Anda di halaman 1dari 20

KAJIAN KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH

(Studi Kasus : Gedung Balai Kota Lama, Medan)

LAPORAN SEMINAR

Sebagai Syarat Untuk Lulus Mata Kuliah

Seminar Arsitektur

Oleh :

DITA HASANAH

NIM : 180160012

DOSEN PEMBIMBING

SORAYA MASTHURA HASSAN ST., M. Sc

NIP : 198308272008 122004

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

2021
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

BAB I. PENDAHULUAN .....................................................................................

1.1. Latar Belakang ...................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah ..............................................................................3
1.3. Tujuan Penelitian ...............................................................................3
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................3
1.5.Sistematik Penelitian...........................................................................4

BAB II. STUDI PUSTAKA ....................................................................................

2.1. Landasan Teori .................................................................................. 6

2.1.1. Latar Belakang Konservasi ..................................................... 6

2.1.2. Pengertian Konservasi ............................................................ 7

2.1.3. Jenis-jenis Konservasi ............................................................. 8

2.1.4. Tujuan Konservasi ..................................................................9

2.1.5. Manfaat Konservasi ................................................................ 9

2.1.6. Defenisi Bangunan Bersejarah .............................................. 10

2.1.7. Ciri-ciri Bangunan Bersejarah .............................................. 10

2.2. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 11

BAB III. METODE PENELITIAN .......................................................................

3.1. Jenis Penelitian ................................................................................ 12

3.2. Variabel Penelitian ........................................................................... 13

3.3. Populasi dan Sampel ........................................................................ 13

3.4. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 13

i
3.5. Kawasan Penelitian .......................................................................... 14

3.6. Metode Analisis Data....................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi saat ini, bangunan bersejarah sudah mulai dilupakan oleh
masyarakat khususnya dari kalangan generasi muda. Perkembangan zaman dan
kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan bersejarah kini terkesan tidak
menarik lagi dan terlihat membosankan. Akan tetapi, di setiap negara pasti memiliki
sejarah berdiri dan berkembangnya hingga pada saat ini. Dan tentunya memiliki
bangunan peningalan sejarah. Dengan adanya sejarah serta peninggalan bangunan
bersejarah tersebut maka dapat diketahui asal usul dan identitas diri dari suatu
bangsa tersebut yang dapat memberikan sebuah pelajaran yang cukup berharga.

Sebenarnya, pemerintah Indonesia sangat peduli dengan bidang pelestarian.


Hal itu dapat dibuktikan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (Amandemen ke- 4) berdasarkan Pasal 32, Ayat 1 yang berkaitan
dengan pelestarian, “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah
peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya. Kemudian negara juga menghargai dan
menghormati kesatuan-kesatuan hokum adat”.

Keberadaan bangunan kuno dan bangunan peninggalan sejarah dapat di


katakan sangat penting karena merupakan bukti warisan peninggalan sejarah dari
generasi sebelumnya dan menjadi saksi bisu tentang sejarah perjalanan sebuah
kota-kota kecil maupun kota-kota besar yang dapat ditemui hampir di seluruh
Indonesiaa. Sebagian besar masih dalam keadaan yang baik dan masih dapat
digunakan dan dijaga dengan baik. Namun, ada beberapa juga yang mengalami
kerusakan dan terbengkalai sehingga perlu mendapat tindakan konservasi.
Budiharjo, Sidharta, 1989 (dalam Santoso et al., 2018) menyebutkan bahwa dalam
upaya menjabarkan strategi pembangunan yang berwawasan “identitas”,
konservasi bangunan bersejarah/kuno menjadi salah satu aspek yang sering

1
dilupakan. Banyak bangunan baru yang lebih mengesankan modernitas. Akibatnya,
banyak bangunan bersejarah/kuno yang digusur atau dibongkar dengan alasan
untuk fasilitas baru. Dengan hilangnya bangunan bersejarah/kuno tersebut maka
lenyap pula lah dari sejarah suatu tempat yang sebenarnya telah menciptakan suatu
identitas tersendiri. Maka akan timbul erosi identitas budaya, dengan lenyapnya
bangunan kuno yang merupakan bangunan warisan berharga dari nenek moyang.

