Anda di halaman 1dari 24

} Halaman 383 – 406

KOORDINASI OLEH BPBD DALAM PENANGGULANGAN


BENCANA BANJIR DI KABUPATEN BANDUNG1

Endah Mustika Ramdani


PNS STIA LAN Bandung
e-mail: endahmustika@gmail.com

Abstrak
Salah satu tujuan penanggulangan bencana adalah menjamin terselenggaranya penanggulangan
bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh. Di dalam pelaksanaanya
penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) merupakan lembaga yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan tugas dan fungsi
penanggulangan bencana di daerah serta melakukan pengkoordinasian external kelembagaan
dengan instansi terkait penanggulangan bencana. Tujuan penelitian ini, yaitu untuk menganalisis
dan menjelaskan mengapa Koordinasi oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam
penanggulangan bencana banjir di Kabupaten Bandung belum berjalan seperti yang diharapkan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peran koordinator belum berjalan dengan baik. Masih adanya ketidaksamaan
persepsi mengenai paradigma penanggulangan bencana yang ada saat ini. Intansi terkait koordinasi
masih belum dapat beradaptasi dengan peran BPBD sebagai koordinator dan masih terpaku pada
peraturan internal kelembagaan. Spesialisasi pekerjaan belum maksimal terlihat dari masih terjadinya
duplikasi pekerjaan. Pengkajian ulang kelembagaan di bidang-bidang yang tekait bencana serta
peningkatan pemahaman, pembinanaan dan sosialisasi perlu dilakukan secara menyeluruh.
Kata Kunci: Koordinasi, Penanggulangan Bencana, Koordinasi External

Coordination Countermeasures for Flood in Bandung District By BPBD


Abstract
One of the aims of overcoming disasters is to guarantee a planned, integrated, coordinated and thorough
countermeasures. In practice, countermeasures for flood in Bandung District is done by Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD), which has the authority to conduct duties and function to overcome disasters in the
region as well as conducting external institutional coordination with other related institutions for overcoming
disasters. The objective of this research is to analyse and describe why coordinations by BPBD have not run as
smooth as expected.
The research is qualitative. The finding of this research shows that the role of the coordinator has not run as
expected. There is still different views on the present paradigm of countermeasures for disasters.The coordinating
institution cannot adapt with the role of BPBD as the coordinator and they are still focused on internal institution
regulations. Job specialization has not been optimum judging from the presence of job duplication. Further research
on the institutions related to disasters as well as an improvement in knowledge, coaching and socialization should
be done frequently and thorough.
Key Words: Coordination, Countermeasures of Disasters, External Coordination

A. Latar Belakang
dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
Dalam pembukaan Undang-undang perdamaian abadi dan keadilan sosial. Amanat
dasar 1945 alinea keempat diamanatkan bahwa tersebut dilaksanakan oleh Pemerintah dan
Negara Republik Indonesia berkewajiban Pemerintah Daerah bersama semua komponen
melindungi segenap bangsa dan seluruh bangsa melalui pembangunan nasional, serta
tumpah darah Indonesia, memajukan perlindungan kepada masyarakat di berbagai
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bidang termasuk perlindungan atas bencana
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dalam rangka mewujudkan kesejahteraan

1
Artikel ini merupakan ringkasan Tesis penulis yang berjudul “Koordinasi Oleh Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) dalam Penanggulangan Bencana Banjir di
Kabupaten Bandung

Jurnal Jurnal 383


Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015 Ilmu Administrasi
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

umum yang berlandaskan Pancasila. Bencana tumbuhan penutup tanah pada catchment
hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, area, pendangkalan sungai akibat sedimentasi,
tanah longsor, puting beliung dan gelombang penyempitan alur sungai dan sebagainya.
pasang merupakan jenis bencana yang dominan Banjir yang sering terjadi di Jawa Barat
di Indonesia. Data bencana tahun 2002-2012 adalah di wilayah Kabupaten Bandung. Dari
menunjukkan bahwa sekitar 89% dari total 31 kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung,
bencana di Indonesia didominasi oleh bencana Kecamatan Bale Endah, Kecamatan Dayeuh
hidrometeorologi. Bencana hidrometeorologi Kolot dan Kecamatan Bojong Soang merupakan
terjadi rata-rata hampir 70% dari total bencana wilayah yang memiliki frekuensi tertinggi dan
di Indonesia. Perubahan iklim global, degradasi paling luas terkena banjir. Banjir di wilayah
lingkungan, kemiskinan, dan bertambahnya Kabupaten Bandung merupakan banjir
jumlah penduduk makin memperbesar langganan tahunan yang merupakan dampak
ancaman risiko bencana. Bencana tersebut dari meluapnya aliran sungai Citarum. Banjir
telah menimbulkan korban jiwa dan kerugian yang terjadi di Kabupaten Bandung merupakan
yang besar. Apabila ditinjau dari karakteristik banjir rutin yang selalu datang setiap tahun
geografis dan geologis wilayah, Indonesia terutama dimusim penghujan. Banjir di
adalah salah satu kawasan rawan bencana Kabupaten Bandung telah menimbulkan dilema
banjir. Sekitar 30% dari 500 sungai yang ada di bagi masyarakat, dan sangat berpengaruh
Indonesia melintasi wilayah penduduk padat. terhadap mata pencaharian mereka. Dari
Lebih dari 220 juta penduduk, sebagian adalah kurun waktu 2009 sampai dengan 2012 banjir
miskin dan tinggal di daerah rawan banjir. Pada masih tetap menjadi bencana langganan di
umumnya bencana banjir tersebut terjadi di beberapa wilayah di Kabupaten Bandung.
wilayah Indonesia bagian barat seperti wilayah Bencana banjir ini telah menimbulkan beberapa
Jawa Barat yang memiliki curah hujan lebih dampak bagi masyarakat Kabupaten Bandung.
tinggi dibandingkan dengan di bagian Timur. Dampak yang ditimbulkan banjir baik langsung
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang maupun tidak langsung dialami oleh warga
jumlah penduduknya terbesar di Indonesia yang terkena banjir. Dampak langsung banjir
(18% dari total penduduk di Indonesia) tersebar yang yaitu menimbulkan tidak terpenuhinya
di 26 kabupaten/kota, sehingga membawa hak-hak dasar warga, kerugian baik secara
konsekuensi yang besar apabila terjadi bencana, fisik, ekonomi, sosial, ekologis dan psikologis.
baik korban jiwa maupun harta benda. Secara fisik, dampak banjir menimbulkan
Jawa Barat termasuk wilayah yang terkenal rusaknya dan kurang berfungsinya sarana
dengan daerah langganan banjir. Pada tahun fasilitas umum seperti rumah, jalan, jembatan
2008 sekitar 12.429 Ha wilayah di Jawa Barat ataupun tanggul serta fasilitas sosial seperti
terendam banjir. Jika melihat luasan genangan sekolah, mesjid mushola dll. Secara ekonomi,
pada data tahun tersebut ternyata wilayah banjir juga menimbulkan hilangnya aset-aset
Jawa Barat merupakan wilayah terluas yang ekonomi warga, menurunnya pendapatan atau
tergenang banjir. Banjir merupakan peristiwa penghasilan dan bertambahnya kebutuhan
terbenamnya daratan karena peningkatan rumah tangga selama pengungsian dan
volume air akibat hujan deras, luapan air kebutuhan perbaikan. Secara sosial dan
sungai atau pecahnya bendungan. Banjir juga psikologis, banjir juga dapat menimbulkan
dapat terjadi di daerah yang gersang dengan dampak ketakutan, trauma bahkan konflik
daya serap tanah terhadap air yang buruk sosial. Secara medis, banjir juga menimbulkan
atau jumlah curah hujan melebihi kapasitas kematian atau korban jiwa, selain menurunnya
serapan air. Dari berbagai kajian yang telah kualitas kesehatan warga. Sementara apabilia
dilakukan, banjir yang melanda daerah-daerah dilihat dari aspek ekologis, banjir pun dapat
rawan pada dasarnya disebabkan tiga hal. merusak fungsi ruang ekologis sehingga
Pertama, kegiatan manusia yang menyebabkan menurunkan kualitas tatanan ekologis yang
terjadinya perubahan tata ruang dan berdampak ada.
pada perubahan alam. Kedua, peristiwa alam Data pada awal tahun 2012 mencatat bahwa
seperti curah hujan sangat tinggi, kenaikan telah terjadi banjir di Kabupaten Bandung.
permukaan air laut, badai, dan sebagainya. Banjir terjadi disekitar Kecamatan Baleendah,
Ketiga, degradasi lingkungan seperti hilangnya Dayeuh Kolot dan Bojong Soang. Tercatat 2.876

384 J u r nJaul r n a l
Ilmu Administrasi Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

rumah di Kecamatan Baleendah, Dayeuh Kolot, Dalam UU No. 24 Tahun 2007 pasal 27
Bojong Soang terendam dengan ketinggian 60 disebutkan bahwa Badan Penanggulangan
sentimeter hingga 1,5 meter. Banjir terparah Bencana Daerah (BPBD) memiliki fungsi
terjadi di Kampung Cieunteung, Kecamatan Bale untuk melakukan pengordinasian pelaksanaan
Endah. Sebanyak 3.000 kepala keluarga terpaksa kegiatan penanggulangan bencana secara
diungsikan. Pada akhir tahun 2011 Banjir di terencana, terpadu, dan menyeluruh. Hal ini
Kabupaten Bandung telah mengakibatkan akses juga diperkuat dalam Perka No 3 Tahun 2008
transportasi terganggu, salah satunya Jalan Tentang Pembentukan BPBD bahwa salah satu
M. Toha yang menghubungkan Kabupaten tugas pokok dari Bidang Kedaruratan dan
Bandung dan Kota Bandung terputus akibat Logistik yaitu melakukan pengordinasiaan,
meluasnya banjir, dengan ketinggian air komando, serta pelaksanaan kebijakan bidang
mencapai orang dewasa. Untuk mengefektifkan penanggulangan bencana pada saat tanggap
penanggulangan bencana di daerah, melalui darurat, penanganan pengungsi, dan logistik.
Peraturan Kepala BNPB No. 3 Tahun 2008 Koordinasi yang dilakukan oleh Badan
Tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Bencana Daerah, dibentuklah Badan Kabupaten Bandung dengan Intansi Terkait
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) baik diatur dalam Peraturan Kepala BNPB No.3
di tingkat Provinsi, Kota maupun Kabupaten. Tahun 2008 Tentang Pembentukan Badan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
adalah perangkat daerah yang dibentuk untuk Dimana dalam peraturan tersebut dinyatakan
melaksanakan tugas dan fungsi penanggulangan bahwa Badan Penanggulangan Bencana
bencana di daerah. Kompleksnya masalah Daerah (BPBD) melakukan koordinasi dengan
penanganan banjir membutuhkan koordinasi intansi/lembaga dinas secara horizontal
yang terpadu dari berbagai Intansi pemerintah. pada tahap prabencana, tanggap darurat dan
Sebelum terbentuknya BNPB pusat, berdasarkan pascabencana. Selain itu di dalam Peraturan
Kepres No 3 Tahun 2001 penanganan mengenai Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008 Tentang
banjir ini dilakukan oleh Satkorlak (Satuan Perencanaan Penanggulangan Bencana di­
Kordinasi pelaksana) penanggulangan nyata­kan pula bahwa untuk menanggulangi
bencana tingkat provinsi serta Satlak (satuan bencana dilakukan koordinasi eksternal
pelaksana) di Kabupaten Bandung. Namun antar instansi terkait dalam beberapa sektor
saat ini sejak terbitnya UU No. 24 Tahun 2007 yaitu sektor pemerintahan, kesehatan, sosial,
dan peraturan pemerintah No. 3 Tahun 2008 pekerjaan umum, energi dan sumber daya air,
Tentang Pembentukan Badan Penanggulangan perhubungan, tenaga kerja dan transmigrasi,
Bencana Daerah (BPBD), dibentuklah Badan keuangan kehutanan, lingkungan hidup,
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kelautan, polri dan tni. Sedangkan khusus untuk
Kabupaten Bandung yang memiliki kewenangan bencana banjir Kabupaten Bandung Koordinasi
serta legalitas khusus dalam hal kebencanaan. yang dilakukan yaitu Sektor Sosial (Dinas Sosial
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung), Sektor Kesehatan (Dinas
Kabupaten Bandung ini dipimpin secara ex- Kesehatan Kabupaten Bandung), Sektor Energi
officio oleh Sekda Kabupaten Bandung. Dengan dan Sumber Daya Air (Dinas SDAPE Kabupaten
dibentuknya Badan Penanggulangan Bencana Bandung, Sektor Pekerjaan Umum (Dinas Bina
Daerah (BPBD) di tingkat Kabupaten, tidak Marga Kabupaten Bandung). Sektor Kebersihan
menghilangkan koordinasi serta kerjasama (Dinas Pertasih Kabupaten Bandung), Polres
dengan intansi terkait lainnya. Namun ternyata Kabupaten Bandung, dan Kodim 0609.
koordinasi yang ada saat ini masih belum Koordinasi antar intansi yang terjadi saat
dilakukan sebagaimana mestinya. Masalah- ini pada penanggulangan banjir Kabupaten
masalah koordinasi serta ego kelembagaan Bandung, menurut data yang dikumpulkan,
dinilai masih menjadi hambatan dalam menunjukkan indikasi masalah di antaranya,
penanganan bencana banjir di Kabupaten Pertama, belum adanya sinergitas dalam kegiatan
Bandung. Salah satunya yaitu masih adanya sosialisasi serta pelatihan secara menyeluruh
saling tunjuk kewenangan dan adanya tumpang dalam hal proses penanggulangan bencana
tindih pekerjaan di dalam penanggulangan banjir Kabupaten Bandung yang seharusnya
bencana banjir di Kabupaten Bandung. dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana

Jurnal Jurnal 385


Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015 Ilmu Administrasi
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

