Anda di halaman 1dari 25

Pengaruh Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan untuk Mengelola Perubahan

pada Organisasi Sektor Publik


Studi Kasus: Kepemimpinan Walikota Bandung 2013-2018 Ridwan Kamil

Dosen Pengampu: Firda Hidayati S.Sos, MPA DPA

Oleh :
Mohamad Afton Hilman (185030100111093)
Mikael Labdhawega (185030101111091)
Cornelius Padu Baringin (185030100111050)
Reyclin Luguh Daffa Agusta (185030101111057)

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Pengaruh
Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan untuk Mengelola Perubahan pada
Organisasi Sektor Publik”.

Terima kasih saya ucapkan kepada ibu Firda Hidayati S.Sos, MPA DPA. yang telah
membantu kami baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga saya ucapkan kepada
teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan
tugas ini tepat waktu.

Kami menyadari, bahwa makalah yang saya buat ini masih jauh dari kata sempurna
baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan
agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Malang, 2 Mei 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................... i

Daftar isi .................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar belakang ............................................................................................... 1


1.2 Rumusan masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................. 3

2.1 Pengertian Kepemimpinan .......................................................................... 3


2.2 Gaya Kepemimpinan ..................................................................................... 3
2.3 Kepemimpinan pada Sektor Publik ................................................................ 5
2.4 Pengertian Pengambilan Keputusan .............................................................. 6
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengambilan Keputusan ........................ 7
2.6 Tahapan Proses Pengambilan Keputusan ..................................................... 7
2.7 Aspek Yang Harus Dimiliki Oleh Pemimpin Dalam Mengambil Keputusan. 8
2.8 Peran Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan ................................. 8
2.9 Pentingnya Kepemimpinan Dalam Mengelola Perubahan ............................. 11

BAB III Pembahasan ............................................................................................. 13

3.1. Biografi Ridwan Kamil ................................................................................ 13


3.2. Gaya Kepemimpinan Ridwan Kamil .......................................................... 14
3.3. Kelemahan dari Gaya Kepemimpinan Ridwan Kamil ................................. 18

BAB IV Penutup ..................................................................................................... 19

4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 19


4.2 Saran ........................................................................................................... 20

Daftar Pustaka ....................................................................................................... 2

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dalam suatu organisasi khususnya organisasi publik, tentu memiliki tuntutan serta
tanggung jawab kepada masyarakat untuk melakukan suatu perubahan yang berdampak
positif terhadap perkembangan maupun peningkatan pelayanan. Menurut Mindarti
(2016), dalam birokrasi dituntut untuk menerapkan good governance. Oleh karena itu,
perlu diterapkan upaya dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang baik, dan
dilakukan dengan upaya :

a) Role modelling; menetapkan standar pola perilaku birokrat yang


profesional.
b) Rekrutmen dalam organisasi dilakukan secara obyektif, menciptakan
suasana yang kondusif dalam tubuh birokrasi serta menciptakan pelatihan
yang tepat supaya dapat tercipta birokrat yang profesional dan efektif.
c) Pembentukan profiesionalisme tersebut dilakukan dengan seksama dan
disertai penguatan organisasi, sehingga dapat meningkatkan kinerja
reformasi kelembagaan.

Berbagai upaya diatas, menunjukkan bahwa perlu adanya seorang penggerak yang
mampu mengarahkan kelompoknya sehingga birokrasi menjadi lebih baik. Dengan kata
lain, diperlukan peran seorang pemimpin yang memiliki kecakapan serta keterampilan.
Didalam buku Champoux (2010;297) seseorang digambarkan memiliki sifat tertentu,
seperti inisiatif dan dorongan yang mempengaruhi suatu ciri-ciri untuk perilaku
seseorang di berbagai situasi. Dalam studi mengenai pendekatan sifat dalam
kepemimpinan, seorang pemimpin harus memiliki kepribadian yang cerdas, energik,
percaya diri, dan memiliki ciri fisik ideal sebagai seorang pemimpin.

Seorang pemimpin sebagai orang yang memiliki tingkat tertinggi dalam


organiasasi juga memiliki peran yang signifikan dalam pengambilan keputusan, sehingga
mampu mengubah (mentransformasikan) berbagai macam hal yang berdampak kepada
meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Oleh karena itu, peran pemimpin dalam pengambilan keputusan perlu dipahami,
agar seseorang mampu menentukan aspek penting dalam pengambilan keputusan dan
mampu menganalisa bagaimana seorang pemimpin memberikan dampak yang signifikan
yang menimbulkan suatu perubahan. Makalah ini mencoba menjelaskan mengenai
pengertian dari kepemimpinan dan dampakya terhadap pengambilan keputusan. Makalah
ini mecncoba menganalisis kepemimpinan Ridwan Kamil selama menjadi Walikota
Bandung.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana nilai pedoman dasar yang menjadi faktor penentu dalam
pengambilan keputusan ?
b. Bagaimana gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan ?
c. Bagaimana pengaruh peran seorang pemimpin dalam pengambilan keputusan di
sektor publik ?
d. Bagaimana peran penting pemimpin dalam mengelola suatu perubahan ?

1.3 Tujuan Pembahasan


a. Untuk mengetahui nilai pedoman dasar yang menjadi faktor penentu dalam
pengambilan keputusan.
b. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan.
c. Untuk mengetahui pengaruh peran seorang pemimpin dalam pengambilan
keputusan di sektor publik
d. Untuk mengetahui peran penting pemimpin dalam mengelola suatu perubahan

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu
organisai karena sebagian besar keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi ditentukan
oleh kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Menurut C. Turney (1992) dalam Martinis
Yamin dan Maisah (2010:74) mandefinisikan kepemimpinan sebagai suatu group proses
yang dilakukan oleh seseorang dalam mengelola dan menginspirasikan sejumlah
pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi melalui aplikasi teknik- teknik manajemen.

