Anda di halaman 1dari 162

PENGARUH RESILIENSI TERHADAP

QUARTER LIFE CRISIS PADA DEWASA AWAL


DI KOTA MAKASSAR

DIAJUKAN OLEH :

MUHAMMAD MUQSITH AZMY

NIM. 4517091062

SKRIPSI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2022

1
PENGARUH RESILIENSI TERHADAP
QUARTER LIFE CRISIS PADA DEWASA AWAL
DI KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Bosowa Sebagai

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh:

Muhammad Muqsith Azmy

4517091062

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2022

i
HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

PENGARUH RESILIENSI TERHADAP


QUARTER LIFE CRISIS PADA DEWASA AWAL
DI KOTA MAKASSAR

Disusun dan diajukan oleh:

MUHAMMAD MUQSITH AZMY


NIM: 4517091062

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Skripsi


Pada Februari 2022

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Musawwir, S.Psi.,M.Pd Sri Hayati, M.Psi.,Psikolog


NIDN: 0927128501 NIDN: 0930058302

Mengetahui:

Dekan Ketua Program Studi


Fakultas Psikologi, Fakultas Psikologi

Musawwir, S.Psi.,M.Pd Andi Muhammad Aditya, M.Psi., Psikolog


NIDN: 0927128501 NIDN: 0910089302

ii
HALAMAN PERSETUJUAN HASIL PENELITIAN

PENGARUH RESILIENSI TERHADAP


QUARTER LIFE CRISIS PADA DEWASA AWAL
DI KOTA MAKASSAR

Disusun dan diajukan oleh:

MUHAMMAD MUQSITH AZMY


4517091062

Telah disetujui oleh pembimbing untuk dipertahankan


di hadapan tim Penguji Ujian Hasil Penelitian Pada
Fakultas Psikologi Universitas Bosowa Makassar
Pada Februari tahun 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Musawwir, S.Psi., M.Pd Sri Hayati, M.Psi., Psikolog


NIDN: 0927128501 NIDN: 0930058302

Mengetahui,
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Bosowa Makassar

Musawwir, S.Psi., M.Pd


NIDN: 0927128501

iii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI

HASIL PENELITIAN

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim Penguji Ujian Hasil Penelitian
Pada Fakultas Psikologi Universitas Bosowa Makassar untuk dilaksanakan
seminar ujian Hasil Penelitian sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi
program strata satu (S1) Psikologi terhadap atas nama:

Nama : Muhammad Muqsith Azmy


NIM : 4517091062
Program Studi : Psikologi
Judul : Pengaruh Resiliensi Terhadap Quarter Life Crisis
Pada Dewasa Awal di Kota Makassar

Tim Penguji Tanda Tangan

1. Musawwir, S.Psi., M.Pd (……………….)

2. Sri Hayati, M.Psi., Psikolog (……………….)

3. Arie Gunawan HZ, M.Psi, Psikolog (……………….)

4. Andi Muhammad Aditya, M.Psi., Psikolog (……………….)

Mengetahui,
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Bosowa Makassar

Musawwir, S.Psi.,M.Pd
NIDN: 0927128501

iv
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pengaruh Resiliensi

Terhadap Quarter Life Crisis Pada Dewasa Awal di Kota Makassar” beserta

seluruh isinya adalah benar-benar karya dari peneliti sendiri, bukan hasil plagiat.

Peneliti siap menanggung resiko/sanksi apabila ternyata ditemukan adanya

perbuatan tercela yang melanggar etika keilmuan dalam karya yang telah peneliti

buat, termasuk adanya klaim dari pihak terhadap keaslian penelitian ini.

Makassar, Februari 2022

Muhammad Muqsith Azmy

v
PERSEMBAHAN

Dengan izin Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya,

Dengan ini saya mempersembahkan karya penelitian saya kepada kedua

orangtua, dosen Fakultas Psikologi, teman-teman yang telah membersamai

selama proses perkuliahan, serta diri saya sendiri yang telah memilih bertahan

untuk menyelesaikan hal yang telah dimulai.

vi
MOTTO

“Tragedy is a soon comedy”

“Ada-ada ji itu”
- Psychology B 2017 –

“Meow”
- Kucing -

vii
ABSTRAK

PENGARUH RESILIENSI TERHADAP


QUARTER LIFE CRISIS PADA DEWASA AWAL
DI KOTA MAKASSAR

Muhammad Muqsith Azmy


4517091062
Fakultas Psikologi Universitas Bosowa
muhmuqsithazmy@gmail.com

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui apakah resiliensi memiliki


pengaruh terhadap quarter life crisis pada dewasa awal di Kota Makassar.
Penelitian ini dilakukan terhadap 418 dewasa awal di Kota Makassar. Penelitian
ini melibatkan dua variabel yang digunakan yaitu resiliensi dan quarter life crisis.
Wagnild & Young (1993) adalah kemampuan seorang individu dalam beradaptasi
ketika berada dalam kondisi yang tidak baik atau sedang mengalami kesulitan
dalam hidup sehingga mampu bangkit dari keadaan tersebut dan menjadi pribadi
yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan quarter life crisis adalah suatu krisis
yang terjadi pada individu pada rentang usia 18-29 tahun atau baru lulus dari
dunia perkuliahan dan dihadapkan dengan dunia yang sebenarnya. Quarter life
crisis adalah sebuah kekhawatiran akan ketidakpastian masa depan terutama pada
bidang karir, relasi, maupun kehidupan bersosial (Robbins & Wilner, 2001).
Instrument pengumpulan data yaitu skala hasil adaptasi dari The resilience scale
oleh Wagnild & Young (1993), reliabilitas 0,891, Skala quarter life crisis dari
Fadhilah (2021) berdasarkan teori Robbins & Wilner (2001), dengan reliabilitas
0,922. Kedua skala diuji validitasnya dengan menggunakan validitas tampang,
dan konstrak. Hipotesis diuji dengan menggunakan teknik regresi sederhana,
dengan hasil bahwa resiliensi mempengaruhi quarter life crisis dengan kontribusi
sebesar 8,6% (p = 0,000 ; p<0,05), dengan arah pengaruh negatif yang berarti
semakin tinggi resiliensi maka semakin rendah quarter life crisis.

Kata Kunci: Resiliensi, Quarter Life Crisis, Dewasa Awal

viii
ABSTRACT

THE EFFECT OF RESILINCE TOWARD QUARTER LIFE CRISIS ON


EARLY ADULTHOOD IN MAKASSAR CITY.

Muhammad Muqsith Azmy


4517091062
Faculty of Psychology Universitas Bosowa
muhmuqsithazmy@gmail.com

This study aims to determine whether resilience has an influence on the quarter
life crisis in early adulthood in Makassar City. This research was conducted on
418 early adults in Makassar City. This study involves two variables used, namely
resilience and quarter life crisis. Wagnild & Young (1993) is the ability of an
individual to adapt when in a bad condition or experiencing difficulties in life so
that he is able to rise from that situation and become a better person than before.
While the quarter life crisis is a crisis that occurs in individuals in the age range of
18-29 years or just graduated from the world of lectures and are faced with the
real world. Quarter life crisis is a worry about future uncertainty, especially in the
fields of career, relationships, and social life (Robbins & Wilner, 2001). The data
collection instrument is the adaptation scale from The resilience scale by Wagnild
& Young (1993), reliability 0.891, Fadhilah’s quarter life crisis scale (2021) based
on the theory of Robbins & Wilner (2001), with a reliability of 0.922. Both scales
were tested for validity by using face validity and construct validity. The
hypothesis was tested using a simple regression technique, with the result that
resilience affects the quarter life crisis with a contribution of 8.6% (p = 0.000 ;
p<0.05), with a negative direction of influence which means that the higher the
resilience, the lower the quarter life crisis.

Key Word: Resilience, Quarter Life Crisis, Early Adulthood

ix
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat rahmat dan karunia-Nyalah saya bisa menyelesaikan proses perkuliahan

dan tugas akhir (skripsi) ini dengan judul “Pengaruh Resiliensi terhadap Quarter

Life Crisis pada Dewasa Awal di Kota Makassar”.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan program studi

akademik khususnya pada jurusan psikologi. Peneliti sadar bahwa penyusunan

skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan masih memiliki banyak kekurangan,

hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan yang dimiliki peneliti.

Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat menambah wawasan dan

pengetahuan baik peneliti sendiri maupun pembacanya. Akhir kata, peneliti

mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang turut membantu dalam

kelancaran pengerjaan skripsi ini, baik secara langsung maupun secara tidak

langsung, khususnya:

1. Kepada Allah SWT yang telah memberikan uncountable rezeki kepada saya.

2. Kepada kedua orang tua tercinta, ibu Widyasari Djalal dan bapak Anwar

Saifuddin yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik, menyanyangi,

serta mengasihi saya selama masa hidup, senantiasa memberikan dukungan

moral maupun material, memberikan semangat, dan meyakinkan saya bahwa

saya bisa melewati ujian ini.

3. Kepada kedua saudara saya yaitu Muhammad Taqyrrahman dan Muhammad

Naufal Ulwan.

x
4. Kepada dosen pembimbing, Bapak Musawwir S.Psi, M.Pd dan Ibu Sri Hayati

M.Psi, Psikolog yang telah memberikan saran, nasehat, dukungan, serta

bersabar dalam menuntun saya selama pengerjaan skripsi.

5. Kepada dosen penguji saat Ujian Proposal yaitu Bapak Arie Gunawan HZ,

M.Psi, Psikolog dan Andi Muhammad Aditya M.Psi, Psikolog yang telah

membantu memperbaiki skripsi saya sehingga dapat menambah pengetahuan

peneliti dan orang yang membacanya.

6. Kepada dosen penguji saat Ujian Hasil yaitu Ibu Titin Florentina, M.Psi.,

Psikolog dan A. Nur Aulia Saudi S.Psi, M.Si yang telah membantu

memperbaiki skripsi saya sehingga dapat menambah pengetahuan peneliti dan

orang yang membacanya juga.

7. Kepada dosen pembimbing akademik Ibu Titin Florentina, M.Psi., Psikolog

yang telah membimbing, memberikan saran, nasehat, dukungan, serta bersabar

dalam menuntun saya selama proses perkuliahan berlangsung.

8. Kepada Dekan Fakultas Psikologi, Bapak Musawwir S.Psi, M.Pd, Wakil

Dekan I, Ibu Sri Hayati, M.Psi, Psikolog, Wakil Dekan II, Ibu Titin Florentina

M.Psi, Psikolog, dan Ketua Program Studi, Bapak Syahrul Alim S.Psi M.A

serta para jajaran dosen yang peneliti cintai dan hormati, Pak Arie Gunawan

HZ, M.Psi, Psikolog, Ibu Sulasmi Sudirman S.Psi, M.A, Ibu Patmawaty Taibe

S.Psi, MA., M.Sc., Ph.D, Pak A. Muhammad Aditya M.Psi, Psikolog, Ibu A.

Nur Aulia Saudi S.Psi, M.Si, Ibu Nurhikmah S.Psi, M.Si dan Pak Tarmizi

Thalib S.Psi, M.A.

xi
9. Kepada Staf Tata Usaha, Ibu Jerni, Ibu Ira, dan Pak Ahmad yang telah

mengurus semua administrasi ujian dari peneliti.

10. Kepada Triady Ramlan yang kost-an serta barang-barangnya sering saya

eksploitasi

11. Kepada Nanda, Rika, Dhila, Della, Khafifah, Liwan, Mink yang menjadi

tempat saya cerita atau bertanya kalau ada bagian yang kurang paham dari

sebelum sempro sampai setelah semhas. Juga kepada Farah yang telah berbaik

hati mengizinkan saya memakai skala penelitiannya.

12. Kepada teman-teman TRIGGER yang selalu menjadi tempat saya pulang,

apalagi kalau lagi banyak masalah, terutama Eka dan Hendra yang rumahnya

sering saya tempati menginap dari sejak lulus SMA sampai sekarang.

13. Kepada teman-teman Psikologi B 2017 yang semasa kuliah telah bersama

saya, walaupun sebagian besar lulus duluan.

14. Kepada teman-teman Harmologyven.

15. Kepada dr. Nida yang memeriksa dan mengobati saya dengan baik selama

saya sakit.

16. Kepada semua kucing di dunia yang pernah saya elus ataupun saya lihat

foto/videonya di internet, karena sejatinya mengelus atau melihat kucing baik

secara fisik maupun secara virtual adalah pertolongan pertama ketika

mengalami masalah dalam kehidupan.

17. Kepada pihak-pihak yang turut terlibat namun belum sempat disebutkan di

atas.

xii
18. Dan kepada diri saya sendiri, Muhammad Muqsith Azmy yang sudah jadi

manusia keren.

Makassar, Februari 2022

Penulis,
Muhammad Muqsith Azmy

xiii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN HASIL PENELITIAN ............................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI HASIL PENELITIAN ............. iv
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ............................................... v
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi
MOTTO .......................................................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL........................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 10
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................ 10
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................... 10
1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................... 10
1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 12
2.1 Quarter Life Crisis ......................................................................... 12
2.1.2 Definisi Quarter Life Crisis ................................................. 12
2.1.3 Dimensi Quarter Life Crisis ................................................ 14
2.1.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Quarter Life Crisis ........ 17
2.1.4 Dampak Quarter Life Crisis................................................. 19
2.1.5 Pengukuran Quarter Life Crisis ........................................... 20
2.2 Resiliensi ........................................................................................ 20
2.2.1 Pengertian Resiliensi ............................................................ 21
2.2.2 Aspek – Aspek Resiliensi ..................................................... 25
2.2.3 Faktor – Faktor Resiliensi .................................................... 28
2.2.4 Dampak Resiliensi................................................................ 31
2.2.5 Pengukuran Resiliensi .......................................................... 33
2.3 Dewasa Awal.................................................................................. 35
2.3.2 Pengertian Dewasa Awal ..................................................... 35
2.3.2 Dewasa Awal Ditinjau dari Teori Perkembangan ................ 35
2.4 Pengaruh Resiliensi terhadap Quarter Life Crisis pada
Dewasa Awal ................................................................................. 36
2.5 Kerangka Pikir................................................................................ 39
2.6 Hipotesis ......................................................................................... 40
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 41
3.1 Pendekatan Penelitian .................................................................... 41
3.2 Variabel Penelitian ......................................................................... 41
3.3 Definisi Variabel ............................................................................ 41

xiv
3.3.1 Definisi Konseptual .............................................................. 41
3.3.2 Definisi Operasional ............................................................. 42
3.4 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ...................... 43
3.4.1 Populasi ................................................................................ 43
3.4.2 Sampel .................................................................................. 43
3.4.3 Teknik Pengambilan Sampel ................................................ 43
3.5 Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 44
3.5.1 Skala Quarter Life Crisis ..................................................... 44
3.5.2 Skala Resiliensi .................................................................... 46
3.6. Teknik Uji Instrumen .................................................................... 47
3.6.1 Adaptasi Skala ...................................................................... 47
3.6.2 Validitas ............................................................................... 48
3.6.3 Reliabilitas............................................................................ 51
3.7 Teknik Analisis Data ...................................................................... 51
3.7.1 Analisis Deskriptif................................................................ 52
3.7.2 Analisis Uji Asumsi ............................................................. 52
3.7.3 Analisis Uji Hipotesis........................................................... 53
3.8 Jadwal Penelitian ............................................................................ 54
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 55
4.1 Hasil Analisis ................................................................................. 55
4.1.1 Hasil Analisis Deskriptif Demografi .................................... 55
4.1.2 Hasil Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ...................... 62
4.1.3 Hasil Analisis Deskriptif Variabel Berdasarkan Demografi 66
4.1.4 Hasil Analisis Uji Asumsi .................................................... 89
4.1.5 Hasil Analisis Uji Hipotesis ................................................. 90
4.2 Pembahasan .................................................................................... 92
4.2.1 Gambaran Umum Resiliensi pada Dewasa Awal di Kota
Makassar ........................................................................... 92
4.2.2 Gambaran Umum Quarter Life Crisis pada Dewasa
Awal di Kota Makassar ..................................................... 94
4.2.3 Pengaruh Resiliensi terhadap Quarter Life Crisis pada
Dewasa Awal di Kota Makassar ....................................... 97
4.3 Limitasi Penelitian ......................................................................... 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 102
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 102
5.2 Saran ............................................................................................... 102
Daftar Pustaka ................................................................................................ 104
Lampiran ....................................................................................................... 108

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Blueprint Skala Quarter Life Crisis ................................................... 55


Tabel 3.2. Blueprint Skala Resiliensi .................................................................. 46
Tabel 4.1. Distribusi Skor Quarter Life Crisis.................................................... 63
Tabel 4.2. Kategorisasi Quarter Life Crisis ........................................................ 63
Tabel 4.3. Distribusi Skor Resiliensi................................................................... 64
Tabel 4.4. Kategorisasi Resiliensi ....................................................................... 65
Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas ......................................................................... 89
Tabel 4.6. Hasil Uji Linieritas ............................................................................. 90
Tabel 4.7. Hasil Analisis Regresi Sederhana ...................................................... 91
Tabel 4.8. Koefisien Resiliensi Terhadap Quarter Life Crisis............................ 92

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Demografi Usia .......................................................................... 55


Gambar 4.2. Demografi Jenis Kelamin ............................................................ 56
Gambar 4.3. Demografi Status Pekerjaan ........................................................ 57
Gambar 4.4. Demografi Pendidikan Terakhir .................................................. 57
Gambar 4.5. Demografi Agama ....................................................................... 58
Gambar 4.6. Demografi Suku ........................................................................... 59
Gambar 4.7. Demografi Tempat Tinggal .......................................................... 60
Gambar 4.8. Demografi Sedang Berkuliah ....................................................... 61
Gambar 4.9. Demografi Sedang Berpacaran..................................................... 61
Gambar 4.10 Demografi Telah Menikah ........................................................... 62
Gambar 4.11 Diagram Distribusi Kategorisasi Quarter Life Crisis .................. 64
Gambar 4.12 Diagram Distribusi Kategorisasi Resiliensi ................................. 65
Gambar 4.13. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan Usia ........................ 66
Gambar 4.14. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan Jenis Kelamin ......... 67
Gambar 4.15. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan Status Pekerjaan ...... 68
Gambar 4.16. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan Pendidikan Terakhir 69
Gambar 4.17. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan Agama ..................... 70
Gambar 4.18. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan Suku ........................ 72
Gambar 4.19. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan Tempat Tinggal ....... 73
Gambar 4.20. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan Sedang Berkuliah .... 74
Gambar 4.21. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan Sedang Berpacaran.. 75
Gambar 4.22. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan Telah Menikah ........ 76
Gambar 4.23. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Usia ........................................ 77
Gambar 4.24. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Jenis Kelamin ......................... 78
Gambar 4.25. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Status Pekerjaan ..................... 80
Gambar 4.26. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Pendidikan Terakhir ............... 81
Gambar 4.27. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Agama .................................... 82
Gambar 4.28. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Suku ....................................... 83
Gambar 4.29. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Tempat Tinggal ...................... 85
Gambar 4.30. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Sedang Berkuliah ................... 86
Gambar 4.31. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Sedang Berpacaran................. 87
Gambar 4.32. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Telah Menikah ....................... 88

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Contoh Pada Skala Penelitian


Lampiran 2: Input Data
Lampiran 3 : Hasil Uji Validitas Tampang
Lampiran 4 : Hasil Uji Validitas Konstruk
Lampiran 5 : Hasil Uji Reliabilitas
Lampiran 6 : Uji Asumsi
Lampiran 7 : Uji Hipotesis

xviii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan, setiap manusia tentunya akan melalui tahap-tahap

perkembangan yang kompleks dalam hidupnya, dimulai dari tahap bayi,

balita, anak-anak, remaja, dewasa, sampai tahap perkembangan lanjut usia.

Masing-masing dari tahapan perkembangan tersebut tentunya memiliki

karakteristik, tugas, masalah maupun tuntutan yang harus dipenuhi yang

berbeda-beda. Karena terdapat perbedaan karakteristik serta tugas-tugas

pekembangan tersebut, salah satu fase yang sering mendapat perhatian lebih

adalah fase dewasa awal. Santrock (2012) menjelaskan tentang yang

dimaksud sebagai dewasa awal adalah individu yang sedang dalam rentang

usia 18 hingga 25 tahun.

Hurlock (2009) memaparkan bahwa masa dewasa awal berkisar di usia 21

sampai 40 tahun, dan merupakan masa dimana individu dipenuhi dengan

masalah-masalah serta ketegangan emosional, masalah sosial, komitmen,

maupun ketergantungan, hingga perubahan nilai-nilai dan bagaimana ia dapat

menyesuaikan diri dengan pola hidup yang baru. Sejalan beralihnya masa

remaja ke masa dewasa awal, tuntutan dan tekanan yang diperoleh dari

lingkungan menjadi semakin banyak dan juga rumit, tentunya dari tuntutan

tersebut respon setiap individu akan berbeda-beda. Ada yang bahagia dan

antusias karena sudah dianggap dewasa dan tidak lagi dianggap anak kecil,

namun ada juga yang justru takut dan merasa cemas akan hal itu. Mereka

1
2

merasa belum bisa menanggung tanggung jawab serta beban-beban yang

menanti mereka. Kondisi tersebut dikenal sebagai istilah emerging adulthood.

Arnett (2004) menerangkan bahwa istilah emerging adulthood pada

seseorang dengan rentang usia 18 sampai 29 tahun. Pada masa tersebut

individu banyak mengalami tuntutan dari sekitarnya, entah itu tuntutan untuk

mempunyai keterampilan atau kematangan tertentu sejalan dengan memasuki

perpindahan menuju dewasa awal dari yang sebelumnya masa anak-anak dan

remaja telah selesai. Namun dari masa perpindahan tersebut, individu belum

mempunyai kemampuan untuk memikul tanggung jawab sebagai orang

dewasa utuh akhirnya membuat individu menjadi lebih terobsesi untuk

mengeksplorasi diri entah itu dalam aspek pekerjaan, percintaan, maupun

lingkungan sosial keseluruhan. Atwood dan Scholtz (2008) mengemukakan

bahwa dalam masa emerging adulthood norma-norma masa anak-anak dan

beberapa norma masa remaja sudah tidak bisa lagi diberlakukan kepada

mereka namun di lain sisi norma orang dewasa belum secara penuh dapat

diterapkan kepada mereka.

Kurniadewi, Sari, dan Tarsonso (2016) memaparkan bahwa ketika

individu memasuki tahap perkembangan dewasa awal, individu harusnya

telah menentukan arah ataupun tujuan yang ingin ia capai kedepannya,

sekaligus mengatur strategi dalam menggapai arah dan tujuan tersebut.

Masuknya individu ke tahap dewasa awal seharusnya telah memiliki tujuan

disertai rencana yang matang untuk masa depannya terlebih dalam hal

pekerjaan ataupun pendidikan.


3

Arnett (2004) menjelaskan bahwa masalah-masalah serta tuntutan-tuntutan

yang ada di masa emerging adulthood tidak semua dapat diatasi dengan baik

oleh semua individu yang mengalami. Beberapa diantara mereka akan

bingung juga tidak tahu jalan menyelesaikan masalahnya, dan akhirnya

mengalami kriris dalam hidupnya tersebut. Salah satu wujud krisis emosional

yang terjadi di umur 20 tahunan pada individu yaitu perasaan tak berdaya,

tidak percaya diri akan kemampuan dirinya, serta takut akan sebuah

kegagalan. Keadaan tersebut dinamai dengan quarter life crisis.

