Anda di halaman 1dari 9

TUGAS 2

HUKUM TELEMATIKA

Nama : Simone Maldini Febrianto


NIM : 044074312

Kasus Hate speech di Indonesia

Kasus hate speech atau ujaran kebencian di media sosial bukanlah hal baru di Indonesia. Banyak
yang sudah terjerat hukum akibat ujaran kebencian yang dilontarkan para pelaku di media sosial.
Diantaranya kasus ujaran kebencian yang dilakukan oleh musisi Indonesia, Ahmad Dhani dalam
tweeter pribadinya, kasus Jonru Ginting dalam facebooknya, kasus grup Saracen, sebuah grup
bayaran yang dapat dipesan untuk memposting berita, informasi dan foto palsu yang memuat
fitnah, propaganda dan ujaran kebencian dan masih banyak kasus yang berkaitan dengan hate
speech.
Pertanyaan :
1. Klasifikasikan apa saja yang termasuk ujaran kebencian dan apa dasar hukumnya. Jelaskan.

Pemerintah Indonesia berusaha mendukung perkembangan teknologi informasi, terutama dalam


pengelolaan informasi dan transaksi elektronik, serta merampingkan infrastruktur hukumnya. Hal ini
bertujuan agar pemanfaatan teknologi informasi dapat dilaksanakan dengan aman, dengan dampak
negatifnya diminimalkan sebisa mungkin. Sebagai contoh, meningkatnya penggunaan sarana
teknologi informasi untuk menyebarkan informasi yang dapat memicu kebencian dan permusuhan di
media sosial. Sementara itu, penting untuk diingat bahwa kebebasan berekspresi tetap menjadi hak
fundamental setiap warga Indonesia, sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.

Kebebasan berekspresi, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan, tidak menyiratkan tanpa batasan,
tetapi merupakan kebebasan yang harus disertai pertanggungjawaban dan mematuhi norma-norma
yang berlaku. Kebebasan yang tidak tunduk pada norma dapat potensial menyebabkan terjadinya
Ujaran Kebencian (Hate Speech). Ujaran kebencian adalah tindakan atau perbuatan yang
mengandung kebencian atau permusuhan terhadap orang lain atau suatu kelompok. Aspek ujaran
kebencian didasarkan pada suku, ras, agama, kepercayaan atau keyakinan, antargolongan, warna kulit,
etnis, gender, orientasi seksual, aliran keagamaan, dan kaum difabel. Ujaran kebencian yang
dilakukan di media sosial yaitu dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE.

R. Soesilo, dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta


Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal; mengidentifikasi 6 bentuk penghinaan, yaitu
menista (smaad), menista dengan surat (smaadschrift), memfitnah (laster), penghinaan ringan
(eenvoudige belediging), mengadu secara memfitnah (lasterlijke aanklacht), dan tuduhan secara
memfitnah (lasterlijke verdachtmaking), sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (1), Pasal 310 ayat
(2), Pasal 311, Pasal 315, Pasal 317, dan Pasal 318 KUHP.
Berdasarkan Surat Edaran Kepala Kepolisian Negara Nomor SE/6/X/2015 Tahun 2015 tentang
Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) dijelaskan bahwa Ujaran Kebencian dapat berupa
tindak pidana yang diatur dalam KUHP dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP yang berbentuk :
1. Penghinaan
2. Pencemaran nama baik
3. Penistaan
4. Perbuatan tidak menyenangkan
5. Memprovokasi
6. Menghasut
7. Penyebaran berita bohong

Semua tindakan-tindakan diatas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi,
kekerasan, penghilangan nyawa dan/atau konflik sosial. Ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di
atas, bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan/atau kelompok
masyarakat dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek:
1. suku;
2. agama;
3. aliran keagamaan;
4. keyakinan/kepercayaan;
5. ras;
6. antargolongan;
7. warna kulit;
8. etnis;
9. gender;
10. kaum difabel (cacat);
11. orientasi seksual.

Selanjutnya Ujaran Kebencian (Hate Speech) dapat dilakukan melalui berbagai cara dan media,
antara lain:
1. Orasi
2. Spanduk atau banner
3. Media sosial
4. Penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi)
5. Ceramah keagamaan
6. Media massa cetak atau elektronik

Terdapat beberapa peraturan dan pasal-pasal lain yang berkaitan dengan ujaran kebencian :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
2. Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik/ITE,
3. Undang-Undang No. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis,
4. Surat Edaran Kapolri No: SE/06/X/2015 tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech).

