Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MEMIMPIN PERUBAHAN DALAM ORGANISASI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Leadership

Dosen Pengampuh : Dr. Robiyati Podungge, S.pd., MAP

Disusun Oleh:

Mohammad Dimas Suronoto (931421097)

Suud Mahdalena Lakoro (931421141)

Alindra Wati S. Noe (931421179)

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia serta taufik dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah
Manajemen Leadership yang berjudul “Memimpin Perubahan Dalam Organisasi”
dengan baik meskipun masih banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami
berterimakasih kepada ibu Dr. Robiyati Podungge, S.pd., MAP selaku dosen
mata kuliah Manajemen Leadership yang telah memberikan tugas ini kepada
kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka


menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai pemimpin seperti apa
yang dibutuhkan dalam melakukan perubahan di organisasi dan dapat diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan terhadap makalah yang telah
kami buat demi perbaikan dimasa depan.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3

2.1 Kepemimpinan Yang Di Perlukan Untuk Melakukan Perubahan


Organisasi 3

2.2 Hambatan-Hambatan Dalam Melakukan Perubahan Pada Organisasi 4

2.3 Strategi Dalam Mengatasi Penolakan Perubahan Pada Organisasi. 6

BAB III PENUTUP................................................................................................. 8

3.1 Kesimpulan 8

3.2 Saran 10

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................11

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perubahan organisasi merupakan tindakan beralihnya suatu organisasi dari
kondisi saat ini menuju kondisi di masa yang akan datang guna meningkatkan
efektivitas dan efisiensi organisasi. Suatu organisasi perlu melakukan perubahan,
dikarenakan lingkungan organisasi yang secara terus menerus mengalami
perubahan, sehingga organisasi perlu melakukan yang namanya perubahan agar
bisa bertahan di masa mendatang. Organisasi tidak akan bisa melakukan
perubahan, apabila para pemimpinnya sendiri tidak berubah dikarenakan
kepemimpinan memegang peran penting dalam sebuah organisasi dan
merupakan unsur yang sangat penting dikarenakan tugas utamanya adalah
mempengaruhi orang lain demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jika
seluruh kepemimpinan berubah secara positif, maka pertumbuhan organisasi
akan terjadi secara otomatis. Pemimpin yang lemah sama dengan organisasi
yang lemah dan pemimpin yang kuat sama dengan organisasi yang kuat.

Banyak orang yang meragukan bahwa perubahan akan menjadi lebih baik,
hidup di era perubahan dipandang sebagai hal penting jika memang organisasi
dan umat manusia ingin bertahan hidup (Dunphy et al, 2007;. Kanter, 2008;
Sackmann dkk ., 2009). Itulah pentingnya sekarang perubahan dilihat sebagai
tanggung jawab utama dari orang-orang yang memimpin organisasi, sebagai
kebangkitan pemimpin transformasional (Burns, 1978; Bass, 1995, Yukl, 2010).
Demikian pula sebuah survei global oleh McKinsey & Company (2008)
menyimpulkan bahwa hanya dengan terus berubah organisasi dapat bertahan
hidup.

Saat, ini setiap organisasi di setiap industri menghadapi tantangan yang


terus meningkat dalam membangun kapasitas demi perubahan. Melakukan
perubahan tidak mudah bagi organisasi, karena semua atau beberapa sistem
akan secara otomatis ikut berubah dan proses perubahan sangat memerlukan
kontrol kepemimpinan yang tepat, sehingga anggota organisasi perlu bersiap di
saat terjadi keadaan yang tidak terduga. Ini mungkin perlu dilakukan secara
prosedur demi mengatasi penolakan dengan cara yang benar agar perubahan
berhasil. Dari karena itu, ada banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum
melakukan perubahan.

