Anda di halaman 1dari 5

BAB I PERSPEKTIF ESTETIKA

Sebuah karya seni sering kali menghasilkan efek berbeda untuk tiap penanggap. Instalasi
Cigondewah: An Art Project (gb. 1.1) karya Tisna Sanjaya, misalnya, memungkinkan ditanggapi
secara beragam. Seseorang yang menyenangi karya rapi dan harum tidak akan memandang indah
instalasi yang terdiri dari tiga ton sampah itu; sebaliknya, seorang yang menyukai ide nakal akan
berdecak kagum pada karya yang dipamerkan di ruang pameran National University of
Singapore tanggal 1 April hingga 29 Mei 2011 tersebut." Demikian pula, di satu sisi terdapat
penikmat yang menyukai lukisan bercitra naturalistis, di sisi lain ada penonton yang menggemari
goresan spontan ekspresif. The Scream (gb. 1.2) karya Edvard Munch, contohnya, tidak disukai
semua orang. Seseorang yang hanya menggemari lukisan mimesis tidak akan mempedulikannya;
sedangkan penikmat yang menggemari sapuan liar akan terkagum pada karya buatan tahun 1893
itu. Bahkan, kolektor yang menggandrungi karya tersebut, dalam versi pastel, bersedia merogoh
dana hingga 119.922.500 dolar AS atau lebih dari 1.7 trilyun rupiah untuk memboyongnya,
sebagaimana transaksi di balai lelang Sotheby's New York tanggal 3 Mei 2012.2 Perbedaan
penilaian tidak hanya terjadi dalam seni rupa seperti contoh di atas. Pada dunia seni musik
umpamanya, tidak semua pendengar merasa
PERSPEKTIF ESTETIKA nyaman dengan musik atonal ciptaan Arnold Schoenberg yang tidak
menggunakan standar kunci sebagaimana biasanya (gb. 1.3). Demikian pula di ranah wayang
kulit, banyak dalang senior yang mengkritik pertunjukan Ki Nartosabdo (gb. 1.4) karena
menampilkan humor sebagai selingan adegan keraton yang biasanya kaku dan formal; sementara
itu dalang-dalang muda memberi apresiasi positif. Rentetan contoh lain tentu saja dapat
ditambahkan untuk bidang seni lainnya. Selain pada penikmatan, perbedaan tolok ukur juga
terjadi dalam penciptaan karya seni. Dua orang perupa yang memiliki parameter berbeda atas
keindahan akan menghasilkan karya yang berlainan atau bahkan bertolak belakang. René Lalique
dan Adolf Loos, misalnya, memiliki perbedaan itu. Lalique adalah pengrajin era Art Nouveau
yang menggemari sulur ornamentik, maka tidak aneh jika kriyawan asal Perancis itu
menciptakan karya yang penuh dekorasi. Salah satu capaiannya yang terkenal adalah bros
berbentuk capung atau Dragonfly (gb. 1.5).' Di sisi lain, Loos bersemboyan, "Ornament is
crime!" alias menajiskan ornamen; untuk itu arsitek asal Austria-Hongaria ini menciptakan
bangunan yang simpel tanpa banyak hiasan. The House of Michaelerplatz (gb. 1.6) di Vienna
yang diresmikan tahun 1910 adalah contohnya. 3/7
PERSPEKTIF ESTETIKA nyaman dengan musik atonal ciptaan Arnold Schoenberg yang tidak
menggunakan standar kunci sebagaimana biasanya (gb. 1.3). Demikian pula di ranah wayang
kulit, banyak dalang senior yang mengkritik pertunjukan Ki Nartosabdo (gb. 1.4) karena
menampilkan humor sebagai selingan adegan keraton yang biasanya kaku dan formal; sementara
itu dalang-dalang muda memberi apresiasi positif. Rentetan contoh lain tentu saja dapat
ditambahkan untuk bidang seni lainnya. Selain pada penikmatan, perbedaan tolok ukur juga
terjadi dalam penciptaan karya seni. Dua orang perupa yang memiliki parameter berbeda atas
keindahan akan menghasilkan karya yang berlainan atau bahkan bertolak belakang. René Lalique
dan Adolf Loos, misalnya, memiliki perbedaan itu. Lalique adalah pengrajin era Art Nouveau
