penelitian yang
digunakan, keterangan jenis penelitian, memaparkan variable yang relevan,
keterangan metode pengumpulan data yang akan ditempuh, dan keterangan
objek yang akan diteliti berdasarkan spesifikasi yang ada pada objek terkait.
4. Bab 4 isi dan pembahasan
Pada bab keempat berisikan data dari penelitian yang dikumpulkan yang
telah didapatkan dengan menerapkan metode-metode penelitian pada bab
ketiga, baik yang didapatkan dari survey langsung maupun dari wawancara
dari narasumber yang terkait
5. Bab 5 Penutup
Pada bab kelima akan mengumpulkan kesimpulan dari hasil penelitian yang
telah dijalani dan menjadi landasan atas pendekatan penyelesaian masalah
terhadap isu secara relevan dengan rumusan masalah yang ada, dan
menghasilkan saran dan rekomendasi pendekatan terhadap masalah dan
penelitian selanjutnya.
7

1.6 Kerangka Berfikir

Latar Belakang
Aceh ialah salah satu provinsi di Indonesia yang pernah
ditempati oleh Bangsa Belanda pada zaman penjajahan, karena
itu banyak sekali ditemukan peninggalan-peninggalan kolonial
yang masih tersisa sampai saat ini seperti bangunan. Istana
Kerajaan Sawang merupakan bangunan dari salah satu wujud
bentuk peninggalan kolonial Belanda di Provinsi Aceh.

Judul Penelitian
Identifikasi Langgam Arsitektur Kolonial Pada Bangunan
Peninggalan Kerajaan Sawang

Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
1. Apa karakteristik rumah kolonial
1. Untuk mengetahui karakteristik rumah
Belanda pada bangunan peninggalan kolonial Belanda pada bangunan
Kerajaan Sawang? peninggalan kerajaan Sawang.
2. Bagaimana langgam dan periodisasi 2. Untuk mengetahui langgam dan
arsitektur kolonial Belanda pada periodisasi Arsitektur kolonial Belanda
Bangunan peninggalan Kerajaan pada bangunan peninggalan kerajaan
Sawang? Sawang.

Studi Literatur
Manfaat Penelitian
- Definisi Identifikasi
- Arsitektur Kolonial Melalui penelitian ini diharapkan menjadi
Belanda di Indonesia salah satu literatur terhadap Identifikasi
arsitektur kolonial pada bangunan
peninggalan Kerajaan Sawang yang
dibangun oleh pemerintah Belanda.
Metodologi Penelitian

Jenis Penelitian Metode Pengupulan Data Metode Analisa Data


Penelitian kualitatif dan Observasi, wawancara dan Metode deskriptif dan
deskriptif dokumentasi analisa

Hasil & Pembahasan Keluaran


Menganalisis tentang pendekatan Identifikasi arsitektur kolonial
periode langgam arsitektur kolonial berdasarkan Karakter visual, Denah,
Belanda yang ada pada Bangunan Tampak, Bahan bangunan, serta system
peninggalan Kerajaan Sawang. kontruksi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Identifikasi
“Identifikasi yakni penetapan atau penentu identitas orang, benda, dan
sebagainya,” menurut KBBI (2000:256). Secara umum, identifikasi adalah
proses pemberian label pada suatu barang-barang atau benda tertentu, dengan
tujuan membandingkan komponen A dengan komponen B atau komponen
lainnya, sehingga komponen tersebut dapat dikenali dan dipahami ketika
memasuki suatu objek tertentu. Sedangkan pengertian identifikasi dalam
penelitian ini ialah suatu proses mengindentifikasi langgam Arsitektur kolonial
yang terpakai di elemen arsitektur bangunan peninggalan era kolonial Belanda.
Menurut (Pratama et al., 2022) Identifikasi adalah proses pengenalan atau
penentuan suatu objek atau fenomena berdasarkan ciri-ciri atau karakteristik
yang dimilikinya. Identifikasi dapat dilakukan pada berbagai bidang, seperti
pada bidang biologi, teknologi, dan arsitektur. Pada bidang arsitektur,
identifikasi dapat dilakukan untuk mengetahui ciri-ciri atau karakteristik suatu
bangunan, seperti pada studi kasus arsitektur kolonial di Indonesia.

Identifikasi arsitektur adalah metode yang digunakan oleh individu atau


kelompok untuk mempelajari lebih lanjut tentang suatu bangunan, struktur, atau
ciri fisik lainnya, baik dalam keadaan hidup maupun mati. Identifikasi arsitektur
adalah proses menerjemahkan pengetahuan tentang bentuk objek dan
karakteristik fisik ke dalam bentuk data yang dapat dibaca mesin. Identifikasi
dalam Arsitektur merupakan proses pengenalan dan penentuan karakteristik
suatu bangunan atau Kawasan permukiman. Identifikasi dalam Arsitektur dapat
dilakukan untuk berbagai tujuan, seperti untuk menjaga keberlangsungan
ekosistem lingkungan yang ada dikawasan permukiman, memahami pengaruh
budaya dan adat istiadat suatu suku bangsa.

8
9

2.2 Langgam Arsitektur Kolonial


Kata “gaya”, dari bahasa Latin “stilus”, berarti “alat tulis”, dan konsep
“tulisan tangan” mengacu pada penggunaan kata-kata tertulis untuk
mengungkapkan dan mengekspresikan kepribadian seseorang. Akar dari
rancangan ini dapat ditelusuri kembali ke keinginan dan upaya negara-negara
Eropa untuk menciptakan negara yang adil, serta kelemahan mereka sendiri. Rute
ini dijuluki “kolonial” karena dimodifikasi menyerupai desain negeri sendiri.
(Wardani & Isada, 2009).

Dalam konteks desain arsitektur, "langgam" atau "gay" mengacu pada


perwujudan yang nyata dan mudah dikenali, seperti bentuk, gaya, atau rangkaian
elemen dekoratif tertentu.

a. Bentuk
Arti umum kata-kata yang menunjukkan bilangan tertentu tetap
termasuk dalam konsep yang terhubung. Beda kata beda maknanya,
menurut pandangan dan pemikiran.
Kata-kata yang mempunyai makna kiasan menunjuk pada angka
tertentu, namun juga menunjukkan pemahaman bersama. arti kata bentuk
mempunyai pengertian yang berbeda, sesuai pandangan and
pengamatnya; ini jadi landasan pemahaman kita tentang realitas dan seni
dalam arsitektur.
Bentuk merupakan wujud lahiriah dari proses batin
pengorganisasian ruang. Prosedurnya didasarkan pada refleksi fungsi dan
upaya ekspresi diri. Bentuknya merupakan hasil tahap akhir dari proses
konstruksi yang sama. Benjemin Handler mengatakan bahwa suatu bentuk
ialah hasil kerja seluruh bagian-bagiannya, dan jumlah dari bagian-bagian
itu adalah bentuk itu sendiri (Sutedj, 1982). Membungkuk juga berarti
memperbaharui diri secara fisik sedemikian rupa sehingga dapat dinilai
dan berkarakter karena penggunaan tekstur yang dapat memberikan ilusi
tiga atau dua dimensi.
b. Fasade/ Tampak bangunan
10

Fasad bangunan adalah elemen arsitektur menonjol yang secara


efektif menyampaikan tujuan dan desain bangunan. Kata “fasad” berasal
dari kata latin “facies”, yang berasal dari kata “wajah” (paras) dan
“penampilan” (penampakan). Oleh karena itu, ketika kita berbicara tentang
fasad bangunan, yang kita maksud adalah bagian struktur yang menghadap
ke jalan. (Juanda, 2011). Juanda menjelaskan dalam jurnalnya bahwa fasad
merupakan representasi dari segala sesuatu yang ada dan dapat dipahami
secara visual. Dalam konteks arsitektur perkotaan, fasad suatu bangunan
mempunyai tiga dimensi yang masing-masing dapat digunakan untuk
mewakili bangunan tersebut dalam kaitannya dengan kebutuhan
masyarakat di kota tersebut atau sebaliknya.

Proses konstruksi itu sendiri merupakan sarana untuk


mengekspresikan dan mengevaluasi identitas kolektif pekerja konstruksi
sebagai sebuah komunitas, dan pada akhirnya berfungsi sebagai
representasi publik dari komunitas tersebut (Krier, 2001). Aspek penting
dalam konstruksi adalah proses desain yang melibatkan keseimbangan
elemen horizontal dan vertikal, dimana sudut elemen tadi harusnya
disesuaikan agar bersdasarkan dengan keseluruhan struktur.

c. Elemen Arsitektur
Dampak budaya Barat paling terlihat pada kolom-kolom
monumental bangunan yang lebih besar, yang mengingatkan kita pada
arsitektur klasik Yugoslavia dan Romawi. Pin yang disertakan berada di
tengah sempurna dan diapit oleh ventilasi udara di kedua sisi. Ciri khas
bangunan era kolonial meliputi pengerjaan kayu, ubin, batu, dan ornamen
berkualitas tinggi, yang semuanya dimaksudkan untuk menyampaikan
nilai-nilai budaya. Krier (2001) menjelaskan bahwa "elemen-elemen
pendukung paras bangunan" menjadi beberapa bagian, diantaranya :

