Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“BUKTI AUDIT”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Auditing1

Disusun Oleh:

Nama : Meltia

NIM : 211000510014

Dosen Pengampu:

Alinursal Noer, SE.MM

Progam Studi Akuntansi

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS EKASAKTI

Tahun Ajaran 2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karuniaNya kepada penulis sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “BUKTI AUDIT meskipun terdapat sedikit
hambatan yang saya alami dalam proses pengerjaannya akan tetapi kami
berhasil menyelesaikan makalah ini dengan cukup baik dan dan dengan waktu
yang cukup singkat.
Saya berharap ringkasan materi kuliah ini dapat menambah wawasan kita
dalam mengkaji materi ini lebih dalam lagi dan memberikan manfaat dan
tambahan literatur bagi penggunanya dalam kegiatan proses belajar mengajar di
Prodi Magister Akuntansi.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan ringkasan materi kuliah ini. Kritik dan saran yang
bersifat konstruktif dari semua pihak tentunya saya harapkan untuk peningkatan
kualitas tugas kuliah saya selanjutnya.

Padang, 15 November 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Cover
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...........................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
A. Pengertian Bukti Audit..............................................................................3
B. Jenis Bukti-bukti Audit..............................................................................3
C. Bahan Bukti Audit.....................................................................................6
D. Persuasivitas Bukti Audit..........................................................................7
E. Studi Kasus..............................................................................................10
BAB III PENUTUP...............................................................................................14
A. Kesimpulan..............................................................................................14
B. Saran........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang
kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat
kesesuaian antara pernyataan-pernyataan dengan kriteria yang telah ditetapkan
serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Audit
merupakan jasa profesi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik dan
dilaksanakan oleh seorang auditor yang sifatnya sebagai jasa pelayanan.
Seorang akuntan publik dalam melakukan audit atas laporan keuangan tidak
semata-mata bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan jaga untuk pihak
lain yang berkepentingan dalam laporan keuangan lainnya (Mulyadi, 2002).
Fondasi dari setiap audit adalah bukti yang dikumpulkan dan dievaluasi
oleh auditor. Bukti audit adalah setiap informasi yang digunakan oleh auditor
untuk menentukan apakah informasi yang sedang diaudit tersebut telah
disajikan sesuai dengan kriteria yang ada. Oleh sebab itu, auditor harus
memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mengumpulkan dan
mengevaluasi bukti yang cukup dan tepat pada setiap audit guna memenuhi
persyaratan standar profesi. Dengan begitu, kesimpulan yang diambil tidak
akan menyesatkan bagi pihak pemakai dan juga untuk menghindar dari
tuntutan pihak-pihak yang berkepentingan di masa yang akan datang apabila
pendapat yang diberikannya tidak sesuai.
Menurut Arens, dkk yang diterjemahkan oleh tim Dejacarta (2003:17),
Auditor harus memiliki kualifikasi tertentu dalam memahami kriteria yang
digunakan serta harus kompeten (memiliki kecakapan) agar mengetahui tipe
dan banyaknya bukti audit yang harus dikumpulkan untuk mencapai
kesimpulan yang tepat setelah bukti-bukti audit tersebut selesai diuji. Seorang
auditor pun harus memiliki sikap mental yang independen. Kompetensi yang
dimiliki seseorang dalam melaksanakan proses audit hanya bernilai sedikit saja
jika ia tidak memilki sikap objektif pada saat pengumpulan dan pengevaluasian
bukti-bukti audit ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bukti audit?
2. Apa saja jenis-jenis bukti audit?
3. Apa saja bahan bukti audit dan persuasivitas bukti audit?
C. Tujuan
1. Untuk mengkaji apa yang dimaksud dengan bukti audit
2. Untuk mengkaji apa saja jenis-jenis bukti audit?
3. Untuk mengkaji apa saja bahan bukti audit dan persuasivitas bukti audit
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bukti Audit