Daerah (BPBD) bersama dengan SKPD/instansi Koranmil, serta tim tanggap darurat kurang
sehingga hal ini menyebabkan kurang efektifnya sigap dalam melakukan evakuasi. Selain itu
pencapaian sasaran dalam penanggulangan warga mengalami kesulitan menjangkau
banjir Kabupaten Bandung. Kedua, pembagian tempat pengungsian karena bantuan perahu
kerja di antara intansi-intansi anggota sangat minim, perahu karet yang seharusnya
koordinasi belum teralokasikan dengan baik, diberikan oleh Badan Penanggulangan
ini terjadi pada tahap pencegahan saat terjadi Bencana Daerah (BPBD) seringkali terlambat
potensi bencana yaitu pada kegiatan mitigasi, didatangkan. Kelima, pengkomunikasian
seperti kegiatan pengerukan sungai, pembuatan oleh Koordinator belum berjalan dengan baik
bronjong, pengelolaan sumber air, ataupun terutama dalam kegiatan penanggulangan
pembuatan tanggul. Pada kegiatan ini terlalu bencana pada proses pemulihan/rehabilitasi.
banyak pihak yang terlibat, yang memiliki Masih adanya permasalahan dalam pemulihan
kewenangan sama dalam tahapan ini sehingga dampak lingkungan dan pemulihan kesehatan.
menyebabkan tumpang tindih pekerjaan Terdapat ketidaksesuaian bantuan prioritas
pada kegiatan mitigasi. Ketiga, kurangnya untuk kelompok rentan (warga yang sakit/
pemahaman para anggota koordinasi atas lanjut usia & balita). Sebagian masyarakat
ketentuan pemenuhan kebutuhan dasar pada korban banjir yang telah mengungsi contohnya
saat tanggap darurat seperti yang diatur dalam saja di Aula Serbaguna, Kelurahan/Kecamatan
standar kebutuhan pangan (Peraturan Kepala Baleendah, Kabupaten Bandung, mengeluhkan
BNPB No 7 Tahun 2008 tentang Pedoman penyakit demam dan diare, bahkan ISPA
Pemenuhan Kebutuhan Dasar Bencana. Ini (infeksi saluran pernapasan akut) terutama
terlihat dari kualitas serta kuantitas kebutuhan kalangan anak-anak. Namun tindakan yang
dasar pada saat pengungsian masih kurang diberikan oleh Intansi pemberi pelayanan
sesuai dengan yang dibutuhkan oleh warga. kesehatan dirasa belum memenuhi kebutuhan
Contohnya saja pada banjir akhir tahun 2011 di warga.
didistribusikan 1 ton beras, 10 dus mie instan,
40 liter minyak goreng, 10 buah selimut, 10 buah
B. TINJAUAN PUSTAKA
tikar, dan 550 kaleng sarden. Namun bantuan
ini tidak mencukupi hingga banjir surut. Jumlah 1. Konsep Koordinasi Antar Intansi
beras 1 ton tidak sebanding dengan jumlah Pemerintah
warga korban banjir yaitu sebanyak 1295 jiwa Koordinasi merupakan salah satu fungsi
yaitu 441 desa cieunteung, kecamatan andir 362, manajemen yang berhubungan erat dengan
bojong asih 492 mengingat pada hari ketiga saja fungsi-fungsi manajemen lainnya. Koordinasi
banjir belum surut. mempunyai sasaran yang sangat penting
Keempat, kurang optimalnya fungsi karena dapat mengarahkan semua tindakan
komando dalam hal ini Badan Penanggulangan serta memberikan sumbangan kepada
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung pen­capaian tujuan organisasi yang telah
pada saat pemberian komando/perintah direncanakan. Dengan koordinasi, manajemen
serta pada saat memonitor kegiatan tanggap suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar.
darurat penanggulangan banjir Kabupaten Tanpa koordinasi, individu-individu dan unit-
Bandung. Menurut data yang ada, pada unit yang ada akan kehilangan pegangan atas
pendistribusian bahan-bahan sandang, antara peranan mereka. Secara etimologis, istilah
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) koordinasi berasal dari kata asing, yaitu: “cum”
Kabupaten Bandung dan Dinas Sosial masih yang artinya berbeda-beda, dan “ordinate” yang
saling mengandalkan pada saat pendistribusian artinya penyusunan atau penempatan sesuatu
sandang ini. Hal ini mengakibatkan kebutuhan yang keharusannya (Westra, 1983:53).
warga korban banjir akan sandang menjadi Koordinasi memainkan peranan yang
terhambat. Selain itu dengan adanya penting dalam merumuskan pembagian tugas,
ketidak sigapan komando di lapangan turut wewenang dan tanggung jawab dalam sebuah
mempengaruhi Pertolongan pertama saat kegiatan manajemen, sekaligus melahirkan
banjir masih dilakukan kurang tepat dan cepat. jaringan hubungan kerja yang diperlukan.
Contohnya saja untuk pertolongan evakuasi Disamping itu koordinasi juga terkait dengan
warga dari rumah ke tempat pengungsian, jumlah usaha, baik secara kuantitatif maupun

386 J u r nJaul r n a l
Ilmu Administrasi Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

secara kualitatif, waktu yang tepat dari usaha- yang dilakukan dan tingkat ketergantungan
usaha, dan pengarahan dari setiap usaha-usaha. berbagai subunit yang melaksanakan tugas-
Hal ini sejalan dengan pendapat George R. tugas tersebut. Apabila tugas-tugas tersebut
Terry (terjemahan J. Smith) bahwa: “Koordinasi memerlukan atau memperoleh manfaat dari
adalah sinkronisasi yang teratur dari usaha- arus informasi antar unit, maka yang terbaik
usaha individu yang berhubungan dengan adalah tingkat koordinasi tinggi. Koordinasi
jumlah, waktu dan tujuan mereka, sehingga yang tinggi akan bermanfaat bagi pekerjaan non
dapat diambil tindakan yang serempak menuju rutin dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya,
sasaran yang telah ditetapkan..” (Terry, 1993:19) bagi pekerjaan-pekerjaan dengan faktor-faktor
Dikaitkan dengan keberadaan organisasi dalam lingkungan yang berubah, dan bagi
sebagai tempat berlangsungnya kerjasama pekerjaan-pekerjaan dimana kebergantungan
individu-individu, yang di dalamnya terdapat tugas adalah tinggi.
perbedaan unit kerja, jenis tugas dan tanggung Untuk mencapai suatu tujuan, organisasi
jawab, fungsi, jabatan (struktural dan fungsional), tidak hanya membutuhkan kerja sama dengan
dan sebagai konsekuensi dari penerapan prinsip unit-unit di dalam organisasi tetapi juga
spesialisasi dalam organisasi, maka adanya dengan unit-unit atau lembaga yang ada di
perbedaan-perbedaan itu perlu dikoordinasikan luar organisasi. Hal ini dikarenakan tujuan
agar masing-masing berjalan pada rel yang telah yang akan dicapai berkaitan dengan berbagai
digariskan, demi pencapaian tujuan organisasi macam sektor dan bersifat multidisiplin.
sebagaimana yang dikehendaki. Koontz, et al Sejumlah pendapat yang dikemukakan
(1984: 656) mengartikan koordinasi sebagai tentang adanya koordinasi antar organisasi
achieving harmony of individual and group effort sebagaimana dikemukakan oleh Mulford dan
toward the accomplishment of group purpoces and Rogers, dalam Alexander (1995: 3): The process
objective. Pada prinsipnya pandangan ini melihat whereby two or more organizations create and/or
koordinasi sebagai pencapaian keselarasan use existing decision rules that have established to
dari usaha individu dan kelompok ke arah deal collectivitely with their task environment (1982:
pencapaian maksud dan tujuan kelompok. 12). Dari pernyataan tersebut dijelaskan bahwa
Stoner & Freeman (1992: 322) menyatakan proses yang berlangsung oleh dua atau lebih
koordinasi sebagai “process of integrating the organisasi menghasilkan dan atau menggunakan
objectives and activities of separate works units peraturan keputusan yang ada dan terbangun
(departemens or functional areas) in order to realize secara kolektif dengan sekelilingnya adalah
the organization’s goals effectively. Definisi tersebut merupakan bentuk koordinasi antar organisasi.
menunjukkan bahwa koordinasi itu adalah Pendapat lainnya menurut Charles
proses penyatu paduan tujuan-tujuan dan Lindblom dalam Alexander (1995: 4) disebutkan
kegiatan-kegiatan dari unit-unit atau bagian- bahwa koordinasi antar organisasi adalah suatu
bagian dari suatu organisasi yang terpisah untuk bentuk relasi keputusan yang terkoordinasi,
memberikan kesatuan tindakan guna mencapai dimana terdapat kondisi saling menguntungkan
tujuan bersama. Stoner juga menjelaskan antara organisasi yang terlibat atau adanya
tentang besarnya kebutuhan organisasi yaitu: interaksi yang menghasilkan outcome yang positif
“when these tasks require or can benefit from bagi organisasi dan menghindari konsekuensi
information flow between units, then a high degree negatif. Selain itu Hall juga mengungkapkan,
of coordination is best. Otherwise, the work might be “coordination is the extent to which organizations
better completed if less time is spent interacting with attempt to ensure that their activities take into
members of other units. A high degree of coordination account those of other organizations.” (1995: 6)
is likely to be beneficial for work that is nonroutine Koordinasi antar organisasi dari
and unpredictable, for work in which factors in the perspektif Jennings (1994:53) yang mengatakan,
environment are changing, and for work in which “coordination is the linking together of resourches
task interdependence is high (for example, if one and processes to achieve desired outcomes”
unit cannot function without receiving information bahwa koordinasi sebagai keterkaitan ber­
or a product component from another unit.” (1992: sama sumber-sumber daya dan proses
322) Dari penjelasan tersebut dinyatakan bahwa untuk mencapai keluaran yang diinginkan.
kebutuhan akan koordinasi tergantung pada Seringkali koordinasi diindetifikasikan dengan
persyaratan bentuk dan komunikasi tugas-tugas perilaku kolaborasi. Namun sekalipun antara

Jurnal Jurnal 387


Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015 Ilmu Administrasi
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

koordinasi dan kolaborasi memiiki keterkaitan serious disruption of the functoning of a community
terdapat perbedaan. Kolaborasi adalah sebuah or a society causing widespread human, material,
proses interaktif, dimana bila berhasil akan economic or environmental losses which exceed the
menghasilkan tindakan yang terkoordinasi. ability of the affected community or society to cope
Gray (1989: 14-16) dalam Alexander (1995:6) using its own resources). Suatu gangguan serius
Dari pengertian-pengertian tersebut terhadap keberfungsian suatu (masyarakat)
dapat diketahui dengan jelas bahwa organisasi sehingga menyebabkan (kerugian) yang meluas
dapat melakukan koordinasi dengan unit- pada kehidupan manusia dari segi materi,
unit di luar organisasi tersebut dalam rangka ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui
mencapai tujuan yang sama. Begitu pula kemampuan (masyarakat) tersebut untuk
koordinasi yang dilakukan oleh BPBD, fungsi mengatasi dengan menggunakan sumberdaya
BPBD adalah melakukan pengkoordinasian mereka sendiri”. (ISDR, 2004)
secara manajerial terhadap SKPD dan instansi Carter dalam Nurjanah mendefinisikan
terkait penanggulangan bencana dengan tujuan bencana sebagai “an event, natural or man-
mencapai penanggulangan bencana yang efektif made, sudden or progressive, which impacts with
serta meminimalisir dampak bencana. such severity that the affected community has to
Selanjutnya menurut Stoner untuk respond by taking exceptional measures” (2012: 10).
mencapai koordinasi yang efektif diperlukan Sedangkan UNDP beserta organisasi-organisasi
mekanisme dasar koordinasi diantaranya yaitu, bidang kebencanaan di dunia mengartikan
Managerial Hierarchy, Rules and Procedures, bencana banjir sebagai, Flood is river run off
Plans and Goals (1992:323). Stoner menjelaskan that exceeds the normal water level to, as a results,
bahwa: “relatively modest coordination overflow off the riverbed (UNDP: 2011)
requirements can often be met through basic Terdapat tiga tahapan penanggulangan
management mechanisms. One such mechanism is bencana beserta dengan kewenangannya yaitu,
the organization’s chain of command, which specifies Pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat
relationships among members and units, thereby koordinasi dan pelaksana, Pada saat darurat
facilitating the flow ofinformation. Another useful bersifat koordinasi, komando dan pelaksana
tool is the body of rules and procedures designed to let serta Pada pasca bencana bersifat koordinasi
employes handle routine coordination tasks quickly dan pelaksana. Kegiatan pencegahan bencana/
and independently. In addition, the coordination of pra bencana adalah serangkaian kegiatan yang
strategic and operational plans can be achieved by dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan
ensuring that all units are working toward the same dan/atau mengurangi ancaman bencana.
broad goals.”(1992: 324) Dari penjelasan tersebut Dalam tahapan pra bencana terdiri dari
Stoner menyatakan bahwa ketiga mekanisme kegiatan pencegahan pada saat terjadi potensi
dasar koordinasi yaitu Hirarki Manajemen, bencana yaitu kesiapsiagaan & mitigasi,
Peraturan dan Prosedur serta Perencanaan dan dan pada saat tidak terjadi potensi bencana
penetapan tujuan dapat menciptakan koordinasi yaitu pendidikan dan pelatihan-pelatihan.
yang efektif. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
2. Konsep Penanggulangan Bencana Banjir melalui pengorganisasian serta melalui
Di Kabupaten Bandung langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Definisi standar internasional tentang Sedangkan mitigasi adalah serangkaian upaya
bencana dikeluarkan oleh Sekretariat Strategi untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
Internasional untuk pengurangan Bencana pembangunan fisik maupun penyadaran
Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nation- dan peningkatan kemampuan menghadapi
International Strategy for Disaster Reduction) ancaman bencana. Dan pada saat terjadinya
(UN-ISDR,2004), yang memaknai bencana dari bencana, dilakukan kegiatan Tanggap darurat
yang tadinya bertumpu pada “sebab musabab” bencana yang merupakan serangkaian
suatu kejadian menjadi suatu pandangan yang kegiatan yang dilakukan dengan segera pada
menekankan pada “dampak” kejadian tersebut saat kejadian bencana untuk menangani
pada manusia, dan menyusun suatu definisi dampak buruk yang ditimbulkan, yang
standar tentang bencana yang dimutakhirkan meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
pada tanggal 31 maret 2004, sebagai berikut: “A korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan

388 J u r nJaul r n a l
Ilmu Administrasi Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, rekontruksi. Rehabilitasi adalah perbaikan dan


penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
sarana. masyarakat sampai tingkat yang memadai pada
Kegiatan manajemen bencana/ wilayah pascabencana dengan sasaran utama
penanggulangan bencana merupakan kegiatan untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar
yang tidak berdiri sendiri, akan tetapi terkait semua aspek pemerintahan dan kehidupan
dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat masyarakat pada wilayah pascabencana.
dan memerlukan pendekatan yang bersifat Sedangkan rekonstruksi adalah pembangunan
multi-disiplin. Peraturan perundang-undangan kembali semua prasarana dan sarana,
yang dijadikan acuan pun melingkupi peraturan kelembagaan pada wilayah pascabencana,
perundang-undangan lintas sektor. Dengan baik pada tingkat pemerintahan maupun
kata lain, kegiatan manajemen bencana/ masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
penanggulangan bencana dilaksanakan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial
oleh sektor-sektor, sedangkan kegiatan dari dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban,
lembaga kebencanaan sebagian besar adalah dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
mengkoordinasikan kegiatan yang dilakukan segala aspek kehidupan bermasyarakat pada
oleh sektor. Begitu pula dengan manajemen wilayah pascabencana.
darurat, seperti yang dijelaskan dalam jurnal Strategi penanggulangan bencana saat
“The Australasian Journal of Disaster and Trauma ini telah berkembang cukup pesat, hal ini
Studies (Social assessment complementary tool to dibuktikan dengan munculnya beberapa
hazard risk assessment and disaster planning)”, kerangka aksi penanggulangan bencana
(2010: 1 ) : “Emergency management is not a internasional yang juga menjadi acuan untuk
static process. It exists in the context of dynamic, penanggulangan bencana di Indonesia juga
changing communities, developing technology, and khususnya diterapkan dalam penanggulangan
the complexity of the structures and infrastructure bencana di Kabupaten Bandung. Kerangka aksi
of our settlements, alongside the uncertainty of penanggulangan bencana diantaranya terdiri
climate change that is predicted to drive an extension dari:
of hazard prone locations while at the same time a) Resolusi No 60/195 tentang Strategi
increasing the frequency and severity of hazard International untuk pengurangan Resiko
events such as flood.” Dari pernyataan tersebut Bencana (International Strategy for Disaster
dijelaskan bahwa manajemen kedaruratan Reduction) ISDR. ISDR adalah suatu pen­
tidak hanya sekedar proses statis, tetapi juga dekatan global untuk mengurangi resiko
konteks yang dinamis, perubahan masyarakat, bencana dengan melibatkan seluruh
perkembangan teknologi, kompleksitas struktur komponen masyarakat untuk mengurangi
dan infrastrukutur, di samping ketidakpastian kehilangan kesempatan dan kehidupan,
perubahan iklim yang diperkirakan akan kerugian di sektor ekonomi dan kerusakan
mendorong perluasan dari lokasi rawan bahaya lingkungan akibat bencana alam. Fokus
sementara pada saat yang sama meningkatkan dari ISDR adalah:
frekuensi dan tingkat keparahan kejadian 1. Meningkatkan kesadaran masyarakat
bahaya seperti banjir. terhadap upaya pengurangan resiko
Di dalam manajemen kedaruratan bencana.
bencana, dipekerjaan orang-orang yang mampu 2. Mewujudkan komitmen pemerintah
dalam rangka pelaksanaan kebijakan
untuk mengatasi keadaaan-keadaan darurat,
dan upaya pengurangan resiko
seperti yang diungkapkan dalam jurnal “The
bencana.
Australasian Journal of Disaster and Trauma
3. Mendorong kerja sama antar
Studies (Coping strategies and professional quality
komponen dalam rangka
of life among emergency workers)” (2009: 1), bahwa
pengurangan resiko bencana.
“Emergency workers are a self-selected occupational
4. Meningkatkan penggunaan ilmu
group which faces unusual demands, and they may pengetahuan untuk mengurangi
not be compared with the general population in term resiko bencana.
of coping strategies.”
b) Kerangka aksi Beijing tentang pengurang­
Untuk tahapan pasca bencana, pada
an resiko bencana pada tanggal 27-29
tahapan ini terdapat proses rehabilitasi dan
September 2005 “Beijing Action for Disaster

Jurnal Jurnal 389


Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015 Ilmu Administrasi
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

Risk Reduction in Asia”. Fokusnya adalah: 1. Memastikan bahwa pengurangan


Meningkatkan program-program regional, resiko bencana merupakan sebuah
termasuk program untuk kerja sama teknis, prioritas nasional dan lokal dengan
pengembangan kapasitas, pengembangan dasar kelembagaan yang kuat untuk
metodologi dan standar untuk monitoring pelaksanaannya.
dan penjajagan bahaya dan kerentanan, 2. Mengidentifikasi, mengkaji dan
pertukaran informasi dan mobilisasi memonitor resiko-resiko bencana
sumber daya secara efektif, bertujuan dan meningkatkan peringatan dini.
untuk mendukung upaya-upaya nasional 3. Menggunakan pengetahuan, inovasi
dan regional guna mencapai tujuan-tujuan dan pendidikan untuk membangun
kerangka aksi ini. sebuah budaya keselamatan dan
1. Melakukan dan mempublikasikan ketahanan di semua tingkat.
penjajagan baseline tingkat regional 4. Mengurangi faktor-faktor resiko
dan sub regional tentang status yang mendasar.
pengurangan resiko bencana, sesuai 5. Memperkuat kesiapsiagaan terhadap
dengan kebutuhan yang teridentifikasi bencana demi respons yang efektif di
dan sesuai dengan mandat mereka. semua tingkat.
2. Melakukan koordinasi dan
menerbitkan kajian berkala tentang 3. Kerangka Pemikiran
kemajuan dalam kawasan dan
Teori koordinasi menurut James A.F
tentang hambatan dan dukungan
Stoner merupakan teori yang paling berkaitan
yang diperlukan, dan membantu
dengan koordinasi penanggulangan bencana
negara, jika diminta dalam penyiapan
ringkasan nasional berkala tentang banjir, dimana teori ini sangat tepat untuk tipe
program dan kemajuannya. koordinasi yang memiliki koordinasi tinggi,
3. Membangun atau memperkuat pusat- yaitu koordinasi yang bukan merupakan
pusat kerjasama regional khusus yang kegiatan pekerjaan rutin (penanggulangan
sudah ada sebagaimana mestinya, bencana). Dalam dimensi ini dikemukakan
untuk melakukan penelitian, pelatihan, mengenai Hirarki manajemen, peraturan dan
pendidikan dan peningkatan kapasitas prosedur, serta perencanaan dan penyusunan
di bidang pengurangan resiko bencana. tujuan yang sesuai untuk koordinasi eksternal
4. Mendukung pengembangan pemerintah pada penanggulangan bencana
mekanisme regional dan kapasitas banjir yang didalamnya terdapat kesatuan
untuk peringatan dini terhadap komando, kesamaan persepsi tentang tujuan
bencana. serta pemahaman atas peraturan yang ada.
c) Stretegi Yokohama tahun 2005-2015 Stoner mengemukakan bahwa untuk mencapai
tentang pedoman untuk pencegahan, koordinasi yang efektif dapat dilakukan melalui
kesiapsiagaan, dan mitigasi terhadap dimensi dalam mekanisme dasar koordinasi
bencana alam “The Yokohama Strategy for a yaitu: Managerial Hierarchy, Rules and Procedures,
Saber World; Guidelines for Natural Disaster Plans and Goals (1992:323)
Prevention, Preparedness, and Mitigation and Stoner menjelaskan bahwa: “relatively
its Plan of Action” terdiri dari ; modest coordination requirements can often be met
1. Tata kelola, kelembagaan, kerangka through basic management mechanisms. One such
kerja legal dan kebijakan mechanism is the organization’s chain of command,
2. Identifikasi resiko, pengkajian, which specifies relationships among members and
monitoring, dan peringatan dini units, thereby facilitating the flow of information.
3. Pengembangan pengetahuan dan Another useful tool is the body of rules and procedures
pendidikan designed to let employes handle routine coordination
4. Pengurangan faktor-faktor resiko tasks quickly and independently. In addition, the
mendasar
coordination of strategic and operational plans can
5. Kesiapsiagaan untuk respons dan
be achieved by ensuring that all units are working
pemulihan yang efektif.
toward the same broad goals.”(1992:324)
d) Kerangka aksi Hyogo “Hyogo Framework Dari penjelasan tersebut Stoner menyata­
for Action” 2005-2015 yang terdiri dari kan bahwa ketiga mekanisme dasar koordinasi
prioritas sebagai berikut:

390 J u r nJaul r n a l
Ilmu Administrasi Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

yaitu Hirarki Manajemen, Peraturan dan 2. Mengungkapkan dan memahami ke­


Prosedur serta Perencanaan dan penetapan kurangan-kekurangan yang terjadi dalam
tujuan dapat menciptakan koordinasi yang Koordinasi oleh Badan Penanggulangan
efektif. Hirarki manajemen mencakup garis Bencana Daerah (BPBD) dalam
komando organisasi yang menetapkan hubungan penanggulangan bencana banjir di
kerja dan pelaporan diantara para anggotanya. Kabupaten Bandung.
Hal ini berguna untuk memudahkan arus Guna menunjang metode penelitian
informasi dan kerja antara unit-unit dan juga tersebut, penulis menggunakan teknik
menunjukan adanya akuntabilitas. Pemimpin di pengumpulan data dengan Studi Kepustakaan,
setiap level haruslah menyadari tanggung jawab Studi Lapangan, Observasi, dan Wawancara
mereka dan memiliki prosedur dan wewenang mendalam (in-depth interview). Pemilihan
yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung informan dilakukan secara purposive yaitu
jawab itu. Peraturan dan prosedur merupakan orang yang memiliki pengetahuan cukup dan
keputusan-keputusan pimpinan yang diambil mampu menjelaskan keadaan yang sebenarnya
untuk menangani aktivitas rutin dan dapat tentang obyek penelitian untuk mendapatkan
menjadi alat koordinasi dan pengendalian rutin data yang dibutuhkan serta mendapatkan data
yang efisien. Apabila peraturan dan prosedur yang spesifik dari pelaksanaan Koordinasi
perusahaan atau departemen difahami dan Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten
digunakan oleh bawahan secara teratur, maka Bandung. Informan adalah orang yang berada
kebutuhan untuk berkomunikasi dengan atasan pada lingkup penelitian, artinya orang yang
tentang masalah-masalah rutin dapat dikurangi. dapat memberikan informasi tentang situasi
Hal ini memungkinkan bawahan mengambil dan kondisi latar penelitian. Jadi ia harus
tindakan. Penyusunan tujuan dan perencanaan memiliki banyak pengalaman tentang masalah
merupakan hal yang sangat bermanfaat penelitian dan secara sukarela menjadi sumber
apabila para manajer, sekalipun telah berbekal informasi meskipun tidak secara formal, mereka
peraturan dan prosedur, tidak dapat mengolah dapat memberikan pandangannya dari dalam
semua informasi yang diperlukan untuk tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses
mengkoordinasi sub unit. Dengan mengetahui dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian
tujuan masing-masing sub unit, maka hal ini setempat.
akan membantu subunit bertindak secara Berikut ini yang merupakan kelompok
konsisten (taat asas) sesuai dengan tujuannya Informan kunci dari Koordinasi oleh Badan
sendiri dan tujuan sub unitnya, untuk menerima Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam
tanggung jawab dan bersikap terbuka untuk penanggulangan bencana banjir Kabupaten
dievaluasi. Bandung:
1. Kepala pelaksana BPBD Kab.Bandung
C. METODE PENELITIAN 2. Kepala Bidang Bantuan Sosial Korban
Bencana Dinas Sosial Kab.Bandung
Penelitian ini menggunakan pendekatan
3. Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dasar
kualitatif dilihat dari fenomena masalah yang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan
ingin dikaji dengan metode studi kasus, dimana Kab. Bandung
sebelum melaksanakan pengumpulan data,
4. Kepala Bidang Jalan dan Jembatan Dinas
peneliti memulai dengan teori-teori yang spesifik PU Bina Marga
dalam merumuskan hipotesis kerja. Adapun
5. Kepala Bidang Irigasi Dinas SDAPE
metode yang digunakan dalam penelitian
6. Kepala Bidang Kebersihan Dinas Pertasih
ini adalah deskriptif – analitis. Pemilihan
7. Pasiter Kodim 0609
pendekatan kualitatif untuk menjawab masalah
8. Sabara Polres Kabupaten Bandung
penelitian yang diajukan, lebih ditekankan
untuk: Analisis Data dilakukan sejak awal data
1. Memahami proses Koordinasi yang dikumpulkan agar dapat diketahui kekurangan
dilakukan oleh Badan Penanggulangan dan kelemahan data, triangulasi, reduksi data,
Bencana Daerah (BPBD) dalam penang­ ketegorisasi data penentuan dan perguliran
gulangan bencana banjir di Kabupaten informan. Data yang terkompilasi kemudian
Bandung. diolah melalui kegiatan:

Jurnal Jurnal 391


Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015 Ilmu Administrasi
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

1) Memproses, pengolahan data dimulai Berdasarkan wawancara dengan Informan


dengan menelaah seluruh data yang Kepala Urusan Pelaksana Harian BPBD,
tersedia dari berbagai sumber baik BPBD dalam fungsinya sebagai koordinator
hasil pengamatan maupun wawancara. memberikan perintah kepada intansi terkait
Kemudian membuat rangkuman dari yaitu Dinas PU Bina Marga, Dinas SDAPE,
catatan lapangan, yang terdiri atas catatan Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Pertasih,
pengamatan, catatan teori dan catatan Polres serta Kodim 0609. Namun khusus untuk
metodologis. bencana banjir tahunan Kabupaten Bandung
2) Kategorisasi yakni menentukan kategori fungsi koordinator di lapangan seringkali
atas dasar pikiran, intuisi, pendapat dilimpahkan kepada Kepala Urusan Pelaksana
atau kriteria tertentu terhadap data yang Harian BPBD. Khusus untuk tahap tanggap
diperoleh dan selanjutnya menempatkan darurat, pada tahapan ini memiliki fungsi
data pada kategorinya masing-masing. koordinasi dan komando dimana perintah pada
3) Pengujian data dilakukan untuk saat di lapangan hanya mengacu kepada Badan
menguji keabsahan data yang dilakukan penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
menggunakan teknik triangulasi, yaitu: Berbeda dengan tahapan pasca bencana dan
check, recheck dan cross check terhadap data pasca bencana yang hanya memiliki fungsi
yang diperoleh. (Moleong, 2006: 330). koordinasi.
Dalam melaksanakan kegiatan
D. HASIL PENELITIAN DAN tanggap darurat BPBD serta seluruh intansi
PEMBAHASAN terkait melakukan proses tanggap darurat
berdasarkan prosedur sederhana Pra SOP
1. Hirarki Manajemen di dalam Koordinasi
Tanggap Darurat Badan Penanggulangan
Penanggulangan Bencana Banjir
Bencana Daerah (BPBD). Seluruh proses Pra
Kabupaten Bandung
SOP dilakukan dengan mengedepankan
Hirarki Manajemen dalam Koordinasi prinsip-prinsip penanggulangan bencana
Penanggulangan Bencana oleh Badan sebagaimana tercantum dalam Undang-undang
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Penanggulangan Bencana No. 24 Tahun 2007
Kabupeten Bandung meliputi fungsi yaitu cepat dan tepat, prioritas, koordinasi dan
komando yang dilakukan oleh BPBD kepada keterpaduan, berdaya guna dan berhasil guna.
anggota koordinasi, pengkomunikasian dan Ketika banjir terjadi, yang pertama dilakukan
pemantauan, serta penyampaian laporan adalah assesment atau perkiraan jumlah korban
anggota koordinasi kepada BPBD selaku bencana. Assesment ini dilakukan oleh tim dari
koordinator dalam proses penanggulangan BPBD yaitu TRC (Tim reaksi cepat). Kegiatan
bencana banjir Kabupaten Bandung. yang dilakukan oleh TRC ini berawal dari:
Penanggulangan Bencana Banjir Kabupaten Pertama, penyiapan tempat, alat komunikasi
Bandung baik pada tahap pra bencana, tanggap dan sarana pendukung, kedua, Penataan peta
darurat maupun pasca bencana dikoordinasikan bencana, deskripsi bencana, data-data korban,
oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah pengungsi, sumber daya, jadwal posko, upaya
(BPBD) Kabupaten Bandung selaku leading yang dilakukan dan kebutuhan yang mendesak,
sector kebencanaan di wilayah Kabupaten Ketiga, memberikan asistensi teknis bidang
Bandung. Badan Penanggulangan Bencana posko dan arus informasi penanganan bencana,
Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung dipimpin serta pemantauan posko di lapangan.
oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Pada saat di lokasi pengungsian yang
Bandung yang berfungsi ex-officio, dan untuk memiliki kewenangan untuk memberikan
kegiatan operasional dilakukan oleh Kepala kebutuhan dasar adalah Badan penanggulangan
Pelaksana Harian BPBD yang merupakan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Sosial.
pejabat struktural eselon IIb. Pada kegiatan Seluruh intansi terkait yang terlibat dalam
kebencanaan Kepala BPBD yaitu Sekretaris penanggulangan bencana wajib melakukan
Daerah (Sekda) Kabupaten Bandung bertugas tindakan dengan batas waktu minimal 100
untuk memimpin setiap kegiatan baik berupa jam setelah kejadian. Untuk memberikan
rapat koordinasi maupun kegiatan operasional pemenuhan kebutuhan dasar yang berkualitas,
lainnya. pengelolaan logistik, bahan pangan dan

