Anda di halaman 1dari 38

MENGUASAI TEORI DAN APLIKASI TEORI MENGELOLA

PERUBAHAN DAN STRES


Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi Pendidikan Islam”

Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Amin Nur, M.A.

Disusun Oleh:

Moch. Alfin Khoirudin (220106210015)

Maulidia (220106210006)

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt. yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“MENGUASAI TEORI DAN APLIKASI TEORI MENGELOLA PERUBAHAN DAN
STRES” ini tersusun hingga selesai dengan tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi Pendidikan Islam dengan dosen pengampu Bapak
Dr. Muhammad Amin Nur, MA., besar harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam
makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 18 November 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................... 3
A. Manajemen Perubahan ............................................................................................................... 3
1. Pengertian Manajemen Perubahan ......................................................................................... 3
2. Teori Manajemen Perubahan ................................................................................................. 5
3. Pendekatan Manajemen Perubahan ...................................................................................... 10
4. Sikap dalam Menghadapi Perubahan ................................................................................... 12
5. Menciptakan dan Memimpin Perubahan.............................................................................. 13
B. Manajemen Stress .................................................................................................................... 16
1. Pengertian Stress .................................................................................................................. 16
2. Penyebab Terjadinya Stess ................................................................................................... 18
3. Reaksi Terhadap Stress ........................................................................................................ 20
d. Dampak Terjadinya Stress ................................................................................................... 23
5. Mengatasi Stress dalam Organisasi ...................................................................................... 24
6. Pendekatan Manajemen Stress ............................................................................................. 28
BAB III PENUTUP........................................................................................................................... 32
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 34

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat.
Pengertian organisasi telah banyak disampaikan para ahli, tetapi pada dasarnya tidak ada
perbedaan yang prinsip, sehingga dapat saya simpulkan bahwa organisasi merupakan
sarana untuk melakukan kerjasama antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan
bersama, dengan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki.
Pertumbuh kembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), sosial, ekonomi,
dan lingkungan menimbulkan permasalahan yang harus dihadapi organisasi menjadi
semakin luas dan kompleks. Permasalahan tersebut terus berkembang sesuai percepatan
perubahan yang terjadi. Situasi yang terjadi menjadikan pembelajaran bahwa
permasalahan tidak tumbuh secara linier, dimana banyak sekali hal-hal yang tidak pernah
diduga sebelumnya. Dengan demikian organisasi dituntut untuk terus-menerus
mempersiapkan dirinya mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan.
Pengalaman yang dialami berbagai organisasi di Negara maju menunjukkan bahwa
hanya organisasi yang secara konsisten terus meningkatkan dirinya melalui
pengembangan organisasi yang dapat bertahan. Dalam kenyataannya organisasi
seringkali terjadi keadaan yang tidak mengalami pertumbuhan yang disebabkan
keengganan manusia sebagai anggota organisasi untuk mengikuti perubahan, dimana
perubahan dianggap bisa menyebabkan moral disequilibrium (hilangnya keseimbangan
moral). Hal ini mengakibatkan penyakit manusia sebagai anggota masyarakat atau
tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam organisasi sehingga
perlu dilakukan pengembangan organisasi untuk melakukan evaluasi, adaptasi, kaderisasi
dan inovasi.1
Selain itu, kebijakan dan praktik sumber daya manusia harus berubah agar menarik
dan mempertahankan angkatan kerja yang lebih beraneka ragam persaingan berubah.
Ekonomi global, artinya pesaing-pesaing bisa datang dari seberang lautan seolah-olah
seperti datang dari seberang kota. Persaingan meninggi juga berarti organisasi yang
mapan perlu mempertahankan diri terhadap baik pesaing tradisional yang
mengembangkan produk dan jasa baru maupun perusahaan wiraswasta kecil dengan

1
Manahan P. Tampubolon, Change Management: Manajemen Perubahan; Individu, Tim Kerja,
Organisasi, (Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2020), hal. 1

1
2

penawaran yang inovatif. Organisasi yang berhasil merupakan organisasi yang dapat
berubah untuk menanggapi persaingan tersebut.
Dengan demikian semakin cepatnya perubahan dan semakin kompleks persaingan
yang mengharuskan setiap karyawan untuk selalu serius dalam pekerjaannya, hal ini
dapat menyebabkan kejenuhan dan juga tekanan mental yang akhirnya berujung dengan
stres, sebelum stres tersebut dapat mengganggu kinerja dan menurunkan produktivitas
karyawan, maka stres tersebut harus ditangani antara lain dengan mengetahui dan
melakukan manajemen perubahan dan stres.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas maka untuk memudahkan penulis dalam
melakukan penelitian tentang menguasai teori dan aplikasi teori mengelola perubahan dan stress,
maka penulis membuat pertanyaan perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mengelola perubahan dalam sebuah organisasi berdasarkan teori
organisasi?
2. Bagaimana mengelola stres dalam sebuah organisasi berdasarkan teori organisasi?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan yang terdapat yaitu untuk mengetahui:
1. Untuk mengetahui bagaimana mengelola perubahan dalam sebuah organisasi
berdasarkan teori organisasi.
2. Untuk mengetahui bagaimana mengelola stres dalam sebuah organisasi
berdasarkan teori organisasi.
3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Manajemen Perubahan
1. Pengertian Manajemen Perubahan
Manajemen perubahan adalah suatu pendekatan untuk mengubah individu,
tim, dan organisasi kepada kondisi masa depan yang diinginkan. Dalam lingkup
organisasi, perubahan didalamnya dapat menentukan kelangsungan organisasi
tersebut. Fokus dari manajemen ini adalah pada dampak yang lebih luas dari
perubahan, secara khusus pada orang-orang yang terlibat untuk bergerak ke arah
yang baru. Perubahan tersebut bisa saja dari perubahan proses yang sederhana atau
perubahan besar dalam kebijakan dan strategi yang diperlukan untuk mencapai
tujuan.2
Perubahan adalah hal yang biasa terjadi dalam sebuah organisasi. Perubahan
mengandung makna beralihnya keadaan sebelumnya menjadi keadaan setelahnya.
Perubahan merupakan hal yang cukup sulit dalam perusahaan kecil. Di lain pihak,
perusahaan besar yang melakukan perubahan juga membutuhkan kekuatan yang
besar. Perubahan dalam organisasi merupakan tindakan beralihnya suatu organisasi
dari kondisi yang berlaku saat ini ke kondisi yang akan datang guna meningkatkan
efektivitas.3
Menurut Pidarta, menyatakan bahwa manajemen perubahan adalah suatu
usaha yang dilakukan oleh seorang pemimpin atau manajer dalam menyusun sebuah
perencanaan, koordinasi, pengarahan, kontrol/pengawasan untuk mencapai sasaran
atau tujuan yang dapat menjadikan sebuah organisasi atau lembaga menjadi lebih
baik dari kemarin untuk mencapai tujuan.4 Sehingga secara sederhana dapat ditarik
kesimpulan bahwa Manajemen Perubahan adalah sebuah proses sosial yang
berkenaan dengan keseluruhan usaha manusia dengan bantuan manusia lain
mengenai perencanaan, pengorganisasian, dan pengaturan untuk menuju sebuah
kemajuan.
Dalam Al-Quran Allah SWT telah menjelaskan mengenai perubahan dalam
surah Ar-Rad’ ayat 11:
........... ‫ّٰللاَ ََل يُغَيِ ُر َما بِقَ ْو ٍم َحتهى يُغَيِ ُر ْوا َما بِا َ ْنفُ ِس ِه ْۗ ْم‬
‫ا َِّن ه‬...............

2
Lilik Indayani dan Sumartik, Manajemen Perubahan, (Sidoarjo: UMSIDA Press, 2019), hal.
15
3
https://sis.binus.ac.id/2016/08/09/mengelola-perubahan-dalam-suatu-organisasi/, diakses
pada tanggal 19 November 2022 pukul 13.00 WIB
4
Pidarta Made. Manajemen Pendidikan Indonesia. (Jakarta: PT Melton Putra, 1988), hal. 14
4

Artinya :........Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga


mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.......... (QS. Ar-Ra’d[13]: 11)

Manajemen Perubahan menyangkut dengan penyesuaian-penyesuaian


berdasarkan kondisi realita yang terjadi, dimana penyesuaian tersebut telah
melibatkan kepemimpinan disana. Kepemimpinan dipercaya sebagai suatu kekuatan
kunci penggerak organisasi yang mampu membangun suatu budaya baru yang sesuai
dengan perubahan. Artinya dengan kapasitas kepemilikan ilmu kepemimpinan yang
dimiliki oleh pemimpin maka perubahan dapat dilakukan. Kepemimpinan pada era
perubahan seyogyannya bertipekan pemimpin visioner dengan menerapkan tujuan
masa depan organisasi secara profesional.5
Perubahan dalam organisasi merupakan isu penting dalam suatu perusahaan,
perubahan dapat memberikan kesempatan bagi organisasi untuk meningkatkan
kinerja dari yang sebelumnya. Banyak hal yang dapat menjadi penyebab sebuah
organisasi akan berubah, diantaranya adalah karena perusahaan perlu untuk
merespon terhadap lingkungan bisnis yang selalu berubah. Dikutip dari Jurnal yang
ditulis oleh Jeaw Mei Chen yang berjudul Organizational Change and Development,
perubahan pada organisasi dapat dikarenakan oleh tiga teori yaitu:
a. Teori teleological, yang menjelaskan bahwa perubahan pada organisasi
terjadi karena organisasi ingin menjadi yang lebih baik dengan selalu
mengevaluasi, eksekusi, merancang tujuan – tujuan baru, dan sebagainya.
b. Teori Life Cycle, yang menjelaskan bahwa perubahan dalam sebuah
organisasi disebabkan tergantung pada lingkungan eksternal, siklus melalui
tahapan awal hingga akhir.
c. Teori Dialectical, yang menjelaskan bahwa organisasi adalah seperti multi-
cultural society. Ketika ada satu bagian yang menguasai yang lainnya, maka
nilai dan tujuan organisasi akan diperbaharui.6
Sebagian besar perubahan organisasi meliputi visi yaitu yang menjadi tujuan
dari organisasi, strategi yang meliputi taktik-taktik dan cara organisasi melakukan
sesuatu, kebudayaan meliputi kebiasaan dan cara kerja yang biasa dilakukan oleh
organisasi, struktur mencakup pembuatan perubahan dalam hubungan wewenang,