Robbins dan Wilner (2001) menjelaskan bahwa quarter life crisis terjadi

pada rentang usia 18-29 tahun dan merupakan suatu respon atas kegoyahan

yang berada pada titik puncak, berubah-ubah, dihadapkan pada banyak sekali

pilihan dan kecemasan serta perasaan tidak berdaya. Hal itu dimulai ketika

individu telah lulus atau selesai dari dunia perkuliahan dan memunculkan

emosi khusus berupa frustasi, cemas dan panik, serta tersesat atau tidak

mempunyai tujuan. Quarter life crisis memiliki dimensi berupa bimbang

dalam mengambil keputusan, putus asa, penilaian diri yang rendah, terjebak

dalam situasi yang sulit, cemas, merasa tertekan, dan khawatir terhadap relasi

interpersonal yang akan dibangun

Quarter life crisis sejatinya terjadi ketika individu sedang berada dalam

masa dewasa awal, dan ditandai dengan adanya perasaan khawatir atau cemas

ketika berbicara tentang masa depan. Atwood dan Scholtz (2008)

memaparkan bahwa berbagai masalah psikologis nantinya akan dialami oleh

individu, permasalahan tersebut dapat berupa urusan karir, maupun dalam hal
4

bersosial pada umumnya seperti urusan relasi dengan orang lain dan lain

sebagainya. Nash dan Murray (2010) juga memaparkan tentang masalah yang

nantinya akan dihadapi oleh individu ketika mengalami quarter life crisis

adalah tentang cita-cita, rintangan akademis, agama, dan juga karir dalam

dunia kerja.

Salah satu big company yang beroperasi pada bidang job seeker, yang

terkenal dengan nama LinkedIn, telah melakukan survei terhadap ribuan

orang yang berusia antara 25-33 tahun di banyak negara di dunia. Mereka

memperoleh hasil survei yaitu, 75 persen dari responden pernah merasakan

quarter life crisis. Di lain kesempatan LinkedIn juga memperoleh hasil survei

terhadap profesional muda Inggris bahwa sebanyak 72 persen pernah

mengalami quarter ilfe crisis (Kumparan.com, 2017).

Survei terhadap pemuda Inggris juga dilakukan oleh Gumtree.com (2019),

hasilnya sebanyak 86 persen dari 1.100 responden survei pernah mengalami

quarter life crisis. Dari kedua survei tersebut dapat dilihat bahwa peluang

individu usia dewasa awal mengalami quarter life crisis sangat amat besar.

Thorspecken (2005) mengatakan bahwa yang termasuk faktor-faktor

penyebab yang mendasari terjadinya quarter life crisis adalah berhubungan

dengan permasalahan keuangan/pekerjaan, percintaan, hubungan

interpersonal maupun yang terkait dengan masa depan.

Data dari Badan Pusat Statistik (2021) yang menyatakan bahwa tingkat

pengangguran di Indonesia berdasarkan kelompok umur 20-24 sebanyak

17,73 persen, selanjutnya pada umur 25-29 sebanyak 9,26 persen. Lebih

khusus di Kota Makassar yang pada 2021 terdapat kurang lebih 1,4 juta
5

penduduk, memiliki tingkat pengangguran terbuka (TPT) tertinggi di

Sulawesi Selatan yaitu berjumlah 13,18 persen dari total usia angkatan kerja.

Dari data tersebut bisa dilihat bahwa peluang penduduk pada masa dewasa

awal saat ini sangat rentan terkena quarter life crisis.

Sebelumnya juga peneliti telah melakukan survei awal berupa wawancara

kepada 13 individu, yang tentunya berada pada masa dewasa awal. Fenomena

yang peneliti dapatkan dari wawancara tersebut yang pertama mengenai

bimbang dalam mengambil keputusan serta terjebak dalam situasi yang sulit,

responden yang merupakan mahasiswa akhir yang bingung memilih

menyelesaikan skripsinya atau fokus dengan pekerjaannya sekarang karena

menurutnya ia tidak bisa membagi waktu antar keduanya. Responden lain

juga menuturkan bahwa setelah lulus akan bekerja atau mengikuti harapan

orang tuanya agar menikah. Ada juga yang bimbang memilih kelanjutan

hubungan dengan pacarnya yang telah beberapa kali dilamar oleh orang lain

sedangkan ia merasa belum mampu untuk hal tersebut.

Fenomena selanjutnya mengenai rasa putus asa, cemas, dan merasa

tertekan yakni ada responden yang merasa tidak berkompetensi pada bidang

apapun sehingga menyebabkan ia cemas akan masa depannya setelah lulus

kuliah akan diterima kerja atau tidak. Responden lain mengatakan bahwa ia

merasa cemas apakah bisa lulus sesuai target dan merasa tertinggal dan

tertekan melihat teman-teman seangkatannya banyak yang lulus lebih dahulu.

Juga ada yang merasa tertekan sebagai anak pertama harus cepat bekerja dan

menikah karena ia merupakan anak pertama dalam keluarganya.


6

Fenomena lain yang peneliti dapatkan adalah penilaian diri yang rendah

serta khawatir terhadap relasi interpersonal yang akan dibangun yaitu semua

responden mengatakan bahwa mereka pernah membandingkan dirinya

dengan orang lain. Ada responden yang merasa tidak punya kompetensi

maupun skill apa-apa dibanding orang-orang seusianya yang telah banyak

berhasil. Beberapa responden juga mengatakan bahwa mereka tidak memiliki

value untuk memulai hubungan dengan orang lain terlebih untuk mencari

pasangan.

Dari fenomena-fenomena sebelumnya yang menyangkut ketujuh aspek

quarter life crisis, berdasarkan jawaban yang mereka berikan rata-rata

individu terindikasi mengalami sebagian besar dari ketujuh aspek tersebut,

bahkan ada beberapa individu yang mengalami keseluruhan dari tujuh aspek

pembangun quarter life crisis, hal ini tentu menjadi sorotan penting. Quarter

life crisis jika dibiarkan dan tak terselesaikan dengan baik dapat

menimbulkan beberapa masalah seperti perasaan cemas dan tertekan,

bimbang dalam pencapaian karir, buruknya relasi dengan orang lain, juga

dapat menimbulkan berbagai macam masalah psikologis seperti depresi,

kecemasan, dan lain-lain (Robbins dan Wilner, 2001).

Salah satu hal yang dapat membantu seorang individu untuk bisa bertahan

dalam keadaan krisis atau masalah adalah adanya resiliensi yang dimiliki oleh

individu tersebut (Reivich dan Shatte, 2002). Asal kata dari resiliensi adalah

resilio yang bermakna bounce back yang dalam bahasa Indonesia artinya

memantul atau kembali ke keadaan semula. Resiliensi merupakan istilah yang


7

awalnya dipakai dalam ilmu-ilmu sosial untuk mendefinisikan individu yang

walaupun dilahirkan serta hidup dalam keadaan yang sulit namun individu

tersebut dapat bertahan dan hidup sukses. Resiliensi mencerminkan

kapabilitas seseorang dalam menerima kenyataan ketika ditimpa kesulitan

dan tidak larut dalam kesedihan, dan kemudian bangkit kembali menjalani

kehidupan seperti sedia kala (Arif, 2018).

Wagnild & Young (1993) mengemukakan bahwa resiliensi adalah

kemampuan seorang individu dalam beradaptasi ketika berada dalam kondisi

yang tidak baik atau sedang mengalami kesulitan dalam hidup sehingga

mampu bangkit dari keadaan tersebut dan menjadi pribadi yang lebih baik

dari sebelumnya. Lebih lanjut, Wagnild & Young (1993) menjelaskan bahwa

individu yang resilien adalah “person who display courage and adaptability

in the wake of life’s misfortune” yang mana berarti dikatakan individu

tersebut resilien ketika memiliki keberanian serta mampu dalam beradaptasi

ketika sedang mengalami dan berada dalam kesulitan hidup.

Reivich dan Shatte (2002) menjelaskan definisi resiliensi sebagai suatu

kapasitas atau kemampuan seseorang dalam merespon suatu keadaan yang

sulit atau traumatis secara sehat atau produktif, yang mana hal tersebut sangat

penting untuk dapat mengelola tekanan pada hidupnya sehari-hari. Resiliensi

adalah seperangkat pikiran yang dapat membantu seseorang dalam mencari

pengalaman baru serta melihat kehidupannya dalam kaca mata kemajuan.

Resiliensi sendiri akan memproduksi sekaligus menjaga sikap baik dari

individu untuk terus dijelajahi. Seseorang yang resilien dapat paham


8

mengenai kesalahan itu bukanlah akhir dari segalanya. Individu yang resilien

tentunya dapat memperoleh hikmah dari kesilapan dan memakai

pengetahuannya untuk mencapai sesuatu yang lebih baik, individu terus

menekan dirinya dan menyelesaikan permasalahan dengan bijak serta melihat

sesuatu secara keseluruhan.

Kaplan, dkk (dalam Hendriani, 2018) mendefinisikan resiliensi sebagai

kapasitas seseorang dalam mempertahankan kemampuan dalam bagaimana ia

menghadapi berbagai masalah-masalah dengan baik dan kompeten di dalam

kehidupannya. Selaras dengan hal itu Grotberg juga menjelaskan tentang

definisi resiliensi yang merupakan kepabilitas seseorang dalam bertahan dan

juga mengatasi masalah setelah mengalami kesulitan dalah hidup. Resiliensi

menopang seseorang yang berada dalam keadaan hidup yang kurang baik

atau mengalami keadaan yang tidak baik dengan meninggikan impian serta

kepercayaan yang cukup agar dirinya menjadi pribadi yang lebih baik.

Hendriani (2018) lebih lanjut menuturkan bahwa resiliensi di sini

bukanlan sebuah atribut yang pasti, namun jauh dari itu semua resiliensi

merupakan suatu proses yang dinamis dan akan berkembang sepanjang

waktu. Resiliensi merupakan suatu fenomena yang kompleks dan mencakup

berbagai perubahan dalam perkembangan. Resiliensi juga dilihat sebagai

suatu fenomena yang bersifat fluid atau tidak stagnan antar waktu. Individu

mungkin dapat resilien terhadap sesuatu, namun belum tentu dapat resilien

terhadap sesuatu yang lain.


9

Adapun penelitian sebelumnya terkait pengaruh resiliensi terhadap quarter

life crisis adalah Athira (2021) dan Argasiam (2019) yang keduanya

menunjukkan bahwa resiliensi memiliki hubungan negatif signifikan dengan

quarter life crisis, artinya semakin tinggi tingkat resiliensi maka semakin

rendah tingkat quarter life crisis seseorang tersebut. Namun, kedua penelitian

tersebut memiliki kekurangan dan memberikan saran untuk penelitian

selanjutnya berupa lebih menggali lebih dalam mengenai faktor internal dan

eksternal dari quarter life crisis, lebih menitik beratkan penelitian ke dewasa

awal umur 20an saja dan lebih sedikit pada remaja sebagai subjek penelitian,

dan mempunyai waktu penelitian yang cukup.

Allison dan Black (2010) memaparkan bahwa terdapat beberapa faktor

internal yang dapat memengaruhi quarter life crisis, di antaranya adalah

identity exploration atau pencarian jati diri, instability atau masa di mana

kehidupan terus-menerus berubah serta melahirkan tuntutan dan masalah

yang baru, being self focused atau tuntutan kemandirian, dan the age of

possibilities atau dihadapkan kepada banyaknya kemungkinan-kemungkinan

di masa depan. Serta faktor eksternal berupa relasi sosial (teman, pasangan,

dan keluarga), karir atau pekerjaan, dan tantangan akademik.

Dari berbagai penjelasan mengenai resiliensi sebelumnya, dapat dipahami

bahwa resiliensi sendiri ialah salah satu bagian dari indikator penting yang

semestinya individu punya dalam menjalani kehidupan. Dengan adanya

resiliensi yang ada pada individu menjadikan individu tersebut dapat bertahan

serta bangkit ketika sedang dalam mengalami masalah ataupun kesulitan.


10

Quarter life crisis adalah termasuk salah satu bentuk kesulitan yang dialami

oleh seseorang yang tentunya harus terselesaikan dengan baik. Quarter life

crisis apabila berlarut-larut dan tidak terselesaikan dengan baik akan

menjadikan masalah-masalah psikologis baru seperti penilaian diri rendah,

buruknya relasi serta bimbang dalam karir, maupun stres yang berujung

depresi.

Berdasarkan urgensi dan uraian penjelasan di atas, juga hasil beserta

kekurangan penelitian sebelumnya, peneliti mempunyai ketertarikan dalam

mengetahui apakah ada pengaruh signifikan resiliensi terhadap quarter life

crisis yang diderita oleh individu pada masa dewasa awal khususnya yang

berada di Kota Makassar. Oleh karena itu pada penelitian kali ini, peneliti

mengambil judul “Pengaruh Resiliensi terhadap Quarter Life Crisis pada

Dewasa Awal di Kota Makassar”

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat pengaruh resiliensi terhadap quarter life crisis pada

dewasa awal di Kota Makassar?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah resiliensi

mempunyai pengaruh terhadap quarter life crisis pada dewasa awal.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan ada pada penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis
11

a. Penelitian ini memberikan kegunaan serta manfaat sebagai sumbangan

pemikiran dalam bidang keilmuan dan pendidikan serta bagi penelitian

selanjutnya.

b. Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan kontribusi

bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya mengenai quarter life

crisis dan resiliensi di Kota Makassar

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Mahasiswa

Peneliti berharap bahwa penelitian ini dapat memberikan wawasan

lebih khususnya perihal pengaruh resiliensi terhadap quarter life crisis

pada dewasa awal, mengingat bahwa hampir semua mahasiswa juga

sedang berada pada usia dewasa awal tersebut.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini bisa menjadi rujukan untuk digali serta dikaji lebih

dalam khususnya mengenai resiliensi serta quarter life crisis pada usia

dewasa awal.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat terutama

mengenai kesadaran mereka terhadap adanya quarter life crisis yang

diderita banyak individu yang berada pada fase dewasa awal dan

setelah itu masyarakat bisa menjadi salah satu faktor quarter life crisis

tersebut bisa teratasi dengan baik di masyarakat.


12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Quarter Life Crisis

2.1.1 Definisi Quarter Life Crisis

Quarter Life Crisis atau dalam bahasa Indonesia krisis seperempat

kehidupan, muncul dan dikenal pertama kali sebagai istilah yaitu pada

tahun 2001 oleh Alexandra Robbins dan Abby Wilner dan didasari oleh

penelitian mereka kepada individu dewasa awal di Amerika pada abad ke-

20 awal. Target penelitian yang dipilih adalah individu yang sedang

berada pada tahap memasuki dunia yang sebenarnya ketika mereka telah

tidak lagi hidup dengan nyaman sebagai serang mahasiswa, kehidupan

sebenarnya yang dimaksud di sini adalah adanya tuntutan untuk bekerja

ataupun menikah. Mereka disebut ”twentysomethings”. (Robbins dan

Wilner, 2001).

Robbins dan Wilner (2001) juga menjelaskan bahwa Quarter Life

Crisis terjadi pada rentang usia 18-29 tahun dan merupakan suatu respon

atas kegoyahan yang berada pada titik puncak, berubah-ubah, dihadapkan

pada banyak sekali pilihan dan kecemasan serta perasaan tidak berdaya.

Hal itu dimulai ketika individu telah lulus atau selesai dari dunia

perkuliahan dan memunculkan emosi khusus berupa frustasi, cemas dan

panik, serta tersesat atau tidak mempunyai tujuan. Dan outputnya bisa

menyebabkan gangguan psikis seperti depresi dan lain-lain.

12
13

Quarter life crisis tidak selalu terjadi pada semua individu yang berada

pada usia 20-an, ada individu yang pada masa tersebut tetap menjalani

kehidupannya dengan tanpa masalah yang berarti, dan terkesan

menyenangkan bagi dirinya, memiliki kesempatan lebih banyak

mengeksplorasi dirinya serta kemampuannya lebih dalam lagi. Namun

individu lainnya tetap banyak yang mengalami quarter life crisis dengan

kecemasan, perasaan tertekan, tidak percaya diri dan merasa tidak berguna

(Nash dan Murray, 2010). Quarter life crisis menurut Black (2010) adalah

sebuah reaksi seseorang ketika mengalami ketidakstabilan hebat akibat

dari keadaan yang berubah-ubah disertai banyaknya pilihan yang muncul

dan dibarengi oleh perasaan cemas dan tidak berdaya.

Quarter life crisis sejatinya terjadi ketika individu sedang berada dalam

masa dewasa awal, dan ditandai dengan adanya perasaan khawatir atau

cemas ketika berbicara tentang masa depan. Lebih jelas, Atwood dan

Scholtz (2008) memaparkan bahwa berbagai masalah psikologis nantinya

akan dialami oleh individu, permasalahan tersebut dapat berupa urusan

karir, maupun dalam hal bersosial pada umumnya seperti urusan relasi

dengan orang lain dan lain sebagainya. Nash dan Murray (2010) juga

memaparkan tentang masalah yang nantinya akan dihadapi oleh individu

ketika mengalami quarter life crisis adalah tentang cita-cita, rintangan

akademis, agama, dan juga karir dalam dunia kerja.


14

Masalah yang dialami oleh individu yang mengalami quarter life crisis

selanjutnya diterangkan oleh Olson-Madden (2007) berupa banyak

keinginan yang ingin terwujud entah itu harapan orang tua, karir yang

bagus, citra diri yang baik, memasuki berbagai macam komunitas,

memilih pasangan, penyesuaian diri terhadap lingkungan serta mampu

stabil secara emosi.

Quarter Life Crisis juga merupakan suatu reaksi yang terjadi ketika

individu berada pada usia 20-an yang mana mempunyai ketakutan dalam

melihat kehidupannya di masa depan, seperti urusan karir, hubungan

dengan orang lain, serta kehidupan bersosial (Fischer, 2008).

Berdasarkan pemaparan mengenai quarter life crisis di atas dapat

disimpulkan bahwa quarter life crisis merupakan suatu krisis hidup yang

terjadi ketika individu sedang berada pada usia 20an atau dewasa awal.

Krisis tersebut berisi tentang hal-hal yang berhubungan dengan masa

depan, ketidakpastian dalam hidup, pekerjaan, keuangan, relasi

interpersonal, dan lain-lain.

2.1.2 Dimensi Quarter Life Crisis

Robbins dan Wilner (2001) dalam bukunya memaparkan bahwa

Quarter Life Crisis memiliki tujuh buah dimensi, yaitu:

a. Bimbang dalam mengambil keputusan

Peralihan dari remaja ke dewasa awal merupakan salah satu masa di

mana seserorang dituntut menjadi individu yang mandiri, termasuk


15

dalam hal ini adalah menentukan pilihan dalam kehidupan mereka.

Namun karena pilihan-pilihan atau keputusan-keputusan tersebut

nantinya yang akan memengaruhi atau berdampak bagi masa depan

mereka, alhasil mereka jadi bimbang ketika akan memilih, mereka

berpikit akankan pilihan yang mereka pilih merupakan keputusan yang

tepat atau sebaliknya.

Pilihan tersebut tidak hanya beriorentasi bagi masa depan atau

dalam hal ini jangka panjang, namun tidak jarang ada juga pilihan

yang orintasinya adalah jangka pendek, maka individu pun bisa

menjadi tambah bimbang dalam memilih karena dari pilihan tersebut

mereka sedang mempertaruhkan hidupnya.

b. Putus asa

Seringkali dalam kehidupan seseorang mengalami beberapa

kegagalan, entah itu dalam pekerjaan, cinta, akademik, dan lain

sebagainya. Kegagalan tersebut bisa jadi pemicu bagi seseorang down

dan merasa putus asa, mereka beranggapan bahwa apa yang telah

mereka lakukan selama ini tidak berguna dan tidak mendapatkan apa-

apa. Hal itu ditambah ketika mereka melihat teman sebayanya yang

lebih sukses, padahal secara usia maupun kemampuan mereka tidak

jauh berbeda.

c. Penilaian diri yang rendah

Karena banyaknya tuntutan serta masalah yang dihadapi ketika

remaja beralih ke dewasa awal dan di sisi lain kemampuan yang


16

mereka punya tidak begitu banyak akhirnya individu tersebut mulai

mempertanyakan dirinya serta membandingkan dirinya dengan orang

lain dan yang terjadi adalah individu akan memandang dirinya rendah.

Individu tersebut melihat pencapaian orang lain sebagai tolak ukur

dirinya yang tidak bisa apa-apa.

d. Terjebak dalam situasi yang sulit

Tidak jarang lingkungan di mana seseorang tinggal ataupun

berkegiatan seperti kantor, sekolah, atau bahkan rumah menempatkan

individu tersebut ke dalam situasi yang sulit. Seperti dihadapkan dua

pilihan namun harus mengorbankan salah satunya. Akhirnya individu

tersebut bingung dan tidak tahu apa yang akan ia lakukan atau di mana

ia harus memulai.

e. Cemas

Beralihnya remaja ke usia dewasa awal seperti sebelumnya telah

dijelaskan bahwa akan memunculkan tuntutan-tuntutan maupun

masalah-masalah baru, dan akhirnya membuat individu yang

mengalaminya merasa cemas, belum lagi jika dihadapkan dengan

pilihan-pilihan yang menyangkut masa depan mereka.

f. Merasa tertekan

Perasaan tertekan juga bisa didasari oleh pilihan-pilihan serta

tuntutan-tuntutan yang muncul, entah itu karena individu merasa

belum saatnya mereka menerima hal tersebut atau individu merasa

tidak mempunyai kemampuan yang baik untuk mengatasi hal tersebut


17

dan yang akhirnya yang terjadi sesuatu itu akan membebaninya dan

membuat individu tersebut tertekan.

g. Khawatir terhadap relasi interpersonal yang akan dibangun

Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu permasalahan dalam

Quarter Life Crisis adalah menyangkut relasi atau hubungan sosial

antar individu. Tidak jarang, individu merasa kehadiran dirinya bagi

orang lain akan mengganggu mereka, sehingga ia khawatir jika

membangun hubungan dengan orang tersebut. Juga mengenai

hubungan dengan teman, keluarga, pasangan, atau rekan kerja.

2.1.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Quarter Life Crisis

Allison dan Black (2010) mengatakan bahwa dalam Quarter Life Crisis

terdapat beberapa faktor yang memengaruhi, dan faktor tersebut berisi

faktor internal serta faktor eksternal, antara lain:

a. Faktor internal

Berbicara tentang faktor internal, hal itu tidak lepas terkait

tentang diri individu itu sendiri. Hal itu sangat berpotensi menjadi

penyebab dalam terjadinya quarter life crisis, di mana ketika seseorang

sedang berada pada masa emerging adulthood. Faktor internal tersebut

antara lain:

1. Identity exploration yaitu tahap di mana seseorang sedang lakukan

eksplorasi atau dengan kata lain adalah mencari jati diri. Proses

tersebut rawan menyebabkan seseorang mengalami perasaan

bimbang dan cemas, karena dari eksplorasi tersebut individu


18

akhirnya sadar akan dirinya dan berdampak pada pilihan-pilihan

hidupnya yang akan ia pilih di kemudian hari. Hal tersebut rentan

menyebabkan quarter life crisis pada seseorang.

2. Instability yaitu tahap di mana seseorang secara terus-menerus

mengalami perubahan dalam hidupnya, termasuk dalam perubahan

gaya hidup. Seperti saat remaja ia tidak terlalu dituntut untuk

mandiri, namun saat dewasa sudah tidak seperti itu, maka hal ini

juga menyebabkan individu rentan akan quarter life crisis.

3. Being self-focused yang mana seperti sebelumnya individu dituntut

untuk mandiri termasuk dalam membuat keputusan.

4. The age of possibilities di mana individu banyak dihadapkan

beberapa kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan,

dan itu tidak terlepas dari pilihan-pilihan hidupnya. Dari situlah

kemungkinan munculnya rasa khawatir dan cemas akan

keberhasilan masa depannya terjadi.

b. Faktor eksternal

1. Teman, pasangan, dan relasi keluarga

Seseorang mulai dituntut untuk mandiri terutama dalam

hidupnya yang sudah seharusnya tidak bergantung dengan orang

tua lagi, juga dalam hubungan antar lawan jenis yang mana

individu mulai memikirkan tentang pernikahan, apakah seseorang

yang ia nikahi adalah seseorang yang baik bagi dirinya atau tidak.
19

Dan juga dalam hal pertemanan, individu berpikir bahwa apakah

teman yang ia punya adalah teman sejatinya atau bukan.

2. Karir

Setelah seseorang lulus dari bangku perkuliahan maka individu

tersebut akhirnya dihadapkan oleh dunia yang sebetulnya, individu

dituntut untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, yang dapat

menghidupinya atau bahkan nantinya apakah pekerjaan tersebut

mampu menghidupi keluarganya. Juga sebelum itu dalam memilih

pekerjaan kadang kala individu dihadapkan dengan apakah

pekerjaan yang ia ambil sudah sesuai minatnya atau belum, dan

lain sebagainya.

3. Tantangan akademik

Sebelum memasuki dunia kerja, individu biasanya berada

dalam kehidupan universitas, yang mana dalam hal itu banyak

tugas atau tantangan akademik yang menuntut individu dalam

menyelesaikannya.

2.1.4 Dampak Quarter Life Crisis

Quarter life crisis jika dibiarkan dan tak terselesaikan dengan baik

dapat menimbulkan beberapa masalah seperti perasaan cemas dan

tertekan, bimbang dalam pencapaian karir, buruknya relasi dengan orang

lain, juga dapat menimbulkan berbagai macam masalah psikologis seperti

depresi, kecemasan, dan lain-lain (Robbins dan Wilner, 2001).


20

2.1.5 Pengukuran Quarter Life Crisis

a. Skala Quarter Life Crisis Oleh Fadhilah (2021)

Fadhilah (2021) melakukan konstruk alat ukur Quarter Life Crisis

dari 7 aspek pembentuk Quarter Life Crisis oleh Robbins dan Wilner

tahun 2001. Alat ukur tersebut digunakan sebagai instrumen penelitian

dengan judul “Perbedaan Quarter Life Crisis Berdasarkan Demografi

pada Mahasiswa di Kota Makassar”. Berisi total 42 item dan memiliki

nilai reliabilitas sebesar α = 0.945 yang artinya skala tersebut reliabel.

b. Quarter life crisis diagnosis quiz oleh Hassler (2009).

Quarter life crisis diagnosis quiz dikembangkan oleh Christine

Hassler pada tahun 2009, didasari oleh 7 dimensi pembangun quarter

life crisis yaitu perasaan khawatir, cemas, putus asa, Penilaian diri

rendah, merasa tertekan, bimbang dalam mengambil keputusan dan

khawatir dalam membangun hubungan interpersonal. Berisi total 25

item pertanyaan dengan nilai reliabilitas sebesar α = 0.919 yang

artinya skala tersebut reliabel.

c. Skala Quarter Life Crisis oleh Salsabila (2021)

Salsabila (2021) melakukan konstruk alat ukur Quarter Life Crisis

dari 7 aspek pembentuk Quarter Life Crisis oleh Robbins dan Wilner

tahun 2001. Alat ukur tersebut digunakan sebagai instrumen penelitian

dengan judul “Pengaruh Quarter Life Crisis terhadap Kepercayaan

Diri Mahasiswa Psikologi UIN Malang”. Berisi total 28 item valid dan
21

memiliki nilai reliabilitas sebesar α = 0.743 yang artinya skala tersebut

reliabel.

2.2 Resiliensi

2.2.1 Pengertian Resiliensi

Resiliensi menurut Wagnild & Young (1993) adalah kemampuan

seorang individu dalam beradaptasi ketika berada dalam kondisi yang

tidak baik atau sedang mengalami kesulitan dalam hidup sehingga mampu

bangkit dari keadaan tersebut dan menjadi pribadi yang lebih baik dari

sebelumnya. Lebih lanjut, Wagnild & Young (1993) menjelaskan bahwa

individu yang resilien adalah “person who display courage and

adaptability in the wake of life’s misfortune” yang mana berarti dikatakan

individu tersebut resilien ketika memiliki keberanian serta mampu dalam

beradaptasi ketika sedang mengalami dan berada dalam kesulitan hidup.

Reivich dan Shatte (2002) menjelaskan definisi resiliensi sebagai suatu

kapasitas atau kemampuan seseorang dalam merespon suatu keadaan yang

sulit atau traumatis secara sehat atau produktif, yang mana hal tersebut

sangat penting untuk dapat mengelola tekanan pada hidupnya sehari-hari.

Resiliensi juga merupakan seperangkat pikiran yang dapat membantu

seseorang dalam mencari pengalaman baru serta melihat kehidupannya

dalam point of view yang positif. Resiliensi sendiri akan memproduksi

sekaligus menjaga energi baik dari individu.

Resiliennya seseorang dapat dilihat dari pahamnya mereka mengenai

kesalahan itu bukanlah akhir dari segalanya. Individu yang resilien


22

tentunya dapat mengambil makna dari kesalahan dan menggunakan

pengetahuannya untuk meraih sesuatu yang lebih baik, individu terus

menekan dirinya dan memecahkan persoalan dengan bijak serta melihat

sesuatu secara keseluruhan (Reivich dan Shatte, 2002).

Kaplan, dkk (dalam Hendriani, 2018) mendefinisikan resiliensi sebagai

kapasitas seseorang dalam mempertahankan kemampuan dalam

bagaimana ia menghadapi berbagai masalah-masalah dengan baik dan

kompeten di dalam kehidupannya. Selaras dengan hal itu Grotberg (dalam

Hendriani, 2018) juga menjelaskan tentang definisi resiliensi yang

merupakan kepabilitas seseorang dalam bertahan dan juga mengatasi

masalah setelah mengalami kesulitan dalah hidup. Adanya resiliensi dapat

berdampak positif dalam menopang seseorang di tengah kondisi yang

kurang baik yang sedang ia alami dengan menambah harapan seseorang

agar menjadi lebih baik.

Lebih lanjut, Lazarus (1993) mendefinisikan resiliensi psikologi berupa

koping efektif dan adaptasi positif ketika berada dalam suatu tekanan atau

kesulitan. Juga Richardson (2002) mendefinisikan resiliensi sebagai proses

koping terhadap suatu tekanan, kesulitan, perubahan, ataupun rintangan

yang dipengaruhi oleh faktor protektif. Resiliensi psikologis nantinya akan

memperlihatkan bagaimana kekuatan atau power yang ada di dalam diri

seseorang, maka dari itu resiliensi psikologis ditandai oleh kapasitas

seseorang untuk dapat keluar dari pengalaman emosional yang buruk

(Hendriani, 2018).
23

Rirkin dan Hoopman (dalam Desmita, 2009) turut serta merumuskan

pengertian tentang resiliensi bahwa seseorang memiliki kapabilitas untuk

berdiri kembali, beradaptasi ketika menghadapi kesulitan, sehingga

seseorang tersebut dapat tetap mengembangkan dirinya walaupun

kesulitan yang ia alami masih belum terlepas sepenuhnya dari dirinya.

Resiliensi sendiri bukanlah merupakan sebuah trait yang bersifat

stagnan, yang dimiliki oleh individu sejak lahir, atau secara langsung

menetap dalam diri individu tersebut setelah sekali berhasil mencapainya.

Terlepas dari jumlah uang yang seseorang miliki, atau sejauh mana orang

tua seseorang itu lalai atau peduli, atau seberapa baik individu

melakukannya di tempat kerja atau dalam hubungan, individu tersebut

akan mendapat manfaat dengan meningkatkan resiliensinya. Resiliensi

adalah kontinum, dan di mana pun individu berada dalam kontinum itu,

individu tersebut dapat meningkatkan kemampuan untuk menghadapi

tantangan masa depan dengan kegigihan dan semangat (Reivich dan

Shatte, 2002).

Hal itu selaras dengan apa yang diterangkan oleh Perkins dan Caldwell

(dalam Hendriani, 2018) yang mana resiliensi sendiri bukanlah sebuah

sifat yang menetap dalam diri seseorang. Resiliensi di sini bukanlan

sebuah atribut yang pasti, namun jauh dari itu semua resiliensi merupakan

suatu proses yang dinamis dan akan berkembang sepanjang waktu.

Resiliensi merupakan suatu fenomena yang kompleks dan mencakup

berbagai perubahan dalam perkembangan. Resiliensi juga dilihat sebagai


24

suatu fenomena yang bersifat fluid atau tidak stagnan antar waktu.

Individu mungkin dapat resilien terhadap sesuatu, namun belum tentu

dapat resilien terhadap sesuatu yang lain (Hendriani, 2018).

Resiliensi ada di bawah kendali masing-masing individu, hal itu bisa

mengajari diri sendiri untuk menjadi tangguh. Juga dapat sangat

membantu dalam menangani suatu, terlebih dalam seberapa antusias

mendekati tantangan. Resiliensi memungkinkan individu untuk mencapai

tingkat tertinggi di tempat kerja, memiliki hubungan yang memuaskan,

penuh kasih, dll. Resiliensi memungkinkan individu untuk bangkit

kembali dengan cepat setelah mengalami suatu krisi di kantor atau di

rumah. Resiliensi sangat berperan penting ketika individu dihadapkan

suatu masalah yang membutuhkan suatu pilihan yang tepat namun akurat,

daripada itu resiliensi juga membuat individu mampu untuk tetap merasa

optimis, bersyukur, serta tidak melupakan humor (Reivich dan Shatte,

2002).

Resiliensi dapat mengubah kesulitan yang ada menjadi terlihat seperti

tantangan, keterpurukan menjadi kesuksesan, ketidakmampuan menjadi

sebuah kekuatan. Resiliensi mengubah korban menjadi penyintas, dan

mampu untuk tetap berkembang. Individu yang resilien tidak membiarkan

kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi untuk menjauhkan mereka dari

jalan yang telah mereka tempuh sejauh ini (Reivich dan Shatte, 2002)

Berdasarkan pemaparan mengenai resiliensi di atas dapat disimpulkan

bahwa resiliensi merupakan suatu kapabilitas seseorang dalam merespon

secara positif ketika sedang dalam masalah atau mengalami situasi yang
25

tidak baik. Resiliensi pada individu memberikan dampak berupa individu

tidak larut dalam keterpurukan serta dapat bangkin dan mencari jalan

keluar dari masalah yang sedang ia alami.

2.2.2 Aspek-aspek Resiliensi

Wagnild dan Young (1993) memaparkan bahwa aspek dari resiliensi

terdiri dari lima bagian, yaitu:

a. Self-Reliance

Self-reliance atau keyakinan seorang individu akan kapasitas serta

kapabilitas dirinya, termasuk juga kemampuan dan batasan pada diri

sendiri yang individu tersebut miliki. Self-reliance merujuk kepada

sifat kemandirian pada seseorang yang mana berarti individu akan

bergantung pada dirinya sendiri alih-alih bergantung kepada orang

lain.

Self-reliance di sini menunjukkan bahwa individu paham betul akan

kemampuan serta batasan yang ada dalam dirinya, sehingga yakin akan

dirinya sendiri tanpa menggantungkan dirinya pada orang lain.

Keyakinan tersebut didapat dari pengalaman-pengalaman, terutama

yang menyangkut kepada mengatasi sebuah masalah.

b. Perseverance

Perseverance atau ketekunan merujuk kepada sikap seorang

individu dalam keteguhan ketika berada dalam kesulitan atau situasi

yang tidak baik. Ketekunan dapat dilihat dari tindakan individu ketika

mengalami sebuah masalah tidak menyerah atau putus asa melainkan


26

tetap teguh untuk berusaha keluar dari situasi tersebut dan juga tetap

berjuang melanjutkan hidupnya dengan baik.

Perseverance atau ketekunan membantu individu dalam berjuang

ketika sedang menghadapi kegagalan yang berulang dalam hidupnya.

Individu yang resilien memiliki kemampuan yang baik dalam

mengatasi hambatan dan mampu menyelesaikan apa yang mereka

mulai. Resiliensi berarti sebuah kapabilitas seseorang dalam bangkit

ketika sedang mengalami kejatuhan, dan dalam proses bangkit tersebut

dibutuhkan ketekunan.

c. Equanimity

Equanimity atau keseimbangan batin yang merupakan suatu

perspektif atau pandangan yang seimbang yang dipunyai oleh seorang

individu mengenai pengalaman-pengalaman dalam kehidupan.

Equanimity ditandai dengan pahamnya individu tersebut akan

kehidupan yang dijalani selalu bersifat dinamis atau berubah-ubah,

artinya hidup tidak selalu tentang berakhir baik begitu pula ketika

berakhir buruk. Tidak sedikit orang yang berakhir terpuruk dan

terbebani serta dibayangi penyesalan ketika mendapatkan sebuah

masalah, yang akhirnya cenderung melihat suatu permasalahan dengan

pandangan yang negatif.


27

d. Meaningfulness

Meaningfulness atau kebermaknaan yang merupakan keadaan di

mana seorang individu mampu sadar bahwa dalam hidup harus

memiliki sebuah nilai dan juga tujuan untuk dicapai, dan untuk

mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya usaha. Kesadaran individu

akan pentingnya kebermaknaan hidup serta adanya tujuan yang jelas

merupakan salah satu bagian penting dalam resiliensi. Individu yang

memiliki tujuan dalam hidupnya akan mampu terus maju meskipun

dihadapkan dengan situasi yang sulit.

Wagnild (2010) juga menjelaskan bahwa menurutnya arah dan

tujuan hidup serta maknanya adalah aspek yang sangat penting dari

resiliensi, dengan alasan hal tersebut yang menjadi dasar bagi keempat

aspek penyusun resiliensi. Meaningfulness atau kebermaknaan

berperan sebagai penguat individu untuk tidak mundur dan terus maju

serta menjadi pendorong ketika individu tersebut berada dalam

keadaan yang sulit.

e. Existential aloneness

Existential aloneness atau kesendirian eksistensial merujuk pada

kesadaran tentang adanya perbedaan keunikan dalam hidupan yang

dimiliki setiap individu. Dengan kata lain, individu sadar akan

pentingnya mengandalkan diri sendiri dan berusahan mandiri tanpa

bergantung dengan orang lain dalam mengatasi masalah dalam

hidupnya, namun bukan berarti menarik diri atau menutup hubungan


28

dengan sekitar. Individu yang kenal dan paham akan dirinya tidak akan

tertekan dengan lingkungan hingga melakukan suatu konformitas,

melainkan mampu sadar akan apa yang dilakukannya dan hal itu tentu

melibatkan dirinya sendiri.

2.2.3 Faktor-faktor Resiliensi

Grotberg (1999, dalam Hendriani, 2018) menjelaskan bahwa terdapat

lima faktor yang mendasari sebuah resiliensi, antara lain trust, autonomy,

initiative, industry, dan identity. Kelima faktor tersebut erat kaitannya

dengan lima tahapan pertama perkembangan psikososial Erikson, dan turut

serta terlibat dalam kemampuan anak dan remaja dalam menghadapi,

mengatasi, dan menjadi lebih tangguh di tengah berbagai pengalaman

yang membuat mereka tertekan.

Grotberg juga yakin akan lima faktor tersebut berkaitan dengan tahapan

perkembangan individu sejak lahir hingga usia remaja tersebut merupakan

masa-masa pembangunan fondasi dalam menumbuhkan resiliensi dalam

diri individu tersebut.

1. Trust

Trust atau kepercayaan ini memproyeksikan bagaimana seseorang

percaya akan lingkungannya. Terutama dalam dalam hal bagaimana

lingkungan tersebut paham akan kebutuhan, perasaan, serta berbagai

macam hal dari kehidupannya. Apabila seorang individu dari awal

perkembangannya sudah mendapat bimbingan dan perawatan yang

baik, maka individu tersebut akan mempunyai kapabilitas untuk


29

melebarkan relasi yang baik berlandaskan kepercayaan. Individu

tersebut tentu memiliki trust, yakin terhadap dukungan yang diberikan

lingkungan kepadanya.

Dengan kata lain, individu tersebut sadar akan memiliki bebagai

sumber dukungan dari lingkungannya seperti dari orang tua atau

saudara yang sayang dan memperhatikannya. Hal tersebut selanjutnya

membuat munculnya persepsi bahwa individu tersebut dicintai oleh

orang-orang sekitarnya, dan akhirnya persepsi tersebut yang akan

menjadi pegangan untuk mampu dalam berinteraksi dan melakukan

berbagai macam hal berdasarkan kemampunya kepada lingkungannya.

2. Autonomy

Autonomy atau otonomi adalah kemampuan individu dalam

menyadari bahwa dirinya adalah pribadi yang tidak sama dan terpisah

dengan orang lain, kendati saling berinteraksi dalam lingkungan

sosialnya. Hal ini memperlihatkan kesadaran bahwa terdapat otonomi

di dalam sebuah interaksi. Anak yang otonom mulai belajar menganai

benar dan salah, mengembangkan perasaan bersalah ketika

mengecewakan orang lain, dan menyadari adanya konsekuensi atas

setiap tindakan yang dilakukannya.

Apabila anak diberikan kesempatan dalam menumbuhkan otonomi

dalam dirinya serta batasan-batasan perlaku dari lingkungannya, maka

anak tersebut akan tumbuh sebagai pribadi yang sadar akan peran

dirinya dalam sebuah lingkungan dan juga lebih menghargai dirinya


30

karena peran tersebut, dan nantinya ia akan mampu berempati, dan

bertanggung jawab atas perilakunya.

3. Initiative

Initiative adalah faktor yang bersangkutan dengan kapasitas

seseorang dalam melakukan sesuatu. Masuk dan terlibatnya individu

dalam suatu kegiatan kelompok adalah tanda terlibatnya pengaruh

insiatif dalam diri individu. Adanya inisiatif membuat individu dapat

menjalani suatu hubungan berlandaskan rasa percaya, sadar dengan

apa yang ia perbuat, serta dapat mandiri. Inisiatif sendiri juga dapat

menyebabkan individu sadar akan dunia adalah kumpulan dari

berbagai macam aktivitas dan nantinya individu tersebut harus dapat

beradaptasi dan berpartisipasi secara aktif.

4. Industry

Industri erat kaitannya dengan pertumbuhan kecakapan individu

yang berkaitan dengan berbagai aktivitas rumah, sekolah dan

lingkungan sosial. Pengembangan kecakapan tersebut mampu

menjadikan seseorang dapat meraih pencapaian baik dalam hidupnya,

pencapaian tersebut akan menjadi penentu atas penerimaan diri

individu pada lingkungannya.

Pada pertumbuhan faktor industri, individu membutuhkan sosok

panutan yang baik serta mempunyai sumber dmotivasi dalam

membentuk individu yang independen. Berdasarkan ha tersebut ia

akan dapat merancangkan masa depan dengan bertanggung jawab atas


31

tindakan yang dilakukan, lalu akhirnya meningkatkan kapabilitasnya

dalam mencari solusi, memecahkan masalah serta mencari bantuan.

5. Identity

Identity atau sebuah identitas adalah faktor yang mendirikan

resiliensi yang erat kaitannya dengan pengembangan akan pahamnya

individu terhadap dirinya sendiri, entah itu secara fisik maupun secara

psikologis.

Identitas menunjang individu dalam mengartikan potret dirinya dan

memengaruhi citra dirinya sendiri. Jika individu mempunyai

lingkungan yang selalu memberikan dukungan, kasih sayang, dan

bermacam-macam pengalaman positif, maka individu itu akan

menerima keadaan diri dan orang lain di sekitarnya

2.2.4 Dampak Resiliensi

Reivich dan Shatte (2002) dalam bukunya memaparkan tentang adanya

empat fungsi dasar dari sebuah resiliensi dalam kehidupan manusia, yaitu :

1. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang pernah dialami di masa kecil.

Tidak semua orang mengalami masa kecil yang menyenangkan,

sejahtera atau berkesan baik, beberapa orang mengalami pengalaman

pahit di masa kecilnya, seperti halnya mengalami kemiskinan,

kekerasan dalam rumah, atau broken home atau dengan kata lain

keluarganya tidak harmonis, orangtua bercerai,dll.

Resiliensi sendiri disini berperan dalam orang tersebut dapat

bangkit dari keterpurukan dari hal-hal tersebut atau dengan kata lain
32

bermanfaat untuk meninggalkan akibat buruk dari pengalaman-

pengalaman pahit tersebut dengan lebih memusatkan pada tanggung

jawab pribadi untuk mewujudkan masa dewasa yang diinginkan;

2. Melewati kesulitan-kesulitan dalam kehidupan sehari-hari.

Di dalam kehidupan manusia akan selalu ada kesulitan-kesulitan

atau rintangan yang akan datang, mustahil ada manusia yang hidupnya

tanpa sebuah cobaan. Kesulitan-kesulitan tersebut misalnya

menghadapi konflik dengan rekan atau keluarga dan menghadapi

kejadian yang tidak diinginkan atau mengalami kejadian buruk saat

beraktifitas sehari-hari, atau baru saja dipecat dari kerjaannya.

Seseorang dengan resiliensi yang baik tidak akan membiarkan

kesulitan yang dihadapinya sehari-hari mempengaruhi produktivitas

atau kesejahteraannya.

3. Bangkit kembali setelah mengalami kejadian traumatik atau kesulitan

besar.

Menghadapi situasi krisis dalam hidup seperti kematian dan

perpisahan. Atau dengan kata lain ada keluarga, teman dekat, atau

kekasih yang meninggal dunia, hal tersebut tentunya akan

menyebabkan ketidakberdayaan seseorang, kebanyakan orang tidak

selalu siap dalam menghadapi sebuah perpisahan terlebih dengan

orang terdekat, dan dari hal tersebut ada yang berubah menjadi suatu

trauma. Oleh sebab itu kemampuan untuk segera bangkit dari

ketidakberdayaan dari hal tersebut akan tergantung dari tingkat

resiliensi seseorang;
33

4. Mencapai prestasi terbaik.

Resiliensi dapat membantu untuk mengoptimalkan segala potensi

diri untuk mencapai seluruh cita-cita dalam hidup. Mencapai tujuan

hidup dengan bersikap terbuka terhadap berbagai pengalaman dan

kesempatan.