1. Atap
11

Ada banyak jenis atap yang tersedia. Jenis lantai yang banyak
ditemui saat ini antara lain beton bergelombang atp datar dan perisai
atau pelana atp miring. Definisi umum dari "atap" adalah "ruang tidak
jelas", yang sering diubah fungsinya demi meningkatkan luas
bangunan secara keseluruhan. Atap artinya mahkota untuk bangunan
yang telah dibongkar hingga tiang dan komponen strukturnya, serta
sebagai bukti kegunaannya sebagai ungkapan kemakmuran dan rasa
syukur yang bersumber langsung dari bangunan itu sendiri.
Secara visual, atap adalah fasad bangunan, serta terkadang
disamarkan dengan loteng; namun, pergolakan kematian seorang atap
berasal dari pikiran manusia. Bagian ini diperlukan baik secara
fungsional maupun estetis karena setiap bangunan mempunyai
pondasi yang menjalin hubungan dengan tanah dan puncak yang
menunjukkan ujung bangunan pada bidang vertikal.
2. Pintu
Arah dan makna suatu ruangan sangat dipengaruhi oleh pintu
yang ditempatkan disana. Ukuran pintu standar yang paling umum
adalah perbandingan 1:2 (satu banding dua) atau 1:3 (satu banding
tiga). dimensi pintu menunjukkan fungsinya; pintu sempit, misalnya,
bisa berfungsi sebagai pintu masuk ke ruangan pribadi. Skala manusia
tidak selalu bisa menentukan ukuran pintu. Pada bangunan berukuran
besar, ukuran jendela dan pintu biasanya disesuaikan dengan luas
sekitarnya.
Tujuan suatu ruangan atau bangunan dapat mempengaruhi
penempatan pintunya, bahkan dalam batas fungsional yang ketat, jika
ruang tersebut digunakan dengan cara yang mengedepankan
keselarasan geometris. Penting untuk memperhatikan rasio tinggi dan
lebar jendela dengan luas puing-puing di sisi bingkai jendela.
Penggunaan sistem proporsional yang memilih kedalaman pondasi
dan tinggi bangunan di atas elemen pintu dan jendela merupakan
suatu badan hukum. Sebagai alternatif, Anda dapat membuat relung-
12

relung di dinding atau memusatkan perhatian pada kelompok bukaan


seperti pintu dan jendela.
3. Jendela
Ventilasi dapat memungkinkan orang-orang yang berada di
bagian luar bangunan untuk menghargai estetika ruang interior, dan
sebaliknya. (Krier, 2001) Dikatakan dalam teks, "Dari arah mana pun
kita memperkenalkan cahaya, kita harus menciptakan bukaan
untuknya; inilah yang selalu membawa kita ke lahan terbuka.", dan
puncaknya tak boleh rendah, karena kita wajib melihat cahaya
menggunakan mata, bakal tumit: Selain ketidanyamanan, "Jika
seseorang berada di antara sesuatu dan sesuatu yang lain, uang akan
hilang dan seluruh bagian keluarga akan hilang" untuk sementara
waktu, evaluasi dan evaluasi produk eksklusif diterapkan pada
rancangan jendelanya. Ruang bersama pada bangunan merupakan
simbol kondisi masyarakat karena dihuni oleh orang-orang dari
kelompok sosial yang berbeda. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
memasang ventilasi pada dinding suatu bangunan antara lain adalah
sebagai berikut. Proporsi Bagian Bangunan yang Khas:
Teknik komposisi, atau penggunaan bagian depan bangunan
yang bersiklus. Mengingat keselarasan proporsi geometris, ventilasi
menyalurkan distribusi ke fasad bangunan; Oleh karena itu,
menghilangkan satu dampak atau elemen eksklusif bukanlah suatu
pilihan.
Jendela dapat bergabung dalam grup atau berbagi bagian
bangunan dengan elemen yang hampir terpisah dan menciptakan
simbol atau desain yang unik.
4. Dinding
Meskipun ventilasi merupakan sumber daya penting dalam
membentuk kerangka bangunan, dinding juga memainkan peran yang
sama pentingnya dalam membentuk fasad struktur jika ditopang oleh
jeli. Penataan dinding juga dapat dilakukan sebagai bagian dari desain
13

artistik dasar suatu bangunan, dengan asal usul yang berbeda dalam
pemilihan bahan bangunan atau metode yang digunakan untuk
menyelesaikan dinding itu sendiri (misalnya dalam hal warna, tekstur,
dan teknologi). Permainan keterampilan di meja makan juga dapat
digunakan untuk membantu meningkatkan semangat kerja para
pekerja konstruksi.

Arsitektur kolonial mempengaruhi pembangunan Indonesia. Salah satu jenis


inovasi sejarah dari periode ini adalah arsitektur kolonial. (Tamimi et al., 2020).
Menurut Handinoto dalam (Dafrina et al., 2021) Elemen-elemen utama gaya
Arsitektur terdiri dari denah, tampak, material yang digunakan dan juga struktur
kontruksi, Tiga arsitektur kolonial Belanda tumbuh di Indonesia. Berikut adalah
beberapa majalah arsitektur kolonial paling terkemuka di Indonesia.:

2.2.1 Arsitektur Indische Empire Style (abad 18-19)


Arsitektur Indische Empire merupakan salah satu periodisasi gaya arsitektur
kolonial di Indonesia yang berkembang pada abad ke-18 hingga abad ke-19
(Azahra et al., 2023) Ciri-ciri gaya arsitektur ini antara lain penggunaan bahan
bangunan alami seperti batu bata, ornamen pahatan, dan berbagai macam warna
yang berasal dari bahan seperti kelelawar, alam, dan kayu, serta pengaruh budaya
Belanda dan Indonesia. (Purnomo et al., 2017) Arsitektur Indische Empire juga
memiliki ciri khas seperti atap yang melengkung, pintu dan jendela yang besar,
serta ornamen-ornamen yang kaya. Banyaknya bentang alam dan iklim di
Indonesia telah meninggalkan jejaknya pada gaya arsitektur khas negara ini,
Indische Empire. Arsitektur masa kolonial di Indonesia, termasuk arsitektur
Kerajaan Indische, merupakan bentuk hibrida yang mencerminkan pengaruh
budaya Belanda dan tradisi asli Indonesia. Arsitektur kolonial Indonesia memiliki
nilai sejarah yang tinggi dan penting bagi arsitektur Indonesia. Arsitektur gaya
kerajaan Indische dapat dilihat pada tabel di bawah ini.:

Tabel 2. 1 Ciri-ciri gaya Arsitektur Indische empire style (Wulur et al., 2015)

Denah Tampak Bahan Bangunan Sistem Konstruksi


14

Simetri Penuh Didomisili oleh Pada tembok dan Tempat makan


kolom bergaya kolom bermaterial dengan deretan
yunani batu bata kolom depan dan
belakang.
Memiliki Memiliki teras Pada pintu, kusen Memakai system
Central room depan (voor dan kuda-kuda konstruksi balok dan
galerj) dan teras bermaterialkan kolom
belakang kayu
Terdapat teras Tampak simetri Panggunaan kaca Menggunakan
di sekeliling pada jendela masih kontruksi atap
denah terbatas perisai dengan
tutupan genteng

Berikut contoh bangunan Indische Empire Style adalah bangunan pendopo


Sukabumi yang dibangun pada tahun 1890 .dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2. 1 Bangunan Pendopo Sukabumi (Jabar.Tribunnews.com, 2021)

2.2.2 Arsitektur peralihan/transisi tahun 1890-1915


Arsitektur Transisi adalah salah satu arsitektur kolonial Indonesia pada
periode 1890 hingga 1915. Gaya arsitektur ini merupakan perpaduan antara
15

kolonial Belgia dan tradisional Indonesia. (Wihardyanto & Sudaryono,


2020). Arsitektur transisi memiliki karakteristik Begitu pula dengan
penggunaan bahan alam seperti batu bata, ornamen pahatan, dan berbagai
warna dari bahan alam seperti bata, alam, dan kayu. Selain itu, arsitektur
transisi juga memiliki ciri khas seperti atap yang melengkung, pintu dan
jendela yang besar, serta ornamen-ornamen yang kaya (Azahra et al., 2023).
Arsitektur transisi merupakan periode awal dari perkembangan arsitektur
kolonial di Indonesia. Pada periode ini, arsitektur kolonial mulai dipengaruhi
oleh budaya lokal dan seting lingkungan serta iklim yang berbeda di
Indonesia. Arsitektur transisi juga menjadi awal dari perkembangan
arsitektur kolonial modern yang berkembang pada tahun 1915-1940. Dalam
perkembangannya, arsitektur transisi banyak diterapkan pada bangunan-
bangunan penting di Indonesia seperti gereja, kantor pemerintahan, dan
bangunan-bangunan publik lainnya (Ilman & Mudhoofar, 2020). Ciri ciri
gaya arsitektur transisi dapat dilihat dari tabel dibawah ini

Tabel 2. 2 Ciri-ciri gaya arsitektur transisi (Wulur et al., 2015)

Denah Tampak Bahan Bangunan Sistem Kontruksi


Simetri Penuh Ada upaya Penggunaan batu Dinding pemikul
untuk tidak bata pada kolom dengan gevel-gevel
menggunakan dan tembok depan yang
lagi kolom menonjol
Yunani
Terdapat teras Terdapat gavel- Pada pintu, kusen Memanfaatkan
di sekeliling gavel dan kuda-kuda celemek Pelana dan
denah bermaterialkan sumbat genteng
kayu
Memiliki Penggunaan biji Adanya upaya
menara (tower) kopi pada jendela penambahan
pada entrance masih dibatasi. konstruksi ventilasi
16

pada atap

Contoh bangunan dari arsitektur transisi adalah bangunan lawing sewu yang
dibangun pada tahun 1904 dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2. 2 Lawang Sewu (Heritage.Kai.Id, 2021)


2.2.3 Arsitektur kolonial modern tahun 1915-1940
Arsitektur kolonial Indonesia dimodernisasi antara tahun 1915 dan 1940.
Arsitektur ini merupakan perpaduan antara kolonial Belgia dan arsitektur
modern yang muncul di Barat. Arsitektur kolonial modern menggunakan
material alami seperti batu bata, ornamen pahatan, dan berbagai warna dari bata,
alam, dan kayu. Selain itu, arsitektur kolonial modern juga memiliki ciri khas
seperti atap yang melengkung, pintu dan jendela yang besar, serta ornamen-
ornamen yang kaya.
Ciri-ciri arsitektur gaya kolonial antara lain penggunaan bahan bangunan
alami seperti batu bata dan hiasan pahatan serta berbagai macam warna yang
berasal dari bahan seperti batu, alam, dan kayu. (Ilman & Mudhoofar, 2020)
Kondisi lingkungan dan iklim yang berbeda juga berdampak pada masih
tersisanya jejak budaya kolonial di Indonesia. Karena mampu membawa
pemikiran arsitektur Belanda ke era modern, maka masa kolonial arsitektur
modern di Indonesia menjadi bagian penting dalam sejarah negara. Detail
arsitektur modern bergaya kolonial tercantum pada tabel di bawah ini.
17

Tabel 2. 3 Ciri-ciri dari gaya Arsitektur kolonial modern (Wulur et al., 2015)

Denah Tampak Bahan Bngunan Sistem Kontruksi


Tidak simetri Tidak Menggunakan Menggunakan system
simetri material beton konstruksi rangka dengan
dinding yang hanya
berfungsi sebagai
penutup
Terdapat teras Clean Penggunaan Didominasi oleh atap
di sekeliling design material kaca yang pelana dengan material
denah lebar pada jendela penutup genteng dan
sirap
Tabel Lanjutan 2.3

Denah Tampak Bahan Bangunan Sistem Kontruksi


Terdapat elemen Menggunakan
penahan sinar konstruksi beton
matahari pada bagian tertentu
dan menggunakan
atap datar dari
material beton

Berikut adalah contoh bangunan kolonial modern dari google images yang diakses
pada tahun 2023:
18

Gambar 2. 3 Bangunan kolonial modern (Google Images, 2023)

2.2 Arsitektur kolonial


Arsitektur kolonial adalah gaya arsitektur yang berkembang di Indonesia
pada masa pemerintahan Belanda. Budaya Belanda dan Indonesia saling
mempengaruhi untuk menciptakan gaya arsitektur unik ini. Arsitektur kolonial
dicirikan oleh penggunaan bahan bangunan alami seperti batu bata, hiasan
pahatan, dan berbagai macam warna yang berasal dari bahan seperti batu, alam,
dan kayu. Menurut (Tamimi et al., 2020) Bangunan-bangunan dengan gaya
arsitektur khas kolonial sangat layak untuk dilestarikan karena nilai sejarah
penting yang diwakilinya. Arsitektur Belanda menjadi semakin modern,
mendekati standar yang ditetapkan di Barat.

Menurut (Safeyah, 2006), arsitektur kolonial adalah arsitektur yang


menggabungkan dua budaya, yaitu budaya barat dan timur, arsitektur kolonial
hadir sebelum masa kemerdekaan, di mana para arsitek Belanda merancang
tempat tinggal untuk Bangsa Belanda yang menetap di Indonesia. Menurut
(Harimu et al., 2012), arsitektur kolonial Belanda adalah gaya yang berkembang
pada masa penjajahan Belanda di Indonesia. Ini dikembangkan melalui upaya
arsitek Belanda yang menciptakan struktur untuk penduduk Belanda yang masih
tinggal di negara tersebut. Para arsitek Belanda juga membawa berbagai gaya
19

arsitektur yang populer di Eropa Utara pada saat itu ke negara Indonesia yang
sedang berkembang pesat.

Arsitektur Kolonial Belanda merupakan hasil proses adaptasi antara dua


negara yang sangat berbeda; proses ini dikenal sebagai "arsitektur kolonial".
Arsitektur kolonial dirancang dengan menyelesaikan masalah-masalah yang ada
di Indonesia seperti perbedaan iklim. Keterjangkauan sumber daya (bahan, tenaga
kerja, waktu, ruang, dll), metode konstruksi, serta seni dan budaya yang berkaitan
dengan estetika. Arsitektur kolonial Belanda terbentuk sebagai hasil sintesa dua
kebudayaan pada masa itu: kebudayaan Eropa/Belanda dan kebudayaan asli
Afrika Barat.

Menurut (Wardani & Isada, 2009), Arsitektur kolonial yang ada di


Indonesia sangat unik, dikarenakan karya tersebut tercipta dari pencampuran dua
budaya, sehingga jika dikaji lebih jauh Arsitektur kolonial memiliki perbedaan
pada setiap daerah.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa arsitektur kolonial Belanda


dikembangkan oleh Belanda pada masa pemerintahannya di Indonesia, dan
memperhatikan norma budaya lokal dalam pembangunan bangunannya. Pada saat
itu, lokasi tinggal Bangsa Belanda berangsur-angsur berubah dengan memasukkan
jenis arsitektur baru di dunia, membuat kualitas arsitektur di darat semakin
menurun.

2.2.4 Perkembangan Arsitektur Kolonial di Indonesia


Perkembangan Arsitektur kolonial pada Indonesia ialah akibat gugusan antara
budaya Belanda dan budaya Indonesia. Gaya Arsitektur ini berkembang selama masa
penjajahan belanda pada Indonesia serta memiliki ciri mirip penggunaan bahan bangunan
dari alam mirip batu batam ornament, serta warna asal bahan orisinil mirip bata, dan
kayu. Perkembangan arsitektur kolonial di Indonesia merupakan peristiwa sejarah yang
penting karena dapat memodernisasi cara pandang kita terhadap arsitektur di Indonesia.
Dalam (Wihardyanto & Sudaryono, 2020) Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia
dipengaruhi oleh gaya Eropa modern, namun konteks budaya, bentang alam, dan iklim
20

yang berbeda pada akhirnya memaksa para arsitek untuk mempromosikan cara berpikir
yang menjauhi alam dan malah mengandalkan maknanya.

Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia mencakup empat periode waktu


yang berbeda, dari tahun 1600-an hingga 1940-an, sebagaimana dijelaskan oleh
Helen Jessup dan Handinoto dalam (Tamimi et al., 2020)

2.2.2 Perkembangan Arsitektur Kolonial di Aceh


Aceh ialah salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki sejarah Panjang
dalam masa penjajahan Belanda. Seiring dengan itu, Arsitektur kolonial juga
berkembang di Aceh dengan karakteristik yang sama seperti penggunaan bahan
bangunan dari alam (Ilman & Mudhoofar, 2020). Menurut (Wihardyanto &
Sudaryono, 2020) Meskipun Arsitektur kolonial Belanda di Aceh dipengaruhi
sang gaya Arsitektur Barat, Namun, konteks budaya serta kondisi lingkungan dan
iklim yang berbeda pada akhirnya menginspirasi para arsitek untuk menyusun
cara berpikir yang mengarah ke dalam daripada ke luar menuju alam melalui
pendekatan analog, mengubah arsitektur Barat menjadi simbol manusia
kontemporer melalui kategorisasi sistematis. Dalam perkembangannya, Arsitektur
kolonial di Aceh juga mengalami pengaruh dari budaya local, seperti terlihat pada
ornament-ornamen yang digunakan pada bangunan-bangunan Arsitektur kolonial
di Aceh (Ilman & Mudhoofar, 2020)

Arsitektur kolonial di Aceh berkembang seiring dengan masa penjajahan


Belanda di Indonesia. Pada awalnya, bangunan-bangunan kolonial di Aceh
dibangun dengan gaya Arsitektur Belanda yang kental. Contohnya adalah Masjid
Raya Baiturrahman yang dibangun pada tahun 1879. Seiring dengan
perkembangan waktu, Arsitektur kolonial di Aceh mulai dipengaruhi oleh budaya
local. Hal ini terlihat pada ornament-ornamen yang digunakan pada bangunan-
bangunan Arsitektur kolonial di Aceh (Tamimi et al., 2020). Bangunan kolonial
di Aceh umumnya berarsitektur gaya Belanda yang menjadi ciri khas provinsi
tersebut dan masa ekspansi kolonial Belanda di Indonesia. Dengan demikian,
perkembangan arsitektur kolonial di Aceh merupakan hasil pertukaran budaya
21

antara Belanda dan Indonesia, dengan tambahan pengaruh lanskap dan iklim Aceh
yang unik.

2.3 Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia


Ciri khas arsitektur kolonial muncul pada masa penjajahan Belanda di
Indonesia sebagai akibat dari matangnya gaya konstruksi Eropa. Oleh karena itu,
proses adaptasi gaya arsitektur di kepulauan Indonesia terus berkembang dari
tahun ke tahun untuk menjawab kebutuhan zaman. Hal ini menghasilkan
terciptanya karakter arsitektur kolonial yang khas. Dalam hal ini yang termasuk
masa-masa perkembangan gaya arsitektur kolonial:

2.3.1 Periodesasi karakteristik Arsitektur Kolonial


Handinoto (Hartono & Handinoto, 2007) membagi perkembangan arsitektur
kolonial Indonesia pada periode 16 hingga 1940 M menjadi dua bagian.:

a. Abad 16 – tahun 1800-an


Pada periode ini, arsitektur di Belgia kehilangan arah karena tidak mampu
beradaptasi dengan perubahan iklim.
b. Tahun 1800-an sampai tahun 1902
Pada masa ini, Belanda wajib memperkuat status kolonialnya dengan
membangun gedung-gedung megah seperti yang terlihat di sini.
Bangunan-bangunan megah ini pada hakikatnya merupakan adaptasi gaya
arsitektur Neo-Klasik yang berbeda dengan gaya nasional Belanda pada
masa itu.
c. Tahun 1902 sampai tahun 1920
Perkembangan politik di Belgia mempengaruhi arsitektur sosial, dan kini
muncul arsitektur baru yang berorientasi ke Belgia.
d. Tahun 1920 sampai tahun 1940-an
Saat ini sedang terjadi pergerakan menuju gaya arsitektur baru baik
tingkat nasional maupun internasional di Belanda, dan hal ini berdampak
pada perkembangan arsitektur Belanda di Indonesia. Namun
perkembangan ini terjadi secara hibrid atau eklektik.
22

2.3.2 Ciri-Ciri Arsitektur Kolonial Belanda


Karakteristik bangunan masa kini dapat ditelusuri kembali ke beberapa
elemen yang biasanya digunakan untuk menopang fasad, seperti yang banyak
terdapat pada arsitektur kolonial Belanda (sebagaimana disebutkan dalam
(Handinoto, 1996)):

1. Dormer
Dormer, juga dikenal sebagai asap cerobong, berfungsi sebagai overhang
atap dan overhang atap. Tempat tidur dormer digunakan sebagai tempat
penampungan darurat di Belgia. Contoh penggunaan dormer pada bangunan dapat
dilihat pada Gambar 2. 4 dibawah ini biasanya penggunaan Dormer dipadukan
dengan gable

Gambar 2. 4 Dormer/ Cerobong Asap (Wulur et al., 2015)


Contoh penggunaan dormer yang sudah dipadukan dengan gable dapat
dilihat pada bangunan kantor pos kota Medan yang dipakai sebagai penghawaan
dan pencahayaan. bisa dilihat pada Gambar 2. 5 dibawah ini
23

Gambar 2. 5 Dormer di Kantor Pos Besar Medan (Atika, 2016)

2. Gable dan Gevel


Gables dan gables masing-masing berfungsi sebagai saluran masuk dan
pembuangan udara. Atap pelana dan atap bangunan memanjang keluar dari depan
dengan pola simetris yang mencerminkan desain lantai atas bangunan. Terdapat
beberapa contoh gabel dan gavel yang dapat dilihat dari Gambar 2. 6 dan Gambar
2. 7 dibawah ini. Penggunaan gable biasanya dipadukan dengan Dormer, pada
Gambar 2. 8 dapat dilihat penggunaan gable yang sudah dipadukan dengan
dormer pada bangunan kantor pos Medan