George R. Terry (Miftah Thoha, 2010:5) mengartikan bahwa Kepemimpinan


adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan
organisasi. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan
organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk
memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan A. Dale Timple (2000:58)
mengartikan Kepemimpinan sebagai proses pengaruh sosial di dalam mana manajer
mencari keikutsertaan sukarela dari bawahan dalam usaha mencapai tujuan organisasi.
Dengan kepemimpinan yang dilakukan seorang pemimpin juga menggambarkan arah
dan tujuan yang akan dicapai dari sebuah organisasi. Sehingga dapat dikatakan
kepemimpinan sangat berpengaruh bagi nama besar organisasi.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan kepemimpinan merupakan cara
seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan dengan karakteristik tententu
sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Faktor keberhasilan seorang pemimpin
salah satunya tergantung dengan teknik kepemimpinan yang dilakukan dalam
menciptakan situasi sehingga menyebabkan orang yang dipimpinnya timbul
kesadarannya untuk melaksanakan apa yang dikehendaki. Dengan kata lain, efektif atau
tidaknya seorang pemimpin tergantung dari bagaimana kemampuannya dalam mengelola
dan menerapkan pola kepemimpinannya sesuai dengan situasi dan kondisi organisasi
tersebut.
2.2 Gaya Kepemimpinan
Menurut Rivai (2014), gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang
digunakan pimpinan untuk memengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau

3
dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang
disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin. Gaya kepemimpinan merupakan
cara yang digunakan seorang pemimpin untuk mempengaruhi perilaku bawahannya
dimana gaya kepemimpinan ini bertujuan untuk membimbing serta memotivasi
karyawan sehingga diharapkan akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Gaya
kepemimpinan (leadership style) seorang pemimpin akan sangat berpengaruh pada
kinerja karyawan atau bawahan. Pemimpin harus dapat memilih gaya kepemimpinan
sesuai dengan situasi yang ada, jika gaya kepemimpinan yang diterapkan benar dan tepat
maka akan dapat mengarahkan pencapaian tujuan organisasi maupun perorangan.
Pada dasarnya ada tiga gaya kepemimpinan seperti yang dikemukakan oleh
Robbins (2006) yaitu:
1. Gaya kepemimpinan transaksional

Kepemimpinan traksasional adalah pemimpin yang membimbing atau


memotivasi para pengikut mereka pada arah tujuan yang telah ditetapkan
dengan cara memperjelas peran dan tugas mereka.

2. Kepemimpinan Laissez faire

Kepemimpinan laissez faire dijalankan dengan memberikan kebebasan


penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan
melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan masing-masing baik
secara perorangan maupun berupa kelompok-kelompok kecil. Laissez faire
adalah model yang paling pasif dank arena itu merupakan perilaku pemimpin
yang paling tidak efektif.

3. Kepemimpinan Transformasional
Menurut Bass dalam (Safaria, 2004) Kepemimpinan transformasional
adalah suatu keadaan dimana para pengikut dari seorang pemimpin
transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan
hormat terhadap pemimpin tersebut, dan mereka termotivasi untuk
melakukan lebih dari pada yang awalnya diharapkan mereka. Adapun
karateristik pemimpin transformasional adalah sebagai berikut:
 Pemimpin yang memiliki wawasan jauh kedepan dan berupaya
memperbaiki dan mengembangkan organisasi bukan untuk saat ini

4
tetapi dimasa datang. Oleh karena itu pemimpin ini dapat diartikan
pemimpin visioner.
 Pemimpin sebagai agen perubahan dan bertindak sebagai katalisator,
yaitu yang member peran mengubah system kearah yang lebih baik.
2.3 Kepemimpinan pada Sektor Publik

Dalam organisasi publik dibutuhkan kepemimpinan sektor publik yang efektif.


Dengan kepemimpinan yang efektif diharapkan organisasi publik bisa berjalan lebih
optimal. Tujuan dan harapan masyarakat dalam organisasi publik juga akan bisa tercapai
dengan baik, sehingga mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat. Di satu sisi
pegawai sebagai aparatur organisasi publik memiliki kebanggaan dan termotivasi untuk
menunjukkan kinerja yang baik.

Masalah public trust atau kepercayaan publik sangat penting untuk keberhasilan
kepemimpinan dan kepengikutan di sektor publik (Silalahi, 2011). Bahkan lebih jauh
Silalahi (2011) menjelaskan bahwa kepercayaan publik kepada elit politik dan
pemerintahan akan menjadi perekat dan pemelihara integritas bangsa, negara dan
masyarakat. Kepercayaan dan saling percaya merupakan perekat emosi yang
menyatukan pemimpin dan pengikut. Kepercayaan pengikut (masyarakat atau warga)
kepada pemimpin (pejabat publik, baik politisi atau birokrat) bahkan menjadi sebuah
ukuran legitimasi kepemimpinan publik.

Banyak organisasi publik berusaha melakukan perubahan guna menyesaikan


dengan lingkungan yang berkembang pesat dan cepat di era globalisasi ini. Organisasi
publik melalui pemimpin-pemimpinya yang memiliki visi dan misi yang kuat berusaha
membangun kepercayaan warganya. Lebih jauh Silalahi menjelaskan bahwa krisis
kepercayaan publik kepada pemerintahnya merupakan efek dari krisis kepemimpinan
publik.

Kepercayaan publik tumbuh dari pelayanan yang berkualitas. Dengan demikian,


kualitas pelayanan publik merupakan salah satu isu strategik bagi aparatur Negara yang
harus diaktualisasikan dalam kerangka membangun kepercayaan publik. Dalam upaya
perwujudan hal-hal tersebut, pemimpin merupakan faktor yang signifikan. Peran
pemimpin dalam faktor membangun kepercayaan publik mencakup lingkup internal yang
berkaitan dengan upaya menggerakan dan memastikan seluruh sumberdaya aparatur
berkinerja tinggi, dan lingkup eksternal organisasi dalam upaya mencermati harapan

5
masyarakat dan komunikasi eksternal baik menyangkut ukuran-ukuran kinerja pelayanan
(public service measures) yang ditetapkan, upaya yang telah, sedang dan akan dilakukan,
maupun kinerja pelayanan yang telah dihasilkan. Pemimpin yang cerdas bukankah suatu
jaminan untuk memimpin suatu organisasi yang efektif dan efisien, karena seorang
pemimpin selain memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk memimpin juga dituntut
berprilaku sebagai panutan bagi bawahanya (building the trust).