Menurut Kemenkominfo, terdapat 3 peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dijadikan


rujukan oleh Kementerian Kominfo dalam hal hate speech.
1. UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik yang telah diubah melalui UU
Nomor 19 tahun 2016 (UU ITE), khususnya pada Pasal 28 ayat (2) di mana setiap orang dilarang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras dan antargolongan atau SARA.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik, khususnya Pasal 5 mengenai larangan pemuatan konten yang melanggar aturan di
sistem elektronik dan pasal 96 terkait klasifikasi dan definisi konten yang melanggar peraturan
perundang-undangan.
3. Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Linngkup Privat,
khususnya Pasal 13 mengenai kewajiban pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan
dokumen elektronik yang dilarang, serta pasal 15 mengenai ketentuan waktu serta prosedur
pemutusan akses konten yang melanggar peraturan perundang-undangan

Penerapan sanksi terhadap hate speech di media sosial juga dapat merujuk pada Pasal 45A ayat (2)
UU Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 tahun 2008 (UU ITE) sebagai
berikut:
“Seseorang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarluaskan informasi yang bertujuan
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sesuai dengan Pasal 28 ayat (2), dapat
dikenai hukuman penjara maksimal 6 (enam) tahun dan/atau denda hingga Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).”

Selain itu, penegakan hukum terhadap dugaan tindak pidana ujaran kebencian juga dapat merujuk
pada Pasal 16 jo. Pasal 4 huruf b angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang
Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Pasal ini mengatur tindakan diskriminatif ras dan etnis,
termasuk menunjukkan kebencian atau rasa benci terhadap seseorang karena perbedaan ras dan etnis
dengan cara membuat tulisan atau gambar yang ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di
tempat umum atau tempat lain yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain. Sanksinya mencakup
hukuman penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda hingga Rp500 juta.