392 J u r nJaul r n a l
Ilmu Administrasi Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

kebutuhan lainnya mengacu pada peraturan sudah memiliki pengalaman dalam kegiatan-
perka pemenuhan kebutuhan dasar, serta perka kegiatan militer yang sama dengan kegiatan-
BNPB No 13 tahun 2008 tentang logistik dan kegiatan dalam kedaruratan. Pada dasarnya
peralatan penanggulangan bencana. Seluruh incident commander dapat berasal dari kalangan
barang baik sandang, perlengkapan maupun manapun sepanjang profesional dan mampu
makanan diperhatikan kualitasnya dengan mengambil keputusan dengan cepat dan
pengelolaan penyimpanan logistik yang tepat dengan segala konsekuensinya. Sejauh
mengatur pencatatan dan penerimaan barang ini pada pelaksanaan tanggap darurat banjir
yang harus diperhatikan spesifikasinya dari segi Kabupaten Bandung Kodim bertindak sebagai
jenis, jumlah, siapa yang menerima, siapa yang pemberi instruksi di lapangan membantu
menyerahkan, bagaimana cara menyajikan/ BPBD, sedangkan BPBD fungsinya lebih kepada
menggunakan, serta cara penyimpanannya pemegang komando manajerial. Di samping
yang menggunakan sistem first in first out atau Kodim, peran Polres juga cukup memadai dalam
menggunakan last in last out. Hal ini bertujuan situasi kedaruratan, termasuk personilnya yang
untuk memberikan makanan yang segar dan dibekali kemampuan dan kompetensi. Peran
menghindari terjadinya penimbunan stok Polres dalam penanggulangan bencana sesuai
barang-barang kadaluarsa, serta bahan sandang dengan Undang-undang No. 2 Tahun 2002 yaitu
yang memiliki kondisi layak pakai. untuk melakukan pengamanan prasarana/
Jumlah pemenuhan kebutuhan dasar ini sarana vital, pengamanan tempat pengungsian,
tidak sesuai apabila dibandingkan dengan keamanan ketertiban masyarakat, pengaturan
jumlah pengungsi yang ada terutama untuk lau-lintas, transportasi, pengamanan distribusi
pendistribusian beras yaitu jumlah pengungsi bantuan, serta peran lainnya. Tugas Polres
pada tahun 2010 adalah 74.405 jiwa yang adalah termasuk melindungi keselamatan jiwa
seharusnya didistribusikan 29 ton beras raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan
pada pelaksanaannya hanya 24 ton yang hidup dari gangguan ketertiban atau bencana,
didistribusikan dan pada tahun 2011 adalah memberikan bantuan dan pertolongan dengan
70.378 jiwa yang seharusnya 28 ton hanya menjujung tinggi hak azasi manusia.
didistribusikan 23 ton. Sebagaimana tercantum Berdasarkan wawancara dengan Informan
dalam Perarturan Kepala BNPB No 7 Tahun Personil Sabhara Polres Kabupaten Bandung,
2008 tentang Pedoman Pemenuhan Kebutuhan Sabhara memiliki tugas menyelenggarakan dan
Dasar Bencana bahwa pemenuhan kebutuhan membina fungsi Samapta Bhayangkara yang
pangan harus memperhatikan standar sebagai mencakup tugas Polisi umum, yang meliputi
berikut: pengaturan, penjagaan, pengawalan, patroli
1. Bahan makanan berupa beras 400 gram per termasuk pengamanan kegiatan masyarakat
orang per hari atau bahan makanan pokok dan objek vital, pengambilan tindakan pertama
lainnya dan bahan lauk pauk. ditempat kejadian perkara, serta pengendalian
2. Makanan yang disediakan dapur umum massa dalam pemeliharaan keamanan dan
berupa makanan siap saji sebanyak 2 kali ketertiban masyarakat, termasuk salah satunya
makan dalam sehari. adalah pengamanan pada saat terjadi bencana.
Polres menurunkan personil untuk melakukan
3. Besarnya bantuan makanan setara dengan
2100 kilo kalori. penjagaan di tempat pengungsian dan rumah
warga yang ditinggal mengungsi. Penjagaan
Dengan tidak tepatnya pendistribusian
ini dilakukan untuk menghindari tindakan
bantuan ini, berdampak kepada tidak tercapainya
kriminal dan pihak-pihak yang berusaha
kebutuhan warga korban banjir, terutama untuk
memanfaatkan keadaan.
kelompok rentan yang seharusnya mendapatkan
Komunikasi merupakan kunci di dalam
bahan makanan tepat waktu serta layak untuk
pelaksanaan koordinasi, terutama koordinasi
dikonsumsi.
penanggulangan bencana yang memiliki sifat
Dalam penanganan kedaruratan di
tidak dapat diprediksi, jangka waktu yang
lapangan, berdasarkan wawancara dengan
mendesak, serta membutuhkan pengambilan
Pasiter Kodim 06094, Kodim bertugas
keputusan yang beresiko tinggi. Dengan adanya
membantu Kepala Pelaksana BPBD sebagai
kekhususan ini diperlukan adanya sebuah
Incident Commander. Hal ini karena Kodim
media center yang berfungsi sebagai pusat

Jurnal Jurnal 393


Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015 Ilmu Administrasi
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

penyampaian informasi mengenai kebencanaan. dapat beradaptasi dengan fungsi BPBD sebagai
Media center berfungsi untuk memberikan koordinator. Seperti Dinas Sosial dan Dinas
kepastian informasi di antara sekian banyak Pertasih, pada pelaksanaanya Dinas Sosial
informasi simpang siur yang beredar di berfungsi untuk melakukan pendistribusian
masyarakat. Media center yang dimiliki BPBD pemenuhan kebutuhan dasar serta membantu
bernama Pusdalpos. Segala informasi dari setiap melakukan proses evakuasi. Namun pada
tahapan baik pada keadaan darurat maupun pelaksanannya Dinas Sosial hanya terpaku
tidak, disampaikan melalui Pusdalpos yang pada fungsinya sebagai leading sektor bencana
selanjutnya disampaikan kepada SKPD terkait, seperti sebelum dibentuknya BPBD, serta
Kodim, Polres serta Masyarakat terutama minimnya komunikasi yang dilakukan pada saat
dalam penetapan status bencana. Salah satu dilapangan. Hal ini menyebabkan pemenuhan
inti kegiatan dari koordinasi penanggulangan kebutuhan dasar menjadi tidak seimbang,
bencana adalah pada saat penetapan status terkadang mengalami keterlambatan di satu
bencana. Penetapan status bencana merupakan kecamatan dan juga mengalami penumpukan
awal dari kegiatan darurat yang turut melibatkan di kecamatan yang lain.
intansi terkait dalam pelaksanaanya. Koordinator dalam hal ini Kepala Pelaksana
Berdasarkan alur penentuan status Harian BPBD, melakukan fungsi komando
bencana, komunikasi berawal dari informasi kepada Dinas Sosial dengan mengarahkan
masyarakat mengenai ditemukannya tanda- dan memerintahkan pengalokasian sumber
tanda banjir baik secara teknis maupun non daya baik logistik maupun personil untuk
teknis yang mudah dilakukan oleh masyarakat diturunkan ke lapangan. Hanya saja pengarahan
untuk mengenali tanda-tanda banjir. Setelah yang dilakukan dirasa kurang tegas dan jelas
itu informasi disampaikan kepada BPBD dan sehingga Dinas Sosial lebih mengacu pada
selanjutnya dikoordinasikan kepada intansi peraturan mereka terdahulu. Tindakan seperti
terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya ini menyebabkan komunikasi antara Dinas
masing-masing. Untuk penanganan Banjir Sosial dengan BPBD tidak berjalan dengan baik
Kabupaten Bandung, kegiatan-kegiatan rapat dan berdampak pula kepada kesimpangsiuran
besar atau rapat koordinasi sering dilimpahkan data jumlah logistik yang diturunkan di
kepada Kepala Pelaksana Harian BPBD lapangan.
mengingat bencana Banjir Kabupaten Bandung Berdasarkan temuan yang ada, per­
merupakan bencana rutin. Menurut Kepala masalahan pengkomunikasian oleh koordinator
Unsur Pelaksana Harian BPBD sebagai berikut: pun terjadi pada tahap pasca bencana banjir
“Kegiatan koordinasi, baik rapat maupun yaitu pada rehabilitasi perbaikan lingkungan
pertemuan-pertemuan dengan intansi terkait daerah bencana dan rehabilitasi kesehatan.
dipimpin oleh saya selaku Kepala Pelaksana Tahapan pasca bencana terdiri dari rehabilitasi
Harian, mengingat Sekda memiliki kesibukan dan rekontruksi setelah terjadinya bencana
yang tidak dapat dihindari dan bencana banjir dengan memberikan kebutuhan yang bersifat
ini merupakan bencana yang hampir tiap tahun komperehensif baik berupa aspek fisik maupun
terjadi, jadi saya yang mempimpin rapat dan aspek kemanusiaan. Kegiatan rehabilitasi terdiri
mengkoordinir anggota-anggota.” dari berbagai macam jenis yaitu, Perbaikan
Ketika kegiatan penanggulangan bencana lingkungan daerah bencana, Perbaikan
akan dilakukan, Kepala pelaksana harian prasarana dan sarana umum, Pemberian
BPBD mengundang intansi terkait untuk bantuan perbaikan rumah masyarakat,
melakukan rapat koordinasi yang bertujuan Pemulihan sosial psikologis, Pemulihan
untuk menetukan status siaga darurat kesehatan, Rekonsiliasi dan resolusi konflik,
bencana pada tanggap darurat, serta untuk Pemulihan sosial ekonomi budaya, Pemulihan
kegiatan perencanaan ada tahap mitigasi dan keamanan dan ketertiban, Pemulihan fungsi
rehabilitasi bencana. Berdasarkan pengamatan pemerintah, Pemulihan pelayanan publik.
yang dilakukan sejauh ini semenjak BPBD Dari kesepuluh jenis pemulihan pasca
dibentuk, proses penanggulangan bencana bencana di atas, rehabilitasi yang dilakukan
sudah dilakukan bersama dengan intansi terkait pada pasca banjir Kabupaten Bandung sejauh
hanya saja pada pelaksanaan di lapangan ini masih sebatas pemulihan kesehatan
masih terdapat beberapa intansi yang belum dan Perbaikan lingkungan daerah bencana.