Gambar 2. 6 Gabel (Samsudi et al., 2020)


24

Gambar 2. 7 Gevel (Samsudi et al., 2020)

Gambar 2. 8 perpaduan gavel (Atika, 2016)


3. Tower/Menara
Menara mempunyai berbagai macam bentuk, termasuk persegi, persegi
panjang, segi delapan, dan bulat, bahkan ada yang miring ke arah cakrawala.
Biasanya, menara atau bangunan tinggi lainnya berfungsi sebagai pintu gerbang
menuju masa depan. Contoh Tower/Menara dapat dilihat pada Gambar 2. 9 yang
sudah ditandai merah dan pada gambar 2. 10 adalah contoh penggunaan
Tower/Menara pada bangunan kantor pos Medan
25

Gambar 2. 9 Tower/Menara (Handinoto & Soehargo, 1996)

Gambar 2. 10 Bentuk tower/menara pada bangunan Kantor Pos Besar Medan (Atika,
2016)

4. Geveltoppen
Geveltopen berbentuk segitiga dan terdapat dibagian depan rumah. Biasanya,
sepotong kayu berorientasi vertikal yang juga memiliki makna simbolis
digunakan untuk membuat sebuah hias. Oelebord/oelebert, digambarkan sebagai
dua ekor angsa yang menghadap ke belakang, mempunyai makna membawa
bintang senja atau penguasa suatu provinsi. Gaveltoppen ada beberapa bentuk
contohnya dapat dilihat pada Gambar 2. 11 serta contoh penggunaan
gaveltoppen pada bangunan lawang sewu dan ditantai dengan lingkaran merah
pada Gambar 2. 12
26

Gambar 2. 11 Contoh Geveltoppen (Tutuko, 2003)

Gambar 2. 12 Contoh penggunaan geveltoppen pada Lawang Sewu (Google


Images, 2023)
5. Balustrade
Ballustrade adalah susunan dari balok-balok horizontal yang hiasannya dibagi
ke dalam 3 bagian, yaitu architrave, cornice dan frieze. Ballustrade terletak pada
depan pintu buat teras serta berfungsi menjadi pagar buat pembatas balkon atau
dek bangunan, pada umumnya ballustrade tersebut terbuat asal material beton cor
atau besi. Pada Gambar 2.13 dapat dilihat berbagai bentuk ballustrade dan contoh
penggunaan Ballustrade pada bangunan dapat dilihat pada Gambar 2. 14
27

Gambar 2. 13 Berbagai bentuk Ballustrade (Ilmy, 2018)

Gambar 2. 14 Penggunaan Ballustrade pada balkon (Google Image, 2023)


6. Nok Acrotrie/hiasan puncak atap
Acroterie (Hiasan puncak atap) terletak di tengah. Di Belanda, rumah petani
menggunakan ornamen ini, terbuat dari daun alang-alang. (Stroo). Contoh versi
acrotie dari Belgia dengan menggunakan alang-alang (Stroo) dapat dilihat pada
Gambar 2.15 dan contoh penggunaannya dalam konstruksi dapat dilihat pada
Gambar 2.16 dengan menggunakan merah lingkaran. Namun bahan ini digunakan
untuk bahasa Hindi-Belanda.

Gambar 2. 15 Contoh Nok Acrotie (Tutuko, 2003)


28

Gambar 2. 16 Contoh penggunaan Nok Acrotie pada bangunan (Google Images,


2023)
7. Windwijer/petunjuk Angin
Windwijzer, juga dikenal sebagai "Penunjuk angin", adalah hiasan yang
biasanya dipasang di atas pintu atau jendela. Beberapa bentuk dari Windwijzer
dapat dilihat di Gambar 2. 17 dan di Gambar 2. 18 adalah contoh penggunaan
Windwijer/petunjuk angin yang ada pada bangunan Museum Fatahillah.

Gambar 2. 17 Contoh Windwijer (Tutuko, 2003)


29

Gambar 2. 18 Bentuk petunjuk angin pada bangunan Museum Fatahilllah (Ulyaa


et al., 2017)

8. Cerobong Asap Semu


Cerobong asap semu pada umumnya di Belanda dibuat menjulang tinggi.
Pada bangunan kolonial Belanda yg ada di Indonesia dibuat lebih pendek dan
terdapat hiasan batu berukir ragam hias bunga. Lihat Gambar 2.19 dan Gambar
2.20 untuk contoh penggunaan cerobong cepat di Museum Fatahillah.

Gambar 2. 19 Cerobong asap Semu (Tutuko, 2003)


30

Gambar 2. 20 Cerobong Asap Semu pada Museum Fatahillah (Wardani & Isada,
2009)
9. Tympanum
Tympanum merupakan hiasan yang terdapatkan di bangunan berarsitektur
kolonial Belanda yang pada umumnya berbentuk segitiga dan setengah lingkaran
yang terletak di atas jendela, pintu, portico serta bentukan atap.Tympanum
muncul dimasa pra-kristen berupa; Lambang dari praKristen (dijadikan pohon
hayat, roda matahari, kepala kuda), pada masa Kristenan (lambang salib, gambar
hati, gambar jangkar), dan pada masa Roma Khatolik terdapat lambang (Miskelk
dan hostie) (Tutuko, 2003). Contoh tympanum dapat dilihat seperti Gambar 2. 21
dibawah ini dan contoh penggunaan tympanum pada interior bangunan kantor pos
medan bisa dilihat seperti Gambar 2. 22.

Gambar 2. 21 Tympanum (Lyall, 1997)


31

Gambar 2. 22 Bentuk tympanum pada bangunan Kantor Pos Besar Medan (Atika,
2016)

10. Cripedoma
Cripedoma merupakan trap-trap anak tangga yang terletak pada bagian depan
pintu masuk bangunan yang digunakan untuk naik menuju ke bangunan yang
dapat dilihat seperti Gambar 2. 23 dibawah ini dan gambar 2. 24 bangunan
kolonial dengan trap-trap anak tangga pada bagian depan pintu masuk.

Gambar 2. 23 Cripedoma (Lyall, 1997)


32

Gambar 2. 24 Cripedoma (Ningtyas, 2019)

11. Entrance dengan Dua Daun Pintu


Di Belgia kolonial, pintu biasanya digunakan dengan dua daun di sisi pintu,
sedangkan bangunan yang lainnya di dalam bangunan di gunakan pintu dengan
satu daun pintu seperti gambar dibawah ini yang menunjukkan pintu utama pada
bangunan yang menggunakan dua pintu. Contoh penggunaan Entrance dengan
dua pintu dapat dilihat pada bangunan Gedung baperis Gambar 2. 25 serta contoh
lain dapat dilihat pada gambar 2. 26.

Gambar 2. 25 Gedung Baperis (Amri, 2017)


33

Gambar 2. 26 Entrance dengan dua daun pintu (Ningtyas, 2019)


12. Kolom Berjajar
Karakteristik lainnya pada bangunan kolonial Belanda yaitu deretan kolom-
kolom pada bagian fasad dan sebagian dari kolom-kolom tersebut menggunakan
gaya klasik yang ada di Eropa (corinthian, doric, ionic). Kolom-kolom ini
difungsikan untuk ketahanan beban pada sebuah bangunan. Contoh penggunaan
kolom berjajar pada bangunan dapat dilihat di Gambar 2. 27 dan Gambar 2. 28
adalah contoh ragam kolom pada bangunan kolonial.

Gambar 2. 27 kolom-kolom berjajar pada bangunan arsitektur kolonial Belanda


(Alim Saifulloh & Hanan Pamungkas, 2018)
34

Gambar 2. 28 Berbagai ragam kolom (Alim Saifulloh & Hanan Pamungkas, 2018)

13. Fasad Simetris


Karakteristik lainnya yang terdapat pada bangunan kolonial Belanda yaitu
memiliki fasad dengan komposisi yang simetris, yaitu dengan adanya bentuk yang
terpusat dan perulangan yang seimbang berdasarkan skala, wujud dan peletakan
elemen-elemen pada fasad banguanan, seperti tower, kolom, jendela serta
mempunyai cara yang menonjol pada fasad bangunan. Pada Gambar 2. 29 adalah
contoh ilustrasi fasad simetris pada bangunan kolonial dan pada Gambar 2. 30
dapat dilihat contoh bangunan dengan fasad yang simetris pada bangunan Reiner
De Klerk House.

Gambar 2. 29 Fasad Arsitektur kolonial (Lyall, 1997)


35

Gambar 2. 30 Bangunan Reiner De Klerk House, Jakarta, 1760 (Ashadi, 2016)

14. Jendela Berbingkai Kayu


Bangunan khas kolonial Belanda ini dilengkapi dengan jendela besar yang
membingkai-kayu. Terdapat tiga macam kuda-kuda: kuda-kuda tunggal dengan
satu bukaan, kuda-kuda ganda dengan dua bukaan, dan kuda-kuda ganda dengan
dua kuda-kuda (kayu di luar, bambu di dalam), seperti terlihat pada Gambar 2.31
dan 2.32 .

Gambar 2. 31 Tipologi Jendela (Lyall, 1997)

Gambar 2. 32 Jendela berbingkai kayu pada bangunan kolonial di Kawasan


Benteng Oranje Ternate (Purnomo et al., 2017)
36

15. Ragam Hias Material Logam


Ragam hias bermaterial logam pada bangunan berarsitektur kolonial
berfungsi sebagai hiasan pada bangunan yaitu berupa pagar pada serambi (stoep),
penopang atap yang terletak pada bagian depan rumah (kerbil), lampu ruangan,
lampu taman, penunjuk arah mata angin dan kursi kebun (Tutuko, 2003). Contoh
ragam hias dari material logam dapat dilihat dari Gambar 2. 33 dibawah ini dan
contoh penggunaan hiasan logam pada bangunan kantor pos medan dapat dilhat
pada gambar 2. 34 yang sudah dilingkari merah.

