Anda di halaman 1dari 20

Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir

Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono


SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir

Karina Herdiana Sari 1), Hendro Wardhono 2)


1) 2)
Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Dr. Soetomo Surabaya
Email : karinaherdiana68@gmail.com

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi bencana yang cukup tinggi. Bencana yang terus
meningkat tentu juga memberi kerugian cukup besarpada masyarakat dan pemerintah, sehingga penanganan
untuk mengurangi resiko bencana merupakan hal yang perlu dilakukan. Desa Banjarasri merupakan salah satu
desa yang termasuk dalam kawasan rawan bencana banjirdi Kabupaten Sidoarjo. Bencana banjir masih terus
melanda Desa Banjarasri sejak tahun 2019 sampai sekarang meskipun kebijakan pengurangan resiko bencana
banjir sudah diterapkan untuk menanggulanginya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan
pengurangan resiko banjir pada penanganan bencana banjir di Desa Banjarasri. Hasil penelitian ini,
menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pengurangan resiko bencana banjir di Desa Banjarasri sudah
terlaksana dengan cukup baik atas koordinasi dan kooperasi dari masyarakat dan BPBD. Faktor pendukung
dari terlaksananya kebijakan ini ada pada kinerja BPBD Kabupaten Sidoarjo yang memperoleh IKD yang baik,
sinergi masyarakat dan pemerintah, serta adanya komunitas-komunitas. Sementara hal yang menghambat
adalah adanya refocusing dana ketika Covid-19 sehingga terdapat rencana mitigasi non-struktural yang
terhambat dari pihak BPBD, selain itu adanya oknum-oknum warga yang melakukan pembangunan ilegal di
tanah-tanah resapan. Meski implementasi kebijakan dinyatakan baik, peneliti menemukan bahwa
permasalahan warga Desa Banajrasri dalam pengurangan resiko bencana tidak hanya berhenti pada mitigasi
fisik. Namun juga perlu mitigasi non-fisik yang tidak terbatas pada kesiapan menghadapi bencana dari sisi
prasarana, namun juga siap menghadapi bencana dari sisi perekonomian. Sehingga peneliti memberikan
rekomendasi kebijakan untuk memprioritaskan pemulihan ekonomi jangka panjang.

Kata kunci: Analisis Kebijakan, Pengurangan Resiko Bencana, Banjir

Abstract

Increase of course also provide considerable losses to the community and the government, so handling
to reduce disaster risk is something that needs to be done. Banjarasri Village is one of the villages that is
included in a flood-prone area in Sidoarjo Regency. Flood disasters have continued to hit Banjarasri Village
Indonesia is an archipelagic country with a high potential for disasters. Disasters that continue to since 2019
until now even though flood disaster risk reduction policies have been implemented to overcome them. This
study aims to analyze the policy of reducing flood risk in handling flood disasters in Banjarasri Village. The
results of this study indicate that the implementation of flood risk reduction policies in Banjarasri Village has
been carried out quite well with coordination and cooperation from the community and BPBD. The supporting
factors for the implementation of this policy are the performance of the Sidoarjo Regency BPBD which obtains
a good IKD, community and government synergy, and the existence of communities. Meanwhile, the thing that
hinders it is the refocusing of funds during Covid-19 so that there are non-structural mitigation plans that are
hampered by the BPBD, besides that there are elements of citizens who carry out illegal construction in
infiltration lands. Although the implementation of the policy was declared good, the researchers found that
the problems of the residents of Banajrasri Village in reducing disaster risk did not only stop at physical
mitigation. However, non-physical mitigation is also necessary which is not limited to disaster preparedness
in terms of infrastructure, but is also prepared to face disasters from an economic perspective. So that
researchers provide policy recommendations to prioritize long-term economic recovery.

Keywords: Policy Analysis, Reduction of Disaster Risk, Flood

Soetomo Administration Reform Review 653


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

A. LATAR BELAKANG Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan


Indonesia merupakan negara republik Penanggulangan Bencana. Pasal 18 Undang-
yang berbentuk negara kesatuan atau biasanya Undang Nomor 24 Tahun 2007 mengamanatkan
disebut dengan NKRI (Negara Kesatuan dibentuknya Badan Penanggulangan Bencana
Republik Indonesia), sebutan ini ada didasari Daerah (BPBD) di tingkat provinsi maupun
oleh kondisi geografis, demografis, sejarah, kabupaten atau kota madya.
geologis, serta sosial yang sangat beragam Tidak hanya pemerintah, akan tetapi
sehingga menjadikan Indonesia menjadi wilayah masyarakat tanah air juga memiliki hak terhadap
letaknya sangat strategis dengan kekayaan alam keamanan dan perlindungan sesuai dengan yang
yang melimpah serta keberagaman flora dan tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4
fauna yang luar biasa Indah. Potensi-potensi ini disebutkan suatu pemerintah negara Indonesia
dapat digunakan oleh masyarakat Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
untuk mengembangkan diri serta seluruh tumpah darah Indonesia, yang artinya
mengembangkan sumber daya yang ada sehingga pemerintah dibentuk selain untuk menjalankan
menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tata kelola negara tetapi juga berperan dalam
aktivitas pertambangan yang cukup aktif, juga menjamin perlidungan dan keamanan
menjadi negara pariwisata yang disenangi masyarakat. Untuk menjalankan peran
destinasi wisatanya. Akan tetapi, meski pemerintah dalam melindungi masyarakatnya
keberagaman tersebut menjadi sisi positif untuk dan menanggulangi bencana yang ada,
negara Indonesia, namun di lain sisi juga pemerintah Indonesia membentuk suatu lembaga
memiliki sisi negatif dikarenakan juga bernama Badan Nasional Penanggulangan
menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang Bencana (BNPB). Adapun lembaga untuk
cukup rentan dihadang oleh bencana alam. mengurus tingkat daerah bernama Badan
Indonesia merupakan negara yang berada di zona Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang
berisiko tinggi yang mana sejajar dengan melakukan penyelenggaraan penanggulangan
Lingkaran Api Pasifik (Ring of Fire). Lingkaran bencana di berbagai daerah. BPBD mempunyai
Api Pasifik merupakan daerah yang sering peran dan tanggung jawab yang sama dengan
mengalami gempa bumi dan letusan gunung BNPB hanya saja lembaga ini dibentuk untuk
berapi yang mengelilingi cekungan samudra mengurus urusan penanggulangan bencana
pasifik. Oleh karena itu, sering kali gempa bumi, tingkat daerah. Mengingat Indonesia merupakan
tsunami, dan letusan gunung berapi terjadi di negara desentralisasi yang luas dengan beberapa
Indonesia dalam rentang waktu yang berdekatan. provinsi yang tersebar sehingga BPBD dibentuk
Selain itu mengingat dua musim di Indonesia untuk mengurus daerahnya masing-masing.
yaitu musim hujan dan musim kemarau juga
membawa pengaruh besar terhadap bencana yang B. LANDASAN TEORI
sering terjadi. 1. Teori Kebijakan Publik
Pasal 33 Undang-Undang Nomor 24 Konsep kebijakan adalah tindakan
Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan yang mengarah pada suatu tindakan yang
Penanggulangan Bencana pada tahap pra bermaksud untuk mengatasi suatu masalah
bencana dalam situasi terdapat potensi terjadinya yang dilakukan oleh sejumlah aktor
bencana meliputi: 1) Kesiapsiagaan, 2) kebijakan (Anderson dalam (Winarno,
Peringatan dini, dan 3) Mitigasi bencana. Oleh 2007)). Sementara itu, kebijakan publik
sebab itu, maka penyelenggaraan adalah segala hal yang ditentukan oleh
penanggulangan bencana diharap dapat semakin pemerintah dalam artian pemerintah dapat
membaik, karena pemerintahan dan pemerintah memilih apa yang dikerjakan dana apa yang
daerah jadi penanggung jawab pada usaha tidak perlu untuk dikerjakan melalui suatu
penanggulangan bencana. Secara rinci kebijakan yang dikeluarkan (Nugroho, 2009).
disebutkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Dalam hal ini, kebijakan merupakan suatu