yang menggemari sulur ornamentik, maka tidak aneh jika kriyawan asal Perancis itu
menciptakan karya yang penuh dekorasi. Salah satu capaiannya yang terkenal adalah bros
berbentuk capung atau Dragonfly (gb. 1.5). Di sisi lain, Loos bersemboyan, "Ornament is
crime!" alias menajiskan ornamen; untuk itu arsitek asal Austria-Hongaria ini menciptakan
bangunan yang simpel tanpa banyak hiasan. The House of Michaelerplatz (gb. 1.6) di Vienna
yang diresmikan tahun 1910 adalah contohnya. 3/7
A. Elemen Dasar Estetika Dalam perspektif estetika, beberapa kasus di atas dapat dipilah-pilah
ke dalam tiga elemen dasar, yaitu: objek estetis, subjek estetis, dan nilai estetis. Objek estetis
adalah aspek yang diamati maupun diciptakan seseorang Dalam contoh di atas meliputi: instalasi
Cigondewah: An Art Project lukisan The Scream, bros Dragonfly, arsitektur The House of
Michaelerplatt
PERSPEKTIF ESTETIKA- Nilai Estetis Estesis Objek Estetis Subjek Estetis Gambar 1.7
Estesis; jalinan subjek, objek, dan nilai estetis 5/7 lagu Das Buch der Hängenden Gärten karya
Schoenberg, atau lakon Ismaya Maneges gubagan Ki Nartosabdo. Selain karya seni, objek estetis
dapat berupa objek natural yang tidak diciptakan manusia, seperti gunung atau bunga. Subjek
estetis merupakan spektator yang mengamati atau kreator yang membuat objek estetis. Ketika
berhadapan dengan objek estetis, subjek akan mengalami pengalaman tertentu. Pengalaman yang
dirasakan oleh spektator saat mencermati objek estetis disebut "pengalaman estetis"; dan
pengalaman yang dirasakan oleh kreator ketika membuat objek estetis disebut "pengalaman
artistik". Pada contoh di muka, pengalaman estetis merupakan emosi saat menikmati instalasi
karya Tisna maupun lukisan ciptaan Munch. Adapun pengalaman artistik adalah pengalaman
yang dialami oleh Lalique maupun Loos ketika berkarya. Nilai estetis ialah tolok ukur yang
digunakan subjek untuk menimbang keindahan atau kejelekan, maupun ketertarikan atau
ketidaktertarikan, pada suatu objek. Perbedaan emosi antara satu orang dengan orang lainnya,
atau suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya, saat menghadapi objek estetis disebabkan
oleh perbedaan nilai estetis yang digunakan. Dalam contoh di depan, ketertarikan terhadap
instalasi Cigondewah: An Art Project didasari nilai estetis chaos, yaitu karya tersebut
mengandung ide yang menegasi kerapian; sedangkan ketidaktertarikan terhadapnya karena
dipengaruhi parameter nilai estetis order, yaitu bahwa karya seni semestinya menampilkan
kerapian. Demikian pula, kesukaan terhadap lukisan The Scream dilandasi pertimbangan bahwa
lukisan yang menarik adalah yang CS
PERSPEKTIF ESTETIKA- Nilai Estetis Estesis Objek Estetis Subjek Estetis Gambar 1.7
Estesis: jalinan subjek, objek, dan nilai estetis lagu Das Buch der Hängenden Gärten karya
Schoenberg, atau lakon Ismaya Maneges gubagan Ki Nartosabdo. Selain karya seni, objek estetis
dapat berupa objek natural yang tidak diciptakan manusia, seperti gunung atau bunga. Subjek
estetis merupakan spektator yang mengamati atau kreator yang membuat objek estetis. Ketika
berhadapan dengan objek estetis, subjek akan mengalami pengalaman tertentu. Pengalaman yang
dirasakan oleh spektator saat mencermati objek estetis disebut "pengalaman estetis"; dan
pengalaman yang dirasakan oleh kreator ketika membuat objek estetis disebut "pengalaman
artistik". Pada contoh di muka, pengalaman estet…
ESTETIKA: JALINAN SUBJEK, OBJEK, DAN mampu mengekspresikan emosi sang seniman