Gambar 2. 33 Ragam Hias dari Material Logam (Tutuko, 2003)

Gambar 2. 34 hiasan dari material logam (Kusuma, 2019)


16. Ragam Hias pada Tubuh Bangunan
Ragam hias pada tubuh bangunan pada umumnya terletak pada lubang angin
yang ada di atas pintu, jendela dan hiasan ornamen lainnya yang terdapat pada
dinding bangunan. Contoh hiasan pada bangunan kolonial yait usebagai berikut :
37

 Kambing bertanduk (lambing aries ram), yaitu ornament yang terbentuk dari
ikal-ikal sulur tumbuhan.
 Gaya doric, kolom dengan gaya ini sesuai dengan jiwa militer bangsa doria,
sehingga cocok untuk dijadikan sebagai hiasan pada bangunan pemerintahan
dan penguasa.
 Gaya ionic, kolom dengan gaya ini sesuai dengan bangsa ionia yang
mentukasi keserasian dan keindahan.
 Gaya korinthia, kolom dengan gaya ini mengartikan kemewahan, kekayaan
dan kemakmuran.
 Komposit, yaitu perpaduan antara ionic dan korinthia.
Pada Gambar 2.35 dapat dilihat contoh ragam hias pada tubuh bangunan
dengan motif kambing bertanduk dan pada Gambar 2.36 dapat dilihat contoh
penggunaan ragam hias pada tubuh bangunan Gedung London Sumatera yang
sudah ditandai dengan warna merah.

Gambar 2. 35 Ragam hias pada tubuh bangunan (Tutuko, 2003)

Gambar 2. 36 Ragam hias pada tubuh bangunan Gedung London Sumatera


(Kusuma, 2019)
38

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Krueng Mane ialah suatu daerah di kabupaten Aceh Utara yang masih
menyimpan bangunan – bangunan bersejarah peninggalan masa kerajaan Aceh
terdahulu dan juga bangunan – bangunan pemerintahan Kolonial Belanda.
Bangunan bersejarah tersebut menjadi bukti bahwa dulunya suatu wilayah
tersebut menjadi bagian dari pemerintahan yang berkuasa disana. bangunan
tersebut mempunyai langgam yang berbeda dengan bangunan – bangunan
disekitarnya. Dan juga elemen- elemen arsitekturalnya yang unik seperti lantai,
dinding, kolom, atap. Lokasi penelitian berada di desa keude mane, Aceh utara
bisa dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 3. 1 Peta Lokasi Penelitian


Sumber: Kementerian PU, 2023
39

3.2 Objek Penelitian


Objek pada Penelitian ini ialah bangunan tua yang berada di persimpangan
Krueng Mane merupakan bangunan istana bekas pemerintahan kerajaan sawang.
Bangunan ini dibangun oleh pemerintahan Hindia Belanda kepada raja teuku
Keudjreun Ali yang merupakan Ulee balang Krueng manee sekitar tahun (1900 –
1905). Sawang memuji Sultan Alaiddin Muhammad Daudsyah karena memainkan
peran penting dalam gerakan perlawanan Aceh selama konflik berdarah dengan
Belanda (1873–1903). Ayahnya, Sultan Alaiddin Mansyursyah, dikenal sebagai
Kuta sawang, dan ia mengangkat putranya, Tengku Laksamana Sawang (1870–
1882), sebagai penguasa pulau tersebut.

Gambar 3. 2 Rumoh Teuku Keujruen Ali

Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2023

3.3 Metode Penelitian


Dalam penelitian “Identifikasi Langgam Arsitektur Kolonial Pada Bangunan
Peninggalan Kerajaan Sawang” akan memakai metode penelitian deskriptif
kualitatif. Dimana data-data yang didapatkan berasal dari hasil wawancara dengan
pengelola dan juga keluarga pemilik dan dokumentasi terhadap variable penelitian
40

yang akan diteliti sehingga data yang diperoleh nantinya dapat dipertanggung
jawabkan.

Metode penelitian kualitatif adalah suatu metode untuk


mengumpulkan records dengan cara observasi langsung objek penelitian yang
akan diteliti. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif sehingga landasan teori sering
dijadikan sebagai panduan ketika sedang melakukan observasi secara langsung.

Menurut (Fadli, 2021) Tujuan metode penelitian kualitatif adalah untuk


memberikan gambaran yang lebih lengkap dan akurat tentang suatu fenomena
dengan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dan memanfaatkan
analisis para ahli. Penelitian yang fokus pada kualitas cenderung bersifat
deskriptif dan menggunakan analisis induktif; akibatnya, penelitian kualitatif
cenderung menekankan proses dan hasil dari sudut pandang subjeknya.

3.4 Sumber Data


Informasi yang ada berasal dari berbagai sumber; namun, di antara berbagai
sumber tersebut terdapat dua jenis informasi yang berbeda: data primer dan data
sekunder.:

1. Sumber Data Primer


Yaitu data yang bersumber dari pengamatan langsung oleh peneliti , data ini
diperoleh dari haris wawancara serta obeservasi langsung ke lapangan yang
dilakukan oleh peneliti.
2. Sumber Data Sekunder
Jenis sumber data kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang
memberikan informasi kepada peneliti secara tidak langsung. Informasi ini
digunakan untuk melengkapi informasi dasar yang telah diperoleh. Data dari
sumber sekunder pada akhirnya akan memungkinkan perbandingan yang lebih
beragam dengan sumber primer. Dalam penelitian ini, data sekunder berasal dari
buku dan makalah.
41

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data sangat penting untuk memperoleh informasi yang
diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian. Metode pengumpulan data pada
penelitian ini adalah sebagai berikut.:

1. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data dengan cara terjun langsung ke
lapangan untuk melakukan observasi sistematis, melakukan pengukuran, serta
mengamati dan berinteraksi secara langsung dengan objek penelitian. Para ahli
melakukan survei komunitas mengenai respons terhadap reruntuhan arkeologi,
serta menganalisis bagaimana berbagai reruntuhan dapat dimanfaatkan.
2. Wawancara
Dengan mewawancarai dengan bertatap muka secara langsung antara
peneliti dengan masyarakat berpenghasilan rendah di lokasi penelitian. Peneliti
akan mewawancarai secara semi terstruktur yang dimana pertanyaan-pertanyaan
yang akan diajukan kepada narasumber sudah disiapkan terlebih dahulu meskipun
demikian, pada pelaksanaannya akan disesuaikan dengan keadaan di lokasi.
3. Dokumentasi
Teknik untuk mendapat dan menyimpan data tambahan atau Dukungan data
dengan mengkategorikan informasi atau data yang berkaitan dengan permasalahan
yang diteliti.

3.6 Variabel Penelitian


Tabel berikut menunjukkan variabel penelitian.:

Tabel 3.1 Variabel Penelitian

No. Teori Variabel Indikator


1. Handinoto (2012) Periode Langgam 1. Arsitektur Indische Empire
dalam (Tamimi et Arsitektur Kolonial 2. Arsitektur Transisi
al., 2020) 3. Arsitektur Modern
2. (Hartono & Gaya Bangunan 1. Sejarah Pembangunan dan
Handinoto, 2007) pada elemen Kemajuan
42

arsitektur 2. Tampak
3. Denah
4. Bahan Bangunan
5. Sistem Manajemen
Konstruksi
3. (Handinoto, 2010) Karakter Visual 1. Sebuah rap
Arsitektur Kolonial 2. Dinding Eksterior
3. Putu
4. Jendela
5. Kloom
43

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Objek penelitian ini berada di Desa Keude Mane, Muara Batu. Di Aceh ada
Muara Batu. Muara Batu adalah sebuah desa yang didirikan pada tahun 1945 di
bawah kekuasaan Provinsi Aceh Utara, serta kecamatan tersebut dahulunya
termasuk pada pemerintahan wilayah Sawang atau dalam bahasa Belanda disebut
menggunakan zelfbestuur (pemerintahan sendiri). di saat itu Sawang adalah salah
satu daerah pada zaman Belanda yang dipimpin oleh Uleebalang. Kecamatan
Muara Batu terletak di ujung barat Kabupaten Aceh Utara Provinsi Aceh
menggunakan luas wilayah ±54.55 Km² (5.455 Ha). Kecamatan Muara Batu
memiliki 24 desa dengan dua kemukiman dan tercatat ketinggian berasal
permukaan laut mencapai 0-50 meter. Adapun peta lokasi penelitian bisa dilihat
pada gambar dibawah

Gambar 4. 1 Peta Kabupaten Aceh Utara (kementerian PU)


44

(a) (b)
Gambar 4. 2 (a) Peta Keude mane (b) Peta lokasi penelitian
Sumber: Google Earth, 2023

4.2 Profil dan sejarah Bangunan Rumah Istana Kerajaan Sawang


Rumah ini terletak tepat di tikungan ke arah kanan jalan menuju ke medan
tepatnya di pinggir pos pemadam kebakaran di daerah krueng mane yang berjarak
sekitar 500m dari kota Krueng Mane. Dari hasil wawancara rumah ini dibangun
pada sekitaran tahun 1900 - 1905 dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda
kepada keturunan terakhir dari raja Sawang yaitu Raja Teuku Keudjron Ali yang
dulunya merupakan ulee balang di daerah sawang. Rumah ini dibangun ketika
beliau berusia 23 tahun. Dulunya bangunan ini memiliki lahan sekitar 6 Hektar
yang luas bangunannya 600 m2, Namun seiring berjalannya waktu kini bangunan
tersebut hanya menyisakan bangunan induknya saja.

Dulunya bangunan ini terdapat beberapa pembagian ruangnya yaitu berupa


bangunan induk, ruang makan, ruang pembantu, kamar mandi, dan ruang tamu.
Namun sekarang hanya terdapat bangunan induk dan sumurnya saja. Dulunya
living room, dapur, dan ruang pembantu berada dibagian belakang, sedangkan
pada bangunan induk mencakup di dalamnya yaitu 4 kamar tidur dan ruang tamu,
namun sekarang semuanya disatukan ke bangunan induk karena bangunan di
sekelilingnya hancur akibat dibakar saat terjadinya konflik dan masa penjajahan.
45

Bangunan ini hampir keseluruhannya dibangun menggunakan material lokal


seperti kayu damar laut dan kayu mahoni, sedangkan kaki bangunan dan tangga
bangunan menggunakan semen yang dikirim langsung dari belanda. Gunakan
struktur kayu-kayu dengan genteng dan lantai lapisan atap. Sebagian
menggunakan keramik kayu dan tema. Rumah ini juga memiliki bunker di
halamannya yang dulunya digunakan untuk penjara bagi para tahanan namun
bunker itu sudah ditutup sehingga tidak meninggalkan bekas pintu masuk untuk
menuju kedalam bunker yang berada di bawah tanah.