5
Aan komariah, Kepemimpinan Visioner dan corporate Culture diPerguruan Tinggi. Dalam
Buchari Alma, Corporate University, (Bandung: Alfabeta, 2008)
6
https://sis.binus.ac.id/2016/08/09/mengelola-perubahan-dalam-suatu-organisasi/, diakses
pada tanggal 19 November 2022 pukul 13.00 WIB
5

teknologi yaitu dalam mengimplementasikan teknologi baru, dan gaya


kepemimpinan.
Perubahan organisasi dan pengelolaan perubahan merupakan kajian yang
menarik saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi
mengharuskan organisasi untuk terus menerus melakukan perubahan, organisasi
idealnya harus selalu berubah untuk dapat terus bertahan, bukan menjadi pilihan
namun menjadi keharusan. Keberhasilan organisasi melakukan perubahan
tergantung pada sejauh mana organisasi dapat mengatasi permasalahan yang timbul
dari perubahan tersebut
2. Teori Manajemen Perubahan
Kehadiran change management (manajemen perubahan) menjadi penting
untuk mendorong keberhasilan dalam mengelola perubahan bisnis secara
berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk membantu karyawan memahami dan
berkomitmen pada perubahan organisasi secara efektif. Tanpa change management
yang efektif, transisi perusahaan akan mahal dan sulit dilakukan. Di sisi lain,
manajemen yang kurang efektif juga akan menurunkan semangat dan
pengembangan kompetensi karyawan.
Berikut adalah beberapa teori change management yang bisa diterapkan dalam
mengelola perubahan organisasi:
1. Teori Kurt Lewin
Lewin (1951) mengembangkan konsep force field analysis untuk
membantu menganalisis dan memahami kekuatan terhadap suatu inisiatif
perubahan. Force field analysis adalah sebuah teknik untuk melihat gambaran
utama yang melibatkan semua kekuatan yang mendorong perubahan (driving
forces) dan kekuatan yang merintangi perubahan (resisting forces)7

7
https://samahitawirotama.com/teori-change-management/, diakses pada tanggal 19
November 2022 pukul 14.20
6

Driving forces dan resisting forces ini harus dipilah-pilah menurut tema
yang sama, kemudian diberi skor sesuai dengan ‘magnitude’ masing-masing.
Mulai dari skor satu (lemah) hingga skor lima (kuat). Hasil skor kemungkinan
tidak seimbang di masing – masing sisi. Berikut ini merupakan contoh dari
force field analysis
Lewin juga menjelaskan bahwa perubahan terdiri dari proses unfreezing
(mengenal perlunya perubahan), changing (berusaha untuk menciptakan
kondisi baru), dan refreezing (menggabungkan, menciptakan, dan memelihara
perubahan).
7

2. Teori John Kotter


Seorang profesor di Harvard Business School, Kotter, memperkenalkan
proses perubahan dalam bukunya yang berjudul “Leading Change” pada tahun
1995. Kotter membagi proses perubahan menjadi delapan tahapan, yaitu:
1) Membangun rasa urgensi (sense of urgency).
2) Menciptakan koalisi pemandu.
3) Mengembangkan visi dan strategi.
4) Mengomunikasikan visi perubahan.
5) Memberdayakan karyawan untuk tindakan yang luas.
6) Menghasilkan kemenangan jangka pendek.
7) Mengkonsolidasi keuntungan dan menghasilkan lebih banyak
perubahan.
8) Menjangkau pendekatan baru dalam budaya.8
3. Teori Tyagi
Menurut Tyagi, model perubahan pada suatu perusahaan merupakan
model perubahan sistem yang lebih menekankan pada agent of change (agen
perubahan) atau yang disebut fasilitator dalam mengelola perubahan;
sedangkan dalam tahap implementasi, model perubahan ini menekankan
pentingnya transition management.
Transition management merupakan suatu proses yang sistematis yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, dan implementasi perubahan dari
kondisi sekarang menuju perubahan yang diharapkan. Komponen perubahan
yang dikemukakan oleh Tyagi meliputi:
1) Adanya kekuasaan untuk melakukan perubahan.
2) Mengenal dan mendefinisikan masalah.
3) Proses penyelesaian masalah.
4) Mengimplimentasikan perubahan.
5) Mengukur, mengevaluasi, dan mengontrol hasil.

8
https://samahitawirotama.com/teori-change-management/, diakses pada tanggal 19 November
2022 pukul 14.20
8

Proses perubahannya dapat digambarkan dalam skema berikut ini.9

Berikut ini merupakan kelebihan dan kekurangan model dan teori


Change Management:
Model/Teori Kelebihan Kekurangan
• Kerangka kerja yang • Berisiko menurunkan
sederhana dan mudah tingkat keterlibatan
dipahami untuk karyawan. Pimpinan harus
mengelola perubahan. berhati – hati dan terus
• Model ini sangat cocok berusaha menjaga
ketika suatu bisnis perlu antusiasme karyawan
berubah secara drastis dalam tahap refreezing.
Kurt Lewin agar meraih profit. • Metode Lewin terlalu
• Membantu pimpinan sederhana dan tidak cocok
menentukan perubahan untuk organisasi besar
yang tepat karena dalam yang memiliki inovasi
prosesnya diperlukan yang tinggi.
ketelitian dalam
menganalisis setiap aspek
yang diubah.

9
https://samahitawirotama.com/teori-change-management/, diakses pada tanggal 19 November
2022 pukul 14.20
9

• Model ini menawarkan • Pada pelaksanaannya,


roadmap yang mudah model ini terlalu fokus
dipahami bahkan oleh pada tahapan perubahan,
seorang manajer yang bukan kepada penerimaan
awam dalam change dan kesiapan komponen
management. perusahaan untuk berubah.
Kotter • Langkah – langkahnya • Setiap langkah harus
rinci dan jelas. dilakukan berurutan. Jika
• Cocok untuk semua jenis satu tahapan dilewati,
dan kalangan perusahaan. maka akan terjadi illusion
of speed (kecepatan maya)
yang menghasilkan
perubahan tidak sempurna.
• Perubahan direncanakan • Memerlukan investasi
secara sistematis, dimulai waktu lebih untuk
dari tahap perencanan menyeleksi agen
hingga tahap evaluasi dan perubahan (agent of
implementasi. change) yang tepat.
• Teori ini cocok untuk
Tyagi perubahan fundamental
karena setiap agent of
change diseleksi dari
rekan kerja tiap
departemen yang
mempunyai nilai–nilai
perusahaan (role model).

Mengidentifikasi teori perubahan yang sesuai dengan kebutuhan


perusahaan adalah langkah awal yang sangat penting. Perusahaan dan tim
SDM perlu sepenuhnya bekerja sama secara efisien untuk merencanakan
change management. Jika perusahaan gagal dalam tahap ini, perubahan akan
sulit terwujud. Oleh karena setiap orang yang berkontribusi di dalamnya
memiliki peran krusial dalam mengimplementasikan proses perubahan
10

selanjutnya, perusahaan perlu memiliki tim terbaik secara internal maupun


eksternal sebagai penggerak perubahan.
3. Pendekatan Manajemen Perubahan
Terdapat dua pendekatan untuk manajemen perubahan, yaitu planned change
(perubahan terencana) dan emergent change (perubahan darurat). Penggunaan
pendekatan ini tergantung pada kondisi yang dihadapi. Pendekatan tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:10
a. Planned Change (Perubahan Terencana)
Bullock dan Batten sebagaimana dikutif Wibowo mengemukakan
bahwa untuk melakukan perubahan terencana perlu dilakukan empat fase
tindakan yaitu sebagai berikut:
1) Eksploration phase (fase eksplorasi)
Dalam tahap ini organisasi menggali dan memutuskan apakah
dengan membuat perubahan spesifik dan operasi, dan jika demikian,
mempunyai komitmen terhadap sumber daya untuk merencanakan
perubahan. Kegiatan pada fase ini menyangkut kepedulian dan perlunya
perubahan, mencari bantuan eksternal untuk membantu dengan
merencanakan dan mengimplementasikan perubahandan melakukan
kontrak dengan konsultan mengenai tanggung jawab masing-masing
pihak.
2) Planning phase (fase perencanaan)
Menyangkut pemahaman masalah dan kepentingan organisasi.
proses perubahan menyangkut pengumpulan informasi dengan maksud
menciptakan diagnosis yang tepat tentang masalahnya, menciptakan
tujuan perubahan dan mendesain tindakan yang tepat untuk mencapai
tujuan tersebut; dan membujuk pengambil keputusan kunci mencapai
tujuan tersebut dan mendukung perubahan yang diusulkan.
3) Action plan (fase tindakan)
Pada tahap ini organisasi mengimplementasikan perubahan yang
ditarik dari perencanaan. Proses perubahan menyangkut desain untuk
menggerakkan organisasi dari current state (keadaan sekarang) ke future
state (keadaan yang akan datang). yang diharapkan, dan termasuk

