Kelompok 6A Penetapan Kadar NaCl Dalam Infus Dengan Titrasi Argentometri
Kelompok 6A Penetapan Kadar NaCl Dalam Infus Dengan Titrasi Argentometri
TITRASI ARGENTOMETRI
PENETAPAN KADAR NATRIUM KLORIDA
DALAM INFUS
OLEH:
KELOMPOK VI
GOLONGAN I
I TUJUAN
1.1 Mampu memahami penetapan kadar Natrium klorida dalam infus dengan
metode titrasi agentometri.
1.2 Mampu menetapkan normalitas rata-rata AgNO3 yang digunakan dalam
praktikum.
1.3 Mampu memahami metode titrasi argentometri.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penetapan Kadar Natrium Klorida
Serbuk natrium klorida atau NaCl mengandung tidak kurang dari 99,5%
NaCl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Serbuk natrium klorida
memiliki pemerian hablur kesahedral, tidak berwarna atau serbuk hablur putih;
tidak berbau; rasa asin. Serbuk natrium klorida larut dalam 2,8 bagian air; dalam
2,7 bagian air mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol P; serta sukar
larut dalam etanol 95% P. Natrium klorida memiliki bobot molekul sebedar 58,44
gram/mol. Penetapan kadar serbuk natrium klorida dilakukan dengan timbang
seksama 250 mg, larutkan dalam 50 mL air. Titrasi dengan perak nitrat 0,1 N
menggunakan indikator larutan kalium kromat P. 1 ml perak nitrat 0,1 N setara
dengan 5,844 mg NaCl (Depkes RI, 1979).
Infus natrium klorida mengandung natrium klorida, NaCl, tidak kurang
dari 0,85% dan tidak lebih dari 0,95%. Infus natrium klorida memiliki pemerian
larutan jernih; tidak berwarna; dan rasa agak asin. Infus natrium klorida memiliki
pH 4,5 sampai 7,0. Penentapan kadar infus natrium klorida dilakukan dengan
menurut cara yang tertera dalam serbuk natrium klorida menggunakan 25,0 mL
(Depkes RI, 1979).
1
2.2. Perak nitrat (AgNO3)
Perak nitrat (AgNO3) memiliki bobot molekul sebesar 169,87 dan
mengandung tidak kurang dari 99,5% AgNO3. Perak nitrat memiliki pemerian
berupa hablur transparan atau serbuk hablur berwarna putih, tidak berbau, menjadi
gelap jika terkena cahaya dengan kelarutan yaitu sangat mudah larut dalam air dan
larut dalam etanol 95% (Depkes RI, 1979). Larutan perak nitrat 0,1 N dibuat
dengan cara tiap 100 mL larutan mengandung 16,99 gram AgNO3. Pembuatan
larutan dapat dilakukan dengan melarutkan lebih kurang 17,0 gram perak nitrat P
dalam air hingga 1000 mL. Pembakuan larutan Perak nitrat adalah timbang
saksama lebih kurang 100 mg Natrium klorida P, yang sebelumnya telah
dikeringkan pada suhu 1000C selama 2 jam dalam gelas piala 150 mL, larutkan
dalam 5 mL air dan tambahkan 5 mL asam asetat P, 50 mL metanol dan 3 tetes
eosin Y LP. Aduk dengan pengaduk magnetik dan titrasi larutan perak nitrat.
Hitung normalitas larutan (Depkes RI, 2014).
2
menggunakan indikator tertentu. Indikator yang digunakan dalam titrasi
argentometri biasanya digunakan kalium kromat yang menghasilkan warna merah
dengan adanya kelebihan ion Ag+ (Gandjar dan Rohman, 2007). Reaksi yang
mendasari titrasi argentometri, sebagai berikut:
AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3
Jenis titrasi argentometri dapat menunjukkan titik akhir titrasi sendiri
dengan berupa terbentuknya endapan, tetapi biasanya suatu indikator dapat
digunakan untuk menghasilkan endapan berwarna pada titik akhir dan indikator
yang digunakan biasanya kalium kromat (Cairns, 2009). Ada beberapa metode
dalam titrasi argentometri yaitu sebagai berikut.
1. Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida
dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan
larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permukaan titrasi akan terjadi
endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekivalen, maka pernambahan
sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan
perak kromat yang berwarna merah (Gandjar dan Rohman, 2007).