Gambar 4. 3 Kondisi terakhir istana kerajaan sawang di krueng mane, kec. Muara
batu, kab. Aceh utara
(https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/sumatera/sawang-kerajaan-
sumatera-prov-aceh/)

Bangunan ini juga dikatakan bangunan anti gempa karena selama kejadian
gempa yang sudah terjadi ketika rumah itu sudah ada tidak ditemukan bekas
kerusakan yang ditibulkan. Bangunan ini juga sempat digunakan sebagai tempat
penampungan bantuan kepada korban tsunami aceh di tahun 2005 Sekarang yang
mengelola rumah tersebut yaitu bapak Iskandar yang merupakan suami dari cucu
perempuan teuku luthan (anak terakhir dari Teuku Keujreun Ali).
46

Setelah ibukota Sawang dipindahkan ke Krueng Mane pada tahun 1905


dan kemudian dibongkar oleh dewan agraria/BPN Aceh Utara pada tahun 1991,
bandan astana kerajaan sawang di Krueng Mane menjadi aset pemerintah Belgia
dan diberikan kepada zelfbesstuder Sawang.

Gambar 4. 4 Kondisi sekarang tampak depan

Sumber : Dokumentasi Penulis, 2023

Gambar 4. 5 Kondisi sekarang tampak belakang

Sumber : Dokumentasi Penulis,2023


47

4.3 Deskripsi Elemen Langgam dan Karakter Visual Arsitektur Kolonial


4.3.1 Langgam Arsitektur Kolonial Belanda
Karakter gaya Arsitektur pada rumah istana kerajaan Sawang ini termasuk
dalam periode langgam Arsitektur peralihan atau transisi. Dimana perancangan
denahya mengikuti dari Arsitektur transisi yaitu berbentuk simetris penuh, Untuk
material pada bangunan adalah dominan menggunakan material kayu dan beton
untuk pondasinya. Bentuk atap bangunan ini merupakan kombinasi antara atap
perisai dengan atap kerucut dan menggunakan material penutup genteng.

Gaya Arsitektur bangunan ini adalah gaya Arsitektur transisi yang berlaku
dari tahun 1890 sampai dengan tahun 1915 M. Pembangunan bangunan ini
menggunakan konsep perancangan dengan mengintegrasikan desain kolonial
Belanda dengan adaptasi iklim Indonesia. Dibangun atas dasar kebutuhan pihak
Belanda agar mendapat legitimasi dan pengakuan dari masyarakat Sawang dan
memilih keturunan terakhir dari kerajaan Sawang yaitu Teuku Keujreun Ali
sebagai suksesor. dampak dari peristiwa tersebut, di tahun 1905 Ibukota Sawang
secara resmi dipindahkan ke Krueng Mane. Sekitaran tahun 1900-1905
pemerintah Belanda telah menyiapkan infrastruktur pada Krueng Mane serta pula
menyediakan sebuah rumah tetap istana resident (tempat tinggal uleebalang
Krueng Mane) dengan fasilitas lengkap untuk suksesor pemimpin baru Kerajaan
Sawang Teuku Keujreun Ali. pada tahun 1933 kekuasaan kerajaan beralih ke
tangan Teuku Loethan yang merupakan anak tertua dari Teuku Keujreun Ali,
Teuku Loethan menjabat menjadi uleebalang terakhir masa Kerajaan Sawang
pada Krueng Mane (1933-1954).

1. Denah
Denah adalah pemandangan dari atas suatu bangunan yang telah
dimiringkan secara horizontal dengan sudut 1 meter atau lebih dan
dikurangi tingginya dengan faktor 0.
Denah bangunan Istana kerajaan sawang ini memiliki 4 kamar
tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga. Denah yang simetris dengan
48

entrance 2 daun pintu dibagian kiri dan kanannya. Gambar dibawah


adalah denah dari penggambaran ulang

Gambar 4. 6 Denah Rumah Istana Kerajaan Sawang (Gambar ulang, 2023)


2. Tampak Bangunan
Tampak ialah gambaran fisik luar bangunan yg tampak secara 2
dimensi. Tampak biasanya direncanakan atau dicat untuk menambah
ukuran atau menonjolnya suatu benda atau area pada bangunan.

Tampak bangunan terdiri dari depan, belakang, kanan, dan kiri


tampak. Perhatian pada tampak depan pada gambar 4.7 Pada pintu
masuk memakai cripedoma berupa trap-trap anak tangga untuk masuk
ke bangunan dan juga menggunakan dua daun pintu pada bagian
entrance. Bisa dilihat juga bangunan ini menggunakan jendela
berbingkai kayu untuk setiap jendela kiri dan kanannya dan juga
dilengkapi dengan kanopi berbahan kayu diatas jendelanya. Bentuk
atapnya kombinasi antara atap perisai dengan atap kerucut pada bagian
depan dan menggunakan material penutup genteng dan ada hiasan
49

runcing atau nok acroterie di pucuk atapnya yang memberikan kesan


eropa pada bangunan ini.

Gambar 4. 7 Tampak Depan (Gambar Ulang, 2023)


Pada tampak belakang Gambar 4.8 dapat dilihat pada bagian pintu
belakang juga memakai cripedoma dan dengan dua daun pintu untuk
pintu belakangnya dan di tiap jendela menggunakan jendela berbingkai
kayu dan juga dilengkapi kanopi berbahan kayu.

Gambar 4. 8 Tampak Belakang (Gambar Ulang, 2023)

Pada tampak samping gambar 4.9 dan gambar 4.10 bentuk


keseluruhan juga megikuti gaya Arsitektur kolonial. Bagian jendela
juga dilengkapi dengan bingkai kayu dan juga kanopi.
50

Gambar 4. 9 Tampak samping kanan (gambar ulang, 2023)

Gambar 4. 10 Tampak samping kiri (Gambar ulang, 2023)


3. Bahan Bangunan
Struktur seperti rumah, gedung, jembatan, dan lain-lain dibangun
dengan bahan bangunan. Bahan bangunan dapat berupa bahan alami
seperti kayu, batu, pasir, dan tanah liat, atau bahan buatan seperti beton,
baja, dan bahan kimia lainnya.
Bangunan ini dibangun menggunakan konsep kombinasi antara
Arsitektur kolonial dan juga Arsitektur local untuk daerah yang beriklim
tropis basah dengan bahan material kayu mulai dari rangka atap,
dinding, pintu, jendela, kolom, serta Sebagian lantainya. Pada gambar
4.11 dapat dilihat foto dokumentasi pada bangunan istana kerajaan
sawang.
51

Gambar 4. 11 Material bangunan (Dokumentasi, 2023)


4. Sistem Kontruksi
Sistem konstruksi adalah suatu sistem yg terdiri dari banyak sekali
elemen yg saling terkait serta berinteraksi buat membangun atau
memperbaiki struktur bangunan. Sistem konstruksi mencakup aneka
macam aspek, seperti perencanaan, desain, pengadaan bahan, aplikasi
konstruksi, pengawasan, dan pemeliharaan. Sistem konstruksi harus
memenuhi persyaratan tertentu seperti keamanan, kekuatan, ketahanan
terhadap cuaca, serta daya tahan terhadap waktu agar dapat
dipergunakan secara efektif pada konstruksi bangunan. Sistem
konstruksi juga bisa mencakup penggunaan teknologi serta metode
konstruksi yg inovatif buat menaikkan efisiensi serta kualitas konstruksi.

Pada bangunan ini sistem kontruksinya menggunakan sistem


kontruksi dinding pemikul dan pondasi tapak dari beton. Bentuk
atapnya kombinasi antara atap perisai dengan atap kerucut pada bagian
depan dan menggunakan penutup atap genteng. Pada gambar 4.12
adalah penggambaran ulang dari bangunan ini.
52

Gambar 4. 12 Sistem kontruksi (Gambar ulang,2023)


4.3.2 Karakter Visual Kantor Pos Polisi
1. Atap
Atap merupakan bagian struktur bangunan yang melindungi bagian
atasnya. Atap dapat terbuat dari banyak sekali jenis bahan seperti
genteng, seng, asbes, beton, dan lain-lain. Atap juga bisa mempunyai
banyak sekali bentuk dan desain, seperti atap datar, atap cekung, atap
pelana, atap limasan, dan lain-lain. Fungsi utama atap adalah melindungi
bangunan dari cuaca seperti hujan, panas, serta angin. Selain itu, atap
juga dapat memberikan nilai keindahan serta estetika pada bangunan.
53

Bentuk atap pada bangunan ini adalah kombinasi antara atap


perisai dengan atap kerucut dan menggunakan penutup material genteng.
Terdapat tiga buah hiasan nok acroteria pada bagian kiri, kanan dan
depan atap yang meruncing ke atas. Warna atap bangunan hitam, pada
keseluruhan bagian atap tidak ditemikan ornament yang mencolok.
Karena atap sangat menentukan bangunan kolosal dan masif, maka
menggambarkan karakter tersebut. Saat ini belum ada perubahan yang
signifikan dari dulu pada atapnya. Pada gambar adalah foto dokumentasi
dan gambar ulang dari atap bangunan ini.

Gambar 4. 13 Tampak atap bangunan (Gambar ulang dan dokumentasi, 2023)

2. Dinding Eksterior
Dinding eksterior merupakan bagian dari struktur bangunan yang
terletak pada luar bangunan serta berfungsi sebagai pelindung dari cuaca
dan lingkungan luar. Dinding eksterior bisa terbuat dari aneka macam
jenis bahan seperti beton, bata, kayu, serta lain-lain. Dinding eksterior
juga dapat mempunyai berbagai bentuk dan desain, seperti dinding
plester, dinding bata ekspos, dinding kayu, dan lain-lain.
Bangunan ini menggunakan ontruksi dinding pemikul, dinding
bermaterial kayu. Terdapat relief kayu pada area dinding depan. Secara
keseluruhan dinding bangunan ini menggunakan bahan material kayu.
54

Warna yang digunakan pada dinding eksterior ini krem lebih ke


coklat karena warnanya sudah mulai pudar akibat terbakar di masa
konflik dan terpapar sinar matahari langsung.