10
Wibowo, Manajemen Perubahan, (Edisi ketiga,Cet. 5, Jakarta:Rajawali Press,2016), hal.
246
11

menciptakan pengaturan yang tepat untuk mengelola proses perubahan


dan mendapatkan dukungan untuk tindakan yang dilakukan; dan
mengevaluasi kegiatan implementasi dan mengumpan hasil, sehingga
setiap penyesuaian dan perbaikan yang perlu dapat dilakukan.
4) Integration phase (fase integrasi)
Tahapan ini dimulai begitu perubahan telah dengan sukses di
implementasikan. Hal ini berkaitan dengan mengonsulidasi dan
menstabilisasi perubahan sehingga sehingga mereka menjadi bagian
organisasi normal, operasi sehari-hari berjalan dan tidak memerlukan
pengaturan khusus atau mendorong, memelihara mereka. Proses ini
menyangkut penguatan prilaku baru melalui umpan balik dan sistem
penghargaan dan secara bertahap menurunkan kepercayaan pada
konsultan;dan melatih manajer dan pekerja untuk memonitor perubahan
secara konstan dan melakukan perbaikan terhadapnya.
b. Emergent Approach (Pendekatan Darurat)
Emergent Approach memberikan arahan dengan melakukan penekanan
pada lima gambaran organisasi yang dapat mengembangkan atau menghalangi
keberhasilan perubahan, yaitu sebagai berikut:
1) Organizational structure (stuktur organisasi)
Organizational structure adalah perubahan struktural menuju pada
organisasi yang lebih banyak delegasi, yang berarti hierakhi datar, pada
posisi yang sangat unggul untuk bergerak daripada yang mempunyai
resistensi terhadap perubahan besar. Aspek yang berkembang adalah
dengan adanya gerakan menciptakan organisasi yang berpusat pada
pelanggan, tannggap terhadap pasar yang berbeda fungsi. Tanggapan
pelanggan menempatkan tekanan lebih besar pada proses horizontal yang
efektif dan mewujudkan konsep bahwa setiap orang adalah pelanggan.
2) Organizational culture (budaya organisasi)
Organizational culture adalah suatu upaya untuk memengaruhi
perubahan dalam suatu organisasi sekedar dengan berusaha mengubah
budayanya mengasumsikan bahwa terdapat hubungan linear yang tidak
beralasan antara budaya organisasi dengan kinerja.
12

3) Organizational learning (organisasi pembelajaran)


Pembelajaran memainkan peran kunci dalam menyiapkan orang
untuk bersedia melakukan perubahan, atau membiarkan mereka
menghalangi perubahan. Keinginan untuk berubah sering hanya bersifat
membersihkan diri dari perasaan karena tidak ada pilihan lain. Oleh
karena itu, perubahan dapat turun dengan cepat dengan membuat krisis
mendatang nyata bagi setiap orang dalam organisasi atau mendorong
ketidakpuasan dengan sistem dan prosedur sekarang.
4) Managerial behavior (perilaku manajerial)
Pandangan trdisional organisasi melihat manajer sebagai
mengarahkan staff, sumber daya dan informasi. Akan tetapi, pendekatan
emergent change memerlukan perubahan radikal dalam prilaku manajer.
Manajer diharapkan bekerja sebagai pemimpin, fasilitator dan pelatih
melalui kemampuan meredam hambatan hierarki, fungsi dan
organizational, dapat membawa bersama dan memotivasi tim dan
kelompok untuk memgidentifikasi kebutuhan dan mencapai perubahan.
5) Power and politics (Kekuasaan dan politik)
Meskipun advokasi terhadap emergent change cenderung melihat
kekuasaan dan politik dari perspektif yang berbeda, mereka semua
mengenal arti pentingnya perubahan yang harus dikelola jika perubahan
ingin menjadi efektif.11
4. Sikap dalam Menghadapi Perubahan
Sikap dalam menghadapi perubahan dapat terdiri dari tingkah laku karyawan
yang didesain untuk tidak mempercayai, menunda dan mencegah implementasi dari
perubahan kerja. Biasanya karyawan melakukan perlawanan terhadap adanya
perubahan kerja dikarenakan faktor keamanan, interaksi sosial, status dan
kepercayaan dirinya yang terancam.
Menurut Veithzal Rivai terdapat tiga tipe sikap perlawanan terhadapa
perubahan kerja suatu organisasi perusahaan. Ketiga tipe tersebut dapat
diilustrasikan dalam table berikut:

11
Wibowo, Manajemen..., hal .246-247.
13

Tipe Perlawanan Indikator


a. Waktu yang diperlukan untuk perubahan
b. Usaha ekstra untuk kembali belajar
c. Kemungkinan kondisi yang diinginkan
1. Logis (Keberatan Rasional)
lebih rendah
d. Biaya ekonomi atas perubahan
e. Masalah-masalah teknis atas perubahan
a. Ketakutan yang tidak jelas
b. Toleransi yang rendah, terhadap perubahan
c. Ketidaksenangan manajemen atau agen
2. Psikologis (Sikap Emosional)
perubahan lain
d. Kebutuhan keamanan dan keinginan untuk
mempertahankan status quo
a. Koalisi politik
b. Menantang nilai-nilai kelompok
3. Sosiologis (Kepentingan c. Pandangan yang sempit
Kelompok) d. Kepentingan
e. Keinginan mempertahankan pertolongan
yang ada
Sumber : Veithzal Rival, 2004:442
5. Menciptakan dan Memimpin Perubahan
Menurut Cristensen, sebagaiman dikutif Bateman dan Snell bahwa
perubahan terjadi terus menerus dan tak terduga. Apapun keunggulan yang ada
miliki dalam persaingan bergantung pada keadaan tertentu pada waktu tertentu,
tetapi keadaan berubah. Lingkungan semakin dinamis, karena kondisi ekonomi
dunia yang tidak menentu, munculnya pesaing baru dengan berbagai dobrakan
dibidang teknologi, selera pelanggan yang terus berubah yang membuat pangsa
pasar semakin sulit dipertahankan.
Selanjutnya hal ini semakin dipertegas oleh Judge, Pucik dan Welbourne
sebagaimana dikutif Batemen dan Snell bahwa tantangan untuk organisasi bukan
hanya untuk menghasilkan produk baru yang inovatif, tetapi menyeimbangkan
budaya yang inovatif dan membangun bisnis yang berkelanjutan. Untuk individu
kemampuan untuk menghadapi perubahan adalah terkait dengan kinerja pekerjaan
14

mereka.12 Manajemen kinerja menfokuskan pada apa yang diperlukan oleh


organisasi, manajer dan pekerja untuk berhasil yaitu bagaimana kinerja dikelola
untuk memperoleh sukses.13
Pandangan tersebut menunjukkan bahwa dalam memenangkan persaingan
ditengah lingkungan yang terus berubah, sebuah organisasi tidak hanya fokus pada
produknya yang inovatif akan tetapi perlu adanya penciptaan keseimbangan nilai-
nilai inti yang tercermin dalam budaya yang inovatif dan dipertahankan secara
konsisten dan terus melakukan pengembangan yang berkelanjutan di semua lini
organisasi. Fungsi utama budaya organisasi disini adalah sebagi pembeda terhadap
lingungan organisasi, sebagai perekat bagi para karyawan, mempromosikan
stabilitas sistem social, sebagai mekanisme control dan integrator, membentuk
prilaku bagi karyawansebagai acuan dalam menyusun perencanaan.14
Berbagai organisasi atau perusahaan kelas dunia telah mampu menciptakan
produk yang bernilaitinggi dan mampu menciptakan keunggulan keuntungan jangka
panjang. Mereka menghancurkan metode-metode usang, sistem dan budaya masa
laluyang menghambat keunggulan kompetitif mereka, serta menerapkan strategi
yang lebih efektif dan kompetitif organisasi struktur, proses dan manajemen sumber
daya manusia. Hasilnya adalah sebuah organisasi yang mampu bersaing dengan
suksespada basis global.15 Oleh karena itu, sebuah organisasi harus menjadi pioner
dalam menciptakan produk unggul yang berlandaskan riset pasar, sehingga produk
dan layanan yang dihasilkan sangat inovatif yang dengan sendirinya, akan mampu
mempengaruhi pasar dan lingkungan global.
Menurut Black dan Gregersen, sebagaimana dikutif Wibowo, bahwa
kebanyakan perubahan dilakukan dengan pendekatan “organization in”yaitu suatu
pendekatan dengan cara melakukan perubahan organisasi terlebih dahulu, dan
setelah itu baru diikuti perubahan individu. Pengalama justru menunjukkan
kesimpulan sebaliknya. Keberhasilan perubahan dimulai dengan mengubah individu
terlebih dahulu, kemudian perubahan organisasi akan mengikuti. Pendekatan

12
Thomas S. Bateman dan Scott A. Snell, Manajemen Kepemimpinan dan Kerjasama dalam
Dunia yang Kompetitif, (Jakarta: Salemba Empat, 2014) hal. 344
13
Wibowo, Manajemen Kinerja, (Ed.3-6: Jakarta; Rajawali Pers, 2012), hal.7
14
Moh. Pabundu Tika, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, (cet.II;
Jakarta; PT. Bumi Aksara,2008), hal.14.
15
Thomas S. Bateman dan Scott A. Snell, Manajemen Kepemimpinan dan Kerjasama dalam
Dunia yang Kompetitif, hal. 344
15