2. Jika seseorang memberikan komentar negatif terhadap suatu konten di media sosial,
apakah termasuk ke dalam ujaran kebencian (hate speech). Berikan pendapat saudara
disertai dengan dasar hukumnya.
Ya, menurut saya komentar negatif dalam media sosial dapat menjadi termasuk dalam ujaran
kebencian. Seperti telah dijelaskan pada pertanyaan nomor 1, ujaran kebencian dapat berupa
Penghinaan, Pencemaran nama baik, Penistaan, Perbuatan tidak menyenangkan, Memprovokasi,
Menghasut, dan Penyebaran berita bohong. Salah satu media penyebaran ujaran kebencian juga
adalah media sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia komentar dijelaskan sebagai ulasan atau
tanggapan terhadap berita, pidato, dan sejenisnya, dengan maksud untuk menjelaskan atau
memberikan penjelasan.
Seperti yang kita ketahui, media sosial umumnya memiliki kolom komentar; dimana kolom komentar
ini tentu saja dapat menjadi media untuk menuangkan aspirasi siapapun yang melihat konten di media
sosial. Memberikan komentar merupakan tindakan yang lumrah sebagai ekspresi dari seorang
individu. Akan tetapi, sering kali komentar di media sosial menjadi sarana untuk mengikuti tren
memberikan kritik atau ujaran kebencian terhadap individu atau kelompok tertentu. Kurangnya
pembatasan atau pertimbangan yang bijaksana dalam memberikan komentar menjadi pemicu
penyalahgunaan media sosial di era teknologi saat ini. Fenomena ini dapat memicu konflik antar
individu atau kelompok, menciptakan perasaan sakit hati, mengundang kegaduhan, dan bahkan dapat
melibatkan tindakan kekerasan.
Ujaran kebencian di media sosial, yang melibatkan komentar/unggahan jahat dan merendahkan, telah
diidentifikasi sebagai bentuk cyberbullying. Menurut laporan dari kompas.com, ujaran kebencian
dalam bentuk komentar-komentar tersebut sering kali bertujuan untuk merendahkan dan menyakiti
perasaan korban. Kondisi ini menjadi serius karena dapat berdampak negatif pada kesejahteraan
mental individu. Kejadian ujaran kebencian dan komentar negatif sering terjadi di berbagai platform
media sosial. Fakta ini tergambar dari hasil pelaksanaan program Virtual Police, yang dibentuk untuk
memberikan peringatan kepada akun-akun yang melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) dengan mengandung ujaran kebencian dan SARA. Dalam kurun waktu 100 hari
kerja sejak pembentukan Virtual Police pada periode 23 Februari 2021 hingga 31 Mei 2021, Twitter
mencatat jumlah teguran tertinggi dengan 215 akun, diikuti oleh Facebook dengan 180 akun,
Instagram dengan 14 akun, dan Youtube dengan 19 akun.
Selain itu, media sosial memungkinkan semua orang untuk dapat memposting dan mengunggah hal
apapun yang mereka sukai, termasuk ujaran kebencian dalam bentuk berita bohong sampai dengan
provokasi. Fenomena hate speech di internet dan media sosial saat ini juga sering kali mengambil
bentuk meme. Meme merupakan gambar, foto, atau komik yang menggambarkan calon Presiden atau
calon Wakil Presiden, seringkali disertai dengan tulisan atau modifikasi berupa balon percakapan.
Meme ini dapat digunakan untuk tujuan hiburan atau dengan niatan merusak reputasi calon tertentu,
suatu bentuk smear campaign. Banyak dari mereka yang kemudian menyebarkannya secara viral
melalui berbagai platform, seperti media sosial, BBM, dan lainnya. Ironisnya, tindakan ini, tanpa
disadari, berkontribusi pada lingkaran cyberbullying.
Dibandingkan dengan istilah "bullying" yang seringkali dikaitkan dengan perilaku kekerasan di
sekolah oleh pihak yang memiliki status lebih tinggi terhadap mereka yang berstatus lebih rendah,
"cyberbullying" masih belum begitu dikenal secara luas. Cyberbullying sendiri dapat terjadi melalui
berbagai media internet seperti email, pesan singkat, ruang obrol, situs web, permainan daring, dan
pesan digital, serta gambar yang dikirim melalui telepon seluler.
Dilansir dari Wikipedia, Nancy Willard, pengacara dan direktur dari Center for Safe and Responsible
Internet Use di Amerika, mengkategorikan 9 perilaku yang tergolong sebagai Cyberbullying, yaitu :
1. Flaming yakni celaan, cercaan, atau hinaan kepada satu sama lain. Misalnya, tweetwar di Twitter.
2. Harassment yakni kata-kata atau tindakan yang bersifat memalukan, melecehkan, bahkan kadang
membahayakan. Misalnya, menciptakan akun palsu yang bersifat anonim, kemudian
membombardir pemilik akun yang menjadi sasaran dengan kalimat-kalimat atau ilustrasi yang
menghina melalui akun tersebut.
3. Denigration yakni informasi mengenai seseorang yang bersifat menghina dan tidak benar atau
tidak sesuai dengan keadaan nyatanya. Informasi ini bisa dipampangkan di website atau
disebarkan kepada orang lain melalui email, instant messaging, dan media-media lainnya.
4. Impersonation yakni ‘mencuri’ atau ‘membajak’ akun milik seseorang dan menyampaikan
informasi yang tidak benar.
5. Outing and Trickery yakni membujuk seseorang untuk membagikan informasi mengenai diri
mereka yang sifatnya pribadi, kemudian menyebarluaskan informasi itu kepada pihak lain.
6. Exclusion/ Ostracism yakni tindakan meng-unfriend, unshared, atau memutuskan hubungan dari
media (sosial), di mana awalnya kedua pihak ini saling berhubungan/ berteman.
7. Cyberstalking yakni tindakan menguntit seseorang secara berulang dan melakukan komunikasi
yang bersifat mengganggu dan mengancam, khususnya jika disertai dengan niatan untuk
menakuti bahwa akan terjadi hal-hal yang membahayakan dirinya atau orang-orang lain di
sekelilingnya.
8. Video Recording of Assaults/ Happy Slapping and Hopping yakni merekam perilaku seseorang
yang bersifat memalukan dan mengunggahnya ke internet sehingga memungkinkan banyak pihak
untuk dapat menonton dan mengomentari video tersebut.
9. Sexting yakni mengirimkan atau mem-posting foto atau video telanjang atau setengah telanjang
kepada seseorang yang bertujuan untuk mengganggu atau mempermalukannya. Sejumlah
penelitian membuktikan bahwa para korban akan merasa rendah diri, mengalami kecemasan
sosial, konsentrasi yang menurun, perasaan terasing, bahkan pada tahap yang ekstrem, dapat
mengakibatkan depresi dan keinginan bunuh diri.