Kerugian metode Mohr adalah:
1) Bromida dan klorida kadarnya dapat ditetapkan dengan metode Mohr akan
tetapi untuk iodida dan tiosianat tidak memberikan hasil yang memuaskan,
karena endapan perak iodida atau perak tiosianat akan mengadsorbsi ion
kromat, sehingga memberikan titik akhir yang kacau.
2) Adanya ion-ion seperti sulfida, fosfat dan arsenat juga akan mengendap.
3) Titik akhir kurang sensitif jika menggunakan larutan yang encer.
4) Ion-ion yang diadsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan mengakibatkan
hasil yang rendah sehingga penggojogan yang kuat mendekati titik akhir
titrasi diperlukan untuk membebaskan ion yang terjebak tadi
(Gandjar dan Rohman, 2007).
2. Metode Volhard
Metode volhard adalah penetapan perak secara teliti dalam suasana asam
dengan larutan baku kalium atau ammonium tiosianat yang memiliki hasil kali
3
kelarutan 7,1 x 10-13. Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan dengan jelas dengan
garam besi (III) nitrat atau besi (III) ammonium sulfat sebagai indikator yang
membentuk warna merah dari kompleks besi (III) tiosianat dalam lingkungan
asam. Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion besi (III) akan
diendapkan menjadi Fe(OH)3. Jika suasananya basa, sehingga titik akhir tidak
dapat ditentukan. Untuk mendapatkan hasil yang teliti pada waktu akan mencapai
titik akhir titrasi, titrasi digojog kuat-kuat supaya ion perak yang diabsorpsi oleh
endapan perak tiosianat dapat bereaksi dengan tiosianat (Gandjar dan Rohman,
2007).
3. Metode K. Fajans
Titrasi argenometri dengan cara Fajans adalah sama seperti pada cara Mohr,
hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang
digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein
menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+ . Titrannya adalah AgNO3
hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan
indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh
permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat
diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam
indikator yang dipakai dan pH (Khopkhar, 1990). Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam metode ini ialah, endapan harus dijaga sedapat mungkin dalam bentuk
koloid. Garam netral dalam jumlah besar dan ion bervalensi banyak harus
dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi. Larutan tidak boleh terlalu
encer karena endapan yang terbentuk sedikit sekali sehingga mengakibatkan
perubahan warna indikator tidak jelas (Gandjar dan Rohman, 2007).
4. Metode Leibig
Pada metode ini, titik akhir titrasi tidak ditentukan dengan indicator, akan
tetapi ditunjukan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat
ditambahkan kepada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi
pada penggojokan akan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang
stabil dan larut. Cara Leibig hanya menghasilkan titik akhir yang memuaskan
apabila pemberian pereaksi pada saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan-
4
lahan. Cara Leibig ini tidak dapat dilakukan pada saat keadaan larutan amoni-
akalis karena ion perak akan membentuk kompleks Ag(NH3)2 + yang larut. Hal ini
dapat di atasi dengan menambahkan sedikit larutan kalium iodide (Gandjar dan
Rohman, 2007). Dengan persyaratan tertentu, penambahan indikator tak
diperlukan, karena adanya kekeruhan yang disebabkan penambahan beberapa
tetes adalah satu larutan pada yang lain menandakan titik akhir belum tercapai.
Titrasi dilakukan sampai tidak ada kekeruhan lagi (Susanti dan Jeanny, 1997).
3.2 Bahan
1. Larutan NaCl 0,1 N
2. Larutan AgNO3 0,1 N
3. Larutan Kalium kromat 5%b/v
4. Larutan Infus NaCl
5. Akuades
5
IV PROSEDUR KERJA
4.1 Penyiapan Larutan Indikator Kalium Kromat
4.1.1 Perhitungan
Diketahui : Konsentrasi Kalium kromat = 5%b/v
V Kalium kromat = 25 mL
Ditanya : Massa Kalium kromat yang ditimbang?
Jawab :
Kalium kromat 5%b/v berarti 5 gram dalam 100 mL pelarut, maka untuk
membuat 100 mL larutan diperlukan
5 gram x
=
100 mL 25 mL
5 gram x 100 mL
x= =1,25 gram
100 mL
Jadi, massa Kalium kromat yang ditimbang adalah 1,25 gram
6
g
0, 1 M ×169,87mol×250mL
Massa = =4,21975 gram
1000
7
4.4 Standarisasi Larutan Standar Perak Nitrat 0,1 N
4.4.1 Prosedur Kerja
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi III pembakuan larutan Perak
nitrat dilaksanakan dengan Natrium klorida maka dilaksanakan dengan
menggunakan Natrium klorida 0,1 N. Dipipet larutan NaCl sebanyak 10 mL,
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, lalu ditambahkan indikator kalium kromat 1
mL. Dititrasi dengan AgNO3 sampai larutan berwarna merah kecoklatan. Dicatat
volume AgNO3 yang digunakan. Titrasi diulangi sebanyak dua kali. Dihitung
normalitas rata-rata AgNO3.
V SKEMA KERJA
5.1 Penyiapan Larutan Kalium kromat
8
5.2 Penyiapan Larutan Perak nitrat 0,1 N
9
5.4 Standarisasi Larutan Perak nitrat 0,1 N
Dipipet larutan Natrium klorida sebanyak 10 mL lalu dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer
10
Dicatat volume larutan Perak nitrat yang digunakan
11
6.1.2 Penetapan Kadar Infus NaCl
Larutan Standar AgNO3 yang digunakan : 0,0993 N
Indikator : Kalium kromat 5% b/v
Volume AgNO3 Pengamatan Kesimpulan
- Larutan kuning – larutan merah
coklat
Tercapai titik akhir
0 – 38,5 mL - Tidak ada endapan – endapan
titrasi
putih
12
3. Pembuatan NaCl 0,1 N
NaCl 0,5844 gram
Akuades ad 100 mL
4. Standardisasi AgNO3 0,1 N
NaCl 3 x 10 mL
Indikator Kalium kromat 5% b/v 3 x 1 mL
Volume AgNO3 titrasi 1 10 mL
Volume AgNO3 titrasi 2 10,8 mL
Volume AgNO3 titrasi 3 9,5 mL
5. Penetapan Kadar NaCl dalam Infus
NaCl 3 x 25 mL
Indikator Kalium kromat 5% b/v 3 x 1 mL
Volume AgNO3 titrasi 1 38,5 mL
Volume AgNO3 titrasi 2 38,2 mL
Volume AgNO3 titrasi 3 38,2 mL
13
b 1mmol 1 mmol 1 mmol 1 mmol
s 1 mmol 1 mmol
Jadi mol AgNO3 yang bereaksi adalah 1 mmol
Perhitungan Normalitas AgNO3
Titrasi I (10 mL)
Mol AgNO3
M =
Volume AgNO3
1 mmol
= = 0,1 M
10 mL
14
8,138 x 10-5
=√ = 6,378 x 10-3
3 -1
15
0,22341 gram
Kadar dalam %b/v = x 100 %
25 mL
= 0,8936 %b/v
kadar hitung
Nilai % recovery = kadar x 100 %
sebenarnya
0,8936 %b/v
= x 100 % = 99,29 %
0,9 %b/v
= 0,8867 %b/v
kadar hitung
Nilai % recovery = x 100 %
kadar sebenarnya
0,8867 %b/v
= x 100 % = 98,52 %
0,9 %b/v
16
b 3,79326 3,79326 3,79326 3,79326
s - - 3,79326 3,79326
Mol NaCl = 3,79326 mmol
Massa NaCl = Mol NaCl x BM NaCl
= 3,79326 mmol x 58,44 gram/mol
= 221,678 mg = 0,221678 gram
gram
Kadar dalam %b/v = 0,221678 x 100 %
25 mL
= 0,8867 %b/v
kadar hitung
Nilai % recovery = kadar x 100 %
sebenarnya
0,8867 %b/v
= x 100 % = 98,52 %
0,9 %b/v
= 0,22225 gram
Kadar dalam %b/v rata-rata = Kadar1 + Kadar2 + Kadar3
3
0,8936 %b/v + 0,8867 %b/v + 0,8867 %b/v
=
3
= 0,889 %b/v
Nilai % recovery rata-rata = 99,29 % + 98,52 % + 98,52 %
3
= 99,776 %
Perhitungan nilai standar deviasi dan standar deviasi relatif (massa NaCl)
x xrata-rata (x-xrata-rata) (x-xrata-rata)2
0,22341 gram 0,22225 gram 1,16 x 10-3 1,3456 x 10-6
0,221678 gram 0,22225 gram -5,72 x 10-4 3,27184 x 10-7
0,221678 gram 0,22225 gram -5,72 x 10-4 3,27184 x 10-7
Ʃ(x-xrata-rata)2 = 1,999968 x 10-6
Ʃ(x−xrata−rata)2
Standar deviasi =√
n -1
1,999968 x 10−6
=√ 3 -1
= 9,99992 x 10-4
17
SD
Standar deviasi relative = x 100 %
X rata-rata
9,99992 x 10−4
= x 100 % = 0,4499 %
0,22225
Perhitungan nilai standar deviasi dan standar deviasi relative kadar infus
NaCl
3,168 x 10−5
=√ 3 -1
= 1,584 x 10-5
VII PEMBAHASAN
Penetapan kadar Natrium klorida pada infus NaCl 0,9%b/v dilaksanakan
dengan menggunakan titrasi argentometri. Metode titrasi argentometri adalahh
metode yang dapat digunakan untuk menetapkan kadar senyawa halogenida atau
senyawa yang dapat membentuk endapan bila direaksikan dengan perak nitrat
(Gandjar dan Rohman, 2007). Tujuan dilaksanakanya penetapan kadar Natrium
klorida dalam infus adalah karena infus merupakan sediaan yang digunakan untuk
mengganti cairan tubuh dan penyeimbang elektrolit tubuh (Zanuri dkk., 2012)
sehingga kadar yang terdapat harus sedekat mungkin dengan etiket. Terdapat
beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu metode Mohr, metode Volhard,
metode K. Fajans dan metode Leibig. Berdasarkan bahan yang digunakan dalam
praktikum ini, maka metode yang digunakan adalah metode Mohr karena pada
18
praktikum digunakan perak nitrat sebagai larutan baku dan kalium kromat sebagai
indikator. Dalam metode Mohr adapun yang harus diperhatikan adalah tingkat
keasamaan (pH) agar tetap terjaga pada pH 6-10 karena apabila dilaksanakan
pada kondisi terlalu asam maka endapan yang dihasilkan adalah endapan perak
oksida dan apabila dilaksanakan terlalu basa maka ion kromat akan berikatan
dengan ion hidrogen berlebih membentuk ion dikromat sehingga akan
memerlukan jumlah titran yang lebih banyak dan titik akhir titrasi sulit untuk
ditentukan. Sebelum menetapkan kadar Natrium klorida terlebih dahulu
dipersiapkan beberapa larutan seperti larutan AgNO3 0,1 N sebagai larutan baku
(titran) dalam titrasi, NaCl 0,1 N sebagai titrat dalam proses standardisasi AgNO3
dan indikator kalium kromat 5% b/v, dan standarisasi larutan AgNO3.
Tahapan selanjutnya sebelum melakukan penetapan kadar infus NaCl
dilakukan standarisasi AgNO3 terlebih dahulu dengan menggunakan NaCl 0,1 N.
Tujuan dilakukannya standarisasi AgNO3 adalah untuk memperoleh normalitas
larutan AgNO3. Dikarenakan sifat dari AgNO3 yang tidak stabil akibat terpapar
dari cahaya sehingga memiliki konsentrasi yang dapat berubah-ubah dan dapat
berubah warna karena terkena cahaya maka dari itu perlu dilakukan standarisasi
AgNO3 (Depkes RI, 1995). Standarisasi dilakukan dengan mengambil 10 mL
larutan 0,1 N yang ditambahkan dengan 1 mL indikator kalium kromat 5% b/v
yang kemudian dititrasi dengan AgNO3 yang mengubah warna larutan dari bening
menjadi berwarna kuning. Pada standarisasi AgNO3 tiik akhir ditandai dengan
perubahan warna larutan menjadi merah kecoklatan dan terbentuknya endapan
berwarna putih. Tujuan pengunaan kalium kromat pada strandarisasi AgNO3
dikarenakan larutan memiliki suasana yang cenderung netral sehingga dapat
digunakan indikator tersebut. Reaksi awal yang terjadi yaitu Cl- akan bereaksi
terlebih dahulu dengan AgNO3 dan reaksi yang terbentuk sebagai berikut:
Ag+(aq) + Cl-(aq) ↔ AgCl(s)
Pada titik akhir titrasi akan terjadi reaksi antara AgNO3 dengan indikator dan
reaksi yang terbentuk sebagai berikut:
19
Mula-mula ion Ag+ akan bereaksi dengan NaCl dan akan membentuk
endapan AgCl berwarna putih. Setelah ion Cl- dalan NaCl bereaksi dengan
sepenuhnya dengan ion Ag+ selanjutnya akan bereaksi dengan indikator CrO42-
dari K2CrO4 yang ditandai dengan perubahan warna endapan dari putih menjadi
merah serta perubahan warna pada larutan dari kuning menjadi merah kecoklatan.