“individual in” secara strategis merubah organisasi dengan terlebih dahulu


mengubah individu.16
Berdasarkan pandangan tersebut menunjukkan bahwa keberhasilan suatu
organisasi dalammemimpin perubahan dalam jangka panjang, sangat bergantung
pada kemampuan organisasi dalam melakukan perubahan individual, dengan cara
mampu menganalisis sikap mental yang dimiliki individu yang dapat menunjang
perubahan yang dinginkan. Perubahan sikap dan mental individu yang tepat akan
mampu membawa organisasi dalam mencapai tujuan strategisnya.
Selanjutnya menurut Black dan Gregersen sebagaimana dikutif Wibowo,
bahwa terdapat tiga macam taktik dalam menentukan perubahan sebagai berikut:
a. Anticipatory change (perubahan antisipatif)
Anticipatory change merupakan antisipasi terhadap kebutuhan
perubahan. Dalam taktik ini, dituntut untuk melihat kedepan terlebih dahulu
dengan melihat tanda-tanda yang menunjukkan perubahan. Pada pendekatan
ini membantu mengenal lebih dini bahwa peta lama yang benar mungkin
segera berubah menjadi salah. Atas dasar pengenalan ini, tantangan yang
dihadapi adalah merumuskan terlebih dahulu bagaimana seharusnya wujud
peta baru yang benar. Dengan demikian, dapat direncanakan antisipasi yang
diperlukan apabila benar-benar terjadi perubahan.
b. Reactive Change (Perubahan Reaktif)
Pendekatan ini berkisar pada memberikan reaksi pada tanda yang
jelas, dan memberikan tanda bahwa perubahan diperlukan. Dengan demikian
perubahan reaktif merupakan reaksi karena terlihatnya tanda-tanda bahwa
akan terjadi perubahan. Tanda-tanda ini dapat muncul dari pelanggan,
pesaing, pemegang saham, pekerja dan stakeholder lain, yang memberikan
indikasi bahwa, h\arus berubah sekarang, atau mungkin harus membayar
harga lebih tinggi dikemudian hari apabila tidak segera melakukan reaksi.
c. Crisis Change (Perubahan Krisis)
Perubahan krisis dihadapi organisasi apabila tanda-tanda untuk
perubahan sudah sedemikian besar dan intensif pada suatu tingkatan yang
tidak dapatdielakkan lagi. Hal tersebut terjadi karena pesaing kita telah mulai
melakukan perubahan, sementara kita masih tenang-tenang saja. Apabila

16
Wibowo,Manajemen, hal.308.
16

tanda-tanda tersebut diabaikan terlalu lama maka akan dapat dihitung


konsekuensinya pada kinerja financial. Perubahan harus segera dilakukan
karena kondisinya sudah kristis.17
Ketiga taktik tersebut, masing-masing memiliki karakteristik tersendiri,
seperti antisipatory change, merupakan sebuah taktik untuk mengantisipasi berbagai
perubahan lebih dini, sebelum perubahan itu betul terjadi, sehingga taktik ini
memberikan kesempatan kepada manajer untuk merencanakan langkah stategis
dalam mengantisipasi perubahan lingkungan. Selanjutnya taktik reactif change,
merupakan reaksi karena telah terlihat dengan jelas tanda-tanda perubahan akan
terjadi, dan organisasi harus cepat beraksi dan harus berubah jika tidak ingin
menerima resiko yang lebih besar dikemudian hari. Sedangkan perubahan krisis,
merupakan semua langkah yang harus dilakukan karena lingkungan sudah sangat
dnamis dimana para pesaing telah melakukan perubahan, oleh karena itu organisasi
juga sudah harus melakukan perubahan karena kondisi sangat krisis.
B. Manajemen Stress
1. Pengertian Stress
Kata stress bermula darai kata latin yaitu “Stringere” yang berarti ketegangan
dan tekanan. Stress merupakan suatu yang tidak diharapkan yang muncul karena
tingginya suatu tuntutan lingkungan pada seseorang.18 Keseimbangan antara
kemampuan dan kekuatan terganggu. Bilamana stress telah mengganggu fungsi
seseorang, dinamakan distress. Distress kebanyakan dirasakan orang jika situasi
menekan dirasakan terusmenerus (tugas yang berat atau tugas yang dikakukan
karena tugas dilakukan dengan situasi yang tidak kondusif atau stress yang
dilakukan dengan dasar rasa trauma).
Ada dua pengertian stress, yaitu :19
a. Menurut Robin
Stress adalah suatu kondisi dinamis dimana seseorang individu
dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa
yang dihasratkan oleh individu tersebut dan hasilnya dipandang tidak pasti
dan penting.

17
Wibowo, Manajemen......hal.312-313.
18
Nurul Habibah, Pengaruh Stres Kerja Terhadap Motivasi Karyawan di PT. Pelita Abadi
Sejahtera. (Program Studi Magister Manajemen Universitas Padjadjaran, 2009), hal: 4
19
Anwar, Prilaku dan Budaya Organisasi. (Bandung : PT Refika Aditama, 2008), hal: 6-7
17

b. Menurut Michael
Perilaku Organisasi Page 5 Stress merupakan suatu respon adaptif,
dimoderasi oleh perbedaan individu yang merupakan konsekuensi dari setiap
tindakan, situasi, peristiwa dan yang menempatkan tuntutan khusus terhadap
seseorang.
Dengan dua definisi di atas tentunya kita sulit memahami tentang stress yang
sebenarnya. Pada dasarnya stress merupakan sebuah tekanan yang terjadi pada diri
seorang individu baik itu berupa beban pekerjaan dan lainnya dan membuat individu
tersebut merasa terbebani dan keberatan untuk menyelesaikan berbagai
kewajibannya.
Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses
pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Stress yang terlalu berat dapat mengancam dan
menghambat kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan, karenanya
secara umum stress sering diterapkan sebagai tekanan umum terhadap perasaan
hidup manusia. Dalam konteks organisasi, stress yang sering dialami diri para
pekerja dapat berkembang berupa gejala tekanan sebagai faktor pengganggu
terhadap prestasi kerja mereka. Para pekerja yang mengalami gejala stress terlihat
menjadi nerveus, khawatir, mudah marah, sulit santai, tidak koopratif, bahkan
ditingkat yang lebih akut dapat melarikan diri pada kecanduan minuman keras atau
menggunakan obat-obatan terlarang. Pada gilirannya stress juga dapat menimbulkan
gangguan fisik akibat berubahnya tubuh bagian dalam sebagai reaksi stress.
Gangguan fisik tersebut dapat bersifat jangka pendek, namun juga bersifat jangka
panjang, seperti gangguan pencernaan dan gangguan usus. Apabila stress tersebut
tidak kunjung tertanggulangi dengan baik dan berlangsung dalam periode yang
relatif lama, maka dapat memicu penyakit jantung, ginjal pembuluh darah, dan
bagian-bagian lain dari organ tubuh manusia. Oleh karena itu factor stress dalam
pekerjaan – baik di dalam atau di luar pekerjaan perlu ditiadakan serendah mungkin
agar para pekerja mampu menghadapinya tanpa mengalami banyak gangguan.
Kondisi kualitas kerja yang jelek , konflik brkepanjangan antar atasan dan bawahan,
18

peristiwa traumatic, bahkan kesedihan dan kekecewaan yang mendalam dapat


menimbulkan depresi sampai bunuh diri.20
Kualitas dan bobot stress dapat bersifat sementara atau bahkan jangka
panjang, ringan atau berat akan bergantung pada seberapa lama berlangsung
penyebabnya, seberapa besar kekuatannya dan seberapa tahan kemampuan para
pekerja untuk menhadapinya. Jika stress itu bersifat sementara dan ringan,
kebanyakan para pekerja dapat menanganinya sendiri atau paling tidak dapat
mengatasi pengaruhnya dengan cepat. Suatu stress yang menekan dengan berlarut-
larut dalam jangka waktu lama, dapat berakibat pada para pekerja yang terkena
stress tersebut tidak sanggup membangun kembali kemampuan untuk
menanggulangi stress. Yaitu suatu keadaan atau situasi dimana para pekerja telah
dilanda derita kelelahan kronis, kebosanan, depresi, dan mengucilkan diri dari
pekerjaan. Tipe para pekerja seperti ini, lebih mudah dan rentan untuk mengeluh,
menyalahkan orang lain bila dihadapkan pada masalah, lekas marah, sarkasme dan
sinis terhadap masa depan karir mereka. Dalam kondisi dan situasi seperti ini
sumber energy para pekerja telah terkuras oleh stress yang berlebihan dan
berkepanjangan.
2. Penyebab Terjadinya Stess
Kondisi yang menyebabkan beban stress disebut stressor, ada kalanya stress
dapat disebabkan hanya oleh satu stresor namun kenyataannya para pekerja
mengalami stress karena adanya kombinasi dari beberapa beban stressor. Dalam hal
ini ada dua sumber utama dari stress para pekerja yakni factor yang bersifat
organisasional dan dari lingkungan nonpekerjaan. Stressor organisasional maupun
yang bersumber dari nonpekerjaan, keduanya dapat berfungsi positif apabila dapat
merangsang semangat aktifitas bekerja, begitu pula sebaliknya dapat bersifat negatif
jika menurunkan aktifitas bekerja. Dengan demikian terdapat konsekuensi yang
konstruktif maupun destruktif bagi pekerjaan. Hampir setiap kondisi pekerjaan
mengandung potensi penyebab stress, tergantung pada reaksi dan sikap para pekerja
bagaimana cara menghadapinya.
Meski reaksi dan sikap para pekerja berbeda-beda dalam menghadapi stress,
secara umum sejumlah kondisi kerja dapat diidentifikasi sebagai penyebab stress,
diantaranya adalah:21