Korban atau pelapor ujaran kebencian dapat mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Hukum yang mengatur tercantum dalam
Pasal 27 ayat (3) UU ITE , berbunyi:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Ancaman pidana bagi mereka yang memenuhi unsur dalam Pasal 27 ayat (3) adalah dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1 miliar.

3. Termasuk ke dalam delik apakah ujaran kebencian? Apakah sama antara ujaran
kebencian dengan pencemaran nama baik? Jelaskan dan berikan dasar hukumnya.

Ketentuan UU ITE yang mengatur tentang ujaran kebencian, permusuhan, dan SARA tercantum
dalam Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2). Pasal 28 ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak yang menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA) dapat dihukum pidana. Pasal 45A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 ayat (2) dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dana atau denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.

Namun, ketentuan ini telah dicabut oleh UU KUHP baru. Pasal 243 ayat (1) jo ayat (2) UU KUHP
baru menggantikan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) UU ITE. Pasal baru tersebut menyatakan
bahwa setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar agar
diketahui oleh umum, yang berisi pernyataan perasaan permusuhan terhadap golongan atau kelompok
penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis
kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik dapat dihukum pidana penjara hingga empat tahun
atau denda maksimal kategori IV.

UU KUHP baru juga menambahkan pidana tambahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 243 ayat (2),
yang menyatakan bahwa jika pelaku melakukan tindak pidana tersebut dalam menjalankan profesinya
dan belum lewat dua tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap karena tindak pidana yang sama, pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa
pencabutan hak tertentu, seperti hak menjalankan profesi tertentu sesuai dengan Pasal 86 huruf f.

Pengaturan ujaran kebencian bertujuan untuk mencegah timbulnya keresahan, kemarahan, dan konflik
sosial akibat perbuatan yang tergolong sebagai ujaran kebencian terhadap individu atau kelompok
yang menjadi sasaran. Delik ini sejalan dengan delik penghinaan dalam Pasal 310 KUHP, di mana
tuduhan terhadap seseorang yang dapat merugikan kehormatan atau nama baik korban dapat
menyebabkan kebencian atau bahkan dapat menjadi sasaran kemarahan. Begitu pula dengan delik
penistaan terhadap suku, agama, ras, dan antar golongan, yang dengan penistaan tersebut dapat
menciptakan rasa benci, merendahkan, menjauhi, bahkan memicu kekerasan fisik terhadap kelompok
yang menjadi objek atau korban penistaan. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk,
penegakan hukum terhadap perbuatan semacam itu menjadi suatu keharusan untuk menciptakan
suasana saling menghormati.

Awalnya, UU ITE hanya mengatur aspek ini tanpa niatan untuk menambah norma delik baru, karena
sudah cukup dengan delik-delik yang telah ada. UU ITE sebatas menetapkan bahwa perbuatan delik
yang dilakukan melalui sarana informasi elektronik diakui dan dianggap setara dengan tindakan yang
dilakukan secara konvensional. Oleh karena itu, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
50/PUU-VI/2008 menyatakan bahwa keberlakuan dan penafsiran atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak
dapat dipisahkan dari norma pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP sebagai kategori delik.
Sama halnya, pasal-pasal yang menciptakan delik baru dalam UU ITE seharusnya dikembalikan ke
norma dasarnya sesuai dengan sumber hukum aslinya, kecuali dalam konteks pemerasan dan
pengancaman yang diperluas oleh Penjelasan Pasal 45B. Penjelasan ini menyebutkan bahwa
ketentuan dalam Pasal ini juga mencakup perundungan di dunia siber (cyber bullying) yang
melibatkan unsur ancaman kekerasan atau intimidasi, dengan potensi mengakibatkan kerugian fisik,
psikis, dan/atau materiil.

Ujaran Kebencian berbeda dengan Pencemaran nama baik. Pencemaran nama baik adalah suatu
tindakan menyerang nama baik dan kehormatan seseorang melalui tulisan ataupun lisan. Pencemaran
nama baik atau penghinaan diatur dalam Pasal 310 KUHP. Jika pencemaran nama baik tersebut
dilakukan di media sosial, maka ketentuan hukumnya mengacu pada Pasal 27 ayat (3) UU No 19
Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Ujaran kebencian adalah tindakan atau perbuatan yang mengandung kebencian atau
permusuhan terhadap orang lain atau suatu kelompok. Aspek ujaran kebencian didasarkan pada suku,
ras, agama, kepercayaan atau keyakinan, antargolongan, warna kulit, etnis, gender, orientasi seksual,
aliran keagamaan, dan kaum difabel. Ujaran kebencian yang dilakukan di media sosial yaitu dalam
Pasal 28 ayat (2) UU ITE.

