Anda di halaman 1dari 128

Hari/Tanggal :………………..

Pukul :………………..
Tempat :………………..

TESIS

EVALUASI PROGRAM PEMBERANTASAN SARANG


NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE DI
KOTA PALEMBANG TAHUN 2022

OLEH :
NAMA : GALUH ISMAYANTI
NIM : 10012682125058

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT (S2)


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
TESIS

EVALUASI PROGRAM PEMBERANTASAN SARANG


NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE DI
KOTA PALEMBANG TAHUN 2022

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar (S2)


Magister Kesehatan Masyarakat Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya

OLEH :
NAMA : GALUH ISMAYANTI
NIM : 10012682125058

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT (S2)


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
HALAMAN PENGESAHAN

EVALUASI PROGRAM PEMBERANTASAN SARANG


NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA
PALEMBANG TAHUN 2022

TESIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
(S2) Magister Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya

Oleh :
GALUH ISMAYANTI
10012682125058

Palembang, Oktober 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.dr.Chairil Anwar, DAP&E.,Sp.ParK.,Ph.D Dr.dr.Rizma Adlia Syakurah,MARS


NIP. 195310041983031002 NIP. 198601302019032013

Mengetahui,
Koordinator Program Studi Magister (S2)
Ilmu Kesehatan Masyarakat

Dr. Rostika Flora, S.Kep., M.Kes


NIP. 1971092719940320

iii
HALAMAN PERSETUJUAN

Karya tulis ilmiah berupa Hasil Penelitian Tesis dengan judul “Evaluasi Program
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue Di Kota
Palembang” telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Hasil Penelitian Tesis
Program Studi Magister (S2) Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya pada tanggal 17 Oktober 2022 dan dinyatakan
sah untuk melanjutkan Ujian Tesis.
Palembang, 24 Oktober 2022

Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah berupa Proposal Tesis

Ketua :
1. Prof. dr. Chairil Anwar,DAP&E.,Sp.ParK.,Ph.D ( )
NIP. 195310041983031002
Anggota :

2. Dr. dr. Rizma Adlia Syakurah,MARS ( )


NIP. 198601302019032013

3. Dr. Misnaniarti, S.K.M.,M.K.M ( )


NIP. 197606092002122001

4. Prof. Dr. Yuanita Windusari,S.Si.,M.Si ( )


NIP. 196909141998032002

5. Dr. dr. HM. Zulkarnain,M.Med.Sc.,PKK ( )


NIP. 196109031989031002

Koordinator Program Studi


S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Dr. Rostika Flora, S.Kep, M.Kes


NIP. 197109271994032004

iv
HALAMAN PERNYATAAN INTEGRITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Galuh Ismayanti

NIM : 10012682125058

Judul Tesis : Evaluasi Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)


Demam Berdarah Dengue Di Kota Palembang Tahun 2022

Menyatakan bahwa Laporan Tesis saya merupakan hasil karya sendiri didampingi
tim pembimbing dan bukan hasil penjiplakkan/plagiat . Apabila ditemukan unsur
penjiplakkan /plagiat dalam tesis ini, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik dari Universitas Sriwijaya sesuai aturan yang berlaku.

Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada paksaan
dari siapapun.

Palembang, Oktober 2022


Foto ukuran 4x6
Berwarna Materai
Latar belakang 10.000
biru untuk pria
dan merah (Galuh Ismayanti 10012682125058)
untuk wanita

v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Galuh Ismayanti

NIM : 10012682125058

Judul Tesis : Evaluasi Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)


Demam Berdarah Dengue Di Kota Palembang Tahun 2022

Memberikan izin kepada Pembimbing dan Unniversitas Sriwijaya untuk


mempublikasikan hasil penleitian saya untuk kepentingan akademik apabila dalam
waktu 1 (satu) tahun tidak mempublikasikan karya penelitian saya. Dalam kasus ini
saya setuju untuk menempatkan Pembimbing sebagai penulis korespondensi
(Coressponding author).

Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan dari
siapapun.

Palembang, Oktober 2022

(Galuh Ismayanti 10012682125058)

vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto dalam hidup saya adalah “Hidup itu adalah seni menggambar tanpa
penghapus”.

Gelar saya, pendidikan saya, ilmu saya, saya persembahkan hanya untuk kedua
orang tua saya.

vii
HEALTH POLICY ADMINISTRATION
POSTGRADUATE FACULTY OF PUBLIC HEALTH
SRIWIJAYA UNIVERSITY
Thesis, October 28, 2021
Galuh Ismayanti

Evaluation of the Dengue Hemorrhagic Fever Eradication Program


in Palembang
ABSTRACT

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is a disease that has the potential to cause
Extraordinary Events (KLB). The government has made efforts to control DHF, one
of which is through the PSN program. Evaluation is very necessary to find out how
the implementation of the PSN program is following the planned objectives and
whether the PSN program can control the breeding of mosquito larvae which will
reduce the number of dengue cases in Palembang City. The method used in this
study is a qualitative method, with an analytical descriptive approach. This study
uses the CIPP evaluation model by evaluating the context, input, process, and
product which are one unit that determines the success of a program. In this study,
the source of information was obtained from informants. The selection of all
informants was done by purposive sampling. Informants in this study amounted to
16 people. Based on the results of research in the form of interviews observations,
and document review for the Evaluation of the Dengue Fever Mosquito Nest
Eradication Program (PSN) in Palembang City in 2022, in general, it has gone well
but is still constrained by budget, SOPs related to eradicating mosquito nests that
do not yet exist and lack of community participation. The results of this study are
expected for the Palembang City Health Office to provide a special budget for the
mosquito nest eradication program, make a special SOP regarding the eradication
of mosquito nests to facilitate the task of program managers, as well as improve
coordination, participation, and empowerment of the community by making a
larva-free village competition and providing a reward for villages that have been
declared larva-free by the Puskesmas so that the community in the village is more
enthusiastic about eradicating mosquito nests in their environment.
Keywords: DBD, PSN, Aedes Mosquitoes, and CIPP Monitoring

viii
ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN
PASCASARJANA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Tesis, 28 Oktober 2022
Galuh Ismayanti

Evaluasi Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (Psn) Demam


Berdarah Dengue Di Kota Palembang Tahun 2022

ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang memiliki
berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Pemerintah telah membuat
upaya pengendalian DBD salah satunya melalui program PSN. Evaluasi sangat
diperlukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program PSN mengikuti
tujuan yang direncanakan dan apakah program PSN dapat mengontrol
perkembangbiakan jentik nyamuk yang akan mengurangi jumlah DBD kasus di
Kota Palembang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif, dengan pendekatan deskriptif analitis. Penelitian ini menggunakan model
evaluasi CIPP dengan mengevaluasi konteks, input, proses, dan produk yang
merupakan satu kesatuan yang menentukan keberhasilan suatu program. Dalam
penelitian ini, sumber informasi diperoleh dari informan. Pemilihan semua
informan dilakukan secara purposive sampling. Informan dalam penelitian ini
berjumlah 16 orang. Berdasarkan hasil penelitian berupa wawancara, observasi, dan
review dokumen untuk Evaluasi Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
Demam Berdarah di Kota Palembang Tahun 2022, ini secara umum sudah berjalan
dengan baik namun masih terkendala anggaran, SOP terkait pemberantasan sarang
nyamuk yang belum ada dan kurang masyarakat partisipasi. Hasil penelitian ini
diharapkan untuk Kota Palembang Dinas Kesehatan menyiapkan anggaran khusus
program pemberantasan sarang nyamuk, membuat SOP khusus tentang
pemberantasan sarang nyamuk untuk memudahkan tugas pengelola program, serta
meningkatkan koordinasi, partisipasi, dan pemberdayaan masyarakat dengan
menjadikan rumah bebas jentik lomba desa dan pemberian reward bagi desa yang
telah dinyatakan bebas jentik oleh Puskesmas sehingga masyarakat di desa tersebut
lebih semangat membasmi sarang nyamuk di lingkungannya.
Kata Kunci: DBD, PSN, Nyamuk Aedes Aegypti dan Evaluasi CIPP

ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Subhanallahu wa ta’ala, yang telah


melimpahkan taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
ini dengan judul “Evaluasi Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
Demam Berdarah Dengue Di Kota Palembang Tahun 2022” dengan baik dan
lancar. Tesis ini merupakan salah satu syarat akademik dalam menyelesaikan
Program Magister pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat di Program
Pascasarjana Universitas Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyusun tesis ini. Pihak-pihak tersebut adalah:

1. Kepada Allah SWT yang telah memberikan saya kesehatan, kekuatan,


kesabaran dalam menghadapi lika-liku dalam pembuatan tesis ini
2. Kepada keluarga saya, Ayah saya dan Ibu saya yang telah banyak
memberikan do’a, kasih sayang, semangat dan dukungan yang tak terhitung
kepada saya
3. Dr.Misnaniarti,S.K.M.,M.K.M selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya;
4. Dr.Rostika Flora,S.Kep.,M.Kes selaku Kaprodi Pascasarjana Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya;
5. Prof.dr.Chairil Anwar,DAP&E.,Sp.ParK.,Ph.D selaku dosen Pembimbing I
saya yang telah memberikan bimbingan, saran serta telah meluangkan
waktunya untuk membimbing dengan ikhlas dan sabar selama penulisan
tesis ini;
6. Dr.dr.Rizma Adlia Syakurah,MARS selaku Pembimbing II saya yang telah
memberikan masukan, saran serta telah meluangkan waktunya untuk
membimbing dengan ikhlas dan sabar selama proses penulisan penelitian
tesis ini;

x
xi

7. Dr.Misnaniarti,S.K.M.,M.K.M selaku penguji I saya yang telah


memberikan masukan dan saran demi penyempurnaan tesis ini;
8. Prof.Dr.Yuanita Windusari,S.Si.,M.Si selaku penguji II saya yang telah
memberikan masukan dan saran demi penyempurnaan tesis ini;
9. Dr.dr. HM. Zulkarnain,M.Med.Sc.,PKK selaku penguji III saya yang telah
memberikan masukan dan saran demi penyempurnaan tesis ini;
10. Seluruh dosen, staf, dan karyawan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya yang telah memberikan bantuan selama proses
penulisan tesis ini;
11. Kepada Monica Tiara Samboina,S.KM yang menemani saya suka duka
pembuatan tesis ini, menemani selama melakukan survey awal penelitian
serta membantu dalam pembuatan tesis ini;
12. Kepada teman-teman seperjuangan tesisku, Jafar Arifin,S.KM dan Luci
Juniarti,S.ST dan Aannisah Fauzannia,S.KM yang selalu memberi
masukan, saran, dan berjuang bersama-sama dalam pembuatan tesis ini;

Demikianlah penulis akhiri semoga proposal tesis ini bisa dapat membantu
saudara dalam mencari referensi menulis. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian
tesis ini jauh dari kata sempurna untuk itu kritik dan saran sangat diperlukan untuk
membangun sebagai bahan pembelajaran kedepan.

Indralaya, Oktober 2022

Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Oktober 1997 di Bandar Jaya,


Kaabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Putri dari Bapak Agus Suyanto
dan Ibu Sugiyem yang merupakan anak tunggal.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 01 Bumi Dipasena


Mulya pada tahun 2010. Sekolah Menengah Perta di SMP Negeri 1 Rawajitu Timur
tahun 2013, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar tahun 2016.
Pada tahun 2016 melanjutkan pendidikan S1 pada Universitas Muhammadiyah
Jakarta dan tamat tahun 2020.

Kemudian pada tahun 2021 penulis melanjutkan pendidikan S2 pada


program studi Ilmu Kesehatan Masyarakat BKU Administrasi Kebijakan
Kesehatan Universitas Sriwijaya.

xii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul Luar............................................................................................. i


Halaman Judul......................................................................................................... ii
Halaman Pengesahan ............................................................................................. iii
Halaman Persetujuan .............................................................................................. iv
Halaman Pernyataan Integritas ................................................................................v
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi ...............................................................
Motto dan Persembahan ....................................................................................... viii
Abstract ................................................................................................................ viii
Abstrak ................................................................................................................... ix
Kata Pengantar .........................................................................................................x
Daftar Isi............................................................................................................... xiv
Daftar Tabel ........................................................................................................ xvii
Daftar Gambar .................................................................................................... xviii
Daftar Lampiran ................................................................................................... xix
Daftar Istilah...........................................................................................................xx
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................4
1.3.1 Tujuan Umum .......................................................................4
1.3.2 Tujuan Khusus .....................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................4
1.4.1 Manfaat Teoritis ...................................................................4
1.4.2 Manfaat Praktis ....................................................................4
1.4.2.1 Bagi Masyarakat ......................................................4
1.4.2.2 Bagi Pelayanan Kesehatan .......................................5
1.4.2.3 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat ......................5
1.4.2.4 Bagi Peneliti.............................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................6
2.1 Evaluasi Program ............................................................................6
2.1.1 Pengertian Evaluasi Program ...............................................6
2.1.2 Tujuan Evaluasi ....................................................................7
xiv
xv

2.1.3 Jenis Evaluasi .......................................................................7


2.1.4 Model Evaluasi....................................................................8
2.2 Demam Berdarah Dengue ............................................................14
2.2.1 Pengertian DBD .................................................................14
2.2.2 Epidemiologi DBD.............................................................15
2.2.2.1 Pengertian Epidemiologi ........................................15
2.2.2.2 Triad Epidemiologi DBD ......................................15
2.2.3 Etiologi dan Penularan DBD ..............................................16
2.2.4 Ciri-Ciri Nyamuk Aedes aegypti ........................................17
2.2.5 Gejala Demam Berdarah ....................................................18
2.2.6 Vektor Nyamuk DBD ........................................................19
2.2.7 Ukuran Epidemiologi .........................................................20
2.2.8 Penanggulangan KLB ........................................................21
2.2.8.1 Pengertian KLB .....................................................21
2.2.8.2 Cara Penanggulangan ...........................................21
2.2.9 Sarang Nyamuk (PSN) DBD ..............................................22
2.3 Indikator Program DBD di Puskesmas ........................................25
2.4 Kerangka Teori .............................................................................27
2.5 Kerangka Konsep .........................................................................28
2.6 Penelitian Terdahulu ....................................................................29

BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................32


3.1 Desain Penelitian ..........................................................................32
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian .......................................................32
3.3 Informan Penelitian .....................................................................32
3.4.1 Jenis Data ...........................................................................35
3.4.2 Alat Pengumpulan Data .....................................................35
3.6 Validitas Data ...............................................................................37
3.7 Pengolahan Data ...........................................................................38
3.8 Analisis Data .................................................................................38
3.9 Etika Penelitian ............................................................................38
3.9.1 Lembar Persetujuan (Informed Consent) ...........................38
3.9.2 Tanpa Nama (Anonimity) ...................................................39
3.9.3 Kerahasiaan (Confidentially) .............................................39
xvi

3.9.4 Keadilan dan Keterbukaan .................................................39


3.10 Alur Penelitian............................................................................39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................40


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................40
4.1.1 Letak geografis ....................................................................40
4.1.2 Kependudukan ............................................................................41
4.2 Puskesmas Sukarami .....................................................................42
4.3 Puskesmas Taman Bacaan ............................................................45
4.4 Puskesmas 23 Ilir ..........................................................................46
4.5 Puskesmas Sei Selincah ................................................................47
4. 6 Hasil Penelitian ............................................................................48
4.6.1 Karakteristik Informan ........................................................48
4.6.2 Context Program PSN .........................................................51
4.6.3 Input Program PSN .............................................................52
4.6.4 Process Program PSN .........................................................56
4.6.5 Product Program PSN .........................................................62
4.7 Pembahasan ...................................................................................63
4.7.1 Context Program PSN .........................................................63
4.7.2 Input Program PSN ............................................................66
4.7.3 Process Program PSN ........................................................70
4.7.4 Product Program PSN ........................................................75
4.8 Keterbatasan Penelitian .................................................................77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................78


