Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MERIT SISTEM & SPOIL SISTEM

DISUSUN OLEH :
Nama :
Kelas :
NPP :

PRODI
FAKULTAS
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami mengucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Merit Sistem & Spoil Sistem”.
Adapun makalah tentang Pengembangan Kepamongprajaan ini telah
kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai
pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
tidak lupa menyampaikan, menyampaikan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami sadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa maupun dari segi lainnya. Oleh
karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-
lebarnya bagi pembaca yang ingin memberikan kritik dan saran kepada kami
sehingga kami dapat memperbaiki masalah ini.
Penulis mengharapkan semoga dari makalah tentang Pengembangan
Kepamongprajaan ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat
memberikan inspirasi kepada pembaca.

Jatinangor, 5 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI………………………...…………………………….................................…………………..ii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2

BAB II TINJAUAN TEORI 3


2.1 Pengertian Sistem Merit 3
2.2 Komisi Aparatur Sipil Negara sebagai Pengawas Sistem Merit 4
2.3 Sistem Merit Dalam Kebijakan dan Manajemen ASN 7
2.4 Kelebihan dari Sistem Merit 8
2.5 Pengertian Sistem Spoil 9
2.6 Pelaksanaan Spoil System 10
2.7 Hubungan Sistem Merit Dan Sistem Spoil 11

BAB III PENUTUP 14


3.1 Kesimpulan 14
3.2 Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sistem merit adalah suatu sistem yang menilai dan memberikan


penghargaan atau promosi berdasarkan prestasi dan kinerja seseorang.
Dalam konteks organisasi atau pekerjaan, sistem merit didasarkan pada
pencapaian, keahlian, dan kontribusi individu, bukan faktor-faktor lain seperti
nepotisme atau faktor personal.

Merit sistem berawal pada zaman Dinasti Qin dan Han di China. Pada
dinasti ini, system merit dikenalkan melalui pendidikan dan pelatihan
kemudian disusul dengan seleksi bagi calon pejabat pemerintahan.
Pemerintahan pada Dinasti Qin dan Han menghadapi kesulitan yang
kompleks pada jaringan jabatan di pemerintahan hal tersebut karena
kekuasaan kerajaan yang begitu luas. Setelah dari China, akhirnya system
merit ini berkembang dan menyebar hingga ke British India dan dipergunakan
di abad ke-17 kemudian sampai pada daratan Eropa dan Amerika hingga
masuk pada negara Indonesia. Di awal kemerdekaan negara Indonesia
sampai saat ini telah mengenal dan melaksanakan system merit dalam
manajemen pemerintahan terutama pada sistem birokrasi di Indonesia.
Kompetensi calon pejabat pemerintah tersebut diartikan bahwa calon
pejabat pemerintah harus mempunyai keahlian dan profesionalisme sesuai
dengan kebutuhan jabatan yang akan dipangku nantinya. Kompetensi,
keahlian dan profesionalistik inilah yang menjadi pertimbangan utuma dalam
pegangkatan calon pejabat pemerintah. Sedangkan menurut Merriam-
Webster Dictionary system merit adalah system rekrutmen dan promosi
pegawai yang dilaksanakan berdasarkan kemampuan dalam melaksanakan
tugas, bukan dikarenakan adanya koneksi politik. System merit merupakan
kebalikan dari spoil system, yaitu sebuah system dimana jabatan