Resiliensi dapat mengubah kesulitan yang ada menjadi terlihat

seperti tantangan, kegagalan menjadi kesuksesan, ketidakberdayaan

menjadi sebuah kekuatan. Resiliensi mengubah korban menjadi

penyintas, dan mampu untuk tetap berkembang. Individu yang resilien

tidak membiarkan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi untuk

menjauhkan mereka dari jalan yang telah mereka tempuh sejauh ini

(Reivich dan Shatte, 2002).

2.2.5 Pengukuran Resiliensi

a. Resilience Scale (RS)

Resilience Scale atau Skala Resiliensi disingkat (RS) adalah skala

yang awalnya dibuat oleh Wagnild dan Young pada tahun 1993. Skala

tersebut berisi 25 item yang dikembangkan berdasarkan narasi dari

wanita yang telah berumur tua yang diwawancarai karena mereka

dianggap berhasil beradaptasi secara positif dalam menjalani

kehidupan yang berisi beberapa kejadian yang berbahaya. (Oladipo &

Idemudia, 2015).

Dari wawancara tersebut, narasi yang diberikan wanita tersebut

(yang akhirnya membentuk fondasi dari 25 item skala resiliensi)


34

diidentifikasi, yaitu : equanimity (keseimbangan perspektif hidup

seseorang), meaningfulness (memahami bahwa hidup itu bermakna

dan berharga), perseverance (kemampuan untuk terus berjalan), self-

reliance (kepercayaan pada kemampuan dan kesadaran akan

keterbatasan) dan existential aloneness (sadar akan jalan yang unik

serta penerimaan hidup itu sendiri) (Samuel & Erhabor, 2015).

Uji reliabilitas yang dilakukan terhadap skala ini yaitu dengan

menguji menggunakan 22 item uji reliabilitas Cronbach’s α. Nilai dari

koefisien Cronbach’s α dari seluruh skala adalah 0,867 = 86, persen,

yang dianggapsebagai nilai yang baik untuk digunakan sebagai skala

penelitian.

b. Brief Resilience Scale (BRS)

Brief Resilience Scale (BRS) dibuat untuk menilai kemampuan

untuk bangkit kembali atau pulih dari stres. BRS sendiri berbeda dari

skala resiliensi lainnya karena tidak mencoba mengukur atau bahkan

mengidentifikasi karakteristik pribadi dan sumber daya sosial yang

mungkin dimiliki atau dikembangkan seseorang untuk membantu

mempromosikan adaptasi. BRS dikembangkan murni untuk menilai

konsep ketahanan di bawah etimologi atau ukuran kemampuan aslinya.

Smith, dkk dalam jurnalnya mengatakan bahwa Brief Resilience Scale

(BRA) adalah alat ukur yang reliabel untuk menilai faktor ketahanan

dalam hal kemampuan untuk pulih dan bangkit kembali dari stres

(Smith., dkk, 2008).


35

c. Resilience Quotient Test (RQ-TEST)

Resilience Quotient Test disingkat RQ-TEST adalah alat ukur

psikologi yang dikembangkan oleh Reivich dan Shatte yang terdiri dari

56 item. Skala ini telah diujikan kepada ribuan orang dari berbagai

latar belakang pekerjaan. Skala ini telah terbukti mampu

memprediksikan kesuksesan dalam dunia kerja maupun kehidupan

sehari-hari (Reivich dan Shatte, 2002).

2.3 Dewasa Awal

2.3.1 Pengertian Dewasa Awal

Santrock (2012) menjelaskan tentang yang dimaksud sebagai dewasa

awal adalah individu yang sedang dalam rentang usia 18 hingga 25 tahun.

Hurlock (2009) mendefinisikan dewasa awal sebagai individu yang

pertumbuhannya sebagai remaja sudah selesai dan siap terjun dan berperan

dalam masyarakat bersama orang dewasa lainnya. Pada masa ini individu

dewasa awal akan melalui rentetan permasalahan juga ketegangan

emosional, perubahan nilai-nilai, kehidupan sosial, penyesuaian diri juga

pola hidup yang baru. Usia dewasa awal dimulai dari 18 tahun hingga

kurang dari 40 tahun.

2.3.2 Dewasa Awal Ditinjau dari Teori Perkembangan

Santrock (2003) memaparkan bahwa dewasa awal dimulai ketika

individu memasuki usia 20-an dan akan berlangsung hingga sekitar umur

30-an. Lebih lanjut, Putri (2019) memaparkan bahwa sangat penting akan

individu menyelesaikan tahap-tahap perkembangannya ketika individu


36

tersebut berada pada masa dewasa awal. Hal tersebut menjadi sebab agar

individu tersebut bisa menjalani kehidupan yang baik, jauh dari masalah

serta senang menantikan perkembangan hidupnya ke tahap yang lebih

lanjut.

Pada masa dewasa awal, individu akan dihadapkan dengan beberapa

masalah dalam kehidupannya, secara khusus Hurlock (2009) memaparkan

mengenai tugas yang dimaksud disini antara lain yaitu individu bisa

mendapatkan pekerjaan, mampu membangun serta menjaga keutuhan

keluarga, bertanggung jawab sebagai warga negara, dan bergabung dengan

kelompok-kelompok sosial.

2.4 Pengaruh Resiliensi terhadap Quarter Life Crisis pada Dewasa Awal

Robbins dan Wilner (2001) mengatakan bahwa Quarter life crisis

merupakan masa di mana ketidakpastian maupun kegoyahan berada pada

puncaknya, terus-menerus berubah, banyaknya pilihan yang muncul, juga

perasaan panik serta ketidakberdayaan yang timbul pada rentang usia 18

sampai 29 tahun. Pada masa tersebut perasaan cemas dan gelisah sering kali

muncul, terutama ketika individu mulau mempertanyakan mengenai apa yang

menjadi arah atau tujuan dirinya untuk di masa depan, juga kepuasan terhadap

apa yang sedang dilakukan, maupun pencapaian seperti apa yang telah ia

dapatkan selama ini.

Jika quarter life crisis tak terselesaikan dengan baik nantinya akan

menimbulkan beberapa masalah seperti perasaan cemas dan tertekan, bimbang

dalam pencapaian karir, buruknya relasi dengan orang lain, juga dapat
37

menimbulkan berbagai macam masalah psikologis seperti depresi, kecemasan,

dan lain-lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi quarter life crisis berasal

dari faktor internal dan hal itu tidak terlepas dari diri individu itu sendiri.

Salah satu hal yang dapat membantu seorang individu untuk bisa bertahan

dalam keadaan krisis atau masalah adalah adanya resiliensi yang dimiliki oleh

individu tersebut (Reivich dan Shatte, 2002). Resiliensi sendiri menurut

Wagnild & Young (1993) adalah kemampuan seorang individu dalam

beradaptasi ketika berada dalam kondisi yang tidak baik atau sedang

mengalami kesulitan dalam hidup sehingga mampu bangkit dari keadaan

tersebut dan menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Pada beberapa penelitian resiliensi diantaranya berpengaruh signifikan

terhadap Distres Psikologis (Azzahra, 2016), Gejala Depresi (Mujahidah dan

Listyandini, 2018), Harga diri (Wasono, 2019) dan Kesejahteraan Psikologis

(Indrawati, 2019). Resiliensi juga berpengaruh pada hal yang berhubungan

dengan pekerjaan individu seperti Job Insecurity (Zakaria, Hasanti, dan

Shohib, 2019), dan Minat Berwirausha (Idrus, 2018).

Adapun terkhusus pada pengaruh resiliensi terhadap quarter life crisis

yaitu penelitian oleh Athira (2021) yang dalam penelitiannya menyatakan

bahwa resiliensi dan interaksi orang tua memiliki hubungan pengaruh negatif

signifikan dengan quarter life crisis, artinya semakin tinggi tingkat resiliensi

maupun interaksi individu maka semakin rendah quarter life crisis individu

tersebut.
38

Individu yang resilien akan dapat fokus terhadap masalahnya dan mencari

jalan keluar terhadap masalah tersebut, dapat tenang, mampu mencapai

tujuannya meskipun sedang dalam masa kemunduran, mampu mengendalikan

diri dan dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan-perubahan yang

terjadi dalam hidupnya. Individu tidak mudah merasa cemas dan depresi,

dengan begitu dapat dilihat pentingnya resiliensi terhadap quarter life crisis.
39

2.5 Kerangka Berpikir

Dewasa Awal

Das Sein Das Sollen

1. Individu merasa bimbang untuk 1. Hurlock (2009) mengenai tugas


menentukan pilihan terkait masa perkembangan dewasa awal seperti
depannya. mendapat pekerjaan, berkeluarga, terjun ke
2. Individu membandingkan dan menilai masyarakat, menjadi bagian dari kelompok
diri mereka negatif dibanding orang atau organisasi.
lain 2. Nelson & Barry (2005) individu dewasa
3. Individu merasa takut, cemas, dan awal mulai mengeksplorasi, tau arah masa
tertekan terkait kegagalan di masa depan, dan dapat memilih keputusan untuk
depan dirinya sendiri.
4. Individu merasa tidak puas dengan 3. Santrock (2012) individu dewasa awal
hidupnya memiliki pengelolaan emosi yang baik
5. Takut membangun relasi dengan sehingga dapat dengan tepat memilih dan
orang lain melewati ketika dihadapkan pilihan atau
tantangan.

Penelitian Kuantitatif

Resiliensi Quarter Life Crisis

1. Self-reliance 1. Bimbang mengambil


2. Perseverance keputusan
3. Equanimity 2. Putus asa
4. Meaningfulness 3. Penilaian diri rendah
5. Existential aloneness 4. Terjebak situasi sulit
5. Cemas
6. Tertekan
7. Khawatir terhadap relasi
interpersonal yang akan
dibangun

= Fokus Penelitian

= Pengaruh
40

2.6 Hipotesis

Berdasarkan penjelasan dari landasan teori di atas, maka hipotesis yang

dikemukakan oleh peneliti pada penelitian ini adalah terdapat pengaruh

resiliensi terhadap quarter life crisis pada dewasa awal di Kota Makassar.
41

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan

penelitian kuantitatif. Saifuddin (2020) memaparkan bahwa Pendekatan

kuantitatif sendiri adalah pendekatan penelitian yang dipakai dalam meneliti

suatu variabel yang berkiblat pada proses pengukuran. Output atau hasil final

dari pendekatan penelitian kuantitatif ini akan berbentuk digit atau skor.

3.2 Variabel Penelitian

Latipun (dalam Saifuddin, 2020) mengatakan bahwa yang dimaksud

variabel adalah suatu hal yang bermacam-macam atau dengan kata lain

bervariasi dan memiliki nilai tertentu. Lebih lanjut, Periantalo (dalam

Saifuddin, 2020) meneruskan bahwa di dalam sebuah penelitian variabel

merupakan suatu entitas yang bervariasi dan menjadi objek kajian atau

penelitian itu sendiri. Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini antara

lain, yaitu:

Variabel Independen (X) : Resiliensi

Variabel Dependen (Y) : Quarter Life Crisis

3.3 Definisi Variabel

3.3.1 Definisi Konseptual

a. Resiliensi

Wagnild & Young (1993) adalah kemampuan seorang individu

dalam beradaptasi ketika berada dalam kondisi yang tidak baik atau

41
42

sedang mengalami kesulitan dalam hidup sehingga mampu bangkit

dari keadaan tersebut dan menjadi pribadi yang lebih baik dari

sebelumnya.

b. Quarter Life Crisis

Robbins dan Wilner (2001) menjelaskan bahwa quarter life crisis

adalah suatu krisis yang terjadi pada individu pada rentang usia 18-29

tahun atau baru lulus dari dunia perkuliahan dan dihadapkan dengan

dunia yang sebenarnya. Quarter life crisis adalah sebuah kekhawatiran

akan ketidakpastian masa depan terutama pada bidang karir, relasi,

maupun kehidupan bersosial.

3.3.2 Definisi Operasional

a. Resiliensi

Resiliensi berkaitan dengan bagaimana seseorang dapat melihat sisi

positif atau merespon secara sehat dan produktif serta dapat

beradaptasi atas masalah yang sedang menimpanya. Resiliensi pada

penelitian ini mengacu pada Self reliance, Perseverance, Equanimity,

Meaningfulness, Existential aloness.

b. Quarter Life Crisis

Quarter life crisis adalah priode di mana seseorang telah selesai

dengan masa remajanya dan mulai memasuki masa dewasa, terjadi

pada rentang usia 18-29 tahun. Dan terjadi pergolakan emosional

berupa munculnya perasaan khawatir, cemas, putus asa, Penilaian diri


43

rendah, merasa tertekan, bimbang dalam mengambil keputusan dan

khawatir dalam membangun hubungan interpersonal.

3.4 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

3.4.1 Populasi

Azwar (2017) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan populasi

adalah sekelompok individu dengan karakteristik tertentu yang menjadi

perhatian dalam sebuah penelitian. Selain memiliki karakteristik sama,

populasi dalam penelitian juga merupakan pembeda dengan subjek

lainnya. Populasi dalam penelitian ini adalah individu dewasa awal yang

berada di Kota Makassar.

3.4.2 Sampel

Sugiyono (2013) memaparkan bahwa yang dimaksud dengan sampel

adalah potongan kecil yang mewakili dari populasi. Jumlah sampel


1
ditentukan menggunakan persamaan n ≥ = , yang mana nilai α yang
𝑎2

dipakai dalam penelitian ini adalah 0,05 atau 5%. Sampel yang akan

digunakan yaitu individu dewasa awal dengan rentang usia 18-25 tahun

yang berdomisili di Kota Makassar sebanyak 418 orang.

3.4.3 Teknik Pengambilan Sampel

Populasi yang ada dipakai dalam penelitian ini adalah individu dewasa

awal di Kota Makassar yang mana jumlah keseluruhannya terlalu banyak

dan tidak diketahui jumlahnya secara pasti, maka peneliti perlu melakukan

pengambilan sampel yang mana merupakan perwakilan atas populasi

tersebut. Teknik pengambilan sampel yang peneliti pilih untuk penelitian


44

kali ini adalah nonprobability sampling. Sugiyono (2016) memaparkan

bahwa teknik nonprobability sampling adalah suatu teknik pengambilan

sampel yang tidak setiap individu dalam populasi penelitian memiliki

kesempatan yang sama.

Kemudian responden pada penelitian ini dipilih menggunakan teknik

accidental sampling. Sugiyono (2016) memaparkan bahwa accidental

sampling adalah teknik penentuan sampel dengan cara kebetulan. Artinya

setiap individu yang memenuhi kriteria sampel yang secara kebetulan

bertemu dengan peneliti dan bersedia digunakan sebagai sampel dalam

penelitian. Adapun karakteristik subjek dalam penelitian ini, yaitu:

a. Berusia 18-25 tahun

b. Berdomisili di Kota Makassar

3.5 Teknik Pengumpulan Data

3.5.1 Skala Quarter Life Crisis

Skala quarter life crisis pada penelitian ini memakai skala dari Farah

Fadhillah (2021) mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Bosowa

Makassar Angkatan 2017. Skala quarter life crisis ini disusun

berlandaskan teori yang dikemukakan oleh Robbins dan Wilner (2001)

yang mana terdiri dari tujuh dimensi, yakni bimbang dalam mengambil

keputusan, putus asa, Penilaian diri rendah, terjebak dalam situasi sulit,

cemas, tertekan, khawatir terhadap relasi interpersonal. Berdasarkan

ketujuh dimensi tersebut, maka dibuat skala quarter life crisis yang

berjumlah 42 item dan mendapatkan nilai reliabilitas sebesar 0.945.


45

Blue Print skala quarter life crisis adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Blue Print Quarter Life Crisis


No aspek Indikator No Item Jumlah

1 Bimbang dalam Bimbang menentukan 1,15,29 6


mengambil pilihan
keputusan
Mempertanyakan 2, 16, 30
kembali keputusan
yang diambil

2 Putus asa Merasa apa yang 3, 17, 31 6


dilakukan sia-sia

Tidak berdaya 4, 18, 32

3 Penilaian diri Menganggap diri tidak 5, 19, 33 6


rendah berbakat

Rendah diri 6, 20, 34

4 Terjebak dalam Merasa berada di 7, 21, 35 6


situasi sulit situasi yang berat

Tidak tahu bagaimana 8, 22, 36


memulai

5 Cemas Takut mengalami 9, 23, 37 6


kegagalan

Ketakutan terhadap 10, 24, 38


masa depan

6 Tertekan Merasakan stres 11, 25, 39 6

Merasa terbebani 12, 26, 40

7 Khawatir Mempertanyakan 13, 27, 41 6


terhadap relasi kembali relasi romantis
interpersonal saat ini

Kekhawatiran terkait 14, 28, 42


kehidupan pernikahan

Jumlah aitem 42
46

Cara pengisian skala ini adalah, subjek diarahkan untuk menanggapi

pernyataan dengan memilih satu pilihan di antara lima pilihan pernyataan

lain yang berupa ‘Sangat sesuai’, ‘Sesuai’, ‘Netral’, ‘Tidak Sesuai’, dan

‘Sangat tidak sesuai’.

3.5.2 Skala Resiliensi

Skala resiliensi yang dipakai pada penelitian ini adalah skala hasil

adaptasi dari The Resilience Scale atau skala resiliensi yang dibuat oleh

Wagnild & Young (1993) berdasarkan kelima aspek yaitu Self reliance,

Perseverance, Equanimity, Meaningfulness, Existential anoness. Skala

tersebut berjumlah 25 item dan nilai reliabilitasnya sebesar 0.858.

Blue Print skala resiliensi adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Blue Print Resiliensi


No Aspek No Item Jumlah

1 Meaningfulness 4,11,13,14,17 5

2 Perseverance 1,2,6,10,18,21,24 7

3 Self-reliance 8,9,16,19,20 5

4 Existential Aloneness 3,5,22,23, 25 5

5 Equanimity 7,12,15 3

Jumlah 25

Cara pengisian skala ini adalah, subjek diarahkan untuk menanggapi

pernyataan dengan memilih satu pilihan di antara tujuh pilihan pernyataan

lain yang berupa ‘Sangat setuju’, ‘Setuju’, ‘Cukup setuju’, ‘Netral’,

‘Cukup tidak setuju’, ‘Tidak Setuju’, dan ‘Sangat tidak setuju’.


47

3.6 Teknik Uji Instrumen

3.6.1 Adaptasi Skala

Adaptasi skala dilakukan sebelum dapat digunakan untuk pengambilan

data penelitian. Adaptasi skala yang peneliti lakukan hanya pada skala

resiliensi. Setelah dilakukannya proses adaptasi skala, dilanjutkan dengan

uji validitas dan uji reliabilitas.

a. Proses Adaptasi Skala

Skala resiliensi asli (The resilience scale) memakai bahasa Inggris

sebagai bahasanya, oleh karena itu sebelum dilakukan uji instrumen

terlebih dahulu dilakukan proses penerjemahan. Uraian proses

penerjemahan skala yang dilakukan adalah sebagai berikut:

- Skala Asli Berbahasa Inggris ke Bahasa Indonesia

Prinsip dari adaptasi skala adalah menjadikan skala yang berasal

dari luar negeri untuk bisa dipakai di Indonesia. Peneliti meminta 2

penerjemah untuk menerjemahkan skala resiliensi asli berbahasa

Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Kriteria penerjemah yang

peneliti pakai adalah orang Indonesia yang memiliki bukti berupa

sertifikat mengenai Bahasa Inggris, baik itu ijazah sastra Inggris,

pengalaman magang, kerja, atau kuliah di luar negeri.

Skala asli resiliensi terdiri dari 25 item berbahasa Inggris,

kemudian diterjemahkan oleh Andi Nur Aditya Rahmat yang

merupakan alumni magang di National Potrait Gallery Australia

dan Nur Fitriana Kadir yang merupakan sarjana sastra Inggris dari

Universitas Hasanuddin.

- Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris atau Back Translation


48

Setelah dilakukannya translasi dari skala asli berbahasa Inggris

ke bahasa Indonesia, kembali dilakukan back translation atau

translasi kembali dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Proses

back translation ini juga melibatkan 2 orang berbeda yakni Rais

Muhammad yang merupakan kakak dari teman peneliti dan pernah

kerja di luar negeri, kemudian Achmad Sochabat yang merupakan

guru Bahasa Inggis di salah satu SMA di Kota Pangkajene dan

Kepulauan.

- Perbandingan skala asli dengan hasil terjemahan

Setelah proses translasi serta back translation telah dilakukan,

dilanjutkan dengan menelaah skala tersebut dengan cara

membandingkan skala asli dengan skala hasil terjemahan, hal

tersebut dilakukan agar meminimalisir adanya perbedaan makna

yang nantinya dapat digunakan untuk pengambilan data. Setelah

proses telaah selesai dilanjutkan dengan proses uji validitas dan uji

reliabilitas.

3.6.2 Validitas

Sebuah alat ukur dapat dikatakan valid jika alat ukur tersebut dapat

secara akurat mengukur apa yang akan diukur. Validitas sendiri berkaitan

dengan sejauh mana kemampuan alat ukur dalam mengukur sesuatu

(Azwar, 2016). Proses uji validitas dilakukan melalui 3 tahapan, yaitu:

1. Validitas Logis

Output dari dilakukannya validitas logis adalah untuk mengetahui

apakah alat ukur tersebut telah benar dalam menggambarkan indikator-


49

indikator perilaku yang menjadi atribut dalam pengukuran. Namun

karena alat ukur quarter life crisis merupakan skala siap pakai, dan

skala resiliensi merupakan hasil dari adaptasi, maka tidak lagi

dilakukan proses validitas logis.

2. Validitas Tampang

Validitas tampang dilakukan guna melihat tampilan dari skala yang

nantinya akan disebar ke subjek atau responden dalam penelitian.

Validitas tampang dilakukan setelah validitas logis selesai serta

melibatkan 5 orang reviewer dengan kriteria yang sama pada kriteria

responden yang dibutuhkan peneliti antara lain dewasa awal berusia

18-25 tahun dan tinggal di Kota Makassar. Kelima reviewer tersebut

yaitu Muhammad Ananda Putra, Muhammad Indriamin, Try

Ramdhani, Vanense Polim, dan Dewi Indah Sari.

Kepada masing-masing reviewer diberikan skala quarter life crisis

dan skala resiliensi untuk dinilai secara tampilan skala secara

keseluruhan serta item-item di dalamnya. Reviewer menilai terutama

pada bagian pengantar skala, identitas responden, serta petunjuk dan

item yang ada pada kedua skala tersebut. Hasil dari validitas tampang

ini adalah untuk keseluruhan tampilan skala sudah baik, bahasa yang

digunakan juga telah jelas dan dapat dimengerti.

Namun ada beberapa item yang menurut reviewer lebih baik untuk

diubah pada segi redaksi kata yang dari kalimat pasif ke kalimat aktif
50

yaitu pada item “Ketika saya gagal, saya merasa tidak berguna”

diubah menjadi “Saya merasa tidak berguna ketika saya gagal” dan

pada item “apa yang saya lakukan sia-sia” ditambahkan menjadi

“saya merasa apa yang saya lakukan sia-sia”. Adapun item-item yang

lain menurut kelima reviewer sudah baik.

3. Validitas Konstrak

Azwar (2016) mengatakan bahwa validitas konstrak dilakukan

untuk mengetahui sejauh mana alat ukur tersebut mampu

memperlihatkan keperilakuan dari atribut yang diukur. Validitas

konstrak pada penelitian ini menggunakan confirmatory factor

analysis (CFA) pada aplikasi Lisrel 8.8. Data dikatakan valid jika telah

memenuhi kriteria p-value dari chi-square dan Root Mean Square

Error Approximation (RMSEA) yang masing-masing > 0.05 dan <

0.05.