5.1 Kesimpulan...................................................................................78
5.2 Saran .............................................................................................78
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................79
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ....................................................................... 31

Tabal 3.1 Daftar Informan ............................................................................... 35

Tabel 3.2 Definisi Istilah ................................................................................ 38

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Per Kecamatan ................................................... 44

Tabel 4.2 Karakteristik Informan Kunci ......................................................... 52

Tabel 4.3 Karakteristik Informan Lainnya ...................................................... 58

xvii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Triad Epidemiologi ........................................................................ 17

Gambar 2.2 Skema Siklus Hidup Nyamuk ........................................................ 21

Gambar 2.3 Kerangka Teori .............................................................................. 29

Gambar 2.4 Kerangka Konsep .......................................................................... 30

Gambar 3.1 Alur Penelitian ............................................................................... 42

Gambar 4.1 Buku Juknis PSN ............................................................................. 57

Gambar 4.2 Kegiatan Pemberantasan Jentik ....................................................... 59

Gambar 4.3 Kegiatan Fogging ............................................................................ 60

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Naskah Penjelasan Responden......................................................81

Lampiran 2. Inform Consent .............................................................................82

Lampiran 3. Lembar Observasi ........................................................................83

Lampiran 4. Pedoman Wawancara (Informan Kunci) .....................................87

Lampiran 5. Pedoman Wawancara (Kader) ......................................................91

Lampiran 6. Pedoman Wawancara (Masyarakat) .............................................92

Lampiran 7. Klasifikasi Pendidikan Pengelola Program DBD .........................93

Lampiran 8. Hasil Observasi Ketersediaan Sarana dan Prasarana ....................95

Lampiran 9. Cakupan Rumah yang di Periksa ..................................................98

Lampiran 10.Data Kasus DBD ..........................................................................100

Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian ............................................................101

xix
DAFTAR ISTILAH

3M Plus : Menutup, menguras dan memanfaatkan

ABJ : Angka bebas jentik

Ae : Aedes

CFR : Case fatality rate

CIPP : Context, Input, Process, Product

DBD : Demam berdarah dengue

Den : Dengue

DHF : Dengue Haemorrhagic Fever

HI : House Index

IR : Insidence Rate

JUMANTIK : Juru pemantau jentik

Kab : Kabupaten

KLB : Kejadian luar biasa

POKJA : Kelompok kerja

POKJANAL : Kelompok kerja operasional

P2PL : Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan

PHBS : Perilaku hidup bersih dan sehat

RDT : Rapid diagnosis test

SDM : Sumber daya manusia

SOP : Standar operasional prosedur

xx
xxi

UCLA : University of California in Los Angeles

WHO : World Health Organization


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hampir setiap negara di dunia, termasuk di Afrika, Amerika, Mediterania


Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat, terkena demam berdarah dengue
(DBD). Virus dengue paling banyak ditemukan di wilayah Pasifik Barat dan
Asia Tenggara. Pada tahun 2008, terdapat lebih dari 1,2 juta kasus di Asia
Tenggara dan Pasifik Barat dan pada tahun 2016 ada lebih dari 3,34 juta. Tidak
ada pengobatan khusus untuk penyakit ini, sebaliknya metode utama
pencegahan penularan virus dengue adalah pengendalian vektor nyamuk
melalui pengelolaan dan modifikasi lingkungan. Nyamuk akan kehilangan
rumah mereka sebagai akibat dari pengelo laan dan perubahan lingkungan,
yang juga akan menghentikan reproduksi mereka. (WHO, 2018).
Penyakit menular masih menempatkan HIV/AIDS, TBC, malaria,
demam berdarah, influenza, dan flu burung sebagai prioritas utama.
Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dengue, salah satu program
pemberantasan penyakit menular, sangat penting dilaksanakan karena DBD
merupakan penyakit yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa
(KLB) (Ditjen P2P, 2020).
Kasus DBD pada tahun 2020 sebanyak 108.303 kasus menurut data yang
ditemukan di Indonesia. Secara komparatif, angka ini turun dari tahun 2019
sebanyak 138.127 kasus. Jumlah kematian DBD pada tahun 2020 menurun dari
919 menjadi 747, sesuai dengan jumlah kasus, dari tahun 2019. Selain angka
kesakitan, besaran masalah DBD juga data diketahui dari angka kematian atau
Case Fatality Rate (CFR). Pada tahun 2020 CFR DBD di Indonesia sebesar
0,7% angka ini tidak mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan
tahun 2019 yaitu sebesar 0,71%. Pada tingkat kabupaten/kota yang terjangkit
DBD pada tahun 2020 sebesar 477 (92,8%) dari seluruh kabupaten/kota yang
ada di Indonesia. Selama periode tahun 2010-2019 terlihat jumlah
kabupaten/kota yang terjangkit DBD kecenderungan mengalami peningkatan.

1
2

Dari seluruh kabupaten/kota yang ada di Indonesia (514 kab/kota), terdapat 376
kabupaten/kota (73,15%) yang mencapai Incedence Rate (IR) DBD <49 per
100.000 per penduduk. Target program tahun 2020 sebesar 70%
kabupaten/kota dengan IR DBD <49 per 100.000 penduduk. Dengan demikian
target program tahun 2020 telah tercapai. Di tahun 2020 ada 10 provinsi yang
tidak memenuhi target IR DBD ≤ 49 per 100.000 penduduk yaitu Nusa
Tenggara Timur, Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Lampung,
Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Bengkulu, Bali dan Yogyakarta (Kemenkes,
2020).
Meskipun Provinsi Sumatera Selatan tidak termasuk dalam 10 provinsi
yang tidak memenuhi target IR DBD pada tahun 2020, namun dengan masih
adanya kasus DBD di Sumatera Selatan khususnya di Kota Palembang
menandakan masih adanya masalah. Provinsi Sumatera Selatan menempati
urutan ke-23 sebagai provinsi di Indonesia dengan angka kejadian DBD yang
berjumlah 2.359 kasus ( dengan IR 27,5 dan CFR 0,1 ). Sedangkan di Kota
Palembang menempati peringkat dengan kasus DBD tertinggi di Sumatera
Selatan sebanyak 435 kasus (Dinkes Prov Sumsel, 2021).
Menurut data Dinas Kesehatan Kota Palembang tahun 2021, 3 kecamatan
dengan kasus DBD tertinggi yaitu Kecamatan Sukarami sebesar 60 kasus,
kemudian di ikuti Kecamatan Ilir Barat I sebesar 46 kasus, dan Kecamatan
Seberang Ulu II sebesar 30 kasus (Dinkes Kota Palembang, 2021). Penularan
DBD di Kota Palembang cenderung dipengaruhi oleh kepadatan penduduk,
mobilitas penduduk, urbanisasi, pertumbuhan ekonomi, perilaku masyarakat,
perubahan iklim, kondisi sanitasi lingkungan dan ketersediaan air bersih.
Upaya strategis yang dilakukan untuk penanggulangan DBd antara lain
peningkatan diagnose dini dan tata laksana kasus DBD yang adekuat di fasilitas
kesehatan serta peninngkatan promosi kesehatan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) perlu ditingkatkan lagi.
Gerakan satu rumah satu jumantik di Kota Palembang telah diterapkan
sebagai bagian dari program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Peran
serta masyarakat dalam kemandirian memantau jentik nyamuk Aedes aegypti
di lingkungan rumah tangga, instansi dan institusi untuk mendukung
3