1
pemerintahan diisi oleh teman-teman, keluarga atau pendukung dari partai
yang berkuasa.
Penerapan system merit di Indonesia terutama dalam Manajemen
Aparatur Sipil negara telah diamanatkan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Kemudian pada tahun 2017 yang
lalu Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menatapkan Peraturan KASN No. 5
Tahun 2017 tentang Penilaian Mandiri Penerapan Sistem Merit di Instansi
Pemerintah. Dalam peraturan tersebut berisi megenai kriteria dan tata cara
untuk menilai sejauh mana isntansi pemerintah telah menerapkan system
merit dalam Manajemen ASN. Penerapan dari system merit itu sendiri yaitu
untuk memastikan bahwa jabatan yang ada di birokrasi pemerintah disusuki
oleh pegawai yang memang memenuhi persyaratan kualifikasi dan juga
kompetensi. Sehingga tujuan dari pembangunan terutama pada bidang SDM
Aparatur untuk mewujudkan ASN yang profesioal, berkinerja tinggi,
berintegritas dan menjunjung tinggi netralitas dapat terwujudkan.
Atas dasar kepentingan hal itulah maka penulis memutuskan untuk
membuat makalah yang berjudul " Kelebihan dan kekurangan sistem merit
dan spoil sistem ini".

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah itu system merit ?


2. Bagaimana komisi aparatur sipil negara sebagai pengawas sistem
merit?
3. Bagaimana sistem merit dalam kebijakan dan manajemen ASN?
4. Bagaimana kelebihan dari sistem merit?
5. Bagaimana pengertian sistem spoil?
6. Bagaimana pelaksanaan spoil system?
7. Bagaimana hubungan sistem merit dan sistem spoil?

2
1.3 Tujuan Penulisan

1. Pengertian system merit.


2. Komisi aparatur sipil negara sebagai pengawas sistem merit.
3. System merit dalam kebijakan dan manajemen ASN.
4. Kelebihan dari sistem merit
5. Pengertian Sistem Spoil
6. Pelaksanaan Spoil System
7. Hubungan sistem merit dan sistem spoil

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Sistem Merit

Sistem merit, menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 5 tahun 2014,


adalah kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi,
kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan
latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status
pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan. Tujuan penerapan sistem merit
dalam manajemen ASN sebagai berikut:

1. Melakukan rekrutmen, seleksi, dan promosi berdasarkan kompetensi


yang terbuka dan adil dengan menyusun perencanaan SDM Aparatur
secara berkelanjutan;

2. Memperlakukan pegawai ASN secara adil dan setara;

3. Mengelola pegawai ASN secara efektif dan efisien;

4. Memberikan remunerasi yang setara untuk pekerjaan-pekerjaan yang


setara dengan memperhatikan hasil kinerja;

5. Memberikan penghargaan atas kinerja pegawai yang tinggi; f.


Memberikan hukuman atas pelanggaran disiplin;

6. Menjaga standar yang tinggi untuk integritas, perilaku, dan kepedulian


untuk kepentingan masyarakat;

7. Menerapkan pengisian jabatan dengan uji kompetensi sesuai standar


kompetensi jabatan yang dipersyaratkan;

8. Memberikan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi kepada


pegawai ASN;

9. Melaksanakan manajemen kinerja pegawai untuk mencapai tujuan


organisasi;

4
10. Melindungi pegawai ASN dari intervensi politik dan tindakan
kesewenang-wenangan;

11. Memberikan perlindungan kepada pegawai.

Untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana disebutkan di atas,


Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 menetapkan prinsip merit sebagai
berikut:

1. Seluruh jabatan sudah memiliki standar kompetensi jabatan;

2. Perencanaan kebutuhan pegawai sesuai dengan beban kerja;

3. Pelaksanaan seleksi dan promosi dilakukan secara terbuka;

4. Memiliki manajemen karier yang terdiri dari perencanaan,


pengembangan, pola karier, dan rencana suksesi yang diperoleh dari
manajemen talenta;

5. Memberikan penghargaan dan mengenakan sanksi berdasarkan pada


penilaian kinerja yang objektif dan transparan;

6. Menerapkan kode etik dan kode perilaku pegawai ASN;

7. Merencanakan dan memberikan kesempatan pengembangan


kompetensi sesuai hasil penilaian kinerja;