Gambar 4. 14 Dinding eksterior (Dokumentasi, 2023)


3. Pintu
Pintu adalah suatu komponen bangunan yang berfungsi sebagai
akses masuk atau keluar dari suatu ruangan atau bangunan. Pintu terdiri
dari bingkai pintu dan daun pintu yang dapat dibuka serta ditutup.
Bingkai pintu terpasang pada dinding serta berfungsi sebagai penyangga
daun pintu.
Pintu pada bangunan ini menggunakan pintu daun ganda dan ada 2
tipe pintu. Tipe 1 (gambar 4.15) dipakai pada pintu masuk atau entrance
pintu keluar. Tipe 2 (Gambar 4.16) digunakan untuk pintu kamar tidur.
55

Gambar 4. 15 Pintu tipe 1 (gambar ulang dan dokumentasi, 2023)

Gambar 4. 16 Pintu tipe 2 (gambar ulang dan dokumentasi, 2023)


4. Jendela
Jendela adalah suatu komponen bangunan yg berfungsi sebagai
bukaan di dinding untuk memasukkan cahaya dan udara ke dalam
ruangan. jendela terdiri dari bingkai jendela serta kaca atau bahan lain yg
bisa dibuka dan ditutup. jendela dapat mempunyai banyak sekali bentuk
dan ukuran, seperti jendela tingkap, jendela geser, jendela lipat, dan lain-
lain. Fungsi utama jendela ialah untuk memberikan sirkulasi udara dan
pencahayaan alami di ruangan, serta memberikan akses pandangan ke
luar bangunan.
Jendela pada bangunan ini merupakan tipe jendela kupu-kupu atau
krepyak/berjalusi berdaun ganda perhatikan gambar 4.17. Material
56

jendela ini bermaterial kayu dan ada 13 buah jendela dengan tipe yang
sama pada bangunan ini, disisi depan terdapat tiga jendela, samping kiri
dan kanan ada tiga jendela, dan dibagian belakang ada enpat jendela.
Jendela ini memiliki dimensi Tinggi 200cm dan lebar 60cm di setiap
daun jendelanya.
Jendela jenis ini merupakan ciri gaya arsitektur transisi yang
mengikuti gaya arsitektur Barat (Belgia) dan Timur (Indonesia)
sebelumnya dan banyak digunakan pada awal abad ke-20.

Gambar 4. 17 Gambar jendela dan letak jendela (Gambar ulang dan dokumentasi,
2023)
5. Kolom
Kolom adalah suatu elemen struktur bangunan yang berfungsi
sebagai penyangga beban struktur di atasnya. Kolom biasanya terbuat
dari bahan beton atau baja dan memiliki bentuk silinder atau persegi.
Kolom dapat ditemukan pada berbagai jenis bangunan seperti gedung,
jembatan, dan rumah. Fungsi utama kolom adalah untuk menopang
beban struktur di atasnya dan mendistribusikan beban tersebut ke lantai
atau fondasi di bawahnya.
Bangunan ini terdapat kolom yang tidak berdiri sendiri tetapi
menyatu dengan dinding. Kolom berbentuk segi empat bermaterial kayu
57

yang dicat dengan warna krem dan tidak terdapat ornament pada kolom.
Perhatikan gambar tiap kolom sudah ditutupi oleh dinding luar dan
dalam, jadi kolom tidak terlihat secara langsung.

Gambar 4. 18 Kolom pada bangunan tertutup dinding (Dokumentasi, 2023)


4.4 Hasil dan Pembahasan
4.4.1 Karakter Visual
a. Langgam
Menurut Handinoto (2012) dalam (Tamimi et al., 2020) Arsitektur era
kolonial mempunyai dampak yang signifikan terhadap pembangunan ekonomi
dan sosial Indonesia. Ada banyak jenis peninggalan sejarah yang berasal dari
periode waktu tersebut; salah satu contohnya adalah arsitektur bergaya kolonial.
Menurut Handinoto dalam (Dafrina et al., 2021) Elemen-elemen utama gaya
Arsitektur terdiri dari denah, tampak, material yang digunakan dan juga struktur
kontruksi, Tiga arsitektur kolonial Belanda tumbuh di Indonesia. Berikut adalah
beberapa majalah arsitektur kolonial paling terkemuka di Indonesia.:

1. Arsitektur Indische Empire Style (abad 18-19)


Architectur Indische Empire adalah periodisasi kolonial di Indonesia
dari abad ke-18 hingga ke-19. Gaya arsitektur ini dipengaruhi oleh
perpaduan antara budaya Belanda dan budaya Indonesia dan memiliki
58

karakteristik seperti penggunaan bahan bangunan dari alam seperti


batu bata, ornamen patung, dan berbagai macam warna dari bahan asli
seperti bata, alam, dan (Purnomo et al., 2017) Arsitektur Indische
Empire juga memiliki ciri khas seperti atap yang melengkung, pintu
dan jendela yang besar, serta ornamen-ornamen yang kaya. Arsitektur
Indische Empire juga dipengaruhi oleh iklim dan lingkungan
Indonesia yang berbeda. Arsitektur kolonial di Indonesia, termasuk
Kerajaan Indische, merupakan hasil pertukaran budaya antara Belgia
dan Indonesia serta dipengaruhi oleh iklim dan lingkungan yang
berbeda. Arsitektur kolonial Indonesia memiliki nilai sejarah yang
tinggi dan penting bagi arsitektur Indonesia.
2. Arsitektur Peralihan/ Transisi 1890 - 1915
Arsitektur transisi adalah salah satu seni kolonial Indonesia pada
periode 1890 hingga 1915. Arsitektur ini menggabungkan kolonial
Belanda dan Indonesia tradisional. (Wihardyanto & Sudaryono,
2020). Arsitektur transisi memiliki karakteristik seperti penggunaan
bahan bangunan dari alam seperti batu bata, ornamen sculptural, dan
bermacam-macam warna dari bahan asli seperti bata, alam, dan kayu.
Selain itu, arsitektur transisi juga memiliki ciri khas seperti atap yang
melengkung, pintu dan jendela yang besar, serta ornamen-ornamen
yang kaya (Azahra et al., 2023). Arsitektur transisi merupakan
periode awal dari perkembangan arsitektur kolonial di Indonesia.
Pada periode ini, arsitektur kolonial mulai dipengaruhi oleh budaya
lokal dan seting lingkungan serta iklim yang berbeda di Indonesia.
Arsitektur transisi juga menjadi awal dari perkembangan arsitektur
kolonial modern yang berkembang pada tahun 1915-1940. Dalam
perkembangannya, arsitektur transisi banyak diterapkan pada
bangunan-bangunan penting di Indonesia seperti gereja, kantor
pemerintahan, dan bangunan-bangunan publik lainnya (Ilman &
Mudhoofar, 2020).
3. Arsitektur Kolonial Modern 1915 – 1940
59

Arsitektur kolonial Indonesia dimodernisasi antara tahun 1915


dan 1940. Gaya arsitektur ini merupakan gabungan dari arsitektur
kolonial Belgia dan arsitektur Barat modern. Arsitektur kolonial
modern menggunakan material alami seperti batu bata, ornamen
pahatan, dan berbagai warna dari bata, alam, dan kayu. Selain itu,
arsitektur kolonial modern juga memiliki ciri khas seperti atap yang
melengkung, pintu dan jendela yang besar, serta ornamen-ornamen
yang kaya.
Gaya arsitektur kolonial dipengaruhi oleh interaksi antara budaya
Belanda dan Indonesia, dan keduanya memiliki ciri-ciri yang sama
seperti penggunaan bahan-bahan yang bersumber secara lokal (seperti
bambu dan kayu) dan beragam warna alami. (Ilman & Mudhoofar,
2020) Selain itu, banyak faktor lingkungan dan iklim yang
mempengaruhi gaya kolonial di Indonesia. Arsitektur kolonial modern
penting di Indonesia karena dapat mengajarkan cara membaca
arsitektur dalam bahasa Hindi dan memodernisasikannya di wilayah
Barat.

Mengenai tujuan penelitian yaitu Identifikasi Langgam Arsitektur Kolonial


pada Bangunan Peninggalan Kerajaan Sawang tepatnya di Desa Keude Mane atau
biasa disebut Krueng Mane Kecamatan Muara Batu bahwa bangunan ini
merupakan bangunan kolonial Belanda yang diberikan kepada kerajaan sawang
dibawah pimpinan Teuku Keujreun Ali walaupun Sebagian masyarakat tidak
sadar dengan keberadaan bangunan kolonial di daerah ini.

Arsitektur kolonial di Indonesia merupakan bagian penting dalam


perkembangannya. Menurut (Sumalyo, 1993), “Arsitektur Kolonial” merupakan
fenomena kebudayaan antara orang asing dengan masyarakat adat Indonesia.
Menurut catatan sejarah, bangsa Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang
menginjakkan kaki di Indonesia, disusul bangsa Spanyol, Inggris, dan terakhir
Belanda. Saat pertama kali bertemu, niat mereka adalah berbisnis. Dan di
beberapa kota di Indonesia, mereka membangun rumah dan pusat keagamaan di
60

dekat pemukiman petani. Lantai rumah terbuat dari kayu atau papan dan
dilengkapi ijuk sebagai atapnya. Namun karena konflik sering terjadi, mereka
mulai membangun benteng. Hampir seluruh kota besar di Indonesia.

Di Krueng Mane terdapat sebuah bangunan tua peninggalan raja sawang yang
dibangun dengan gaya Arsitektur kolonial namun desainnya sudah beradaptasi
dengan iklim disekitar dengan menggunakan bahan material dari kayu. Gaya
kolonial bangunan ini termasuk dalam Arsitektur peralihan atau transisi yang
merupakan periode arsitek kolonial Belanda di Indonesia mulai tahun 1890 –
1905.

4.4.2 Analisa Langgam dan karakter Visual pada bangunan Peninggalan


Kerajaan Sawang
(Hartono & Handinoto, 2007) mengatakan bahwa Arsitektur peralihan atau
transisi di indonesia dari akhir abad 19 ke abad 20, berdasarkan kesamaan
karakteristik pada bangunan peninggalan kerajaan sawang dominan masuk ke
arsitektur peralihan atau transisi.
Tabel 4. 1 Analisa Langgam Arsitektur Kolonial pada Istana Kerajaan Sawang

Elemen Langgam Arsitektur (Hartono & Handinoto, 2007)

No Gambar dan Dokumentasi Foto Rumah Peninggalan Analisa Berdasarkan Gaya Arsitektur Peralihan/transisi
. Kerajaan Sawang.

1.  Denah Simetri
 Terdapat Ruang tengah (Central Room) sebagai ruang tamu dan
berhubungan dengan ruang keluarga.

2.  Tampak Simetri
 Kolom menyatu dengan dinding
 Ada elemen tower di bagian atas atap yang berbentuk kerucut
 Terjadi perubahan pada tampak akibat kerusakan pada saat
konflik dan saat terjadi bencana gempa dan tsunami di tahun
2004. Sebagian elemen seperti jendela, pintu, dan kanopi telah
Tampak Sebelumnya Tampak Sekarang hilang dan rusak karena kejadian tersebut.