Di kota Medan sendiri, memiliki beragam bangunan bersejarah yang perlu


mendapat tindakan konservasi. Bangunan bersejarah tersebut ada yang berumur
sampai 100 tahun yang sebagiannya merupakan peningalan pada zaman kolonial
Belanda dan pada masa kerajaan pemerintahan Kesultanan Deli. Bangunan-
bangunan tersebut antara lain yaitu Gedung London Sumatera, Kantor Pos dan
Giro, Mesjid Al-Mashun Medan, Tjong A Fie, Istana Maimun, Gedung Balai Kota
Lama Medan (Bank Indonesia), Vihara Gunung Timur, Menara Air Tirtanadi, Kuil
Shri Mariaman, Gereja Katedral Medan, Masjid Al-Osmani, Gereja Immanuel,
Gereja HKBP, Restoran Tip Top, dan Masjid Gang Bengkok. Dari beberapa
bangunan bersejarah diatas Gedung Balai Kota Lama Medan (Bank Indonesia)
belum mengalami tindakan konservasi. Gedung Balai Kota Lama Medan adalah
sebuah gedung tua dari peningalan Belanda yang dibangun pada tahun 1908.
Gedung ini di desain oleh seorang arsitek Belanda yang bernama Hulswit dan
Forment Weltevreden. Pada tahun 1923 bangunan ini direnovasi oleh Eduard
Cuypers arsitek bangunan Hindia Belanda. Gedung Balai Kota Lama Medan berada
di lokasi Jl. Balai Kota No.2, Kesawan, Kec. Medan Bar., Kota Medan, Sumatera
Utara.

Dulunya bangunan ini digunakan oleh Pemerintah Belanda untuk


pertemuan bagi para pejabat tinggi Belanda. Gedung ini juga awalnya akan
dijadikan Bank Indonesia (saat itu De Javasche Bank), namun dibeli oleh
pemerintah Medan. Dalam beberapa waktu gedung ini sempat tidak terawat dan
terlihat usang. Namun, untuk saat ini Gedung Balai Kota Lama Medan ini menjadi
titik kilometer nol kota Medan. Pada 16 Januari 2010 bertepatan dengan pembukaan
Grand Aston City Hall Medan gedung Balai Kota Lama Medan ini sudah menjadi
bagian dari Archipelago Internasional. Karna tingginya nilai sejarah gedung Balai
Kota Lama Medan ini, Grand Aston City Hall Medan memutuskan untuk mengubah

2
fungsi bangunan ini menjadi restoran mewah bergaya colonial yang diberi nama
D’Heritage.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah


yang muncul adalah sebagai berikut :

1. Apakah Gedung Balai Kota Lama Medan layak mendapat tindakan


konservasi jika ditinjau dari pandangan masyarakat?
2. Bagaimanakah pandangan masyarakat terhadap Gedung Balai Kota Lama
Medan sebagai salah satu bangunan bersejarah di Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan laporan penelitian Kajian Konservasi


Bangunan Bersejarah Gedung Balai Kota Lama Medan ini bertujuan sebagai
berikut :

1. Untuk menetahui apakah Gedung Balai Kota Lama Medan layak untuk
mendapat tindakan konservasi.
2. Untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap Gedung Balai Kota
Lama Medan sebagai salah satu bangunan bersejarah di Medan.
3. Untuk mengetahui kemungkinan masyarakat awam untuk terlibat secara
langsung dalam tindakan konservasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Sesuai dengan latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian


yang telah dijabarkan, maka manfaat penelitian yan diharapkan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :

3
1. Manfaat teoritis

Manfaat yang diambil dari hasil penelitian ini adalah dapat menambah wawasan
keilmuwan yang berkaitan dengan kajian konservasi bangunan bersejarah serta
dapat dijadikan acuan dalam melakukan kegiatan penelitian yang sejenis.

2. Manfaat praktis

Manfaat yang diambil dari hasil penelitian ini adalah dapat dijadikan salah satu
bahan masukan dalam melakukan tindakan konservasi bangunan bersejarah
serta dapat memberikan pemahaman yang tepat kepada masyarakat
mengenaiperannya dalam konservasi bangunan bersejarah.

