4.1 Letak dan Batas Negeri Soya Kecamatan Sirimau Kota Ambon
Negeri Soya adalah salah satu desa (Negeri) adat yang terletak di pulau Ambon ibu
kota Provinsi Maluku. Desa ini termasuk salah satu opsi destinasi wisata budaya yang
terdapat di Kota Ambon. Soya menjadi rujukan destinasi budaya dikarenakan terdapat
beberapa adat tradisi yang masih dilestarikan dengan baik. Tradisi Negeri Soya yang masih
terjaga hingga saat ini antara lain tradisi cucu Negeri, upacara rumah adat “naik baileo”,
tardisi rumah tua, dan tradisi naik ke gunung sirimau.
Letak wilayah Negeri Soya tepat di pinggir Kota Ambon, dengan puncak Gunung
Sirimau sebagai Icon-nya. Negeri ini berada di ketinggian 464 M dari permukaan laut,
Suhu udara pada umumnya berkisar antara 20 - 30 C. Untuk mencapai Negeri Soya dapat
digunakan kendaraan jenis apapun dengan kondisi jalan yang berliku-liku namun mulus,
dengan jarak kurang lebih 4 Km dari pusat Kota Ambon.
Gambar 4.1 Peta Negeri Adat Soya
Secara administratif batas wilayah Negeri Soya di sebelah Timur berbatasan dengan
Negeri Hutumuri dan Negeri Leahari, sebelah Barat berbatasan dengan Negeri Urimesing,
sedangakan Negeri Hatalae, Naku, Kilang, dan Ema berbatasan dengan Negeri Soya di
sebelah Selatan dan sebelah Utara berbatasan dengan Negeri Halong dan Passo, Negeri Soya
memiliki total luas wilayah sebanyak 6000 ha1. Secara peruntukan lahan di Negeri Soya di
dominasi oleh perkebunan masyarakat, dan pemukiman.
Keunikan Negeri Soya dari aspek tradisi dapat dilihat dari salah satu adat istiadat
Negeri soya dalam memaknai rumah tua sebagai simbol kebersamaan dan kekeluargaan.
Dengan menjaga tradisi-tradisi budaya menjadikan Negeri soya sebagai salah satu Negeri
adat di Kota Ambon yang masih sangat konsisten mempertahankan adat warisan para
leluhur.
Rumah tua sendiri merupakan satu objek sakralitas yang secara kolektif di yakini oleh
masyarakat Negeri Soya sebagai simbol kebesaran dan sekaligus sangat sarat dengan nilai-
nilai kekeluargaan.
Mengacu pada data diatas, maka dapat dilihat jumlah penduduk usia produktif
Negeri soya paling banyak terserap pada sector pemerintahan (PNS), dan wirausaha,
sehingga dalam konteks pengembangan Negeri Soya sebagai daerah rujukan wisata dengan
mengembangkan potensi-potensi kearifan local Negeri Soya sangat dimungkinkan tercapai,
mengingat akses yang begitu besar di lingkup pemerintahan.
2
Dikutip dari jurnal: Devi Budiarti dan Yoyok Seosatyo,2016. pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Mojokerto Tahun 2000-2011. Universitas Negeri Surabaya.
gotong royong, atau masohi. Pada prinsipnya masohi sendiri adalah kerja bersama, dimana
ketika ada satu hajatan besar salah satu keluarga dalam Negeri Soya, maka hajatan tersebut
tidak kemudian menjadi tanggung jawab secara total keluarga yang memiliki hajatan saja,
melainkan secara kolektif masyarakat negeri secara kolektif merasa memiki tanggung jawab
yang sama untuk menyukseskan hajatan tersebut. Misalnya salah satu keluarga di Negeri
Soya membangun rumah untuk tempat tinggal, maka bantuan berupa tenaga sudah menjadi
tanggungjawab warga desa untuk membantu menyelesaikan pembangunan tersebut, sampai
selesai pembangunannya dan tenaga yang diberikan tidak kemudian dibayar dengan
menggunakan uang, hal ini dikarenakan sistem masohi atau gotong royong akan berlangsung
secara otomatis ketika setiap warga negeri mempunyai hajatan besar maka saling membantu
merupakan prinsip dasar yang akan dilaksanakan secara otomatis. Konsep masohi pun
berlaku dalam acara perkawinan maupun keamtian, namun dalam kedua hajatan
perkawinan dan kematian terdapat salah satu tradisi juga yang dapat menjelaskan sistem
kekerabatan masyarakat Soya, tradisi tersebut dikenal dengan istilah maoli.
Tradisi maoli secara prinsipnya sama dengan tradisi masohi, yakni kerja bersama,
namun bedanya maoli dilakukan oleh para perempuan. Setiap acara perkawinan dan
kematian maupun acara besar desa/negeri ada satu fenomena dimana terdapat aktifitas
memasak bersama para kaum perempuan terutama para ibu-ibu rumah tangga untuk
konsumsi acara perkawinan maupun kematian salah satu keluarga yang mempunyai hajatan.