Hasil validitas konstrak yang dilakukan menunjukkan bahwa secara

keseluruhan item pada skala quarter life crisi adalah valid yaitu

berjumlah 42 item. Sedangkan pada skala resiliensi yang berjumlah 25

item, terdapat 2 item yang tidak valid yaitu item 11 dan item 22.

Dikatakan tidak valid karena tidak memenuhi kriteria nilai factor

loading bernilai positif dan nilai t-value > 1.96.


51

3.6.3 Reliabilitas

Reliabilitas dijelaskan sebagai tingkat konsistensi alat ukur dalam

mengukur sesuatu (Azwar, 2018). Artinya, alat ukur dapat dikatakan

reliabel jika kemampuan mengukur serta keakuratan hasil ukurannya tetap

konsisten walaupun telah digunakan beberapa kali. Uji reliabilitas pada

penelitian ini menggunakan uji statistik Cronbach Alpha > 0.06. dan nilai

reliabilitas pada 0 – 1.00. yang berarti semakin mendekati angka satu

maka tingkat reliabilitasnya semakin tinggi, begitu pun sebaliknya.

Berdasarkan dari hasil uji reliabilitas menggunakan aplikasi Jeffreys's

Amazing Statistics Program (JASP) 11 menghasilkan bahwa nilai

reliabilitas dari masing-masing alat ukur yaitu skala quarter life crisis dan

skala resiliensi adalah pada skala quarter life crisis nilai reliabilitasnya

sebesar 0.922 sedangkan pada skala resiliensi nilai reliabilitasnya sebesar

0.891. Masing-masing dari alat ukur tersebut telah melewati taraf

signifikansi sebesar > 0.06 artinya kedua alat ukur tersebut telah reliabel.

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan juga

mencapai taraf kebenaran yang tinggi maka dari itu penelitian ini

digunakanlah analisis statistik. Analisis statistik merupakan sebuah cara

ilmiah yang dipakai dalam mengumpulkan, menyusun, memaparkan dan

menganalisis data penelitian yang berupa angka (Azwar, 2015).


52

3.7.1 Analisis Deskriptif

Sugiyono (2016) memaparkan analisis deskriptif penelitian merupakan

data statistik yang digunakan dalam pendeskripsian dari gambaran objek

penelitian yang didapatkan dari hasil data pengukuran yang dilakukan

terhadap sampel penelitian tanpa adanya pembuatan kesimpulan yang

berlaku untuk umum atau generalisasi. Analisis deskriptif dalam penelitian

ini menggunakan aplikasi IBM SPSS Statistics 25.

3.7.2 Analisis Uji Asumsi

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dalam rangka untuk mengetahui apakah

data yang terdistribusi telah normal atau tidak. Santoso (2010)

mengatakan data yang baik merupakan data yang memiliki bentuk

yang normal, artinya tidak condong ke kiri maupun ke kanan,

dikatakan distribusi normal ketika curva yang keluar berbentuk sebuah

lonceng. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan menggunakan

rumus Kolmogorov-Smirnov dengan nilai signifikansi > 0.05, yang

artinya jika nilai signifikansi yang keluar adalah < 0.05 data

dinyatakan tidak normal.

2. Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan dalam rangka untuk mengetahui apakah

diantara variabel memiliki hubungan linier atau tidak. Santoso (2010)

menjelaskan bahwa dikatakan linear jika kedua variabel memiliki

hubungan yang linear atau berbentuk garis lurus. Uji linearitas dalam
53

penelitian ini juga menggunakan program SPSS dan dengan

mengambil nilai signifikasi sebesar 0.05, artinya jika nilai signifikansi

yang ada adala < 0.05, maka kedua variabel tersebut linier.

3.7.3 Analisis Uji Hipotesis

Analisis uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis

yang telah dibuat bisa diterima atau tidak. Gulo (2010) mengatakan bahwa

tujuan dilakukannya analisis uji hipotesis bukan untuk menguji kebenaran

dari sebuah hipotesis, melainkan untuk menguji apakah hipotesis yang

telah dibuat dapat diterima atau ditolak.

Analisis yang digunakan pada uji hipotesis dalam penelitian ini adalah

analisis regresi sederhana. Suyono (2018) menjelaskan bahwa model

regresi linier sederhana merupakan model probabilistik yang

mengungkapkan adanya hubungan di mana variabel independen

memengaruhi variabel dependen.

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

H0: Tidak terdapat pengaruh resiliensi terhadap quarter life crisis pada

dewasa awal di Kota Makassar

H1: Terdapat pengaruh resiliensi terhadap quarter life crisis pada dewasa

awal di Kota Makassar


54

3.8 Jadwal Penelitian

Okt Nov Des Jan Feb Mar


Kegiatan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 23 1 2 3 1 2 3
4 4 4 4 4 4

Penyusunan
Proposal

Revisi Proposal

Penyusunan
Instrumen

Pengambilan Data

Penginputan dan
Analisis data

Penyusunan
Proposal
55

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisis

4.1.1 Hasil Analisis Deskriptif Demografi

1. Usia

Total jumlah responden yang dipakai dalam penelitian ini

adalah berjumlah 418 responden. Dari total tersebut dilakukan

pengkategorisasian menurut usia yang dibagi menjadi 4, yaitu 18-

19 tahun, 20-21 tahun, 22-23 tahun, dan 24-25 tahun. Yang

hasilnya adalah pada kategorisasi 18-19 tahun terdapat responden

dengan jumlah 70 atau 17% dari total responden, pada kategorisasi

20-21 tahun terdapat responden dengan jumlah 166 atau 40% dari

total responden pada kategorisasi 22-23 tahun terdapat responden

dengan jumlah 139 atau 33% dari total responden pada kategorisasi

24-25 tahun terdapat responden dengan jumlah 43 atau 10% dari

total responden.

180 166
160 139
140
120
100
80 70
60 43
40
20
0
18-19 20-21 22-23 24-25
umur

Gambar 4.1 Diagram Deskriptif Subjek Berdasarkan Usia

55
56

2. Jenis Kelamin

Total jumlah responden yang dipakai dalam penelitian ini

adalah 418 responden. Dari total tersebut dilakukan

pengkategorisasian menurut jenis kelamin yang dibagi menjadi 2,

yaitu laki-laki dan perempuan. Yang hasilnya adalah pada

kategorisasi laki-laki terdapat responden dengan jumlah 26 atau

26% dari total responden, pada kategorisasi perempuan terdapat

responden dengan jumlah 311 atau 74% dari total responden.

350 311
300
250
200
150 107
100
50
0
Laki-laki Perempuan
jenis kelamin
Gambar 4.2 Diagram Deskriptif Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

3. Status Pekerjaan

Total jumlah responden yang dipakai dalam penelitian ini

adalah 418 responden. Dari total tersebut dilakukan

pengkategorisasian menurut status pekerjaan yang dibagi menjadi

2, yaitu bekerja dan tidak bekerja. Yang hasilnya adalah pada

kategorisasi bekerja terdapat responden dengan jumlah 103 atau

25% dari total responden, pada kategorisasi tidak bekerja terdapat


57

responden dengan jumlah 315 atau 75% dari total responden.

350 315
300
250
200
150
103
100
50
0
Bekerja Tidak Bekerja
status pekerjaan

Gambar 4.3 Diagram Deskriptif Subjek Berdasarkan Status


Pekerjaan

4. Pendidikan Terakhir

Total jumlah responden yang dipakai dalam penelitian ini

adalah 418 responden. Dari total tersebut dilakukan

pengkategorisasian menurut pendidikan terakhir yang dibagi

menjadi 2, yaitu SMA/SMK dan S1/D3. Yang hasilnya adalah pada

kategorisasi SMA/SMK terdapat responden dengan jumlah 290

atau 69% dari total responden, pada kategorisasi S1/D3 terdapat

responden dengan jumlah 128 atau 31% dari total responden.

350
290
300
250
200
150 128
100
50
0
SMA/SMK S1/D3
pendidikan terakhir
58

Gambar 4.4 Diagram Deskriptif Subjek Berdasarkan Pendidikan


Terakhir

5. Agama

Total jumlah responden yang dipakai dalam penelitian ini

adalah 418 responden. Dari total tersebut dilakukan

pengkategorisasian menurut agama yang dibagi menjadi 4, yaitu

Islam, Protestan, Katolik, dan agama lainnya. Yang hasilnya adalah

pada kategorisasi Islam terdapat responden dengan jumlah 350 atau

84% dari total responden, pada kategorisasi Protestan tahun

terdapat responden dengan jumlah 44 atau 11% dari total

responden pada kategorisasi Katolik terdapat responden dengan

jumlah 15 atau 4% dari total responden pada kategorisasi agama

lainnya terdapat responden dengan jumlah 9 atau 2% dari total

responden.

400 350
350
300
250
200
150
100
44
50 15 9
0
Islam Protestan katolik Lainnya
agama

Gambar 4.5 Diagram Deskriptif Subjek Berdasarkan Agama

6. Suku

Total jumlah responden yang dipakai dalam penelitian ini

adalah 418 responden. Dari total tersebut dilakukan


59

pengkategorisasian menurut suku yang dibagi menjadi 4, yaitu

Bugis, Makassar, Toraja, dan suku lainnya. Yang hasilnya adalah

pada kategorisasi Bugis terdapat responden dengan jumlah 146 atau

35% dari total responden, pada kategorisasi Makassar tahun

terdapat responden dengan jumlah 117 atau 28% dari total

responden pada kategorisasi Toraja terdapat responden dengan

jumlah 57 atau 14% dari total responden pada kategorisasi suku

lainnya terdapat responden dengan jumlah 98 atau 23% dari total

responden.

160 147
140 119
120
94
100
80
58
60
40
20
0
Bugis Makassar Toraja Lainnya
suku
Gambar 4.6 Diagram Deskriptif Subjek Berdasarkan Suku

7. Tempat Tinggal

Total jumlah responden yang dipakai dalam penelitian ini

adalah 418 responden. Dari total tersebut dilakukan

pengkategorisasian menurut tempat tinggal yang dibagi menjadi 2,

yaitu bersama orang tua/kerabat dan kost/asrama/ sendiri. Yang

hasilnya adalah pada kategorisasi bersama orang tua/kerabat

terdapat responden dengan jumlah 316 atau 76% dari total


60

responden, pada kategorisasi kost/asrama/sendiri terdapat

responden dengan jumlah 102 atau 24% dari total responden.

350 316
300
250
200
150 102
100
50
0
Bersama orang Kost/Asrama/Sendiri
tua/kerabat
tempat tinggal
Gambar 4.7 Diagram Deskriptif Subjek Berdasarkan Tempat
Tinggal

8. Sedang Berkuliah

Total jumlah responden yang dipakai dalam penelitian ini

adalah 418 responden. Dari total tersebut dilakukan

pengkategorisasian menurut sedang berkuliah yang dibagi menjadi

2, yaitu Ya dan Tidak. Yang hasilnya adalah pada kategorisasi Ya

terdapat responden dengan jumlah 318 atau 76% dari total

responden, pada kategorisasi kost/asrama/sendiri terdapat

responden dengan jumlah 100 atau 24% dari total responden.


61

350 318
300
250
200
150
100
100
50
0
Ya Tidak
berkuliah

Gambar 4.8 Diagram Deskriptif Subjek Berdasarkan Sedang


Berkuliah

9. Sedang Berpacaran

Total jumlah responden yang dipakai dalam penelitian ini

adalah 418 responden. Dari total tersebut dilakukan

pengkategorisasian menurut sedang berpacaran yang dibagi

menjadi 2, yaitu Ya dan Tidak. Yang hasilnya adalah pada

kategorisasi Ya terdapat responden dengan jumlah 118 atau 28%

dari total responden, pada kategorisasi Tidak terdapat responden

dengan jumlah 300 atau 72% dari total responden.

350
300
300
250
200
150 118
100
50
0
Ya Tidak
berpacaran
Gambar 4.9 Diagram Deskriptif Subjek Berdasarkan Sedang
Berpacaran
62

10. Menikah

Total jumlah responden yang dipakai dalam penelitian ini

adalah 418 responden. Dari total tersebut dilakukan

pengkategorisasian menurut menikah yang dibagi menjadi 2, yaitu

Ya dan Tidak. Yang hasilnya adalah pada kategorisasi Ya terdapat

responden dengan jumlah 12 atau 3% dari total responden, pada

kategorisasi Tidak terdapat responden dengan jumlah 406 atau 97%

dari total responden.

450 406
400
350
300
250
200
150
100
50 12
0
Ya Tidak
menikah
Gambar 4.5 Diagram Deskriptif Subjek Berdasarkan Telah
Menikah

4.1.2 Hasil Analisis Deskriptif Variabel Penelitian

1. Quarter Life Crisis

Di bawah ini telah dipaparkan mengenai tabel hasil rangkuman

dari statistik tingkat skor quarter life crisis dengan menggunakan

aplikasi Microsoft Excel 2010 dan IBM SPSS Statistic 25.

Distribusi Skor N Minimum Maximum Mean SD

QLC 418 57 191 140.28 24.55

Tabel 4.1. Distribusi Skor Quarter Life Crisis


63

Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa distributor dari variabel

quarter life crisis dengan jumlah responden sebanyak 418

responden mendapatkan hasil paling rendah atau minimum sebesar

57 dan hasil paling tinggi atau maximum yaitu 191. Selanjutnya

terdapat nilai rata-rata atau mean yaitu sebesar 140.28 dan juga

standar deviasi sebesar 24.55.

Distribusi skor pada variabel quarter life crisis didapat

berdasarkan hasil dari norma kategorisasi sebagai berikut:

Kategorisasi Rumus Kategorisasi Hasil Kategorisasi

Sangat Tinggi x>189.38


x> ̅
X + 2 SD

Tinggi 164.83 x 189.38


̅
X + 1 SD < x< ̅
X + 2 SD

Sedang 115.73 x 164.83


̅ - 1 SD < x < X
X ̅ + 1 SD

Rendah 91.18 x 115.73


̅ - 2 SD < x < X
X ̅ - 1 SD

Sangat Rendah 91.18


̅ - 2 SD > x
X

Tabel 4.2. Kategorisasi Quarter Life Crisis


Distribusi skor pada variabel quarter life crisis dapat dilihat

melalui diagram sebagai berikut:


64

350
291
300
250
200
150
100 55 55
50 15
2
0
Sangat Tinggi Sedang Rendah Sangat
Tinggi Rendah

Gambar 4.11 Diagram Distribusi Kategorisasi Quarter Life Crisis

Berdasarkan data yang tertera pada diagram di atas menunjukkan

bahwa dari total 418 responden terdapat 2 responden atau 0%

dengan skor quarter life crisis sangat tinggi, 55 responden atau

13% dengan skor tinggi, 291 responden atau 70% dengan skor

sedang, 55 respoden atau 13% dengan skor rendah, dan terakhir

terdapat 15 respoden atau 4% dengan skor sangat rendah.

2. Resiliensi

Di bawah ini telah dipaparkan mengenai tabel hasil rangkuman

dari statistik tingkat skor resiliensi dengan menggunakan aplikasi

Microsoft Excel 2010 dan IBM SPSS Statistic 25.

Distribusi Skor N Minimum Maximum Mean SD

QLC 418 54 161 124.17 15.86

Tabel 4.3. Distribusi Skor Resiliensi

Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa distributor dari variabel

resiliensi dengan jumlah responden sebanyak 418 responden

mendapatkan hasil paling rendah atau minimum sebesar 54 dan

hasil paling tinggi atau maximum yaitu 161. Selanjutnya terdapat


65

nilai rata-rata atau mean yaitu sebesar 124.17 dan juga standar

deviasi sebesar 15.86.

Distribusi skor pada variabel resiliensi didapat berdasarkan hasil

dari norma kategorisasi sebagai berikut:

Kategorisasi Rumus Kategorisasi Hasil Kategorisasi

Sangat Tinggi x>155.89


̅ + 2 SD
x> X

Tinggi 140.03 x 155.89


̅ + 1 SD < x< X
X ̅ + 2 SD

Sedang 108.31 x 140.03


̅ - 1 SD < x < X
X ̅ + 1 SD

Rendah 92.45x 108.31


̅ - 2 SD < x < X
X ̅ - 1 SD

Sangat Rendah 92.45


̅
X - 2 SD > x

Tabel 4.4. Kategorisasi Resiliensi

Distribusi skor pada variabel resiliensi dapat dilihat melalui

diagram sebagai berikut:

350
293
300

250

200

150

100
58
44
50
11 12
0
Sangat Tinggi Sedang Rendah Sangat
Tinggi Rendah

Gambar 4.12 Diagram Distribusi Kategorisasi Resiliensi


66

Berdasarkan data yang tertera pada diagram di atas menunjukkan

bahwa dari total 418 responden terdapat 11 responden atau 3%

dengan skor resiliensi sangat tinggi, 44 responden atau 11% dengan

skor tinggi, 293 responden atau 70% dengan skor sedang, 58

respoden atau 14% dengan skor rendah, dan terakhir terdapat 12

respoden atau 3% dengan skor sangat rendah.

4.1.3 Hasil Analisis Deskriptif Variabel Berdasarkan Demografi

1. Deskriptif Variabel Quarter Life Crisis Berdasarkan Demografi

a. Deskriptif Variabel Quarter Life Crisis Berdasarkan Usia

140 122
120
100 92
80 usia 18-19
60 52
27 usia 20-21
40 25 25
12 15 16 9
20 0011 3 3 3345 usia 22-23
0 usia 24-25
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
QLC
Gambar 4.13. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan Usia
Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang diperoleh

dari data penelitian dengan total responden sebanyak 418

responden terlihat bahwa responden dengan kategori usia 18-19

tahun memiliki 0 responden atau 0% dengan kategori sangat tinggi,

12 responden atau 2.87% dengan kategori tinggi, 52 responden

atau 12.44% dengan kategori sedang, 3 responden atau 0.72%

dengan kategori rendah, dan 3 responden atau 0.72% dengan

kategori sangat rendah. Untuk kategori usia 20-21 tahun memiliki


67

0 responden dengan kategori sangat tinggi, 25 responden atau

5.98% dengan kategori tinggi, 122 responden atau 29.19 % dengan

kategori sedang, 16 responden atau 3.83% dengan kategori rendah,

dan 3 responden atau 0.72% dengan kategori sangat rendah.

Sedangkan dengan kategori usia 22-23 tahun memiliki 1 atau

0.24% responden dengan kategori sangat tinggi, 15 responden atau

3.53% dengan kategori tinggi, 92 responden atau 22.01% dengan

kategori sedang, 27 responden atau 6.46% dengan kategori rendah

dan, 4 responden atau 0.96% dengan kategori sangat rendah. Untuk

kategori usia 24-25 tahun memiliki 1 responden atau 0.24% dengan

kategori sangat tinggi, 3 responden atau 0.72% dengan kategori

tinggi, 25 responden atau 5.98 % dengan kategori sedang, 9

responden atau 2.15% dengan kategori rendah, dan 5 responden

atau 1.20% dengan kategori sangat rendah.

b. Deskriptif Variabel Quarter Life Crisis Berdasarkan Jenis

Kelamin

250 221
200

150

100 70 jk laki-laki
47
50 23 32 jk perempuan
0 2 8 6 9
0
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
QLC

Gambar 4.14. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan Jenis


Kelamin
68

Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori jenis

kelamin laki-laki memiliki 0 responden atau 0% dengan

kategori sangat tinggi, 8 responden atau 1.91 % dengan

kategori tinggi, 70 responden atau 16.75 % dengan kategori

sedang, 23 responden atau 5.50% dengan kategori rendah, dan

6 responden atau 1.44% dengan kategori sangat rendah. Untuk

kategori perempuan memiliki 2 responden atau 0.48% dengan

kategori sangat tinggi, 47 responden atau 11.24% dengan

kategori tinggi, 221 responden atau 52.87 % dengan kategori

sedang, 32 responden atau 7.66% dengan kategori rendah, dan

9 responden atau 2.15 % dengan kategori sangat rendah.

c. Deskriptif Variabel Quarter Life Crisis Berdasarkan Status

Pekerjaan

300
250
250
200
150
100 . bekerja
48 41 41
50 . tidak bekerja
1 1 7 14 4 11
0
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
QLC

Gambar 4.15. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan Status


Pekerjaan
69

Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori status

pekerjaan bekerja memiliki 1 responden atau 0.24% dengan

kategori sangat tinggi, 7 responden atau 1.67 % dengan

kategori tinggi, 41 responden atau 9.81 % dengan kategori

sedang, 14 responden atau 3.35% dengan kategori rendah, dan

4 responden atau 0.96% dengan kategori sangat rendah. Untuk

kategori tidak bekerja memiliki 1 responden atau 0.24%

dengan kategori sangat tinggi, 48 responden atau 11.48%

dengan kategori tinggi, 250 responden atau 59.81% dengan

kategori sedang, 41 responden atau 9.81% dengan kategori

rendah, dan 11 responden atau 2.63% dengan kategori sangat

rendah.

d. Deskriptif Variabel Quarter Life Crisis Berdasarkan

Pendidikan

250
207
200
150
100 84
. SMA/SMK
40 32 23
50 15 . S1/D3
2 0 8 6
0
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
QLC
Gambar 4.16. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan
Pendidikan Terakhir
70

Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori

pendidikan terakhir SMA/SMK memiliki 2 responden atau

0.48% dengan kategori sangat tinggi, 40 responden atau 9.57 %

dengan kategori tinggi, 207 responden atau 49.52% dengan

kategori sedang, 32 responden atau 7.66% dengan kategori

rendah, dan 8 responden atau 1.91% dengan kategori sangat

rendah. Untuk kategori S1/D3 memiliki 0 responden atau 0%

dengan kategori sangat tinggi, 15 responden atau 3.59% dengan

kategori tinggi, 84 responden atau 20.10% dengan kategori

sedang, 23 responden atau 5.50% dengan kategori rendah, dan

6 responden atau 1.44% dengan kategori sangat rendah.

e. Deskriptif Variabel Quarter Life Crisis Berdasarkan Agama

300
246
250
200
150 agama islam

100 agama protestan


46 45 agama katolik
50 30
2000 531 96 7 3 0 112 0 2
0 agama lainnya
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
QLC

Gambar 4.17. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan


Agama

Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak


71

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori

agama Islam memiliki 2 responden atau 0.48% dengan kategori

sangat tinggi, 46 responden atau 11 % dengan kategori tinggi,

246 responden atau 58.85% dengan kategori sedang, 45

responden atau 10.77% dengan kategori rendah, dan 11

responden atau 2.63% dengan kategori sangat rendah. Untuk

kategori Protestan memiliki 0 responden atau 0% dengan

kategori sangat tinggi, 5 responden atau 1.20% dengan kategori

tinggi, 30 responden atau 7.18% dengan kategori sedang, 7

responden atau 1.67% dengan kategori rendah, dan 2 responden

atau 0.48% dengan kategori sangat rendah.