Perubahan warna larutan mendakan tercapainya titik ekivalen. Berdasarkan hasil
terseput sesuai dengan prinsip dari Metode Mohr yaitu terbentuknya endapan II
yang berbeda warna dengan endapan I.
Pada standarisai perlu diperhatikan pH agar dalam suasan netral atau
sedikit alkakis. Jika keadaan pH terlalu tinggi maka akan terbentuk endapan
AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O yang menyebabkan banyaknya
penggunaan titran. Sedangakan jika suasana terlalu rendah atau terlalu asam maka
akan menyebabkan konsentrasi dari indikator akan menurun sehingga
menyebabkan sulitnya penentuan titik akhir titrasi serta penggunaan tirtan yang
banyak. Selain pH yang diperhatikan pada titrasi agentometri menggunakan
Metode Mohr juga haus dilakukan penggojogan yang baik agar Ag+ teroksidasi
menjadi AgO, sedangkan jika tidak dilakukan penggojogan dengan baik maka
Ag+ tidak akan teroksidasi dengan baik sehingga menyebabkan indikator akan
mengendapan sebelum tercapainya titik ekivalen dan tidak akan tercapai titik
akhit titrasi. Pada titrasi untuk standarisasi akan terbentuk endapan peak klorida
yang disebabkan hasil kali ion dari kelarutan AgCl lebih besar dibandingkan
dengan Ksp AgCl tersebut.
Proses standarisasi AgNO3 dilakukan sebanyak 3 kali yang bertujuan
untuk pengetahui persisi dan validnya suatu metode. Diperoleh volume AgNO3
yang digunakan yaitu sebanyak 10 mL; 10,8 mL: 9,5 mL dan diperoleh normalitas
0,1 N; 0,0926 N; 0,1053 N. Sehingga diperoleh normalitas rata-rata yaitu 0,0993
N, hasil tersebut berbeda dengan normalitas awal NaCl yaitu sebesar 0,1 N.Hal
tersebut dapat terjadi dikarenakan kesalahan dari praktikan pada saat pembuatan
larutan dan juga dapat terjadi karena larutan yang telah berisi indikator kalium
kromat didiamkan terlalu lama sehingga kalium kromat bereaksi dahulu dengan
NaCl. Nilai standar deviasi yang diperoleh yaitu 6,378x10-3 dan standar deviasi
20
relatif yang diperoleh yaitu sebesar 6,423% sehingga nilai standar deviasi berada
diatas 2% maka validasi metode presisi yang digunakan belum valid.
Penetapan kadar infus natrium klorida (NaCl) dilakukan dengan
menggunakan titrasi argentometri. Titrasi argentometri merupakan metode umum
untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk
endapan dengan AgNO3 (perak nitrat) pada suasana tertentu. Metode
argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada argentometri
memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau disebut dengan
endapan (Gandjar dan Rohman, 2007).
Dalam praktikum ini, metode penetapakan kadar sampel, berupa infus
natrium klorida 0,9% b/v, dengan titrasi argentometri dilakukan dengan
menerapkan metode Mohr. Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan
kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat
dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan
titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekivalen, maka
penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat yng berwarna
merah. Metode Mohr menggunakan titrasi langsung sebagai penerapannnya.
(Gandjar dan Rohman 2007) mekanisme pembentukan warna merah berawalnya
terbentuk endapan berwarna putih yang merupakan perak klorida (AgCl).