Tradisi-tradisi ini sudah berlangsung sejak lama dan masih terawat dan berkelanjutan sampai
dengan saat ini.
Secara umum adat istiadat Negeri Soya yang menjadi tradisi di dalam sosial
kemasyarakatan sangat sarat dengan nilai kebersamaan dan kekeluargaan. Tradisi masohi
dan maoli adalah bagian dari tradisi masyarakat Negeri Soya yang secara sederhana
menampilkan sistem kekerabatan di Negeri Soya. Sehingga konsespsi sistem kekerabatan di
Negeri Soya tidak lagi terjebak dalam wilayah-wilayah material apalagi dibatasi oleh relasi
hubungan keluarga inti atau sedarah, melainkan sudah lebih jauh dan umum mencakupi
semua warga negeri/desa yang dapat dipahami sebagai satu kesatuan atau keluarga besar
secara umum. Sehingga lahir rasa tanggungjawab bersama setiap warga desa/negeri ketika
terdapat hajatan salah satu warga desa, dimana rasa tanggungjawab ini mendorong untuk
bersama-sama turut terlibat aktif dalam hajatan tersebut.
Sistem kekerabatan yang masih terjaga dan terbangun di Negeri/desa Soya hingga
saat ini tidak terlepas dari peran kelembagaan-kelembagaan adat yang terdapat di Negeri
Soya. Kelembagan adat di Negeri Soya adalah struktur cultural yang di dalamnya terdapat
kewenangan dan kekuasaan dalam rangka membangun keseimbanga bermasyarakat dan
berkehidupan dengan menjadikan nilai-nilai adat istiadat sebagai bagian penting yang
menggerakan kelembagaan tersebut.
Saniri, raja, kepala Soa dan bagian-bagiannya adalah bentuk kelembagaan yang
terdapat dalam setiap negeri/desa adat di wilayah pulau Ambon, terkhususnya di desa Soya.
Peran kelembagan adat tersebut secara sederhana mempunyai pengaruh besar dalam
menjaga keseimbangan keberlanjutan tatanan sosial budaya dalam suatu kelompok
masyarakat adat. Dilain sisi peran kelembagaan-kelembagaan adat tersebut juga meberikan
peran penting yakni turut merawat nilai-nilai kekeluargaan yang terjaga melalui sistem-sitem
sosial yang terbangun secara berkelanjutan.
Setiap kelembagaan adat pada Negeri Soya memiliki kewenangan masing-masing,
sebut saja raja atau kepala pemerintahan bertindak sebagai pemimpin wilayah teretorial
adat atau ulayat yang dikenal dengan istilah bapa raja atau upu latu. Dalam konteks desa
Soya marga yang mempunyai tanggung jawab untuk menjadi raja adalah marga rehata.
Saniri merupakan lembaga adat yang di dalamnya terdapat perwakilan setiap kelompok
marga/fam di negeri soya.
Saniri mempunyai kewenangan menjaga serta mengawasi ketentuan peraturan adat
negeri soya. lembaga saniri ketika ditarik lurus ke lembaga formal Negara posisinya sama
persis dengan DPR, yang memiliki kewenangan yang hampir sama pula yakni (legislasi dan
kontroling). Saniri di desa Soya berasal dari keterwakilan marga-marga antara lain: marga
rehata, pesulima, huwaa, soplanit, dan tamtelahitu.
Sedangkan soa adalah kelompok marga yang di pimpin oleh masing-masing kepala
soa dari setiap marga di desa Soya. Setiap kepala soa memiliki kewenangan, yakni
bertanggung jawab atas semua perihal aktivitas adat baik kegiatan atau hajatan keluarga
besar dari marga/fam yang melibatkan unsur adat-istiadat Negeri Soya misalnya perkawinan,
kematian, atau hajatan-hajatan negeri/desa lainya.
Rumah tua dalam pandangan masyarakat Soya dilihat sakral dikarenakan ada
keyakinan masyarakat Soya bahwa setiap leluhur atau pun nenek moyang dari kelompok
3
Hasil wawancara langsung dengan salah satu tokoh adat Negeri Soya Bapak Agus Pesulima pada 24 April
2018.
keluarga tersebut (fam/marga), yang telah meninggal, arwah dari orang-orang tersebut
masih mendiami rumah tua tersebut, sehingga rumah tua harus di jaga dan tidak di izinkan
untuk di kosongkan, atau dirusak maka orang yang mendiami rumah tua tersebut akan
terkena musibah (sakit keras maupun meninggal dunia). Sehingga rumah tua harus tetap di
jaga dan dilestarikan.