654 Soetomo Administration Reform Review


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

rangkaian yang diusulkan oleh suatu dan diimplementasikan. Analisis


kelompok atau individu dalam pemerintah kebijakan disini merupakan suatu alat
yang mana usulan tadi diharapkan dapat untuk mensintesakan informasi untuk
menjadi jembatan untuk mencapai tujuan dari dipakai dalam merumuskan alternatif dan
suatu negara. preferensi kebijakan yang dinyatakan
Banyak terminologi kebijakan publik secara komparatif, diramalkan dalam
yang dapat dilihat dari sudut pandangmana bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai
kita memaknainya. Easton memberikan landasan atau penuntun dalam
definisi kebijakan publik sebagai the pengambilan keputusan kebijakan.
authoritative allocation of values for the b) Analisis kebijakan retrospektif adalah
whole society atau sebagai pengalokasian sebagai penciptaan dan transformasi
nilai-nilai secara paksa kepada seluruh informasi sesudah aksi kebijakan
anggota masyarakat (Teguh, 2002). Laswell dilakukan. Terdapat 3 tipe analis
dan Kaplan juga mengartikan kebijakan berdasarkan kegiatan yang
publik sebagai a projected program of goal, dikembangkan oleh kelompok analis ini
value, and practice atau sesuatu program yakni analis yang berorientasi pada
pencapaian tujuan, nilai-nilai dalam praktek- disiplin, analis yang berorientasi pada
praktek yang terarah (Iskandar, 2000). masalah dan analis yang berorientasi pada
Pengertian kebijakan publik lainnya juga aplikasi. Tentu saja ketiga tipe analisis
diungkapkan oleh Anderson yang retrospektif ini terdapat kelebihan dan
menyatakan kebijakan publik sebagai a kelemahan.
purposive course of action followed by an c) Analisis kebijakan yang terintegrasi,
actor on set an actors in dealing with a merupakan bentuk analisis yang
problem or matter of concern atau sebagai mengkombinasikan gaya operasi para
tindakan yang memiliki tujuan tertentu yang praktisi yang menaruh perhatian pada
diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku penciptaan dan transformasi informasi
atau sekelompok pelaku guna memecahkan sebelum dan sesudah tindakan kebijakan
suatu masalah (Teguh, 2002). diambil. Analisis kebijakan yang
Analisis kebijakan publik terintegrasi tidak hanya mengharuskan
berdasarkan kajian kebijakannya dapat para analis untuk mengkaitkan tahap
dibedakan antara analisis kebijakan sebelum penyelidikan retrospektif dan perspektif,
adanya kebijakan publik tertentu dan sesudah tetapi juga menuntut para analis untuk
adanya kebijakan publik tertentu. Analisis terus menerus menghasilkan dan
kebijakan sebelum adanya kebijakan publik mentransformasikan informasi setiap
berpijak pada permasalahan publik semata saat.
sehingga hasilnya benar-benar sebuah
rekomendasi kebijakan publik yang baru. 2. Manajemen Bencana
Keduanya baik analisis kebijakan sebelum Menurut Departemen Kesehatan RI
maupun sesudah adanya kebijakan (2001), definisi bencana adalah peristiwa
mempunyai tujuan yangsama yakni atau kejadian pada suatu daerah yang
memberikan rekomendasi kebijakan kepada mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian
penentu kebijakan agar didapat kebijakan kehidupan manusia, serta memburuknya
yang lebih berkualitas. Dunn membedakan kesehatan dan pelayanan kesehatan yang
tiga bentuk utama analisis kebijakan publik, bermakna sehingga memerlukan bantuan luar
yaitu (Dunn, 2000) : biasa dari pihak luar. Manajemen bencana
a) Analisis kebijakan prospektif yaitu adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan
berupa produksi dan transformasi terpadu untuk meningkatkan kualitas
informasi sebelum aksi kebijakan dimulai langkah-langkah yang berhubungan dengan

Soetomo Administration Reform Review 655


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

observasi dan analisis bencana serta a) Tahap Pra Bencana


pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, 1) Pencegahan (Prevention)
peringatan dini, penanganan darurat, Upaya yang dilakukan untuk
rehabilitasi, dan rekonstruksi bencana. (UU mencegah terjadinya bencana (jika
24 Tahun 2007). mungkin dengan meniadakan
Manajemen bencana menurut bahaya). Misalnya melarang
(Nurjanah, 2012) sebagai proses dinamis pembakaran hutan dalam
tentang bekerjanya fungsi-fungsi manajemen perladangan, melarang penambangan
bencana seperti planning, organizing, batu di daerah yang curam, dan
actuating, dan controling. Cara kerjanya melarang membuang sampah
meliputi pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan sembarangan.
tanggap darurat, dan pemulihan. Manajemen 2) Mitigasi Bencana (Mitigation)
bencana menurut (University British Mitigasi adalah serangkaian
Columbia) ialah proses pembentukan atau upaya untuk mengurangi risiko
penetapan tujuan bersama dan nilai bersama bencana, baik melalui pembangunan
(common value) untuk mendorong pihak- fisik maupun penyadaran dan
pihak yang terlibat (partisipan) untuk peningkatan kemampuan menghadapi
menyusun rencana dan menghadapi baik ancaman bencana. Kegiatan mitigasi
bencana potensial maupun aktual. dapat dilakukan melalui a)
Adapun tujuan manajemen bencana pelaksanaan penataan ruang; b)
secara umum adalah sebagai berikut : 1) pengaturan pembangunan,
mencegah dan membatasi jumlah korban pembangunan infrastruktur, dan tata
manusia serta kerusakan harta benda dan bangunan; serta c) penyelenggaraan
lingkungan hidup; 2) menghilangkan pendidikan, penyuluhan, dan
kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan pelatihan baik secara konvensional
dan penghidupan korban; 3) mengembalikan maupun modern (UU Nomor 24
korban bencana dari daerah penampungan Tahun 2007 Pasal 47 Ayat 2 tentang
atau pengungsian ke daerah asal bila Penanggulangan Bencana).
memungkinkan atau merelokasi ke daerah 3) Kesiapsiagaan (Preparedness)
baru yang layak huni dan aman; 4) Serangkaian kegiatan yang
mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, dilakukan untuk mengantisipasi
seperti komunikasi atau transportasi, air bencana melalui pengorganisasian
minum, listrik, dan telepon, termasuk serta melalui langkah yang tepat guna
mengembalikan kehidupan ekonomi dan dan berdaya guna. Beberapa bentuk
sosial daerah yang terkena bencana; 5) aktivitas kesiapsiagaan yang dapat
mengurangi kerusakan dan kerugian lebih dilakukan antara lain: a) penyusunan
lanjut; serta 6) meletakkan dasar-dasar yang dan uji coba rencana penanggulangan
diperlukan guna pelaksanaan kegiatan kedaruratan bencana; b)
rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks pengorganisasian, pemasangan, dan
pembangunan. pengujian sistem peringatan dini; c)
Secara umum manajemen bencana penyediaan dan penyiapan barang
dapat dikelompokkan menjadi 3 tahapan pasokan pemenuhan kebutuhan dasar;
dengan beberapa kegiatan yang dapat d) pengorganisasian, penyuluhan,
dilakukan mulai dari pra bencana, pada saat pelatihan, dan gladi tentang
tanggap darurat, dan pasca bencana. Yang mekanisme tanggap darurat; e)
mana akan dipaparkan sebagai berikut penyiapan lokasi evakuasi; f)
(Nurjanah, 2012) : penyusunan data akurat, informasi,
dan pemutakhiran prosedur tentang

656 Soetomo Administration Reform Review


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

tanggap darurat bencana; serta g) 2) Bantuan darurat (Relief)


penyediaan dan penyiapan bahan, Bantuan darurat merupakan
barang, dan peralatan untuk upaya untuk memberikan bantuan
pemenuhan pemulihan prasarana dan berkaitan dengan pemenuhan
sarana. kebutuhan dasar berupa pangan,
4) Peringatan Dini (Early Warning) sandang, tempat tinggal sementara,
Serangkaian kegiatan kesehatan, sanitasi, dan air bersih.
pemberian peringatan sesegera c) Tahap Pasca Bencana
mungkin kepada masyarakat tentang 1) Pemulihan (Recovery)
kemungkinan terjadinya bencanapada Pemulihan adalah serangkaian
suatu tempat oleh lembaga yang kegiatan untuk mengembalikan
berwenang (UU 24 Tahun 2007) atau kondisi masyarakat dan lingkungan
Upaya untuk memberikan tanda hidup yang terkena bencana dengan
peringatan bahwa bencana memfungsikan kembali
kemungkinan akan segera terjadi. kelembagaan, prasarana, dan sarana
Pemberian peringatan dini harus dengan melakukan upaya rehabilitasi.
menjangkau masyarakat (accesible), Beberapa kegiatan yang terkait
segera (immediate), tegas tidak dengan pemulihan adalah a)
membingungkan (coherent), bersifat perbaikan lingkungan daerah
resmi (official). bencana; b) perbaikan prasarana dan
b) Tahap Saat Terjadi Bencana sarana umum; c) pemberian bantuan
1) Tanggap Darurat (Response) perbaikan rumah masyarakat; d)
Tanggap darurat adalah pemulihan sosial psikologis; e)
serangkaian kegiatan yang dilakukan pelayanan kesehatan; f) rekonsiliasi
dengan segera pada saat kejadian dan resolusi konflik; g) pemulihan
bencana untuk menangani dampak sosial ekonomi budaya, serta j)
buruk yang ditimbulkan yang pemulihan fungsi pelayanan publik.
meliputi kegiatan penyelamatan dan 2) Rehabilitasi (Rehabilitation)
evakuasi korban, harta benda, Rehabilitasi adalah perbaikan
pemenuhan kebutuhan dasar, dan pemulihan semua aspek
perlindungan, pengurusan pengungsi, pelayanan publik atau masyarakat
penyelamatan, serta pemulihan sampai tingkat yang memadai pada
prasarana dan sarana. Beberapa wilayah pasca bencana dengan
aktivitas yang dilakukan pada tahapan sasaran utama untuk normalisasi atau
tanggap darurat antara lain: a) berjalannya secara wajar semua aspek
pengkajian yang dan tepat terhadap pemerintahan dan kehidupan
lokasi, kerusakan, dan sumberdaya; masyarakat pada wilayah pasca
b) penentuan status keadaan darurat bencana. Rehabilitasi dilakukan
bencana; c) penyelamatan dan melalui kegiatan perbaikan
evakuasi masyarakat terkena lingkungan daerah bencana,
bencana; d) pemenuhan kebutuhan perbaikan prasarana dan sarana
dasar; e) perlindungan terhadap umum, pemberian bantuan perbaikan
kelompok rentan; serta f) pemulihan rumah masyarakat, pemulihan sosial
dengan segala prasarana dan sarana psikologis, pelayanan kesehatan,
vital (UU Nomor 24 Tahun 2007 rekonsiliasi dan resolusi konflik,
Pasal 48 tentang Penanggulangan pemulihan sosial ekonomi budaya,
Bencana). pemulihan keamanan dan ketertiban,