Terbentuknya endapan perak klorida (AgCl) pada titrasi ini dikarenakan hasil kali
konsentrasi ion dari perak klorida (AgCl) lebih besar daripada hasil kali kelarutan
perak klorida (Ksp AgCl). Titik akhir titrasi terjadi saat seluruh ion klorida (Cl-)
telah bereaksi dengan perak nitrat (AgNO3) dan kelebihan perak nitrat (AgNO3)
akan bereaksi dengan ion kromat (CrO42-) dari indikator (Basset, dkk., 1994).
Reaksi pembentukan endapan dapat dilihat dalam reaksi berikut.
Ag+ + Cl- → AgCl ↓ (putih)
21
digunakan sebagai pembanding. Untuk menentukan kebenaran dari kedua titrasi,
maka dilakukan titrasi ketiga yang digunakan sebagai pengoreksi. Berdasarkan
data pengamatan, diperoleh volume larutan perak nitrat (AgNO3) yang digunakan
untuk mencapai titik akhir titrasi berturut-turut dari titrasi I ke titrasi III sebesar
38,5 mL; 38,2 mL; dan 38,2 mL. Kosentrasi dari natrium klorida (NaCl) yang
diperoleh yaitu 0,8936 %b/v; 0,8867 %b/v; dan 0,8867 %b/v. Diperoleh
kosentrasi natrium klorida (NaCl) rata-rata sebesar 0,889 %b/v. Nilai simpangan
deviasi (SD) yang diperoleh adalah 1,548×10-5 atau 0,00001548, sehingga kadar
infus natrium klorida 0,9% b/v yang diperoleh adalah 0,889±0,00001548 %b/v
dan nilai simpangan deviasi relatif (RSD) yang diperoleh adalah sebesar
0,001781%. Sementara itu bedasarkan perhitungan, didapat rata-rata dari %
perolehan kembali sebesar 98,776%.
Infus natrium klorida mengandung natrium klorida, NaCl, tidak kurang
dari 0,85%dan tidak lebih dari 0,95%. (Depkes RI, 1979). Nilai kosentrasi yang
didapat masih berada dalam rentang kosentrasi yang diperbolehkan, senghingga
infus dikategorikan layak dan aman digunakan. Nilai standar deviasi relatif
sebesar 0,001781% mengindikasikan bahwa data yang digunakan adalah valid
karena berada dibawah 2%. Persentase perolehan kembali yang didapatkan cukup
besar yakni yaitu 98,776%. Bedasarkan nilai perolehan kembali tersebut, dapat
dinyatakan bahwa metode yang digunakan memiliki tingkat akurasi yang baik
karena berada pada rentang 98 – 102%.
VIII PENUTUP
8.1. Simpulan
Berdasarkan pembahasan, adapun yang dapat disimpulkan dalam
praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Kadar Natrium klorida rata-rata dalam infus 0,9%b/v adalah massa
0,22225 gram atau dalam kadar %b/v 0,889 %b/v. Berdasarkan
perhitungan diperoleh nilai RSD dari massa NaCl adalah 0,4499% dan
nilai RSD dari kadar %b/v adalah 0,001781% serta nilai %recovery rata-
rata adalah 99,776%.
22
2. Normalitas rata-rata AgNO3 yang diperoleh 0,0993 N dengan SD 6,378 x
10-3 dan RSD 6,423%. Nilai RSD yang diperoleh lebih besar dari 2%, dan
presisi dalam penentuan normalitas AgNO3 belum valid.
3. Metode titrasi argentometri adalah metode untuk menetapkan kadar suatu
sampel yang berupa halogenida atau senyawa yang dapat membentuk
endapan bila direaksikan dengan perak nitrat dan menggunakan suatu
indikator tertentu untuk menentukan titik akhir titrasi.
8.2. Saran
Berdasarkan pembahasan, adapun saran yang dapat disampaikan dalam
praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Kepada praktikan, diharapkan agar lebih teliti dan lebih berhati-hati
sehingga diperoleh titik akhir titrasi yang mendekati titik ekuivalen.
2. Kepada praktikan, diharapkan agar lebih teliti untuk memperhatikan
perubahan warna endapan dan warna larutan ketika mencapai titik akhir
titrasi.
23
DAFTAR PUSTAKA
Cairns, D. 2009. Intisari Kimia Farmasi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal:
143.
Susanti, S., Jeanny Wunas. 1997. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. Makassar:
UNHAS.
24
LAMPIRAN GAMBAR
25