8. Memberikan perlindungan kepada pegawai ASN dari tindakan


penyalahgunaan wewenang; dan

9. Memiliki sistem informasi berbasis kompetensi yang terintegrasi dan


dapat diakses oleh seluruh pegawai ASN

2.2 Komisi Aparatur Sipil Negara sebagai Pengawas Sistem Merit

KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara) adalah lembaga non-struktural


yang mandiri dan bebas dari intervensi politik yang berfungsi mengawasi
penerapan nilai dasar, kode etik dan kode perilaku serta penerapan sistem

5
merit. Untuk memastikan sistem merit diterapkan di instansi Pemerintah,
KASN diberi kewenangan mengawasi setiap tahap pelaksanaan pengisian
JPT melalui seleksi terbuka. Pengawasan dilakukan:

1. secara preventif: melalui sosialisasi tata cara seleksi dan penerbitan


rekomendasi terhadap pelaksanaan dan hasil seleksi; serta

2. secara represif: dengan menindaklanjuti pengaduan masyarakat atas


dugaan terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan pengisian JPT dan
menerbitkan rekomendasi berdasarkan hasil investigasi. Disamping itu,
Pasal 111 UU ASN memberi KASN kewenangan untuk menetapkan
apakah suatu instansi sudah menerapkan sistem merit sehingga dapat
dikecualikan dari seleksi terbuka dalam pengisian JPT. KASN juga
membina instansi pemerintah dalam mengembangkan manajemen
ASN yang berbasis sistem merit.

a. Pengertian Aparatur Sipil Negara (ASN)


Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah perubahan dari yang sebelumnya
dikenal dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pengertian ASN berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur
Sipil Negara (UU ASN) pada Pasal 1 Ayat (1), disebutkan bahwa Aparatur Sipil
Negara selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil
dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi
pemerintah. Dilanjutkan pada Pasal 1 Ayat (2), ASN atau pegawai negeri sipil
dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat
pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan
atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Adapun dijelaskan kembali pada Pasal 1 Ayat (3),
bahwa ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah
dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Sementara itu
jika dilihat pada Pasal 1 Ayat (4), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang

6
memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk
jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.
Berdasarkan Undang- undang Nomor 5 Tahun 2014, eksistensi
Pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik yg dibuat pejabat
pembina; pelayan Publik yang berkualitas dan profesional; dan perekat dan
pemersatu bangsa. Terbitnya UU ASN tersebut juga sebagai tombak
perubahankepegawaian yang mampu meningkatkan kualitas birokrasi. Hal itu
bisa dilihat dari rekrutmen yang dilakukan harus bisa mengontrol belanja
pegawai, penempatan pegawai yang memiliki integritas untuk mengurangi
kebocoran anggaran, penempatan pegawai yang berdasarkan kompetensi
yang dibutuhkanuntuk menjamin pencapaian kinerja. Sehingga anggaran
negara dapat digunakan sebesar-besarnya untuk pembangunan dan belanja
publik, secara efektif dan efisien.
Tujuan utama UU ASN ini antara lain yaitu independensi dan netralitas,
kompetensi, kinerja/produktivitas kerja, integritas, kesejahteraan, kualitas
pelayanan publik, serta pengawasan dan akuntabilitas. Prinsip dasar UU ASN
adalah memberlakukan “Sistem Merit”. Dimana Sistem merit ini adalah
kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi,
kompetensi, dan kinerja, secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan
latar belakang, politik, ras, warna kulit, agama, asal usul jenis kelamin, status
pernikahan, umur ataupun kondisi kecacatan. Sistem Merit dilakukan ini
dilakukan dengan seleksi dan promosi secara adil dan kompetitif,
menerapkan prinsip keadilan, penggajian, reward and punishment berbasis
kinerja, standar integritas dan perilaku untuk kepentingan publik, manajemen
SDM secara efektif dan efisien dan melindungi pegawai dari intervensi politik
dan dari tindakan semena-mena.
b. Pengertian Good Governance
Berdasarkan United Nation Development Program (UNDP: 2004), tata
kelola pemerintahan yang baik adalah:“Penggunaan wewenang ekonomi
politik dan administrasi untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap

7
tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk mendorong
terciptanya kondisi kesejahteraan integritas, dan kohesivitas sosial dalam
masyarakat“. Sedangkan Koiman (2009:273) mengemukakan bahwa
governance adalah serangkaian proses interaksi sosial politik antara
pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan
dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-
kepentingan tersebut. Governance merupakan mekanisme-mekanisme,
prosesproses dan institusi-institusi melalui warga Negara yang
mengartikulasi kepentingan-kepentingan mereka, memediasi perbedaan-
perbedaan mereka serta menggunakan hak dan kewajiban legal mereka. Dari
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa good governance
adalah sebuah tata pemerintahan, dimana terdapat penggunaan wewenang
ekonomi, politik, dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara
pada semua tingkatan.Tata pemerintahan tersebut mencakup seluruh proses
mekanisme dan lembaga-lembaga yang mana terdapat warga dan kelompok-
kelompok masyarakat yang salin mengutarakan kepentingan mereka, dengan
menggunakan hak-hak yang berdasarkan hukum, memenuhi semua
kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.
2.3 Sistem Merit Dalam Kebijakan dan Manajemen ASN

Landasan Hukum Penerapan sistem merit di birokrasi pemerintah


Indonesia didasarkan pada peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara


(ASN);

2. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen


Pegawai Negeri Sipil (PNS);

3. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi


Birokrasi Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pedoman Sistem Merit dalam
Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN);

8
4. Peraturan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Nomor 5 Tahun 2017
tentang Penilaian Mandiri Penerapan Sistem Merit dalam Manajemen
Aparatur Sipil Negara (ASN) di Instansi Pemerintah

Prinsip-Prinsip Good Governance

1. Akuntabilitas Akuntabilitas adalah bentuk pertangungjawaban pejabat


publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk
mengurusi kepentingan mereka. Bentuk pertanggungjawaban tersebut
berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang
bersangkutan. Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan
perundang-undangan yang ada, dengan komitmen politik akan
akuntabilitas maupun mekanisme pertanggungjawaban, sedangkan
instrumeninstrumen pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan
sistem pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem
pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.

2. Transparansi Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan


dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi
menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan
di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh
proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat
diakses oleh pihakpihak yang berkepentingan, dan informasi yang
tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. Sehingga
bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pemerintahan.

3. Partisipasi Masyarakat. Semua warga masyarakat mempunyai suara


dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui
lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka.

9
Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang
diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Bentuk lain untuk
merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan
partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan,
evaluasi dan pengawasan secara partisipatif dan mekanisme
konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral.

2.4 Kelebihan dari Sistem Merit

Kelebihan dari sistem merit menurut Noer (2014:67) adalah


terkontrolnya penyalahgunaan jabatan publik di birokrasi untuk kepentingan
dan pengaruh partai politik tertentu karena sistem merit mempraktekkan
sikap netral birokrasi dalam prakteknya dalam pemerintahan. Sikap netralnya
birokrasi menurut Noer (2014:71) dapat dilihat dari proses rekrutmen yang
bersifat terbuka yaitu membuka kesempatan yang sama bagi masyarakat
untuk mengikuti proses pemilihan yang transparan dan objektif. Untuk itu
Sowa & Selden (2003:703) menyampaikan parameter yang perlu dilakukan
dalam proses rekrutmen ialah: (1). Dilakukan berdasarkan keperluan dan
terbuka untuk siapa saja yang memenuhi syarat dan prosedur yang telah
ditentukan, (2). Tidak ada pertimbangan keluarga dekat atau pertimbangan
partai politik dalam proses pegawai/ pengangkatan pejabat, (3).
Pengangkatan pejabat/ pegawai ditentukan atas kemampuan teknis dengan
seleksi yang objektif sifatnya.