Sedangkan dengan kategori agama Katolik memiliki 0

responden atau 0% dengan kategori sangat tinggi, 3 responden

atau 0.72% dengan kategori tinggi, 9 responden atau 2.15%

dengan kategori sedang, 3 responden atau 0.72% dengan

kategori rendah, dan 0 responden atau 0% dengan kategori

sangat rendah. Untuk kategori agama lainnya memiliki 0

responden atau 0% dengan kategori sangat tinggi, 1 responden

atau 0.24% dengan kategori tinggi, 6 responden atau 1.44%

dengan kategori sedang, 0 responden atau 0% dengan kategori

rendah, dan 2 responden atau 0.48% dengan kategori sangat

rendah.
72

f. Deskriptif Variabel Quarter Life Crisis Berdasarkan Suku

120
100
100
81
80 67
60 suku bugis
43
40 28 suku makassar
1618 15 14
20 6 76 9 suku toraja
0101 231
0 suku lainnya
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
QLC

Gambar 4.18. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan Suku

Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori Suku

Bugis memiliki 0 responden atau 0% dengan kategori sangat

tinggi, 16 responden atau 3.83% dengan kategori tinggi, 100

responden atau 23.92% dengan kategori sedang, 28 responden

atau 6.70% dengan kategori rendah, dan 2 responden atau

0.48% dengan kategori sangat rendah. Untuk kategori

Makassar memiliki 1 responden atau 0.24% dengan kategori

sangat tinggi, 18 responden atau 4.31% dengan kategori tinggi,

81 responden atau 19.38% dengan kategori sedang, 14

responden atau 3.35% dengan kategori rendah, dan 3 responden

atau 0.72% dengan kategori sangat rendah.

Sedangkan dengan kategori Toraja memiliki 0 responden

atau 0% dengan kategori sangat tinggi, 6 responden atau 1.44%


73

dengan kategori tinggi, 43 responden atau 10.29% dengan

kategori sedang, 7 responden atau 1.67% dengan kategori

rendah, dan 1 responden atau 0.24% dengan kategori sangat

rendah. Untuk kategori suku lainnya memiliki 1 responden atau

0.24% dengan kategori sangat tinggi, 15 responden atau 3.59%

dengan kategori tinggi, 67 responden atau 16.03% dengan

kategori sedang, 6 responden atau 1.44% dengan kategori

rendah, dan 9 responden atau 2.15% dengan kategori sangat

rendah.

g. Deskriptif Variabel Quarter Life Crisis Berdasarkan Tempat

Tinggal

250 223

200

150
. Bersama orang
100 68 tua/kerabat
39 42 . Kost/Asrama/Sendiri
50 16 13 11 4
11
0
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
QLC

Gambar 4.19. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan


Tempat Tinggal
Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori

tempat tinggal bersama orangtua/kerabat memiliki 1 responden

atau 0.24% dengan kategori sangat tinggi, 39 responden atau


74

9.33% dengan kategori tinggi, 223 responden atau 53.35%

dengan kategori sedang, 42 responden atau 10.05% dengan

kategori rendah, dan 11 responden atau 2.63% dengan kategori

sangat rendah. Untuk kategori kost/asrama/sendiri memiliki 1

responden atau 0.24% dengan kategori sangat tinggi, 16

responden atau 3.83% dengan kategori tinggi, 68 responden

atau 16.27% dengan kategori sedang, 13 responden atau 3.11%

dengan kategori rendah, dan 4 responden atau 0.96% dengan

kategori sangat rendah.

h. Deskriptif Variabel Quarter Life Crisis Berdasarkan Sedang

Berkuliah

250 225
200
150
100 66 berkuliah ya
47 37
50 18 berkuliah tidak
1 1 8 8 7
0
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
QLC

Gambar 4.20. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan


Sedang Berkuliah

Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori

sedang berkuliah memiliki 1 responden atau 0.24% dengan

kategori sangat tinggi, 47 responden atau 11.24% dengan


75

kategori tinggi, 225 responden atau 53.83% dengan kategori

sedang, 37 responden atau 8.85% dengan kategori rendah, dan

8 responden atau 1.91% dengan kategori sangat rendah. Untuk

kategori tidak sedang berkuliah memiliki 1 responden atau

0.24% dengan kategori sangat tinggi, 8 responden atau 1.91%

dengan kategori tinggi, 66 responden atau 15.79% dengan

kategori sedang, 18 responden atau 4.31% dengan kategori

rendah, dan 7 responden atau 1.67% dengan kategori sangat

rendah.

i. Deskriptif Variabel Quarter Life Crisis Berdasarkan Sedang

Berpacaran

250
213
200

150

100 78 berpacaran ya
39 35
50 16 20 berpacaran tidak
0 2 4 11
0
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
QLC

Gambar 4.21. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan


Sedang Berpacaran

Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori

sedang berpacaran memiliki 0 responden atau 0% dengan

kategori sangat tinggi, 16 responden atau 3.83% dengan


76

kategori tinggi, 78 responden atau 18.66% dengan kategori

sedang, 20 responden atau 4.78% dengan kategori rendah, dan

4 responden atau 0.96% dengan kategori sangat rendah. Untuk

kategori tidak sedang berpacaran memiliki 2 responden atau

0.48% dengan kategori sangat tinggi, 39 responden atau 9.33%

dengan kategori tinggi, 213 responden atau 50.96% dengan

kategori sedang, 35 responden atau 8.37% dengan kategori

rendah, dan 11 responden atau 2.63% dengan kategori sangat

rendah.

j. Deskriptif Variabel Quarter Life Crisis Berdasarkan Telah

Menikah

300 284
250
200
150
100 menikah ya
55 52
50 menikah tidak
0 2 0 7 3 2 13
0
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
QLC

Gambar 4.22. Deskriptif Quarter Life Crisis berdasarkan Telah


Menikah

Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori telah

menikah memiliki 0 responden atau 0% dengan kategori sangat

tinggi, 0 responden atau 0% dengan kategori tinggi, 7


77

responden atau 1.67% dengan kategori sedang, 3 responden

atau 0.72% dengan kategori rendah, dan 2 responden atau

0.48% dengan kategori sangat rendah. Untuk kategori belum

menikah memiliki 2 responden atau 0.48% dengan kategori

sangat tinggi, 55 responden atau 13.16% dengan kategori

tinggi, 284 responden atau 67.94% dengan kategori sedang, 52

responden atau 12.44% dengan kategori rendah, dan 13

responden atau 3.11% dengan kategori sangat rendah.

2. Deskriptif Variabel Resiliensi berdasarkan Demografi

a. Deskriptif Variabel Resiliensi Berdasarkan Usia

120 106
96
100
80
55 usia 18-19
60 36 35
40 21 16 usia 20-21
20 2441 713 3 5 2 1821 usia 22-23
0
sangat tinggi sedang rendah sangat usia 24-25
tinggi rendah
Resiliensi

Gambar 4.23. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Usia

Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori usia

18-19 tahun memiliki 2 responden atau 0.48%dengan kategori

sangat tinggi, 7 responden atau 1.67% dengan kategori tinggi,

55 responden atau 13.16% dengan kategori sedang, 5

responden atau 1.20% dengan kategori rendah, dan 1 responden


78

atau 0.24% dengan kategori sangat rendah. Untuk kategori usia

20-21 tahun memiliki 4 responden atau 0.96% dengan kategori

sangat tinggi, 13 responden atau 3.11% dengan kategori tinggi,

106 responden atau 25.36 % dengan kategori sedang, 35

responden atau 8.37% dengan kategori rendah, dan 8 responden

atau 1.91% dengan kategori sangat rendah.

Sedangkan dengan kategori usia 22-23 tahun memiliki 4

atau 0.964% responden dengan kategori sangat tinggi, 21

responden atau 5.02% dengan kategori tinggi, 96 responden

atau 22.97% dengan kategori sedang, 16 responden atau 3.83%

dengan kategori rendah dan, 2 responden atau 0.48% dengan

kategori sangat rendah. Untuk kategori usia 24-25 tahun

memiliki 1 responden atau 0.24% dengan kategori sangat

tinggi, 3 responden atau 0.72% dengan kategori tinggi, 36

responden atau 8.61 % dengan kategori sedang, 2 responden

atau 0.48% dengan kategori rendah, dan 1 responden atau

0.24% dengan kategori sangat rendah.


79

b. Deskriptif Variabel Resiliensi Berdasarkan Jenis Kelamin

250 219
200
150
100 74
46 jk laki-laki
50 31
6 5 13 12 2 10 jk perempuan
0
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
Resiliensi

Gambar 4.24. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori jenis

kelamin laki-laki memiliki 6 responden atau 1.44% dengan

kategori sangat tinggi, 13 responden atau 3.11 % dengan

kategori tinggi, 74 responden atau 17.70 % dengan kategori

sedang, 12 responden atau 2.87% dengan kategori rendah, dan

2 responden atau 0.48% dengan kategori sangat rendah. Untuk

kategori perempuan memiliki 5 responden atau 1.20% dengan

kategori sangat tinggi, 31 responden atau 7.43% dengan

kategori tinggi, 219 responden atau 52.39% dengan kategori

sedang, 46 responden atau 11% dengan kategori rendah, dan

10 responden atau 2.39% dengan kategori sangat rendah.


80

c. Deskriptif Variabel Resiliensi Berdasarkan Status Pekerjaan

300
239
250
200
150
100 54 52 . bekerja
39
50 1 10 5 6 1 11 . tidak bekerja
0
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
Resiliensi

Gambar 4.25. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Status


Pekerjaan

Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori status

pekerjaan bekerja memiliki 1 responden atau 0.24% dengan

kategori sangat tinggi, 5 responden atau 1.20% dengan

kategori tinggi, 54 responden atau 12.92 % dengan kategori

sedang, 6 responden atau 1.44% dengan kategori rendah, dan 1

responden atau 0.24% dengan kategori sangat rendah. Untuk

kategori tidak bekerja memiliki 10 responden atau 2.39%

dengan kategori sangat tinggi, 39 responden atau 9.33%

dengan kategori tinggi, 239 responden atau 57.18% dengan

kategori sedang, 52 responden atau 12.44% dengan kategori

rendah, dan 11 responden atau 6.39% dengan kategori sangat

rendah.
81

d. Deskriptif Variabel Resiliensi Berdasarkan Pendidikan

250
198
200

150
94
100 . SMA/SMK
45
50 30 . S1/D3
7 4 14 13 9 3
0
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
Resiliensi

Gambar 4.26. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Pendidikan


Terakhir

Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori

pendidikan terakhir SMA/SMK memiliki 7 responden atau

1.67% dengan kategori sangat tinggi, 30 responden atau 7.18%

dengan kategori tinggi, 198 responden atau 47.37% dengan

kategori sedang, 45 responden atau 10.77% dengan kategori

rendah, dan 9 responden atau 2.15% dengan kategori sangat

rendah. Untuk kategori S1/D3 memiliki 4 responden atau

0.96% dengan kategori sangat tinggi, 14 responden atau 3.35%

dengan kategori tinggi, 94 responden atau 22.49% dengan

kategori sedang, 13 responden atau 3.11% dengan kategori

rendah, dan 3 responden atau 0.72% dengan kategori sangat

rendah.
82

e. Deskriptif Variabel Resiliensi Berdasarkan Agama

300
250
250
200
150 agama islam

100 agama protestan


38 29 44
50 9101 113 923 9111 agama katolik
411
0 agama lainnya
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
Resiliensi

Gambar 4.27. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Agama

Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori

agama Islam memiliki 9 responden atau 2.15% dengan kategori

sangat tinggi, 38 responden atau 9.09% dengan kategori tinggi,

250 responden atau 59.81% dengan kategori sedang, 44

responden atau 10.53% dengan kategori rendah, dan 9

responden atau 2.15% dengan kategori sangat rendah. Untuk

kategori Protestan memiliki 1 responden atau 0.24% dengan

kategori sangat tinggi, 4 responden atau 0.96% dengan kategori

tinggi, 29 responden atau 6.94% dengan kategori sedang, 9

responden atau 2.15% dengan kategori rendah, dan 1 responden

atau 0.24% dengan kategori sangat rendah.

Sedangkan dengan kategori agama Katolik memiliki 0

responden atau 0% dengan kategori sangat tinggi, 1 responden


83

atau 0.24% dengan kategori tinggi, 11 responden atau 2.63%

dengan kategori sedang, 2 responden atau 0.48% dengan

kategori rendah, dan 1 responden atau 0.24% dengan kategori

sangat rendah. Untuk kategori agama lainnya memiliki 1

responden atau 0.24% dengan kategori sangat tinggi, 1

responden atau 0.24% dengan kategori tinggi, 3 responden atau

0.72% dengan kategori sedang, 3 responden atau 0.72%

dengan kategori rendah, dan 1 responden atau 0.24% dengan

kategori sangat rendah.

f. Deskriptif Variabel Resiliensi Berdasarkan Suku

120
100
100 82
80 71
60 suku bugis
40
40 suku makassar
1514 11 2117
20 5312 4 911 5 3 3 suku toraja
1
0 suku lainnya
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
Resiliensi

Gambar 4.28. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Suku

Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori Suku

Bugis memiliki 5 responden atau 1.20% dengan kategori sangat

tinggi, 15 responden atau 3.59% dengan kategori tinggi, 100

responden atau 23.92% dengan kategori sedang, 21 responden


84

atau 5.02% dengan kategori rendah, dan 5 responden atau

1.20% dengan kategori sangat rendah. Untuk kategori

Makassar memiliki 3 responden atau 0.27% dengan kategori

sangat tinggi, 14 responden atau 3.35% dengan kategori tinggi,

82 responden atau 19.62% dengan kategori sedang, 17

responden atau 4.07% dengan kategori rendah, dan 1 responden

atau 0.24% dengan kategori sangat rendah.

Sedangkan dengan kategori Toraja memiliki 1 responden

atau 0.24% dengan kategori sangat tinggi, 4 responden atau

0.96% dengan kategori tinggi, 40 responden atau 9.57%

dengan kategori sedang, 9 responden atau 2.15% dengan

kategori rendah, dan 3 responden atau 0.72% dengan kategori

sangat rendah. Untuk kategori suku lainnya memiliki 2

responden atau 0.48% dengan kategori sangat tinggi, 11

responden atau 2.63% dengan kategori tinggi, 71 responden

atau 16.99% dengan kategori sedang, 11 responden atau 2.63%

dengan kategori rendah, dan 3 responden atau 0.72% dengan

kategori sangat rendah.


85

g. Deskriptif Variabel Resiliensi Berdasarkan Tempat Tinggal

250 218
200
150
. Bersama orang
100 75 tua/kerabat
34 45
50 10 1 10 13 . Kost/Asrama/Sendiri
93
0
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
Resiliensi

Gambar 4.29. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Tempat


Tinggal

Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori

tempat tinggal bersama orangtua/kerabat memiliki 10

responden atau 2.39% dengan kategori sangat tinggi, 34

responden atau 8.13% dengan kategori tinggi, 218 responden

atau 52.15% dengan kategori sedang, 45 responden atau

10.77% dengan kategori rendah, dan 9 responden atau 2.15%

dengan kategori sangat rendah. Untuk kategori

kost/asrama/sendiri memiliki 1 responden atau 0.24% dengan

kategori sangat tinggi, 10 responden atau 2.39% dengan

kategori tinggi, 75 responden atau 17.94% dengan kategori

sedang, 13 responden atau 3.11% dengan kategori rendah, dan

3 responden atau 0.72% dengan kategori sangat rendah.


86

h. Deskriptif Variabel Resiliensi Berdasarkan Sedang Berkuliah

250 218
200

150

100 75 berkuliah ya
48
50 35 berkuliah tidak
8 3 9 10 9 3
0
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
Resiliensi

Gambar 4.30. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Sedang


Berkuliah

Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori

sedang berkuliah memiliki 8 responden atau 1.91% dengan

kategori sangat tinggi, 35 responden atau 8.37% dengan

kategori tinggi, 218 responden atau 52.15% dengan kategori

sedang, 48 responden atau 11.48% dengan kategori rendah,

dan 9 responden atau 2.15% dengan kategori sangat rendah.

Untuk kategori tidak sedang berkuliah memiliki 3 responden

atau 0.72% dengan kategori sangat tinggi, 9 responden atau

2.15% dengan kategori tinggi, 75 responden atau 17.94%

dengan kategori sedang, 10 responden atau 2.39% dengan

kategori rendah, dan 3 responden atau 0.27% dengan kategori

sangat rendah.
87

i. Deskriptif Variabel Resiliensi Berdasarkan Sedang Berpacaran

250 208
200
150
85
100
37 44 berpacaran ya
50 6 5 7 14 6 6 berpacaran tidak
0
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
Resiliensi

Gambar 4.31. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Sedang


Berpacaran

Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori

sedang berpacaran memiliki 6 responden atau 1.44% dengan

kategori sangat tinggi, 7 responden atau 1.67% dengan

kategori tinggi, 85 responden atau 20.33% dengan kategori

sedang, 14 responden atau 3.35% dengan kategori rendah, dan

6 responden atau 1.44% dengan kategori sangat rendah. Untuk

kategori tidak sedang berpacaran memiliki 5 responden atau

1.20% dengan kategori sangat tinggi, 37 responden atau 8.85%

dengan kategori tinggi, 208 responden atau 49.76% dengan

kategori sedang, 44 responden atau 10.53% dengan kategori

rendah, dan 6 responden atau 1.44% dengan kategori sangat

rendah.
88

j. Deskriptif Variabel Resiliensi Berdasarkan Telah Menikah

350
286
300
250
200
150
menikah ya
100 55
42 menikah tidak
50 0 11 2 7 3 0 12
0
sangat tinggi sedang rendah sangat
tinggi rendah
Resiliensi
Gambar 4.32. Deskriptif Resiliensi berdasarkan Telah Menikah

Berdasarkan apa yang ditampilkan pada diagram yang

diperoleh dari data penelitian dengan total responden sebanyak

418 responden terlihat bahwa responden dengan kategori telah

menikah memiliki 0 responden atau 0% dengan kategori sangat

tinggi, 2 responden atau 0.48% dengan kategori tinggi, 5

responden atau 1.67% dengan kategori sedang, 2 responden

atau 0.72% dengan kategori rendah, dan 0 responden atau 0%

dengan kategori sangat rendah. Untuk kategori belum menikah

memiliki 11 responden atau 2.63% dengan kategori sangat

tinggi, 42 responden atau 10.05% dengan kategori tinggi, 288

responden atau 68.42% dengan kategori sedang, 56 responden

atau 13.16% dengan kategori rendah, dan 12 responden atau

2.87% dengan kategori sangat rendah.


89

4.1.4 Hasil Uji Asumsi

Dalam penelitian ini dilakukan uji asumsi berupa uji normalitas dan

juga uji linieritas, berikut hasil serta penjelasan mengenai uji normalitas

dan uji linieritas pada penelitian ini.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dalam rangka untuk mengetahui apakah

data yang terdistribusi telah normal atau tidak. Santoso (2010)

mengatakan data yang baik merupakan data yang memiliki bentuk

yang normal, artinya tidak condong ke kiri maupun ke kanan,

dikatakan distribusi normal ketika curva yang keluar berbentuk

sebuah lonceng. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan

menggunakan rumus Kolmogorov-Smirnov dengan nilai signifikansi

> 0.05, yang artinya jika nilai signifikansi yang keluar adalah < 0.05

data dinyatakan tidak normal.

Variabel Sig Keterangan

Quarter life Crisis Terdistribusi Normal


0.099
Resiliensi
Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas

Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa nilai signifikansi

hasil dari uji normalitas yang dilakukan adalah sebesar 0.099 yang

mana dapat diketahui data pada penelitian ini telah terdistribusi

normal.
90

2. Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan dalam rangka untuk mengetahui apakah

diantara variabel memiliki hubungan linier atau tidak. Santoso

(2010) menjelaskan bahwa dikatakan linear jika kedua variabel

memiliki hubungan yang linear atau berbentuk garis lurus. Uji

linearitas dalam penelitian ini juga menggunakan program SPSS

dan dengan mengambil nilai signifikasi sebesar 0.05, artinya jika

nilai signifikansi yang ada adala < 0.05, maka kedua variabel

tersebut linier

Tabel 4.6. Hasil Uji Linieritas


Linieritas Keterangan
Distribusi Skor
F* Sig.F**
Resiliensi terhadap Quarte Life Linier
41.211 0.000
Crisis
Keterangan: *F = Nilai Koesfisien Linearity
**Sig. F = Nilai signifikansi p = <0.05

Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa nilai signifikansi

hasil dari uji linieritas yang dilakukan adalah sebesar 0.000 yang

mana dapat diketahui bahwa data kedua variabel pada penelitian ini

telah linier.

4.1.5 Hasil Analisis Uji Hipotesis

Analisis uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis

yang telah dibuat bisa diterima atau tidak. Gulo (2010) mengatakan

bahwa tujuan dilakukannya analisis uji hipotesis bukan untuk menguji

kebenaran dari sebuah hipotesis, melainkan untuk menguji apakah

hipotesis yang telah dibuat dapat diterima atau ditolak.


91

Analisis yang digunakan pada uji hipotesis dalam penelitian ini

adalah analisis regresi sederhana. Suyono (2018) menjelaskan bahwa

model regresi linier sederhana merupakan model probabilistik yang

mengungkapkan adanya hubungan di mana variabel independen

memengaruhi variabel dependen.

Tabel 4.7. Hasil Analisis Regresi Sederhana


Variabel R* % F** Sig F*** Keterangan

Quarter life
Crisis 0.086 8,6% 39.15 0.000 Signifikan
Resiliensi
Keterangan:
*R Squere Change = Koefisien Determinan
**F Change = Nilai Uji Koefisien regresi secara stimulant
***Sig. F Change = Nilai Signifikansi F, p < 0.05

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa nilai R square change adalah

0.086 atau dalam bentuk persen sebesar 8,6%. Hal ini menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh resiliensi terhadap quarter life crisis pada

dewasa awal di Kota Makassar sebesar 8,6%, yang berarti sisanya

berasal dari faktor lain yang tidak ada pada penelitian ini. Untuk nilai F

yaitu 39.15 dan signifikansi F sebesar 0.000 yang mana nilai tersebut

lebih kecil dari taraf signifikansi 5% atau < 0.05. Dari data tersebut

memperlihatkan bahwa H0 yang menyatakan bahwa tidak terdapat

pengaruh resiliensi terhadap quarter life crisis pada dewasa awal di

Kota Makassar ditolak. Yang berarti H1 yang menunjukkan terdapat

pengaruh resiliensi terhadap quarter life crisis pada dewasa awal di

Kota Makassar, diterima.


92

Tabel 4.8. Koefisien Resiliensi Terhadap Quarter Life Crisis


Variabel Constant* B** Arah Pengaruh

Quarter life Crisis Negatif


196.65 -0.454
Resiliensi
Keterangan: *Constan = Nilai konstanta
**B = Koefisien Pengaruh

Berdasarkan tabel di atas, juga menunjukkan bahwa nilai constan

sebesar 196.65 dan nilai B yaitu -0.454. Dapat terlihat bahwa arah

pengaruh dari tabel di atas menunjukkan arah negatif, yang artinya

semakin tinggi resiliensi individu semakin rendah quarter life crisis,

begitu pula sebaliknya.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Gambaran Umum Resiliensi pada Dewasa Awal di Kota Makassar

Berdasarkan data dari hasil analisis deskriptif yang menunjukkan

bahwa peneliti menemukan dari total 418 responden dewasa awal di

Kota Makassar memiliki tingkat skor resiliensi yang dominan pada

kategori sedang sebanyak 293 responden. Berdasarkan data yang tertera

pada hasil analisis deskriptif sebelumnya menunjukkan bahwa dari total

418 responden terdapat 11 responden atau 3% dengan skor resiliensi

sangat tinggi, 44 responden atau 11% dengan skor tinggi, 293

responden atau 70% dengan skor sedang, 58 respoden atau 14% dengan

skor rendah, dan terakhir terdapat 12 respoden atau 3% dengan skor

sangat rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat resiliensi

pada dewasa awal di Kota Makassar itu bervariasi atau berbeda dan

dominan ada pada kategori sedang.