Oleh karena itu pemimpin pada sektor publik harus mampu menciptakan iklim
yang kondusif bagi terbangunnya kepercayaan warga kepada kepemimpinan sektor
publik. Kualitas pemimpin dan kepemimpinan sektor publik menjadi kunci bagi
keberhasilan sebuah organisasi publik. Kepemimpinan sektor publik yang efektif akan
memberikan kualitas yang lebih tinggi atas barang-barang dan jasa-jasa lebih efisien; dan
itu juga memberikan satu perasaan kohesivitas, pengembangan pribadi, dan level
kepuasan pada tingkat yang lebih tinggi diantara orang yang melakukan pekerjaan; dan
hal itu memberikan suatu arah dan visi, suatu penjajaran dengan lingkungan, satu
mekanisme yang sehat untuk inovasi dan kreativitas, dan satu sumber yang
menghidupkan kultur organisasi publik Wart (2003) dalam Silalahi (2011).

2.4 Pengertian Pengambilan Keputusan

Eisenfuhr (2011) dalam Lunenburg (2010) menjelaskan bahwa pengambilan


keputusan adalah proses membuat pilihan dari sejumlah alternatif untuk mencapai hasil
yang diinginkan. Stoner (1993) memandang pengambilan keputusan sebagai proses
pemilihan suatu arah tindakan sebagai cara untuk memecahkan sebuah masalah tertentu.
Sementara itu Siagian (2003:24) mengartikan pengambilan keputusan sebagai proses
untuk menentukan satu alternatif dari berbagai alternatif untuk memecahkan masalah.

Djatmiko (2002) dalam Ardana dkk., (2008:70) mengatakan bahwa pengambilan


keputusan berpengaruh kuat secara langsung terhadap kinerja individu yang selanjutnya
berpengaruh terhadap efektivitas organisasi. Oleh sebab itu pengambilan keputusan
merupakan tanggung jawab utama setiap pemimpin.

Menurut Rowe dan Boulgarides (1992) dalam Jamian (2011), ada empat indikator
pengambilan keputusan, yaitu: direktif, analitis, konseptual, dan behavioral. Selain itu,
Scott dan Brunce (1995) dalam Riaz dan UlHaque (2012), menyatakan bahwa ada 5
indikator pengambilan keputusan, yaitu: intuisi, kebutuhan, rasional, menghindari, dan
spontan. Rowe dan Boulgarides (1992) dalam Jamian (2011), bahwa indikator dari

6
pengambilan keputusan berdasarkan pada pendekatan kajian ilmiah atau secara nalar
rasional, sedangkan Scott dan Brunce (1995) dalam Riaz dan Haque (2012), menjabarkan
indikator pengambilan keputusan lebih cenderung pada pendekatan intuisi dan situasi.

2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan menurut Gibson


(1997) dalam Ardana dkk., (2008 80) ada 4, yaitu: (1) nilai/tata nilai, pedoman dasar dan
kepercayaan yang dianut dalam mengambil keputusan jika berhadapan pada situasi harus
menentukan pilihan, (2) kepribadian, pengambilan keputusan sering dipengaruhi oleh
faktor-faktor psikologis, baik dalam keadaan sadar maupun tidak, (3) kecenderungan
mengambil resiko, pemimpin berani mengambil resiko dan ada yang kurang berani,
semuanya akan berpengaruh terhadap kualitas keputusan, (4) potensi ketidaksesuaian,
pemimpin sering berpikir ulang dan mengalami kebimbangan atas apa yang telah
pemimpin putuskan.

2.6 Tahapan Proses Pengambilan Keputusan

Tahapan-tahapan proses pengambilan keputusan dalam praktiknya menurut Rivai


et al., (2013:104) dapat dilakukan dengan cara:

1. Identifikasi masalah, penting adanya pengambilan keputusan dan


penetapan tujuan penetapan tujuan,
2. Identifikasi alternatif masalah, alternatif masalah dengan harapan dapat
mencapai tujuan sasaran,
3. Memformulasikan dan mengembangkan alternatif, pemimpin harus
mengembangkan beberapa yang dapat dilakukan dan harus
dipertimbangkan dari beberapa konsekuensi yang mungkin dari tiap-tiap
alternatif
4. Implememtasi keputusan, pemimpin dalam melakukan hal ini menyangkut
pemberian kekuatan pada keputusan tersebut, dan
5. Evaluasi keputusan, hasil nyata tidak sesuai dengan hasil yang
direncanakan, maka harus diadakan perubahan dalam pemecahan masalah
yang dipilih, termasuk dalam pelaksanaannya.

7
2.7 Aspek Yang Harus Dimiliki Oleh Pemimpin Dalam Mengambil Keputusan

Robert J. House dalam Champoux (2010) mengembangkan teori jalur-tujuan


kepemimpinan (House path goal Theory). Dalam teori ini, melihat peran pemimpin
sebagai pengaruh terhadap motivasi bawahan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Pemimpin mempengaruhi motivasi bawahan dengan menggunakan penghargaan ketika
bawahan mencapai tujuan yang diinginkan, bersikap suportif saat bawahan mencoba
mencapai tujuan. Teori jalur-tujuan mengusulkan empat perilaku pemimpin:

1. Directive: Perilaku directive pada pemimpin berfokus pada apa yang harus
dilakukan, kapan harus dilakukan, dan bagaimana itu harus dilakukan.
Perilaku ini menjelaskan ekspektasi kinerja dan peran setiap bawahan
dalam kelompok kerja.
2. Suportif: Perilaku pemimpin yang suportif mencakup perhatian terhadap
bawahan sebagai orang dan kebutuhan yang mereka coba untuk puaskan.
Pemimpin yang suportif terbuka, hangat, ramah, dan mudah didekati.
3. Partisipatif: Perilaku pemimpin partisipatif termasuk konsultasi dengan
bawahan dan pertimbangan serius ide bawahan sebelum membuat
keputusan.
4. Berorientasi pada prestasi: Perilaku pemimpin yang berorientasi pada
prestasi menekankan keunggulan dalam kinerja bawahan dan peningkatan
kinerja. Seorang pemimpin yang berorientasi pada pencapaian menetapkan
tujuan kinerja tinggi dan menunjukkan kepercayaan pada kemampuan
orang untuk mencapai tujuan tersebut.

2.8 Peran Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan

Peran Kepemimpinan diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan


dilakukan oleh seseorang sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin. Peran
pemimpin sangat besar dalam pengambilan keputusan dan mengambil tanggung jawab
terhadap hasilnya. Seseorang pemimpin dituntut untuk memiliki ketrampilan yaitu,
ketrampilan teknis meliputi ketrampilan dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian
yang dimiliki, ketrampilan manusiawi meliputi kemampuan kerjasama, memahami dan
memotivasi orang lain dan ketrampilan konseptual barkaitan dengan kemampuan
pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan terjadi sebagai reaksi terhadap masalah

8
yang terjadi dalam organisasi. Keputusan harus dibuat oleh pemimpin agar anggota dapat
melaksanakan berbagai kegiatan dalam rangka mewujudkan dan mengembalikan
eksistensi organisasi.