Berdasarkan ungkapan Sowa & Selden (2003) dapat disimpulkan


parameter tersebut atau sistem merit bertujuan untuk merekrut pejabat yang
profesional dan menempatkan mereka pada jabatan-jabatan birokrasi
pemerintah sesuai kompetensinya. Birokrasi harus terus dapat
mengedepankan sistem merit dalam hal rekrutmen pejabatnya. Hal ini dapat
diartikan keharusan mengingat kebutuhan masyarakat akan pelayanan
semakin meningkat, maka keharusan pejabat birokrasi yang ahli (capable) di
bidangnya serta memiliki kemampuan menterjemahkan keinginan

10
masyarakat adalah kebutuhan yang paling mendesak yang tidak dapat
ditunda-tunda lagi. Dengan sistem merit, diharapkan juga politisasi birokrasi
mampu untuk dihapus. Rekrutmen pejabat birokrasi berdasarkan sistem
merit yaitu kemampuan. Jabatan birokrasi menjadi tersedia, setidaknya
dalam teori untuk seluruh masyarakat bukan kerabat penguasa belaka.
Sebagaimana awal dikenalnya sistem merit pada dinasti Qin dan Han di Cina.
Sistem tersebut dikembangkan agar jabatan di pemerintahan tidak hanya
diduduki oleh para bangsawan, namun juga penduduk pedesaan yang
mempunyai kemampuan.

2.5 Pengertian Sistem Spoil


Sebelum sistem merit diimplementasikan dalam sistem birokrasi
Indonesia, khususnya dalam sistem manajemen aparatur sipil negara, sistem
birokrasi Indonesia masih kental akan penerapan spoil system. Dalam
penerapan spoil system, sebuah partai politik akan memiliki hak untuk
bertindak dengan bebas dalam pemerintahannya sendiri (Stanč etić ,
2020). Kebebasan yang dimiliki oleh partai politik tertentu tersebut
menyebabkan spoil system identik dengan praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN). Penerapan spoil system dalam manajemen aparatur sipil
negara di Indonesia menyebabkan rendahnya kualitas aparatur sipil negara di
Indonesia. Sebagai bentuk upaya penyelesaian dari masalah ini, pemerintah
Indonesia melakukan reformasi birokrasi yang ditandai dengan diterapkannya
sistem merit dalam manajemen aparatur sipil negara di Indonesia.
Spoil sistem adalah suatu bentuk administrasi dimana sebuah partai
politik yang telah memenangi pemilu mengangkat para pendukung mereka
untuk menduduki jabatan birokrasi pemerintahan (Noer, 2014:67). Sedangkan
Nepotism System merupakan sistem untuk menentukan pilihan kepada
seseorang utuk menduduki jabatan struktural tertentu yang didasarkan atas
hubungan keluarga, dan jelas sekali sistem ini hampir sama dengan spoil
system karena kurang memperhatikan keahlian dan keterampilan seseorang

11
yang dipersyaratkan untuk menduduki suatu jabatan tertentu. Bahkan
hubungan keluarga pada nepotism system semakin diperluas artinya sistem
ini selalu menekankan adanya persamaan daerah, sanak famili dan kawan
maupun persamaan perjuangan politik sebagai pertimbangan utama
menentukan pejabat, sementara patronange system menurut Agustino (2014)
merupakan konsep kekuasaan yang lahir dari hubungan yang tidak seimbang
antara patron di satu pihak dan klien di pihak yang lain. Ketidakseimbangan
ini pada dasarnya berkait erat dengan kepemilikan yang tidak sama atas
sumber daya dalam masyarakat. Karena itu, dalam fenomena seperti ini
interelasi telah diikat oleh kepentingan dan dimanipulasi oleh tujuan masing-
masing-walaupun kedua-duanya berada dalam kedudukan yang tidak
seimbang. Dalam konteks seperti Mashuri (2007) mengungkapkan bahwa:
“rekrutmen ini didasarkan atas keinginan untuk membantu pejabat yang
didudukkan pada suatu jabatan tertentu, dimana usaha membantu tersebut
didasarkan atas hubungan politik maupun hubungan keluarga. Sistem ini bisa
dikatakan perpaduan dua sistem rekrutmen sebelumnya (Spoil sytem dan
Nepotism System).
Tindakan rekrutmen pejabat birokrasi yang didasari berkat usungan
dan dukungan dari Parpol, tim sukses dan orang-orang dekatnya tanpa
memperhatikan kompetensi dan kemampuan yang dimiliki oleh pejabat
tersebut, tindakan tersebut dikenal dengan spoil system, nepotism system,
patronange system yaitu jabatan diberikan kepada orang yang ada
hubungannya dengan partai yang berkuasa atau dengan pemimpin tertingggi
yang berkuasa.