kemandirian masyarakat dalam pencegahan penularan DBD. Dengan demikian


diharapkan keterlibatan semua pihak dan komitmen lintas sector dalam
penanggulangan DBD di Palembang dapat terintegrasi (Dinkes Prov Sumsel,
2021).
Merujuk pada penelitian yang dilakukan Faizah (2018), menunjukkan
beberapa hambatan yang dihadapi saat dilakukannya program PSN yaitu, kader
untuk kegiatan PSN ini kurang aktif. Didalam pelaksanaan kegiatan PSN,
penyuluhan dari tenaga medis kepada masyarakat sangat diperlukan. Tetapi
masih ditemukan kurangnya penyuluhan dari tenaga media kepada masyarakat
sehingga menyebabkan ketidaktahuan masyarakat tentang bahaya yang
ditimbulkan oleh penyakit DBD yang menyebabkan sikap dan tindakan
masyarakat tetap buruk dalam mencegah terjadinya DBD (Setyobudi, 2011).
Program PSN merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah
dalam penanggulangan DBD. Evaluasi penting dilakukan untuk mengetahui
apakah program PSN yang dijalankan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan dan mampu membatasi perkembangbiakan jentik nyamuk yang
akan menurunkan jumlah kasus DBD di Kota Palembang.
Peneliti mengevaluasi program PSN menggunakan model penilaian
CIPP (Stufflebeam, 2014 dalam Mahmudi, 2019) untuk menentukan apakah
program PSN sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Program PSN yang
telah dilaksanakan dianalisis dengan menggunakan paradigma evaluasi CIPP,
yang memungkinkan peneliti untuk melihat evaluasi dari berbagai sudut dan
menentukan apakah sudah sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Penilaian konteks, evaluasi input, evaluasi proses, dan evaluasi produk
merupakan empat tahapan dalam menilai program PSN menggunakan model
evaluasi CIPP. Tahapan ini dilakukann peneliti untuk melihat apakah tujuan
yang telah ditetapkan telah berhasil dicapai. Peneliti tertarik untuk mengetahui
lebih jauh tentang “Evaluasi Program Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue (PSN) di Kota Palembang” berdasarkan informasi yang diberikan di
latar belakang di atas.
4

1.2 Rumusan Masalah


Meskipun program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dari
pemerintah telah berupaya untuk memberantas DBD, penyakit demam
berdarah tetap ada di Kota Palembang.. Maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana Pelaksanaan Program Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue di Kota Palembang?”.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan utama penelitian ini adalah menggunakan teknik evaluasi CIPP
untuk menilai Program Pemberantasan (PSN) Demam Berdarah Dengue di
Kota Palembang.

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengkaji context seperti lingkungan, tujuan dan sasaran program PSN di
Kota Palembang.
2. Mengkaji input yang mendukung kegiatan program PSN di Kota
Palembang, antara lain anggaran, sarana, dan prasarana.
3. Mengkaji process meliputi kegiatan pengorganisasian, pemberantasan
jentik dan penyuluhan kesehatan di Kota Palembang.
4. Mengkaji product atau hasil dari pencapaian program PSN di Kota
Palembang dengan cara melihat cakupan rumah yang diperiksa.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dan wawasan
bagi pembaca supaya meningkatkan pengetahuan ilmiah terkait program
PSN Demam Berdarah Dengue.

1.4.2 Manfaat Praktis


1.4.2.1 Bagi Masyarakat
Masyarakat bisa meningkatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya
melalui evaluasi program PSN Demam Berdarah Dengue.
5

1.4.2.2 Bagi Pelayanan Kesehatan


Penelitian ini diharapkan menjadi sumber rujukan dan masukan
dalam memanajemen program PSN serta pengaturan kebijakan program
tersebut sehingga akan menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya.
1.4.2.3 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi refensi tambahan untuk


kepentingan perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya
pada peminatan Administrasi Kebijakan Kesehatan. Penelitian ini juga
diharapkan menjadi referensi bagi penenlitian berikutnya dengan
mengembangkan penelitian terkait program pemberantasan sarang
nyamuk Demam Berdarah Dengue dengan objek yang relevan.

1.4.2.4 Bagi Peneliti


Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi peneliti
sebagai sarana pembelajaran tentang program pemberantasan sarang
nyamuk Demam Berdarah Dengue serta hasil publikasi penelitian ini dapat
disebarluaskan sebagai bentuk kontribusi peneliti pada bidang ilmu
kesehatan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Evaluasi Program


2.1.1 Pengertian Evaluasi Program
Evaluasi merupakan proses yang bermetode kelanjutan untuk
menentukan suatu keputusan (Arifin, 2013). Evaluasi mengandung sebuah
proses yang harus sesuai dengan jenis tujuan yang biasanya diekspresikan
dalam bentuk perilaku. Sehingga, evaluasi menjadi tugas yang sulit dan
menantang yang harus diwujudkan terutama bagi para evaluator (Mahmudi,
2011).
Evaluasi merupakan sarana untuk mengetahui apakah suatu program
telah berhasil dan sejalan dengan program yang dimaksudkan atau tidak.
Evaluasi juga dapat menentukan derajat efisiensi pelaksanaan program
(Prijowuntato, 2016).
Menurut Badrujaman (2018) proses evvaluasi memiliki karakter yang
unik. Evaluasi adalah prosedur yang berbentuk pengumpulan informasi.
Dalam evaluasi terdapat proses membandingkan fakta dengan pola tertentu
melalui pengambilan keputusan, dan informasi ini dapat berupa pengukuran
kualitatif atau kuantitatif. Hal ini juga dapat memberikan rekomendasi
untuk sebuah program mengenai apakah itu harus dihentikan atau
dilanjutkan dengan catatan yang memungkinkan untuk revisi program.
Karakteristik utama evaluasi ditunjukkan oleh kapasitas program
untuk meningkatkan tingkat efektivitasnya. Jika diartikan secara sederhana,
evaluasi adalah proses membandingkan pencapaian hasil rencana kinerja
dengan kinerja aktual. Karena penilaian berkaitan dengan indikator dan
standar kinerja yang ditetapkan selama perencanaan, tidak mungkin untuk
memisahkannya dari sistem manajemen program. (Parijambodo, 2014).
Proses pengumpulan data untuk pencatatan dan evaluasi kinerja
menghasilkan data pencapaian kinerja yang kemudian akan dibandingkan
dengan rencana dan kenyataan dalam proses pengumpulan dan pencatatan
penilaian. Suatu metode membandingkan pencapaian kinerja dengan hasil

6
7

data pencapaian kinerja akan memungkinkan untuk ditentukan keberhasilan


atau kegagalan suatu program. Evaluasi membandingkan dan mengevaluasi
kinerja. Ketika sebuah program selesai, evaluasi biasanya dilakukan karena
mereka melayani tujuan mengumpulkan umpan balik untuk perencanaan
selanjutnya. Jika dilihat dari perspektif siklus kebijakan, evaluasi akan
dilihat sebagai proses yang bertujuan untuk menekankan peristiwa-
peristiwa yang berdampak pada kebijakan. Meskipun evaluasi dan
pemantauan harus berbeda, istilah ini sering digunakan secara bergantian
dalam kehidupan sehari-hari karena kemiripannya. Jika kita memahami
evaluasi sesuai dengan aliran pemikiran Suchman, evaluasi adalah tindakan
pemberian nilai pada sejumlah tujuan dan kemudian menghitung tingkat
pencapaian untuk mengevaluasi tujuan yang telah dilampirkan sebelumnya.
(Wahab, 2011).
2.1.2 Tujuan Evaluasi
Tujuan evaluasi secara luas dapat diartikan sebagai upaya untuk
menilai efektivitas dan efisiensi tujuan, materi, metode, media, sumber
belajar, lingkungan, dan sistem penilaian itu sendiri. Contohnya termasuk
perencanaan untuk evaluasi dan pengembangan, evaluasi pemantauan,
evaluasi dampak, evaluasi ekonomi, dan program efisiensi yang
komprehensif.
Fungsi evaluasi dapat diinterpretasikan dalam berbagai cara, tetapi
menurut teori evaluasi Scriven (1991), ada dua fungsi evaluasi yang
berbeda: fungsi formatif dan sumatif. Fungsi formatif terjadi ketika temuan
dari evaluasi kegiatan difokuskan pada peningkatan komponen tertentu
yang sedang dibuat, sedangkan fungsi sumatif dikaitkan dengan kesimpulan
sistem secara keseluruhan.
2.1.3 Jenis Evaluasi
Ada 3 bentuk evaluasi yang berbeda, yang masing-masing memiliki
ciri-ciri sebagai berikut, menurut Parijambodo (2014):
1) Evaluasi saat masih digunakan
Ketika evaluasi yang masih digunakan ini dilakukan untuk mendapatkan
hasil yang diinginkan. Evaluasi semacam ini biasanya digunakan untuk
8