1.5 Sistematik Penelitian

Penulisan penelitian disajikan dalam bab-bab sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Membahas tentang latar belakang dilakukannya penelitian sehingga


menimbulkan research question didalam rumusan masalah, tujuan
penelitian, batasan penelitian dan manfaat penelitian.

BAB II STUDI PUSTAKA

Berisi penjelasan mengenai teori yang berasal dari literatur review, teks,
buku, maupun jurnal yang dijadikan sebagai acuan dalam menyelesaikan
masalah yang telah ditemukan pada BAB I.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Berisi penjelasan dari metode penelitian dan penerapan metode pada


permasalahan yang dikaji.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi pembahasan kasus di lapangan dengan menggunakan teori yang ada


pada BAB III.

4
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi rigkasan mengenai apa yang telah di dapat dari kasus penelitian yang
telah dikupas menggunakan teori, dan saran.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.2 Latar Belakang Konservasi

Menurut Robert Stipe dalam Legal Tecchniques in Historic Preservation


(1972), menyatakan bahwa hal yang menyebabkan kita melakukan konservasi
terhadap objek-objek sejarah adalah karna sebagai penghubung untuk ke masa
lalu; menyelamatkan sebagian warisan fisik karena kita hidup dizaman teknologi
komunikasi dan globalisasi dimana terjadinya homogenitas budaya; usaha-usaha
konservasi dapat memelihara perikehidupan social dan kemanusiaan dalam
masyarakat (Sutanto, 2015) .

Danisworo (1999) menyatakan bahwa hal yang dapat melatar belakangi


pentingnya memelihara asset kota dapat dijelaskan sebagai berikut (Sutanto,
2015):

• Identitas dan “Sense of Place”. Penigkatan sejarah adalah satu-satunya hal


fisik yang dapat menghubungkan kita dengan masa lalu, menghubungkan
kita dengan tempat tertentu. Ia merupakan bagian identitas dari kita
sehingga membuat kita berbeda dari orang lain.
• Nilai Sejarah dalam perjalanan sejarah bangsa, terdapatnya peristiwa yang
penting untuk dikenang, dihormati, dan dipahami oleh masyarakat.
Memilihara bangunan yang bernilai historis akan menunjukkan
penghormatan kita pada masa lalu yang merupakan eksistensi pada masa
sekarang.
• Manfaat Ekonomis Bangunan yang telah ada sering kali memiliki
keunggulan ekonomis tertentu. Masih banyak bangunan lama yang berada
dalam kondisi yang masih baik.

6
• Nilai Arsitektural pada mulanya, menjadi salah satu alasan memelihara
bangunan dan lingkungan yang memiliki sejarah karena nilai intriksiknya
sebagai karya seni.
• Banyaknya sumber inspirasi tempat dan bangunan bersejarah yang masih
berubungan dengan rasa patriotism, gerakan social, serta orang dan
peristiwa penting di masa lalu.

2.1.1 Pengertian Konservasi

Konservasi merupakan tindakan atau upaya yang dilakukan untuk


menceghnya kerusakan dan memperpanjang usia suatu bangunan atau kawasan
yang memiliki sejarah. Menurut Sidharta dan Budihardjo (1988), konservasi
merupakan suatu upaya untuk melestarikan bangunan atau lingkungan untuk
mengatur penggunaan serta arah perkembangannya sesuai dengan kebutuhan saat
ini dan masa yang akan datang sedemikian rupa sehingga makna kulturalnya akan
dapat tetap terpelihara (F, 1967).

Menurut Danisworo (1991), konservasi merupakan upaya memelihara suatu


tempat berupa lahan, kawasan, gedung maupun kelompok gedung. Di samping itu,
tempat yang dikonservasi akan menampilkan makna dari sisi sejarah, budaya,
tradisi, keindahan, sosial, ekonomi, fungsional, iklim maupun fisik (Danisworo,
1992).

Dari aspek proses disain perkotaan (Shirvani, 1984), konservasi harus


memproteksi keberadaan lingkungan dan ruang kota yang merupakan tempat
bangunan atau kawasan bersejarah dan juga aktivitasnya (F, 1967).