1
Perubahan organisasi dapat diwujudkan dalam bentuk perubahan teknis,
struktural, personal, dan fisik yang membutuhkan pengetahuan baru,
keterampilan baru, dan budaya baru. Dalam melakukan perubahan organisasi,
banyak faktor yang menghambat, seperti budaya organisasi yang menolak
perubahan dan kepemimpinan yang lemah. Perubahan yang berhasil dimulai
dengan perubahan pribadi. Jika pemimpin perubahan tidak dapat mengubah
psikologi individu, mereka tidak dapat mengubah tujuan organisasi.

Yang dibutuhkan sekarang adalah pemimpin yang bisa memimpin


organisasi untuk menuju perubahan. Seorang pemimpin perlu memperhatikan
banyak hal yang berbeda ketika menerapkan perubahan, salah satunya adalah
manajemen prosedur yang tepat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja karakteristik kepemimpinan yang diperlukan dalam melakukan
perubahan pada organisasi.
2. Apa saja hambatan-hambatan dalam melakukan perubahan pada
organisasi
3. Bagaimana strategi dalam mengatasi penolakan perubahan pada
organisasi.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa saja karakteristik kepemimpinan yang diperlukan


dalam melakukan perubahan pada organisasi.
2. Untuk mengetahui apa saja hambatan yang muncul saat melakukan
perubahan pada organisasi.
3. Untuk mengetahui strategi apa saja yang bisa digunakan dalam mengatasi
penolakan perubahan pada organisasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kepemimpinan Yang Di Perlukan Untuk Melakukan Perubahan


Organisasi

Mengingat pentingnya upaya perubahan organisasional di tengah


lingkungan yang berubah cepat dan bahkan bersifat diskontinyu, dan mengingat
strategis dan krusialnya bidang-bidang sasaran perubahan serta kompleksnya
faktor-faktor yang dapat merintangi upaya perubahan, maka perubahan
organisasi tidak dapat dibiarkan terjadi secara alamiah melainkan perlu
dirancang, direkayasa dan dikelola oleh suatu kepemimpinan yang kuat, visioner,
cerdas dan berorientasi pengembangan.

Perubahan memerlukan kepemimpinan yang kuat dari segi otoritas yang


dimiliki maupun dari segi kepribadian dan komitmen karena memimpin
perubahan dengan segala kompleksitas permasalahan dan hambatannya
memerlukan power, keyakinan, kepercayaan diri, dan keterlibatan diri yang
ekstra. Seorang pemimpin tidak boleh bersikap pasif terhadap tujuan-tujuan
organisasi, melainkan harus mengambil sikap aktif. Dengan begitu ia tidak akan
mudah patah oleh hambatan dan perlawanan. Ia justru akan bergairah
menghadapi tantangan perubahan yang dipandangnya sebagai batu ujian
kepemimpinannya.

Pemimpin perubahan juga harus visioner karena ia harus sanggup melihat


cukup jauh ke depan ke arah mana organisasi harus bergerak. Kotter (1990)
menyebutkan bahwa memimpin perubahan harus dimulai dengan menetapkan
arah setelah mengembangkan suatu visi tentang masa depan, dan kemudian
menyatukan langkah orang-orang dengan mengomunikasikan penglihatannya
dan mengilhami mereka untuk mengatasi rintangan-rintangan. Semua itu
dilakukan tanpa harus bersikap otoriter. Namun, meskipun ia mengundang
partisipasi pemikiran dari anggota, tongkat kepemimpinan tetaplah berada di
tangannya.

Kecerdasan juga sangat diperlukan untuk kepemimpinan perubahan.


Tanpa kecerdasan yang baik, ia akan mudah terombang-ambing dalam
kebingungan. Kecerdasan sangat diperlukan karena pemimpin harus pandai
memilih strategi dan menetapkan program-program perubahan dan mengilhami
teknik-teknik mengatasi masalah yang sesuai dengan situasi dan kondisi

3
organisasional yang ada beserta dinamikanya. Kecerdasan yang diperlukan
dalam hal ini adalah kecerdasan yang multi-dimensional, yang pada intinya
meliputi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.
Dengan kecerdasan intelektual berarti ia memiliki pengetahuan, wawasan, dan
kreativitas berpikir yang diperlukan. Dengan kecerdasan emosional berarti ia
pandai mengelola emosi diri maupun emosi orang lain, sehingga proses
perubahan dapat berjalan efektif . Dengan kecerdasan spiritual berarti ia memiliki
kesadaran etis yang tinggi sehingga tujuan perubahan tidak semata demi
peningkatan efektivitas organisasi namun juga demi terlaksananya tanggung
jawab moral dan etik (moral & ethical responsibility) kepada semua stakeholders.

