net/publication/366465696
SCHISTOSOMIASIS
CITATIONS READS
0 2,925
3 authors:
Trisha Triyono
Sam Ratulangi University
3 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Meysye Mendila on 21 December 2022.
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas atas berkat dan tuntunanNya
sehingga kami boleh menyelesaikan penyusunan mini skripsi ini dengan tepat
waktu. Penyusunan mini skripsi dengan materi yang berjudul “Schistosomiasis”
yang disusun untuk pemenuhan mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular.
Dalam penyusunan mini skripsi ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada
pihak yang telah terlibat dan mendukung bahkan membimbing dalam penyusunan
ini, yaitu :
Dengan kerendahan hati kami sebagai penyusun mini skripsi ini ingin
berterimakasih dan memohon maaf kepada para pembaca jika ada kesalahan dalam
proses penyusunan mini skripsi ini.
Kami sebagai penulis juga sangat berharap dan terbuka pada kritik maupun saran
sebagai bagian dari revisi mini skripsi mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular.
Penulis,
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.3 Epidemiologi
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
2.2 Epidemiologi
Diketahui bahwa ada dua suku geografis yaitu suku Thai, suku
Malaysia dan suku Sulawesi. Terdapat perbedaan antara strain-strain
tersebut, yaitu pada inang keong yang sesuai. Di Indonesia, di pulau
Sulawesi keadaan endemisitas tinggi berada di kawasan Danau Lindu. Pada
tahun 1971, analisis tinja mengungkapkan infeksi Schistosoma japonicum
Sp pada 53% dari 126 penduduk berusia 7-70 tahun, dan di Lembah Napu,
infeksi dilaporkan pada 8-12% pada tikus liar, Rattus exulans. Pada tahun
1972, hasil survei Departemen Kesehatan Subbagian Schistosomiasis di
beberapa desa sekitar Danau Lindu, Lembah Napu dan daerah Besoa di
Propinsi Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa prevalensi Schistosoma
japonicum Sp 1, -67 adalah %. Setelah menjalani program pemberantasan
terpadu di sekitar Lindujärvi dan lembah Napu, ternyata prevalensi turun
menjadi 1,9% di Lindujärvi dan 1,5% di lembah Napu (Sandjaja dan
Bernardus, 2007).
a. Agent
Schistosomiasis adalah zoonosis yang disebabkan oleh infeksi cacing
dari kelas Trematoda, genus Schistosoma. Ada tiga jenis schistosom
yang menyebabkan gangguan kesehatan (bilharzia) pada manusia, yaitu:
Schistosoma japonicum Sp., Schistosoma haematobium Sp.,
Schistosoma mansoni Sp., Schistosoma mekongi Sp. dan Schistosoma
intercalatum Sp. Lima spesies termasuk golongan trematoda darah
Schistosoma hematobium yang menginfeksi saluran kemih, sedangkan
Schistosoma mansoni Sp., Schistosoma japonicum Sp. mekongi Sp dan
Schistosoma intercalatum Sp menginfeksi usus dan hati (Soedarto,
2008). Di Indonesia, Schistosoma japonicum endemik di dua daerah
Sulawesi Tengah, yaitu Dataran Tinggi Lindu dan Dataran Tinggi Napu.
Untuk menginfeksi manusia, Schistosoma membutuhkan siput sebagai
hospes perantara. Schistosoma ditularkan oleh inang yang
mengembangkan serkaria yang menyerang kulit manusia dalam air.
Schistosomiasis disebabkan oleh respon imunologi terhadap telur
cacing yang terperangkap dalam jaringan (Irianto, 2014).
b. Host
Host Schistosoma terbagi menjadi dua yaitu host perantara
(intermediate) dan host tetap (definitive), yang mejadi host perantara
adalah keong, yang tiap jenis cacing Schistosoma mempunyai host
tersendiri.
• Host perantara
Cacing Schistosoma haematobium Sp membutuhkan keong
Burlinus, cacing Schistosoma mansoni Sp membutuhkan keong
Biomphalaria, dan cacing Schistosoma japonicum Sp membutuhkan
keong Oncomelania hupensis lindoensis (Kurniasih et al, 2002).
Setiap spesies cacing Schistosoma memerlukan siput khusus yang
cocok untuk perkembangan larva cacing Schistosoma. Schistosoma
japonicum membutuhkan keong Oncomelania hupensis lindoensis
yang merupakan keong kodok karena dapat hidup di darat dan di air.
Spesies siput Oncomelania hupensis lindoensis ini pertama kali
ditemukan di Sulawesi Tengah pada tahun 1971 dan pada tahun
1973 Davis dan Carney mengidentifikasi spesies tersebut dan
menamakannya Oncomelania hupensis lindoensis (Hadidjaja,
1985).