Menurut Suparno (2012:8) terdapat tiga peran utama seorang pemimpin yaitu: (1)
Peran yang bersifat interpersonal. Artinya seorang pemimpin harus tampi, dalam
berbagai upacara remi, harus mampu member bimbingan dan harus mempertimbangkan
hubungan kerjasama dengan bawahan; (2) Peran yang bersifat informasional, informasi
kepada bawahan dan menjadi juru bicara organisasi. Artinya seorang pemimpin harus
mengikuti dan memperoleh informasi seluruh kegiatan, harus memberi; (3) Peran yang
bersifat Pengambilan keputusan. Artinya seorang pemimpin harus berusaha memperbaiki
dan mengembangkan satuan kerja yang dipimpinnya, harus mampu mengatassi segala
hambatan yang dihadapi, mengatur segala sumber daya (manusia, biaya dan lain – lain)
dan berperan mewakili setiap hubungan kerja dengan satuan kerja lainnya. Peran
pemimpin dalam pengambilan keputusan biasanya bersama - sama dengan bawahan
melakukan pemilihan beberapa alternative yang ada untuk menentukan tujuan yang ingin
dicapai. Proses Pengambilan keputusan harus mempertimbangkan segala aspek dan
sesuai kebutuhan. Informasi yang cukup baik, maka keputusan yang dibuat terjamin
tingkat keakuratannya.

Perilaku kepemimpinan merupakan aktivitas yang selalu berorientasi tujuan


mencakup aktivitas mengambil keputusan menyusun sasaran, komunikasi interpersonal,
perilaku keteladanan, memberi imbalan dan hukuman yang ditampilkan pemimpin untuk
mempengaruhi anggota melakukan pekerjaan untuk mencapai tujuan. Pengambilan
keputusan adalah bahagian aktivitas penting dalam proses kepernimpinan dalam
organisasi. Proses pengambilan keputusan mencakup, mengenali masalah, menganilisis
masalah, mengembangkan alternatif, memutuskan solusi terbaik dan melaksanakan
keputusan kedalam tindakan efektif. Proses kepemimpinan di dalamnya melekat
wewenang dan tanggung jawab menyusun program kerja, melaksanakan dan
mengevaluasi dengan mengarahkan bawahannya dalam melakukan program kerja.
Pimpinan setiap organisasi harus mempermudah proses pengambilan keputusan dan
komunikasi keputusan terhadap semua anggota organisasi untuk mendapat dukungan
pelaksanaan keputusan.

9
Pemimpin diasosiasikan dengan pengembangan dan pengkomunikasian sebuah
visi. Mengkomunikasikan sesuatu yang ada dalam visi menyiratkan tentang sifat
kepemimpinan. Karena itu pemimpin diharapkan dapat mendorong dan meningkatkan
keterlibatan dan pemahaman staf. Keputusan efektif tercapai jika sepenuhnya keputusan
itu dapat dilaksanakan. Perhatian orang akan sepenuh hati ke dalam suatu keputusan jika
mereka terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam membuat keputusan. Suatu
cara yang efektif untuk mencapai dukungan dan komitmen dengan mengajak staf atau
anggota organisasi dalam pemecahan masalah-pada tahap penyusunan sasaran. Strategi
kolaboratif pengambilan keputusan mengilhami para staf atau dengan rasa pemberdayaan
dan perasaan penting yang memuaskan dorongan kebutuhan mereka. Dengan demikian
pimpinan perlu melibatkan semua staf atau anggota organisasi dalam mengambil
keputusan agar muncul rasa memiliki dan tanggung jawab dalam melaksanakan
keputusan. Pembuatan keputusan partisipatori akan dapat diharapkan menghasilkan lebih
baik keputusan, sebab sejumlah pemikiran orang dimanfaatkan untuk memecahkan
masalah. Bahkan bila orang dilibatkan dalam membuat keputusan, mereka lebih suka
uniuk melaksanakan keputusan secara efektif dan peningkatan pengertian karena
keterlibatan langsung serta membantu kesatuan kelompok dalam organisasi.

Efektivitas keputusan bergantung kepada kualitas keputusan dan komitmen


keputusan. Kualitas keputusan mengacu kepada aspek teknis dalam keputusan.
Keputusan berkenaan dengan kualitas tinggi untuk pengembangan yang dalam hal ini
keputusan bersifat konsisten dengan tujuan organisasi yang dicapai dan dengan informasi
yang secara potensial dapat diperoleh. Sedangkan komitmen keputusan mengacu kepada
penerimaan keputusan oleh sataf atau anggota organisasi. Partisipasi dalam keputusan
oleh staf atau anggota organisasi cenderung menghasilkan perasaan komitmen dan rasa
memiliki bersama. Partisipasi dalam keputusan dapat membangun tim kerja, kekuatan
komitmen terhadap sasaran organisasi, dan kontribusi kepada pengembangan teknik
partisipan dan keterampilan manajerial. Perilaku pemimpin memiliki pengaruh atas
kinerja dan kepuasan kerja anggota. Hal yang mendasar ditekankan bahwa kinerja dan
kepuasan anggota adalah hasil dari ragam gaya kepemimpinan seorang pemimpin. Sikap
positif orang terbangun terhadap objek yang merupakan alat dalam kepuasan kebutuhan.
Hal ini menjadi alasan perluanya pengembangan hubungan pimpinan dengan bawahan.
Ada hubungan timbal balik perilaku pimpinan dengan perilaku bawahan. Perilaku

10
bawahan berpengaruh terhadap perilaku pimpinan dan perilaku pimpinan mempengaruhi
perilaku bawahan.

Kepemimpinan seseorang dalam sebuah organisasi sangat besar perannya dalam


setiap pengambilan keputusan, sehingga membuat dan mengambil tanggung jawab
terhadap hasilnya adalah salah satu tugas pemimpin. Pengambilan Keputusan dalam
tinjauan perilaku mencerminkan karakter bagi seorang pemimpin. Oleh karena itu baik
tidaknya keputusan yang diambil bukan hanya dari konsekuensi yang diambilnya
melainkan melalui berbagai pertimbangan dalam prosesnya.