20
Rini, 2002. Stress Kerja, 01 November 2007, www.e-psikologi.com. Diakses pada 19
November 2022, pukul: 20.30.
19

a. Beban kerja yang berlebihan


b. Tekanan atau desakan waktu
c. Kualitas kepemimpinan dan supervisi yang buruk,
d. “Iklim Politik” yang tidak aman,
e. Wewenang yang tidak memadai untuk melaksanakan tanggung jawab
f. Konflik dan ketidak jelasan peran
g. Adanya perbedaan antara nilai perusahaan dan para pekerja
h. Pemberhentian dan karir yang tidak adil
i. Timbulnya rasa prustasi.
Tugas kerja manual yang menuntut kecepatan apalagi dilakukan dalam
lingkungan berbahaya, dapt diasosiasikn sebagai sumber stress yang paling besar.
Stress mungkin juga dihadapi para pekerja dengan status jabatan rendah, yaitu
kekurangan sumber daya dan adanya tuntutan volume kerja yang lebih besar.
Perubahan organisasi juga cenderung menyebabkan stress yang lebih berat apabila
berujung pada pemberhentian sementara atau pemindahan (rotasi atau mutasi) tugas.
Salah satu dari penyebab stress adalah frustasi, yaitu akibat tehambatnya dorongan
atau motivasi para pekerja dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Adanya target
pekerjaan yang bergeser atau meleset dari rencana semula, akibat banyaknya
gangguan yang tak terduga sehingga banyak waktu para pekerja tersita, kesemuanya
dapat menjadi sumber stress yang segnifikan.
Stress yang dialami oleh seseorang biasanya selalu berkonotasi negatif
karena akan mengalami suatu kontra produktif. Stress sendiri dapat juga membantu
proses mengingat yang dialami dalam jangka pendek dan tidak terlalu kompleks.
Stress bisa meningkatkan glukosa yang menuju ke otak, yang memberikan energi
lebih kepada neuron. Hal dapat mendorong untuk meningkatkan pembentukan dan
pengembalian ingatan. Di sisi lain jika stress dilakukan secara terus menerus, akan
menyebabkan terhambatnya pengiriman glukosa ke otak yang mengakibatkan
rendahnya daya ingat manusia.
Adapun hal-hal yang menjadi faktor penyebab terjadinya stress secara umum
adalah sebagai berikut :22
1) Faktor Lingkungan

21
E. Bahar, Stres dan Kesehatan. Makalah Seminar ”Hipertensi dan Stres serta
Penatalaksanaannya”. Mei 1995. RSUP. Palembang, 1995. Hal: 14-15
22
M. Roan. Terserang Stres. Intisari: Mind, Body, and Soul. Jakarta: PT. Intisari Mediatama,
2005. Hal: 202-211
20

a) Ketidakpastian ekonomi, misalnya orang merasa cemas terhadap


kelangsungan pekerjaan mereka.
b) Ketidakpastian politik, misalnya adanya peperangan akibat perebutan
kekuasaan.
c) Perubahan teknologi, misalnya dengan adanya alat-alat elektronik dll,
d) munculnya bom dimana-mana.
2) Faktor Organisasional
a) Tuntutan tugas, misalnya desain pekerjaan individual, kondisi pekerjaan,
dan tata letak fisik pekerjaan.
b) Tuntutan peran, misalnya ada peran beban yang berlebihan dalam
organisasi.
c) Tuntutan antarpersonal, misalnya tidak adanya dukungan dari pihak
tertentu atau terjalin hubungan yang buruk.
3) Faktor Personal
a) Persoalan keluarga, misalnya kesulitan dalam mencari nafkah dan
retaknya hubungan keluarga.
b) Persoalan ekonomi, misalnya apa yang dimilikinya tidak memenuhi apa
yang didambakan.
c) Berasal dari kepribadiannya sendiri.
Dari berbagai masalah yang telah disebutkan tadi baik dari masalah yang
dihadapi secara personal, organisasi, dan lingkungan. Hal semacam itu yang sangat
tidak diharapkan setiap orang dalam segala kondisi apapun, terutama dalam
pekerjaan. Organisasi pun sangat tidak menginginkan setiap anggotanya mengalami
masalah tersebut. Oleh karena itu peran sebagai pemimpin atau manajer sangat
berperan supaya bisa menyelesaikan masalah tersebut agar tidak mengganggu
organisasi.
3. Reaksi Terhadap Stress
Terdapat reaksi-reaksi terhadap frustasi yang lazim dikenal dengan istilah
mekanisme pertahanan diri, dalam contoh konteks target kerja tadi, misalnya upaya
membela diri terhadap tekanan psikologi akibat adanya target yang terhambat atau
tidak tercapai. Namun demikian, dalam setiap diri para pekerja memiliki pola
toleransi yang berbeda untuk menemukan pemuas pengganti stress dengan adanya
21

dorongan atau motivasi yang terhambat.23 Adanya hambatan terhadap dorongan atau
motivasi dapat memicu frustasi yang mengarah pada tegangan, atau mengarah
kembali kepada pola penyesuaian diri baru yang lebih baik atau sebaliknya. Dengan
kata lain, pola reaksi dan sikap para pekerja dalam menghadapi suatu frustasi akan
berbeda satu dengan yang lainnya, namun pada prinsipnya pola-pola tersebut
hanyalah merupakan bentuk-bentuk kompromi atau pelarian diri dari apa yang
diinginkan dengan apa yang dicapai. Adanya reaksi terhadap frustasi ke dalam
bentuk kompromi adalah sesuatu yang wajar, namun apabila pola reaksi tersebut
menjadi pola pelarian diri menjadi kebiasaan dalam menghadapi segala jenis
persoalan, maka hal tersebut dapat dianggap mengarah pada suatu bentuk
penyimpangan.
Bentuk Pola-pola pelarian penyesuaian tersebut dapat dibagi kedalam 5
kategori, yaitu :24
a. Bentuk pelarian dengan menolak realitas, yaitu suatu penyesuaian dengan
menekan sumber stress. Hal ini dikenal juga dengan istilah represi, yaitu hal-
hal yang tidak sesuai dengan norma dan realitas dicoba ditekan agar hilang
dari kesadaran, namun emosi tersebut tidak dapat terus menerus ditekan,
mungkin dapat terbenam sejenak, tetapi akan muncul kembali pada saat yang
lain dalam bentuk perilaku yang lain pula.
b. Pelarian dengan mendistorsi realitas, yang sering dikemas dalam modus
rasionalisasi, proyeksi, segresi, pengalihan, dan pelampiasan. Rasionalisasi
adalah memberikan motif palsu sebagai pengganti motif lain yang terlalu
menyakitkan untuk diterima. Sementara, proyeksi adalah suatu mekanisme
pemindahan aspek-aspek negative atau kekurangan pada diri seorang pekerja
yang dialihkan kepada individu yang lain agar terbebas dari beban tekanan.
Adapun segregasi adalah suatu keadaan dimana para pekerja memiliki
beberapa pendirian yang saing bertentangan, namun tetap dilaksanakan untuk
mencapai tujuannya secara terpisah. Sedangkan pola pengalihan merupakan
mekanisme pemindahan aspek-aspek negative yang dinyatakan secara verbal
sebagai akibat dari ketidakmampuan untuk mencapai tujuan atau memuaskan
kebutuhan. Misalnya, dengan mengkritsi prosedur kerja baru sebagai

23
Suryani, L. K. Atasi Masalah dengan Kemampuan Spiritual Anda: Maag-Migren-
StresDepresi-Trauma. Intisari Seri Psikologi. Jakarta: PT Intisari Mediatama, 2004.
24
Stephen Robbins P dan A Judge Timothy. Perilaku Organisasi Edisi Keduabelas. (Jakarta:
Salemba empat, 2004).
22

ketidakmampuan pekerja yang bersangkutan beradaptasi dengan standar


prosedur kerja baru tersebut. Pelampiasan adalah merupakan respon dari
suatu emosi destruktif yang dialihkan kepada sasaran yang lain.
c. Pelarian dengan mengundurkan diri dari realitas atau menyerah kepada
keadaan dan lazim dikenal dengan pola regresi menghayal (fantasi) dan
konversi. Regresi adalah bentuk pelarian dengan mundur atau menyerah dari
suatu tingkat pencapaian tertentu kearah pilihan yang kurang matang, supaya
pekerja tidak mengalami konflik yang menyakitkan. Adapun fantasi adalah
suatu cara melarikan diri dari suatu yang dapat menyakitkan kedalam bentuk
lamunan dan menghayal. Model-model pelarian ini adalah wajar terjadi dan
tidak terlalu berbahaya sejauh sang penghayal masih dapat membedakan
mana hayalan dan mana realitas. Sedangkan konversi adalah suatu bentuk
pelarian dari realitas ke dalam rasa sakit atau ketidakberdayaan fisik, dimana
dalam hal ini para pekerja melarikan diri dari situasi yang tidak dapat diatasi,
dengan dalih sakit atau ketidakberdayaan fisik, walaupun hal tersebut tidak
memecahkan persoalan yang sebenarnya. Pola bentuk pelarian tersebut
secara klinis dapat membawa para pekerja ke dalam perilaku kecemasan dan
menyendiri, dimana seorang pekerja memilih suatu cara yang tidak lazim
dengan menempuh cara konversi, untuk menyembunyikan rasa malu dan rasa
bersalah dengan cara yang tidak proposional dan tidak efektif.
d. Pelarian dengan menyerang realitas, yaitu lazim dikenal dengan agresif
verbal. Serangan dengan agresi fisik, yaitu dengan mendobrak halangan
frontal secara fisik, sedangkan agresi verbal bias dilakukan secara menyindir,
mengejek, memperolok-olokan, dan melontarkan humor tajam yang
menyakitkan. Diantara agresi fisik adalah perbuatan mencuri atau merusak
peralatan dan perlengkapan lain melalui serangan fisik yang merusak.
e. Pelarian dengan kompromi terhadap realitas, dikenal dengan istilah
konpensasi, sublimasi dan identifikasi. Bentuk pelarian ini pada umumnya
merupakan pilihan terbaik bagi kesehatan mental para pekerja. Dalam hal ini
para pekerja tidak terpaksa untuk merusak, melarikan diri dan pura-pura
terhadap realitas sebenarnya atas beban rasa bersalahnya, namun demikian
mereka berusaha untuk mengubah pola reaksi pada dirinya dengan
melakukan kompromi positif. Melalui kompensasi, seorang pekerja
mengganti kinerjanya yang kurang baik dalam satu aspek, dengan kinerja
23