93

Bervariasinya hasil penelitian terkait tingkat skor resiliensi juga

ditemukan pada beberapa penelitian lain, yaitu Athira (2021) yang hasil

penelitiannya terdapat perbedaan tingkat skor pada resiliensi. Tingkat

skor tersebut sebelumnya dibagi menjadi tiga kategori yaitu rendah,

sedang, dan tinggi dan memperoleh hasil penelitian berupa tingkat

resiliensi sedang menjadi dominan sebesar 62,8% dibanding kategori

rendah sebesar 11,3% dan kategori tinggi sebesar 25,9%.

Adanya variasi pada tingkat skor resiliensi juga terdapat pada

penelitian oleh Mujahidah dan Listiyandini (2018) yang penelitiannya

mengenai resiliensi pada remaja dan mendapatkan hasil berupa tingkat

skor resiliensi pada remaja dengan tingkat sedang sebanyak 93

responden atau 40,4% dan tingat skor tinggi 137 responden atau 59,6%.

Adapun penelitian Manara (2008) juga memperoleh hasil penelitian

berupa hasil tingkat skor resiliensi yaitu 14,4% kategori tinggi, 74,4%

kategori sedang, dan 11,2% dengan kategori tinggi.

Hasil dari analisis deskriptif yang dilakukan peneliti menunjukkan

adanya dominasi tingkat resiliensi pada dewasa awal di Kota Makassar

pada tingkat sedang, sebanyak 293 responden atau 70% dari total

jumlah keseluruhan responden yaitu 418 responden. Hasil ini bisa saja

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Prihastuti (2013) menerangkan

bahwa regulasi emosi dapat mengontrol tingkat resiliensi pada

seseorang. Regulasi emosi yang baik melahirkan resiliensi yang baik

begitu pula sebaliknya.


94

Mendukung hal tersebut, Reivich dan Shatte (2002) menjelaskan

bahwa regulasi emosi menjadi salah satu perangkat penting dalam

resiliensi. Resiliensi yang baik memungkinkan individu untuk bangkit

kembali dengan cepat setelah mengalami suatu krisi di kantor atau di

rumah. Resiliensi sangat berperan penting ketika individu dihadapkan

suatu masalah yang membutuhkan suatu pilihan yang tepat namun

akurat, daripada itu resiliensi juga membuat individu mampu untuk

tetap merasa optimis, bersyukur, serta tidak melupakan humor.

4.2.2 Gambaran Umum Quarter Life Crisis pada Dewasa Awal di Kota

Makassar

Berdasarkan data dari hasil analisis deskriptif yang menunjukkan

bahwa peneliti menemukan dari total 418 responden dewasa awal di

Kota Makassar memiliki tingkat skor quarter life crisis yang dominan

pada kategori sedang sebanyak 291 orang. Data tersebut dapat

dibuktikan dengan hasil sebagai berikut 2 responden atau 0% dengan

skor quarter life crisis sangat tinggi, 55 responden atau 13% dengan

skor tinggi, 291 responden atau 70% dengan skor sedang, 55 respoden

atau 13% dengan skor rendah, dan terakhir terdapat 15 respoden atau

4% dengan skor sangat rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

tingkat quarter life crisis pada dewasa awal di Kota Makassar itu

bervariasi atau berbeda dan dominan ada pada kategori sedang.

Hasil penelitian yang menunjukkan adanya variasi serta dominasi

kategori sedang dari tingkat quarter life crisis pada dewasa awal
95

khususnya di Kota Makassar juga didukung oleh hasil penelitian lain,

yaitu Fadhilah (2021) yang mana pada penelitiannya menghasilkan

bahwa terdapat perbedaan tingkat quarter life crisis pada mahasiswa di

Kota Makassar dengan tingkat perbedaan sebesar 2% pada tingkat

sangat tinggi, 13% pada tingkat tinggi, 70% pada tingkat sedang, 12%

pada tingkat rendah, dan 3% pada tingkatan sangat rendah.

Selain itu penelitian lain juga menunjukan bahwa tingkat quarter life

crisis pada dewasa awal itu bervariasi yaitu pada penelitian Athira

(2021) yang pada penelitiannya menghasilkan terdapat perbedaan

tingkat quarter life crisis dan digolongkan menjadi tiga kategori besar

yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Terdapat responden dengan tingkat

quarter life crisis rendah sebanyak 48,9%, sedang sebesar 59,49%, dan

tinggi sebesar 6,67%.

Hasil dari analisis deskriptif yang dilakukan peneliti menunjukkan

adanya dominasi tingkat quarter life crisis pada dewasa awal di Kota

Makassar pada tingkat sedang, sebanyak 291 responden atau 70% dari

total jumlah keseluruhan responden yaitu 418 responden. Hasil ini bisa

saja dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk dari perbedaan

demografi yang dapat memunculkan beberapa tuntutan serta masalah

yang berbeda-beda.

Hal ini sejalan dengan Allison dan Black (2010) yang menjelaskan

terdapat beberapa faktor yang memengaruhi adanya quarter life crisis

pada seseorang. Faktor pertama adalah relasi yang dimiliki oleh


96

individu, relasi di sini ialah hubungan entah itu pada teman, pasangan,

atau keluarga. Terkadang dari adanya relasi tersebut dapat

memunculkan beberapa tekanan, yang apabila tidak diselesaikan

dengan baik akan melahirkan suatu krisis

Faktor selanjutnya menurut Allison dan Black (2010) yaitu

tantangan akademik, terkhusus bagi individu dewasa awal yang masih

berkutat pada dunia perkuliahan biasanya dipenuhi dengan tuntutan

ataupun tugas-tugas yang bagi sebagian individu menganggapnya

sebagai beban. Faktor terakhir adalah karir atau pekerjaan. Pekerjaan

seseorang menjadi salah satu sumber terjadinya quarter life crisis

karena dalam pekerjaan tersebut dipenuhi tugas-tugas serta tanggung

jawab sebagai pegawai dan lain-lain, juga ditambah dengan lingkungan

tempat kerja yang bisa jadi pemicu adanya quarter life crisis.

Sejalan dengan itu, Thorspecken (2005) mengatakan bahwa yang

termasuk faktor-faktor penyebab yang mendasari terjadinya quarter life

crisis adalah berhubungan dengan permasalahan keuangan/pekerjaan,

percintaan, hubungan interpersonal maupun yang terkait dengan masa

depan. Juga menurut Vasquez (2015) bahwa kerentanan individu

dewasa awal mengalami quarter life crisis dipengaruhi beberapa faktor

yaitu terkait relasi, karir atau pekerjaan, dan harapan-harapan akan

kesuksesan di masa depan.


97

4.2.3 Pengaruh Resiliensi terhadap Quarter Life Crisis pada Dewasa

Awal di Kota Makassar

Berdasarkan hasil dari dilakukannya uji hipotesis memperlihatkan

bahwa resiliensi memberikan pengaruh terhadap quarter life crisis pada

individu dewasa awal di Kota Makassar. Dengan hasil uji hipotesis

signifikan yaitu dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 (p = <0.000 ; p

< 0.05) sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh resiliensi

terhadap quarter life crisis pada individu dewasa awal di Kota

Makassar.

Berdasarkan hasil dari penelitian ini juga bahwa kontribusi atau

sumbangan yang resiliensi berikan terhadap quarter life crisis

berdasarkan nilai R square sebesar 0.086 atau dengan nilai persentase

sebesar 8,6%. Artinya bahwa resiliensi berpengaruh terhadap quarter

life crisis namun di sisi lain ada kemungkinan mengenai adanya

kontribusi lain selain resiliensi yang memengaruhi quarter life crisis

sisanya.

Dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa hipotesis yang

menunjukkan tidak ada pengaruh resiliensi terhadap quarter life crisis

pada dewasa awal di Kota Makassar, ditolak. Dan hipotesis yang

menunjukkan ada pengaruh resiliensi terhadap quarter life crisis pada

dewasa awal di Kota Makassar, diterima. Dengan nilai B atau koefisien

pengaruh yaitu sebesar -0.454 dan dengan arah pengaruh negatif,


98

artinya semakin tinggi resiliensi maka semakin rendah quarter life

crisis.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu

terdapat hubungan negatif antara resiliensi dengan quarter life crisis

(Argasiam, 2019). dan juga terdapat pengaruh negatif signifikan antara

resiliensi dengan quarter life crisis, yang artinya tingkat resiliensi

berbanding terbalik dengan tingkat quarter life crisis, semakin tinggi

resiliensi seseorang maka akan semakin rendah quarter life crisis

seseorang tersebut (Athira, 2021).

Jika dilihat dari demografi jenis kelamin, pada penelitian ini terdapat

responden laki-laki yang berjumlah 26 atau 26% dari total responden

sedangkan perempuan terdapat 311 atau 74% dari total responden.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif sebelumnya mengenai quarter life

crisis terhadap jenis kelamin ditemukan bahwa tingkat quarter life

crisis pada jenis kelamin perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Hal

ini sejalan dengan hasil penelitian dari Fadhilah (2021) yaitu tingkat

quarter life crisis pada mahasiswa berjenis kelamin perempuan di Kota

Makassar lebih tinggi dibanding yang berjenis kelamin laki-laki. Hal itu

disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan tuntutan serta masalah

yang dialami masing-masing jenis kelamin.

Allison dan Black (2010) memaparkan bahwa terdapat beberapa

faktor internal yang dapat memengaruhi quarter life crisis, di antaranya

adalah identity exploration atau pencarian jati diri, instability atau masa
99

di mana kehidupan terus-menerus berubah serta melahirkan tuntutan

dan masalah yang baru, being self focused atau tuntutan kemandirian,

dan the age of possibilities atau dihadapkan kepada banyaknya

kemungkinan-kemungkinan di masa depan. Serta faktor eksternal

berupa relasi sosial (teman, pasangan, dan keluarga), karir atau

pekerjaan, dan tantangan akademik.

Pada faktor instability atau masa di mana kehidupan terus-menerus

berubah serta melahirkan tuntutan dan masalah yang baru, tentunya

perbedaan jenis kelamin juga memiliki tuntutan serta masalah-masalah

yang berbeda. Jenis kelamin sendiri juga menjadi salah satu faktor yang

dapat memengatuhi tingkat quarter life crisis pada seseorang.

Perbedaan tuntutan-tuntutan pada setiap jenis kelamin juga turut andil

dalam membentuk hal tersebut. Robinson, Wright, dan Smith (2013)

memaparkan bahwa ada perbedaan jenis krisis yang terjadi pada laki-

laki dan perempuan. Seperti pada laki-laki yaitu seputar pekerjaan,

misalnya stres pada pekerjaan atau belum bekerja, dll, Sedangkan pada

perempuan lebih berfokus dengan masalah hubungan, misalnya

pernikahan, perceraian atau putus, maupun masalah yang berhubungan

dengan keluarga.

Seperti adanya tuntutan untuk menikah pada perempuan, pada

penelitian ini sendiri terdapat sebanyak 304 responden perempuan atau

73% dari total responden yang belum menikah. Tuntutan untuk

menikah pada individu dewasa awal khususnya berjenis kelamin


100

perempuan di Indonesia biasanya berasal dari orang tua sendiri.

Perempuan dewasa awal dituntut untuk menikah oleh orangtuanya

untuk menghindari stigma negatif dari masyarakat dan dapat

berkembang serta hidup lebih terjamin bersama pasangannya nanti

(Noviana & Suci, 2010). Stigma negatif tersebut berupa adanya label

tidak laku, perawan tua, ataupun terlalu banyak pilih-pilih (Susanti,

2012).

Dari pemaparan di atas dapat terlihat juga bahwa adanya peran dari

keluarga yang dalam hal ini adalah orangtua yang memberi tuntutan

agar cepat menikah pada individu dewasa awal berjenis kelamin

perempuan turut andil menjadi faktor terjadinya quarter life crisis.

Adanya resiliensi pada diri individu dapat membuat individu tersebut

dapat melalui masalah-masalah yang ia hadapi di kehidupannya.

Sedangkan masalah-masalah yang tidak terselesaikan dengan baik akan

melahirkan suatu krisis, adapun krisis yang terjadi pada individu

dewasa awal disebut quarter life crisis, jadi dapat dikatakan bahwa

resiliensi dapat berpengaruh terhadap quarter life crisis seseorang.

Hal itu didukung dengan adanya temuan oleh Vasquez (2015) yang

memperlihatkan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi quarter life

crisis adalah resiliensi. Reivich dan Shatte (2002) mengemukakan

mengenai resiliensi sendiri penting untuk dimiliki setiap individu,

dengan adanya resiliensi individu mampu untuk bangkit dari masalah

serta trauma masa lalu, mampu menyelesaikan masalah-masalah sehari-


101

hari, bangkit setelah mengalami kesulitan atau kejadian traumatik, dan

mencapai prestasi terbaik.

4.3 Limitasi Penelitian

Di dalam penelitian ini tidak terlepas dari adanya keterbatasan, terdapat

beberapa hal yang menyebabkan hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya

keterbatasan yaitu pada hasil analisis demografi terkhusus pada demografi

jenis kelamin responden yang lebih dominan perempuan sebesar 311

responden atau 74% dibanding laki-laki yang hanya sebesar 107 responden

atau 26%. Demikian juga dengan status pekerjaan yang lebih dominan tidak

bekerja sebesar 315 responden atau 75% dibanding yang bekerja. Dari hal

tersebut terlihat bahwa penelitian ini cenderung dapat menggambarkan

responden jenis kelamin perempuan serta responden dengan tidak bekerja.


102

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dilakukannya penelitian mengenai pengaruh resiliensi

terhadap quarter life crisis pada dewasa awal di Kota Makassar, dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh resiliensi terhadap quarter life crisis pada dewasa awal

di Kota Makassar dengan kontribusi resiliensi sebesar 8,6% terhadap

quarter life crisis, dan arah pengaruh negatif yang berarti semakin tinggi

resiliensi maka semakin rendah quarter life crisis.

2. Tingkat Resiliensi pada dewasa awal di Kota Makassar berada pada

kategori sedang dengan nilai persentase 70% atau sebanyak 293

responden.

3. Tingkat Quarter Life Crisis pada dewasa awal di kota Makassar, berada

pada kategori sedang dengan nilai persentase 70% atau sebanyak 291

responden.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dilakukannya penelitian, maka peneliti menentukan

saran sebagai berikut:

5.2.1 Bagi Dewasa Awal

Penelitian menunjukkan hasil bahwa terdapat pengaruh resiliensi

terhadap quarter life crisis pada dewasa awal di Kota Makassar,

sehingga individu diharapkan untuk dapat memiliki resiliensi, karena

102
103

individu yang resilien dapat dengan baik bangkit ketika terpuruk,

mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, serta mampu

untuk mencapai prestasi yang baik kedepannya.

5.2.2 Bagi Orangtua

Penelitian menunjukkan hasil bahwa terdapat pengaruh resiliensi

terhadap quarter life crisis pada dewasa awal di Kota Makassar.

Sehingga diharapkan kepada orangtua untuk dapat dengan baik

memperhatikan keluarga terutama anak karena salah satu faktor dari

adanya quarter life crisis adalah relasi di dalam keluarga. Dan juga

penting bagi orang tua untuk menumbuhkan sifat resiliensi pada anak

agar ketika anak mengalami masalah dapat dengan baik menyelesaikan

masalah tersebut.

5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

1. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk dapat meneliti tentang

quarter life crisis terkait variabel lainnya, seperti pada variabel

religiusitas, interaksi orangtua, dukungan sosial, dan lain sebagainya.

Karena dalam penelitian ini hanya melibatkan resiliensi sebagai

variabel independen.

2. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti variabel

resiliensi dengan variabel quarter life crisis lebih mendalam

berdasarkan kekurangan dari penelitian ini.


104

DAFTAR PUSTAKA

Allison., dan Black. (2010). Halfway Between Somewhere And Nothing: An


Axploration Between Quarter Life Crisis And Life Satisfaction Among
Graduate Student. Arkansas: University of Arkansas.
Argasiam, B. (2019). Hubungan Perbandingan Sosial dan Resiliensi dengan
Quarter life crisis pada Kelompok Milenial. Masters thesis. Unika
Soegijapranata: Semarang.
Arif, Ahmad. (2018). Catatan Pemikiran dari Titik Nol Tsunami Aceh:
Membangun Negeri Sadar Bencana. Banda Aceh : Syiah Kuala University
Press.
Arnett, J.J. (2004). Emerging Adulthood : The Winding Road From the Late Teens
Through the Twenties. New York : Oxford University Press.
Athira., Riany, N., dan Eva, Y. (2021). Pengaruh Resiliensi dan Interaksi Orang
Tua terhadap Quarter Life Crisis pada Dewasa Awal. Skripsi. Fakultas
Ekologi Manusia: Institut Pertanian Bogor.
Atwood, J., Scholtz, C. (2008). The Quarter-life Time Period : An Age of
Indulgance, Crisis or Both?. Journal of Contemporary Family Therapy,
30, 233-250.
Azwar, S. (2015) Penyusunan Skala Psikologi Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Azwar, S. (2016). Dasar-Dasar Psikometrika. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2017). Metode Penelitian Psikologi Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Azwar, S. (2018). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azzahra, Fatimah. (2016). Pengaruh Resiliensi terhadap Distres Psikologis pada
Mahasiswa. Skripsi. University of Muhammadiyah Malang.
Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peseta Didik. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Fischer, K. (2008). Ramen Noodles, Rent and Resume: An After-College Guide to
Life. California: SuperCollege LLC.
Gulo, W. (2010). Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.
Hassler, C. (2009). Are You Having A Quarterlife Crisis?
105

Hendriani, W. (2018). Resiliensi Psikologis : Sebuah Pengantar. Jakarta : Predana


Media.
Hendriani, W. (2018). Resiliensi Psikologis: Sebuah Pengantar. Jakarta : Predana
Media.
Hurlock, E. B. (2009) Psikologi Perkembangan: Suatu Perkembangan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlagga.
Idrus, Muh. Nadzir. (2018). Pengaruh Resiliensi terhadap Minat Berwirausaha
pada Mahasiswa. Skripsi. University of Muhammadiyah Malang.
Indrawati. (2019). Pengaruh Resiliensi dan Religiusitas Terhadap Kesejahteraan
Psikologis Pada Guru di PAUD Rawan Bencana ROB. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Anak Usia Dini. Vol 2, No 2
Kurniadewi, E., Sari, N., & Tarsono. (2016). Pengaruh Status Identitas terhadap
Orientasi Masa Depan Area Pekerjaan. Psympathic: Jurnal Ilmiah
Psikologi, Vol 3, No. 1, Hal: 121-138.
Lazarus, R. S. (1993). Coping Theory and Research Past, Present and Future.
Psychosomatic Medicine, 55, 234-247
Lazarus, R. S. (1993). From psychological stress to the emotions: A history of
changing outlooks. Annual Review of Psychology, 44, 1–21.
Manaru, M. Untung. (2008). Pengaruh Self Efficacy terhadap Resiliensi pada
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
Skripsi. Universitas Negeri Malang.
Mujahidah, E., dan Listiyandini, R. A. (2018). Pengaruh Resiliensi dan Empati
terhadap Gejala Depresi pada Remaja. Jurnal Psikologi. Vol. 14 No. 1.
Nash, R.J., Murray, M.C., (2010). Helping College Student Find Purpose : The
Campus Guide to Meaning-Making. San Fransisco : Jossey Bass.
Nelson, L. J., & Barry, C. M. (2005). Distinguishing Features of Emerging
Adulthood: The Role of Self-Classification as an Adult. Journal of
Adolescent Research, 20(2), 242–
262. https://doi.org/10.1177/0743558404273074
Noviana, C. L. N., & Suci, E. S. T. (2010). Konflik interpersonal wanita lajang
terhadap tuntutan orangtua untuk menikah. Jurnal Psikologi Indonesia Vol
VII, No. 1. pp 9-16. ISSN 0853-3098.
Oladipo, S. E., & Idemudia, E. S., (2015). Reliability and Validity Testing of
Wagnild and Young’s Resilience Scale in a Sample of Nigerian Youth.
Journal of Psychology. (6) 57-65.
106

Olson-Madden, J. (2007). Correlates and predictors of Life Satisfaction Among


18 to 35 Years Olds: An Exploration of The Quarterlife Crisis.