Menurut Mulyadi (2002:74), bukti audit adalah segala informasi yang
mendukung angka-angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan
keuangan yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar yang layak untuk
menyatakan pendapatnya. Menurut Agung Darono dan Febrian (2018:7)
menyatakan bahwa: “Bukti audit adalah segala bentuk informasi yang
mendukung laporan atau situasi organisasi yang sedang menjadi objek audit.
Bukti audit dapat berupa data akuntansi, dokumentasi, bukti fisik, hasil
perhitungan ulang, ataupun hasil prosedur analisis”.
Hery (2015:51) menyatakan bukti audit adalah informasi yang akan
digunakan oleh seorang auditor untuk menentukan kesesuaian antara yang
diaudit dengan kriteria tertentu yang telah ditetapkan. Adapun menurut Rida
Perwita (2019:100) bukti audit merupakan informasi yang dikumpulkan dan
digunakan untuk mendukung temuan audit baik berupa bukti fisik, bukti
dokumenter, bukti kesaksian dan bukti analitis. Berdasarkan ketiga pengertian
di atas, dapat disimpulkan bahwa bukti audit adalah informasi yang diperlukan
oleh seorang auditor guna mendukung proses pengauditannya baik berupa
bentuk fisik, dokumenter, kesaksian maupun analitis

B. Jenis Bukti-bukti Audit


Menurut Arens, dkk yang diterjemaahkan oleh tim Dejacarta (2003:251)
mengatakan bahwa dalam memutuskan audit prosedur yang mana yang akan
digunakan, terdapat beberapa jenis bukti-bukti audit yang dapat dipilih oleh
auditor, antara lain:
1. Pengujian Fisik (Physical Examination)
Pengujian fisik adalah inspeksi atau perhitungan yang dilakukan oleh
auditor atas aktiva yang berwujud (tangible assets). Jenis bukti ini sering
berkaitan dengan persediaan dan kas tetapi dapat pula diterapkan untuk
berbagai verifikasi atas surat berharga, surat piutang serta aktiva tetap
yang berwujud.
2. Konfirmasi (Confirmation)
Konfirmasi menggambarkan penerimaan tanggapan baik secra tertulis
maupun lisan dari pihak ketiga yang independen yang memverifikasikan
keakuratan informasi sebagaimana yang diminta oleh auditor. Permintaan
ini ditunjukan bagi klien, klien meminta pihak ketiga yang independen
untuk memberikan tanggapannya secara langsung kepada auditor. Karena
konfirmasi ini datang dari berbagai sumber yang independen untuk klien,
maka jenis bukti audit ini sangatlah dihargai dan merupakan jenis bukti
yang paling sering digunakan. Konfirmasi diidentifikasikan menjadi dua
jenis yaitu: (1) konfirmasi positif, konfirmasi yang membutuhkan jawaban
dalam situasi apapun, (2) konfirmasi negatif, konfirmasi yang dijawab
hanya jika terdapat perbedaan saldo.
3. Dokumentasi (Documentation)
Dokumentasi adalah pengujian auditor atas berbagai dokumen dan catatan
klien untuk mendukung informasi yang terjadi atau seharusnya terjadi
dalam laporan keuangan. Dokumen secara sederhana dapat
diklasifikasikan sebagai dokumen internal dan dokumen eksternal.
Dokumen internal adalah dokumen yang dipersiapkan dan dipergunakan
dalam organisasi klien sendiri serta tidak pernah disampaikan kepada
pihak-pihak di luar organisasi seperti pelanggan atau pemasok klien.
Contoh dari dokumen ini adalah salinan faktur penjualan, laporan waktu
kerja karyawan, serta laporan penerimaan persediaan. Dokumen eksternal
adalah dokumen yang pernah berada dalam genggaman seseorang di luar
organisasi yang mewakili pihak yang menjadi klien dalam melakukan
transaksi tetapi dokumen tersebut saat ini berada di tangan klien atau
dengan segera dapat diakses oleh klien. Contoh dokumen eksternal adalah
faktur-faktur dari pemasok, surat utang yang dibatalkan serta polis-polis
asuransi.