maupun yang mengandung goresan spontan; sedangkan ketidaksukaan terhadapnya didasari
patokan bahwa lukisan yang indah mesti berbentuk mimesis. Adapun dalam proses penciptaan,
nilai estetis merupakan parameter yang digunakan oleh kreator untuk menentukan bagaimana
dirinya mesti berkarya, Melalui pemetaan tersebut, estetika dapat dipandang sebagai kajian
tentang proses yang terjadi pada subjek, objek, dan nilai yang terkai dengan ketertarikan atau
ketidaktertarikan subjek pada bentuk objek karena pengaruh nilai-nilai tertentu. Proses ini
merupakan proses estetis proses estetis juga disebut estesis. B. Cakupan Setelah Prolog ini yang
membahas secara ringkas kasus estetika, persoalan subjek estetis, objek estetis, maupun nilai
estetis akan dibahas lebih mendalam dalam bagian tersendiri. Beberapa contoh dicantumkan agar
mengurangi sifat keabstrakan suatu teori. Berbagai gambar sengaja ditebar agar informasi yang
tidak tersangga tulisan dapat diemban visual. Untuk pengantar sebelum memasuki pembahasan
jalinan subjek, objek dan nilai dalam estetika, Bagian Satu buku ini membahas terminologi
estetika dan keterkaitan estetika dengan keilmuan lain. Terminologi estetika membicarakan
definisi dan turunan kata estetika. Definisi estetika telah menyibukkan para estetikus, karena
batasannya dipenuhi dilema. Buku ini mencoba menyodorkan sebuah definisi tanpa
mengesampingkan beberapa definisi yang telah ada. Selanjutnya, pada bab yang berbeda,
persinggungan estetika dengan disiplin ilmu lain dikemukakan untuk memetakan posisinya.
Estetika bersentuhan dengan berbagai macam ilmu, seperti filsafat, psikologi, semiotika,
antropologi, sosiologi, politik, agama, ekonomi, matematika, komputasi, dan lainnya. Bagian
Dua, yaitu Proses Estetis, mengupas landasan pengkatan
dilandasi pertimbangan bahwa lukisan yang menarik adalah yang Dipindai dengan CamScanner -
ESTETIKA: JALINAN SUBJEK, OBJEK, DA mampu mengekspresikan emosi sang seniman
maupun yang mengandung goresan spontan; sedangkan ketidaksukaan terhadapnya didasari
patokan bahwa lukisan yang indah mesti berbentuk mimesis. Adapun dalam proses penciptaan,
nilai estetis merupakan parameter yang digunakan oleh kreator untuk menentukan bagaimana
dirinya mesti berkarya. Melalui pemetaan tersebut, estetika dapat dipandang sebagai kajian
tentang proses yang terjadi pada subjek, objek, dan nilai yang terkan dengan ketertarikan atau
ketidaktertarikan subjek pada bentuk objek karena pengaruh nilai-nilai tertentu. Proses ini
merupakan proses estetis proses estetis juga disebut estesis. B. Cakupan Setelah Prolog ini yang
membahas secara ringkas kasus estetika, persoalan subjek estetis, objek estetis, maupun nilai
estetis akan dibahas lebih mendalam dalam bagian tersendiri. Beberapa contoh dicantumkan agar
mengurangi sifat keabstrakan suatu teori. Berbagai gambar sengaja ditebar agar informasi yang
tidak tersangga tulisan dapat diemban visual. Untuk pengantar sebelum memasuki pembahasan
jalinan subjek, objek, dan nilai dalam estetika, Bagian Satu buku ini membahas terminologi
estetika dan keterkaitan estetika dengan keilmuan lain. Terminologi estetika membicarakan
definisi dan turunan kata estetika. Definisi estetika telah menyibukkan para estetikus, karena
batasannya dipenuhi dilema. Buku ini mencoba menyodorkan sebuah definisi tanpa
mengesampingkan beberapa definisi yang telah ada. Selanjutnya, pada bab yang berbeda,
persinggungan estetika dengan disiplin ilmu lain dikemukakan untuk memetakan posisinya.