program yang memiliki proses yang cukup panjang, program berumur


pendek jarang menggunakan jenis evaluasi ini. Hasil evaluasi jenis ini
digunakan untuk menyesuaikan ukuran tujuan, jumlah, dan transfer.
2) Evaluasi penilaian akhir
Setelah program selesai, evaluasi semacam ini harus dilakukan. Temuan
evaluasi akan menunjukkan tingkat keberhasilan program dan
memungkinkan perbandingan antara harapan dan kenyataan. Jika
evaluasi menunjukkan bahwa program tersebut tidak berhasil, maka
program akan dilanjutkan dengan catatan harus ditingkatkan.
3) Evaluasi penilaian dampak
Evaluasi semacam ini yang biasanya dilakukan beberapa bulan setelah
program selesai, memilki jangkauan yang lebih luas karena akan
mengukur keuntungan dan keberlanjutan kehadiran suatu progam.
2.1.4 Model Evaluasi
Model evaluasi yang akan digunakan harus diperhatikan dalam
melakukan evaluasi. Pakar atau ahli penilaian membuat model evaluasi.
Sebagian besar waktu, lembaga, lembaga, dan orang-orang yang ingin
mengetahui apakah suatu program dapat memberikan hasil yang diinginkan
menggunakan model evaluasi. Model evaluasi yang sering digunakan
adalah model di bawah ini:
a. Model Evaluasi UCLA
Model evaluasi ini dikembangkan oleh Marvin C. Alkin pada
tahun 1969. Evaluasi UCLA merupakan suatu proses meyakinkan
keputusan, memilih informasi yang tepat, menganalisa dan
mengumpulkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan
dalam memilih beberapa alternatif. Sistem assessment merupakan
pemberian informasi tentang keberadaan atau posisi sistem sedangkan
program planning membantu dalam pemilihan program yang
diperkirakan berhasil dalam memenuhhi kebutuhan program dan
program implementation yang menyiapkan informasi yang akan
diperkenalkan kepada kelompok tertentu seperti yang telah
direncanakan (Marvin & Christina, 2004).
9

b. Model Evaluasi Brinkerhoff


Kombinasi dari tiga kelompok penilaian, termasuk Desain
Evaluasi Tetap vs. Emergent, digunakan dalam model Brinkerhoff &
Cs 1983. Dapatkah isu dan standar evaluasi diidentifikasi? Jika
demikian, haruskah itu dilakukan? Justifikasinya tidak lengkap. Jenis
Evaluasi: Formatif vs. Sumatif Apakah evaluasi akan digunakan untuk
melakukan perbaikan atau untuk menilai keberhasilan suatu program?
Penyelidikan Alami/Tidak Mengganggu vs. Desain Eksperimental
dan Kuasi Eksperimental Akankah evaluasi melibatkan keterlibatan
dengan kegiatan program, berusaha mengubah cara melakukan
sesuatu, atau hanya menonton dan mendengarkan? (Brinkerhoff et al,
1983, dalam Farida, 2000).
c. Model Evaluasi Stake
Model evaluasi Stake (1967) ini akan membuat dampak yang
signifikan dengan menyediakan kerangka kerja yang cukup jelas
namun kokoh untuk kemajuan yang lebih mendalam dalam profesi
evaluasi. Penilaian ini menyoroti dua jenis operasional, yaitu deskripsi
dan pertimbangan, serta mendefinisikan tiga fase dalam evaluasi
program, yaitu persiapan, proses, dan hasil. (Stake Re, 1975).
d. Model Evaluasi Metfessel dan Michael
Ada delapan langkah strategi model ini, yang dapat digunakan
oleh guru dan evaluator program. Mereka adalah: melibatkan
masyarakat dalam penetapan tujuan dan memprioritaskan tujuan,
menerjemahkan tujuan, mengembangkan metode, menyusun,
menganalisis hasil pengukuran, menafsirkan data, dan menyusun
rekomendasi untuk meningkatkan pengajaran. Pendekatan ini
mencakup alat untuk mengumpulkan data, termasuk kriteria untuk
mengevaluasi kegiatan program dan berbagai teknik untuk
mengumpulkan data, termasuk ujian, kuesioner, dan metode lainnya.
(Anderson Sb, et al, 1978, dalam Farida 2000).
10

e. Model evaluasi CIPP


Model penilaian ini, yang dirancang Stufflebeam dan Corin
(2014), merupakan strategi evaluasi yang berfokus pada pengambilan
keputusan dan akan membantu para pemimpin. Model evaluasi ini, yang
dapat dicirikan sebagai berikut, akan menjadi metode alternatif
pemecahan masalah bagi para pengambil keputusan.
Memahami konteks penilaian dalam kaitannya dengan
keputusan perencanaan, mendefinisikan, dan merumuskan tujuan
program membutuhkan konteks yang menyeluruh dan tajam.
Pelaksanaan evaluasi ini sepenuhnya bergantung pada input, yang
membantu mengorganisasikan keputusan, mengidentifikasi sumber-
sumber yang diperlukan, menemukan alternatif, mengembangkan
strategi yang matang, dan memperhatikan prosedur kerja dalam
mencapainya. Proses adalah bagaimana suatu program dipraktikkan,
termasuk apakah sesuai dengan praktik di lapangan dan apakah perlu
diubah. Produk merupakan hasil akhir dari evaluasi yang nantinya
digunakan untuk memutuskan apakah program yang dilaksanakan
dapat bermanfaat dan berdampak pada masyarakat.
Kelebihan model ini untuk pengambilan keputusan dan bukti
tanggung jawab masyarakat suatu program. Uraian, perolehan, dan
bekal bagi pengambil kebijakan merupakan langkah-langkah evaluasi
dalam metodologi ini. Paradigma evaluasi CIPP menurut Badrujaman
(2018) meliputi:
a. Evaluasi Konteks (Context Evaluation)
Proses mengenali kekuatan dan kekurangan suatu objek,
seperti target demografi, institusi, program, dan individu, sangat
penting untuk evaluasi konteks karena menunjuk ke arah
perubahan. Tujuan utama tipe ini adalah untuk menilai kondisi
umum suatu objek, termasuk kekuatan dan kelemahannya, untuk
mengidentifikasi masalah dan menemukan metode untuk
menyelesaikannya.
11

Evaluasi konteks juga bertujuan untuk melihat apakah


tujuan yang lama dan prioritas terhadapnya telah sesuai dengan
kebutuhan, semua yang menjadi fokus objeknya hasil dari evaluasi
konteks harus menyediakan dasar penyesuaian tujuan dan prioritas,
serta target perubahan yang dibutuhkan.
Evaluator harus mendefinisikan lingkungan di mana program
diimplementasikan. Evaluasi ini akan dilakukan melalui
serangkaian penilaian berdasarkan kebutuhan pelanggan,
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan program, dan
menetapkan prioritas. Evaluasi konteks bertujuan untuk
memberikan alasan bagi administrator dalam memutuskan tujuan
dan kompetensi yang akan membantu program. program.
Orientasi utama dari evaluasi konteks adalah
mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan beberapa objek, seperti
institusi, program, populasi target, dan memberikan arahan untuk
kemajuan. Evaluasi pada bagian konteks berfokus pada evaluasi
kegiatan yang berkaitan dengan analisis kebutuhan itu telah
tercapai atau belum tercapai (Asfaroh, Rosana, & Supahar, 2017).
Menurut penelitian Maulana & Supriyono tahun 2013
menunjukkan bahwa faktor konteks dalam evaluasi pelayanan
kesejatan di daerah pemekaran adalah kekuatan dan kelemahan.
Factor konteks terdiri dari identifikasi masalah, kebutuhan dan
sasaran untuk mencapai tujuan (Risdanti et al, 2021).
b. Evaluasi Masukan (Input Evaluation)
Program yang akan membawa penyesuaian yang diperlukan
adalah yang paling penting dalam evaluasi masukan. Tujuan dari
tinjauan ini adalah untuk menentukan apakah metode yang
digunakan untuk mencapai tujuan program sudah sesuai.
Evaluasi masukan diperlukan untuk menentukan pencapaian,
kegagalan, dan efektivitas kegiatan perubahan. Tujuan evaluasi
input termasuk memeriksa kemampuan sistem, rencana program
alternatif, merancang proses, dan memutuskan metode mana yang
12