2.9 Pentingnya Kepemimpinan Dalam Mengelola Perubahan

Mengingat pentingnya upaya perubahan organisasional di tengah lingkungan yang


berubah cepat dan bahkan acapkali bersifat diskontinyu, dan mengingat strategis dan
krusialnya bidang-bidang sasaran perubahan serta kompleksnya faktor-faktor yang dapat
merintangi upaya perubahan, maka perubahan organisasional seringkali tidak dapat
dibiarkan terjadi secara “alamiah” saja. Perubahan seringkali perlu dirancang, direkayasa
dan dikelola oleh suatu kepemimpinan yang kuat, visioner, cerdas, dan berorientasi
pengembangan.

Perubahan memerlukan kepemimpinan yang kuat dari segi otoritas yang dimiliki
maupun dari segi kepribadian dan komitmen karena memimpin perubahan dengan segala
kompleksitas permasalahan dan hambatannya memerlukan power, keyakinan,
kepercayaan diri, dan keterlibatan diri yang ekstra. Seorang pemimpin tidak boleh
bersikap pasif terhadap tujuan-tujuan organisasi, melainkan harus mengambil sikap aktif.
Dengan begitu ia tidak akan mudah patah oleh hambatan dan perlawanan. Ia justru akan
bergairah menghadapi tantangan perubahan yang dipandangnya sebagai batu ujian
kepemimpinannya.

Pemimpin perubahan juga harus visioner karena ia harus sanggup melihat cukup
jauh ke depan ke arah mana organisasi harus bergerak. Kotter (1990) dalam Syauqy
(2016:121) menyebutkan bahwa memimpin perubahan harus dimulai dengan
menetapkan arah setelah mengembangkan suatu visi tentang masa depan, dan kemudian
menyatukan langkah orang-orang dengan mengomunikasikan penglihatannya dan
mengilhami mereka untuk mengatasi rintangan-rintangan. Semua itu dilakukan tanpa
harus bersikap otoriter. Namun, meskipun ia mengundang partisipasi pemikiran dari
anggota, tongkat kepemimpinan tetaplah berada di tangannya.

11
Kecerdasan juga sangat diperlukan untuk kepemimpinan perubahan. Tanpa
kecerdasan yang baik, ia akan mudah terombang-ambing dalam kebingungan.
Kecerdasan sangat diperlukan karena pemimpin harus pandai memilih strategi dan
menetapkan program-program perubahan dan mengilhami teknik-teknik mengatasi
masalah yang sesuai dengan situasi dan kondisi organisasional yang ada berserta
dinamikanya. Kecerdasan yang diperlukan dalam hal ini adalah kecerdasan yang multi-
dimensional, yang pada intinya meliputi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional,
dan kecerdasan spiritual. Dengan kecerdasan intelektual berarti ia memiliki pengetahuan,
wawasan, dan kreativitas berpikir yang diperlukan. Dengan kecerdasan emosional berarti
ia pandai mengelola emosi diri maupun emosi orang lain, sehingga proses perubahan
dapat berjalan efektif. Dengan kecerdasan spiritual berarti ia memiliki kesadaran etis
yang tinggi sehingga tujuan perubahan tidak semata demi peningkatan efektivitas
organisasi namun juga demi terlaksananya tanggung jawab moral dan etik (moral &
ethical responsibility) kepada semua stakeholders.

Lebih spesifik untuk kepemimpinan di tengah dunia yang berubah, adalah perilaku
kepemimpinan yang berorientasi pengembangan, yaitu kepemimpinan yang menghargai
eksperimentasi, mengusahakan munculnya gagasan-gagasan baru, dan menimbulkan
serta melaksanakan perubahan. Pemimpin demikian akan mendorong ditemukannya
cara-cara baru untuk menyelesaikan urusan, melahirkan pendekatan baru terhadap
masalah, dan mendorong anggota untuk memulai kegiatan baru.

Begitulah, di tengah gencarnya perubahan lingkungan, tanpa upaya perubahan


organisasional yang tepat di bawah kepemimpinan yang kuat, visioner, cerdas, dan
berorientasi pengembangan, suatu organisasi akan berjalan terseok, bahkan mungkin
akan mati didera kuatnya arus perubahan.

12
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Biografi Ridwan Kamil

Dr. (H.C.) H. Ridwan Kamil S.T., M.U.D. atau Ridwan Kamila atau yang akrab
disapa Kang Emil adalah seorang Walikota Bandung pada periode 2013-2016. Kang
Emil lahir pada 4 Oktober 1971, di Bandung. Beliau merupakan putra asli Bandung yang
menyelesaikan pendidikannya di SDN Banjarsari III Bandung (1978-1984), SMP Negeri
2 Bandung (1984-1987), SMA Negeri 3 Bandung (1987-1990), S1 Teknik Arsitektur
ITB (1990-1995), S2 Master of Urban Design, University of California, Berkeley (1999-
2001), dan Doktor Honoris Causa Dung-a University (2019).

Setelah lulus S-1 Kang Emil memulai karier di Amerika, akan tetapi hanya berkisar
empat bulan ia pun berhenti bekerja karena terkena dampak krisis moneter yang melanda
Indonesia saat itu. Tidak langsung pulang ke Indonesia, dia bertahan di Amerika sebelum
akhirnya mendapat beasiswa di University of California, Berkeley. Tidak berhenti
sampai disitu selagi menempuh pendidikan S-2, Ridwan Kamil bekerja paruh waktu di
Departemen Perencanaan Kota Berkeley. Kemudian setelah lulus S-2 dari University of
California, Berkeley, Ridwan Kamil melanjutkan pekerjaan profesional sebagai arsitek
di berbagai firma di Amerika Serikat. Sampai pada tahun 2002, Ridwan Kamil
memutuskan pulang ke Indonesia dan dua tahun kemudian mendirikan Urbane,
perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konsultan perencanaan, arsitektur dan
desain. Hingga saat ini Ridwan Kamil aktif menjabat sebagai Prinsipal PT. Urbane
Indonesia, Dosen tidak tetap Jurusan Teknik Arsitektur Institut Teknologi Bandung, serta
Senior Urban Design Consultant SOM, EDAW (Hong Kong & San Francisco), dan SAA
(Singapura).