Estetika bersentuhan dengan berbagai macam ilmu, seperti filsafat, psikologi, semiotika,
antropologi, sosiologi, politik, agama, ekonomi, matematika, komputasi, dan lainnya. Bagian
Dua, yaitu Proses Estetis, mengupas landasan pengkalan subjek, objek, dan nilai pada estetika.
Bab awal di bagian ini membahas pemanfaatan semiotika untuk model estesis. Istilah estesis,
sebagai proses estetis, merupakan adaptasi dari kata semiosis dalam semiotika yang berarti
proses penandaan. Bab selanjutnya mengembangkan model semiosis itu. Selanjunya, Bagian
Tiga mengkaji berbagai aspek tentang subjek estetis. Bagian ini dibagi dua bab, yaitu tentang
spektator dan kreator. Spektator adalah penikmat objek estetis, ketika menikmatinya ia akan
merasakan pengalaman estetis. Kreator ialah pencipta objek estetis. Seniman, selaku kreator
yang memiliki intensitas tinggi dalam penciptaan objek estetis, akan mengalami pengalaman
artistik. Dipindai dengan CamScanner PERSPEKTIF ESTETIKA Kemudian, Bagian Empat
mengupas perihal objek estetis. Objek estetis natural dan objek estetis kultural dipisah dalam bab
yang berbeda. Berbeda dengan objek estetis kultural yang keberadaannya tidak melewati
pemahaman manusia, objek estetis kultural melewatinya. Baik objek kultural maupun natural
dapat berupa benda, aktivitas, atau bahasa. Lalu, Bagian Lima mengulas tentang nilai estetis.
Bagian ini melipt pembahasan estetika aksiologis, ekspresi nilai estetis, dan posisi nilai estetis.
Estetika aksiologis menyinggung persoalan nilai secara umum, kemudian membahas pertanyaan-
pertanyaan aksiologis pada estetika, seperti nilai objektif, nilai subjektif, dan nilai objektif-
subjektif. Bab ekspresi nilai estetis mengulas tentang bagaimana suatu nilai estetika mewujud
dalam suatu objek sehingga dapat ditangkap subjek sebagai kemenarikan. Ekspresi nilai estetis
dapat berupa order, chaos, sublim, maupun desepsi. Posisi nilai estetis mempersoalkan relasi
nilai estetis terhadap nilai-nilai lain, khususnya nilai etis. Posisinya dapat bersifat independen
atau dependen. Pada posisi independen, suatu nilai estetis tidak terkait dengan nilai-nilai lain.
Sebaliknya, nilai estetis dependen dipengaruhi oleh nilai-nilai lain. 6/7 Seluruh pembahasan
tersebut laksana kerangka yang ada dalam estetika. Dengan demikian, hal-hal yang bersifat
kasuistik, terutama untuk objek astatie man memiliki nilai estetis denenden, donat dibahas
tersendiri (1
Kemudian, Bagian Empat mengupas perihal objek estetis. Objek estetis natural dan objek estetis
kultural dipisah dalam bab yang berbeda. Berbeda dengan objek estetis kultural yang
keberadaannya tidak melewati pemahaman manusia, objek estetis kultural melewatinya. Baik
objek kultural maupun natural dapat berupa benda, aktivitas, atau bahasa. Lalu, Bagian Lima
mengulas tentang nilai estetis. Bagian ini melipt pembahasan estetika aksiologis, ekspresi nilai
estetis, dan posisi nilai estetis Estetika aksiologis menyinggung persoalan nilai secara umum,
kemudian membahas pertanyaan-pertanyaan aksiologis pada estetika, seperti nilai objektif, nilai
subjektif, dan nilai objektif-subjektif. Bab ekspresi nilai estetis mengulas tentang bagaimana
suatu nilai estetika mewujud dalam suatu objek sehingga dapat ditangkap subjek sebagai
kemenarikan. Ekspresi nilai estetis dapat berupa order, chaos, sublim, maupun desepsi. Posisi
nilai estetis mempersoalkan relasi nilai estetis terhadap nilai-nilai lain, khususnya nilai etis.