2.6 Kelebihan sistem spoil

Spoil system adalah sistem ketenagakerjaan di lingkup pemerintahan


yang berhubungan dengan pengangkatan jabatan berdasarkan koneksi politik.
Spoil system sering digunakan di instansi pemerintah. Kelebihannya yang

12
punya koneksi mudah dapat kerja/pengangkatan jabatan. Kelemahannya
tidak semua orang punya koneksi dan menimbulkan kecemburuan pada
orang yang tak punya koneksi politik

Spoil system, nepotism system, patronange system tentunya akan


berdampak sulit mewujudkan the right man in the right place/ the right man
on the right job dan untuk pembangunan birokrasi yang profesional. Seorang
pejabat yang tidak didukung kemampuan, kompetensi, kualifikasi pendidikan,
keterampilan dan pengalaman kemudian dipaksakan diangkat atau
ditempatkan pada jabata tertentu, maka hanya akan menciderai dan merusak
tatanan birokrasi, mengganggu fungsi-fungsi organisasi dan akan
memunculkan perilaku yang tidak profesional, serta akan akan menimbulkan
persoalan baru dan hanya akan menjadi beban birokrasi. Implikasi lainnya
bahwa kinerja birokrasi pemerintah daerah semakin tidak efektif akibat
inefisiensi (Heldan, 2012). Sementara ketidakefektifan tersebut akan
menimbulkan kesulitan bagi perwujudan visi dan misi pemerintah daerah,
sedangkan inefisiensi akan menimbulkan kerugian pada pembengkakan
anggaran untuk membiayai SDM yang tidak profesional, kerugian keuangan
negara akibat ketidakcakapan aparatur dalam mengelola keuangan daerah
bahkan akan semakin berpotensi menimbulkan perilaku korup (Baharuddin &
Isra Djabbar, 2014).
Untuk mewujudkan perubahan yang mendasar dalam birokrasi dari
keadaan yang sebelumnya, Geddess (1996:64) mengemukakan pentingnya
menghindarkan tahap rekrutmen dari patronase dan kepentingan subjektif.
Menurutnya, “Recruitment and promotion that would convert a personalistic,
patronage-based system into a merit-based system threaten existing
employes and reduce the patronage resources controlled by political
activities”. Tetapi Geddes (1996) berargumen perubahan rekrutmen yang
seperti ini menurutnya akan mendapatkan penolakan aktivis partai serta para
pemimpin organisasi birokrasi (consequently, civil servants union, politician,

13
and party activities have often opposed such changes).

