Anda di halaman 1dari 2

TUGAS 3

HUKUM PAJAK DAN ACARA PERPAJAKAN

Nama : Simone Maldini Febrianto


NIM : 044074312

1. Berikan analisa berupa pendapat secara singkat dan jelas atas kasus posisi dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi No.133/PUU-XIII/2015!

Keputusan Nomor 133/PUU-XIII/2015 dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi setelah menguji


validitas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Ir. Nizarman
Aminuddin, seorang pengusaha Indonesia beragama Islam, yang bekerja di PT. Textra Amspin dan
tinggal di Jalan Iskandarsyah Raya Nomor 95, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, adalah
pihak Pemohon dalam kasus ini. Permohonan diajukan pada 19 Oktober 2015 dan diterima di
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi pada 21 Oktober 2015 melalui Akta Penerimaan Berkas
Permohonan Nomor 283/PAN.MK/2015. Permohonan ini dicatat dalam buku Registrasi Perkara
Konstitusi pada 30 Oktober 2015 dengan Nomor 133/PUU-XIII/2015, yang kemudian diperbaiki
pada 23 November 2015 dan diterima kembali pada 24 November 2015.

Dengan Surat Kuasa Khusus tertanggal 13 Oktober 2015, Pemohon memberi kuasa kepada
beberapa pengacara dari Kantor Advokat Habib & Co yang berkedudukan di Gedung Arva Cikini
Blok 60 M, Jalan Cikini Raya Nomor 60 Jakarta Pusat. Setelah menyajikan uraian mengenai
pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 dan bukti-bukti terlampir selama persidangan,
Pemohon pada dasarnya memohon agar Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa
perkara ini memberikan putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon secara keseluruhan.
2. Menyatakan bahwa Pasal 36 ayat (4) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,
Pasal II angka 1 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 66 ayat (1) UU
Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung, dan Pasal 24 ayat (2) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman bertentangan dengan UUD 1945.
3. Menyatakan bahwa Pasal 36 ayat (4) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,
Pasal II angka 1 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 66 ayat (1) UU
Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung, dan Pasal 24 ayat (2) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
4. Memerintahkan agar putusan ini dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia sesuai
ketentuan yang berlaku.
2. Persoalan hukum apa yang menjadi pokok sengketa dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
tersebut?
Dalam proses pengadilan pajak, prinsip praduga tidak bersalah tidak berlaku seperti dalam
pengadilan umum. Anshari Ritonga, Ahli Pemerintah, menjelaskan bahwa proses penagihan atas
putusan pengadilan pajak tetap dilakukan oleh jaksa hingga ada putusan banding. Pernyataan ini
disampaikan dalam sidang Pengujian Materiil terhadap beberapa undang-undang, termasuk
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yang digelar oleh Mahkamah
Konstitusi (MK). Dalam pengadilan pajak tidak berlaku asas praduga tak bersalah seperti di
pengadilan umum. Oleh karena itu, selama belum ada putusan banding, penagihan akan tetap
dilakukan oleh jaksa, dan pemohon harus membayar pajak yang terutang. Yang berlaku bukanlah
prinsip presumption of innocence, melainkan presumption justae causa, yaitu keputusan pemerintah
memiliki kekuatan hukum selama belum ada pembatalan atau penggantian. Sementara itu,
peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali karena sengketa pajak merupakan sengketa
khusus dalam peradilan tata usaha negara yang memerlukan kepastian hukum yang cepat. Dalam
pokok permohonan, Nizarman Aminuddin, sebagai likuidator PT. Textra Amspin, mengajukan
keberatan terhadap beberapa ketentuan terkait Pengajuan Banding, Penangguhan Pembayaran
Pajak, dan Pengajuan Peninjauan Kembali.

Dalam pokok permohonannya, Nizarman Aminuddin, yang bertindak sebagai likuidator PT. Textra
Amspin, mengalami kerugian akibat ketentuan-ketentuan terkait Pengajuan Banding sebagaimana diatur
dalam Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak; juga ketentuan mengenai Penangguhan Pembayaran
Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal II angka 1 UU Tata Cara Perpajakan. Selain kedua aspek tersebut,
Pemohon juga menuntut ketentuan tentang Pengajuan Peninjauan Kembali yang diatur dalam Pasal 89
ayat (1) UU Pengadilan Pajak, Pasal 66 ayat (1) UU Mahkamah Agung, dan Pasal 24 ayat (2) UU
Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan
satu kali. Pemohon mengungkapkan keberatannya terhadap penerapan pajak terhadap PT. Textra
Amspin yang juga memperhitungkan aset pribadi Pemohon sebagai aset perusahaan.

Meskipun Pemohon telah mengajukan keberatan ke Direktorat Jenderal Pajak, namun upayanya ditolak.
Menanggapi penolakan ini, Pemohon melanjutkan proses hukum dengan mengajukan gugatan ke
Pengadilan Pajak hingga tingkat banding. Pada tingkat banding, Pemohon mendapat putusan tidak dapat
diterima dengan alasan bahwa pada saat mengajukan banding, Pemohon tidak melampirkan bukti
pembayaran 50% pajak terutang, yang merupakan syarat banding ke Pengadilan Pajak sesuai dengan
Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak. Terhadap putusan tersebut, Pemohon merasa dirugikan karena
proses hukum yang ditempuh ternyata tidak mampu menunda kewajiban pembayaran pajak dan
pelaksanaan penagihan.

Sumber :
Modul 8 HKUM4407
Putusan MK No 133/PUU-XIII/2015
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=13537&menu=2#:~:text=Aturan%20yang%20me
wajibkan%20pembayaran%2050,di%20Ruang%20Sidang%20Pleno%20MK.
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/28798/3/T1_312015146_Bab%20II.pdf
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=13054

Anda mungkin juga menyukai