BAB I
PENDAHULUAN
yang telah diperiksa berjumlah 798 orang (78,62%) yang positif telah terkena
7 orang (0,87%), masih banyak risiko terjadinya penularan penyakit
Schistosomiasis, yaitu masyarakat sering melewati daerah fokus, tidak
menggunakan alat pelindung diri, serta memiliki kebiasaan yang
meningkatkan kejadian Schistosomiasis seperti melakukan aktivitas di sungai
dan hutan serta kurangnya menjaga lingkungan. Hal ini terlihat bahwa masih
banyak masyarakat setempat memiliki pengetahuan yang kurang mendukung
dalam hal pencegahan penyakit Schistosomiasis.
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Health Education tentang
Scistosomiasis Terhadap Pengetahuan Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan
Penyakit Scistosomiasis di Wilayah Kerja Puskesmas Maholo Kabupaten
Poso.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan dilator belakang, maka pertanyaan dalam
penelitian ini, yaitu bagaimanakah Pengaruh Health Education tentang
Scistosomiasis Terhadap Pengetahuan Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan
Penyakit Scistosomiasis di Wilayah Kerja Puskesmas Maholo Kabupaten
Poso?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menganalisis Pengaruh Health Education tentang Scistosomiasis
Terhadap Pengetahuan Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Penyakit
Scistosomiasis di Wilayah Kerja Puskesmas Maholo Kabupaten Poso.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi Pengetahuan Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan
Penyakit Scistosomiasis sebelum diberikan health education di
Wilayah Kerja Puskesmas Maholo Kabupaten Poso.
b. Mengidentifikasi Pengetahuan Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan
Penyakit Scistosomiasis setelah diberikan edukasi di Wilayah Kerja
Puskesmas Maholo Kabupaten Poso.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
7
Betina Jantan
Gambar 2.1 Cacing Schistosoma japonicum betina dan jantan.
Sumber: Balai Lokalitbang P2B2 Donggala Kemenkes RI, 2013
8
a. Cacing dewasa
Cacing jantan panjang antara 1,5-2 cm, cacing betina lebih panjang dan
berbentuk filiform.
1) Mempunyai batil hisap mulut (oral sucker) dan asetabulum (ventral
sucker).
2) Cacing jantan mempunyai canalis gynacophorus, tempat dimana
cacing betina masuk dan meletakkan diri.
3) Cacing jantan tubuhnya diselimuti kutikula (tegument) ada yang
berbintil kasar, halus dan ada yang tidak berbintil.
4) Usus bercabang menjadi dua caeca dan bergabung menjadi satu bagian
posterior dan berakhir buntu.
5) Cacing betina berukuran 1,9 cm lebih langsing dibanding cacing
jantan.
6) Ovarium ditengah dan uterus berisi 50-300 butir telur .
7) Kelenjar vitelaria di posterior terletak dalam canalis gynecophorus
cacing jantan.
b. Telur
1) Telur Schistosoma japonicum dengan ciri-ciri berbentuk lonjong
kadang
2) Mempunyai duri tumpul pada bagian lateral (tonjolan kecil lebih kecil
dibanding dengan spesies lainnya bahkan kadang tidak terlihat).
Ukuran telur berkisar 70-100 x 60 μ berwarna kuning sampai kelabu.
3) Pada waktu oviposisi tidak mengandung embrio yang sudah matang
(mirasidium).
2.1.3 Siklus Hidup
Siklus hidup dari Schistosoma japonicum dimulai dari telur yang
keluar bersama tinja dan masuk kedalam air akan menetas menjadi larva
mirasidium yang kemudian mencari hospes perantara (siput Oncomelania
hupensis). Didalam tubuh siput, mirasidium berkembang menjadi
sporakista, dan akhirnya menjadi serkaria yang infektif. Serkaria
meninggalkan tubuh sibut masuk ke dalam air. Serkaria menembus kulit
9
hospes yang tak terlindung, memasuki aliran darah dan mencapai jantung
dan paru. Sesudah itu parasit masuk ke sistem sirkulasi sistemik akhirnya
sampai di hati dan berkembang menjadi cacing dewasa akan kembali ke
vena-vena habitatnya (Soedarto 2012). Daur hidup cacing Schistosoma
japonicum Sp pada manusia seperti pada Gambar 2.2.
3. Tingkat Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan
untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Pendidikan memegang peran penting dalam meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang pentingnya kesehatan. Pendidikan yang telah dicapai
oleh penduduk dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk
mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat dan dan juga berperan dalam
menurunkan angka kesakitan.
Tingkat pendidikan seringkali digunakan sebagai tolak ukur bagi
seseorang dalam menerima berbagai hal yang akan mempengaruhi pola
pikir seseorang dalam menelaah sesuatu untuk diterima atau tidak.
Pendidikan kesehatan dapat memberikan pengetahuan, sikap dan praktek
masyarakat menuju perilaku sehat.
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku
seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk berperan
serta dalam pembangunan kesehatan (Notoatmodjo 2012).
Penanaman nilai-nilai di bidang kesehatan merupakan proses yang
penting. Karena nilai yang melekat pada diri seseorang mendasari sikap
dan perilaku seseorang. Penanaman nilai-nilai tersebut yang tepat melalui
pendidikan di Sekolah Dasar (SD) atau Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Pendidikan tersebut bukan hanya sekedar penyampaian
pengetahuan tentang masalah Schistosomiasis, tetapi anak/siswa diajak
untuk berpikir dan diberi kesempatan untuk mengevaluasi masalah-
masalah yang berkaitan dengan Schistosomiasis. Berdasarkan hasil
evaluasi tersebut, maka seorang anak/siswa akan menentukan sikap dan
selanjutnya membentuk kecenderungan untuk bertindak (Notoatmodjo
2012).
4. Pekerjaan
Pekerjaan adalah salah satu faktor yang berperan dalam suatu kejadian
Schistosomiasis. Prevalensi Schistosomiasis paling banyak ditemukan
17
2) Sasaran sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka
informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain)
maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat
pemerintahan dan lain-lain,organisasi kemasyarakatan dan media
massa.
3) Sasaran tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang
berupa peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan
bidang-bidang lain yang berkaitan serta mereka yang dapat
memfasilitasi atau menyediakan sumber daya.
3) Tujuan Pendidikan Kesehatan
b) Kelompok kecil
3) Metode berdasarkan pendekatan massa
Metode pendekatan massa ini cocok untuk mengkomunikasikan
pesan- pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Sehingga
sasaran dari metode ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan
golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status social ekonomi,
tingkat pendidikan, dan sebagainya, sehingga pesan-pesan kesehatan
yang ingin disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga
dapat ditangkap oleh massa.
26
Gejala
Masuk ke dalam
Cacing Trematoda 1.Gejala kulit dan alergi
kulit
2.Gejala paru
3.Gejala toksemia
Pendidikan Kesehatan
a. Mencapai perubahan SCHISTOSOMIASIS Sikap masyarakat
perilaku dan perilaku
b. Memperoleh masyarakat
pengetahuan Klasifikasi Pengetahuan :
c. Terbentuk perilaku 1. Tahu (know)
hidup sehat 2. Memahami
d. Perubahan perilaku (Comprehension)
dalam bidang 3. Aplikasi (Aplication)
kesehatan 4. Analisis (Analysis) Pencegahan
5. Sintesis (Synthesis)
6. Evaluasi (Evaluasi) 1.Pelayanan
Kesehatan
Pengetahuan masyarakat 2.Mengkonsumsi
tentang penyakit air bersih
schistosomiasis : 3.Lingkungan
pengertian, tanda dan
gejala, penyebab, dan
Pengobatan pencegahan
1.Niridazol
2.Praziquantel
Pengaruh Health
Pengetahuan Masyarakat
Education Tentang
Dalam Upaya Pencegahan
Schistosomiasis Penyakit Schistosomiasis
BAB III
METODE PENELITIAN
Keterangan:
1. O1 adalah pretest, yaitu pengisian kuesioner sebelum masyarakat diberikan penyuluhan
(diberi perlakuan).
2. O2 adalah post test, yaitu pengisian kuesioner setelah masyarakat diberikan penyuluhan
(diberi Perlakuan).
3. X adalah perlakuan yang dilakukan melalui pemberian penyuluhan kepada masyarakat di
wilayah Kerja Puskesmas Maholo Kab. Poso.
28
29
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni tahun 2018
Z1 a / 2 P(1 P)
n=
d
Keterangan:
n = Besar Sampel
0,49
= = 9,8 = 10 responden.
0,05
a. Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat).Variabel bebas
adalah objek atau gejala-gejala dalam penelitian yang bebas dan tidak
tergantung dengan hal-hal lain (X).Variabel ini juga dikenal dengan
nama variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi variabel lain
(Arikunto, 2010). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pengaruh
Health Educaton tentang Scistosomiasis (X).
b. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat karena variabel bebas (Arikunto, 2010). Variabel
terikat adalah objek atau gejala-gejala yang keberadaannya tergantung
atau terikat dengan hal-hal lain yang mempengaruhi dilambangkan
dengan (Y).Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengetahuan
Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Scistosomiasis Di
Wilayah Kerja Puskesmas Maholo (Y).
2. Definisi Operasional Variabel
1. Health Educaiton
Definisi : Health Educaton dalam penelitian ini adalah memberikan
pengertian tentang penyakit scistosomiasis, proses
terjadinya scistosomiasis. Tanda dan gejala scistosomiasis,
Pencegahan, Dampak dan Pengobatan.
2. Pengetahuan
Definisi : Pengetahun adalah segala sesuatu yang diketahui
dan dipahami oleh masyarakat tentang penyakit
Scistosomiasis dari pengertian, dampak, tanda
gejala dan kerugian serta pencegahan.
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian Kuesioner
Skala ukur : Ordinal
32
1. Pre Test
Pre test merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mengetahui
kondisi awal pengetahuan dalam upaya pencegahan penyakit
scistosomiasis.
2. Intervensi / Penyuluhan
Masyarakat yang dipilih menjadi responden dalam penelitian ini sesuai
dengan criteria inklusi dikumpulkan jadi satu untuk mendapatkan
penyuluhan tentang pengetahuan dalam upaya pencegahan penyakit
scistosomiasis.
3. Post Test
Kegiatan post test dilakukan untuk mengetahui perbedaan pengetahuan
masyarakat dan kemampuan masyarakat dalam dalam upaya pencegahan
penyakit scistosomiasis
Data yang telah dikumpulkan diolah secara manual dan menggunakan
sistem komputerisasi. Tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data
adalah :
1. Editing
Melakukan pemeriksaan kembali dan perbaikan isian lembar
wawancara apakah data yang dikumpulkan lengkap atau tidak.
2. Coding
Coding yaitu pemberian nomor kode pada jawaban yang diisi
oleh responden dalam daftar pemberian kode yang dilakukan untuk
memudahkan peneliti dalam proses pengolahan data.
3. Entry data
Setelah data diberi kode, kemudian memasukan data ke komputer
untuk dianalisis menggunakan sistem komputerisasi
4. Cleaning
Setelah semua data dari setiap responden telah selesai dimasukan
ke dalam program komputer, kemudian melakukan pengecekan kembali,
untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan,
34
Keterangan :
t : Nilai t hitung
n : Jumlah sampel
Keterangan :
N : Jumlah data
T : Jumlah rangking dari nilai selisish yang negatif atau positif
36
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi U.F, 2015. Kesehatan masyarakat teori dan Aplikasi. Jakarta (ID) :
Rajawali Pers.
Barodji, 2013. Siklus hidup malaria dan filariasis di Flores. Barbirostris Van
Wulp di Laboratorium. Jakarta. Jurnal Kedokteran.
Notoatmodjo S. 2012. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta (ID): Rineka
Cipta.
Tjay TH & Kirana R, 2013. Obat-obat Penting. Pemalang. PT. Elex Media.
Zhou Y.B. Song L., Qing W.J. 2012. Factor Impacting On Progress Towards
Elimination Of Transmission Of Schistoaomiasis Japonica In China,
sBioMed Central, parasite & vectors, 5:275.