4. Prosedur Analitis (Analytical Procedures)


Prosedur analitis merupakan cara yang digunakan auditor untuk
memperoleh bukti dengan menggunakan perbandingan data non keuangan
dengan data keuangan. Contoh atas hal ini adalah perbandingan persentase
antara laba kotor yang diperoleh selama tahun berjalan terhadap laba kotor
yang diperoleh tahun sebelumnya. Prosedur analitis digunakan secara luas
dalam praktek dan penggunaan prosedur tersebut telah meningkat dengan
tersedianya komputer untuk melakukan perhitungan. Dewan Standar Audit
telah menyimpulkan bahwa prosedur analitis adalah begitu penting
sehingga mereka dibutuhkan selama fase perencanaan dan penyelesaian
atas semua audit.
5. Wawancara Kepada Klien (Inquires of The Client)
Wawancara adalah upaya untuk memperoleh informasi baik secara lisan
maupun tertulis dari klien sebagai tanggapan atas berbagai pertanyaan
yang diajukan oleh auditor. Walaupun banyak bukti dari klien berasal dari
hasil wawancara ini, bukti tersebut tidak dapat dinyatakan sebagai bukti
yang meyakinkan karena tidak diperoleh dari sumber yang independen dan
barangkali cenderung mendukung pihak klien. Oleh karena itu, saat
auditor memperoleh bukti dari hasil wawancara ini, maka pada umumnya
merupakan suatu keharusan bagi auditor untuk memperoleh bukti audit
lainnya yang lebih meyakinkan melalui berbagai prosedur lainnya.
6. Hitung Uji (Reperformance)
Hitung uji melibatkan pengujian kembali berbagai perhitungan dan
transfer informasi yang dibuat oleh klien pada suatu periode yang berada
dalam periode audit pada sejumlah sampel yang diambil auditor.
Pengujian kembali atas berbagi perhitungan ini terdiri dari pengujian atas
keakuratan aritmatis klien. Hal ini mencakup sejumlah prosedur seperti
pengujian perkalian dalam faktur-faktur penjualan dan persediaan,
penjualan dalam jurnal-jurnal dan catatan-catatan pendukung serta
menguji perhitungan atas beban depresiasi dan beban di bayar di muka.
Pengujian kembali atas berbagi transfer informasi mencakup
penelusuran nilai-nilai untuk memperoleh keyakinan bahwa pada saat
informasi tersebut dicantumkan pada lebih dari satu tempat, maka
informasi tersebut selalu dicatat dalam nilai yang sama pada setiap saat.
7. Observasi (Observation)
Observasi adalah penggunaan indera perasa untuk menilai aktivitas-
aktivitas tertentu. Sepanjang proses audit, terdapat banyak kesempatan
bagi auditor untuk mempergunakan indera penglihatan, pendengaran,
perasa dan penciumannya dalam mengevaluasi berbagi item yang sangat
beraneka ragam.
C. Bahan Bukti Audit
Bukti audit yang mendukung laporan keuangan adalah terdiri dari data
akuntansi dan semua informasi penguat (corroborating information) yang
tersedia bagi auditor.