Soetomo Administration Reform Review 657


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

pemulihan fungsi pemerintahan, serta ditinjaudari aspek sosial, budaya, politik, dan
pemulihan fungsi pelayanan publik. seterusnya.
3) Rekonstruksi (Reconstruction) Untuk mengetahui kapan bencana
Rekonstruksi adalah alam akan terjadi merupakan pekerjaan yang
perumusan kebijakan dan usaha serta sulit. Hal ini dikarenakan bencana alam dapat
langkah-langkah nyata yang terjadi secara tiba-tiba di mana pun dan kapan
terencana baik, konsisten dan pun. Oleh karena itu, penting dilakukan
berkelanjutan untuk membangun pemantauan resiko bencana dan sistem
kembali secara permanen semua peringatan dini (early warning system) yang
prasarana, sarana dan sistem berfungsi sebagai “alarm” darurat sewaktu-
kelembagaan, baik di tingkat waktu bencana alam datang secara tidak
pemerintahan maupun masyarakat, terduga. Untuk itu, penting dilakukan usaha
dengan sasaran utama tumbuh pengurangan resiko bencana dengan
berkembangnya kegiatan melibatkan anak usia sekolah agar pada
perekonomian, sosial dan budaya, situasi bencana, anak-anak memahami
tegaknya hukum dan ketertiban, serta terhadap apa yang harus dilakukan.
bangkitnya peran dan partisipasi Resiko bencana diartikan sebagai
masyarakat sipil dalam segala aspek besarnya kerugian yang mungkin terjadi
kehidupan bermasyarakat di wilayah (kehilangan nyawa, cedera, kerusakan harta,
pasca bencana. Lingkup pelaksanaan dan gangguan terhadap kegiatan ekonomi)
rekonstruksi terdiri atas program yang disebabkan oleh suatu fenomena
rekonstruksi fisik dan program tertentu (Pribadi, 2007). Adapun kerentanan
rekonstruksi non fisik. adalah seberapa besar suatu masyarakat,
bangunan, pelayanan atau suatu daerah akan
3. Pengurangan Risiko Bencana mendapat kerusakan atau terganggu oleh
Bencana bukan merupakan istilah dampak suatu bahaya tertentu, bergantung
yang asing bagi masyarakat Indonesia. kepada kondisinya, jenis konstruksi, dan
Namun, bencana sebagai sistem pengetahuan kedekatannya kepada suatu daerah yang
(epistimologi) tidak mudah dipahami secara berbahaya atau rawan bencana
menyeluruh (komprehensif). Dalam kamus Resiko bencana diartikan sebagai
pengetahuan, istilah bencana begitu semarak besarnya kerugian yang mungkin terjadi
dan mengemuka saat beberapa peristiwa (kehilangan nyawa, cedera, kerusakan harta
bencana melanda wilayah Indonesia. dan gangguan terhadap kegiatan ekonomi)
Bencana gempa yang terjadi di Yogyakarta yang disebabkan oleh suatu fenomena
dan sekitarnya, menjadi momentum bagi tertentu (Pribadi, 2007). Adapun kerentanan
masyarakat dalam menumbuhkan kesadaran adalah seberapa besar suatu masyarakat,
pengetahuannya tentang hal ihwal seputar bangunan, pelayanan atau suatu daerah akan
bencana. Di samping istilah bencana begitu mendapat kerusakan atau terganggu oleh
lekat di benak pikiran masyarakat, terlebih dampak suatu bahaya tertentu, bergantung
masyarakat yang secara langsung mengalami kepada kondisinya, jenis konstruksi, dan
musibah itu, pengetahuan tentang bencana ini kedekatannya kepada suatu daerah yang
diliput secara luas oleh media massa, baik berbahaya atau rawan bencana. Faktor-faktor
cetak maupun elektronik. Dengan demikian, yang dapat menyebabkan kerentanan adalah :
secara epistimologis, bencana kiranya dapat a) Institusi lokal yang lemah dalam
dimaknai secaraluas sebagai suatu kajian membuat kebijakan dan peraturan serta
mendalam tentang peristiwa yang terjadi penegakan kebijakan tersebut, terutama
secara tiba-tiba serta berakibat terhadap terkait dengan penanggulangan bencana
kerusakan material maupun immaterial baik dan upaya pengurangan resiko bencana,

658 Soetomo Administration Reform Review


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

termasuk di dalamnya adalah lemahnya disesuaikan dengan keadaan wilayah


aparat penegak hukum. dantingkat kerentanan wilayah tersebut
b) Kurangnya penyebaran informasi dan memberlakukan peraturan
mengenai kebencanaan, baik melalui pembangunan. Tujuan dari kegiatan ini
penyuluhan, pelatihan serta keahlian untuk mengurangi dampak yang
khusus yang diperlukan dalam upaya- ditimbulkan oleh bencana (Sari, 2014).
upaya pengurangan resiko bencana. Mitigasi non-struktural dilakukan untuk
c) Penduduk terkait dengan pertumbuhan meningkatkan kemampuan serta
penduduk yang sangat cepat. penyadaran masyarakat melalui
Menurut United Nations- pendidikan dalam hal mengurangi risiko
International Strategy for Disaster Reduction bencana (Peraturan Kepala BNPB No.4
(UN-ISDR), PRB merupakan usaha sadar Tahun 2008). Kemudian, komponen-
dan terencana dalam proses pembelajaran komponen pengurangan risiko bencana
untuk memberdayakan peserta didik dalam atau (PRB) menurut (UNISDR, 2015),
upaya untukpengurangan resiko bencana dan adalah sebagai berikut :
membangun budaya budaya aman serta 1) Kesadaran penilaian risiko, yang
tangguh terhadap bencana (Ariantoni, 2009). didalamnya terdapat analisis
PRB direalisasikan dengan mengembangkan ancamanserta analisis kapasitas dan
motivasi, keterampilan, dan pengetahuan kerentanan.
agar dapat bertindak, serta mengambil bagian 2) Meningkatkan pengetahuan melalui
dari upaya untuk pengurangan resiko pendidikan, pelatihan, penelitian,dan
bencana. Pengurangan resiko bencana yang informasi.
berkaitan dengan pendidikan, perlu menjadi 3) Terdapat komitmen kebijakan dan
program prioritas dalam sektor pendidikan kerangka kelembagaan, seperti
yang diwujudkan dalam pendidikan organisasi, kebijakan, legislasi dan
pengurangan resiko di sekolah atau madrasah aksi komunitas.
atau dalam sektor pendidikan non formal 4) Melakukan pengelolaan lingkungan,
seperti mengadakan pembelajaran dalam tata guna lahan, perencanaan
bentuk pelatihan kepada warga atau karang perkotaan, proteksi fasilitas-fasilitas
taruna. Dalam (Noor, 2014), klasifikasi sosial, penerapan ilmu dan teknologi
dalam pengurangan risiko bencana atau (penerapan ilmu dan teknologi dapat
mitigasi adalah sebagai berikut : mengurangi risiko bencana gunung
a) Mitigasi Struktural api), kemitraan jejaring, serta
Mitigasi struktural adalah instrumen keuangan.
kegiatan dalam prabencana yang 5) Peringatan dini sebagai alat prakiraan,
bertujuan untuk pembanguan secara fisik. sebaran peringatan, ukuran-ukuran
Implementasi yang dapat dilakukan kesiapsiagaan, dan kapasitas respons.
dalam kegiatan mitigasi struktural seperti
pembuatan bangunan pemecah ombak C. METODE
dan dam. Tujuan dari kegiatan ini untuk 1. Jenis Penelitian
meningkatkankesiapan masyarakat dalam Jenis penelitian ini adalah deskriptif
hal prasarana dalam hal pengurangan kualitatif. Jenis deskriptif bertujuan
risiko bencana (Peraturan Kepala BNPB menjawab atas pertanyaan-pertanyaan
No.4 Tahun 2008). tentang siapa, apa, kapan, dimana, dan
b) Mitigasi Non Struktural bagaimana keterkaitan dengan penelitian
Mitigasi non struktural adalah tertentu. Penelitian deskriptif digunakan
kegiatan yang dilakukan secara untuk memperoleh informasi mengenai
terencanadalam hal tata guna lahan yang variabel atau kondisi suatu situasi. Penelitian