Posisinya dapat bersifat independen atau dependen. Pada posisi independen, suatu nilai estetis
tidak terkait dengan nilai-nilai lain. Sebaliknya, nilai estetis dependen dipengaruhi oleh nilai-
nilai lain. 6/7 Seluruh pembahasan tersebut laksana kerangka yang ada dalam estetika. Dengan
demikian, hal-hal yang bersifat kasuistik, terutama untuk objek estatis inna mamilitet nilai estetis
dependen donat dibahas tersendiri (1
mengurangi sifat keabstrakan suatu teol ditebar agar informasi yang tidak tersangga tulisan dapat
diemban visual. Untuk pengantar sebelum memasuki pembahasan jalinan subjek, objek dan nilai
dalam estetika, Bagian Satu buku ini membahas terminologi estetika dan keterkaitan estetika
dengan keilmuan lain. Terminologi estetika membicarakan definisi dan turunan kata estetika.
Definisi estetika telah menyibukkan para estetikus, karena batasannya dipenuhi dilema. Buku ini
mencoba menyodorkan sebuah definisi tanpa mengesampingkan beberapa definisi yang telah
ada. Selanjutnya, pada bab yang berbeda. persinggungan estetika dengan disiplin ilmu lain
dikemukakan untuk memetakan posisinya. Estetika bersentuhan dengan berbagai macam ilmu,
seperti filsafat, psikologi, semiotika, antropologi, sosiologi, politik, agama, ekonomi,
matematika, komputasi, dan lainnya. Bagian Dua, yaitu Proses Estetis, mengupas landasan
pengkaltan subjek, objek, dan nilai pada estetika. Bab awal di bagian ini membahas pemanfaatan
semiotika untuk model estesis. Istilah estesis, sebagai proses estetis, merupakan adaptasi dari
kata semiosis dalam semiotika yang berarti proses penandaan. Bab selanjutnya mengembangkan
model semiosis itu. Selanjunya, Bagian Tiga mengkaji berbagai aspek tentang subjek estetis
Bagian ini dibagi dua bab, yaitu tentang spektator dan kreator. Spektator adalah penikmat objek
estetis, ketika menikmatinya ia akan merasakan pengalaman estetis. Kreator ialah pencipta objek
estetis. Seniman, selaku kreator yang memiliki intensitas tinggi dalam penciptaan objek estetis
akan mengalami pengalaman artistik. Dipindal dengan CamScanner PERSPEKTIF ESTETIKA 9
Kemudian, Bagian Empat mengupas perihal objek estetis. Objek estetis natural dan objek estetis
kultural dipisah dalam bab yang berbeda. Berbeda dengan objek estetis kultural yang
keberadaannya tidak melewati pemahaman manusia, objek estetis kultural melewatinya. Baik
objek kultural maupun natural dapat berupa benda, aktivitas, atau bahasa. Lalu, Bagian Lima
mengulas tentang nilai estetis. Bagian ini meliputi pembahasan estetika aksiologis, ekspresi nilai
estetis, dan posisi nilai estetis. Estetika aksiologis menyinggung persoalan nilai secara umum,
kemudian membahas pertanyaan-pertanyaan aksiologis pada estetika, seperti nilai objektif, nilai
subjektif, dan nilai objektif-subjektif. Bab ekspresi nilai estetis mengulas tentang bagaimana
suatu nilai estetika mewujud dalam suatu objek sehingga dapat ditangkap subjek sebagai
kemenarikan. Ekspresi nilai estetis dapat berupa order, chaos, sublim, maupun desepsi. Posisi
nilai estetis mempersoalkan relasi nilai estetis terhadap nilai-nilai lain, khususnya nilai etis.
Posisinya dapat bersifat independen atau dependen. Pada posisi independen, suatu nilai estetis
tidak terkait dengan nilai-nilai lain. Sebaliknya, nilai estetis dependen dipengaruhi oleh nilai-
nilai lain. Seluruh pembahasan tersebut laksana kerangka yang ada dalam estetika. Dengan
demikian, hal-hal yang bersifat kasuistik, terutama untuk objek estetis yang memiliki nilai estetis
dependen, dapat dibahas tersendiri.

Anda mungkin juga menyukai