1. Data Akuntansi
Salah satu tipe bukti audit adalah data akuntansi. Jurnal, buku besar dan
buku pembantu serta buku pedoman akuntansi, memorandum dan catatan
tidak resmi seperti kertas kerja (worksheet) yang mendukung alokasi
biaya, perhitungan dan rekonsiliasi secara keseluruhan merupakan bukti
yang mendukung laporan keuangan.
2. Informasi Penguat
Tipe bukti audit lain yang dikumpulkan oleh auditor sebagai dasar
pernyataan pendapatnya atas laporan keuangan adalah informasi penguat.
Informasi penguat meliputi segala dokumen seperti cek, faktur, surat
kontrak, notulen apat, konfirmasi dan pernyataan tertulis dari pihak yang
mnegetahui, informasi yang diperoleh auditor melalui permintaan
keterangan, pengamatan, inspeksi dan pemeriksaan fisik, serta informasi
lain yang dikembangkan oleh atau tersedia bagi auditor yang
memungkinkannya untuk menarik kesimpulan berdasarkan alasan yang
kuat.
D. Persuasivitas Bukti Audit
Dalam Standar pekerjaan Lapangan ketiga seperti yang telah dikeluarkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia, mewajibkan auditor untuk mengumpulkan
bukti audit yang kompeten untuk mendukung opini yang akan diterbitkan.
Disebabkan oleh sifat bukti audit serta pertimbangan biaya untuk
melaksanakan suatu audit maka tidaklah mungkin bagi auditor untuk
memperoleh keyakinan mutlak bahwa opini yag dipilihnya sudah benar. Dua
penentu persuasifitas bukti audit adalah kompetensi dan kecukupan yang
langsung diambil dari standar pekerjaan lapangan ketiga.
1. Kompetensi
Kompetensi bukti pemeriksaan dimaksudkan sebagai suatu tingkat dimana
bukti-bukti yang diperoleh dapat dipercaya. Jika bukti-bukti yang
diperoleh dipertimbangkan sangat kompeten, maka hal ini akan sangat
membantu auditor dalam menentukan bahwa laporan keuangan yang
diperiksanya telah disajikan secara wajar.
Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti-bukti pemeriksaan bergantung
kepada beberapa faktor. Pertimbangan- pertimbangan yang telah dilakukan
secara luas dalam pemeriksaan antara lain adalah:
a. Relevan (Relevance)
Bukti yang diperoleh haruslah berhubungan dengan tujuan auditor.
Jika tujuan auditor adalah untuk menentukan keberadaan (existence)
suatu persediaan, auditor dapat memperoleh bukti dengan mengadakan
observasi secara langsung terhadap persediaan tersebut tetapi, bukti
tersebut bisa tidak relevan dalam hal menentukan apakah persediaan
tersebut milik klien atau dalam hal penilaiannya. Jadi dalam hal ini,
suatu bukti mungkin relevan dalam suatu tujuan audit, tetapi tidak
relevan dalam tujuan audit yang lain.
b. Sumber Perolehan (Source)
Secara garis besarnya sumber-sumber informasi yang dapat
mempengaruhi kompetensi bukti yang diperoleh adalah sebagai
berikut:

1) Apabila bukti yang diperoleh berasal dari sumber yang independen


di luar perusahaan bukti tersebut dapat memberikan jaminan yang
keandalan yang lebih besar dibandingkan dengan bukti yang
diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri.
2) Semakin effektif struktur pengendalian intern perusahaan, semakin
besar jaminan yang diberikan mengenai keandalan data akuntansi
dan laporan keuangan.
3) Pengetahuan auditor secara pribadi dan secara langsung yang
diperoleh melalui pemeriksaan fisik, pengamatan, perhitungan, dan
inspeksi lebih bersifat meyakinkan dibandingkan dengan informasi
yang diperoleh secara tidak langsung.
c. Ketepatan Waktu (Timeliness)
Ketepatan waktu berhubungan dengan tanggal pada waktu bukti itu
terjadi. Ketepatan waktu ini penting terutama dalam melakukan
penilaian terhadap aktiva lancar, hutang lancar, dan yang berhubungan
dengan saldo-saldo daftar rugi laba. Untuk perkiraan-perkiraan ini
auditor mencari bukti apakah klien telah melakukan cutoff yang tepat
terhadap transaksi kas, penjualan dan pembelian pada tanggal
dilaporkan. Hal ini memungkinkan apabila auditor melakukan
prosedur audit menjelang atau pada tanggal tersebut. Jadi dalam hal ini
bukti yang diperoleh dari perhitungan fisik pada tanggal neraca akan
menghasilkan bukti perhitungan yang lebih baik dibandingkan
perhitungan yang dilakukan sesudah waktu tersebut.
d. Objektifitas (Objetivity)
Bukti yang bersifat objektif umummya lebih dapat dipercaya.
Misalnya, bukti yang diperoleh dari pihak luar perusahaan yang
independen akan lebih objektif daripada bukti yang semata-mata
diperoleh dari klien itu sendiri. Dalam menilai objektifitas suatu bukti,
perlu juga penilaian mengenai kualifikasi personal yang menyediakan
bukti tersebut. Sesuai dengan standar pekerjaan lapangan, audit yang
dilakukan auditor independen bertujuan untuk memperoleh bukti
audit kompeten yang cukup untuk dipakai sebagai dasar yang
memadai dalam merumuskan pendapatnya. Kompetensi data akuntansi
yang mendasari dan informasi yang menguatkan, secara langsung
berhungan dengan efektifnya internal kontrol klien.
2. Kecukupan
Jumlah bukti yang diperoleh menentukan cukup tidaknya (sufficiency)
bukti tersebut. Jumlah ini diukur melalui ukuran sampel yang diambil oleh
auditor. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertimbangan
auditor mengenai cukup tidaknya suatu bukti yang diperlukan, antara lain:
a. Tingkat Materialitas dan Risiko Secara umum,
Bukti yang diperlukan bagi perkiraan- perkiraan yang materiil terhadap
laporan keuangan akan lebih banyak dibandingkan bagi perkiraan-
perkiraan yang kurang atau tidak materiil. Jadi, dalam melakukan
pemeriksaan terhadap perusahaan industri, jumlah bukti yang
diperlukan untuk mendukung pemeriksaan persediaan akan lebih besar
dibandingkan dengan jumlah yang diperlukan dalam pemeriksaan
biaya yang dibayar dimuka. Demikian juga sama halnya perkiraan-
perkiraan yang kelihatannya diragukan akan memerlukan bukti yang
lebih banyak dibandingkan dengan perkiraan-perkiraan yang
kelihatannya benar.
b. Faktor-faktor Ekonomi
Auditor bekerja dalam batas-batas pertimbangan ekonomis, jangka
waktu yang pantas, dan dengan biaya yang wajar dalam memperoleh
bukti-bukti yang diperlukan. Dalam hal ini auditor harns memutuskan
dengan menggunakan pertimbangan profesionalnya apakah bukti audit
yang tersedia dengan batasan waktu dan biaya cukup memadai untuk
mendukung pernyataan pendapatnya. Sebagai pegangan, harus terdapat
hubungan yang rasional antara biaya untuk mendapatkan bukti dengan
manfaat informasi yang diperoleh. Masalah kesulitan dan biaya
pengujian suatu perkiraan bukan merupakan dasar yang sah untuk
menghilangkan pengujian tersebut dalam proses audit.
c. Ukuran dan Karakteristik Populasi
Ukuran populasi dimaksudkan sebagai jumlah item-item yang terdapat
pada populasi tersebut, seperti jumlah transaksi penjualan dalam
jumlah penjualan, jumlah perkiraan langganan di dalam buku besar
piutang. Umumnya, semakin besar populasi, semakin besar pula
jumlah bukti yang diperlukan untuk mendapatkan dasar yang masuk
akal untuk mencapai kesimpulan tentang populasi itu.

E. Studi Kasus

BUKTI AUDIT DAN PENGUJIAN SUBTANTIF TERHADAP


PIUTANG USAHA AUDIT IT BANK INDONESIA TAHUN 2008

a. Deskripsi singkat
Kasus audit BI atas aliran dana YPPI merupakan salah satu kasus
keuangan paling kontroversial pada tahun 2008, yang melibatkan
serentetan nama anggota dewan gubernur BI dan anggota DPR terkemuka.
Kasus ini bermula pada bulan Maret 2005, Tim Audit BPK di BI
menemukan adanya asset/tanah BI yang digunakan oleh YLPPI.
Berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut oleh Kantor Akuntan Publik
Muhammad Thoha atas perbandingan kekayaan YLPPI per 31 Desember
2003 dengan posisi keuangannya per Juni 2003, diketahui adanya
penurunan nilai asset sebesar Rp 93 miliar.