Dan yang terakhir dan lebih spesifik untuk kepemimpinan di tengah dunia
yang berubah, adalah perilaku kepemimpinan yang berorientasi pengembangan,
yaitu kepemimpinan yang menghargai eksperimentasi, mengusahakan
munculnya gagasan-gagasan baru, dan menimbulkan serta melaksanakan
perubahan. Pemimpin demikian akan mendorong ditemukannya cara-cara baru
untuk menyelesaikan urusan, melahirkan pendekatan baru terhadap masalah,
dan mendorong anggota untuk memulai kegiatan baru.

2.2 Hambatan-Hambatan Dalam Melakukan Perubahan Pada Organisasi

Menurut Gary Yukl (2007:328-330) yang mengutip Cannor (1995)


menjelaskan bahwa resistensi dari sebuah perubahan adalah keniscayaan dan
merupakan fenomena umum bagi pengelola organisasi. Resistensi dalam
konteks perubahan organisasi merujuk pada sikap, perilaku, atau tanggapan
negatif dari individu atau kelompok terhadap perubahan yang diusulkan atau
diimplementasikan dalam organisasi.

Resistensi terhadap perubahan adalah fenomena yang umum terjadi,


karena manusia cenderung memiliki kenyamanan dengan keadaan yang sudah
dikenal dan merasa cemas atau khawatir terhadap perubahan yang dapat
mengganggu rutinitas atau posisi mereka. Beberapa bentuk resistensi tersebut
antara lain, kurangnya kepercayaan, keyakinan bahwa perubahan tidak
diperlukan dan tidak mbungkin dilakukan, ancaman dampak ekonomi bagi
kepentingan tertentu, memerlukan biaya yang relatif tinggi, ketakutan akan
kegagalan pribadi, hilangnya status dan kekuasaan.

1. Kurangnya Rasa Kepercayaan

4
Salah satu alasan dasar perlawanan untuk perubahan adalah rasa tidak
percaya terhadap orang yang mengusulkannya. Ini berarti bahwa sosok
pemimpin menjadi sangat menentukan apakah perubahan yang dilakukannya
akan membawa organisasi ke arah yang lebih baik atau sebaliknya.

2. Keyakinan Bahwa Perubahan Tidak Diperlukan Dan Tidak Mungkin


Dilakukan

Alasan timbulnya perlawanan terhadap perubahan adalah tidak adanya


kebutuhan yang jelas untuk sebuah perubahan. Perubahan akan ditentang jika
cara melakukan perubahan telah berhasil di masa lalu dan tidak ada bukti yang
jelas akan permasalahan yang serius. Tanda dari sebuah permasalahan yang
berkembang biasanya adalah ambigu pada tahapan awal, dan mudah bagi
orang untuk mengabaikannya. Karenanya kesadaran untuk berubah bukan
kebutuhan pimpinan saja tetapi kebutuhan anggota organisasi secara
keseluruhan, sehingga perubahan menemukan esensinya karena perlu dan
sangat mungkin diimplementasikan.

3. Ancaman Dampak Ekonomi Bagi Kepentingan Tertentu

Kemungkinan perubahan mengancam kepentingan 'ekonomi' sebagian


orang bisa dibenarkan. Bagaimanapun juga perubahan akan menguntungkan
organisasi, namun bagi sebagian orang perubahan dalam organisasi akan
merugikan kepentingan pribadi tunjangan dan keamanan pekerjaan yang
mungkin telah lama didapatkannya. Hal ini sangat relevan saat perubahan
melibatkan pergantian orang dengan teknologi atau memperbaiki proses untuk
membuatnya lebih efektif dan efisien.