Melalui Urbane, eksistensinya sebagai arsitekur semakin dikenal. Hal ini juga
dibuktikan dengan banyaknya penghargaan yang diraih dari kancah internasional
maupun nasional. Seperti dari media internasional, Kang Emil meraih BCI Asia Awards
selama tiga tahun berturut-turut pada tahun 2008, 2009 dan 2010 dan juga BCI Green
Award pada tahun 2009 atas projek desain Rumah Botol (dari botol bekas). Urbane juga
sering mengikuti kompetisi di bidang desian arsitektur tingkat nasional seperti Juara 1
Kompetisi Desain Museum Tsunami di Nangro Aceh Darrussalam tahun 2007, Juara 1

13
Kompetisi Desain Kampus 1 Universitas Tarumanegara tahun 2007, Juara 1 Kompetisi
Desain Fakultas Ilmu Budaya di UI tahun 2009, Juara 1 Kompetisi Desain Sanggar
Nagari di Kota Baru Parahyangan di Kabupaten Bandung Barat dan masih banyak sekali.
Selain itu beliau juga telah menghasilkan karya-karya luar biasa seperti, Masjid Cibubur,
Bogor; Gramedia Expo Surabaya, Bintaro X-Change Tangerang, dan lain sebagainya.

Sampai akhirnya pada tahun 2013 Kang Emil yang dari kalangan profesional
dicalonkan oleh Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Gerakan Indonesia Raya sebagai
Wali Kota Bandung dengan didampingi oleh Oded Muhammad Danial sebagai calon
Wakil Wali Kota Bandung. Dalam rapat pleno Komisi Pemilihan Umum Kota Bandung
pada 28 Juni 2013, pasangan ini unggul telak dari tujuh pasangan lainnya dengan meraih
45,24% suara sehingga pasangan Ridwan dan Oded menjadi pemenang dalam Pemilihan
umum Wali Kota Bandung 2013 selama 2 (dua) periode. Kemudian karena kinerja dan
perkembangan pembangunan kota bandung sejak dipimpin kang emil mengalami
pertumbungan yang pesat, beliau kembali dipercaya masyarakat untuk menjadi gubernur
jawa barat sejak 5 september 2018.

3.2. Gaya Kepemimpinan Ridwan Kamil

Gaya kepemimpinan Ridwan Kamil merupakan pemimpin yang dinilai cukup baik
hingga diberi penghargaan sebagai walikota terbaik pada tahun 2014. Ridwan kamil yang
terbilang masih muda dalam karirnya di dunia politik tetapi mampu mewakili generasi
muda yang kritis dan memiliki pendidikan tinggi untuk menjadi penopang laju perubahan
budaya politik. Memanfaatkan perkembangan media sosial, gaya kepemimpinannya
lebih bersifat terbuka, komunikatif, dan responsif, hal ini cukup membawa dampak pada
masyarakat konstituennya. Ridwan Kamil selalu berprinsip terhadap tiga hal, Pertama,
pemimpin itu menurutnya harus turun tang dan bukan turun tangan. Kedua, pemimpin
itu harus memiliki banyak inovasi. Dan Ketiga, pemimpin itu harus mencintai dan dekat
dengan rakyatnya. Implementasi ketiga prinsip ini dapat dibuktikan dengan keseriusan
Ridwan Kamil ketika hendak memutuskan suatu kebijakan dan membangun sinergi
kepada para pegawai. Membangun sinergi pegawai ini menjadi poin penting ketika
sorang pemimpin hendak memutuskan suatu kebijakan, sebab melalui pengaruh dan
kewenangan yang dimiliki pemimpin mereka harus mampu mengartikulasikan visi dan
misi yang hendak dicapai organisasi.

14
Bebagai pengambilan keputusan berdasarkan situasi dan kondisi yang ada dengan
melibatkan masyarakat, seperti Inovasi Kebijakan Bandung Smart City, keputusan
tersebut diambil untuk menjawab tantangan dari cepatnya arus perkembangan zaman.
Hal ini sehubungan dengan apa yang disampaikan oleh George R. Terry (Miftah Thoha,
2010: 5) mengartikan bahwa Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi
orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi. Fokus pengembangan
Bandung Smart City digunakan untuk mampu memberikan pelayanan publik yang baik
dan manajemen birokrasi secara transparan. Tahap awal yang dilakukan oleh pemerintah
Kota Bandung adalah melakukan berbagai penelitian dan komunikasi dengan seluruh
stakeholder terkait dengan membentuk Dewan Pengembangan Bandung Kota Cerdas
atau Dewan Smart city Kota Bandung. Forum tersebut terdiri dari komunitas, universitas,
swasta serta masyarakat. Pada tahap kedua yaitu pembangunan infrastruktur. Program
infrastruktur yang bersifat mendasar yang dilakukan misalnya pemasangan wifi di
seluruh dinas guna perbaikan fasilitas internet, perapihan kabel komunikasi pembentukan
Dewan Bandung Kota Cerdas yang diakui secara kelembagaan melalui keputusan
walikota serta pembangunan Bandung Command Center sebagai ruang komando.
Bandung Command Center yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Data
Elektronik (UPT-DE) dibawah Diskominfo Kota Bandung sesuai dengan amanat
Peraturan Walikota 767 tahun 2015 guna optimalisasi, sinergisitas dan sinkronisasi
pengelolaan data elektronik.

Pada tahap pengembangan pemerintah Kota Bandung melakukan pengembangan


terhadap smart city sesuai dengan prioritas yang telah ditetapkan. Dalam pemberian
pelayanan publik di kelompokan kedalam bentuk perizinan dapat diakses melalui
aplikasi GAMPIL (Gadget Mobile Application for License) dan Hay U. Bentuk
pelayanan publik lain misalnya dalam bidang perpajakan yang dapat dilakukan secara
online melalui E-SATRiA atau Self Assessment Tax Reporting Application. Aplikasi E-
Satria dikhususkan untuk wajib pajak self assessment, diantaranya restoran, hotel, tempat
hiburan, parkir, dan pajak penerangan jalan. Aplikasi E-Satria mempermudah urusan
pembayaran pajak. Pelayanan dalam pembuatan dokumen kependudukan juga dapat
dilakukan melalui elektronik Sistem Pendaftaran Antrean Via SMS (e-SPASI). Sistem
ini bekerja selama 24 jam akan tetapi tetap terkontrol dengan sistem booking sehingga
tidak terjadi penumpukan daftar antrian yang terlalu panjang (diluar kuota Dinas), dengan
demikian pada saat ini masyarakat yang mengurus dokumen kependudukan di

15
Disdukcapil terlihat rapi dan tidak berdesak-desakan, serta tercipta lingkungan yang
nyaman dan tertib. Dalam bidang perencanaan, pemerintah Kota Bandung berusaha
untuk memberikan sistem secara terbuka melalui e-musrenbang, yang melibatkan
masyarakat pula misalnya dalam PIPPK. Semakin baiknya transparansi dari organisasi
publik dan ketelibatan aktif dari masyarakat secara langsung maka keparcayaan publik
terkait pelayanan publik akan meningkat. Sesuai yang disebutkan oleh Silalahi (2011)
masalah public trust atau kepercayaan publik sangat penting untuk keberhasilan
kepemimpinan dan kepengikutan di sektor publik.