yang lebih baik dalam aspek lain. Melalui sublimasi, para pekerja
mengalihkan tujuan mereka kea rah lain yang memiliki arti dan maksud yang
setara dengan tujuan sebelumnya, atau bahkan mencapai kinerja yang lebih
baik dalam aspek yang lain. Adapun identifikasi adalah proses
mengidentikan diri seorang pekerja terhadap model rekan kerja lain yang
memiliki tingkat kinerja yang jauh lebih baik, agar dapat mengatasi berbagai
kekurangan yang dimiliki dirinya. Semua pola-pola kompromi dan pelarian
tersebut memilki keunikan dan kekhasan masing-masing, namun pada
prinsipnya melalui pola-pola pilihan yang tersedia, para pekerja memiliki
kesempatan untuk melindungi struktur egonya, baik karena rasa malu
maupun rasa bersalah dan perasaan negative lain yang berkecamuk dari suatu
rasa terancam dan serangan atau rasa terpojok akibat adanya suatu kegagalan
dalam bekerja.
d. Dampak Terjadinya Stress
Berbagai tekanan dan gangguan dalam sebuah organisasi tentunya pasti
sangat sering terjadi. Hal inilah yang perlu dihindari agar kinerja kerja tidak
terganggu. Semua bisa diatasi asalkan dapat mengindikasikan masalah yang kita
hadapi itu sendiri. Semakin seseorang mendapatkan tekanan di luar batas dari
kemampuan dirinya sendiri tentunya akan mengalami stress pula yang cukup berat
dan sangat mengganggu kerja otak termasuk dengan daya ingat.
Dampak dan akibat dari stress itu sendiri dalam buku Organizational
Behavior (Robbin), dikelompokkan menjadi tiga gejala, yaitu gejala fisiologis,
psikologis, dan perilaku:25
a. Gejala Fisiologis, meliputi sakit kepala, tekanan darah tinggi, dan sakit
jantung
b. Gejala Psikologis, meliputi kecemasan, depresi, dan menurunnya tingkat
kepuasan kerja
c. Gejala Perilaku, meliputi perubahan produktivitas, kemangkiran dan
perputaran karyawan.

Ada lima jenis konsekuensi dampak stress yang potensial menurut T. Cox
sebagai berikut :

25
Sunarti. Ketahanan Keluarga, Manajemen Stres, Serta Pemenuhan Fungsi Ekonomi, dan
Fungsi Sosialisasi Keluarga Korban Kerusuhan Aceh. Vol 29. No. 1, 2005. Hal. 44- 49
24

1) Dampak subjektif
Kecemasan,agresi, kebosanan, depresi, keletihan, frustasi, kehilangan
kesabaran, rendah diri, gugup, dan merasa kesepian.
2) Dampak perilaku
Kecenderungan mendapatkan kecelakaan, alkoholik, penyalahgunaan obat-
obatan, emosi yang tiba-tiba meledak, makan berlebihan, merokok
berlebihan, perilaku yang mengikuti kata hati, ketawa, dan gugup.
3) Dampak kognitif
Kemampuan mengambil keputusan yang jelas, konsentrasi yang buruk,
rentang perhatian yang pendek, sangat peka terhadap kritik, dan rintangan
mental.
4) Dampak fisiologis
Meningkatnya kadar gula, meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah,
kekeringan di mulut, berkeringat, membesarnya pupil mata, dan tubuh panas
dingin.
5) Dampak organisasi
Keabsenan, pergantian karyawan, rendah produktivitasnya, keterasingan dari
rekan sekerja, ketidakpuasan kerja, menurunnya keikatan dan kesetiaan
terhadap organisasi.
Tidak selamanya stress berdampak negatif, ada beberapa dampak positif dari
stress, yaitu:
a) Mendorong orang berpikir kreatif
b) Meningkatkan sistem kekebalan tubuh
c) Membuat tubuh menjadi lebih fit
d) Membantu memecahkan masalah
e) Pemulihan
Semua gejala-gejala yang disebutkan di atas tentu sangat membuat
ketidaknyamanan setiap orang. Ingin rasanya untuk terhindar dari segala tekanan
stress yang dialaminya. Bahkan sampai pada tingkatan stress yang tinggi dalam
gejala psikologis, seseorang bisa berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Tekanan yang
dirasa sudah cukup beratlah yang membuat dampak seperti itu.
5. Mengatasi Stress dalam Organisasi
Dalam proses manajemen, jika para manager ingin meningkatkan motivasi
para pekerja mereka, maka mereka harus berupaya menghilangkan hambatan-
25

hambatan sekaligus menyediakan jalan bagi para pekerja dalam upaya mencapai
tujuan organisasi. Sebagai contoh, jika seorang pekerja ditempatkan pada suatu
proyek tertentu dan ia dimotivasi untuk mengerjakan proyek tersebut dengan baik,
maka dukungan anggaran dan sumber daya lain dibutuhkan perlu disediakan untuk
mencegah terjadinya frustasi. Dalam konteks ini tentu saja bukan berarti semua
tantangan yang dihadapi dihilangkan, akan tetapi dukungan tetap diberikan secara
proporsional yang memungkinkan proyek tersebut dapat diimplementasikan dengan
tetap menantang dan keberhasilan tercapai. Dalam hal ini terdapat pula model
hubungan stress dan kinerja yang menggambarkan bahwa stress juga dapat menjadi
faktor positif dalam memacu kinerja. Jika stress tidak ada, biasanya tantangan kerja
juga tidak ada, sehingga akhirnya capaian kinerja kemudian menjadi menurun. Maka
sejalan dengan meningkatnya stress seyogyanya kinerja cenderung naik, diamana
dengan stress para pekerja terbantu untuk mengarahkan segala sumber daya mereka
untuk memenuhi kebutuhan kerja. Dengan perkataan terbantu untuk mengarahkan
segala sumber daya.26
mereka untuk memenuhi kebutuhan kerja. Dengan perkataan lain adalah
suatu rangsangan yang sehat jika para pekerja didorong untuk menanggapi tantangan
pekerjaan. Pemberian bobot dan porsi stress secara terhadap sampai mencapai titik
stabil akan sejalan dengan porsi pencapaian kinerja, akan tetapi apabila terjadi stress
tambahan yang melampaui titik stabil dan keseimbangan maka cenderung tidak akan
menghasilkan perbaikan kinerja. Dengan kata lain. Kinerja akan segera menurun jika
bobot stress terlalu besar yang akan mengganggu pada pelaksanaan pekerjaan Dalam
hal ini para pekerja kehilangan kemampuan untuk mengendalikan stress, sehingga
berdampak pada kecepatan kerja dan akurasi hasil kerja.
Disamping banyak cara lain untuk mengatasi stres secara individual, namun
secara organisasional konseling untuk menanggulangi permasalahan emosional para
pekerja dapat dilembagakan secara formal kedalam organisasi. Konseling yang
dimaksud bertujuan untuk memperbaiki dan memelihara kesehatan mental para
pekerja secara menyeluruh. Yaitu berupa bimbingan dan penyuluhan serta
pembahasan berbagai masalah emosional para pekerja, sehingga para pekerja
terbantu untuk mengatasi masalahnya dengan lebih baik. Konseling adalah suatu
pertukaran gagasan antara dua orang manusia, yakni antara konselor dan konselee

26
Puspitawati. Stress, Gender dan Keluarga: (Konsep dan Realita di Indonesia. PT IPB Press.
Bogor, 2005). Hal: 25-27
26

melalui suatu cara komunikasi. Dalam hal ini spesialis konselor dapat dilatih untuk
memahami dan mengatasi persoalan para pekerja dalam rangka membantu
organisasi untuk bertindak lebih manusiawi dan memperhatikan masalah yang
dihadapi para pekerja. Tujuan umum konseling adalah membantu para pekerja
mengembangkan kesehatan mental mereka kearah yang lebih baik, sehingga rasa
percaya diri, pemahaman, pengendalian diri, dan kemampuan untuk bekerja secara
efektif dapat berkembang. Kegunaan konseling dapat dipetik manfaatnya, antara lain
adalah sebagai berikut :27
a. Konseling dipandang sebagai nasehat, dimana konselor membuat
pertimbangan mengenai masalah para pekerja yang dibimbing, kemudian
merancang tindakan yang akan dilakukan.
b. Sebagai dukungan untuk menentramkan hati, dalam hal ini konselor
memberikan dorongan bagi para pekerja untuk menghadapi persoalan dan
rasa percaya diri dengan pemahaman yang jernih dan tindakan yang tepat.
Namun adakalanya ketentraman hati ini dapat hilang begitu saja, jika para
pekerja dihadapkan kepada masalah lagi, sehingga penentraman hati harus
digunakan secara lebih hati-hati agar tidak mengecilkan arti persoalan para
pekerja yang tengah dihadapi.
c. Sebagai komunikasi, yaitu menemukan masalah emosional para pekerja
sehubungan dengan diberlakukannya kebijakan perusahaan yang perlu
dikomunikasikan dan diterjemahkan kepada pimpinan puncak, dan begitu
pula sebaliknya. Dalam hal ini konselor membantu menerjemahkan aktivitas
bisnis dalam konteks keorganisasian terhadap para pekerja sebagaimana
mereka acap memperbincangkan masalah tersebut diantara mereka.
1) Pengenduran ketegangan emosional, yaitu pelampiasan rasa emosi dan
frutrasi para pekerja dengan menceritakan kepada konselor sebagai proses
katarsis emosional. Jika para pekerja dapat menceritakan persoalan
mereka yang didengarkan oleh konselor dengan penuh simpatik, maka
dapat diharapkan ketegangan emosi para pekerja akan menurun. Pada
gilirannya mereka akan lebih santai dan ucapan mereka akan lebih
terkendali, masuk akal dan rasional. Pengenduran ini merupakan tahapan
antara untuk menghilangkan beban mental dalam menemukan pemecahan,