4. Ketakutan Akan Kegagalan Pribadi

Adanya ketakutan akan kegagalan pribadi adalah bentuk perlawanan yang


nyata. Perubahan membuat beberapa keahlian terlihat usang dan terbelakang
dan meminta pembelajaran cara-cara baru dalam melakukan pekerjaan. Orang
dengan tingkat kepercayaan diri yang rendah akan cenderung tertutup atau
kurang berani mengeksplor kemampuan teknis, meskipun telah lama mereka
kuasai karena cara baru yang mungkin lebih baik. Kecenderungan demikian
akan mengakibatkan seseorang bersikap menentang perubahan yang
memberikan cara baru dalam pelaksanaan pekerjaan.

5. Hilangnya Status Dan Kekuasaan.

5
kehilangan status dan kekuasaan merupakan salah satu alasan terpenting
kenapa seseorang menentang perubahan. Perubahan berdasar dalam
organisasi selalu menghasilkan beberapa perubahan dalam kekuasaan relatif
dan status sosialnya. Strategi baru sering membutuhkan keahlian yang tidak
dimiliki oleh beberapa orang yang saat ini memiliki kekuasaan dan menikmati
status tinggi sebagai orang yang menyelesaikan masalah. Hal ini perlu disadari
bahwa proses pembelajaran berkelanjutan harus dilakukan dan dimiliki oleh
seorang pemimpin. Bagi seorang yang dibutuhkan bukanlah kekuasaan, tetapi
melainkan kemampuan beradaptasi pada lingkungan yang berubah secara
cepat.

2.3 Strategi Dalam Mengatasi Penolakan Perubahan Pada Organisasi.


Robbins (2013) menyatakan bahwa perlawanan terhadap perubahan bisa
positif jika mengarah pada diskusi dan debat terbuka, dan respons ini biasanya
lebih disukai daripada respon apatis atau diam. Respon ini dapat menunjukkan
bahwa anggota organisasi terlibat dalam proses serta memberikan kesempatan
pada agen perubahan untuk menjelaskan upaya perubahan. Di sisi lain, dengan
adanya respon ini agen perubahan juga dapat menggunakan resistensi untuk
memodifikasi perubahan agar sesuai dengan preferensi anggota organisasi
lainnya, hal ini berbeda daripada memperlakukan resistensi hanya sebagai
ancaman dan dapat meningkatkan konflik disfungsional.

Robbins juga menyatakan bahwa perlawanan terhadap perubahan tidak


harus muncul dengan cara standar, namun juga bisa secara terbuka, tersirat,
langsung, atau ditangguhkan. Tantangan yang lebih besar adalah mengelola
resistensi yang tersirat atau tertunda dimana respon yang muncul lebih halus dan
lebih sulit dikenali seperti hilangnya loyalitas atau motivasi, meningkatnya
kesalahan atau ketidakhadiran.

Kotter & Schlesinger (2008) mengidentifikasi beberapa cara untuk


mengatasi resistensi yaitu:

1. Pendidikan Dan Komunikasi

Cara ini dianggap mampu mengatasi resistensi dengan memberikan


pendidikan dahulu pada anggota organisasi serta mengkomunikasikan
kebutuhan serta logika perubahan, misalnya melalui sosialisasi, presentasi,

6
atau diskusi kelompok. Langkah ini penting terutama jika anggota organisasi
minim informasi atas perubahan dan pimpinan memerlukan bantuan dari
pihak-pihak yang resisten terhadap perubahan.

2. Partisipasi Dan Keterlibatan (Participation And Involvement)

Yaitu upaya mengatasi resistensi dengan melibatkan para penentang


dalam beberapa aspek desain dan implementasi perubahan. Melalui cara ini
para inisiator dapat mendengarkan orang-orang yang terlibat dalam perubahan
dan menggunakan saran mereka dalam proses perubahan.

3. Fasilitasi Dan Dukungan (Facilitation And Support).

Upaya ini misalnya dengan memberikan pelatihan keterampilan baru, atau


memberikan waktu istirahat kepada karyawan setelah masa sulit, atau hanya
mendengarkan dan memberikan dukungan emosional atas adanya perubahan.

4. Negosiasi Dan Kesepakatan (Negotiation And Agreement)

Yaitu upaya mengatasi resistensi dengan menawarkan insentif kepada


penentang aktif atau potensial, misalnya menaikkan gaji atau merubah aturan
kerja. Kesepakatan yang dinegosiasikan dapat menjadi cara yang relatif
mudah untuk menghindari perlawanan besar.

5. Manipulation And Cooptation

Yaitu upaya untuk memengaruhi orang lain. Manipulasi, dalam konteks ini
biasanya melibatkan penggunaan informasi yang sangat selektif dan dilakukan
secara sadar, salah satu bentuknya adalah kooptasi yang biasanya dilakukan
dengan melibatkan pihak yang dianggap resisten dalam implementasi
perubahan, namun kooptasi bukan bentuk partisipasi karena tidak
menginginkan saran melainkan hanya dukungan. Kelemahan bentuk ini adalah
kooptasi menjadi cara yang murah dan mudah untuk mendapatkan dukungan,
namun jika pihak yang dikooptasi merasa ditipu untuk tidak melawan, tidak
sedang diperlakukan sama, atau dibohongi, mereka mungkin merespons
dengan sangat negatif. Selain itu pemimpin organisasi juga bisa dianggap
sebagai pembohong.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perubahan adalah suatu kebutuhan dalam organisasi untuk beradaptasi
dengan lingkungan yang terus berubah. Tanpa perubahan, organisasi mungkin
akan ketinggalan dan kehilangan daya saing. Komunikasi yang jelas dan efektif
sangat penting dalam memimpin perubahan. Pemimpin harus mampu
menjelaskan mengapa perubahan diperlukan, apa yang akan berubah, dan
bagaimana perubahan tersebut akan memengaruhi anggota tim. Pemimpin
dalam organisasi harus mempunyai peran kunci dalam memimpin perubahan.
Mereka harus menjadi agen perubahan yang efektif dan memimpin dengan
contoh.

Pemimpin perubahan dengan sukses, haruslah memiliki visi yang jelas,


keterampilan komunikasi yang baik, dan kemampuan untuk merangkul
perubahan sebagai kesempatan untuk pertumbuhan dan perkembangan
organisasi. Selain itu, mereka juga harus mendengarkan dan merespons umpan
balik dari anggota tim dan tetap fleksibel dalam menghadapi tantangan yang
mungkin muncul selama proses perubahan.

3.2 Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang
perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat
penulis harapkan sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya.

8
DAFTAR PUSTAKA
Darto, M. (2014). 162-Article Text-161-1-10-20140810. Borneo Administrator, 10, 1–9.

Ilmu, K., Negara, A., Dewi, R. R., & Kurniawan, D. T. (2019). JURNAL NATAPRAJA. In
Diterima 9 Januari (Vol. 7, Issue 1).
https://journal.uny.ac.id/index.php/nataprajapp.53-72pp.99-

saiful. (2022). 13076-Article Text-38947-2-10-20220704. Yönetim, 5, 63–70.

Spt, J., & Komansilan, N. A. (n.d.). Serat Acitya-Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang
KEPEMIMPINAN DAN PERUBAHAN MANAJEMEN MEMIMPIN PERUBAHAN
MANAJEMEN (LEADING TO CHANGE MANAGEMENT).

Sri Utami, S. (2007). PENGARUH KEPEMIMPINAN DALAM PERUBAHAN


ORGANISASI. In Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan (Vol. 7, Issue 2).

Yusnita, R., & Aslami, N. (2022). Strategi Pengelolaan Kepemimpinan dan Perubahan
Organisasi. SINOMIKA Journal: Publikasi Ilmiah Bidang Ekonomi Dan Akuntansi,
1(2), 127–136. https://doi.org/10.54443/sinomika.v1i2.157

Anda mungkin juga menyukai