Tidak hanya itu saja, penataan kembali masalah PKL dan parkir liar di Jalan
Cicadas, Kota Bandung. Ridwan Kamil selalu berusaha mengkomunikasikan setiap
program dengan para bawahan, lalu bersama melakukan peninjauan langsung ke lokasi
yang menjadi sasaran, dan tak lupa bertemu, berdialog, dan mendengarkan keluhan dari
pihak-pihak yang terlibat dalam masalah tersebut sebagai bahan pertimbangan untuk
mencari jalan keluar. Sesuai yang disebutkan oleh Rivai (2013) dalam proses
pengambilan keputusan. Dengan begitu, mereka tahu kelebihan dan kekurangan dari
berbagai sisi, sehingga pemimpin bersama bawahan dapat merumuskan keputusan akhir
yang dianggap paling efektif diantara semua pihak. Hal ini merupakan salah satu
gambaran ciri kepemimpinan transformasional yakni terjadi sebuah proses para
pemimpin dan pengikutnya saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi kerja
yang lebih tinggi. Sesuai dengan pernyataan Bass dalam (Safaria, 2004) Kepemimpinan
transformasional adalah suatu keadaan dimana para pengikut dari seorang pemimpin
transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan hormat
terhadap pemimpin tersebut, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari pada
yang awalnya diharapkan mereka. Selain itu, menurut Eisenfuhr (2011) menjelaskan
bahwa pengambilan keputusan adalah proses membuat pilihan dari sejumlah alternatif
untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dengan begitu pengambilan keputusan akan
maksimal dalam penyelesaian masalah tersebut.

Sesuai dengan prinsip kedua, gaya kepemimpinan ridwan kamil yang dianutnya
yaitu pemimpin itu selalu banyak berinovasi. Dalam hal ini terdapat beberapa inovasi-
inovasi yang dilakukan ridwan kamil dapat dilihat, Pertama Ridwan Kamil
memanfaatkan perkembangan IT untuk berkomunikasi dan mendekatkan diri ke
masyarakat, kontrol sosial medianya dibagi dua pengelolaan. Untuk akun Facebook dan
Twitter dipegang oleh admin, sementara akun Instagram dipegang sendiri. instagram

16
lebih menarik lantaran relatif kondusif dan segementasinya kalangan milenial. Selain itu
konten yang diupload di media sosialnya juga kerap dipenuhi dengan berbagai kegiatan
dinasnya yang dibalut dengan gaya anak muda dengan sesekali dibumbui lelucon lucu
agar menarik perhatian masyarakat dan tidak terkesan kaku. Kedua, terbuka terhadap
setiap agenda dan capaian dijalankannya. Sehingga media sosialnya ini bukan hanya
sebagai sarana berinteraksi virtual tetapi juga sebagai alat untuk mempromosikan
program-program kerja dan sarana klarifikasi terhadap berita yang masih simpang siur
Ketiga, gaya kepemimpinannya cenderung komunikatif dan responsif. Melalui
pemanfaatan media sosialnya saja dapat dijadikan salah satu indikator untuk dapat
melihat kebutuhan dan menangkap persoalan di masyarakat. hal ini dapat dilihat melalui
kolom komentar dan DM yang masuk ke ig ridwan kamil yang isinya hampir 70% berupa
keluhan warga. Keempat, Membangun Budaya Kewargaan hal ini terjadi dimana
terdapat komponen-komponan penting yang hendak diwujudkan, yakni; keterlibatan
kewargaan yang bersifat sekular, sikap saling percaya sesama warga, toleransi,
keterlibatan politis, dukungan terhadap sistem demokrasi dan partisipasi politik oleh
warga yang secara keseluruhan ingin diwujudkan. Seperti yang sebutkan Robert J. House
mengembangkan teori jalur-tujuan kepemimpinan (House path goal Theory), terdapat
beberapa aspek yang harus dimiliki oleh seorang pemimpinan dalam pengambilan
keputusan yakni directive, supportive, partisipatif, berorientasi pada prestasi. Dari
beberapa kebijakan tadi, Ridwan Kamil dapat dilihat memiliki beberapa aspek yang di
sebutkan dalam teori jalur-tujuan. Dan Gaya kepemimpinan yang dilakukan Oleh
Ridwan kamil mempengaruhi bagaimana pengambilan keputusan dibuat. Seperti yang di
sebutkan Gibson (1997) dalam Ardana dkk., (2008 : 80), terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi pengambilan keputusan yakni: (1) nilai/tata nilai, pedoman dasar dan
kepercayaan yang dianut dalam mengambil keputusan jika berhadapan pada situasi harus
menentukan pilihan, (2) kepribadian, pengambilan keputusan sering dipengaruhi oleh
faktor-faktor psikologis, baik dalam keadaan sadar maupun tidak, (3) kecenderungan
mengambil resiko, pemimpin berani mengambil resiko dan ada yang kurang berani,
semuanya akan berpengaruh terhadap kualitas keputusan, (4) potensi ketidaksesuaian,
pemimpin sering berpikir ulang dan mengalami kebimbangan atas apa yang telah
pemimpin putuskan. Ke empat faktor tersebut gaya kepemimpinan sangat berkaitan
dengan bagaimana kompetensi yang dimiliki oleh seorang pemimpin.

17
Dengan menerima keluhan dari masyarakat secara langsung, ketika akan
mengambil suatu keputusan tentu harus mempertimbangkan semua keluahan yang ada
untuk mendapatkan keputusan yang maksimal dan menguntungan banyak orang.