394 J u r nJaul r n a l
Ilmu Administrasi Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

Kegiatan rehabilitasi ini dilakukan oleh SKPD untuk kembali ke tempat tinggal, karena hujan
terkait di wilayah Kabupaten Bandung dan deras masih turun dan banjir belum reda
dikoordinasikan oleh Badan Penanggulangan sehingga warga tetap memilih diam di tempat
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung. pengungsian. Dari jumlah 340 warga yang
Pemulihan kesehatan pasca bencana banjir mengidap penyakit pasca banjir paling banyak
Kabupaten dilakukan oleh Dinas Kesehatan menderita penyakit adalah warga yang berusia
bersama dengan Puskesmas di masing-masing diatas 45 tahun dan balita. Pelayanan kesehatan
kecamatan yaitu Kecamatan Baleendah, dari segi kualitas pelayanan pemeriksaan,
Dayeuh Kolot dan Bojong Soang. Berdasarkan pemberian obat pada saat di posko kesehatan
wawancara dengan Kepala Bidang Pelayanan atau di mobil puskesmas keliling sudah
Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten berjalan dengan baik, hanya saja tindak lanjut
Bandung, kegiatan pelayanan kesehatan pada pada tahap pasca bencana masih belum
saat terjadi bencana mengacu kepada Pedoman berjalan optimal. Hal ini terjadi pada warga
Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan yang menderita penyakit demam berdarah.
Akibat Bencana (Technical Guidelines For Health Banyak warga penderita demam berdarah
Crisis Responses On Disaster) dari Kementerian akibat pasca banjir yang tidak terdata oleh
Kesehatan, proses penanganan korban akibat Dinas Kesehatan sehingga tidak mendapatkan
bencana dimulai dari peringatan awal, penilaian pelayanan kesehatan dengan baik. Sehingga
situasi dan penyebaran pesan siaga. Dalam warga korban banjir mengalami kesulitan
penanganannya tim kesehatan dapat melakukan dalam proses penyembuhan terutama dari
tindakan kesehatan di puskemas daerah warga yang kurang mampu. Rehabilitasi yang
tersebut, ataupun dengan pelayanan kesehatan dilakukan selain kesehatan yaitu rehabilitasi
menggunakan mobil puskesmas keliling. Selain perbaikan lingkungan daerah bencana ini salah
itu, posko kesehatan juga mudah dikenali satunya adalah pemulihan berupa kebersihan
dan dijangkau, dapat mengakomodasi semua di lingkungan sekitar wilayah dampak banjir,
komunikasi baik komunikasi radio maupun ini dilakukan dengan penangkutan sampah-
visual. Hanya saja pada kenyataan di lapangan, sampah yang berada di pemukiman warga, serta
komunikasi yang terjalin antara koordinator di jalan-jalan dan jembatan yang dilalui arus
bidang kesehatan dengan BPBD tidak dilakukan banjir. Operasi kebersihan ini dilakukan oleh
intens sehingga hal ini mempersulit BPBD Dinas Pertasih Bagian Kebersihan Kabupaten
untuk melakukan pemantauan akibat dari Bandung.
banyaknya lembaga lain diluar dinas kesehatan Berdasarkan wawancara dengan Informan
yang menangani pelayanan kesehatan. Menurut Kepala Bidang Kebersihan Dinas Pertasih
Kabid Yankes Dinas Kesehatan sebagai berikut: Kabupaten Bandung, proses pengangkutan
“Sebenarnya kami melakukan pengobatan dan sampah oleh Dinas pertasih Bidang Kebersihan
pemeriksaan tidak hanya pada saat banjir terjadi diawali dengan informasi dari BPBD bahwa
tetapi juga pada masa setelah tanggap darurat. banjir mulai surut, ketika banjir mulai surut
Hanya saja kami sering mengalami hambatan Dinas Pertasih menentukan UPTD pengangkut
dalam penginformasian mengenai jumlah sampah di masing-masing kecamatan wilayah
warga yang akan ditindaklanjuti, karena pada banjir, yaitu UPTD pengangkut sampah
saat tanggap darurat ada lembaga-lembaga Baleendah, Bojong Soang dan Dayeuh Kolot
lain di luar SKPD seperti PMI ataupun LSM untuk melakukan pengangkutan sampah.
yang juga menangani kesehatan. Jadi kami Pengarahan yang diberikan oleh BPBD kepada
sering mendapati ketidakakuratan data warga Dinas Pertasih berjalan dengan baik, hanya
yang akan ditindaklanjuti untuk pengobatan saja Dinas Pertasih tidak turut serta aktif
berikutnya.” dalam rapat-rapat sebelumnya. Seperti yang
Pada banjir periode Desember 2011 sampai diungkapkan oleh Kabid Kebersihan Dinas
dengan maret 2012 Banjir terjadi di Kabupaten Pertasih: “Untuk kegiatan operasi kebersihan
Bandung cukup besar. Masyarakat merasa dalam bencana banjir, kami memang jarang
tempat pengungsian masih kurang representatif mengikuti rapat. Informasi mengenai rapat
sehingga membuat sebagian pengungsi banjir koordinasi sempat beberapa kali disampaikan
terutama anak-anak menderita demam dan tetapi tidak formal, jadi kami beranggapan
diare. Masyarakat tidak memiliki pilihan lain bahwa operasi kebersihan yang dilakukan yaitu

Jurnal Jurnal 395


Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015 Ilmu Administrasi
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

pengangkutan sampah secara umum yang biasa organisasi yang menetapkan hubungan kerja
dilakukan setelah keluar perintah dari Bupati.” dan pelaporan diantara para anggotanya.
Selain itu pada saat operasi kebersihan Hal ini berguna untuk memudahkan arus
berakhir BPBD tidak secara aktif meminta informasi dan kerja antara unit-unit dan juga
pertanggung jawaban atas laporan operasi menunjukan adanya akuntabilitas. Pemimpin
bersih yang dilakukan Dinas Pertasih, haruslah menyadari tanggung jawab mereka
Dinas pertasih bagian Kebersihan pun tidak dan memiliki prosedur dan wewenang yang
memberikan laporan kepada BPBD. Tidak diperlukan untuk melaksanakan tanggung
adanya pertanggung jawaban dalam bentuk jawab itu. Spesialisasi dan diferensiasi dalam
laporan, mengakibatkan tidak terakomodirnya koordinasi antar intansi sangat berkaitan
perbaikan daerah lingkungan bencana secara erat dengan jenis diferensiasi horizontal dan
keseluruhan, terutama untuk Kecamatan spesialisasi fungsional seperti yang dinyatakan
Dayeuh Kolot yang tidak memiliki TPS (Tempat oleh Robbins: Horizontal differentiation refers to
Pembuangan Sampah). the degree of differentiation between units based on
Di dalam fungsi koordinasinya Badan the orientation of members, the nature of the tasks
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tehy perform, and their education and training.
Kabupaten Bandung melakukan pemantuan We can state that the larger the number of different
dan evaluasi dalam setiap kegiatan bencana. occupation within an organization that require
Evaluasi secara keseluruhan dilakukan 1 tahun specialized knowledge and skills, the more compleks
sekali. Untuk kegiatan mitigasi monitoring that organization is. (Robbins, 1987: 56), dari
dilakukan pada bulan ketiga dan bulan keenam, pernyataan ini dijelaskan bahwa diferensiasi
evaluasi dan pemantauan pasca bencana horizontal merujuk pada tingkat diferensiasi
dilakukan satu kali pada saat kegiatan berakhir, di antara unit-unit berdasarkan orientasi para
sedangkan untuk tanggap darurat, pemantauan anggotanya, sifat dari tugas yang mereka
dan evaluasi dilakukan dilakukan setiap hari laksanakan, dan tingkat pendidikan serta
secara berkala selama masa tanggap darurat pelatihannya. Semakin banyak jenis pekerjaan
yaitu pada pagi, siang dan malam hari di posko yang ada dalam organisasi yang membutuhkan
pengungsian. Pemantuan ini dilakukan oleh pengetahuan dan keterampilan yang istimewa,
Kepala pelaksana Harian BPBD. Pemantauan semakin kompleks pula organisasi tersebut.
penyelenggaraan penanggulangan bencana Selain itu Robbins juga menjelaskan tentang
diperlukan sebagai upaya untuk memantau Spesialisasi fungsional: Specialization refers to
secara terus menerus terhadap proses the particular grouping of activities performed
pelaksanaan penyelenggaraan penanggulangan by an individual. It can be achieved in one of two
bencana. (PP no 21 tahun 2008) Pemantauan ways. The most well known form of specialization is
penyelenggaraan penanggulangan bencana through functional specialization, in which jobs are
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, broken down into simple and repetitive tasks. Also
dilakukan oleh unsur pengarah beserta unsur known as division of labor, functional specialization
pelaksana BNPB dan/atau BPBD dan dapat creates hign substitutalibility among employees and
melibatkan lembaga perencanaan pembangunan facilities their easy replacement by management.
nasional dan daerah, sebagai bahan evaluasi (Robbins, 1987 : 56) dari pernyataan ini dapat
menyeluruh dalam penyelenggaraan dipahami bahwa Spesialisasi merujuk pada
penanggulangan bencana. (PP no 21 tahun pengelompokan aktivitas tertentu yang
2008). dilakukan satu individu. Spesialisasi dapat
Hirarki manajemen merupakan salah satu dicapai dengan satu atau dua cara. Bentuk
mekanisme yang penting di dalam koordinasi, spesialisasi yang paling dikenal spesialisasi
sebagaimana dijelaskan Stoner bahwa : “ relatively fungsional dimana pekerjaan dipecah-pecah
modest coordination requirements can often be met menjadi tugas yang sederhana dan berulang.
through basic management mechanisms. One such Dikenal pula dengan pembagian kerja (division
mechanism is the organization’s chain of command, of labor), spesialisasi fungsional menciptakan
which specifies relationships among members and kemampuan substitusi di antara pegawai
units, thereby facilitating the flow of information.” dan mempermudah penggantiannya oleh
(Stoner1992:324) Hirarki manajemen di manajemen. Dari penjelasan ini dapat diketahui
dalam koordinasi mencakup garis komando bahwa diferensiasi horizontal dan spesialisasi

396 J u r nJaul r n a l
Ilmu Administrasi Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

fungsional merupakan jenis yang erat kaitannya kali pada saat kegiatan berakhir, sedangkan
dengan koordinasi penanggulangan bencana, untuk tanggap darurat, pemantauan dan
yang didalamnya melibatkan banyak sektor, evaluasi dilakukan dilakukan setiap hari secara
terdapat visi dan misi yang berbeda serta berkala selama masa tanggap darurat yaitu
komplesitas pekerjaan dalam pelaksanaannya. pada pagi, siang dan malam hari di posko
Kenyataannya spesialisasi yang mengarah pengungsian. Masih ada beberapa sektor
kepada terbentuknya diferensiasi akan dapat seperti kesehatan, kebersihan dan keamanan
menghambat terjadinya koordinasi. Hal ini telah yang tidak memberikan laporan kepada BPBD.
diperingatkan oleh Stoner, dkk (1996: 12) bahwa Pedoman pembentukan BPBD, dijelaskan
“memang spesialisasi dan pembagian pekerjaan bahwa intansi terkait diharuskan membuat
lebih dari sekedar kewajiban kerja individual, laporan yaitu laporan penyelenggaraan
sebab hal ini mempengaruhi pula cara pandang penanggulangan bencana meliputi kegiatan-
orang-orang yang bekerja terhadap organisasi kegiatan yang dilakukan pada prabencana, saat
dan peran masyarakat di dalam organisasi tanggap darurat dan pascabencana setiap bulan
dan cara masyarakat saling berhubungan”. atau setiap tahun setelah kegiatan berakhir.
Akibat spesialisasi para karyawan dapat saja Minimnya evaluasi dan pemantuan yang
membangun persepsi masyarakat sendiri dilakukan oleh BPBD salah satunya disebabkan
tentang tujuan organisasi dan cara mencapai oleh tidak adanya fungsi unsur pengarah
tujuan tersebut. Apabila melihat dari hasil yang bertugas untuk melakukan evaluasi dan
wawancara dan observasi mengenai koordinasi pemantauan. Unsur pengarah BPBD merupakan
yang terjadi di dalam penanggulangan bencana unsur yang memiliki fungsi untuk melakukan
banjir Kabupaten Bandung. Hirarki manajamen perumusan kebijakan penanggulangan
yang tergambar di dalam kewenangan serta bencana daerah, pemantauan dan evaluasi
kesatuan komando belum berjalan dengan baik. dalam penyelenggaraan penanggulangan
Ini terlihat dari masih ada beberapa intansi yang bencana, namun karena di BPBD Kabupaten
belum bisa beradaptasi dengan fungsi BPBD Bandung belum terbentuk unsur pengarah,
sebagai koordinator. Seperti Dinas Sosial yang maka setiap pemantauan dan evaluasi kegiatan
masih terpaku pada fungsinya terdahulu sebagai penanggulangan bencana dilakukan oleh
leading sektor bencana, serta terhambatnya Kepala Pelaksana Harian BPBD. Dengan adanya
kelancaran komunikasi dalam hal pelayanan permasalahan tersebut menunjukkan bahwa
kesehatan dan kebersihan. Banyaknya pihak peran koordinator yaitu BPBD belum optimal.
yang terlibat di dalam penanggulangan bencana BPBD selaku koordinator dan pemegang
banjir menyebabkan spesialisasi pekerjaan di komando belum dapat menyamakan persepsi
dalam proses koordinasi sering mengalami dengan intansi-intansi terkait mengenai tujuan
ketimpangan. Spesialisasi pekerjaan dalam penanggulangan bencana dan mengenai
penanggulangan bencana dapat dikatakan posisi BPBD, selain itu BPBD juga belum
belum optimal melihat dari sering terjadinya dapat mengarahkan secara tegas serangkaian
tumpang tindih pekerjaan. Tujuan spesialisasi proses kegiatan dari masing-masing tahapan.
yang mengharapkan pekerjaan tidak terduplikasi Tidak tegasnya BPBD terlihat dari minimnya
antar masing-masing peran ternyata masih jauh pemantauan dan evaluasi yang dilakukan
dari harapan. Dalam hal ini peran Koordinator pada setiap tahapan. Pemantauan ini penting
sangatlah menentukan bagaimana spesialisasi dilakukan disetiap tahapan karena dapat
dan diferensiasi dapat berjalan dengan seimbang mempengaruhi kelancaran tahapan berikutnya,
diantara koordinasi yang ada. Kewenangan mengingat tahapan penanggulangan bencana
BPBD sebagai koordinator yang berfungsi saat ini merupakan tahapan yang saling
untuk melakukan pemantauan serta evaluasi mengikat dari mulai pra bencana, tanggap
belum dijalankan sebagaimana mestinya, ini darurat, dan pasca bencana.
terlihat dari tidak intensifnya pemantauan serta
evaluasi. Berdasarkan ketentuannya evaluasi 2. Peraturan dan Prosedur
secara keseluruhan dilakukan 1 tahun sekali.
Peraturan dan prosedur dalam Koordinasi
Untuk kegiatan mitigasi monitoring dilakukan
Oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah
pada bulan ketiga dan bulan keenam, evaluasi
(BPBD) dalam penanggulangan banjir di
dan pemantauan pasca bencana dilakukan satu
Kabupaten Bandung meliputi pemahaman