61
62

Tabel Lanjutan 4.1

Elemen Langgam Arsitektur (Hartono & Handinoto, 2007)

No Gambar dan Dokumentasi Foto Rumah Peninggalan Analisa Berdasarkan Gaya Arsitektur Peralihan/transisi
. Kerajaan Sawang.
3.  Menggunakan material beton pada struktur pondasi .
 Material kayu pada jendela, pintu, dan juga dinding.
 Penggunaan material kayu pada struktur kuda-kuda.
 Bangunan didominasikan dengan material kayu.

4.  Pembangunan pemikul ruang makan.


 Menggunakan sistem konstruksi kolom dan balok.
 Bangunan terbuat dari kayu perisai dan kerucut, ditutup dengan
tutup kayu genteng .
 Menggunakan pondasi dengan bahan beton.
63

Tabel 4. 2 Analisa karakter Visual Pada Istana Kerajaan Sawang

Karakter Visual (Handinoto, 2010)


No. Gambar dan Dokumentasi Foto Rumah Peninggalan Analisis berdasarkan gaya Arsitektur peralihan/transisi
Kerajaan Sawang.
1. Atap  Pemanfaatan model perisai dan kerucut dari bahan genteng;
 Struktur kayu di kuda-kuda
 Terdapat acroteria nok di daerah kiri, kanan, dan depan..

2. Dinding Eksterior  Dinding bagian luar dan dalam menggunakan material kayu.
 Kontruksi dindidng pemikul.
 Terdapan hiasan relief dari kayu pada dinding bagian depan di area
entrance.

Tabel lanjutan 4.2


64

Karakter Visual (Handinoto, 2010)


No. Gambar dan Dokumentasi Foto Rumah Peninggalan Analisis berdasarkan gaya Arsitektur peralihan/transisi
Kerajaan Sawang.
1. Pintu  Pintu bermaterial kayu.
 Terdapat 2 model pintu. Dua-duanya menggunakan model pintu
ganda (dua daun pintu). Tipe 1 dipakai bagian entrance memiliki
kisi-kisi ventilasi tembus. Tipe 2 dipakai pada kamar tidur dan
model ini terdapat ornament grid pada pintu.

Tipe 1 Tipe 2
2. Jendela  Memanfaatkan salah satu jenis ubur-ubur yaitu kupu-kupu atau
krepyak yang berbentuk agar-agar dan ganda;
 Menggunakan material kayu.
 Sama seperti peringatan pintu, atau peringatan krem.

Tabel Lanjutan 4.2


65

Karakter Visual (Handinoto, 2010)


No. Gambar dan Dokumentasi Foto Rumah Peninggalan Analisis berdasarkan gaya Arsitektur peralihan/transisi
Kerajaan Sawang.
1. Kolom  Kolom berbentuk segi empat.
 Bermaterial kayu.
 Tidak terdapat ornament pada kolom
 Tidak ada kolom bergaya Yunani.

Kolom tertutup dinding


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Bersadarkan hasil pembahasan dari penelitian yang dilakukan, dapat
diperoleh kesimpulan mengenai identifikasi langgam Arsitektur pada bangunan
peninggalan kerajaan sawang. Berdasarkan hasil dari identifikasi yang dilakukan,
bangunan istana kerajaan Sawang ini termasuk kedalam jenis langgam arsitektur
Peralihan atau transisi. Ini adalah perbandingan arsitektur kolonial dan tradisional
di Belgia.

Pengaruh gaya tertentu dalam desain arsitektur mudah dikenali dan


dipahami, misalnya melalui penggunaan motif, komponen struktur, dan elemen
dekoratif yang dapat dikenali.

Menurut (Fajarwati, 2011), karakter suatu objek arsitektur terdiri dari


perpaduan kualitas-kualitas yang berbeda menjadi satu kesatuan yang utuh,
sehingga memberikan kualitas dan karakteristik yang membedakannya dari objek
lain.

Indonesia pada masa pemerintahan kolonial Belanda melampaui pengaruh


Barat (gaya Barat) dalam segala bidang kehidupan, termasuk perencanaan kota
dan konstruksi. Karena percampuran budaya, arsitektur kolonial di Indonesia
sering dianggap unik. Jika dilihat dari kejauhan, arsitektur kolonial di berbagai
wilayah di Indonesia menunjukkan perbedaan dan persamaan yang halus namun
nyata.

Arsitektur kolonial merupakan gaya yang berkembang selama 350 tahun


Belanda memerintah Indonesia (1600-1942). Masa ini dikenal dengan masa
kolonial.

66
67

5.2 Saran
Hasil penelitian yang bertajuk “Identifikasi langgam Arsitektur Kolonial
Pada Bangunan peninggalan Kerajaan Sawang” ini diharapkan dapat menjadi
sumber untuk mengetahui lebih jauh makna sejarah arsitektur kolonial di Aceh
Utara dan kota-kota lainnya.

Dan hadirnya penelitian ini dapat membuka mata kita akan pentingnya
mengetahui atau memiliki pengetahuan terhadap bangunan-bangunan bersejarah
yang ada di sekitar kita agar kita dapat mengapresiasi keberadaannya.

Para peneliti dan sejarawan berharap bangunan bersejarah di Aceh Utara


dapat menjadi sumber edukasi bagi masyarakat lokal maupun pengunjung.

Menciptakan nilai sejarah bangunan kolonial dengan menjelaskan


hilangnya masa lalu, mempelajari tujuannya dan bagaimana penerapannya dalam
bidang pendidikan, pariwisata, dan perekonomian.

DAFTAR PUSTAKA
68

Alim Saifulloh, Y., & Hanan Pamungkas, J. (2018). Arsitektur Kolonial Gaya Empire Style
Di Kota Surabaya Tahun 1900-1942. Avatara, 6(3), 98–107.

Ashadi. (2016). Peradaban dan Arsitektur Modern. Jakarta: Arsitektur UMJ Press.

Atika, J. (2016). Kajian Interior Bangunan Pada Pt. Pos Medan. PROPORSI : Jurnal Desain,
Multimedia Dan Industri Kreatif, 2(1), 13–22.
https://doi.org/10.22303/proporsi.2.1.2016.13-22

Azahra, S., Larasati, N. P., Basri, D. M. E., & Rahardjo, A. H. (2023). Studi Karakteristik
Fasad Arsitektur Transisi pada Gereja di Jakarta. Arsitekta : Jurnal Arsitektur Dan Kota
Berkelanjutan, 5(01), 44–53. https://doi.org/10.47970/arsitekta.v5i01.410

Dafrina, A., Hassan, S. M., & Zahara, A. (2021). Identifikasi Langgam Gaya Arsitektur
Transisi/Peralihan Serta Karakter Visual Fasad Pada Arsitektur Peninggalan Kolonial Di
Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Arsitekno, 8(2), 56.
https://doi.org/10.29103/arj.v8i2.4159

Fadli, M. R. (2021). Memahami desain metode penelitian kualitatif. Humanika, 21(1), 33–54.
https://doi.org/10.21831/hum.v21i1.38075

Harimu, T. A., Antariksa, & Wulandari, L. D. (2012).


Tipologi_Wajah_Bangunan_Arsitektur_Kolon. ARSKON,Jurnal Arsitektur Dan
Konstruksi, 1(1), 66–79.

Hartono, S., & Handinoto, H. (2007). “the Amsterdam School” Dan Perkembangan
Arsitektur Kolonial Di Hindia Belanda Antara 1915-1940. DIMENSI (Journal of
Architecture and Built Environment), 35(1), 46–58.
https://doi.org/10.9744/dimensi.35.1.46-58

Ilman, N., & Mudhoofar. (2020). Karakteristik Langgam Arsitektur Kolonial Studi Kasus :
Gedung Balaikota Cirebon. Jurnal Arsitektur, 12(11), 23–26.

Kusuma. (2019). ‘ KAJIAN SEMIOTIKA ” PADA BANGUNAN KANTOR POS BESAR


MEDAN. 1814310111, 1–18.

Pratama, N., Rahmadianto, S. A., & Nugroho, D. P. (2022). Perancangan Buku Fotografi
Arsitektur Kolonial Untuk Meningkatkan Daya Tarik Wisata Heritage Di Kota Malang.
69

Sainsbertek Jurnal Ilmiah Sains & Teknologi, 3(1), 152–168.


https://doi.org/10.33479/sb.v3i1.207

Purnomo, H., Waani, J. O., & Wuisang, C. E. V. (2017). Gaya & Karakter Visual Arsitektur
Kolonial Belanda di Kawasan Benteng Oranje Ternate. Jurnal Media Matrasain, 14(1),
23–33. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmm/article/view/15443/14987

Safeyah, M. (2006). Perkembangan Arsitektur Kolonial di Kawasan Potroagung. Jurnal


Rekayasa Perencanaan, 3(1), 1–11.

Sukarno, P. G., Antariksa, & Suryasari, N. (2014). Karakter Visual Fasade Bangunan
Kolonial Belanda. NALARs: Jurnal Arsitektur, 13(2), 99–112.

Tamimi, N., Fatimah, I. S., & Hadi, A. A. (2020). Tipologi Arsitektur Kolonial Di Indonesia.
Vitruvian Jurnal Arsitektur Bangunan Dan Lingkungan, 10(1), 45.
https://doi.org/10.22441/vitruvian.2020.v10i1.006

Tutuko, P. (2003). Ciri khas arsitektur rumah belanda (Studi Kasus Rumah Tinggal Di
Pasuruan). MINTAKAT Jurnal Arsitektur, 2(1), 1–14.

Wardani, L. K., & Isada, A. (2009). Gaya Desain Kolonial Belanda Pada Interior Gereja.
Dimensi Interior, 7(1), 52–64.

Wihardyanto, D., & Sudaryono, S. (2020). Arsitektur Kolonial Belanda Di Indonesia Dalam
Konteks Sejarah Filsafat Dan Filsafat Ilmu. Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, 7(1), 42.
https://doi.org/10.26418/lantang.v7i1.35500

Wulur, F. A., Kumurur, V. A., & Kaunang, I. R. B. (2015). Abstrak. Kota Manado adalah
salah satu kota yang dibangun oleh kolonial Belanda. Pusat kegiatan. Sabua, 7(1), 371–
382. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/SABUA/article/view/8279/7838

Anda mungkin juga menyukai