27
Jhon Suprihanto. Perilaku Organisasional, (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi YKPN, 2005), p. 63-64
27

sehingga memungkinkan para pekerja dapat kembali berfikir konstruktif


tentang masalah yang tengah dihadapi mereka.
2) Berfikir jernih, yaitu meletakkan semua persoalan secara proporsional
tanpa dibesar-besarkan dengan cara berfikir rasional dan realistik serta
lebih berorientasi kepada fakta dan bukan rumor. Dalam hal ini konselor
berperan sebagai pembantu belaka dan menahan diri untuk tidak
menggurui kepada para pekerja tentang sesuatu apa yang benar dan apa
yang salah.
Pada dasarnya seorang pemimpin adalah konselor penting, karena mereka
merupakan satu-satunya figur yang setiap hari berhubungan dengan para pekerja.
Jika para pemimpin menutup mata tentang masalah emosional para pekerja, maka
sama artinya tidak adanya kepedulian dari seorang atasan kepada bawahan tentang
persoalan emosional mereka. Emosi adalah bagian dari keseluruhan pekerja yang
perlu dipandang sebagai bagian dari situasi tenaga kerja secara keseluruhan, yang
juga merupakan lingkup wewenang dan tanggung jawab seorang pemimpin. Maka
untuk alasan ini semua pemimpin, dari tingkat yang paling rendah sampai ke tingkat
yang paling tinggi memerlukan pelatihan untuk membantu mereka memahami
masalah para pekerja dan mampu mengkonsultasikannya secara efektif.
Konseling hanyalah salah satu cara dari beberapa cara untuk mengurangi
stres, adapun cara lain yang lebih spesifik, yaitu melalui :28
a) Meditasi, umumnya meditasi memerlukan lingkungan yang relatif tenang,
posisi nyaman, rangsangan mental yang repetitif, dan sikap yang pasif
sehingga pemusatan fikiran untuk menenangkan fisik dan emosi dapat
tercapai. Beberapa organisasi yang sudah menyadari telah menyediakan
ruang meditasi khusus bagi para pekerja yang memenuhi kriteria meditasi
klinis terstandarisasi, sehingga membuahkan hasil yang menyenangkan dan
optimal bagi kebugaran mental para pekerja.
b) Biofeed-back, melalui bio-feedback para pekerja dapat terlatih
mengendalikan proses internal biologis mereka untuk mengurangi efek stres
yang tidak diinginkan, misalnya mengendalikan proses denyut jantung,
konsumsi oksigen, dan aliran asam lambung.

28
Margiati Lulus, Stress Kerja: Latar Belakang Dan Alternatif Pemecahannya. Jurnal
Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, (Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga, 1999), Hal: 71
28

c) Personal wellness, melaui personal wellness lebih merupakan program


pemeliharaan preventif bagi kebugaran personal yang direkomendasikan oleh
dokter spesialis dalam melakukan perubahan gaya hidup, seperti pengaturan
pernafasan, pelemasan otot, hayalan positif, pengaturan menu, dan sejumlah
latihan yang memungkinkan para pekerja menggunakan potensi pribadinya
secara penuh.
6. Pendekatan Manajemen Stress
Manajemen stress adalah kemampuan penggunaan sumber daya (manusia)
secara efektif untuk mengatasi gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang
muncul karena tanggapan (respon). Tujuan dari manajemen stress itu sendiri adalah
untuk memperbaiki kualitas hidup individu itu agar menjadi lebih baik.29
a. Pendekatan Individual
1) Penerapan manajemen waktu
Pengaturan waktu yang sangat tepat akan menjamin seseorang
tidak akan menjadi stress. Dikarenakan setiap orang pastinya memiliki
rasa lelah yang sangat besar dan memerlukan pembagian waktu untuk
istirahat dan merelaksasikan tubuh dari kepadatan jadwal kerja. Pola
pembagian waktu yang baik antar waktu bekerja, beribadah, dan waktu
istirahat. Waktu bekerja antara jam 7 pagi sampai jam 6 sore, setelah itu
kemungkinan daya tingkat kejenuhan seseorang akan meningkat, di saat
itulah diperlukan istirahat yang cukup untuk mengembalikan rasa lelah.
2) Penambahan waktu olah raga
Dalam tubuh manusia diperlukan olah raga yang dapat mengatur
dan merangsang syaraf motorik dan otot-otot sehingga membuat badan
kita menjadi bugar. Ketahanan fisik yang dimiliki pun akan semakin
baik. Olah raga pun bisa dilakukan seminggu 3 kali atau 1 minggu
sekali. Bisa dengan jogging di pagi atau di sore hari, cukup melakukan
olah raga yang ringan.
3) Pelatihan relaksasi

29
Puspita Sari.“Strategi Manajemen Stres Kerja pada Karyawan Melalui
Pendekatan Individual, Organisasional dan Dukungan Sosial,” Managemen Insight, Vol. 9
no 1 2014, Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu, 2014, hal: 18-20
29

Setelah melakukan kerja yang cukup padat dan banyak, tentunya


membuat tubuh menjadi lelah dan diperlukan relaksasi yang membantu
menenangkan tubuh yang tegang menjadi rileks. Menyegarkan otak yang
sudah dipakai untuk bekerja setiap hari. Cara yang ampuh dalam
relaksasi bisa dengan mendengarkan musik atau menonton film sambil
bersantai. Namun ada juga yang melakukan meditasi atau yoga. d.
Perluasan jaringan dukungan social Berhubungan dengan banyak orang
memang sangat diperlukan. Selain dengan mempermudah dalam
pekerjaan, dengan memiliki banyak jaringan pertemanan juga bisa kita
manfaatkan sebagi tempat berbagi dalam memecahkan masalah yang
dialami. Terkadang setiap orang hal seperti ini sangat diperlukan sekali.
Karena itu manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan.
b. Pendekatan Organisasional
1) Menciptakan iklim organisasional yang mendukung \
Banyak organisasi besar saat ini cenderung memformulasi
struktur birokratik yang tinggi yang menyertakan infleksibel. Ini dapat
membawa stress kerja yang sungguh-sungguh. Strategi pengaturan
mungkin membuat struktur lebih desentralisasi dan organik dengan
membuat keputusan partisipatif dan aliran keputusan ke atas. Perubahan
struktur dan proses struktural mungkin akan menciptakan iklim yang
lebih mendukung bagi pekerja, memberikan mereka lebih banyak
kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin akan mencegah atau
mengurangi stress kerja mereka.
2) Adanya penyeleksian personel dan penempatan kerja yang lebih baik
Pada dasarnya kemampuan ilmu atau kemampuan yang
dimiliki oleh setiap orang mungkin akan berbeda satu dengan yang
lainnya. Penempatan kerja yang sesuai dengan keahlian sangat
menunjang sekali terselesaikannya suatu pekerjaan. Penyesuaian
penempatan yang baik dan penyeleksian itu yang sangat diperlukan
suatu perusahaan atau organisasi agar setiap tujuan dapat tercapai
dengan baik. Seperti halnya seorang petani yang tidak tahu bagaimana
seorang nelayan yang mencari ikan, tentunya akan kesulitan.
3) Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional
30

Konflik dalam sebuah organisasi mungkin adalah hal yang


wajar dan mungkin sering juga terjadi. Konflik apapun yang terjadi
tentunya akan menimbulkan ketidakjelasan peran suatu organisasional
tersebut. Mengidentifikasi konflik penyebab stress itu sangat diperlukan
guna mengurangi atau mencegah stress itu sendiri. Setiap bagian yang
dikerjakan membutuhkan kejelasan atas setiap konflik sehingga
ambigious itu tidak akan terjadi. Peran organisasi itu yang bisa
mengklarifikasikan suatu konflik yang terjadi sehingga terjadilah suatu
kejelasan dan bisa menegosiasikan konflik.
4) Penetapan tujuan yang realistis
Setiap organisasi pastinya memiliki suatu tujuan yang pasti.
Baik bersifat profit maupun non profit. Namun tujuan organisasi itu
harus juga bersifat riil sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh
organisasi tersebut. Kemampuan suatu organisasi dapat dilihat dari
kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang anggotanya. Dengan tujuan
yang jelas dan pasti tentunya juga sesuai dengan kemampuan
anggotanya maka segala tujuan pasti akan tercapai pula. Namun
sebaliknya jika organisasi tidak bersikap realistis dan selalu menekan
anggotanya tanpa adanya koordinasi yang jelas stress itu akan timbul.
5) Pendesainan ulang pekerjaan
Stress yang terjadi ketika bekerja itu kemungkinan terjadi
karena faktor pekerjaan yang sangat berat dan menumpuk. Cara
menyikapi dan mengatur program kerja yang baik adalah membuat
teknik cara pengerjaannya. Terkadang setiap orang mengerjakan
pekerjaan yang sulit terlebih dahulu daripada yang mudah. Seseorang
akan terasa malas dan enggan untuk mengerjakan pekerjaannya ketika
melihat tugas yang sudah menumpuk maka akan timbul stress. Strategi
yang dilakukan adalah melakukan penyusunan pekerjaan yang mudah
terlebih dahulu atau pekerjaan yang dapat dikerjakan terlebih dahulu.
Sedikit demi sedikit pekerjaan yang menumpuk pun akan terselesaikan.
Dengan kata lain stress pun bisa dihindari dan bisa dikurangi.
6) Perbaikan dalam komunikasi organisasi
Komunikasi itu sangatlah penting sekali dalam berorganisasi.
Komunikasi dapat mempermudah kerja seseorang terutama dalam
31

teamwork. Sesama anggota yang tergabung dalam satu kelompok selalu


berkoordinasi dan membicarakan program yang akan dilakukan.
Komunikasinya pun harus baik dan benar. Perbedaan cara koordinasi
dan instruksi ke atasan maupun bawahan. Seringkali terjadi kesalahan
dan tidak mampu menempatkan posisi dan jabatan sehingga terjadi
kesalahan dalam mengkomunikasikan.
7) Membuat bimbingan konseling
Bimbingan konseling ini bisa dirasakan cukup dalam mengatasi
stress. Konseling yang dilakukan kepada psikolog yang lebih kompeten
dalam masalah kejiwaan seseorang. Psikologis seseorang terganggu
sekali ketika stress itu menimpa. Rasa yang tidak tahan dan ingin keluar
dari tekanan-tekanan yang dirasakan tentunya akan menambah rasa
stress yang dihadapinya. Konseling dengan psikolog sedikitnya mungkin
bisa membantu keluar dari tekanan stress.
Dalam buku Fx. Suwarto ada beberapa cara lain untuk
mengatasi stress, yaitu:
a) Program klinis dan program keorganisasian.
b) Pendekatan individual terhadap stress.
c) Pengenduran (Relaxation).
d) Meditasi (Meditation).
e) Biofeedback adalah metode yang digunakan untuk menjadi
individu dalam mengendalikan berbagai proses tubuh secara
internal, dengan bantuan rekaman yang dapat diperagakan
kepada orang yang bersangkutan untuk mengamati denyut
jantung, tekanan darah.
32

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Manajemen perubahan adalah suatu pendekatan untuk mengubah individu, tim,
dan organisasi kepada kondisi masa depan yang diinginkan. Dalam lingkup
organisasi, perubahan didalamnya dapat menentukan kelangsungan organisasi
tersebut. Menurut mindtools.com fokus dari manajemen ini adalah pada dampak
yang lebih luas dari perubahan, secara khusus pada orang-orang yang terlibat
untuk bergerak ke arah yang baru. Perubahan 15 tersebut bisa saja dari
perubahan proses yang sederhana atau perubahan besar dalam kebijakan dan
strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
Perubahan adalah hal yang biasa terjadi dalam sebuah organisasi.
Perubahan mengandung makna beralihnya keadaan sebelumnya menjadi
keadaan setelahnya. Perubahan merupakan hal yang cukup sulit dalam
perusahaan kecil. Di lain pihak, perusahaan besar yang melakukan perubahan
juga membutuhkan kekuatan yang besar. Perubahan dalam organisasi
merupakan tindakan beralihnya suatu organisasi dari kondisi yang berlaku saat
ini ke kondisi yang akan datang guna meningkatkan efektivitas.
Menurut Pidarta, menyatakan bahwa manajemen perubahan adalah suatu
usaha yang dilakukan oleh seorang pemimpin atau manajer dalam menyusun
sebuah perencanaan, koordinasi, pengarahan, kontrol/pengawasan untuk
mencapai sasaran atau tujuan yang dapat menjadikan sebuah organisasi atau
lembaga menjadi lebih baik dari kemarin untuk mencapai tujuan.30 Sehingga
secara sederhana dapat ditarik kesimpulan bahwa Manajemen Perubahan adalah
sebuah proses sosial yang berkenaan dengan keseluruhan usaha manusia dengan
bantuan manusia lain mengenai perencanaan, pengorganisasian, dan pengaturan
untuk menuju sebuah kemajuan.
2. Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses
pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Stress yang terlalu berat dapat mengancam
dan menghambat kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan,
karenanya secara umum stress sering diterapkan sebagai tekanan umum
terhadap perasaan hidup manusia. Dalam konteks organisasi, stress yang sering

30
Pidarta Made. Manajemen Pendidikan Indonesia. (Jakarta: PT Melton Putra, 1988), hal. 14
33

dialami diri para pekerja dapat berkembang berupa gejala tekanan sebagai faktor
pengganggu terhadap prestasi kerja mereka. Para pekerja yang mengalami
gejala stress terlihat menjadi nerveus, khawatir, mudah marah, sulit santai, tidak
koopratif, bahkan ditingkat yang lebih akut dapat melarikan diri pada kecanduan
minuman keras atau menggunakan obat-obatan terlarang. Pada gilirannya stress
juga dapat menimbulkan gangguan fisik akibat berubahnya tubuh bagian dalam
sebagai reaksi stress. Gangguan fisik tersebut dapat bersifat jangka pendek,
namun juga bersifat jangka panjang, seperti gangguan pencernaan dan gangguan
usus. Apabila stress tersebut tidak kunjung tertanggulangi dengan baik dan
berlangsung dalam periode yang relatif lama, maka dapat memicu penyakit
jantung, ginjal pembuluh darah, dan bagian-bagian lain dari organ tubuh
manusia. Oleh karena itu factor stress dalam pekerjaan – baik di dalam atau di
luar pekerjaan perlu ditiadakan serendah mungkin agar para pekerja mampu
menghadapinya tanpa mengalami banyak gangguan. Kondisi kualitas kerja yang
jelek, konflik brkepanjangan antar atasan dan bawahan, peristiwa traumatic,
bahkan kesedihan dan kekecewaan yang mendalam dapat menimbulkan depresi
sampai bunuh diri
34

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Prilaku dan Budaya Organisasi. (Bandung : PT Refika Aditama, 2008)
Bahar, E., Stres dan Kesehatan. Makalah Seminar ”Hipertensi dan Stres serta
Penatalaksanaannya”. Mei 1995. RSUP. Palembang, 1995
Habibah, Nurul, Pengaruh Stres Kerja Terhadap Motivasi Karyawan di PT. Pelita Abadi
Sejahtera. (Program Studi Magister Manajemen Universitas Padjadjaran, 2009)
https://samahitawirotama.com/teori-change-management/, diakses pada tanggal 19
November 2022 pukul14.20
https://samahitawirotama.com/teori-change-management/, diakses pada tanggal 19
November 2022 pukul14.20
https://samahitawirotama.com/teori-change-management/, diakses pada tanggal 19
November 2022 pukul14.20
https://sis.binus.ac.id/2016/08/09/mengelola-perubahan-dalam-suatu-organisasi/, diakses
pada tanggal 19 November 2022 pukul 13.00 WIB
https://sis.binus.ac.id/2016/08/09/mengelola-perubahan-dalam-suatu-organisasi/, diakses
pada tanggal 19 November 2022 pukul 13.00 WIB
Indayani, Lilik dan Sumartik, Manajemen Perubahan, (Sidoarjo: UMSIDA Press, 2019)
komariah, Aan , Kepemimpinan Visioner dan corporate Culture diPerguruan Tinggi. Dalam
Buchari Alma, Corporate University, (Bandung: Alfabeta, 2008)
Lulus, Margiati, Stress Kerja: Latar Belakang Dan Alternatif Pemecahannya. Jurnal
Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, (Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga, 1999)
Made. Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia. (Jakarta: PT Melton Putra, 1988)
Pabundu, Moh. Tika, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, (cet.II;
Jakarta; PT. Bumi Aksara,2008), hal.14.
Puspitawati. Stress, Gender dan Keluarga: (Konsep dan Realita di Indonesia. PT IPB Press.
Bogor, 2005)
Rini, 2002. Stress Kerja, 01 November 2007, www.e-psikologi.com. Diakses pada 19
November 2022, pukul: 20.30.
Roan, M. Terserang Stres. Intisari: Mind, Body, and Soul. Jakarta: PT. Intisari Mediatama,
2005
Robbins P, Stephen dan A Judge Timothy. Perilaku Organisasi Edisi Keduabelas. (Jakarta:
Salemba empat, 2004).
S, Thomas, Bateman dan Scott A. Snell, Manajemen Kepemimpinan dan Kerjasama dalam
Dunia yang Kompetitif, (Jakarta: Salemba Empat, 2014)
Sari. Puspita, “Strategi Manajemen Stres Kerja pada Karyawan Melalui Pendekatan
Individual, Organisasional dan Dukungan Sosial,” Managemen Insight, Vol. 9 no
1 2014, Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu, 2014
35

Sunarti. Ketahanan Keluarga, Manajemen Stres, Serta Pemenuhan Fungsi Ekonomi, dan
Fungsi Sosialisasi Keluarga Korban Kerusuhan Aceh. Vol 29. No. 1, 2005
Suprihanto, Jhon. Perilaku Organisasional, (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
YKPN, 2005)
Suryani, L. K. Atasi Masalah dengan Kemampuan Spiritual Anda: Maag-Migren
StresDepresi-Trauma. Intisari Seri Psikologi. Jakarta: PT Intisari Mediatama, 2004.
Tampubolon, Manahan P. Change Management: Manajemen Perubahan; Individu, Tim
Kerja, Organisasi, (Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2020)
Wibowo, Manajemen Kinerja, (Ed.3-6: Jakarta; Rajawali Pers, 2012)
Wibowo, Manajemen Perubahan, (Edisi ketiga,Cet. 5, Jakarta:Rajawali Press,2016)

Anda mungkin juga menyukai