3.3. Kelemahan dari Gaya Kepemimpinan Ridwan Kamil

Setiap pemimpin dalam memimpin pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, ada
pemimpin yang selalu terlihat kelebihannya ada pula yang selalu terlihat kekurangannya.
Namun kekurangan yang dimiliki oleh pemimpin bukan berarti bahwa pemimpin itu
buruk. Ridwan Kamil merupaka salah satu orang yang memiliki gaya kepemimpinan
Traanformasional. Gaya kepemimpinan ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangan.

Kelemahan gaya kepemimpinan Ridwan Kamil adalah bersifat sukarela (tidak


memaksa). Komitmen tidak terikat dan berjalan lambat. Artinya tidak ada jaminan
keberhasilan bawahan secara menyeluruh. Visi dan tujuan yang telah dibangun tidak
akan terwujud secara maksimal apabila komitmen tidak kuat, harus selalu terjalin
komunikasi antara pemimpin dengan bawahan untuk memperkuat sinergi dalam
berjalannya suatu organisasi publik.

18
BAB III
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan

Kepemimpinan merupakan cara seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan


dengan karakteristik tententu sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Peran
pemimpin sangat besar dalam pengambilan keputusan dan mengambil tanggung jawab
terhadap hasilnya. Pengambilan keputusan terjadi sebagai reaksi terhadap masalah yang
terjadi dalam organisasi. Kepemimpinan seseorang dalam sebuah organisasi sangat besar
perannya dalam setiap pengambilan keputusan. Keputusan harus dibuat oleh pemimpin
agar anggota dapat melaksanakan berbagai kegiatan dalam rangka mewujudkan dan
mengembalikan eksistensi organisasi. Memimpin perubahan harus dimulai dengan
menetapkan arah setelah mengembangkan suatu visi tentang masa depan, dan kemudian
menyatukan langkah orang-orang dengan mengomunikasikan penglihatannya dan
mengilhami mereka untuk mengatasi rintangan-rintangan.

Dalam kepemimpinan Ridwan Kamil, beliau selalu berusaha mengkomunikasikan


setiap program dengan para bawahan, lalu bersama melakukan peninjauan langsung ke
lokasi yang menjadi sasaran, dan tak lupa bertemu, berdialog, dan mendengarkan keluhan
dari pihak-pihak yang terlibat dalam masalah tersebut sebagai bahan pertimbangan untuk
mencari jalan keluar. Hal tersebut menjadikan petunjuk tentang kelebihan dan
kekurangan dari berbagai sisi, sehingga pemimpin bersama bawahan dapat merumuskan
keputusan akhir yang dianggap paling efektif diantara semua pihak. Kepemimpinan
merupakan salah satu gambaran ciri kepemimpinan transformasional yakni terjadi
sebuah proses para pemimpin dan pengikutnya saling menaikkan diri ke tingkat moralitas
dan motivasi kerja yang lebih tinggi.
Inovasi kebijakan Bandung Smart City tercipta karena pengambilan keputusan
berdasarkan situasi dan kondisi yang ada dengan melibatkan masyarakat. Keputusan
tersebut diambil untuk menjawab tantangan dari cepatnya arus perkembangan zaman.
Dalam implementasi Bandung Smart City ada beberapa aplikasi untuk memudahkan
dalam pelayanan publik, yaitu aplikasi GAMPIL (Gadget Mobile Application for
License), Hay U, E-SATRiA atau Self Assessment Tax Reporting Application. Fokus
pengembangan Bandung Smart City digunakan untuk mampu memberikan pelayanan
publik yang baik dan manajemen birokrasi secara transparan.

19
4.2. Saran

Bagi pemerintah, saran yang dapat diberikan penulis adanya pembinaan terhadap
birokrat melalui pelatihan IT secara berkelanjutan, pendampingan penginputan
musrenbang secara serempak di tingkat kelurahan serta adanya harapan dari para lurah
untuk swakelola dana diberikan kepada warga.

20
DAFTAR PUSTAKA

A. Dale Timple:2002, The Art And Scicien of Business Management Leadership, Jakarta, PT.
Elex media kompotindo, Gramedia

Ardana, Komang,. Mujianti, Ni Wayan dan Srianthi, Anak Agung Ayu. 2008. Perilaku
Keorganisasian. Yogyakarta: Graha Ilmu.

C. Turney, (1992). Conceptualising the management process New Jersey: Prentice Hall Inc.

Jamian, Leele Susana. 2011. A Conceptual Framework: Managerial Decision Making Styles
And Organizational Effectiveness Among Deans Of Malaysian Public Universities,
Joint Conference UPI-UiTM, FPMIPA UP.

Lunenburg, F. C. (2010). The Decision Making Process. Nation Forum Of Educational


Administration And Supercision Journal Volume 27, Number 4, 1-11.

Mindarti, L. I. (2016). Manajemen Pelayanan Publik: Menuju Tata Kelola Yang Baik. Malang:
UB Press.

Riaz, Muhammad Naveed and UlHaque, M. Anis. 2012. Leadership styles as predictors of
decision making styles, African Journal of Business Management 6 (15): 5226- 5233.

Rivai, Veithzal. 2013. Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: Rajawali
Pers.

Rivai. 2014. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Robbins, P. Stephen. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Sepuluh. Terjemahan Drs. Benyamin
Molan. Erlangga, Jakarta.

Safaria, Triantono. 2004. Kepemimpinan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Siagian, Sondang P. (2003). Sistem Informasi untuk pengambilan keputusan. Jakarta: Gunung
Agung.

Silalahi. 2011. Asas Asas Manajemen. Bandung: Refika Aditama.

Stoner, James A.F, wankel, Charles, Perencanaan Pengambilan Keputusan Dalam


Manajemen, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993.

21
Suparno. 2012. Kepemimpinan Dalam Pengambilan Keputusan. Mimbar Administrasi
6(9):1-20.

Syauqy, Khilal. 2016. Kepemimpinan Dalam Perubahan Organisasi Perpustakaan


Perguruan Tinggi. Jurnal Ilmiah Peradaban Islam 13(1):115-123.

Thoha Miftah., (2010), Pembinaan Organisasi, proses dianosa dan intervensi, Manajemen
Kepemimpinan. Yogyakarta, Gava Media.

Yamin, Martinis dan Maisah. 2010. Standarisasi Kinerja Guru. Jakarta: Persada Press.

22

Anda mungkin juga menyukai