b. Kronologis
1) Pada bulan Maret 2005, Tim Audit BPK menemukan bahwa terdapat
aset/tanah yang digunakan oleh YLPPI. BI juga menyediakan modal
awal YLPPI, memberikan bantuan biaya operasionalnya serta
mengawasi manajemennya.
2) Berkaitan dengan dibuatnya peraturan tahun 1993 tentang penggunana
asset/tanah oleh YLPPI serta hubungan terafiliasi antara YLPPI
dengan BI, maka Tim Audit BPK meminta laporan keuangannya agar
dapat diungkapkan dalam Laporan Keuangan BI.
3) Dari perbandingan kekayaan YLPPI per 31 Desember 2003 dengan
posisi keuangannya per Juni 2003, diketahui adanya penurunan nilai
aset sebesar Rp 93 miliar (Informasi mengenai kekayaan YPPI per 31
Desember 2003 ini diperoleh dari Laporan Keuangannya yang diaudit
oleh Kantor Akuntan Publik Mohammad Toha).
4) Mei 2005: Tim Audit BPK melaporkan kasus Aliran Dana YPPI
kepada Ketua BPK, Anwar Nasution.
5) Juni 2005-Oktober 2006: Tim Audit BPK melakukan pendalaman
kasus dengan menetapkan sendiri metode, teknik, objek pengungkapan
kasus, analisis, serta penetapan opini pemeriksaan.
c. Temuan Penyimpangan
1) Manipulasi pembukuan, baik buku YPPI maupun buku Bank
Indonesia. Pada saat perubahan status YPPI dari UU Yayasan Lama
ke UU No 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, kekayaan dalam
pembukuan YPPI berkurang Rp 100 miliar. Jumlah Rp 100 miliar ini
lebih besar dari penurunan nilai aset YPPI yang diduga semula sebesar
Rp 93 miliar. Sebaliknya, pengeluaran dana YPPI sebesar Rp 100
miliar tersebut tidak tercatat pada pembukuan BI sebagai penerimaan
atau utang.
2) Menghindari Peraturan Pengenalan Nasabah Bank serta UU tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang. Dimana dana tersebut dipindahkan
dulu dari rekening YPPI di berbagai bank komersil, ke rekening yang
terdapat BI, baru kemudian ditarik keseluruhan secara tunai.
3) Penarikan dan penggunaan dana YPPI untuk tujuan berbeda dengan
tujuan pendirian yayasan semula. Ini bertentangan dengan UU
Yayasan, dan putusan RDG tanggal 22 Juli 2003 yang menyebutkan
bahwa dana YPPI digunakan untuk pembiayaan kegiatan sosial
kemasyarakatan.
Penggunaan dana Rp 31,5 miliar yang diduga untuk menyuap oknum
anggota DPR. Sisanya, Rp 68,5 miliar disalurkan langsung kepada
individu mantan pejabat BI, atau melalui perantaranya. Diduga, dana
ini digunakan untuk menyuap oknum penegak hukum untuk
menangani masalah hukum atas lima orang mantan Anggota Dewan
Direksi/ Dewan Gubernur BI. Padahal, kelimanya sudah mendapat
bantuan hukum dari sumber resmi anggaran BI sendiri sebesar Rp
27,7 miliar. Bantuan hukum secara resmi itu disalurkankepada para
pengacara masing-masing. Dan dana Rp 68,5 miliar.

d. Dasar Pengambilan Dana YPPI


1) Keputusan Rapat Dewan Gubernur BI (RDG) tanggal 3 Juni 2003
menetapkan agar Dewan Pengawas YLPPI menyediakan dana sebesar
Rp 100 milar untuk keperluan insidentil dan mendesak di BI.
2) Salah satu dari dua RDG yang dilakukan tanggal 22 Juli 2003 adalah
menetapkan pembentukan Panitia Pengembangan Sosial
kemasyarakatan (PPSK) untuk melakukan “penarikan, penggunaan
dan penatausahaan” dana yang diambil dari YPPi tersebut.PPSK
dibentuk untuk melakukan berbagai kegiatan dalam rangka membina
hubungan sosial kemayarakatan.
3) RDG yang kedua dilakukan pada tanggal 22 Juli 2003 menetapkan
agar BI mengganti atau mengembalikan dana Rp 100 miliar yang
diambilnya dari YPPI.