akan dipraktikkan. Penilaian ini dapat dilakukan dengan membuat


inventarisasi, memeriksa sumber daya yang tersedia, dan
membandingkannya dengan standar yang ditetapkan berdasarkan
penelitian literatur, atau dengan mengunjungi program yang
berhasil dan mengandalkan para ahli.
Informasi mengenai pengelolaan keputusan,
mengidentifikasi sumber yang tersedia, alternatif yang dipilih, dan
metode yang digunakan untuk mencapai tujuan disediakan oleh
evaluasi masukan. Elemen-elemen berikut membentuk evaluasi
input: prosedur atau aturan yang diperlukan, anggaran, fasilitas dan
peralatan pendukung, dan sumber daya manusia (Wijayanti et al.,
2019).
Evaluasi input dilakukan untuk mengidentifikasikan dan
menilai kapabilitas sumber daya bahan, sarana prasarana, manusia,
dan biaya untuk melaksanakan program yang telah dipilih. Dalam
penelitian ini berdasarkan input meliputi (Gunung & Darma,
2019):
1. Sumber daya manusia (SDM) adalah individu produktif sebagai
modal utama dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu, kualitas
SDM perlu terus ditingkatkan sehingga memiliki daya saing tinggi.
2. Sarana prasarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai
alat dalam mencapai maksud atau tujuan.
3. Dana, pembiayaan penyelenggaraan dibebankan pada Anggaran
Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD), Anggaran Belanja dan
Pendapatan Negara (APBN), dan dana lain yang sah sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
Penelitian (Maulana et al., 2013) menunjukkan bahwa
faktor input antara lain sumber daya manusia, fasilitas kesehatan dan
anggaran dana. Penelitian (Risdanti et al., 2021) menunjukkan
bahwa faktor input antara lain pedoman, jadwal, tenaga, dana, sarana
prasarana.
13

c. Evaluasi Proses (Process Evaluation)


Evaluasi proses adalah penilaian yang dilakukan untuk
memverifikasi apakah program yang dilaksanakan sesuai dengan
strategi yang diantisipasi. Penilaian proses juga dapat mencoba
memberikan informasi sebagai dasar untuk meningkatkan
program. Tujuannya termasuk mengidentifikasi dan memprediksi
kelemahan proses implementasi termasuk kesalahan dalam desain
dan proses. Evaluasi proses dapat dilakukan dengan mengamati
dan memantau kegiatan secara terus menerus (Gunung & Darma,
2019).
Evaluasi ini berfungsi sebagai arsip prosedur masa lalu dan
membantu mengidentifikasi desain program selama fase
implementasi. Ini juga memberikan informasi tentang keputusan
program. Mengetahui apakah program yang dilaksanakan sesuai
dengan rencana dan apa yang perlu diubah dapat dilakukan melalui
evaluasi proses. Akibatnya, evaluasi proses melibatkan
pelaksanaan operasi aktual di lapangan (Wijayanti et al., 2019).
Evaluasi proses adalah evaluasi yang dibuat dan digunakan
dalam tindakan aktual dalam melaksanakan operasi ini. Masalah
prosedur yang muncul selama pelaksanaan acara dan kegiatan
merupakan salah satu aspek evaluasi proses. Setiap perubahan
dalam kegiatan diamati secara menyeluruh dan jujur, dan
pencatatan harian sangat penting karena membantu dalam
pengambilan keputusan, membantu mengidentifikasi perbaikan
tindak lanjut, dan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
program. Stufflebeam menambahkan bahwa evaluasi proses
merupakan cara berkelanjutan untuk memastikan strategi yang
dijalankan. (Stufflebeam & Corin, 2014).
Penelitian (Adellia & Prajawinanti, 2021) menunjukkan
bahwa faktor proses terdiri dari proses penyelenggaraan program
dan kendala saat pelaksanaan program. Penelitian (Maulana et al.,
2013) menunjukkan bahwa faktor proses terdiri dari pelaksanaan
14

kegiatan. Penelitian (Risdanti et al., 2021) menunjukkan bahwa


faktor proses terdiri dari pencatatan dan pelaporan.
d. Evaluasi Produk (Product Evaluation)
Tujuan evaluasi produk adalah untuk mengumpulkan
deskripsi dan penilaian keluaran dan menghubungkan semuanya
secara objektif untuk menginterpretasikan kelayakan suatu
program. Evaluasi produk merupakan evaluasi yang bertujuan
untuk mengukur, menginterpretasikan, dan menilai capaian
program. Umpan balik atas pencapaian ini penting baik selama
pelaksanaan program maupun sebagai kesimpulan (Stufflebeam
& Corin, 2014).
Membuat definisi operasional, menilai kriteria pengukuran
yang telah dipenuhi (Objektif), mengumpulkan nilai-nilai
pemangku kepentingan, memberikan demonstrasi, dan
menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif semuanya dapat
digunakan untuk mengevaluasi produk (Mulyatiningsih, 2011).

2.2 Demam Berdarah Dengue


2.2.1 Pengertian DBD
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh
virus berbahaya karena dapat menyebabkan penderita meninggal dalam
waktu yang sangat singkat. Gejala klinis DBD berupa demam tinggi yang
berlangsung terus menerus selama 2-7 hari. Tanda dan gejala perdarahan
yang biasanya didahului dengan terlihatnya tanda khas berupa bitnik-bintik
merah (Petechia) pada badan penderita bahkan dapat mengalami syok dan
meninggal (Gelfand & Vannier, 2015; Minarti et al, 2021). DBD adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti yang memiliki manifestasi klinis demam,
nyeri otot, nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik yang dapat menimbulkan
renjatan/syok bahkan kematian (Anggarini & Mahmudah, 2021; Gelfand &
Vannier, 2015).
15

Menurut Najmah (2016) Virus dengue penyebab demam berdarah


masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk genus Aedes,
termasuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, sehingga mengakibatkan
demam akut. Vektor penyakit demam berdarah dengue yang paling sering
adalah Aedes aegypti. Nyamuk ini dapat membawa virus dengue setelah
menghisap darah orang yang terinfeksi dan menyebarkannya ke orang sehat
yang digigitnya.
Demam berdarah dengue (DBD), kadang-kadang dikenal sebagai
demam berdarah, adalah penyakit yang disebabkan oleh serotipe 1-4 dari
virus dengue, virus ini lebih sering ditularkan nyamuk betina namun yang
sering dihubungkan dengan gejala terparah yaitu senotripe 3. Meskipun
masyarakat sudah yakin akan kekebalan imunitasnya akan tetapi kekebalan
terhadap satu virus tidak berlaku untuk virus lainnya oleh karena itu demam
berdarah termasuk kedalam penyakit yang meresahkan bagi masyarakat
(Widayati & Mumpuni, 2015).

2.2.2 Epidemiologi DBD


2.2.2.1 Pengertian Epidemiologi
Definisi etimologis epidemiologi adalah studi tentang peristiwa
dalam suatu populasi. Dahulu epidemiologi diartikan secara sempit karena
hanya mempelajari penyakit menular, namun seiring berkembangnya
bidang epidemiologi, kini epidemiologi juga mempelajari penyakit tidak
menular, dan sekarang secara luas diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
tentang frekuensi (jumlah infeksi), distribusi ( penyebarannya), dan
determinan (faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya masalah kesehatan
dalam suatu masyarakat). Fokus ilmu kesehatan masyarakat cabang
epidemiologi adalah kesehatan, termasuk penyakit menular dan tidak
menular (Maryani & Muliani, 2010).
2.2.2.2 Triad Epidemiologi DBD
Menurut Najmah (2016) triad epidemiologi meliputi:
a. Agent
16

Termasuk nyamuk Aedes aegypti betina terinfeksi dengue yang tinggal


di perkotaan dan bersarang di wadah buatan.
b. Penjamu (Host)
Manusia sebagai penderita yang menjadi tempat atau sumber penularan,
terutama anak-anak.
c. Environment
Curah hujan yang tinggi, genangan air, tempat penampungan air, dan
oknum yang tidak bertanggung jawab merupakan faktor lingkungan
yang mempengaruhi kejadian DBD.