Jurnal Jurnal 397


Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015 Ilmu Administrasi
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

anggota koordinasi mengenai segala peraturan hasil assesment yang diberikan BPBD untuk
dan prosedur terkait penanggulangan bencana menentukan jumlah pemenuhan kebutuhan
serta kesesuaian antara tindakan pada saat dasar yang akan didistribusikan ke tempat
di lapangan dengan peraturan yang ada. pengungsian. Namun pada kenyataanya Dinas
Penanggulangan bencana saat ini semenjak Sosial masih melakukan assesment sendiri dan
disahkannya Undang-undang No 24 Tahun 2007 ini menyebabkan perbedaan jumlah assesment
Tentang penanggulangan Bencana mengalami antara BPBD dan Dinas Sosial. Padahal untuk
perubahan paradigma, yaitu dari yang awalnya kegiatan assessment BPBD saat ini sudah
hanya berorientasi pada tanggap darurat dilakukan pembaharuan yaitu dengan cara
saja, saat ini tidak hanya tanggap darurat saja memperkirakan dari data peta rawan bencana
tetapi berorientasi pada pra bencana, tanggap mengingat pada perkembangannya saat ini
darurat dan pasca bencana. Dengan berlakunya warga yang paling dekat dengan bibir sungai
Undang-undang No. 24 Tahun 2007 turut Citarum sudah mengosongkan rumah mereka.
memperjelas lembaga yang berwenang dalam Sedangkan yang dilakukan oleh Dinas Sosial
penanggulangan bencana. Sebelum adanya masih menggunakan cara-cara assessment
Undang-undang ini penanggulangan Bencana terdahulu. Hal ini berdampak kepada tidak
di Kabupaten Bandung dilakukan oleh Satlak seimbangnya bantuan yang diturunkan. Seperti
Kabupaten Bandung. Pada saat Satlak Dinas yang terjadi pada banjir tahun 2010 dari data
Sosial memiliki peran yang cukup dominan assesment BPBD jumlah korban banjir sebanyak
dalam segala sesuatu tentang kebencanaan. 74.405 jiwa sedangkan menurut data Dinas
Satlak tidak memiliki sistem kelembagaan Sosial sebanyak 71.322 jiwa, dengan adanya
yang jelas apabila dibandingkan dengan Badan perbedaan ini menyebabkan tidak meratanya
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), distribusi bantuan di tiap kecamatan yang
BPBD merupakan sebuah lembaga yang menjadi wilayah bencana banjir Kabupaten
memiliki eselonisasi di dalamnya sehingga sifat Bandung.
kelembagaannya lebih jelas. Pada saat status keadaan darurat Kepala
Setiap kegiatan penanggulangan bencana BNPB atau kepala BPBD sesuai dengan
mengacu kepada Undang-undang No 24 kewenangannya yaitu dalam Pedoman
Tahun 2007, Perda Kabupaten Bandung No 11 Komando Tanggap Darurat BPBD yang
Tahun 2010 , Perka BNPB, serta SOP Sederhana tercantum dalam PP No 21 Tahun 2008 mem­
BPBD Kabupaten Bandung mengenai kegiatan punyai kemudahan akses berupa komando
penanggulangan bencana BPBD. Sampai untuk memerintahkan sektor/lembaga dalam
sejauh ini intansi-intansi terkait koordinasi satu komando sebagaimana dimaksud untuk
penanggulangan bencana di Kabupaten pengerahan sumber daya manusia, peralatan,
Bandung banyak yang belum memahami logistik, dan penyelamatan. Intansi terkait ini
peraturan penanggulangan bencana, terutama telah dijabarkan dalam Perka BNPB No 4 Tahun
untuk memahami posisi BPBD sebagai leading 2008 Tentang Perencanaan Penanggulangan
sector. Ini bisa terlihat dari proses tanggap Bencana bahwa untuk menanggulangi
darurat, Dinas Sosial yang bertugas untuk bencana dilakukan koordinasi eksternal
memberikan pendistribusian pemenuhan antar instansi terkait dalam beberapa sektor
kebutuhan dasar logistik dan bahan pangan yaitu sektor pemerintahan, kesehatan, sosial,
masih belum bisa beradaptasi dengan peraturan pekerjaan umum, energi dan sumber daya air,
BPBD saat ini. Peran Dinas Sosial sebagai intansi perhubungan, tenaga kerja dan transmigrasi,
yang dominan bertindak dalam penanggulangan keuangan kehutanan, lingkungan hidup,
bencana pada saat satlak, masih terbawa hingga kelautan, Polri dan TNI. Sedangkan khusus
saat ini. untuk bencana banjir Kabupaten Bandung
Berdasarkan wawancara dengan Informan Koordinasi yang dilakukan yaitu Sektor Sosial
Kepala Bidang Bantuan Korban Bencana Dinas (Dinas Sosial Kabupaten Bandung), Sektor
Sosial Kabupaten Bandung 12, Dinas Sosial Kesehatan (Dinas Kesehatan Kabupaten
bertugas memberikan pemenuhan kebutuhan Bandung), Sektor Energi dan Sumber Daya
dasar dengan berkoordinasi dengan BPBD, Air (Dinas SDAPE Kabupaten Bandung,
dari mulai assesment yang dilakukan BPBD Sektor Pekerjaan Umum (Dinas Bina Marga
dan selanjutnya Dinas Sosial mengakomodir Kabupaten Bandung), Sektor Kebersihan

398 J u r nJaul r n a l
Ilmu Administrasi Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

(Dinas Pertasih Kabupaten Bandung), Polres dan prasaranan serta pemenuhan kebutuhan
Kabupaten Bandung, dan Kodim 0609. BPBD dasar serta Menyelenggarakan koordinasi
merupakan pemegang komando dalam kegiatan dengan Badan Koordinasi Pemerintahan dan
tanggap darurat oleh karena itu intansi terkait Pembangunan Wilayah dalam pelaksanaan
dalam berbagai sektor harus mengikuti arahan kegiatan di Kabupaten/kota. Sub seksi
yang diberikan oleh BPBD selaku pemegang perlindungan sosial korban bencana memiliki
komando, namun pada pelaksanaannya fungsi pengoordinasian, sedangkan semenjak
TAGANA masih belum mengikuti komando terbentuknya BPBD pengoordinasian
BPBD sepenuhnya. Menurut Kabid Pelindungan merupakan kewenangan dari BPBD. Hal ini
Sosial Korban Bencana Dinsos yaitu: menyebabkan tumpang tindih pekerjaan
“Sebelum terbentuknya BPBD, pada pada saat di lapangan. Selain itu tugas
saat masih terbentuk SATLAK kami Dinas penyelenggaraan penanganan korban bencana
Sosial merupakan leading sector setiap terjadi dari mulai evakuasi serta pemenuhan kebutuhan
bencana. kami bahkan memiliki tenaga ahli dasar dimiliki oleh Dinas Sosial dan BPBD
yaitu TAGANA yang sudah tersertifikasi oleh yang masing-masing memiliki pedoman teknis
Kemensos. Sampai saat ini kami melakukan pada pelaksanaannya sehingga menimbulkan
tugas berdasarkan apa yang telah kami jalani perbedaan persepsi pada saat di lapangan.
terdahulu, karena di Undang-undang yang baru Hal ini juga disebabkan karena kurang sinergi
tugas kami tidak dijelaskan secara rinci. Anggota antara Peraturan Dinas Sosial yaitu seperti
TAGANA pun pernah menjelaskan pada kami Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang
bahwa mereka hanya menginduk kepada Dinas Kesejahteraan Sosial dan Permensos No. 82
Sosial karena mereka mengedepankan prinsip Tahun 2006 tentang TAGANA dengan Undang-
one command, one rule dan one corps.” Dari hal undang penanggulangan Bencana No.24 Tahun
tersebut terlihat bahwa ego sektoral masih 2007 dan Perka BNPB. Selain Dinas Sosial fungsi
ada dalam penanggulangan bencana banjir Kodim 0609 dalam penanggulangan bencana
Kabupaten Bandung, hal ini juga diperkuat juga mengalami tumpang tindih pekerjaan
dengan anggapan bahwa tim TAGANA dalam terutama pada saat evakuasi, pendistribusian
pelaksanaan di lapangan mengedepankan 3 logistik, dan pemasangan tenda posko.
prinsip yaitu one command, one rule dan one Untuk penyelenggaraan tanggap darurat
corps. Prinsip-prinsip ini yang menyebabkan BPBD telah memiliki pedoman yaitu dalam
sulitnya intansi anggota koordinasi beradaptasi Pra SOP tanggap darurat BPBD, namun Pra
terhadap peraturan baru BPBD dan sulit untuk SOP Tanggap Darurat ini belum sepenuhnya
menciptakan harmonisasi dalam kegiatan dipahami oleh intansi terkait lainnya akibat dari
koordinasinya. minimnya sosialisasi yang diberikan. Sosialisasi
Berdasarkan temuan yang ada, Sub seksi mengenai SOP Tanggap Darurat dan Pedoman
Perlindungan Sosial Korban Bencana di Dinas Penanggulangan Bencana BPBD lainya telah
Sosial dengan Bidang Kedaruratan dan Logistik dilakukan pada saat awal BPBD terbentuk,
Badan Penanggulangan Bencana Daerah hanya saja sosialisasi tidak dilakukan secara
(BPBD) Kabupaten Bandung apabila dilihat dari simultan, dan perwakilan yang ikut serta dalam
rincian tugas dan fungsi nya memiliki beberapa sosialisasi tersebut bukan orang-orang yang
fungsi yang sama terutama pada Penyusunan berkompeten dalam penanggulangan bencana.
rencana dan program kerja operasional kegiatan Padahal di dalam pedoman BPBD khususnya
pelayanan dan perlindungan sosial korban pedoman tanggap darurat Perka BNPB No 10
bencana alam dan sosial serta Pelaksanaan Tahun 2008 dijelaskan bahwa pedoman tersebut
pengkoordinasian dengan intansi terkait dalam dimaksudkan sebagai panduan BNPB/BPBD,
penyusunan perencanaan teknis perlindungan intansi/lembaga/organisasi terkait, Tentara
sosial korban bencana alam dan sosial. Badan Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Indonesia dalam penanganan tanggap darurat
juga memiliki tugas yaitu Menyelenggarakan bencana, serta bertujuan agar semua pihak
pengkajian bahan dan fasilitasi kedaruratan dan terkait tersebut dapat melaksanakan tugas
logistik meliputi penyelamatan dan evakuasi penanganan tanggap darurat bencana bencana
korban, harta benda, perlindungan, pengurusan secara cepat, tepat, efektif, efisien, terpadu
pengungsi, penyelamatan, pemulihan sarana dan akuntabel. Saat ini kendala yang dialami

Jurnal Jurnal 399


Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015 Ilmu Administrasi
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

mengenai peraturan penanggulangan bencana penanggulangan bencana (BPBD) dalam


adalah belum disahkannya peraturan daerah memperkuat peran dan fungsinya.
Kabupaten Bandung mengenai pelaksanaan Syarat kedua, Pelaksanaan kebijakan
penanggulangan bencana. penanggulangan bencana membutuhkan
Dari adanya permasalahan-permasalahan sumber daya yang tepat baik dalam sumber
tersebut, yaitu ketidaksesuaian pekerjaan dengan daya manusia maupun sumber daya waktu
peraturan serta kurangnya pemahaman anggota terutama dalam kondisi darurat. Kondisi darurat
koordinasi disebabkan karena minimnya berlangsung secara singkat oleh karena itu segala
sosialisasi peraturan dari BPBD kepada intansi sesuatunya harus ditangani secara cepat dan tepat.
terkait. Sehingga hal ini berdampak kepada Penanganan yang semakin lama akan berakibat
tidak efektifnya implementasi kebijakan kondisi semakin buruk dan menimbulkan
penanggulangan bencana. Untuk menciptakan ketergantungan bagi korban bencana. Semakin
koordinasi yang efektif perlu didukung oleh cepat pengakhiran tanggap darurat akan semakin
peraturan dan prosedur yang baik, seperti yang baik sehingga korban tidak berlarut-larut dalam
dijelaskan Stoner bahwa: "Another useful tool kondisi keterpurukan.
is the body of rules and procedures designed to let Syarat ketiga, Dalam prakteknya
employes handle routine coordination tasks quickly implementasi program memerlukan perpaduan
and independently.” Peraturan dan prosedur dana, tenaga kerja dan peralatan yang
merupakan keputusan-keputusan pimpinan diperlukan untuk melaksanakan program
yang diambil untuk menangani aktivitas secara serentak, namun ternyata ada salah satu
rutin dan dapat menjadi alat koordinasi dan komponen tersebut mengalami kelambatan
pengendalian rutin yang efisien. Apabila dalam penyediaannya sehingga berakibat
peraturan dan prosedur dipahami dan program tersebut tertunda pelaksanaanya.
digunakan oleh bawahan secara teratur, maka Pada saat kejadian bencana, pada umumnya
kebutuhan untuk berkomunikasi dengan atasan kebutuhan sumber daya sangat besar akibat
tentang masalah-masalah rutin dapat dikurangi. dari besarnya skala bencana. Dengan dampak
Hal ini memungkinkan bawahan mengambil yang besar, maka dibutuhkan sumberdaya
tindakan (1992: 324). Ukuran peraturan dan yang besar pula, sedangkan sumberdaya yang
prosedur yang baik di dalam koordinasi dapat tersedia umumnya terbatas sehingga perlu
dilihat dari bagaimana kebijakan yang ada dalam dicarikan dukungan cukup.
penanggulangan bencana diimplementasikan Syarat keempat, kebijakan penanggulangan
dengan baik. bencana diharapkan dapat menyelesaikan
Menurut Brian W. Hogwood dan Lewis masalah yang ditanggulangi perubahan
A.Gunn dalam Riant (2009:630- 632) model paradigma penanggulangan bencana saat ini
yang dapat digunakan untuk melakukan belum dapat diterapkan secara keseluruhan di
implementasi kebijakan diperlukan beberapa berbagai sektor yang menyangkut kebencanaan.
syarat: Sinergitas antara kebijakan antar sektor belum
Syarat pertama, Kondisi eksternal yang berjalan dengan optimal.
dihadapi oleh badan/instansi pelaksana Syarat kelima, semakin banyak hubungan
tidak akan menimbulkan gangguan/kendala dalam mata rantai, semakin besar pula resiko
yang serius. Beberapa kendala/hambatan bahwa beberapa diantaranya kelak terbukti
pada saat implementasi kebijakan seringkali amat lemah atau tidak dapat dilaksanakan
berada diluar kendali para administrator, dengan baik. Hubungan kausalitas di dalam
sebab hambatan-hambatan itu memang penanggulangan bencana merupakan kebijakan
diluar jangkauan wewenang kebijakan dari yang cukup kompleks karena melibatkan
badan pelaksana. Saat ini sistem kelembagaan banyak pihak.
penanggulangan bencana sudah mengalami Syarat keenam, di dalam kebijakan
perkembangan dengan dibentuknya sebuah penanggulangan bencana hubungan ke­
intansi yang memiliki legalitas khusus di bidang bergantungan terjadi karena banyak sektor yang
kebencanaan. Namun dengan kondisi ini masih terlibat. Mengingat kebencanaan merupakan hal
terlalu banyak pihak diluar pemerintah yang yang darurat, karena menyangkut jiwa manusia
turut serta dalam penanggulangan bencana, sehingga kebergantungan sangat mudah terjadi
hal ini sangat mempengaruhi peran lembaga dalam penanggulangan bencana.