Putri, A.F. (2019). Pentingnya Orang Dewasa Awal Menyelesaikan Tugas


Perkembangn. Schoulid: Indonesian Journal of School Counseling, Vol. 3,
No. 2, Hal: 35-40. Doi: https://doi.org/10.23916/08430011
Reivich, K. dan Shatte, A. 2002. The Resiliency Factor : 7 Keys to Finding Your
Inner Strength and Overcoming Life’s Hurdles. New York: Three Rivers
Press.
Richardson, G.E. (2002), The metatheory of resilience and resiliency, Journal of
Clinical Psychology, 58 (3), 307-321.
Robbins, A. and Abby Wilner. (2001). Quarterlife Crisis: The Unique Challenge
of Life in Your Twenties. New York: MJF Books.
Robinson, O. C., Wright, G. R.T., & Smith, J. A. (2013). The Holistic Phase
Model of Early Adult Crisis. Journal of Adult Development, 20, 27-37.
Saifuddin, Ahmad. (2020) Penyusunan Skala Psikologi. Jakarta: Kencana.
Salsabila, Tuhva. (2021). Pengaruh Quarter Life Crisis terhadap Kepercayaan Diri
Mahasiswa Psikologi UIN Malang. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Malang.
Santoso, S. (2010) Statistik Multivariat: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Santrock, J.W. (2012). Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup Edisi
13. Jilid 1, Penerjemah: Widyasinta, B). Jakarta : Erlangga.
Smith, B. W., Dalen, J., Wiggins, K., Tooley, E., Christopher, P., & Bernard, J.
(2008). The brief resilience scale: assessing the ability to bounce back.
International journal of behavioral medicine, 15(3), 194-200.
Sugiyono. (2016). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Susanti. (2012). Hubungan harga diri dengan psychological well being pada
wanita lajang ditinjau dari bidang pekerjaan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Universitas Surabaya. Vol.1 No.1.
Suyono. (2018). Analisis Regresi untuk Penelitian. Yogyakarta: Deepublish.
Thorspecken, Jennifer M. (2005). Quarterlife Crisis: Then Unaddressed
Phenomenon. Research Paper: Proceedings of the Annual Conference of
the New Jersey Counseling Association, pg. 120-127.
107

Vasquez, J. P. R. (2015). Development and Validation of Quarter Life Crisis


Scale for Filipinos. The Asian Conference on Psychology & the
Behavioral Sciences Development, April 2015, 447-459.
Wagnild G.M, dan Young H.M., (1993). Development and psychometric
evaluation of the Resilience Scale. Journal of Nursing Measurement, 1(2):
165-178.
Wagnild, G.M. (2010) Discovering Your Resilience Core. Journal of Nursing
Measuremen.
Wasono. (2019). Pengaruh Resiliensi terhadap Harga Diri Remaja di Panti
Asuhan Yatim dan Tunanetra Muhammadiyah Purworejo. Jurnal Acta
Psychologia. Vol 1, No 1
Zakaria, M. A., dkk. Pengaruh Resiliensi terhadap Job Insecurity pada Pegawai
Honorer. Cornicia, 7, (3), 346-358.
108

LAMPIRAN-LAMPIRAN
109

LAMPIRAN 1

SKALA PENELITIAN
110

1. Copywriting

2. Identitas Responden
111

3. Skala QLC

4. Skala Resiliensi
112

LAMPIRAN 2

TABULASI DATA
113

A. Data Demografi Responden

Status Tempat
No Jenis Kelamin Usia Pendidikan Agama Suku Kuliah Pacaran Menkah
Pekerjaan Tinggal
1 Perempuan 22 Tidak Bekerja S1 Protestan Makassar Ortu Tidak Tidak Tidak
2 Perempuan 18 Tidak Bekerja SMA Islam Bugis Ortu Ya Tidak Tidak
3 Perempuan 22 Bekerja S1 Islam Makassar Ortu Tidak Tidak Tidak
4 Perempuan 25 Tidak Bekerja S1 Islam Jawa Sendiri Tidak Tidak Ya
5 Laki-laki 19 Tidak Bekerja SMA Islam Makassar Ortu Ya Ya Tidak
6 Perempuan 20 Tidak Bekerja SMA Islam Bugis Sendiri Ya Tidak Tidak
7 Perempuan 22 Tidak Bekerja S1 Islam Bugis Ortu Tidak Tidak Tidak
8 Laki-laki 23 Tidak Bekerja S1 Islam Bugis Ortu Ya Tidak Tidak
9 Perempuan 21 Tidak Bekerja SMA Islam Bugis Sendiri Ya Tidak Tidak
10 Perempuan 21 Tidak Bekerja SMA Islam Bugis Ortu Ya Tidak Tidak
11 Perempuan 22 Tidak Bekerja S1 Islam Makassar Sendiri Ya Tidak Tidak
12 Perempuan 22 Tidak Bekerja S1 Islam Bugis Ortu Tidak Ya Tidak
13 Perempuan 23 Tidak Bekerja S1 Protestan Toraja Ortu Tidak Tidak Tidak
14 Perempuan 22 Tidak Bekerja SMA Katolik Toraja Ortu Ya Tidak Tidak
15 Perempuan 20 Tidak Bekerja SMA Islam Bugis Sendiri Ya Ya Tidak
16 Perempuan 23 Tidak Bekerja SMA Islam Mandar Sendiri Ya Tidak Tidak
17 Perempuan 25 Bekerja S1 Islam Bugis Sendiri Tidak Tidak Tidak
18 Perempuan 22 Tidak Bekerja S1 Islam Gorontalo Ortu Tidak Tidak Tidak
19 Perempuan 22 Tidak Bekerja SMA Islam Bugis Sendiri Ya Tidak Tidak
20 Perempuan 22 Bekerja S1 Protestan Toraja Sendiri Tidak Ya Tidak
114

B. Data Quarter Life Crisis

item item item item item item item item item item item item item item item
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 4 2 4 4 4 2 2 2 5 5 5 2 1 2 4
2 4 2 3 3 2 2 4 2 5 4 3 2 3 3 2
3 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 2 3 4 4
4 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
5 4 4 4 3 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4
6 5 5 5 5 5 2 2 5 5 5 4 3 1 5 4
7 5 5 5 5 5 4 3 4 4 4 4 3 3 3 4
8 4 2 5 5 3 3 3 3 5 5 4 2 2 5 3
9 4 4 4 4 4 4 2 2 5 5 4 3 2 4 4
10 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5
11 4 4 4 3 3 2 3 2 4 2 1 3 2 1 3
12 3 3 4 4 3 3 1 1 5 3 4 1 1 2 3
13 4 4 5 4 4 2 2 4 4 4 4 3 4 4 4
14 5 4 4 4 3 2 3 3 5 5 4 4 3 2 4
15 4 3 5 3 3 2 2 2 5 2 4 3 1 3 3
16 5 4 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 3 3 4
17 2 3 2 2 2 2 4 1 4 2 2 2 1 4 3
18 4 2 4 4 2 2 2 4 4 4 4 3 2 4 4
19 3 3 4 4 3 2 3 3 4 4 4 4 2 4 3
20 4 4 3 2 3 1 3 2 5 5 2 4 4 4 4
115

C. Data Resiliensi

item item item item


No item 1 item 2 item 3 item 4 item 5 item 6 item 7 item 8 item 9
10 11 12 13
1 6 5 2 6 7 5 2 5 2 2 6 6 7
2 6 7 6 7 6 6 6 2 5 6 6 6 5
3 5 5 5 5 6 4 4 4 4 4 5 5 4
4 6 6 4 5 6 6 6 6 5 6 6 6 5
5 5 5 2 5 5 4 6 6 7 5 6 6 4
6 7 7 7 7 7 7 6 7 7 6 3 6 2
7 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 4 5 5
8 7 7 6 5 7 7 7 5 4 7 6 7 2
9 6 6 6 6 6 4 6 5 6 7 5 6 6
10 6 6 6 6 6 6 6 6 4 5 4 6 6
11 5 6 6 4 5 5 5 5 5 4 6 6 5
12 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1 1 1 3
13 5 5 4 6 6 4 4 4 2 2 5 4 2
14 7 7 6 6 7 6 2 5 2 5 6 5 6
15 5 7 4 5 6 6 5 5 5 5 4 5 5
16 5 4 6 6 7 4 5 7 2 2 4 6 4
17 6 6 7 7 7 7 5 6 2 6 3 6 5
18 6 6 6 5 6 5 6 6 6 4 2 6 6
19 4 5 5 5 5 4 4 5 4 5 4 5 4
116

LAMPIRAN 3

HASIL UJI VALIDITAS


117

A. Validitas Tampang

1. Review Umum

Hasil Review
Reviewer Layout/tata Jenis &Ukuran Bentuk Skala
letak Huruf
Standar standar
Reviewer 1 standar

Reviewer 2 Baik OK OK
Sudah baik dan
Baik Baik
Reviewer 3 sesuai

Reviewer 4 Baik Baik Baik

Sesuai Sesuai
Reviewer 5 baik

Uraian Kesimpulan:

Berdasarkan hasil review dari kelima reviewer terhadap bagian review umum

yaitu mencakup layout/tata letak, jenis & ukuran huruf, dan bentuk skala diketahui

bahwa tidak ada yang perlu diperbaiki.

2. Review Khusus: Pengantar Skala

Hasil Review
Reviewer
Konten Bahasa

Reviewer 1 Baik Baik

Reviewer 2 Baik Baik

Reviewer 3 standar standar


Reviewer 4 Baik Baik

Reviewer 5 Baik Baik

Uraian Kesimpulan:
118

Berdasarkan hasil review dari kelima reviewer terhadap bagian review

khusus yaitu pengantar skala bahwa sudah baik dan tidak perlu ada yang

diperbaiki. Pengantar skala dinilai jelas secara konten, dan telah menggunakan

bahasa yang dapat dimengerti.

3. Review Khusus: Identitas Responden

Hasil Review
Reviewer
Konten Bahasa

Reviewer 1 Baik Baik

Reviewer 2 Baik Baik

Reviewer 3 Baik Baik

Reviewer 4 Baik Baik

Reviewer 5 Baik Baik

Uraian Kesimpulan:

Berdasarkan hasil review dari kelima reviewer terhadap bagian review

khusus yaitu identitas responden bahwa sudah baik dan tidak perlu ada yang

diperbaiki. Identitas responden dinilai jelas secara konten, dan telah

menggunakan bahasa yang dapat dimengerti.

4. Review Khusus: Petunjuk Pengerjaan

Hasil Review
Reviewer
Konten Bahasa

Reviewer 1 Sesuai Sesuai


Reviewer 2
Jelas Baik
Reviewer 3 Sudah jelas Mudah dipahami

Reviewer 4 Jelas dan dapat jelas


dimengerti
Reviewer 5 Sesuai Ok
119

Uraian Kesimpulan:

Berdasarkan hasil review dari kelima reviewer terhadap petunjuk pengerjaan

diketahui bahwa ada beberapa yang perlu diperbaiki. Kelima reviewer

memberikan komentar yang positif mengenai petunjuk pengerjaan. Petunjuk

pengerjaan dinilai jelas secara konten, dan telah menggunakan bahasa yang

dapat dimengerti.

5. Review Khusus: Kesimpulan Item Pernyataan

Skala I

Hasil Review
Reviewer
Konten Bahasa

Item Item 1 Baik Mudah dipahami


Pernyataan
Item 2 Baik Mudah dipahami

Item 3 Baik Mudah dipahami

Item 4 Baik Mudah dipahami

Item 5 Baik Mudah dipahami

Item 6 Baik Mudah dipahami

Item 7 Baik Mudah dipahami

Item 8 Baik Mudah dipahami

Item 9 Baik Mudah dipahami

Item 10 Baik Mudah dipahami

Item 11 Baik Mudah dipahami

Item 12 Baik Mudah dipahami

Item 13 Baik Mudah dipahami

Item 14 Baik Mudah dipahami

Item 15 Baik Mudah dipahami


120

Hasil Review
Reviewer
Konten Bahasa

Item 16 Baik Mudah dipahami

Item 17 Baik Mudah dipahami

Item 18 Baik Ubah jadi kalimat aktif

Item 19 Baik Mudah dipahami

Item 20 Baik Mudah dipahami

Item 21 Baik Mudah dipahami

Item 22 Baik Mudah dipahami

Item 23 Baik Mudah dipahami

Item 24 Baik Mudah dipahami

Item 25 Baik Mudah dipahami

Item 26 Baik Mudah dipahami

Item 27 Baik Mudah dipahami

Item 28 Baik Mudah dipahami

Item 29 Baik Mudah dipahami

Item 30 Baik Mudah dipahami

Baik Tambah “saya


Item 31 merasa” di depan
kalimat lebih baik

Item 32 Baik Mudah dipahami

Item 33 Baik Mudah dipahami

Item 34 Baik Mudah dipahami

Item 35 Baik Mudah dipahami

Item 36 Baik Mudah dipahami

Item 37 Baik Mudah dipahami

Item 38 Baik Mudah dipahami


121

Hasil Review
Reviewer
Konten Bahasa

Item 39 Baik Mudah dipahami

Item 40 Baik Mudah dipahami

Item 41 Baik Mudah dipahami

Item 42 Baik Mudah dipahami

Uraian Kesimpulan:

Berdasarkan hasil review dari kelima reviewer terhadap bagian review khusus

yaitu Kesimpulan Item Pernyataan bahwa konten dari tiap item sudah baik

namun ada beberapa item pernyataan yang masih perlu diubah yaitu pada item 18

dan 31.

Skala II

Hasil Review
Reviewer
Konten Bahasa

Item Item 1 Baik Mudah dipahami


Pernyataan
Item 2 Baik Mudah dipahami

Item 3 Baik Mudah dipahami

Item 4 Baik Mudah dipahami

Item 5 Baik Mudah dipahami

Item 6 Baik Mudah dipahami

Item 7 Baik Mudah dipahami

Item 8 Baik Mudah dipahami


122

Hasil Review
Reviewer
Konten Bahasa

Item 9 Baik Mudah dipahami

Item 10 Baik Mudah dipahami

Item 11 Baik Mudah dipahami

Item 12 Baik Mudah dipahami

Item 13 Baik Mudah dipahami

Item 14 Baik Mudah dipahami

Item 15 Baik Mudah dipahami

Item 16 Baik Mudah dipahami

Item 17 Baik Mudah dipahami

Item 18 Baik Mudah dipahami

Item 19 Baik Mudah dipahami

Item 20 Baik Mudah dipahami

Item 21 Baik Mudah dipahami

Item 22 Baik Mudah dipahami

Item 23 Baik Mudah dipahami

Item 24 Baik Mudah dipahami

Item 25 Baik Mudah dipahami

Uraian Kesimpulan:

Berdasarkan hasil review dari kelima reviewer terhadap bagian review khusus

yaitu Kesimpulan Item Pernyataan bahwa konten dari tiap item sudah baik dan

sesuai dengan aspeknya dan tidak ada hal yang harus diperbaiki pada bagian

konten maupun bahasa


123

LAMPIRAN 4

HASIL UJI VALIDITAS KONSTRAK


124

HASIL DARI VALIDITAS KONSTRAK QUARTER LIFE CRISIS

1. Path Diagram Bimbang dalam mengambil keputusan

2. Path Diagram Putus asa


125

3. Path Diagram Penilaian diri rendah

4. Path Diagram terjebak dalam situasi sulit


126

5. Path Diagram cemas

6. Path Diagram tertekan


127

7. Path Diagram Khawatir terhadap relasi interpersonal yang akan dibangun

8. Properti Psikomertik Quarter Life Crisis


Faktor Keterangan
No. Item Error T-Value
Loading
X1 1.03 0.08 12.76 Valid

X2 0.69 0.09 7.71 Valid

X3 0.48 0.11 4.16 Valid

X4 0.29 0.11 2.79 Valid

X5 0.67 0.10 6.90 Valid

X6 0.71 0.10 7.37 Valid

X7 0.42 0.11 3.85 Valid

X8 0.47 0.11 4.12 Valid

X9 0.34 0.11 3.18 Valid

X10 0.58 0.10 5.84 Valid

X11 0.71 0.12 6.06 Valid

X12 0.44 0.11 4.14 Valid


128

X13 0.39 0.11 3.60 Valid

X14 0.32 0.12 2.76 Valid

X15 0.82 0.10 8.41 Valid

X16 0.54 0.09 5.83 Valid

X17 0.34 0.10 3.32 Valid

X18 0.67 0.10 6.83 Valid

X19 0.72 0.09 7.82 Valid

X20 0.71 0.09 7.53 Valid

X21 0.46 0.11 4.19 Valid

X22 0.75 0.11 7.31 Valid

X23 0.44 0.11 4.12 Valid

X24 0.81 0.09 9.02 Valid

X25 0.60 0.11 5.38 Valid

X26 0.36 0.11 3.30 Valid

X27 0.55 0.12 4.53 Valid

X28 0.48 0.11 4.48 Valid

X29 0.63 0.09 7.02 Valid

X30 0.58 0.11 5.45 Valid

X31 0.63 0.10 6.42 Valid

X32 0.94 0.10 9.76 Valid

X33 0.77 0.09 8.45 Valid

X34 0.69 0.09 7.28 Valid

X35 0.57 0.11 5.37 Valid

X36 0.72 0.10 7.02 Valid

X37 0.76 0.09 8.24 Valid

X38 0.81 0.09 8.92 Valid


129

X39 0.67 0.12 5.71 Valid

X40 0.60 0.11 5.41 Valid

X41 0.67 0.12 5.72 Valid

X42 0.72 0.11 6.59 Valid


130

HASIL DARI VALIDITAS KONSTRAK RESILIENSI

1. Path diagram Resiliensi


131

2. Properti Psikometrik Resiliensi

Faktor Keterangan
No. Item Error T-Value
Loading
X1 0.58 0.09 6.22 Valid

X2 0.42 0.10 4.09 Valid

X3 0.58 0.09 6.12 Valid

X4 0.47 0.10 4.80 Valid

X5 0.44 0.10 4.47 Valid

X6 0.69 0.09 7.63 Valid

X7 0.55 0.10 5.72 Valid

X8 0.54 0.10 5.55 Valid

X9 0.41 0.10 4.21 Valid

X10 0.72 0.09 8.26 Valid

X11 -0.35 0.10 -3.52 Tidak Valid

X12 0.44 0.10 4.49 Valid

X13 0.85 0.08 10.42 Valid

X14 0.55 0.10 5.61 Valid

X15 0.59 0.09 6.29 Valid

X16 0.60 0.10 6.15 Valid

X17 0.84 0.08 10.19 Valid

X18 0.70 0.09 7.85 Valid

X19 0.58 0.09 6.18 Valid

X20 0.36 0.10 3.76 Valid

X21 0.61 0.09 6.51 Valid

X22 0.00 0.10 -0.05 Tidak Valid

X23 0.79 0.08 9.28 Valid

X24 0.76 0.09 8.79 Valid

X25 0.40 0.10 4.01 Valid


132

LAMPIRAN 5

HASIL UJI RELIABILITAS


133

1. Reliabilitas Skala Quarter Life Crisis


Reliability Analysis
Scale Reliability Statistics
Cronbach's α
scale 0.922
Note. Of the observations, 415 were used, 3 were excluded listwise, and
418 were provided.

2. Reliabilitas Skala Resiliensi

Reliability Analysis
Scale Reliability Statistics

Cronbach's α

scale 0.891

Note. Of the observations, 418 were used, 0 were excluded listwise, and
418 were provided.
134

LAMPIRAN 6

HASIL ANALISIS VARIABEL

BERDASARKAN DEMOGRAFI
135

1. Quarter Life Crisis


a. Usia

usia * QLC Crosstabulation


QLC
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
usia 18-19 0 12 52 3 3 70
20-21 0 25 122 16 3 166
22-23 1 15 92 27 4 139
24-25 1 3 25 9 5 43
Total 2 55 291 55 15 418
b. Jenis Kelamin

jk * QLC Crosstabulation
QLC
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
jk laki-laki 0 8 70 23 6 107
perempuan 2 47 221 32 9 311

Total 2 55 291 55 15 418


c. Status Pekerjaan

stat_kerja * QLC Crosstabulation


QLC
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
. bekerja 1 7 41 14 4 67
tidak 1 48 250 41 11 351
bekerja
Total 2 55 291 55 15 418
d. Pendidikan terakhir

pen_akhir * QLC Crosstabulation


QLC
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
. SMA/SMK 2 40 207 32 8 289
S1/D3 0 15 84 23 6 129
Total 2 55 291 55 14 418

e. Agama

agama * QLC Crosstabulation


QLC Total
136

sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah
agama islam 2 46 246 45 11 350
protestan 0 5 30 7 2 44
katolik 0 3 9 3 0 15
lainnya 0 1 6 0 2 9
Total 2 55 291 55 15 418
f. Suku

suku * QLC Crosstabulation


QLC
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
suku bugis 0 16 100 28 2 146
makassar 1 18 81 14 3 117
toraja 0 6 43 7 1 57
lainnya 1 15 67 6 9 98
Total 2 55 291 55 15 418
g. Tempat tinggal

t_tinggal * QLC Crosstabulation


QLC
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
. Bersama orang 1 39 223 42 11 316
tua/kerabat

Kost/Asrama/Sendiri 1 16 68 13 4 102

Total 2 55 291 55 15 418


h. berkuliah

berkuliah * QLC Crosstabulation


QLC
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
berkuliah ya 1 47 225 37 8 318
tidak 1 8 66 18 7 100
Total 2 55 291 55 15 418

i. berpacaran

berpacaran * QLC Crosstabulation


QLC
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
berpacaran ya 0 16 78 20 4 118
137

tidak 2 39 213 35 11 300


Total 2 55 291 55 15 418
j. menikah

menikah * QLC Crosstabulation


QLC
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
menikah ya 0 0 7 3 2 12
tidak 2 55 284 52 13 406
Total 2 55 291 55 15 418

2. Resiliensi
a. Usia

usia * Resiliensi Crosstabulation


Resiliensi
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
usia 18-19 2 7 55 5 1 70
20-21 4 13 106 35 8 166
22-23 4 21 96 16 2 139
24-25 1 3 36 2 1 43
Total 11 44 293 58 12 418
b. Jenis Kelamin

jk * Resiliensi Crosstabulation
Resiliensi
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
jk laki-laki 6 13 74 12 2 107
perempuan 5 31 219 46 10 311

Total 11 44 293 58 12 418

c. Status Pekerjaan

stat_kerja * Resiliensi Crosstabulation


Resiliensi
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
. bekerja 1 5 54 6 1 67
tidak 10 39 239 52 11 351
bekerja
Total 11 44 293 58 12 418
d. Pendidikan terakhir
138

pen_akhir * Resiliensi Crosstabulation


Resiliensi
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
. SMA/SMK 7 30 198 45 9 289
S1/D3 4 14 94 13 3 129
Total 11 44 292 58 12 418
e. Agama

agama * Resiliensi Crosstabulation


Resiliensi
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
agama islam 9 38 250 44 9 350
protestan 1 4 29 9 1 44
katolik 0 1 11 2 1 15
lainnya 1 1 3 3 1 9
Total 11 44 293 58 12 418
f. Suku

suku * Resiliensi Crosstabulation


Resiliensi
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
suku bugis 5 15 100 21 5 146
makassar 3 14 82 17 1 117
toraja 1 4 40 9 3 57
lainnya 2 11 71 11 3 98
Total 11 44 293 58 12 418

g. Tempat tinggal

t_tinggal * Resiliensi Crosstabulation


Resiliensi
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
. Bersama orang 10 34 218 45 9 316
tua/kerabat

Kost/Asrama/Sendiri 1 10 75 13 3 102

Total 11 44 293 58 12 418


h. berkuliah
139

berkuliah * Resiliensi Crosstabulation


Resiliensi
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
berkuliah ya 8 35 218 48 9 318
tidak 3 9 75 10 3 100
Total 11 44 293 58 12 418
i. berpacaran

berpacaran * Resiliensi Crosstabulation


Resiliensi
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
berpacaran ya 6 7 85 14 6 118
tidak 5 37 208 44 6 300
Total 11 44 293 58 12 418
j. menikah

menikah * Resiliensi Crosstabulation


Resiliensi
sangat sangat
tinggi tinggi sedang rendah rendah Total
menikah ya 0 2 7 3 0 12
tidak 11 42 286 55 12 406
Total 11 44 293 58 12 418
140

LAMPIRAN 7

HASIL UJI ASUMSI


141

1. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardized
Residual
N 418
a,b
Normal Parameters Mean .0000000
Std. Deviation 23.46850013
Most Extreme Differences Absolute .059
Positive .034
Negative -.059
Test Statistic .059
c
Asymp. Sig. (2-tailed) .001
d
Monte Carlo Sig. (2-tailed) Sig. .099
99% Confidence Interval Lower Bound .091
Upper Bound .107
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. Based on 10000 sampled tables with starting seed 2000000.

2. Uji Linearitas

ANOVA Table

Sum of df Mean F Sig.


Squares Square
(Combined) 70340.610 72 976.953 1.863 .000

21614.511 1 21614.5 41.211 .000


Between Linearity
11
Groups
QLC*Re Deviation 48726.100 71 686.283 1.309 .062

siliensi from Linearity


524.479
180945.198 345
Within Groups

Total 251285.809 417


142

LAMPIRAN 8

HASIL UJI HIPOTESIS


143

Pengaruh Resiliensi Terhadap Quarter Life Crisis

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
a
1 .293 .086 .084 23.496691
a. Predictors: (Constant), Resiliensi
b. Dependent Variable: QLC

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
b
1 Regression 21614.511 1 21614.511 39.150 .000
Residual 229671.298 416 552.094
Total 251285.809 417
a. Dependent Variable: QLC
b. Predictors: (Constant), Resiliensi

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 196.654 9.083 21.650 .000
Resiliensi -.454 .073 -.293 -6.257 .000
a. Dependent Variable: QLC

Anda mungkin juga menyukai