2.7 Hubungan Sistem Merit Dan Sistem Spoil

Sistem merit sendiri diartikan sebagai suatu sistem kepegawaian


dimana pengangkatan/ penunjukan pegawai berdasarkan atas kecakapan.
Kecakapan yang dimaksud adalah kecakapan praktis dan kecakapan teoritis.
Kecakapan praktis dibuktikan dengan bagaimana yang bersangkutan
melakukan praktek kerja dalam keseharian. Sedangkan kecakapan teoritis
dibuktikan dengan lulus dalam ujian jabatan (Moekijat, 2000). Kartono (2001)
mengemukakan bahwa sistem merit adalah “reaksi terhadap spoil system,
nepotism system, patronange system”. Oleh karena itu sistem merit sangat
menekankan keahlian dan kompetensi seseorang yang dipersyaratkan pada
suatu posisi jabatan tertentu dan penilaian yang objektif merupakan prosedur
tetap yang harus dilalui dalam menentukan seseorang untuk menduduki
jabatan pada organisasi birokrasi pemerintahan.
Pengertian luas sistem merit dalam pemerintahan modern menurut
Stahl (1962: 31) adalah “a personnel system in which comparative merit or
achievement governs each individual’s selection and progress in the service
and in which the conditions and rewards of performance contribute to the
competency and continuity of the service”. Maksudnya, merit system adalah
sistem kepegawaian di mana terdapat perbandingan kecakapan atau prestasi
yang berpengaruh terhadap masing-masing seleksi dan kemajuan individu-
individu dalam pelayanan dan di mana kondisi dan penghargaan kinerja
berkontribusi terhadap kompetensi dan keberlanjutan pelayanan.
Keadaan demikian sejatinya menurut pandangan Stahl (dalam Sulardi
2005) adalah bahwa ada beberapa faktor yang menyulitkan keberhasilan
penerapan merit system di sektor pemerintah yaitu political bargaining,
collective corruption, political corruption, spoils system, dan nepotism. Faktor
dari political bargaining ini adalah seperti adanya beberapa legislator yang

14
menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki dengan melakukan tekanan pada
eksekutif sesuai dengan kehendaknya. Dalam hal ini anggota legislatif
berusaha mencampuri dan mempengaruhi berbagai keputusan yang dibuat
eksekutif agar menguntungkan dirinya. Fakta ini diperkuat oleh Harrison
(dalam Afrianto dan Prasojo, 2020) bahwa keputusan strategis pada
dasarnya merupakan kompromi antara aturan dengan penyimpangan, adanya
keseimbangan antara kondisi eksternal dan internal. Dalam sejarahnya,
kondisi ini juga pernah dialami oleh Amerika sekitar tahun 1960-an di mana
aroma politik sangat kental khususnya dalam proses penempatan pegawai di
sektor publik.
Sistem merit pada proses rekrutmen pejabat birokrasi dengan
bentuk seleksi terbuka adalah suatu model perekrutan dimana calon kandidat
yang lulus seleksi benar-benar didasarkan pada kompetensi, keahlian,
kemampuan, dan pengalaman. Hal ini dimaksudkan agar rekrutmen pejabat
birokrasi dapat berjalan fair dan bukan secara Spoil system, nepotism system,
patronange system dan sebagaimnya, sehingga sistem merit menekankan
adanya keterbukaan (transparancy) dan keadilan (fairness) dalam
pengangkatan jabatan (MicCort, 2007).

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan apa yang telah di uraikan maka sistem merit di instansi


pemerintah sudah merupakan sesuatu yang “urgent”, sebagai upaya untuk
mewujudkan ASN yang profesional, guna mendukung tercapainya tujuan
reformasi birokrasi, yaitu birokrasi yang efektif dan efisien, serta melayani.
Perubahan yang cepat secara global harus diantisipasi oleh Pemerintah
dengan membangun human capital di sektor pemerintahan agar Indonesia
mampu bersaing di tingkat global. Hasil pemetaan penerapan sistem merit
dalam manajemen ASN yang telah dilakukan KASN di seluruh Kementerian,
LPNK dan Pemerintah Provinsi menunjukkan bahwa belum banyak instansi
yang siap untuk menerapkan sistem merit. Berbagai prasyarat masih perlu
disiapkan, namun instansi dihadapkan pada keterbatasan dana dan
pengalaman dalam mengembangkan sistem merit. Komitmen yang tinggi
dari pimpinan instansi sangat diperlukan dalam mewujudkan manajemen
ASN yang berbasis merit.

Penerapan sistem merit dalam peraturan pemberhentian aparatur sipil


negara terlihat pada Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang
Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS). Proses penilaian kinerja
aparatur sipil negara ini telah memenuhi prinsip-prinsip sistem merit, yaitu
objektif, terukur, transparan, akuntabel, dan partisipatif. Selain itu, pemberian
sanksi berupa pemberhentian bagi aparatur sipil negara yang tak memenuhi

16
target kinerja mereka juga telah sejalan dengan prinsip sistem merit yang
mengutamakan performa kinerja seorang pegawai dibandingkan koneksi
politik ataupun faktor-faktor terselubung lainnya sehingga tercipta
transparansi dan keadilan di dalam manajemen aparatur sipil negara. Akan
tetapi, penegakan peraturan pemberhentian aparatur sipil negara berdasarkan
kinerja ini masih belum maksimal. Pemerintah cenderung masih enggan
memberhentikan aparatur sipil negara yang tidak kompeten secara tegas.
Tentunya hal ini tidak sejalan dengan prinsip-prinsip sistem merit. Terkait
prinsip objektivitas dalam sistem merit, peraturan terkait pemberhentian
aparatur sipil negara masih memiliki beberapa celah yang dapat
dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Celah-celah seperti
penggunaan frasa pada peraturan yang dapat memiliki penafsiran ganda dan
peraturan yang mengandung pasal-pasal karet berpotensi menimbulkan
keberpihakan atau subjektivitas dalam pengambilan keputusan terkait
pemberhentian aparatur sipil negara.

17
3.2 Saran

Kami dapat menyarankan hal hal sebagai berikut :

a. Mendorong dan membina Instansi Pemerintah yang tingkat


penerapan sistem merit dalam Manajemen ASN nya masih belum
baik untuk meningkatkan penerapan sistem meritnya ke kategori
yang lebih baik ke depan;
b. Melakukan akreditasi terhadap assessment center dan sertifikasi
assesor;
c. Menyempurnakan peraturan perundang-undangan terkait
manajemen kinerja dan membina pelaksanaannya agar penilaian
kinerja lebih terukur dan obyektif;
d. Menyiapkan peraturan dan pedoman terkait penyusunan strategi
dan program diklat yang didasarkan pada kesenjangan kompetensi
dan kinerja;

18
DAFTAR PUSTAKA

Farell, G., Saputra, H. K., & Novid, I. (2018). Rancang Bangun Sistem Informasi
Pengarsipan Surat Menyurat (Studi Kasus Fakultas TeknikUnp).
JurnalTeknologi Informasi Dan Pendidikan (JTIP), 11(2), 56–62.

Andi, M. S. (2017). Implementasi Peningkatan Kinerja Melalui Merit Sistem


Guna Melaksanakan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara No. 5 Tahun 2014
Di Kementerian Hukum dan HAM (Performance Improvement By Merit
System Under The Act Of Civil State Jurnal, 185-186.
Atik, M. (2010). Analisis Reormasi Birokrasi Di Badan Kepegawaian Provinsi
Jawa Timur. Analisis Reormasi Birokrasi Di Badan Kepegawaian
Provinsi Jawa Timur, 56-59.
Bernard. G.S.2009. Civil Service Reform Versus the Spoils System. LLC:
Publisher Books.
Daryanto, A. (2015). Merit System Dalam Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Merit System Dalam Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Civil Service
Journal, 20-25.
Goebel, Z. (2020). Global Leadership Talk: Constructing Good Governance In
Indonesia. Global Leadership Talk: Constructing Good Governance In
Indonesia Journal, 123-124
Stanč etić , V. (2020). Spoils System Is Not Dead: The Development and
Effectiveness of the Merit System in Western Balkans. HKJU-CCPA,
20(3), 415–438.

19

Anda mungkin juga menyukai