Cowherd (1999) mengatakan bahwa konservasi bukanlah merupakan ilmu


pasti tetapi lebih mirip pada suatu seni. Maksud dari pernyataan ini adalah warisan
budaya tidaklah mungkin ditentukan dengan kriteria ilmiah dan terukur saja, tetapi
lebih pada cerminan dari tata nilai masyarakat yang lebih berupa cerminan dari tata
nilai masyarakat yang senantiasa berubah. Secara sederhana konservasi merupakan
penyelesaian restorasi atau rekonstruksi bangunan dalam upaya mencapai idealisme
kontemporer akan langgam murni dari bayangan masa lampau dengan

7
mencerminkan perhatian terus-menerus akan pengkajian kritis terhadap nilai-nilai
sejarah dari warisan lingkungan binaan, serta pemeliharaan dari penghancuran dini
dan perusakan oleh kekuatan alam maupun manusia.

Davidson (1996) membahas Piagam Burra Charter yang memberikan


pengertian dan batasan mengenai konservasi, yaitu sebagai proses pengelolaan
suatu tempat agar makna kultural (cultural significance) yang ada terpelihara
dengan baik sesuai situasi dan kondisi setempat. Oleh karena itu, kegiatan
konservasi dapat pula mencakupi ruang lingkup preservasi, restorasi, rekonstruksi,
adaptasi, dan revitalisasi (Marquis-Kyle & Walker, 1996; Al-vares, 2006) dalam
(Sutanto, 2015).

2.1.3 Jenis-Jenis Konservasi

Dalam pelaksanaan konservasi terhadap kawasan/ bangunan cagar budaya,


maka ada tindakan-tindakan khusus yang harus dilakukan dalam setiap
penanganannya, antara lain: Konservasi yaitu semua kegiatan pemeliharaan suatu
tempat sedemikian rupa sehingga mempertahankan nilai kulturalnya; Preservasi
yaitu mempertahankan bahan dan tempat dalam kondisi eksisting dan
memperlambat pelapukan; Restorasi/Rehabilitasi adalah upaya mengembalikan
kondisi fisik bangunan seperti sediakala dengan membuang elemen-elemen
tambahan serta memasang kembali elemen-elemen orisinil yang telah hilang tanpa
menambah bagian baru; Rekonstruksi yaitu mengembalikan sebuah tempat pada
keadaan semula sebagaimana yang diketahui dengan menggunakan bahan lama
maupun bahan baru dan dibedakan dari restorasi; Adaptasi/ Revitalisasi adalah
segala upaya untuk mengubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang
sesuai; Demolisi adalah penghancuran atau perombakan suatu bangunan yang
sudah rusak atau membahayakan. (Burra Charter, 1999).

8
Tabel 2.1 Jenis Kegiatan dan Tingkat Perubahan

2.1.4 Tujuan Konservasi

Tujuan konservasi adalah untuk memberikan kualitas hidup yang baik bagi
masyarakat disekitar objek yang dikonservasi, menghasilkan keuntungan dan
pendapatan, serta lingkungan yang ramah. Akan tetapi tetap memelihara ciri khas
dan sumber daya lingkungan dan melestarikannya untuk kebutuhan hidup di zaman
modern dan kualitas hidup yang lebih baik. Dampak dari perubahan yang dimaksud
tidak terjadi secara drastis, namun secara perlahan dan alami (Adhishakti, 1997)
dal.

Menurut David Poinsett, Preservation News (July, 1973. P5-7), keberadaan


preservasi objek-objek bersejarah biasanya mempunyai tujuan:

• Pendidikan
• Rekreasi
• Inspirasi
• Ekonomi

2.1.5 Manfaat Konservasi

Hal yang dapat mendorong masyarakat agar melakukan tindakan pelestarian


apabila manfaat pelestarian sudah diketahui sebelumnya agar Tindakan pelestarian

9
memiliki tujuan yang jelas. Usaha-usaha pelestarian dapat berdampak pada bidang
ekonomi, sosial, dan budaya (Jacob, 1992) dalam (Sutanto, 2015).