Soetomo Administration Reform Review 659


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

deskriptif kualitatif pada umumnya dilakukan teori-teori kebijakan dan konsep


pada penelitian dalam bentuk studi kasus pengurangan risiko bencana yang
yang memiliki ciri-ciri memusatkan diri pada relevan.
unit tertentu dalam berbagai fenomena
(Bungin, 2012). Olehnya dalam menganalisis 3. Informan Penelitian
data penelitian ini yaitu untuk mengambarkan Informan merupakan sasaran objek
keadaan atau fenomena berdasarkan fakta- peneliti yang akan menjadi sumber informasi
fakta yang tampak atau nyata. Sebagaimana dalam pengumpulan data-data primer melalui
adanya, maka dalam menganalisis data yang proses observasi dan wawancara lapangan.
berhasil dikumpulkan, tidak diuji statistik, Target peneliti yang akan menjadi informan
melainkan non statistik sesuai dengan adalah betul-betul warga yang terlibat
penelitian deskriptif. langsung dalam kejadian bencana. Dalam hal
ini yang dimaksud yaitu :
2. Fokus Penelitian a) Representatif dari Badan
Fokus penelitian yang diambil dari Penanggulangan Bencana Daerah
penelitian ini adalah fokus pada variabel (BPBD) Kabupaten Sidoarjo.
kebijakan publik dan pengurangan resiko b) Representatif dari Kantor Kepala Desa
bencana, yang dikhususkan pada bencana Banjarasri, Kabupaten Sidoarjo.
banjir. Adapun indikator-indikator variabel Penetapan informan dalam penelitian
fokus penelitian tersebut untuk menjadi dasar ini menggunakan cara purposive. Penentapan
penggalian data dalam teks wawancara, purposive yaitu teknik penentuan informan
adalah sebagai berikut : dengan pertimbangan tertentu. Peneliti
a) Pelaksanaan kebijakan atau program menetapkan informan berdasarkan anggapan
pengurangan resiko bencana yang maana bahwa informan dapat memberikan informasi
disesuaikan dengan kegiatan yang diinginkan peneliti sesuai dengan
pengurangan risiko bencana yang permasalahan penelitian. Dengan kata lain,
tercantum pada pasal 37 ayat 2 Undang- informan yang dipilih, baik pengetahuan
Undang No. 24 Tahun 2007, sebagai ataupun keterlibatan mereka dengan
berikut : permasalahan yang akan diteliti tidak
1) Pengenalan dan pemantauan risiko diragukan lagi.
bencana.
2) Perencanaan partisipatif 4. Lokasi Penelitian
penanggulangan bencana. Adapun lokasi penelitian dalam
3) Pengembangan budaya sadar penelitian ini adalah di areal kantor BPBD
bencana. Kabupaten Sidoarjo, Kantor Kepala Desa
4) Peningkatan komitmen terhadap Banjarsari Kabupaten Sidoarjo, dan area
pelaku penanggulangan bencana. sekitar Desa Banjarsari, Kabupaten Sidoarjo.
5) Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan Pemilihan lokasi penelitian ini, didasarkan
pengaturan penanggulangan pada kasus banjir Desa Banjarasri di
bencana. Kabupaten Sidoarjo yang masih belum
b) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap selesai penanggulangannya hingga saat ini.
pelaksanaan kebijakan pengurangan dimana sesuai dengan laporan dari BPBD
risiko bencana baik dalam lingkup Kabupaten Sidoarjo (Sidoarjo, 2020),
internal maupun eksternal. bencana banjir di Kabupaten Sidoarjo
c) Menyusun rekomendasi kebijakan mencapai 143 kasus selama Januari hingga
berlandaskan hasil dari kegiatan analisis Juli 2021 dengan salah satunya melanda Desa
kebijakan Pengurangan Risiko Bencana Banjarasri. Pada laporan tersebut juga
yang telah dilakukan yang berpijak pada menyebutkan bahwa hanya pada Bulan

660 Soetomo Administration Reform Review


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

November, Desa Banjarasri dilanda banjir c) Teknik dokumentasi dalam penelitian ini
hingga lebih dari 3 hari. Serta dipilihnya diperlukan untuk mengumpulkan data
kantor BPBD dan Kantor Kepala Desa melalui penelusuran dokumen yang
Banjarasri Kabupaten Sidoarjo sebagai lokasi terkait dengan fokus penelitian, baik
penelitian adalah karena dalam implementasi dalam bentuk dokumen surat keputusan,
kebijakan mengenai bencana akan berkaitan literatur ilmiah, artikel, koran, buletin,
dengan kedua lokasi tersebut. sementara pada jurnal, laporan, album foto, dan dokumen
areal Desa Banjarasri sendiri untuk melihat lain yang relevan dengan fokus
secara langsung dan bertemu dengan korban penelitian.
secara langsung agar mendapat data dari dua
arah secara objektif. 6. Analisis Data
Analisis data adalah langkah
5. Teknik Pengumpulan Data selanjutnya untuk mengelolah data dimana
Adapun teknik pengumpulan data data yang diperoleh, dikerjakan dan
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : dimanfaatkan sedemikian rupa dan
a) Wawancara langsung yaitu teknik yang menyimpulkan persoalan yang diajukan
digunakan untuk memperoleh informasi dalam menyusun hasil penelitian. Teknik
yang lebih mendalam tentang objek dan analisis data yang terdapat komponen pokok,
fokus yang diteliti. Dalam melakukan menurut Miles Huberman dan Saldana dalam
wawancara diperlukan pedoman (Saldana, 2014) memuat keempat komponen
wawancara (interview guide). Pedoman tersebut yaitu :
ini merupakan penuntun bagi peneliti a) Pengumpulan Data
dalam mengembangkan pertanyaan yang Pengumpulan data merupakan
bersifat terbuka sehingga memberi langkah yang paling utama dalam
kebebasan seluas-luasnya bagi informan penelitian, karena tujuan dari penelitian
untuk menyampaikan argumentasinya. adalah mendapatkan data. Tanpa
Selain pedoman wawancara, peneliti juga mengetahui teknik pengumpulan data,
menggunakan alat pendukung lainnya maka penelitian tidak akan mendapatkan
dalam rangka meningkatkan kualitas dan data yang memenuhi standar data yang
reliabilitas hasuil wawancara dengan para ditetapkan.
informan berupa alat tulis dan alat rekam b) Reduksi Data
(tape recorder) untuk mencatat hasil Data yang diperoleh peneliti di
pengamatan dan wawancara yang terjadi. lapangan melalui wawancara, observasi
b) Observasi dalam penelitian ini yaitu dan dokumentasi direduksi dengan cara
sebagai teknik pengumpulan data merangkum, memilih dan memfokuskan
untukmenjaring data pada saat kejadian data pada hal-hal yang sesuai dengan
berlangsung. Oleh karena itu, peneliti tujuan penelitian. Pada tahap ini, peneliti
mengamati interaksi dan percakapan melakukan reduksi data dengan cara
yang terjadi diantara subjek yang diteliti. memilah- milah, mengkategorikan dan
Sehingga keunggulan metode ini adalah membuat abstraksi dari catatan lapangan,
data yang dikumpulkan dalam dua bentuk wawancara dan dokumentasi.
yaitu interaksi dan percakapan c) Penyajian Data
(conversation), artinya selain perilaku Penyajian data dilakukan setelah
non verbal, juga mencakup perilaku data selesai direduksi atau dirangkum.
verbal dari orang-orang yang diamati agar Data yang diperoleh dari hasil observasi,
data yang didapatkan dapat menangkap wawancara dan dokumentasi dianalisis
makna dari aktivitas dan perilaku kemudian disajikan dalam bentuk CW
informan. (Catatan Wawancara), CL (Catatan

Soetomo Administration Reform Review 661


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

Lapangan) dan CD (Catatan Tahun 2007, yang mana meliputi : a)


Dokumentasi). Data yang sudah disajikan pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
dalam bentuk catatan wawancara, catatan b) perencanaan partisipatif penanggulangan
lapangan dan catatan dokumentasi diberi bencana; c) pengembangan budaya sadar
kode data untuk mengorganisasi data, bencana; d) peningkatan komitmen terhadap
sehingga peneliti dapat menganalisis pelaku penanggulangan bencana; dan e)
dengan cepat dan mudah. penerapan upaya fisik, non fisik, serta
Penelitimembuat daftar awal kode yang pengaturan penanggulangan bencana.
sesuai dengan pedoman wawancara, Kemudian selain itu, peneliti juga fokus pada
observasi dan dokumentasi. Masing- meneliti implementasi kebijakan, dengan
masing data yang sudah diberi kode mencari tahu apa saja faktor yang
dianalisis dalam bentuk refleksi dan berpengaruh terhadap pelaksanaan kebijakan
disajikan dalam bentuk teks. pengurangan risiko bencana di Desa
d) Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi Banjarasri, Kabupaten Sidoarjo. Faktor
Langkah terakhir dalam analisis internal maupun eksternal, dan faktor
data kualitatif model interaktif adalah penghambat maupun faktor pendukung.
penarikan kesimpulan dari verifikasi. Yang mana, dari kedua fokus tersebut
Berdasarkan data yang telah direduksi kemudian peneliti hendak menyusun
dan disajikan, peneliti membuat rekomendasi kebijakan yang sesuai dengan
kesimpulan yang didukung dengan bukti kondisi faktual lapangan serta teori-teori
yang kuat pada tahap pengumpulan data. kebijakan serta konsep pengurangan risiko
Kesimpulan adalah jawaban dari rumusan bencana yang relevan.
masalah dan pertanyaan yang telah Pada penelitian ini, dilakukan dengan
diungkapkan oleh peneliti sejak awal. pengumpulan data yang dilakukan peneliti
dengan cara melakukan wawancara pada
D. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS pihak BPBD Kabupaten Sidoarjo dan pihak
1. Hasil Temuan Penelitian Pemerintahan Desa Banjarasri yang
Dalam melakukan penelitian ini, kemudian hasil dari wawancara tersebut
peneliti melakukan analisis hasil penelitian diolah dengan cara menyajikan data catatan
yang didapat dari lapangan dengan cara wawancara yang terlampir dan melakukan
teknik-teknik pengumpulan data yang telah koordinasi data yang kemudian hasilnya
dipaparkan di atas yang kemudian di analisis disajikan pada poin-poin.
dengan acuan teori yang digunakan.
Pembahasan ini berisi tentang bagaimana 2. Kondisi Bencana Banjir di Desa
kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Banjarasri
Wilayah Rawan Banjir untuk studi kasus Dalam laporan BPBD mengenai
pada Desa Banjarasri, Kecamatan bencana dan penanganan yang dilakukan
Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Jawa sepanjang tahun 2021, didapatkan bahwa
Timur. pada bulan Desember 2021 terjadi banjir
Dalam menganalisis kebijakan genangan di 5 kecamatan di Kabupaten
terkait Pengurngan Resiko Bencana banjir, Sidoarjo, salah satunya adalah di Kecamatan
peneliti memfokuskan penelitian pada tiga Tanggulangin tepatnya pada Desa Banjarasri
hal yaitu, pertama, hasil olahan data di tanggal 7 Desember 2021. Banjir genangan
difokuskan pada pelaksanaan kebijakan atau di daerah Desa Banjarasri pada bulan
program pengurangan resiko bencana yang Desember kemarin dikarenakan curah hujan
mana disesuaikan dengan kegiatan yang tinggi serta dalam waktu lama
pengurangan resiko bencana yang tercantum mengakibatkan saluran air tidak dapat
pada pasal 37 ayat 2 Undang-Undang No. 24 menampung air hujan kemudian penanganan

662 Soetomo Administration Reform Review


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

secara cepat dilakukan pengurukan yang membangun kesadaran, pengembangan


akhirnya mendapatkan output surutnya pengetahuan, komitmen kebijakan dan
genangan air dalam beberapa hari. Berikut kepemimpinan sebagai faktor utama,
adalah pemetaan kejadian bencana pada penerapan kaidah-kaidah standar PRB, dan
Bulan Desember 2021 di Kabupaten peran serta partisipasi masyarakat. Program
Sidoarjo. pengurangan risiko bencana banjir tidak akan
berjalan hanya dengan kekuatan pemerintah
9 pusat sebagai penggagas, untuk itu
dibutuhkan dukungan dan tindakan nyata
lembaga dan institusi terkait sesuai peran dan
4 fungsi masing-masing. Melalui kebijakan
3 3 3 yang tercantum pada UU No. 24 Tahun 2007
1 1 1 tentang kegiatan pengurangan risiko bencana.
0 0 0 0 0 0 0 0
Pengenalan dan pemantauan risiko
Sedati
Gedangan

Taman
Buduran

Tulangan
Sidoarjo

Sukodono

Waru
Candi

Porong

Wonoayu

Krian
Tanggulangin

Jabon

Krembung

Prambon

bencana merupakan salah satu bentuk dari


implementasi kebijakan kegiatan
pengurangan risiko bencana dalam UU No.
24 Tahun 2007. Pemantauan risiko bencana
Gambar 1. Diagram Kejadian Bencana dapat dilakukan dengan cara pemantauan
Kabupaten Sidoarjo Pada Bulan daerah rawan bencana dan pembuatan peta
Desember 2021 rawan bencana yang mana hal tersebut dapat
(Sumber: BPBD Kota Surabaya) dilakukan oleh BPBD. Pada situasi bencana
banjir di Desa Banjarasri, pemantauan risiko
Melihat dari diagram di atas, dapat bencana yang dilakukan oleh BPBD adalah
dilihat bahwa kejadian banjir yang paling dengan cara melakukan kajian teknis dengan
sering terjadi di Kecamatan Tanggulangin menggandeng ahli bencana dari ITS (Institut
dimana jika dibandingkan dengan daerah Teknologi Sepuluh November) Surabaya,
lain, masih terlampau jauh perbandingannya, sebagaimana yang disampaikan oleh pihak
dikarenakan sepanjang tahun 2021 sudah BPBD berikut ini.
terjadi 9 kali kasus banjir genangan terjadi di “Program pertama yang dilakukan
Kecamatan Tanggulangin. adalah melakukan kajian teknis bersama ITS,
terkait mengetahui penyebabnya itu apa
3. Implementasi Kebijakan Pengurangan untuk sebagai dasar penyusunan
Resiko Bencana Sesuai UU No. 24 Tahun penanganan darurat. Kemudian didapatkan
2007 Pasal 37 Ayat 2 penyebabnya adanya subsiden, jadi ada
Berkaitan dengan implementasi penurunan tanah terus menerus yang mana
pengurangan resiko bencana, pokok utama penyebab dari subsiden itu belum tahu apa.”
dari implementasi pengurangan resiko (KABID Pencegahan, Kedaruratan, &
bencana ini diantaranya ialah upaya Logistik BPBD; 12/01/2022).
mencegah terjadinya peristiwa alam yang Dari kajian teknis yang dilakukan,
merugikan atau mengurangi kecepatannya hasil yang ditemui adalah adanya penurunan
dan upaya mengurangi kerentanan manusia. tanah serta bentuk tanah yang ada di Desa
Karena risiko bencana hadir dari akumulasi Banjarasri yang sulit untuk menyerap air,
semakin tinggi bahaya dan kerentanan serta selain itu, didapatkan pula dari kajian teknis
ketidakmampuan, maka semakin besar risiko yang telah dilakukan bahwa bentuk dari desa
bencana yang dihadapi. Selain itu, beberapa tersebut seperti mangkok sehingga air
komponen utama untuk menyukseskan tertampung di dalam sana dan sulit untuk
Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yaitu, keluar.

Soetomo Administration Reform Review 663


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

“Disana struktur tanahnya itu pengeboran di beberapa sumur jadinya


lempung, kayak tanah liat, jadi susah untuk banjir seperti ini. Tapi pihak PT itu selalu
menyerap air. Terus juga bentuknya kayak mengelak kalau kita berpendapat demikian.”
mangkok, jadi air itu masuk ke dalam sini. (Seksi Perencanaan; 13/01/2022).
Makanya setelah diuruk itu jadi bisa Sehingga dalam hal ini dapat
mengurangi risiko peluapan banjir yang disimpulkan bahwa implementasi kebijakan
lebih besar lagi.” (KABID Pencegahan, yang dikaitkan dengan pengenalan dan
Kedaruratan, & Logistik BPBD; pemantauan risiko bencana banjir pada Desa
12/01/2022). Banjarasri oleh BPBD sudah dilakukan
Selain itu, pemantauan risiko dengan baik karena sudah meliputi adanya
bencana yang dilakukan adalah dengan kajian teknis serta pembentukan posko-posko
menyinergikan posko-posko bencana di untuk memantau adanya risiko bencana
setiap daerah rawan bencana, sehingga ketika banjir yang mungkin akan terjadi.
BPBD sudah menurunkan keputusan kondisi Masyarakat juga dengan kooperatif turut
siaga, relawan-relawan desa akan segera menjadi relawan pada posko-posko tersebut
mengondisikan daerah dengan kondisi siap dan turut membantu BPBD untuk melakukan
siaga bencana. pengurangan risiko bencana banjir.
“Disana itu tanahnya kan memang
semakin lama semakin turun kan mbak, 4. Perencanaan Partisipatif Penanggulangan
tanahnya itu. Kalau memang sudah masuk Bencana
musim penghujan kita langsung turunkan Partisipasi dapat diartikan sebagai
situasi siaga bencana di seluruh kecamatan keikutsertaan seseorang atau sekelompok
di wilayah Kabupaten Sidoarjo. Nah, setelah masyarakat dalam suatu kegiatan secara
SK itu naik, pasti adnaya posko induk itu sadar. Menurut Neswtrom (2004), partisipasi
adalah posko untuk penanganan darurat jadi adalah keterlibatan mental dan emosional
yang dari posko-posko itu kalau banjir dari orang dalam situasi kelompok dimana
datang nanti bisa langsung turun ke sana.” mereka berkontribusi pada tujuan kelompok
(KABID Pencegahan, Kedaruratan, & dan juga berbagai tanggung jawab dalam
Logistik BPBD; 12/01/2022). mencapai tujuan. Dalam penanggulangan
Hal ini juga dikonfirmasi oleh pihak bencana, partisipasi dari banyak pihak juga
desa bahwa pembentukan posko-posko siaga sangat dibutuhkan agar dapat membentuk
itu memang ada dan kajian teknis itu memang sinergi yang kokoh untuk melakukan
terjadi untuk melakukan penelitian mengenai pengurangan risiko bencana. Hal ini
asal muasal dari datangnya bencana banjir dikarenakan keberhasilan suatu program,
tersebut. namun dilain sisi, warga menaruh tergantung pada keterlibatan atau partisipasi
kecurigaan pada kebenaran hasil kajian dari banyak pihak, termasuk masyarakat yang
teknis, karena menurut warga penurunan terbentuk pada komunitas khusus agar
tanah itu terjadi sejak adanya pengeboran dari memiliki tujuan dan fungsi yang lebih fokus.
salah perusahaan swasta di sumur-sumur Selain itu juga alat-alat pemerintahan seperti
yang berada di kawasan Desa Banjarasri. anggota dewan, kepala daerah, kepala desa,
“Iya mbak, memang ada anak-anak dan sebagainya, juga perlu turut kooperatif
dari ITS yang melakukan penelitian di sini dalam bersama-sama melaksanakan
untuk melihat keadaan tanah di sini, katanya penanggulangan bencana.
ada penurunan. Tapi kalau dari kami itu BPBD Kabupaten Sidoarjo, telah
berpikir penurunan ini ada karena adanya berhasil menyinergikan banyak pihak untuk
pengeboran dari PT W*** karena dulu itu menanggulangi bencana yaitu dengan
hujan seperti apapun nggak ada penurunan membentuk posko-posko bencana dengan
tanah. Tapi kok setelah PT W*** melakukan memberikan edukasi tanggap bencana pada