400 J u r nJaul r n a l
Ilmu Administrasi Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

Syarat ketujuh, tujuan-tujuan resmi hanya menjelaskan tugas berdasarkan sektor-


kerap kali tidak dipahami dengan baik, karena sektornya saja. Peraturan mengenai kedudukan
komunikasi dari atas ke bawah atau sebaliknya serta tugas dan fungsi masing-masing instansi
tidak berjalan dengan baik. Kalaupun pada saat belum diharmonisasikan dengan baik, sosialisasi
awal tujuan dipahami dan disepakati namun dalam rangka meningkatkan pemahaman akan
tidak ada jaminan kondisi ini dapat terpelihara peraturan dan prosedur pun belum dilakukan
selama pelaksanaan program, karena tujuan- dengan maksimal.
tujuan itu cenderung mudah berubah, diperluas
dan diselewengkan. Dalam hal ini pemahaman 3. Perencanaan dan Pencapaian Tujuan
akan kebijakan penanggulangan bencana dari
Perencanaan dan pencapaian tujuan dalam
keseluruhan sektor kebencanaa masih minim
koordinasi penanggulangan bencana tergambar
akibat dari kurangnya sosialisasi kebijakan-
di dalam setiap kegiatan rapat koordinasi antara
kebijakan penanggulangan bencana dan
BPBD selaku koordinator dengan intansi-
perbedaan persepsi antar masing-masing sektor.
intansi terkait, pengumpulan informasi antara
Syarat kedelapan, Pembagian tugas
satu angggota koordinasi dengan anggota
dilakukan berdasarkan fungsi dan peran
lain dalam bentuk pembinaan dan pelatihan,
anggota koordinasi. Tumpang tindih pekerjaan
serta komitmen dalam menentukan tujuan
dan saling tunjuk kewenangan masih kerap
penanggulangan bencana.
terjadi akibat dari kurangnya pemahaman akan
Pada setiap rapat koordinasi dilakukan
tugas dan kewenangan masing-masing.
pengkomunikasian oleh BPBD kepada intansi
Syarat kesembilan, Komunikasi merupakan
terkait untuk menghadiri rapat terkait dengan
kunci dalam dalam pelaksanaan kebijakan
program-program penanggulangan bencana.
penanggulangan bencana, komunikasi formal
Rapat koordinasi salah satu diantaranya adalah
maupun non formal telah berjalan namun
Rapat Koordinasi mengenai pernyataan siaga
penyampaian informasi mengenai pemahaman-
darurat bencana banjir dan longsor berdasarkan
pemahaman peraturan baru perlu ditingkatkan
Surat No 360/182/BPBD pada tanggal 21
kembali.
Febuari 2012 bertempat di Bale Sawala, dipimpin
Syarat kesepuluh, Persyaratan ini
oleh Wakil Bupati Bandung dan dilakukan
menegaskan bahwa mereka yang memiliki
Pemaparan oleh Kepala Pelaksana BPBD serta
wewenang, harus juga memiliki kekuasaan
dihadiri oleh Dinas Sosial, Dinas SDAPE, Dinas
dan mampu menjamin adanya kepatuhan
Kesehatan, Dinas Pertasih, Dinas PU Bina
sikap secara menyeluruh dari pihak-pihak lain
Marga, Polres, Kodim 0609, serta organisasi
baik dalam organisasi maupun luar organisasi.
relawan bencana.
Dalam kenyataan dimungkinkan adanya
Rapat Koordinasi tersebut merujuk
konflik kepentingan. Otoritas koordinator
kepada Surat Pernyataan Siaga darurat Bencana
penanggulangan bencana belum dapat
Gubernur Jawa Barat No 360/01/BPBD tanggal
dikatakan berhasil karena peran koordinator
3 januari 2012 tentang Siaga Darurat Bencana
masih belum menunjukkan fungsi sebagaimana
sejak 3 Januari s.d 3 mei 2012. Dari hasil rapat
yang diharapkan.
penentuan status siaga bencana tersebut,
Dengan beberapa persyaratan model
ditindak lanjuti dengan kegiatan-kegiatan
kebijakan tersebut, dapat dilihat bahwa kebijakan
pencegahan bencana, tanggap darurat dan pasca
penanggulangan bencana sampai saat ini sudah
bencana dengan melakukan rapat koordinasi
berjalan, hanya saja kebijakan-kebijakan yang
pada setiap tahapannya yaitu untuk membahas
ada belum cukup mewakili peran-peran instansi
mengenai Disaster Management Plan pada Pra
yang terlibat secara jelas sehingga pihak-pihak
Bencana, Operasional Plan pada Tanggap darurat
yang terkait dan koordinator belum dapat
dan Contigency Plan pada Pasca Bencana. serta
mensinergikan peraturan-peraturan yang ada.
rapat-rapat lain yang dilakukan secara berkala
Seperti yang terjadi pada Undang-undang No.24
pada saat kegiatan penanggulangan bencana
Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
berlangsung. Rapat ini dipimpin oleh Kepala
serta Perda Kabupaten Bandung No 11 Tahun
Pelaksana Harian BPBD.
2010 tentang pembentukan BPBD, di dalam
Perencanaan penanggulangan bencana
undang-undang ini belum dijelaskan secara rinci
dilakukan melalui penyusunan data tentang
masing-masing tugas para intansi terkait, disini
resiko bencana pada suatu wilayah dalam

Jurnal Jurnal 401


Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015 Ilmu Administrasi
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

waktu tertentu berdasarkan dokumen resmi fisik seperti pembangunan tembok penahan
yang berisi program kegiatan penanggulangan dan tanggul di sepanjang sungai, pembuatan
bencana. Hal tersebut meliputi pengenalan dan bronjong, serta pengerukan sungai citarum.
pengkajian ancaman bencana, pemahaman Kegiatan ini dilakukan oleh Dinas SDAPE
tentang kerentanan masyarakat, analisis (Sumber Daya Air Petambangan dan Energi)
kemungkinan dampak bencana, pilihan dan Dinas PU Bina Marga. Seperti untuk
tindakan pengurangan resiko bencana, pembuatan bronjong, bronjong merupakan
penentuan mekanisme kesiapan dan pemasangan kawat berlapis seng tebal yang
penanggulangan dampak bencana, serta alokasi dihasilkan melalui proses penarikan dingin dan
tugas, kewenangan dan sumberdaya yang untuk menormalkan sifat mekanis proses ahli.
tersedia. Perencanaan ini terdiri dari Disaster Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
Managemen Plan (Rencana penanggulangan di dalam pentuan pembuatan bronjong
Bencana), Mitigation Plan (Rencana Mitigasi), seringkali terjadi perbedaan persepsi antara
Contingency Plan (Rencana Kontijensi), Dinas SDAPE dengan BPBD yang menganggap
Operational Plan (Rencana Operasional), dan bahwa bronjong dapat dibuat kurang dari
Recovery Plan (Rencana Pemulihan). 15 meter yaitu dengan 1000 bronjong atau
Perencanaan penanggulangan bencana dengan 30 karung. Menurut Kabid Irigasi Dinas
banyak dilalukan pada Tahapan Pra Bencana SDAPE: “Pembuatan bronjong berdasarkan
Banjir Kabupaten Bandung yaitu dengan pengetahuan kami, khusus untuk di pinggiran
melakukan perencanaan mitigasi atau sungai citarum dapat digunakan dengan 1000
Mitigasi Plan. Kegiatan perencanaan pada buah kawat bronjong. Pada perencanaan
pra bencana dilakukan berdasarkan prinsip- pembuatan bronjong ini sering mengalami
prinsip kerentanan, kerentanan ini merupakan perbedaan pendapat dengan BPBD karena
suatu kondisi dari suatu komunitas atau menganggap bahwa kawat tersebut dapat
masyarakat yang mengarah atau menyebabkan diganti dengan 30 karung tanggul.”
ketidakmampuan dalam menghadapi Perbedaan persepsi ini terjadi berulangkali
ancaman bahaya. Seperti yang dijelaskan oleh sehingga menghambat dalam pelaksanaan
Awotona (1997:1-2): “Natural disasters are the pembuatan bronjong. Selain pententuan
interaction between natural hazards and vulnerable bronjong pada saat pra bencana banjir terutama
condition”. Peristiwa yang ditimbulkan oleh untuk pemasangan bronjong dan tanggul
gejala alam maupun yang diakibatkan oleh seringkali terjadi kesalahan penunjukkan
kegiatan manusia, baru dapat disebut bencana kewenangan. Seharusnya PU Bina marga hanya
ketika masyarakat/manusia yang terkena bertugas untuk melakukan pengerukan sungai
dampak oleh peristiwa itu tidak mampu untuk dan penaikan jalan, tetapi praktek di lapangan
menanggulanginya atau berada dalam kondisi PU Bina marga ditunjuk pula untuk melakukan
rentan bencana. Ancaman alam itu sendiri tidak pemasangan bronjong dan tanggul. Hal ini
selalu berakhir dengan bencana. Ancaman dikarenakan masih sulit beradaptasi terhadap
alam menjadi bencana ketika manusia tidak perubahan pada Dinas PU Bina marga. Pada
siap untuk menghadapinya dan pada akhirnya awalnya memang pemasangan bronjong
terkena dampak. merupakan tugas PU tetapi semenjak PU
Dalam tahapan pra bencana terdapat terbagi menjadi Dinas SDAPE tugas ini menjadi
dua proses yaitu kegiatan pencegahan kewenangan Dinas SDAPE.
pada saat tidak terjadi potensi bencana atau Pertemuan antara BPBD dengan instansi
kegiatan non fisik, hal ini dilakukan dengan terkait pada periode pertengahan tahun 2012
cara pelatihan, sosialisasi kepada masyarakat sampai dengan akhir tahun 2012 khusus
tentang ancaman bencana. Sedangkan proses untuk bencana banjir sudah dilakukan. Untuk
lainnya yaitu kegiatan pencegahan pada saat mengetahui salah satu kegiatan koordinasi
terjadi potensi bencana atau kegiatan fisik, hal penanggulangan banjir Kabupaten Bandung,
ini dilakukan dengan pembuatan bronjong, penulis turut menghadiri sebuah pertemuan
pembuatan tanggul, peringatan dini, serta yang membahas mengenai pengelolaan sumber
kesiapsiagaan untuk tahap tanggap darurat. air tahapan pra bencana. Pertemuan ini berkaitan
Pencegahan ketika terjadi potensi bencana, dengan tahapan pra bencana dan dilakukan
banyak dilakukan dengan bentuk pencegahan dalam bentuk seminar “Training Capacity

402 J u r nJaul r n a l
Ilmu Administrasi Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

Buliding dalam Meningkatkan Kemampuan salah satu kegiatan rapat koordinasi. Rapat
Staf dan Organisasi dalam PSDAT di Wilayah koordinasi ini membahas mengenai rancangan
Sungai Citarum”. Seminar ini dilaksanakan di PRB (Pengurangan Reskio Bencana), dan
Hotel Putri Gunung Lembang pada tanggal 24- ini dilakukan dengan penyusunan Rencana
25 September 2012 serta diiukuti oleh Tim SPOKI Penanggulangan Bencana Daerah (RPBD).
(Sinkronisasi Perencanaan dan Optimalisasi Penyusunan RPBD Kabupaten Bandung ini
Kerjasama Institusi) dalam penanganan terpadu merupakan penyusunan yang pertama kali
wilayah sungai citarum. Anggota Tim SPOKI di Indonesia. Tujuan dari pembuatan RPBD
adalah beberapa SKPD yang terkait dengan adalah untuk lebih memperjelas program
penanganan wilayah sungai. Sedangkan anggota dan kegiatan seluruh bencana diseluruh
SPOKI yang merupakan anggota koordinasi tahapan penanggulangan bencana (sebelum,
intensif dengan BPBD dan hadir pada saat saat dan setelah kejadian bencana). RPBD ini
seminar adalah Dinas SDAPE. disusun untuk masa 5 tahun dan melingkupi
Materi yang diberikan pada saat seminar seluruh bencana alam yang berpotensi di
adalah mengenai: wilayah tersebut. Kegiatan tersebut hanyalah
1. Pengenalan dan Fungsi PSDA dalam skala beberapa upaya penanganan bencana banjir.
Wilayah Sungai Rapat Koordinasi berdasarkan ketentuannya
2. Partisipasi para pemangku kepentingan minimal dilakukan satu kali dalam setahun
dalam perencanaan Sumber Daya Air oleh BPBD bersama dengan intansi terkait.
Wilayah Sungai Dalam rangka meningkatkan kerja sama
3. Model Kerja Sama Antar Daerah di dalam pelaksanaan penanggulangan
4. Prinsip monitoring & evaluasi, tahapan bencana BPBD menyelenggarakan beberapa
penyelenggaraan & penerapannya dalam pelatihan. Pelatihan yang dilakukan oleh BPBD
pembangunan daerah. diantaranya adalah Sosialisasi dan Pelatihan
Berdasarkan pengamatan pada saat Tim Reaksi Cepat (TRC) dan Unit Cegah Siaga
kegiatan seminar berlangsung, kegiatan ini (UCS) dalam rangka Siaga Darurat Bencana di
hanya mengikutsertakan salah satu perwakilan Wilayah Kabupaten Bandung selama empat
di Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan bulan dari tanggal 3 Januari 2012 sampai
BPBD sehingga keterlibatan dalam seminar dengan 3 Mei 2012 yang berlokasi di Kantor
tersebut masih minim, selain itu materi Kecamatan Dayeuh Kolot dan Situ Sipatahunan.
yang dibahas dalam seminar tersebut masih Kedua, yaitu pelatihan Dasar Manajemen
mendominasi mengenai sumber daya air, Penanggulangan Bencana yang dilaksanakan
tidak terlalu membahas secara jelas mengenai pada tanggal 14 – 18 November 2011 di Hotel Puri
kebencanaan. Seminar mengenai pengelolaan Khatulistiwa. Menurut Kepala Unsur Pelaksana
sumber daya air ini merupakan salah satu Harian BPBD: “Pelatihan Kebencanaan pernah
kegiatan perencanaan mitigasi. Sedangkan dilakukan pada saat awal terbentuknya BPBD,
perencanaan secara keseluruhan yang memang pelatihan itu belum dilakukan
melibatkan berbagai sektor terkait koordinasi secara keseluruhan. Kami sempat mengalami
BPBD untuk membahas Disasater Management kesulitan untuk mengumpulkan intansi-intansi
Plan (Rencana penanggulangan bencana) belum terkait di waktu yang tepat. Tetapi kami akan
dilakukan. Menurut kroscek yang dilakukan merencakan pelatihan yang dapat membahas
peneliti kepada Kepala Bidang pencegahan tahapan-tahapan penanggulangan bencana
dan Kesiapsiagaan BPBD, kegiatan pencegahan yang mengikut sertakan keseluruhan intansi.”
non fisik pra bencana banjir dilakukan oleh Selain Rapat Koordinasi, Pelatihan
BPBD bersama dinas SDAPE di dalam kegiatan- serta Sosialisasi BPBD pun telah melakukan
kegiatan bersama Tim SPOKI. Hasil kegiatan beberapa kegiatan yang merupakan upaya-
ini memang seharusnya ditindaklanjuti dengan upaya non formal untuk meningkatkan
pertemuan bersama koordinator dan pihak kerja sama antara BPBD, intansi terkait dan
terkait lainnya namun sampai sejauh ini belum masyarakat yang bekerja sama dengan IOM
dilakukan. international organisation motivation mengenai
Kegiatan lain yang dilakukan penulis di penanggulangan bencana dan pengungsian.
dalam pelaksanaan koordinasi penanggulangan Dalam program ini direncanakan akan dilakukan
banjir Kabupaten Bandung, penulis mengikuti pembentukan 1 prototype pembentukan desa