Dilansir dari situs merdeka.com, Pencemaran nama baik berbeda dengan ujaran kebencian atau hate
speech. Pencemaran nama baik merupakan pasal karet, bisa dikenakan pada semua. Sedangkan ujaran
kebencian merupakan niatan untuk menyampaikan kebencian didasarkan pada ras, etnis, atau
golongan tertentu. Salah satunya kebencian pada ideologi tertentu. Pencemaran nama baik cenderung
menyerang nama dan kehormatan orang lain atau suatu kelompok, tetapi ujaran kebencian menyerang
harkat dan martabat manusia. Pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang
No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE dan
ujaran kebencian diatur dalam Pasal 28 (2) Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE.
Sumber :

UU Nomor 11 tahun 2008 :


https://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/-Regulasi-UU.-No.-11-Tahun-2008-Tentang-Informasi-dan
-Transaksi-Elektronik-1552380483.pdf

UU Nomor 19 tahun 2016 : https://peraturan.bpk.go.id/Details/37582/uu-no-19-tahun-2016

Surat Edaran Kepala Kepolisian Negara Nomor SE/6/X/2015 :


https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt56335bcab7933/surat-edaran-kepala-kepolisian-neg
ara-nomor-se-6-x-2015-tahun-2015

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) :


https://jdih.mahkamahagung.go.id/legal-product/kitab-undang-undang-hukum-pidana/detail

Undang-Undang No. 40 tahun 2008 : https://peraturan.bpk.go.id/Details/39733/uu-no-40-tahun-2008

Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2019 :


https://peraturan.bpk.go.id/Details/122030/pp-no-71-tahun-2019

Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 :


https://peraturan.bpk.go.id/Details/203049/permenkominfo-no-5-tahun-2020

https://nasional.kompas.com/read/2023/03/01/13285951/pasal-ujaran-kebencian-uu-ite-yang-dicabut-
dan-penggantinya-di-uu-kuhp-baru#:~:text=Pasal%2028%20ayat%20(2)%20berbunyi,dan%20antarg
olongan%20(SARA)%E2%80%9D.

http://repository.unmuhjember.ac.id/8821/9/I.%20ARTIKEL%20JURNAL.pdf

https://www.merdeka.com/peristiwa/komnas-ham-ujaran-kebencian-beda-dengan-pencemaran-nama-
baik.html
https://www.mkri.id/public/content/infoumum/press/pdf/press_2223_7.4.22%20Rilis%20Perkara%20
36%20Tahun%202022%20-%20UU%20ITE%20-%20RA%20-%20I.pdf

http://repository.unmuhjember.ac.id/8821/9/I.%20ARTIKEL%20JURNAL.pdf

https://id.wikipedia.org/wiki/Ujaran_kebencian_di_dunia_maya

https://egsa.geo.ugm.ac.id/2022/02/06/budaya-berkomentar-warganet-di-media-sosial-ujaran-kebenci
an-sebagai-sebuah-tren/

https://siplawfirm.id/ancaman-pidana-tindak-pidana-ujaran-kebencian/?lang=id
https://www.kominfo.go.id/content/detail/34136/siaran-pers-no-143hmkominfo042021-tentang-sejak-
2018-kominfo-tangani-3640-ujaran-kebencian-berbasis-sara-di-ruang-digital/0/siaran_pers

https://www.hukumonline.com/klinik/a/interprestasi-pasal-28-ayat-2-undang-undang-no-11-tahun-20
08-tentang-informasi-transaksi-elektronik-lt4fb9207f1726f/

https://www.hukumonline.com/klinik/a/pasal-untuk-menjerat-penyebar-ihoax-i-lt5b6bc8f2d737f/

https://www.hukumonline.com/klinik/a/jerat-hukum-penyebar-ujaran-kebencian-di-youtube-lt584a70
4d611dc/

https://www.hukumonline.com/klinik/a/bentuk-penghinaan-yang-bisa-dijerat-pasal-tentang-ihate-spee
ch-i-lt5b70642384e40/

Anda mungkin juga menyukai