Budihardjo (1995) menyatakan bahwa upaya pelestarian memiliki manfaat yaitu


memperkaya pengalaman visual, memberi ingatan sejarah, memberikan catatan
sejarah berupa bentuk fisik. Kelestarian situs bersejarah adalah salah satu asset
komersil terbesar dalam kegiatan wisata internasional; dengan dilestarikannya
warisan yang berharga maka generasi selanjutnya dapat belajar dan mengenali
warisan-warisan bersejarah tersebut dan menghargai sebagaimana yang dilakukan
pendahulunya.

2.1.6 Defenisi Bangunan Bersejarah

Menurut UU No 28/2002 : Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil


pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau
seluruhnya berada di atas atau di dalam tanah atau air, yang berfungsi sebagai
tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal,
kegiatan keagamaan, kegiatan usaha kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan
khusus.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya


menyatakan bahwa: “Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat
dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang
berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap”

2.1.7 Ciri-ciri Bangunan Bersejarah

Berdasarkan undang-undang no 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, pasal


5 menyatakan bahwa benda, bangunan, atau struktur cagar budaya apabila memiliki
kriteria atau ciri-ciri:

a. Berusia 50 tahun atau lebih


b. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun
c. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan atau kebudayaan
d. Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa

10
Sedangkan dalam pasal 7 dijelaskan bahwa Bangunan Cagar Budaya dapat:

a. Berunsur tunggal atau banyak;


b. Berdiri bebas atau menyatu dengan formasi alam

2.2 Kerangka Pemikiran

11
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif korelasional
dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian
yang menggambarkan kejadian yang pernah ada, baik yang sedang berlangsung
ataupun yang sudah terjadi. Penelitian ini tidak dapat memanipulasi atau mengubah
variabel-variabel yang ada, tetapi mendeskripsikan kondisi objek penelitian yang
sebenarnya. Deskripsi kondisi tersebut dapat dilakukan individual atau
menggunakan angka-angka. Sukmadinata (dalam Sutanto, 2015))

Faenkel dan Wallen (dalam Sucliany, 2015), menyatakan bahwa penelitian


korelasi atau korelasional adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan dan tingkatan antar dua variabel tanpa memanipulasi data variabel.
Hubungan dan tingkat variabel penting adanya. Tingkat hubungan yang ada dapat
dikembangkan oleh peneliti sesuai dengan tujuan penelitian.

Penelitian kuantitatif menurut Sugiyono (2007), adalah metode penelitian yang


digunakan untuk meneliti populasi tertentu dengan berlandaskan pada metode
ilmiah. Pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random. Analisis
data bersifat kuantitatif atau statistic dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang
telah ditetapkan.

Kesimpulan dari uraian di atas adalah metode deskriptif korelasional dengan


pendekatan kuantitatif yaitu suatu bentuk penelitian yang berdasarkan data primer
maupun sekunder yang sudah terkumpul selama penelitian secara sistematis
tentang fakta dan sifat dari objek yang diteliti dengan hubungan antar variabel
kemudian diinterpretasikan berdasarkan teori dan literatur yang berhubungan
dengan konservasi bangunan bersejarah.

12
3.2 Variabel Penelitian
Silaen S. dan Widiyono ( dalam Sutanto, 2015) menyatakan bahwa variabel
adalah segala bentuk berupa nilai yang dapat menjadi tolak ukur dalam observasi
lapangan. Variabel penelitian ini adalah kelayakan bangunan Balai Kota Lama
untuk dikonservasi berdasarkan persepsi masyarakat.

3.3 Populasi dan Sampel


Sugiyono (2018), menyatakan bahwa populasi merupakan kesimpulan dari
objek atau subjek yang memiliki karakter tertentu yang kemudian disimpulkan oleh
peneliti. Populasi dari penelitian ini adalah remaja dan dewasa berusia 18-30 tahun
yang berpendidikan.

Sugiyono (dalam Sutanto, 2015) menjelaskan bahwa sampel adalah contoh


kecil dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut yang dapat
mewakili keseluruhan populasi.

Champion, 1981 (dalam Sutanto, 2015) mengatakan bahwa jumlah sampel


yang paling efektif untuk dilakukan uji statistik adalah sebanyak 120 – 250 orang.
Berdasarkan teori tersebut, sampel minimal di dalam penelitian Kajian Konservasi
pada Bangunan Bersejarah (Studi Kasus: Balai Kota Lama, Medan) ini adalah
sebanyak 120 orang dan sampel maksimal adalah sebanyak 250 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data


Salah satu tahapan yang penting dalam proses penelitian adalah
pengumpulan data. Rumusan masalah dapat terjawab apabila proses penelitian
berlangsung dan data yang didapatkan akurat.

Ditinjau dari sumber data, penelitian ini menggunakan data primer dan data
sekunder. Data primer adalah hasil dari metode pengumpulan data dengan cara
tinjauan dan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian, yaitu Gedung
Balai Kota Lama Medan.

13
Data sekunder adalah data yang secara tidak langsung memberikan
informasi kepada peneliti terkait objek yang akan diteliti sehingga peneliti tidak
perlu mencari secara langsung, misalnya melalui media internet, yang memuat
berbagai referensi untuk mendukung penelitian. Contohnya adalah jurnal, skripsi,
tesis, dan e-book. Selain itu, data sekunder dapat juga berupa buku-buku, dokumen-
dokumen penting, ataupun peraturan pemerintah/ kota terkait objek penelitian.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

• Kuesioner/ angket
Pengambilan data dilakukan dengan memberikan atau menyebarkan
daftar pertanyaan/ pernyataan kepada responden dengan harapan
memberikan respons atas daftar pertanyaan tersebut.
Pada penelitian ini, kuesioner digunakan untuk memperoleh data
deskriptif mengenai kesan masyarakat terhadap bangunan bersejarah
Gedung Balai Kota Lama, Medan.
• Observasi
Pengambilan data dilakukan dengan melakukan observasi (pengamatan)
yang diteliti secara langsung di lokasi penelitian.
Pada penelitian ini, observasi dilakukan ketika peneliti melakukan
pengamatan tentang kelayakan studi kasus untuk diteliti.

3.5 Kawasan Penelitian


Studi kasus pada penelitian ini terletak di Jalan Balai Kota No. 2, Kesawan,
Kec. Medan Baru, Kota Medan, Sumatera Utara.

Gedung Balai Kota Lama pada awalnya dibangun untuk difungsikan


sebagai Bank pada zaman kolonial Belanda. Awalnya bangunan tersebut
dinamakan De Javasche Bank dan sekarang menjadi Bank Indonesi, lalu bangunan
tersebut dibeli pemerintah Kota Medan.

Gedung Balai Kota Lama kini berfungsi sebagai bagian dari Grand City Hall
Hotel yang merupakan kompleks hotel dan Serviced Apartement.

14
Gambar 3.1 Lokasi Balai Kota Lama Medan
(Sumber: Google Earth, 2021)

(a) (b)

15
3.6 Metode Analisis Data
Sugiyono (2018) menyatakan bahwa Teknik analisis data adalah cara untuk
menjawab rumusan masalah yang ada dengan perhitungan dan pengujian berbagai
asumsi yang diajukan dalam penelitian.

Pada penelitian ini, Teknik analisa data yang digunakan adalah statistik
deskriptif. Statistik deskriptif adalah cara mendeskripsikan atau menggambarkan
data yang telah diperoleh dengan metode statistik tanpa membuat kesimpulan
(Sugiyono, 2018)

16
DAFTAR PUSTAKA
F, K. Ge. (1967). 済無No Title No Title No Title. In Angewandte Chemie
International Edition, 6(11), 951–952.

Santoso, I., Safrilia, A., & Tutuko, P. (2018). Konservasi Bangunan Stasiun Kota
Baru Malang. 51–57.

Sutanto, S. (2015). Kajian konservasi bangunan bersejarah di medan (studi


kasus: istana maimun).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan


Gedung. (2002). Retrieved from bpkp.go.id

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
pasal 5 (2010). Retrieved from https://peraturan.bpk.go.id

17

Anda mungkin juga menyukai