Jurnal Jurnal 403


Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015 Ilmu Administrasi
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

siaga bencana yaitu desa yang mandiri dapat Alexander (1995; 10) terdapat aliran yang
menyelamatkan diri sendiri dan orang-orang mengandalkan teori Kontengensi (contingency
sekitarnya sehingga masayarakat desa lebih theory) tentang bagaimana organisasi mampu
siap tanpa bergantung pada pemerintah. survive dan sukses tergantung pada bagaimana
Apabila melihat dari upaya-upaya organisasi tersebut mampu beradaptasi dengan
tersebut, yaitu dilakukaanya Rapat Koordinasi lingkungannya dan melakukan koordinasi
penentuan Status Bencana, Perencanaan perencanaan dan membangun strategi yang
Mitigasi Banjir PSDAT Citarum, Pelatihan- komprehensif. Langkah-langkah strategis
pelatihan kebencanaan dengan Instansi terkait, dalam koordinasi perencanaan yang merupakan
serta Sosialisasi kepada Masyarakat, sampai koordinasi antisipatif adalah pertama mengenali
dengan upaya yang melibatkan pihak lembaga kedudukan organisasi secara hukum dan
internasional (IOM), sebenarnya BPBD bersama kerangka struktur dengan melibatkan sistem
intansi terkait telah melakukan kegiatan- yang berlaku. Kemudian kedua kesadaran
kegiatan untuk mendukung perencanaan dan politik terhadap tugas dan difusi kekuasaan
pencapaian tujuan. Hanya saja dari upaya- dalam system dengan mengedepankan politik.
upaya yang dilakukan ini belum tercapai secara Lalu ketiga, menangani unsur-unsur teknis
maksimal. Perencanaan dan pencapaian tujuan yang terkait dengan masalah yang memerlukan
merupakan hal yang tidak bisa dihindari di keterlibatan keahlian seperti perencana,
dalam proses koordinasi penanggulangan pengarah kemasyarakatan dan pimpinan
bencana. Perencanaan dan pencapaian tujuan program dalam mengatasi permasalahan
merupakah salah satu faktor yang mendukung substansial. Sementara keempat, berorientasi
koordinasi dapat berjalan dengan efektif, pada tugas dan fokus yang jelas dalam
seperti yang dijelaskan oleh Stoner bahwa: “The menyelesaikan masalah dengan tetap berpegang
coordination of strategic and operational plans can pada keinginan untuk melakukan koordinasi
be achieved by ensuring that all units are working antar instansi seperti pada kerjasama antar
toward the same broad goals.” Penyusunan tujuan instansi, gugus tugas, dan perencanaan yang
dan perencanaan merupakan hal yang sangat terkoordinasi dengan baik dan menyeluruh.
bermanfaat apabila para manajer, sekalipun March and Simon dalam Alexander
telah berbekal peraturan dan prosedur, menjelaskan bahwa “The time dimension is also
tidak dapat mengolah semua informasi yang an important aspect of coordination strategies:
diperlukan untuk mengkoordinasi sub unit. they can be anticipative, or they can be adaptive.
Dengan mengetahui tujuan masing-masing Anticipative coordination is coordination by plan,
sub unit, maka hal ini akan membantu subunit adaptive coordination takes place in real time, and
bertindak secara konsisten (taat asas) sesuai is based on monitoring, feedback and control.”
dengan tujuannya sendiri dan tujuan sub (1995: 36). Di dalam menjalankan koordinasi
unitnya, untuk menerima tanggung jawab antar intansi diperlukan. strategi koordinasi.
dan bersikap terbuka untuk dievaluasi. (1992: Strategi koordinasi ini terdiri dari koordinasi
324). Perencanaan menurut Dharma adalah antisipatif yang berdasarkan pada perencanaan
membuat keputusan yang baik mengenai hal- dan koordinasi adaptif yang berdasarkan
hal yang perlu dilaksanakan dan bagaimana monitoring, umpan balik dan kontrol. Seperti
cara pelaksanaan itu. (1985: 34). Menurut yang terlihat dalam gambar berikut ini:
Dharma proses perencanaan yang baik meliputi
identifikasi tujuan umum, menetapkan sasaran, Koordinasi antisipatif dalam
menyusun rencana pelaksanaan, sertifikasi penanggulangan Bencana
Banjir Kabupaten Bandung
standar kontrol, serta menguji rencana
pelaksanaan dengan sasaran.
Seluruh upaya yang dilakukan antara
BPBD dengan Intansi terkait baik dalam
perencanaan dan pencapaian tujuan dapat
dikatakan sebagai koordinasi antisipatif. Gambar 1. Koordinasi antar Intansi
Koordinasi antisipatif adalah koordinasi yang Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana
dilakukan pada tahapan awal yakni koordinasi
dalam fase perencanaan. Menurut pendapat

404 J u r nJaul r n a l
Ilmu Administrasi Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

Dengan model koordinasi seperti yang paradigma penanggulangan bencana yang ada
tergambar di atas, koordinasi dapat lebih saat ini. Intansi terkait koordinasi masih belum
diarahkan kepada koordinasi yang strategis dapat beradaptasi dengan peran BPBD sebagai
dimana kegiatan koordinasi tidak hanya koordinator dan pada pelaksanaanya intansi
membahas mengenai operasionalnya saja terkait masih terpaku pada peraturan internal
tetapi juga membahas mengenai perencanaan kelembagaan. Kesadaran antara intansi terkait
kebijakan-kebijakan dasar yang berkaitan dengan koordinator untuk bersinergi dalam
dengan penanggulangan bencana banjir di kegiatan penanggulangan bencana masih belum
Kabupaten Bandung dengan melibatkan SKPD didukung oleh prinsip-prinsip penanggulangan
terkait serta lembaga non pemerintah dan bencana, terutama dalam tahapan tanggap
masyarakat. March and Simon menjelaskan darurat.
bahwa: "Anticipatory coordination, then occurs Peran BPBD (Badan Penanggulangan
at the level of policy making, planning and the Bencana Daerah) BPBD sebagai koordinator
institutional design of prospective lower-level IOC belum berfungsi sebagaimana mestinya. Fungsi
structures.“ (1995: 323) dari pernyataan ini komando yang dimiliki BPBD belum berjalan
dapat dijelaskan bahwa koordinasi antisipasi dengan optimal, ini terlihat tidak adanya
dapat terjadi di dalam pembuatan kebijakan, ketegasan dari koordinator dalam mengarahkan
perencanaan dan desain struktur kelembagaan kegiatan dalam penanggulangan bencana.
koordinasi antar intansi. Spesialisasi pekerjaan belum maksimal terlihat
Berdasarkan pendapat dari March and dari masih terjadinya duplikasi pekerjaan selain
Simon tersebut dapat terlihat bahwa untuk itu pertanggungjawaban pun masih parsial
mewujudkan koordinasi antar intansi yang baik sifatnya. Para instansi anggota koordinasi
diperlukan strategi koordinasi yang tergambar masih sulit beradaptasi dengan peran BPBD
dari antisipatif koordinasi dan adaptif selaku koordinator. Salah satunya penyebabnya
koordinasi. Dalam hal ini, koordinasi yang adalah karena fungsi ex officio sering
dilakukan diantara BPBD dengan intansi terkait dilimpahkan kepada kepala pelaksana. Hal ini
belum merealisasikan strategi koordinasi dengan menyebabkan sulit terciptanya ketegasan dari
baik karena perencanaan penanggulangan koordinator kepada intansi-intansi pemerintah
bencana yang dilakukan belum menyeluruh. anggota koordinasi yang sangat rentan akan
Perencanaan yang dilakukan seharusnya tingginya ego sektoral masing-masing instansi.
turut membahas mengenai kebijakan yang Evaluasi dan pemantauan pada setiap tahapan
menyangkut penanggulangan bencana banjir bencana sampai saat ini masih minim dan
termasuk pengkajian ulang mengenai tugas belum menyeluruh. Padahal evaluasi dan
dan fungsi masing-masing intansi. Selain itu pemantauan baik sangat penting dalam
koordinasi adaptif yang ada belum dilakukan penanggulangan bencana mengingat setiap
intensif. Strategi koordinasi ini merupakan hal tahapan penanggulangan bencana ini sangat
yang penting di dalam penanggulangan bencana mengikat karena akan mempengaruhi tahapan
dimana pada kegiatannya membutuhkan selanjutnya. Permasalahan-permasalahan yang
pengambilan keputusan beresiko tinggi karena terjadi berkaitan dengan tidak dilakukannya
menyangkut jiwa manusia. strategi koordinasi dengan baik. Karena di
dalam koordinasi antar intansi, strategi-strategi
E. KESIMPULAN seperti koordinasi antisipatif dan adaptif
sangat penting untuk menekan adanya ego
Berdasarkan hasil penelitian dan pem­ sektoral. Ego sektoral yang ada masih cukup
bahasan disimpulkan bahwa pencapaian tujuan tinggi sehingga menyebabkan kesulitan untuk
penanggulangan bencana banjir di Kabupaten mensinergikan koordinasi penanggulangan
Bandung belum didukung oleh koordinasi bencana dan berdampak kepada pelaksanaan
yang baik antara intansi terkait dengan BPBD penanggulangan bencana. Dengan belum
(Badan Penanggulangan Bencana Daerah) optimalnya fungsi BPBD maka tujuan
Kabupaten Bandung. Kendala yang dialami penanggulangan bencana yang cepat, tepat,
dalam proses penanggulangan bencana efektif, terpadu dan akuntabel belum dapat
banjir Kabupaten Bandung adalah karena direalisasikan sebagaimana mestinya.
belum adanya kesamaan persepsi mengenai

Jurnal Jurnal 405


Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015 Ilmu Administrasi
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Koordinasi oleh BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bandung
} Endah Mustika Ramdani

F. REKOMENDASI Cottrell, Alisson & King, David. 2010. “The


Australasian Journal of Disaster and Trauma
Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Studies. Social assessment complementary
(BPBD) Kabupaten bandung dipimpin secara
tool to hazard risk assessment and disaster
ex-offico oleh Sekda Kabupaten Bandung.
planning). Volume 1, ISSN: 1174-4707.
Namun dalam pelaksanaan penanggulangan
Dharma, Agus. 2001. Manajemen Prestasi Kerja.
khusus Bencana Banjir kewenangnnya sering
Jakarta: Rajawali Press.
dilimpahkan kepada Kepala Pelaksana Harian
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jennings, E.T. 1994, “Building Bridges in the
Kabupaten Bandung. Seharusnya kepala Interorgovernmental Arena: Coordinating
BPBD dalam hal ini Sekda lebih aktif dalam Employment and Training Programs in The
American States”, Public Administration
melakukan pengoordinasian, agar intansi terkait
Review 54 (1) : 52-60.
dapat menjalankan kegiatan penanggulangan
bencana dengan lebih optimal. Dalam rangka Kontz, Harold dan Cyryl O’Donall. 1978.
meningkatkan pemahaman penanggulangan Essential of Management. New York: MC
bencana kepada intansi-intansi terkait, terutama Graw Hill Book Company.
setelah terbentuknya BPBD dan disahkannya Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005-2015 (frame
Undang-undang No 24 Tahun 2007 perlu work for action 2005-2015) mengenai
ditingkatkan kembali pelaksanaan pembinaan, konferensi sedunia tentang pengurangan
pelatihan dan sosialisasi secara keseluruhan. resiko bencana (World Conference on Disaster
Sebaiknya pembinaan, pelatihan dan sosialisasi Reduction).
dilakukan serentak untuk seluruh sektor, Moleong, J. Lexy. 2007. Metode Penelitian
tidak hanya beberapa sektor saja. Pembinaan, Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda­
pelatihan serta sosialisasi seharusnya tetap karya.
dianggap penting sama dengan bencana lain. Nurjanah, et al. 2012. Manajemen Bencana.
Sehingga dalam penanggulangan bencana Bandung: Alfabeta.
dapat dilakukan lebih optimal dan dapat Nugroho, Riant. 2009. Public Policy (Dinamika
meminimalisir kerugian banjir. Permasalahan kebijakan-Analisis Kebijakan-Manajemen
tidak efektifnya penanggulangan bencana Kebijakan). Jakarta: Elex Media Komputindo.
banjir Kabupaten Bandung yang diakibatkan Prati, Gabriele & Palestini, Luigi. 2009. “The
oleh belum optimalnya koordinasi yang ada, Australasian Journal of Disaster and Trauma
seharusnya diantisipasi lebih lanjut dengan Studies: Coping strategies and professional
penguatan dari sisi regulasi yaitu dengan quality of life among emergency workers."
disahkannya Peraturan Daerah (Perda) Bupati volume 1, ISSN: 1174-4707.
Bandung yang mengatur tentang pelaksanaan Stoner, James A.F & Freeman, Edward. 1992.
koordinasi penanggulangan bencana. Dengan Management (Fifth Edition). New Jersey:
adanya perda khusus tentang pelaksanaan Prentice Hall, Englewood Cliffs.
penanggulangan bencana dapat memperjelas Stoner, James A.F. 1986. Manajemen. Terjemahan
tugas dan fungsi masing-masing intansi terkait Antarikso, Agus Maulana, Agus Dharma, Drs.
di setiap tahapannya yaitu pra bencana, tanggap Kusma Wiriadisastra. Khristina, Hendardi.
darurat dan pasca bencana. Jilid 1 Edisi kedua. Jakarta: Erlangga.
Terry, George R. 1982. Principle of Management.
REFERENSI Illinois: Richard D irwin, inc (United
Nation-International Strategy for disaster
Alexander, Ernest R. 1995. How Organizations Act
Reduction) (UN-ISDR, 2004).
Together: Interorganizational Coordination in
Theory and Practice, Amsterdam. Netherland: UNDP. 2012. Srethening National Disaster in Asia
Gordon and Breach Publishers. (Study in Indonesia).
Awotona.1997. Natural Disaster. Jakarta: LIPI. Westra, Patriata. 1989. Ensiklopedi Administrasi.
Jakarta: Gunung Agung.

406 J u r nJaul r n a l
Ilmu Administrasi Volume XII | Nomor 3 | Desember 2015
Ilmu Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

Anda mungkin juga menyukai