• Host tetap
Hospes definitif Schistosoma japonicum Sp di Indonesia tidak
hanya menginfeksi manusia tetapi juga mamalia. Tiga belas
mamalia dapat terinfeksi schistosomiasis, antara lain sapi, kerbau,
kuda, anjing, babi, musang, rusa, dan berbagai jenis tikus antara lain
Rattus exulans, Rattus marmosurus, Rattus norvegicus, dan Rattus
pallelae (Barodji et al., 1983).
c. Lingkungan
Lingkungan Biologi
Habitat bekicot terbagi menjadi dua jenis, yaitu habitat alami atau
habitat primer, yaitu habitat asli yang belum tersentuh oleh
penghuninya. Habitat ini terdapat di tepi hutan, di dalam hutan atau di
tepi dedaunan, dimana tempat-tempat ini hampir selalu terlindung dari
sinar matahari dengan adanya pohon-pohon besar dan kecil, serta
selalu basah oleh aliran air yang konstan dari mata air. Habitat lainnya
meliputi habitat yang dirusak oleh manusia (habitat sekunder) berupa
bekas sawah yang terbengkalai atau tidak digarap, padang rumput
yang sebelumnya digarap oleh penduduk setempat, tepi saluran
irigasi, dan pemukiman penduduk lainnya. Pada umumnya fokus
bekicot lebih banyak tersebar di persawahan, bekas sawah, areal
perkebunan, parit, mata air dan hutan. Ada juga koloni yang tersebar
di pemukiman, meskipun biasanya sedikit. Ciri-ciri tempat berlumpur,
kasar, berkerikil, aliran air lambat Kondisi iklim dan geografis daerah
asal umumnya cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan bekicot
Oncomelania hupensis lindoensis yang berperan penting dalam
epidemiologi schistosomiasis.
Pada bekicot, perkembangannya berlangsung dari tahap larva, mulai
dari miracidium sampai bentuk cercaria. Iklim yang baik juga
mendukung perkembangan klorofit dan diatom (Hadidjaja, 1985).
Lahan garapan berupa bekas sawah yang terbengkalai, lama tidak
digarap mengarah pada pertanian untuk ditumbuhi rumput dan semak
belukar, tepi saluran irigasi (irigasi) di daerah ini lebih disukai oleh
keong Oncomelania hupensis linduensis sebagai perantaranya.
Schistosomiasis japonicum, bekicot dapat menempel pada rerumputan
atau dedaunan, ketika air surut bekicot tenggelam ke tanah. Agar
bekicot tidak memiliki tempat untuk bereproduksi, Anda harus terus
menggarap lahan pertanian minimal dua kali setahun, atau 5 kali
dalam dua tahun. Areal budidaya dapat diperluas sehingga tidak ada
areal perkembangbiakan keong Oncomelania hupensis linduensis
(Sudomo, 2008).
Habitat bekicot merupakan sumber penularan penyakit ke manusia
melalui keong yang terinfeksi dan larva serkaria yang disebut koloni.
Kondisi luar ruangan yang disukai siput adalah rerumputan, yang
berguna sebagai perlindungan dari sinar matahari yang kuat. Kondisi
air yang konstan merupakan tempat berkembang biak bagi
perkembangan bekicot muda dan konservasi kelembaban, tanah
berlumpur merupakan tempat berkembang biak alami bagi
perkembangan alga sebagai makanan bagi bekicot. Kondisi ini
biasanya terjadi pada lahan sawah yang terbengkalai atau tidak
diusahakan secara intensif (Hadidjaja, 1985).
Kontak langsung dengan kulit dapat menyebabkan gatal dan ruam yang
sering disebut dengan swimmer's itch. Tanda klinis muncul setelah 23 minggu,
tetapi sebagian besar tidak memiliki tanda klinis (asimtomatik). Schistosoma
hematoblum. S.mansoni dan S. masa inkubasi japonicum adalah 8-12 minggu
sejak larva masuk ke dalam tubuh sampai cacing mencapai feses/urin penderita.
4.1 Kesimpulan
Schistosomiasis adalah masalah zoonosis dan kesehatan masyarakat.
Penyakit ini kronis dan menyebabkan penderitaan bertahun-tahun,
mengurangi kapasitas kerja dan bisa berakibat fatal. Saat ini dikenal 6
spesies yaitu Schistosoma hematoblum, S. mansoni, S. intercalatum, S.
japonicum, S. bovis, dan S. mathel Schistosoma hematobium, S. mansoni,
dan S. intercalatum. Schistosomiasis sangat tersebar luas di daerah tropis
dan subtropis. Pengobatan dapat dilakukan pada manusia, pengendalian
dilakukan baik pada hewan tertular sebagai reservoir maupun pada bekicot
sebagai hospes perantara dan air sebagai sumber pencemar.
4.2 Saran
Atas dasar itu disarankan perlu adanya peningkatan kesadaran masyarakat
akan bahaya schistosomiasis dan diharapkan seluruh tenaga kesehatan dapat
terus bekerja sama dengan baik untuk mengalahkan dan menanggulangi
penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA