Anda di halaman 1dari 15

Nama : SERLI ZARIA AYU PRATIWI

Stambuk : G40122049

Mata Kuliah : Biokimia

Dosen pengampu : Meryany Ananda, S.Si., M.Si.

A. Katabolisme
1. Gliserol
Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap
atom karbon mempunyai gugus -OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua atau
tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida atau
trigliserida. Pada lemak, satu molekul gliserol mengikat tiga molekul asam lemak, oleh
karena itu lemak adalah

suatu trigliserida. R,-COOH, R,-COOH dan R-COOH ialah molekul asam lemak yang
terikat pada gliserol. Ketiga molekul asam lemak itu boleh sama, boleh berbeda. Asam
lemak yang terdapat dalam alam ialah asam palmitat, stearat, oleat dan linoleat.
 Sifat
Lemak hewan pada umumnya berupa zat padat pada suhu ruang- an, sedangkan
lemak yang berasal dari tumbuhan berupa zat cair. Lemak yang mempunyai titik
lebur tinggi mengandung asam lemak jenuh, sedangkan lemak cair atau yang biasa
disebut minyak mengandung asam lemak tidak jenuh. Sebagai contoh tristearin,
yaitu ester gliserol dengan tiga molekul asam stearat, mempunyai titik lebur 71°C,
sedangkan triolein, yaitu ester gliserol dengan tiga molekul asam oleat, mempunyai
titik lebur -17°. Lemak hewan dan tumbuhan mempunyai susunan asam lemak yang
berbeda-beda. Untuk menentukan derajat ketidakjenuhan asam lemak yang ter-
kandung di dalamnya diukur dengan bilangan iodium. Iodium dapat bereaksi
dengan ikatan rangkap dalam asam lemak. Tiap molekul iodium mengadakan
reaksi adisi pada suatu ikatan rangkap. Oleh karenanya makin banyak ikatan
rangkap, makin banyak pula iodium yang dapat bereaksi.

Bilangan iodium ialah banyaknya gram iodium yang dapat be- reaksi dengan
100 gram lemak. Jadi makin banyak ikatan rangkap, makin besar bilangan jodium.
Seperti halnya lipid pada umumnya, lemak atau gliserida asam lemak pendek
dapat larut dalam air, sedangkan gliserida asam lemak panjang tidak larut. Semua
gliserida larut dalam ester, kloroform atau benzena. Alkohol panas adalah pelarut
lemak yang baik.
Dengan proses hidrolisis lemak akan terurai menjadi asam lemak dan gliserol.
Proses ini dapat berjalan dengan menggunakan asam, basa atau enzim tertentu.
Proses hidrolisis yang menggunakan basa menghasilkan gliserol dan garam asam
lemak atau sabun. Oleh ka- rena itu proses hidrolisis yang menggunakan basa disebut
proses pe- nyabunan. Jumlah mol basa yang digunakan dalam proses penya- bunan
ini tergantung pada jumlah mol asam lemak. Untuk lemak dengan berat tertentu,
jumlah mol asam lemak tergantung dari panjang rantai karbon pada asam lemak
tersebut.
Apabila rantai karbon itu pendek, maka jumlah mol asam lemak besar,
sebaliknya apabila rantai karbon itu panjang, jumlah mol asam lemak kecil. Jumlah
miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram lemak disebut bilangan
penyabunan. Jadi

Besar atau kecilnya bilangan penyabunan ini tergantung pada pan- jang atau
pendeknya rantai karbon asam lemak atau dapat dikata- kan juga bahwa besamya
bilangan penyabunan tergantung pada berat molekul lemak tersebut. Makin kecil
berat molekul lemak, makin besar bilangan penyabunannya. Di samping oleh asam
atan basa, lemak juga dapat terhidrolisis oleh enzim. Lemak yang kita makan akan
terhidrolisis oleh enzim lipase yang terdapat dalam cair- an pankreas dan proses
hidrolisis ini terjadi dalam usus halus. Pro- ses penyabunan lemak atau minyak
berlangsung pada pembuatan sabun dalam industri. Baik sabun maupun gliserol yang
dihasilkan dapat larut dalam air. Untuk dapat memperoleh sabun ditambahkan garam
NaCl ke dalam larutan tersebut. Cara ini disebut penggaraman (salting out). Gliserol
dapat diperoleh dengan jalan penguapan hati- hati, kemudian dimurnikan dengan
distilasi pada tekanan rendah.
Pada umumnya lemak apabila dibiarkan lama di udara akan menimbulkan rasa
dan bau yang tidak enak. Hal ini disebabkan oleh proses hidrolisis yang
menghasilkan asam lemak bebas. Di samping itu dapat pula terjadi proses oksidasi
terhadap asam lemak tidak jenuh yang hasilnya akan menambah bau dan rasa yang
tidak enak. Oksidasi asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan perok- sida dan
selanjutnya akan terbentuk aldehida. Inilah yang menye- babkan terjadinya bau dan
rasa yang tidak enak atau tengik. Kelembaban udara, cahaya, suhu tinggi dan adanya
bakteri perusak adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketengikan lemak.
Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu
zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis. Gliserol larut
baik dalam air dan tidak larut dalam eter. Apabila gliserol dicampur dengan KHSO,
dan dipa- naskan hati-hati, akan timbul bau yang tajam khas seperti bau lemak yang
terbakar yang disebabkan oleh terbentuknya akrilaldehida atau akrolein. Oleh karena
timbulnya bau yang tajamn itu, akrolein mudah diketahui dan reaksi ini telah
dijadikan reaksi untuk menentukan adanya gliserol atau senyawa yang mengandung
gliserol seperti lemak dan minyak.

Bila lemak dan minyak dicampur dengan KHSO, dan dipanaskan hati-hati i
juga akan terjadi akrolein. Gliserol digunakan dalam industri farmasi dan kosmetika
sebagai bahan dalam pembuatan preparat yang dihasilkan. Di samping itu gliserol
berguna bagi kita untuk sintesis lemak di dalam tubuh.
2. Oksidasi Asam Lemak
 Lemak jenuh
Lemak dalam tubuh tidak hanya berasal dari makanan yang mengandung lemak,
tetapi dapat pula berasal dari karbohidrat dan protein. Hal ini dapat terjadi karena ada
hubungan antara metabolisme karbohidrat lemak dan protein atau asam amino. Asam
lemak yang terjadi pada proses hidrolisis lemak, mengalami proses oksidasi dan
menghasilkan asetil koenzim A. Salah satu hipotesis yang dapat diterima ialah bahwa
asam lemak terpotong
2 atom karbon setiap kali oksidasi. Oleh karena oksidasi terjadi pada atom
karbon ẞ, maka oksidasi tersebut dinamakan ẞ oksidasi. Se- bagai contoh asam
heksanoat mengalami proses oksidasi yang ter- diri atas beberapa tahap sebagaimana
tampak pada Gambar 11-2. Dari Gambar 11-2 dapat dilihat bahwa tahap-tahap reaksi
yang terjadi, yaitu pembentukan heksanoil KoA (reaksi 1); pem- bentukan senyawa
tidak jenuh dengan cara oksidasi (reaksi 2); hidrasi (reaksi 3); oksidasi (reaksi 4) dan
pemecahan menjadi asetil KoA dan butiril KoA (reaksi 5). Reaksi 2 sampai dengan
reaksi 5 terulang lagi untuk butiril KoA, yang menghasilkan 2 molekul asetil KOA.
Tahap-tahap reaksi tersebut akan dibahas satu per satu secara umum.

1. Pembentukan asil KoA dari asam lemak R - CH,CH,COOH berlangsung dengan


katalis enzim asil KoA sintetase atau di- sebut juga tiokinase dalam dua tahap yaitu:

Mula-mula asam lemak bereaksi dengan ATP dan enzim membentuk kompleks
enzim-asiladenilat. Molekul asiladenilat terdiri atas gugus asil yang berikatan dengan
gugus fosfat pada AMP. Molekul ATP dalam reaksi ini diubah menjadi AMP dan
pirofosfat. Kemudian asil AMP bereaksi dengan koenzim A membentuk asil KoA.
Pirofosfat dengan segera terhidrolisis menjadi 2 gugus fosfat. Reaksi ini yang
menyebabkan pembentukan asil KoA ber- langsung dengan baik.
2. Reaksi kedua ialah reaksi pembentukan enoil KoA dengan cara oksidasi. Enzim asil
KoA dehidrogenase berperan sebagai katalis dalam reaksi ini. Perlu diperhatikan
bahwa reaksi ini mempunyai kesamaan dengan reaksi pembentukan asam fumarat
dari asam suksinat pada siklus asam sitrat. Koenzim yang dibutuhkan dalam reaksi
ini ialah FAD yang berperan sebagai akseptor hidrogen. Dua molekul ATP dibentuk
untuk tiap pasang elektron yang ditransportasikan dari molekul FADH melalui sistem
transpor elektron.

3. Dalam reaksi ketiga ini enzim enoil KoA hidratase meru- pakan katalis yang
menghasilkan L-hidroksiasil koenzim A. Reak- si ini ialah reaksi hidrasi terhadap
ikatan rangkap antara C-2 dan C-3
4. Reaksi keempat adalah reaksi oksidasi yang mengubah hidroksiasil koenzim A
menjadi ketoasil koenzim A. Enzim L-hidroksiasil koenzim A dehidrogenase
merupakan katalis dalam reaksi ini dan melibatkan NAD yang direduksi menjadi
NADH. Proses oksidasi kembali NADH ini melalui transpor elektron dapat
membentuk tiga molekul ATP.

5. Tahap kelima adalah reaksi pemecahan ikatan C-C sehingga menghasilkan asetil
koenzim A dan asil koenzim A yang mempunyai jumlah atom C dua buah lebih
pendek dari molekul semula.

Asil koenzim A yang terbentuk pada reaksi tahap 5, mengalami metabolisme lebih lanjut
melalui reaksi tahap 2 hingga tahap 5 dan demikian seterusnya sampai rantai C pada
asam lemak terpecah menjadi molekul-molekul asetil koenzim A. Selanjutnya aseti!
koenzim A dapat teroksidasi menjadi CO, dan H,O melalui siklus asam sitrat atau
digunakan untuk reaksi-reaksi yang me- merlukan asetil koenzim A.

Dari reaksi-reaksi tahap I sampai tahap 5, tampak bahwa semua substrat adalah derivat
dari asil koenzim A. Terbentuknya asil koenzim A dari asam lemak memerlukan energi
yang diperoleh dari ATP. Perubahan ATP menjadi AMP berarti ada dua buah ikatan
fosfat berenergi tinggi yang digunakan untuk membentuk ásetil koenzim A. Semua
enzim yang bekerja dalam reaksi-reaksi tersebut terdapat pada mitokondria, sehingga
energi yang ditim- bulkan dapat disimpan lebih efisien.

Energi yang dihasilkan dari oksidasi asam heksanoat hingga terbentuk CO, dan H,O
melalui siklus asam sitrat dapat dihitung sebagai berikut:
Pada oksidasi glukosa dihasilkan 36 ikatan berenergi tinggi, jadi asam lemak dengan
jumlah atom C yang sama dengan glukosa, menghasilkan energi lebih banyak.

Asam lemak yang mempunyai jumlah atom C genap (2n) akan teroksidasi menjadi n
molekul asetil koenzim A. Untuk asam lemak yang mempunyai,jumlah atom C ganjil,
maka hasil oksidasinya ialah beberapa molekul asetil koenzim A dan satu molekul
propionil koenzim A. Propionil koenzim A dapat diubah menjadi suksinil koenzim A
melalui beberapa reaksi sebagai berikut.

Propionil koenzim A diubah menjadi D-metilmalonil koenzim A dengan karboksilasi


yang menggunakan HCO,- dan ATP. Propionil koenzim A karboksilase adalah suatu
enzim-biotin yang menjadi katalis dalam reaksi tersebut. Kemudian isomer D dari
metilmalonil koenzim A segera membentuk isomer L dengan katalis enzim metilmalonil
KoA rasemase.

L-metilmalonil koenzim A ini pada reaksi berikutnya diubah men- jadi suksinil koenzim
A, dengan enzim metilmalonil KoA mu- tase sebagai katalis dan
deoksiadenosilkobalamin sebagai koen-zim (koenzim B₁₂).
 Lemak tidak jenuh

Seperti pada asam lemak jenuh, tahap pertama oksidasi asam lemak tidak jenuh adalah
pembentukan asilkoenzim A. Se lanjutnya molekul asil koenzim A dari asam lemak
tidak jenuh tersebut mengalami pemecahan melalui proses B oksidasi seperti molekul
asam lemak jenuh. hingga terbentuk senyawa -sis-sis-asil KoA atau trans-sis-asil KoA.
yang tergantung pada letak ikatan rangkap pada molekul tersebut. Untuk mendapatkan
gambaran yang menyeluruh dari proses oksidasi ini, akan dibe- rikan contoh, oksidasi
asam linoleat. Tahapan reaksi dalam oksidasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 11-3.

Linoleil KoA yang terbentuk pada tahap pertama, kemudian dipocah melalui proses 5
oksidasi, sehingga menghasilkan 3 mo lekul asetil KoA dan A' sis- A-sis-dienoil KoA.
yang oleh enzim isomerase diubah menjadi A-trans-A-sis-dienoil KoA Senyawa ini
kemudian mengalami proses a oksidasi sehingga menghasilkan 2 molekul asetil KoA
dan A-sis-enoil KoA yang oleh enzim hidratase diubah menjadi D(-) B-hidroksiasil
KoA dan selanjutnya mengalami proses epimerisasi yang dibantu olch enzim
epimerase membentuk L(+) B -hidroksiasil KoA Senyawa ini kemudian mengalami
proses ẞ oksidasi dan dengan terbentuknya 4 molekul asetil KoA maka selesailah
rangkaian reaksi kimia pada proses oksidasi asam linoleat tersebut. Dari I molekul
asam linoleat terbentuk 9 molekul asetil KOA.

Pembentukan dan Metabolisme Senyawa Keton Asetil koenzim A yang dihasilkan oleh
reaksi oksidasi asam lemak dapat ikut dalam siklus asam sitrat apabila pengu- raian
lemak dan karbohidrat seimbang. Dalam siklus asam sitrat, asetil koenzim A bereaksi
dengan asam oksaloasetat menghasilkan asam sitrat. Jadi ikut sertanya asetil koenzim
A dalam siklus asam sitrat tergantung pada tersedianya asam oksaloasetat dan hal ini
tergantung pula pada konsentrasi karbohidrat. Dalam keadaan berpuasa atau
kekurangan makan, konsentrasi karbohidrat
(glukosa) berkurang sehingga sebagian dari asam oksaioasetat diubah menjadi glukosa.
Karenanya asetil koenzim A dari lemak tidak masuk dalam siklus asam sitrat, tetapi
diubah menjadi asam cksaloasetat, asam hidroksibutirat dan aseton. Ketiga senya- wa
tersebut dinamakan senyawa keton. Senyawa keton terjadi dari asetil koenzim A
apabila penguraian lemak terdapat dalam keadaan berlebihan. Metabolisme glukosa
diatur oleh hormon insulin yang dikeluarkan oleh pankreas. Apabila seseorang ke-
kurangan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat, tetapi tidak dapat digunakan
oleh sel karena tidak dapat diubahmenjadi glukosa-6-fosfat. Hal tersebut dialami oleh
penderita diabetes. Oleh karena sel tidak dapat menggunakan glukosa, maka energi
yang diperlukan diperoleh dari penguraian lemak dan metabolisme protein. Sebagai
akibatnya pembentukan asetil koenzim A bertambah banyak dan hal ini menyebabkan
terbentuknya senya- wa keton secara berlebih.

Dalam keadaan normal, jaringan dalam tubuh menggunakan senyawa keton dengan
jumlah yang sama dengan yang diha- silkan oleh hati. Konsentrasi senyawa keton
dalam darah sa- ngat rendah (kurang dari 1 mg per 100 ml darah) dan kurang dari 0,1
gram yang dikeluarkan bersama urine tiap hari. Pada penderita diabetes yang parah,
konsentrasi senyawa keton dapat mencapai 80 mg per 100 ml darah. Hal ini
disebabkan oleh karena produksi senyawa keton lebih besar daripada penggunaannya.
Penim- bunan senyawa keton dalam darah disebut ketosis dan penge- luaran melalui
urine dapat mencapai 100 gram atau lebih tiap hari (ketonuria).
Asam asetoasetat terbentuk dari asetil koenzim A melalui tiga tahap reaksi. Tahap
pertama dua molekul asetil koenzim A ber- kondensasi membentuk asetoasetil
koenzim A. Enzim ketotio- lase bekerja sebagai katalis pada reaksi tahap pertama ini.
Se- lanjutnya pada reaksi tahap kedua asetoasetil koenzim A bereaksi dengan asetil
koenzim A dan air menghasilkan 3-hidrok- si-3-metilglutaril koenzim A. Dalam reaksi
ini enzim hidroksi- metilglutaril koenzim A sintetase bekerja sebagai katalis. Reaksi
tahap ketiga ialah pemecahan 3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A menjadi asetil
koenzim A dan asam asetoasetat. Bila reaksi tahap 1 sampai dengan tahap 3
dijumlahkan maka dapat dituliskan sebagai berikut:

Asam asetoasetat yang terjadi, secara spontan membentuk aseton dengan jalan dekarb
ksilasi. Di samping itu asam 3-hidrok- si-butirat dapat dibentuk dari asam asetoasetat
dengan jalan reduksi. Enzim yang bekerja di sini ialah D-3-hidroksibutirat
dehidrogenase dengan NADH sebagai koenzim.

Pembentukan asam asetoasetat dan 3-hidroksibutirat berlang- sung terutama dalam


hati. Kedua senyawa tersebut adalah sumber energi bagi pernapasan dalam sel. Otot
jantung menggunakan asam asetoasetat sebagai sumber energi, sedangkan sel otak
dalam keadaan normal menggunakan glukosa sebagai sumber energi, tetapi dalam
keadaan kelaparan atau diabetes, sel otak juga dapat menggunakan asam asetoasetat
sebagai sumber energi.
3. Sintesis Asam Lemak
Sintesis asam lemak bukan berarti kebalikan dari jalur peng- uraian asam lemak,
artinya pembentukan asam lemak sebagian besar berlangsung melalui jalur metabolik
lain, walaupun ada sebagian kecil asam lemak yang dihasilkan melalui kebalikan dari
reaksi penguraian asam lemak dalam mitokondria.
Pada hakikatnya sintesis asam lemak berasal dari asetil KOA. Enzim yang
bekerja sebagai katalis adalah kompleks enzim-enzim yang terdapat pada sitoplasma,
sedangkan enzim pemecah asam lemak terdapat pada mitokondria. Reaksi awal
adalah karbok- silasi asetil koenzim A menjadi malonil koenzim A. Reaksiini
melibatkan HCO,- dan energi dari ATP. Dalam sintesis malonil koenzim A ini,
malonil koenzim A karboksilase yang mempunyai gugus prostetik biotin bekerja
sebagai katalis. Reaksi pembentukan malonil koenzim A sebenarnya terdiri atas dua
reaksi sebagai berikut:

Biotin terikat pada suatu protein yang disebut protein pengangkut


karboksilbiotin. Biotin karboksilase adalah enzim yang bekerja sebagai katalis dalam
reaksi karboksilasi biotin. Reaksi kedua ialah pemindahan gugus karboksilat kepada
asetil koenzim A. Katalis dalam reaksi ini ialah transkarboksilase.
Telah diteliti bahwa zat-zat antara dalam sintesis asam lemak diikat oleh suatu
protein pengangkut asil (acyl carrier protein) atau ACP Ikatan ini terjadi pada ujung
molekul yang mengandung gugus -SH, yaitu gugus fosfopantoteinat. Gugus ini
terdapat pula pada molekul koenzim A.
Sistem enzim yang bekerja sebagai katalis dalam sintesis asam lemak jenuh dari
asetil koenzim A, malonil koenzim A dan NADPH disebut asam lemak sintetase dan
merupakan suatu kompleks multienzim. Tahap berikutnya dalam sintesis asam lemak
adalah tahap memperpanjang rangkaian atom C, yang dimulai dengan pembentukan
asetil ACP dan malonil ACP, dengan katalis asetiltransasilase dan
maloniltransasilase.
Maloniltransasilase bersifat sangat khas, sedangkan asetiltrans-

asilase dapat memindahkan gugus asil selain asetil, walaupun lambat. Asam
lemak dengan jumlah atom C ganjil disintesis berawal dari propionil ACP. Asetil
ACP dan malonil ACP bereaksi membentuk asetoasetil ACP, dengan enzim asil-
malonil ACP kondensase sebagai katalis.

Pada reaksi kondensasi ini, senyawa 4 atom C dibentuk dari senyawa 2 atom C
dengan senyawa 3 atom C dan CO, dibebaskan. Tahap selanjutnya ialah reduksi
gugus keto pada nomor 3, dari asetoasetil ACP menjadi 3-hidroksi butiril ACP
dengan ketoasil ACP reduktase sebagai katalis. Kemudian 3-hidroksi butiril ACP
diubah menjadi krotonil ACP dengan pengeluaran molekul air (dehidrasi).
Enzim yang bekerja pada reaksi ini ialah 3-hidroksi asil ACP dehidratase.
Reaksi terakhir dari putaran pertama sintesis asam lemak ialah pembentukan butiril
ACP dari krotonil ACP dengan katalis enoil ACP reduktase. Jadi putaran pertama
proses perpanjangan rantai C ini telah mengubah asetil koenzim A menjadi butiril
ACP.
Putaran kedua pada proses perpanjangan rantai C dimulai dengan reaksi butiril
ACP dengan malonil ACP dan seterusnya seperti reaksi-reaksi pada putaran pertama.
Demikian setelah beberapa putaran maka asam lemak terbentuk pada reaksi terakhir
yaitu hidrolisis asil ACP menjadi asam lemak dan ACP. Sebagai contoh sintesis asam
palmitat mempunyai persamaan reaksi sebagai berikut:

Dari contoh di atas tampak bahwa asam palmitat terbentuk dari 8 molekul asetil
KOA, 14 NADPH dan 7 ATP. Asam pal- mitat dibuat dalam sitoplasma, sedangkan
asetil KoA dibentuk dari asam piruvat dalam mitokondria. Oleh karenanya asetil
KOA harus diangkut dari mitokondria ke dalam sitoplasma. Membran

mitokondria ternyata tidak permeabel terhadap asetil KoA, jadi harus diubah
dahulu menjadi asam sitrat yang dapat menembus membran mitokondria. Setelah
sampai dalam sitoplasma asetil KoA dilepaskan lagi dengan bantuan sitrat liase
sebagai katalis.

Asam oksaloasetat yang terbentuk dalam sitoplasma ini harus dikembalikan ke


dalam mitokondria. Membran mitokondria tidak permeabel terhadap asam
oksaloasetat, karena itu oksaloasetat diubah dahulu menjadi piruvat melalui asam
malat. Dalam reaksi ini NADPH dihasilkan dari NADH. Mula-mula ásam
oksaloasetat direduksi oleh NADH menjadi asam malat. Katalis dalam reaksi ini
malat dehidrogenase yang terdapat dalam sitoplasma. Kemudian asam malat diubah
menjadi asam piruvat.

Asam piruvat yang dihasilkan dalam reaksi tersebut dapat masuk ke dalam
mitokondria dan diubah menjadi asam oksalo- asetat oleh piruvat karboksilase.

Proses pemindahan satu molekul asetil koenzim A dari mitokondria ke dalam


sitoplasma dapat menghasilkan satu molekul NADPH Pembentukan asam palmitat
membutuhkan 8 molekul asetil koen- zim A, oleh karenanya terbentuk pula 8
molekul NADPH Telah dijelaskan bahwa pembentukan asam palmitat membutuh kan
14 molekul NADPH. Kekurangan 6 molekul NADPH diperoleh dari reaksi
pembentukan ribulosa-5-fosfat dari glukosa-6-fosfat.

Tiga molekul ribulosa-5-fosfat dapat diubah menjadi dua molekul heksosa dan
satu molekul triosa yang dapat masuk ke dalam proses glikolisis.
Beberapa ciri penting yang dapat kita amati pada sintesis asam lemak ialah:
1. Sintesis asam lemak terjadi pada sitoplasma, sedangkan oksi- dasi terjadi pada
mitokondria.
2. Senyawa-senyawa antara dalam sintesis asam lemak terikat pada ACP,
sedangkan pada pemecahan asam lemak, senyawa- senyawa antara terikat pada
koenzim A.
3. Beberapa enzim yang bekerja sebagai katalis pada sintesis asam lemak
merupakan suatu kompleks multienzim yang disebut asam lemak sintetase. Pada
pemecahan asam lemak tidak terdapat sistem multienzim.
4. Perpanjangan rantai C pada sintesis asam lemak ialah pe- nambahan 2 atom C
secara berturut-turut yang berasal dari asetil koenzim A. Adapun senyawa yang
berfungsi sebagai donor unit 2 atom C ialah malonil ACP.
5. Dalam sintesis asam lemak, NADPH berfungsi sebagai re- duktor.

B. Anabolisme
1. Sintesis Kolestrol
Pada dasarnya kolesterol disintesis dari asetil koenzim A mela- lui beberapa
tahapan reaksi. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa asetil koenzim A diubah
menjadi isopentenil pirofosfat dan dimetalil pirofosfat melalui beberapa reaksi yang
melibatkan beberapa jenis enzim. Selanjutnya isopentenil pirofosfat dan dimetalil
pirofosfat bereaksi membentuk kolesterol. Pembentukan kolesterol ini juga
berlangsung melalui beberapa reaksi yang membentuk senyawa-senyawa antara, yaitu
geranil pirofosfat skualen dan lanosterol.

Kecepatan pembentukan kolesterol dipengaruhi oleh konsentrasi kolesterol yang


telah ada dalam tubuh. Apabila dalam tubuh ter- dapat kolesterol dalam jumlah yang
telah cukup, maka kolesterol akan menghambat sendiri reaksi pembentukannya
(hambatan umpan balik). Sebaliknya apabila jumlah kolesterol sedikit karena berpuasa,
kecepatan pembentukan kolesterol meningkat.

Anda mungkin juga menyukai