Pengujian subtantif tentang piutang

a. Prosedur Audit Awal


Dalam prosedur audit awal, auditor membuktikan keandalan catatan
akuntansi piutang usaha yang diselenggarakan oleh klien, dengan cara
mengusut saldo piutang usaha yang dicantumkan di neraca ke dalam akun
piutang usaha yang diselenggarakan di dalam buku besar, membuktikan
ketelitian penghitungan saldo akun piutang usaha di dalam buku besar, dan
membuktikan sumber pendebitan dan pengkreditan akun piutang usaha di
dalam buku besar ke dalam jurnal penjualan keluar dan jurnal retur
penjualan, dan jurnal umum.
b. Prosedur Analitis
Dalam prosedur analitis, auditor menghitung berbagai ratio: tingkat
perputaran piutang usaha, ratio piutang usaha dengan aktiva lancar, rate of
return on net sales, ratio kerugian piutang usaha dengan pendapatan
penjualan bersih, ratio kerugian piutang usaha dengan piutang usaha yang
sesungguhnya tidak tertagih.

c. Pengujian terhadap rincian transaksi


Dalam pengujian atas rincian transaksi, auditor melaksanakan prosedur
audit berikut ini:
1) Memeriksa sampel transaksi piutang usaha yang tercatat ke dokumen
yang mendukung timbulnya piutang usaha
2) Melakukan pengujian pisah batas (cut off) transaksi penjualan, retur
penjualan, dan transaksi penerimaan kas.
d. Pengujian rincian saldo
Dalam pengujian rincian saldo, auditor melakukan konfirmasi piutang
usaha secara langsung antara pelanggan dan auditor.
e. Prosedur Penyajian dan pengungkapan
Dalam prosedur penyajian dan pengungkapan, auditor membandingkan
penyajian laporan dengan prinsip akuntansi berterima umum (GAAP).
Informasi mengenai hal ini diperoleh auditor dengan cara :
1) Memeriksa klasifikasi piutang usaha di neraca ke dalam kelompok
aktiva lancar dan aktiva tidak lancar
2) Memeriksa jawaban konfirmasi bank
3) Memeriksa klasifikasi piutang ke dalam kelompok piutang usaha dan
piutang non usaha
4) Memberikan kecukupan pengungkapan dan akuntansi untuk piutang
antar pihak yang memiliki hubungan istimewa, piutang yang
digadaikan atau dibebankan.
5) Memeriksa surat representasi klien mengenai piutang.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Mulyadi (2002:74), bukti audit adalah segala informasi yang
mendukung angka-angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan
yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar yang layak untuk menyatakan
pendapatnya. Menurut Arens, dkk yang diterjemaahkan oleh tim Dejacarta
(2003:251) mengatakan bahwa dalam memutuskan audit prosedur yang mana yang
akan digunakan, terdapat beberapa jenis bukti-bukti audit yang dapat dipilih oleh
auditor, antara lain: Pengujian fisik, konfirmasi, dokumentasi, prosedur analitis,
wawancara kepada klien, hitung uji, dan observasi.
Bukti audit yang mendukung laporan keuangan adalah terdiri dari data
akuntansi dan semua informasi penguat (corroborating information) yang tersedia
bagi auditor. Dalam Standar pekerjaan Lapangan ketiga seperti yang telah
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, mewajibkan auditor untuk
mengumpulkan bukti audit yang kompeten untuk mendukung opini yang akan
diterbitkan. Dua penentu persuasifitas bukti audit adalah kompetensi dan kecukupan
yang langsung diambil dari standar pekerjaan lapangan ketiga.

B. Saran
Adapun saran penulis sehubungan dengan pembahasan makalah ini, kepada
rekan-rekan mahasiswa agar lebih meningkatkan, menggali dan mengkaji lebih dalam
tentang pemahaman bukti audit.

Anda mungkin juga menyukai