664 Soetomo Administration Reform Review


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

relawan-relawan yang mau melakukan piket masyarakat sadar bencana di Desa Banjarasri,
di posko-posko lapangan tersebut dalam dilakukan dengan cara melakukan edukasi
melakukan pemantauan bencana dan pada relawan-relawan posko lapangan agar
penanggulangan bencana. Anggota Dewan dapat lebih siap siaga dalam menghadapi
dan Bupati Sidoarjo dalam hal ini juga turut bencana banjir. Sebetulnya, pihak BPBD juga
melakukan partisipasinya dalam memberikan sudah memiliki rencana untuk membentuk
dana bantuan seperti dari dana APBN desa tangguh bencana di Desa Banjarasri
maupun bantuan langsung dari Bupati yang namun dikarenakan adanya wabah Covid-19
kemudian akan disalurkan BPBD pada membuat dana yang mulanya akan dialirkan
korban bencana untuk menanggulangi pada pembentukan desa tangguh menjadi di
bencana tersebut. selain itu, Pemerintahan refocusing kearah bencana wabah Covid-19.
kabupaten Sidoarjo juga telah membentuk “Iya, ada, temen-temen dari 3 desa
Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) yang terdampak banjir itu kita berikan
Kabupaten Sidoarjo untuk meminimalisir pelatihan mengenai kebencanaan untuk
risiko terjadinya bencana, peran dari forum menjadi relawan. Termasuk desa Banjarasri
ini untuk memberikan sosialisasi, dalam juga. Sebetulnya awalnya kita mau desa
persiapan SOP penanganan bencana maupun tangguh, tapi karena refocusing tadi jadinya
memberikan saran dan masuakn terkait kita arahkan ke pemberian pelatihan utnuk
kebijakan yang harus diambil oleh menangani bencana sebagai relawan.”
pemerintah daerah maupun kecamatan dan (KABID Pencegahan, Kedaruratan, &
desa dalam menghadapi suatu bencana. Logistik BPBD; 12/01/2022).
“Sebagai salah satu bantuan Selain itu, BPBD juga melakukan
dukungan yang kami punya itu adanya FPRB eduaksi tanggap bencana pada masyarakat
itu mbak. Dimana didalamnya itu ada dari desa. Hal ini dikarenakan meskipun ada
anggota dewan, masyarakat, Bupati, media, relawan di posko-posko lapangan, namun
pengusaha-pengusaha. Jadi semuanya tidak mungkin relawan-relawan tersebut
bersinergi di sana untuk memberikan dapat berjaga 24 jam non stop. Sehingga
bantuan pada pengembangan bagaimana pun warga juga turut bergantian
penanggulangan bencana ini. kami juga berjaga di posko lapangan, yang mana
menggandeng ITS sebagai partner dalam tentunya BPBD juga perlu turut memberikan
melakukan kajian teknis karena ITS memiliki edukasi pada masyarakat pula.
keahlian, di sana juga ada ahli bencana “Hanya melibatkan perangkat
namanya Pak Amin Widodo. Sehingga di desanya karena yang menjaga secara
Desa Banjarasri itu kajiannya dilakukan oleh bergantian itu ya masyarakat, jadi
ITS dengan pendampingan dari BPBD.” masyarakat juga kita edukasi. Namun posko
(KABID Pencegahan, Kedaruratan, & lapangan itu memang adanya pas tanggap
Logistik BPBD; 12/01/2022). darurat, tapi kalau pas nggak musim
penghujan seperti saat ini nggak ada karena
5. Pengembangan Budaya Sadar Bencana tidak ada resiko untuk banjir kan kalau tidak
Pengembangan budaya sadar hujan.” (KABID Pencegahan, Kedaruratan,
bencana ini juga berkaitan dengan & Logistik BPBD; 12/01/2022).
pembentukan masyarkaat sadar bencana. Hal Kooperatif dari masyarakat Desa
ini berkaitan dengan edukasi-edukasi Banjarasri pun terlihat dari pengakuan dari
kebencanaan yang diberikan oleh BPBD atau perangkat desa bahwa warga desa banjarasri
pemerintah kepada masyarakat agar dengan baik turut melakukan
masyarakat lebih siap dan lebih siaga dalam penanggulangan bencana dengan melakukan
menghadapi bencana. Adapun pada BPBD pembersihan drainase, membersihkan sungai
Kabupaten Sidoarjo, dalam mewujudkan secara gotong royong, dan melakukan kerja

Soetomo Administration Reform Review 665


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

bakti yang mana dikoordinir pada tiap-tiap “Karena di sini IKD (Indeks
RT setempat. Ketahanan Daerah) kita paling baik di Jawa
“Oya, di sini ada pembersihan Timur jadi penanganan kita dengan
selokan, pembersihan sungai, kerja bakti ada sinergitas antar relawan dan masyarakat
semua. Kegiatan gotong royong itu biasanya jalan semua dengan baik. Untuk
sebulan sekali masih ada tingkat-tingkat pendukugnnya kita punya forum
RT.” (Seksi Perencanaan Desa Banjarasri; Pengurangan Resiko Bencana Kabupaten.
13/01/2022). Penghambatnya itu habmpir tidak ada
Sehingga dalam hal ini dapat karena kita itu banyak strategi sih, nggak
disimpulkan bahwa impelemntasi kebijakan hanya bersandar pada APBD.” (KABID
pada pembentukan budaya sadar bencana Pencegahan, Kedaruratan, & Logistik BPBD;
pada masyarakat Desa Banjarasri oleh BPBD 12/01/2022).
Kabupaten Sidoarjo terlihat dari adanya Kemudian pada sisi masyarakat,
edukasi bencana pada masyarakat dan komitmen yang ditunjukkan pada warga Desa
pelatihan intensif yang diberikan untuk Banjarasri adalah kemauannya untuk
relawan-relawan yang melakukan penjagaan senantiasa kooperatif dan turut terjun ke
di posko-posko lapangan. Selain itu, pihak lapangan dalam proses penanggulangan
BPBD juga memiliki rencana pembangunan bencana banjir di daerahnya. Perangkat desa
desa tangguh di kawasan Desa Banjarasri, tidak pernah lupa dan selalu tetap siaga ketika
yang meskipun belum terealisasi dikarenakan adanya situasi darurat banjir untuk
ada hambatan Covid-19. melakukan edukasi pada masyarakat desa
agar selalu siaga dengan mengedukasi agar
6. Peningkatan Komitmen Terhadap Pelaku langsung mematikan kabel-kabel listrik,
Penanggulangan Bencana penyaluran bantuan yang adil dan sesuai,
Peningkatan komitmen terhadap serta turut melakukan kegiatna gotong
pelaku penanggulangan bencana ini royong untuk menanggulangi banjir.
merupakan langkah strategis untuk “Disini ada pembersihan selokan,
merangkul, memberdayakan, serta pembersihan sungai, kerja bakti ada semua.
meningkatkan peran serta seluruh pelaku Kegiatan gotong royong itu biasanya sebulan
utama dalam penanggulangan bencana mulai sekali masih ada tingkat-tingkat RT.
dari Pemerintah, masyarakat, serta dalam Sementara utnuk organisasi penanggulangan
dunia usaha. Komitmen dperan pemerintah banjir itu dari pemkab, BPBD itu yang turun
dalam penanggulangan bencana, diwujufkan langsung ke sini. Bantuan-bantuan ke sini itu
dengan pembentukan BPBD Kabupaten dari BPBD. Kalau di sini itu diedukasinya,
Sidoarjo yang memiliki Indeks Ketahanan ketika banjir, warga harus siap siaga, kabel-
Daerah yang baik. Penilaian Indeks kabel listrik itu dimatikan, adanya posko-
Ketahanan Daerah (IKD) merupakan upaya posko itu juga termasuk bentuk siap siaga
untuk mengukur kapasitas penanggulangan dari desa. Posko-posko darurat itu juga
bencan di wilayah tertentu, baik di tingkat mengurusi pembagian bantuan-bantuan
kabupaten, kota, maupun provinsi. Penilaian entah sembako, entah untuk bantuan fisik
tersebut merupakan salah satu elemen dalam penanggulangan bencana itu yang ngurus
penyusunan peta kapasitas dan selanjutnya dari posko-posko itu.” (Seksi Perencanaan
dapat memutakhirkan peta resiko bencana. Desa Banjarasri; 13/01/2022).
bagusnya penilaian IKD pada BPBD Sehingga dapat disimpulkan bahwa
Kabupaten Sidoarjo, merupakan wujud dari dari kedua pelaku penanggulangan bencana
adanya peningkatan komitmen pelaku yaitu pemerintah dan masyarakat telah
penanggulangan bencana pada sisi bersinergi utnuk meningkatkan komitmen
Pemerintahan. dalam penanggulangan bencana. hal ini

666 Soetomo Administration Reform Review


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

terlihat dari nilai IKD, serta kooperatif dari strategi yang dilakukan oleh BPBD yang
masyarakat yang turut serta dalam kegiatan tidak bersandar pada dana APBD
penanggulangan banjir. Namun pada pelaku sehingga ketika terdapat kasus paling
penanggulangan bencana yang lain, yaitu buruk dimana dana APBD sulit untuk cair
pada dunia usaha, yang mana di sini adalah pada saat genting, BPBD memiliki
PT W*** yang melakukan pengeboran di strategi lain dengan melakukan sinergi
kawasan Desa Banjarasri, warga masih pada pihak-pihak pendukung lainnya.
merasa tidak mendapatkan sinergi kerjasama b) Faktor Penghambat
dari PT tersebut karena masih tetap Sama halnya dengan faktor
melakukan pengeboran dan merasa tidak pendukung, faktor penghambat pun juga
bertanggungjawab atas bencana banjir yang memiliki faktor yang datangnya dari
terjadi. internal maupun eksternal. Adapun faktor
penghambat dari internal, jika pada
7. Faktor-Faktor Implementasi Kebijakan BPBD tidak merasa ada hambatan yang
Pengurangan Resiko Bencana signifikan selain hambatan alokasi dana
Dalam jalannya suatu program tentu dari pusat, yang mana harusnya BPBD
tidak akan jauh-jauh dari faktor penghambat bisa melakukan pembentukan dan
maupun faktor pendukung. Sama halnya pembangunan Desa Tangguh di Desa
dengan program pengurangan risiko bencana Banjarasri jadi harus diundur karena dana
ini juga didapatkan adanya faktor pendukung yang tadinya bisa digunakan perlu
dan faktor penghambat internal maupun direlokasikan kepada bencana Covid-19.
eksternal yang mana akan dipaparkan di Hal ini juga dikarenakan penanganan
bawah ini. bencana banjir di Desa Banjarasri juga
a) Faktor Pendukung bergesekan waktunya dengan datangnya
Faktor pendukung dari bencana wabah Covid-19 di Indonesia,
berjalannya implementasi kebijakan sehingga pendanaan untuk bencana
pengurangan risiko bencana, tentu tidak dilakukan refocusing kea rah bencana
jauh dari faktor internal dan faktor Covid-19.
eksternal. Faktor pendukung ini sendiri Sehingga dapat disimpulkan
merupakan faktor atau aspek-aspek yang bahwa faktor penghambat internal dari
dapat mempengaruhi jalannya implementasi kebijakan Pengurngan
implementasi suatu kebijakan tertentu Resiko Banjir di Desa Banjarasri ini
agar dapat berjalan dengan efektif dan meliputi adanya hambatan relokasi dana
efisien. Pada implementasi kebijakan yang mulanya akan digunakan untuk
pengurangan resiko bencana banjir di pembentukan Desa Banjarasri karena
Banjarasri, faktor pendukung yang ada tergencat dengan situasi darurat Covid-
untuk membantu BPBD mewujudkan 19, selain itu juga adanya perilaku tidak
pelaksanaan kebijakan ini di Desa bertanggung jawab dari beberapa oknum
Banjarasri jika dilihat dari faktor internal masyarakat yang melakukan
adalah adanya dukungan penuh pembangunan rumah secara illegal. Hal
pemerintah dalam mencairkan dana ini juga disebutkan pada penelitian
ketika memang Surat Keputusan Tanggap (Agustion, 2020) bahwa adanya
bencana sudah diterbitkan. Selain itu, ketidakpatuhan dan kurangnya kooperatif
kinerja dari dalam BPBD juga merupakan yang ditunjukkan oleh masyarakat dapat
faktor pendukung internal yang dapat berdampak pada terhambatnya atau
membantu berjalannya pengurangan lambatnya penanganan bencana pada
risiko bencana yang baik hal tersebut suatu daerah rawan bencana.
ditunjukkan dengan penyusunan strategi-

Soetomo Administration Reform Review 667


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

Kemudian pada faktor d) Meningkatkan komitmen dengan


penghambat eksternal, meski dari BPBD memperbaiki kinerja secara internal dan
tidak merasa ada penghambat, namun meningkatkan output baik dengan
warga merasa pengeboran yang dibuktikan oleh penilaian IKD yang baik.
dilakukan perusahaan swasta di Desa e) Melakukan mitigasi bencana fisik
Banjarasri merupakan penghambat maupun non fisik sebagai penanganan
optimalnya implementasi penanganan bencana.
bencana dan resiko bencana yang ada, Dari poin-poin di atas, dapat
sehingga selama pengeboran itu diketahui bahwa kebijakan-kebijakan
berlanjut, masih ada ketakutan dari warga mengenai pengurangan resiko bencana yang
bahwa bencana yang terjadi akan menjadi telah ditetapkan dan dilakukan oleh BPBD
lebih besar. Hal ini perlu diperhatikan sudah sesuai dengan bunyi dalam UU No. 24
pula, dikarenakan jika masih terdapat Tahun 2007 Pasal 37 Ayat 2. Akan tetapi,
miskomunikasi dan kesalahpahaman pada kenyataannya, dari sisi masyarakat
antara pihak pemerintah dan masyarkaat masih ada sedikit kekecewaan atas kebijakan
dapat berdampak pada kurang yang ada meskipun di lain sisi masyarakat
terkendalinya hubungan koordinasi yang sudah merasa sangat terbantu. Adapun
ada, yang mana bisa berdampak pula pada permasalahan masyarakat yang belum
terhambatnya atau lambatnya terselesaikan dalam hal penanganan bencana
penanganan yang diberikan pada situasi banjir di Desa Banjarasri ini adalah
bencana (Agustino, 2020). permasalahan perekonomian jangka panjang,
dimana karena genangan tersebut masih ada
8. Rekomendasi Kebijakan dan merusak lahan pertanian warga,
Rekomendasi kebijakan merupakan membuat banyak warga yang terdampak
proses mengevaluasi atau menilai beberapa karena kehilangan mata pencahariannya,
opsi atau alternatif kebijakan untuk mengingat Desa Banjarasri merupakan desa
menentukan mana tindakan kebijakan yang dengan mayoritas masyarakatnya bertani.
terbaik untuk mengatasi masalah sosial, Rekomendasi kebijakan yang
ekonomi, politik, dan fisik yang sedang atau ditawarkan oleh peneliti adalah melakukan
akan dihadapi oleh masyarakat. Pada situasi penangana prioritas pemulihan ekonomi yang
bencana banjir Desa Banjarasri yang masih difokuskan pada output jangka panjang,
belum benar-benar pulih seluruhnya sejak selain memberikan bantuan ekonomi berupa
2019 lalu hingga saat ini tahun 2022, perbaikan rumah atau sembako, hendaknya
kebijakan-kebijakan terkait dengan pemerintah juga membuat kebijakan atau
pengurangan resiko bencana yang sesuai program pemulihan ekonomi paska bencana
dengan UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 37 Ayat banjir dengan produk-produk kebijakan yang
2 yaitu: dapat membantu masyakarat secara jangka
a) Melibatkan partisipasi masyarakat dalam panjang. Adapun rekomendasi yang
kesiapsiagaan penanganan bencana. ditawarkan peneliti antara lain sebagai
b) Melakukan pengenalan dan pemantauan berikut :
risiko bencana dengan mendatangkan ahli a) Memprioritaskan pemulihan ekonomi
bencana dari ITS untuk melakukan kajian jangka panjang dan rekonstruksi paska
teknis. bencana.
c) Mengembangkan budaya sadar bencana b) Memprioritaskan rekonstruksi pemulihan
dengan memberikan edukasi pada sektor pertanian dengan melakukan
masyarakat mengenai kebencanaan dan pembaharuan dan perbaikan pada
membangun posko-posko lapangan galangan sawah yang jebol dan rata
dengan relawan terlatih. dengan tanah, genangan yang tak kunjung

668 Soetomo Administration Reform Review


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

habis di areal pertanian, serta Memiliki lahan pertanian 10 –


10 keluarga
memberikan bantuan-bantuan alat-alat 50 ha
bertani seperti traktor, benih, dan Memiliki lahan pertanian 50 –
5 keluarga
sebagainya. 100 ha
c) Memprioritaskan pemulihan ekonomi Memiliki lahan pertanian
3 keluarga
jangka panjang dengan memberikan >100 ha
Total keluarga petani 182 keluarga
bantuan dana hibah UMKM untuk
mendukung masyarakat Desa Banjarasri Sumber: Kantor Kepala Desa di Desa
berwirausaha. Banjarasri
d) Memberikan pelatihan perihal
manajemen ekonomi yang perlu Dari tabel di atas, dapat diketahui
dilakukan masyarakat paska bencana dan bahwa dengan adanya bencana banjir ini
bagaimana cara menyiapkan dana-dana maka banyak keluarga petani yang terdampak
darurat untuk mempersiapkan risiko secara ekonomi. Hal tersebut juga turut
kerugian besar yang dihadapi ketika diungkapkan oleh pihak Desa bahwa
bencana terjadi. sebetulnya yang paling berdampak ada pada
Rekomendasi kebijakan di atas, mata pencaharian masyarakat yang
dicetuskan oleh peneliti melalui berbagai merupakan mayoritas petani menjadi
pertimbangan. Selain belum adanya tindakan terhambat pemasukannya ketika banjir
maupun kebijakan pemulihan ekonomi menggenangi lahannya. Namun dari hasil
secara jangka panjang yang dilakukan oleh penelitian yang ada, masih belum ada
pemerintah pada pengurangan resiko bencana kebijakan dalam penanganan pemulihan
dimana harusnya hal tersebut dimasukkan ekonomi jangka panjang untuk
karena pemulihan ekonomi juga termasuk mempersiapkan keluarga yang bersandar
bentuk penanganan bencana secara non-fisik. pada mata pencaharian petani agar dapat
Selain faktor tersebut, peneliti juga melakukan usaha lain yang dapat mendukung
mendapatkan hasil observasi bahwa memang pemasukan ekonominya dan siap ketika ada
banyak penduduk yang memiliki lahan bencana banjir karena sudah tak lagi
pertanian tanaman pangan sendiri yangmana bersandar pada pertanian.
kemudian panen-nya terganggu karena Kebijakan pemulihan ekonomi
adanya genangan yang merusak lahan jangka panjang paska banjir melalui
pertaniannya, sehingga dapat berdampak Hal pemberian alat-alat untuk berwirausaha juga
ini juga ditunjukkan dari data penduduk yang pernah diberlakukan di Dusun Koryo Desa
didapat dari Kantor Kepala Desa, dimana Bulutigo sebagai model penguatan sumber
jumlah keluarga petani di Desa Banjarasri perekonomian baru selain pertanian. Adapun
adalah 182 Keluarga, dengan detail sebagai salah satu pelatihan yang diberikan adalah
berikut. pelatihan pembuatan kerajinan tas limbah
plastik yang menciptakan petani-petani yang
Tabel 1. Jumlah Kepemilikan Lahan juga ahli dalam berwirausaha kreatif
Pertanian di Desa Banjarasri (Ubaidillah, 2018). Dari hasil penelitian yang
Kepemilikan Lahan Pertanian Tanaman dilakukan Ubaidillah (2018) tersebut
Pangan pemberian program pelatihan berwirausaha
Jumlah keluarga memiliki sebagai salah satu kegiatan untuk pemulihan
110 keluarga ekonomi masyarakat juga dapat merangsang
tanah pertanian
Jumlah keluarga tidak pola pikir masyarakat yang mulanya
72 keluarga
memiliki tanah pertanian mayoritas petani menjadi terbuka pikirannya
Memiliki lahan pertanian <10 bahwa penafkahan dapat mereka dapatkan
92 keluarga
ha tidak hanya dengan bertani, namun juga
dengan melakukan hal lain.

Soetomo Administration Reform Review 669


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 2. Rekomendasi


1. Kesimpulan Untuk menambah optimalisasi
Berdasarkan dari paparan hasil penanganan bencana dan pengurangan resiko
penelitian yang sudah dipaparkan oleh bencana banjir di Desa Banjarasri, yang
peneliti sebelumnya, maka dapat ditarik sebetulnya sudah baik, peneliti memberikan
kesimpulan bahwa terjadinya bencana banjir rekomendasi-rekomendasi tambahan
di Desa Banjarasri dikarenakan struktur tanah kebijakan yang mungkin dapat
Desa Banjarasri yang lempung sehingga sulit dipertimbangkan oleh pemerintah sebagai
untuk menyerap air. Selain itu bentuk berikut :
kawasan areal Desa yang memang seperti a) Memprioritaskan pemulihan ekonomi
mangkok sehingga sangat rentan untuk jangka panjang dan rekonstruksi pasca
menampung genangan air yang dating dari bencana.
sisi daerah-daerah lain yang kemudian sulit b) Memprioritaskan rekonstruksi pemulihan
untuk surut karena harus dilakukan sektor pertanian dengan melakukan
pemompaan. Dalam menangani hal tersebut, pembaharuan dan perbaikan pada
kebijakan penanganan bencana yang galangan sawah yang jebol dan rata
dilakukan oleh BPBD bersama bantuan dari dengan tanah, genangan yang tak kunjung
masyarakat sudah sesuai dengan poin-poin habis di areal pertannian, dan
kegiatan pengurangan resiko bencana yang memberikan bantuan-bantuan alat-alat
disebut dalam Undang-Undang No. 24 Tahun bertani seperti traktor, benih, dan
2007 Pasal 37 Ayat 2. Hal ini ditunjukkan sebagainya.
dari adanya kajian teknis dan pembentukan. c) Memprioritaskan pemulihan ekonomi
Masyarakat yang tanggap bencana, jangka panjang dengan memberikan
pemberlakuan mitigasi struktural maupun bantuan dana hibah UMKM untuk
non struktural, dan melibatkan partisipasi mendukung masyarakat Desa Banjarasri
alat-alat pemerintahan, juga masyarakat berwirausaha.
dalam penanganan bencana yang dilakukan. d) Memberikan pelatihan perihal
Faktor-faktor pendukung dan penghambat manajemen ekonomi yang perlu
dari implementasi kebijakan pengurangan dilakukan masyarakat pasca bencana dan
resiko bencana tersebut adalah : bagaimana cara menyiapkan dana-dana
a) Faktor Pendukung darurat untuk mempersiapkan risiko
1) Kinerja yang baik dari internal BPBD kerugian besar yang dihadapi ketika
dengan pembuktian nilai IKD yang bencana.
baik.
2) Sinergitas penanganan bencana antara F. REFERENSI
masyarakat dan pemerintah. Agustino, L. (2020). Analisis Kebijakan
3) Adanya komunitas masyarakat seperti Penanganan Wabah Covid-19:
FPRB (Forum Pengurangan Resiko Pengalaman Indonesia. Jurnal Borneo
Bencana) Kabupaten Sidoarjo. Administrator, 16(2), 1-6.
b) Faktor Penghambat Akib, T. H. (2021). Analisis Kebijakan
1) Refocusing dana yang difokuskan Resettlement Dalam Penanggulangan
pada penanganan wabah Covid-19. Bencana Alam di Lampung Selatan.
2) Adanya oknum-oknum warga yang Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan,
masih melakukan pembangunan 9(1), 15-23.
illegal dan belum mau menguruk Ariantoni. (2009). Modul Pelatihan
lahannya. Pengintegrasian Pengurangan Resiko
3) Adanya pengeboran dari salah satu Bencana (PRB) Terhadap Sistem
perusahaan swasta. Pendidikan. Jakarta: Pusat Kurikulum

670 Soetomo Administration Reform Review


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

Badan Penelitian dan Pengembangan Riady, Khaldun, Y. P. (2019). Analisis Kebijakan


Kementerian Pendidikan Nasional. Penanggulangan Bencana (Studi Kasus
Asdak. (2004). Hidrologi dan Pengelolaan PERDA Kota Palu Nomor 5 Tahun 2011).
Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Journal of Public Administration and
Gadjah Mada University Press. Government 1(2), 25-32.
Bungin, B. (2012). Analisa Data Penelitian Saldana, M. H. (2014). Qualitative Data
Kualitatif. Jakarta: Rajawali. Analysis: A Methods Sourcebook, Edition
Dunn, W. N. (2000). Pengantar Analisis 3. USA: Sage Publications.
Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Sari. (2014). Peran Simulasi Bencana terhadap
Mada University Press. Kesiapsiagaan Bencana Gempa Bumi di
Harianja, H. (2020). Analisis Kebijakan Publik MTS Negeri Gantiwarno Kecamatan
dalam Penerapan E- Government Binjai Gantiwarno Kabupaten Klaten. Skripsi.
Smartcity. SCENARIO 2020 (Seminar of Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Social Sciences Engineering & Sarundajang. (2001). Arus Balik Kekuasaan
Humaniora), 5(2), 40-54. Pusat ke Daerah. Jakarta: Pustaka Sinar
Iskandar. (2000). Manajemen Publik. Bandung: Harapan.
Pustaka Program Pascasarjana. Sebastian, L. (2008). Pendekatan Penceganan
Muhammad, F. I. (2019). Implementasi dan Penanggulangan Banjir. Jurnal
Kebijakan Mitigasi Bencana Banjir di Dinamika Teknik Sipil, 8(2), 44-55.
Kabupaten Bandung Studi Kebijakan Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif,
Mitigasi Bencana Banjir Di Desa Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. Tesis. Teguh, B. H. (2002). Kebijakan Publik: Konsep
Universitas Pasundan. dan Strategi. Semarang: UNDIP Press.
Noor. (2014). Pengantar Mitigasi Bencana Thoha. (1999). Kepemimpinan dalam
Geologi. Yogyakarta: Dee Publish. Manajemen. Jakarta: Rajawali.
Nugroho, R. (2009). Public Policy. Jakarta: Elex UNISDR. (2015). Disaster Resilience Scorecard
Media Komputindo. for Cities. In UNISDR, Ten Essentials for
Nurjanah. (2012). Manajemen Bencana. Making Cities Resilient in Support of the
Bandung: Alfabeta. Sendai Framework for Disaster Reduction
Pribadi, K. S. (2007). Konsep Pengelolaan 2015-2030. Inter- Agency Secretariat of
Bencana: Makalah TOT Pengelolaan theInternational Strategy for Disaster
Resiko Bencana Berbasis Pesantren Reduction.
Nahdlatur Ulama. Bandung: Pusat Wandasari. (2013). Sinkronisasi Peraturan
Mitigasi Bencana ITB. Perundang-Undangan Dalam Mewujudkan
Rakasisi, E. S. (2018). Efektivitas Kinerja Badan Pengurangan Risiko Bencana. UNNES Law
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Journal 2(2), 1-15.
Kota Bandar Lampung dalam Widayati, R. S. (2020). Studi Kajian Peran BPBD
Penanggulangan Bencana Banjir di Kota dan Aisyiyah Disaster Action Dalam
Bandar Lampung. Skripsi. Universitas Upaya Pengurangan Resiko Bencana.
Lampung. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
RI, L. A. (2008). Analisis Kebijakan Publik Surakarta.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Winarno, B. (2007). Kebijakan Publik: Teori dan
Kepemimpinan Tingkat III. Jakarta: LAN. Proses. Yogyakarta: Media Press Indo.

Soetomo Administration Reform Review 671


Analisis Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Rawan Banjir
Karina Herdiana Sari, Hendro Wardhono
SARR – Vol. 1 No. 4. Tahun 2022

672 Soetomo Administration Reform Review

Anda mungkin juga menyukai