Agent Host
Nyamuk Aedes
Aegypti & Manusia
Albopictus

Lingkungan

Gambar 2.1
Triad Epidemiologi DBD (Najmah 2016)

2.2.3 Etiologi dan Penularan DBD


DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini membentuk compels
dengue dalam genus Flavivirus, keluarga Flavivirdae. DENVs terdiri dari
empat serotipe yaitu DENV-1. DENV-2, DENV-3, dan DENV-4
(Monsalve-Escudero et al, 2021). Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan
antibody yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga
tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain
tersebut. Seseorang yang tidanggal di daerah endemis dengue dapat
terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe
ditemukan di Indonesia dengan DENV-3 merupakan serotipe terbanyak dan
17

menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Meijerink et al, 2021; Wollner


et al, 2021).
Cara penularan penyakit DBD dari satu orang ke orang lain dengan
perantara vector nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini mendapatkan virus
dengue pada waktu menghisap darah penderita DBD atau carrier, jika
nyamuk ini menggigit orang lain, maka virus dengue akan dipindahkan
bersama air liur nyamuk. Dalam waktu kurang dari 7 hari orang tersebut
dapat menderita sakit DBD. Virus DBD memperbanyak diri dalam tubuh
manusia dan akan ada dalam darah selama satu minggu (Kemenkes, 2011).
2.2.4 Ciri-Ciri Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti berbeda dengan jenis nyamuk lainnya
karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Pada saat menghirup udara yang
dendeng dan pengap, seperti di kamar mandi, toko roti, dan tempat-tempat
lain yang menghirup udara, Nyamuk Aedes akan menampar dempul atau
tanda- rambut berwarna pada sayap dan tubulanya. Nyamuk Aedes
memiliki kepribadian penggigit ganda, itulah sebabnya ia senang tinggal di
area yang disertakan untuk memberi makan orang lain. Nyamuk Aedes
sensitif terhadap angin kencang dan gelombang pasang. Mengingat nyamuk
Aedes dapat terbang hingga 100 meter, jika tidak lebih jauh, nyamuk ini
memiliki rahang yang sangat tajam (Widoyono, 2011).
Menurut Dirjen P2PL (2016) Nyamuk Aedes dewasa memiliki ciri-
ciri sebagai berikut: Ia hidup di luar dan di dalam rumah, serta di tempat-
tempat umum seperti pasar, kantor, sekolah, dan rumah ibadah. Ia memiliki
garis-garis hitam di kaki dan tubuhnya, dan hanya nyamuk jantan yang aktif
memakan nektar bunga atau tanaman lain yang mengandung gula. Nyamuk
Aedes betina aktif menghisap darah manusia pada pagi dan sore hari rata-
rata setiap dua hari.Nyamuk ini suka hinggap di tempattempat pada benda
tergantung seperti pakaian, kelambu, tumbuhan serta menyukai tempat-
tempat gelap dan lembap. Nyamuk Aedes akan meletakan telur-telur nya
setelah masa istirahat meraka selesai nyamuk akan meletakan telur pada
dinding, bak mandi, kaleng, durm, dan ban bekas biasanya mereka akan
18

meletakan telur di tempat yang agak tergenang air selanjutnya nyamuk akan
mencari mangsa dan menghisap darah lagi.
2.2.5 Gejala Demam Berdarah
Masriadi (2017) menjelaskan fase demam, fase kritis, dan fase
pemulihan merupakan tiga pembagian gambaran klinis pasien DBD, yang
dapat dilihat sebagai berikut:
a. Fase febris
Demam secara mendadak disertai kemerahan pada muka, nyeri pada
seluruh tubuh, eritema kulit, mialgia dan sakit kepala selama 2-7 hari.
Pada beberapa kasus ditemukan gejala lain seperti infeksi farings, mual
muntah dan nyeri pada tenggorokan dan pada fase tersebut timbul
pendarahan.
b. Fase kritis
Pada hari ke 3 sampai 7, terjadi kebocoran plasma yang berlangsung
selama 24-48 jam dan diikuti dengan penurunan jumlah trombosit dan
penurunan suhu tubuh.
c. Fase pemulihan
Sejak fase kritis telah berlalu, pemulihan nafsu makan pasien kembali
normal.
Mengikuti tahap inkubasi yang berlangsung sekitar 3 sampai 8 hari
setelah virus masuk ke dalam tubuh, infeksi virus dengue akan
menimbulkan gejala. Tubuh akan memanifestasikan gejala seperti
demam yang menyebabkan sakit kepala parah, yang dapat berlangsung
terus menerus hingga panas tubuh mencapai suhu 400 C, jika tubuh lemah
terhadap virus ini. Penderita demam mengalami penurunan nafsu makan,
disertai mual dan muntah, karena obat penurun demam tidak mampu
menurunkan demam. Tubuh pasien terasa kaku dan nyeri pada
persendian, serta timbul bintik-bintik merah disertai sakit kepala, pusing,
dan wajah memerah. memungkinkan terjadinya diare biasa atau masalah
buang air kecil (Widayati & Mumpuni, 2015).
Tubuh juga akan mengalami ketidaknyamanan akibat gejala demam
berdarah, rasa sakit ini dapat dirasakan di otot, di sekitar persendian, atau
19

di perut bagian bawah. Pendarahan di mulut, hidung, dan bahkan anus


akan terjadi akibat demam yang berlangsung lama dalam cuaca panas
(Novel, 2015).
2.2.6 Vektor Nyamuk DBD
Menurut Widoyono (2011), nyamuk Aedes aegypti betina yang telah
terpapar virus dengue dan berkembang biak selama 8-10 hari bersama
dengan air liur nyamuk merupakan vektor utama penyebaran demam
berdarah. Siklus hidup nyamuk terdiri dari empat fase, yaitu telur, larva
pupa, dan nyamuk dewasa. Sungguh luar biasa melihat nyamuk berkembang
dari telur menjadi nyamuk dewasa. Saat bertelur, nyamuk memiliki sensor
suhu di bawah perutnya yang memungkinkan mereka mengukur
kelembapan relatif. Nyamuk akan menyusun telurnya dengan rapi untuk
membuat rakit dengan 300 butir telur. Setelah ini, telur berada dalam posisi
aman dan akan menetas secara bersamaan, sehingga menimbulkan spesies
nyamuk. Nyamuk kemudian memasuki fase pupa, yaitu tahap di mana ia
mencoba untuk mengubah kulitnya untuk pertama kalinya dan sangat rentan
terhadap kebocoran pupa. Nyamuk kemudian harus melalui fase berbahaya
karena nyamuk yang baru menetas harus muncul tanpa bersentuhan
langsung dengan air (YLPP, 2016).
Menurut Azlina (2016) empat tahap siklus hidup nyamuk adalah
telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa. Tribus culini dan Tribus anophelini
adalah dua spesies nyamuk yang terkenal di bidang kedokteran. Genus
Anopheles membentuk Tribus anophelini yang terkenal, sedangkan Tribus
culini terdiri dari genera Aedes, Culex, dan Mansonia. Siklus hidup nyamuk
dapat dikonseptualisasikan sebagai berikut:

Dewasa

Pupa Telur

Jentik

Gambar 2.2
Skema Sikus Hidup Nyamuk (Azlina, 2016)
20

Buku Saku Pengendalian DBD Program Puskesmas menyatakan


bahwa siklus hidup nyamuk terlihat seperti ini:
a. Telur
Berwarna oval dan hitam, telur nyamuk Aedes menetas setelah 1-2 hari bila
ditempatkan di air dan dapat tetap kering selama enam bulan.
b. Jentik
Kepala, torax, dan abdomen merupakan bagian dari jentik nyamuk Aedes. Di
ujung perut ada siphon yang panjangnya sekitar sepertiga panjang perut. Larva
nyamuk menyerupai bergelantungan ketika sedang beristirahat. Larva menjadi
kepompong setelah 6 sampai 8 hari.
c. Pupa/kepompong
Bentuknya menyerupai koma dan bergerak cepat; kepompong atau kepompong
tidak dapat mengkonsumsi dalam keadaan ini.
d. Nyamuk dewasa
Nyamuk Aedes dewasa memiliki tanda putih dan hitam, dan warna thorax dapat
digunakan untuk membedakan Aedes aegypti dari Aedes albopictus. Nyamuk
Aedes aegypti diwakili oleh piston putih dengan bentuk bulan sabit, sedangkan
nyamuk Aedes albopictus diwakili oleh piston lurus.
2.2.7 Ukuran Epidemiologi
Dirjen P2PL (2017) mengatakan sangat membantu bagi tenaga
kesehatan untuk memperkirakan uang yang akan dikeluarkan ketika mereka
memahami bahwa ukuran hanyalah ukuran yang menentukan jumlah
penduduk yang sakit. Parameter epidemiologi yang sering digunakan untuk
menilai pengendalian DBD antara lain Incidence Rate (IR), Mortality Rate
(CFR), Attack Rate (AR), dan Larval Free Rate (ABJ).
a. Insidens Rate (IR) atau angka kesakitan dihitung dengan mengalikan
jumlah kasus penyakit dengan total populasi selama periode waktu
tertentu.
b. Case Fatality Rate (CFR) atau angka kematian adalah proporsi kematian
yang disebabkan oleh suatu penyakit dalam periode waktu tertentu.
c. Attack Rate (AR) dengan menghitung kasus dalam populasi yang
berisiko di lokasi dan periode tertentu adalah ukuran yang terjadi selama
21

wabah.
d. Angka Bebas Jentik (ABJ) presentase rumah yang terbebas dari larva
dan jentik nyamuk.
2.2.8 Penanggulangan KLB
2.2.8.1 Pengertian KLB
Dalam rangka melaksanakan gerakan PSN 3M Plus di semua lokasi
terjadinya KLB, Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan
kegiatan tanggap yang meliputi penanganan pasien, pemberantasan vektor
penularan, dan pelibatan masyarakat. Tujuan penanganan KLB adalah
untuk menghindari dan menurunkan angka kematian akibat DBD sekaligus
meminimalkan penyebaran dan penularan DBD sehingga kejadian yang
terlokalisir tidak menyebar ke lokasi lain (Dirjen P2PL, 2017).
Ada tujuh kriteria KLB yang tercantum dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1501 Tahun 2010 tentang Penyakit
Menular Khusus yang Dapat Menimbulkan KLB dan Upaya
Penanggulangannya, namun dalam upaya penanggulangan DBD, tiga
kriteria berikut ini kriteria yang disarankan: Jumlah penderita baru DBD
meningkat dua kali lipat dibandingkan rata-rata bulanan pada tahun
sebelumnya dan angka kematian kasus DBD) meningkat 50% dibandingkan
dengan kematian penyakit periode sebelumnya pada waktu yang sama jika
kejadian penyakit menular tertentu (DBD) yang sebelumnya tidak ada atau
belum pernah diketahui di suatu daerah.
2.2.8.2 Cara Penanggulangan

Jika terjadi wabah DBD, maka daerah yang terkena akan difumigasi
dengan pestisida, diobati dengan PSN 3M Plus, dilarvisida, dan diberikan
penyuluhan. Pendirian posko pengobatan, pos investigasi, posko
pengendalian, dan peningkatan kegiatan surveilans kasus vektor
merupakan upaya penanggulangan lainnya.
Sementara penderita DBD derajat 3 dan 4 harus dirujuk ke rumah
sakit, penderita DBD derajat 1 dan 2 bisa mendapatkan pengobatan dan
perawatan di puskesmas yang sudah memiliki fasilitas terapi dan
laboratorium. Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas, dan
22

petugas lain yang telah mendapatkan pelatihan kerja penyemprotan


insektisida melakukan pemberantasan vektor dengan penyemprotan
insektisida. PSN menggabungkan kegiatan 3M Plus berbasis masyarakat,
seperti menguras tempat penampungan air, mengumpulkan tempat
penampungan air, dan mendaur ulang barang-barang bekas yang bisa
diubah menjadi tempat penampungan air. Larvasidasi dilakukan oleh
masyarakat yang telah mendapatkan pelatihan dari puskesmas dilakukan di
seluruh wilayah yang terjangkit wabah. Kemudian penyuluhan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan masyarakat menyesuaikan dengan
Kab/kota dan mengajak kader jumantik (Dirjen P2PL, 2017).
2.2.9 Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD
a. Pengertian PSN
Dengan melakukan kegiatan PSN 3m plus (menguras, menutup
penampungan air yang tergenang, memanfaatkan/mendaur ulang barang
bekas, plus tindakan termasuk kegiatan larvasida untuk memberantas
jentik, memelihara ikan yang bisa memakan jentik, dan mengganti air),
PSN berupaya memberdayakan masyarakat. dalam vas atau pot bunga,
dll. Melalui forum komunitas seperti Kelompok Kerja Operasional DBD
(POKJANAL DBD) dan Juru Pemantau Lartik, inisiatif ini
menggabungkan lintas program dan sektor terkait (Jumantik). Jumantik
wajib mengawal pelaksanaan pengawasan dan penyuluhan kepada
masyarakat agar melakukan kegiatan PSN dengan menggunakan 3M
Plus guna mendongkrak keberhasilan program pengendalian DBD dan
mencegah terjadinya hal-hal yang tidak wajar (Dirjen P2PL, 2016).
b. Tugas dan Tanggung Jawab
Dalam melaksanakan kegiatan PSN 3m plus disesuaikan dengan
tugas dan tanggung jawab masing-masing yaitu:
1) Jumantik Rumah
Sosialisasi PSN 3m plus kepada seluruh penghuni rumah,
pemeriksaan dan pemantauan mingguan tempat perkembangbiakan
nyamuk baik di dalam maupun di luar, dan mobilisasi warga rumah
untuk mengikuti kegiatan PSN 3m plus. Kartu jentik akan berisi
23

temuan kegiatan PSN 3m plus dan pemantauan jentik.


2) Koordinator Jumantik
Berinteraksi dengan masyarakat sebagai kelompok di PSN 3m Plus
Seorang koordinator Jumantik tunggal membina 20 sampai 25
individu sebelum mengorganisir lingkungan untuk berpartisipasi
dalam 3 juta atau lebih kegiatan. Dia juga merencanakan jadwal
kunjungan untuk seluruh gedung, melakukan kunjungan dan
pembinaan setiap dua minggu, memantau rumah kosong setiap
minggu, mencatat, dan melaporkan temuan pemantauan jentik
kepada pengawas sebulan sekali.
3) Supervisor Jumantik
Mengarahkan dan memantau rencana kerja koordinator Jumantik,
setelah itu koordinator diberikan bimbingan teknis, ditingkatkan,
dan dibina. Koordinator juga bertanggung jawab untuk mengolah
data dari program pemantauan jentik menjadi angka bebas jentik
(ABJ), melaporkan ABJ ke puskesmas sebulan sekali.
4) Puskesmas
Berkoordinasi dengan kelurahan dan kelurahan terkait kegiatan
PSN, kemudian memberikan pelatihan teknis kepada koordinator
dan pengawas Jumantik, monitoring dan pembinaan kinerjanya,
melakukan analisis ABJ, meringkas hasil pemantauan jentik setiap
bulan dan melaporkannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Dinas, melakukan pemantauan jentik secara berkala setiap tiga bulan
sekali, dan pelaporan PJB setiap bulan Maret, Juni, dan September.
5) Dinas Kesehatan Kabupaten/kota
Dukungan operasional, arahan teknis dalam bentuk perekrutan dan
pelatihan Jumantik, analisis laporan PJB dari puskesmas dan umpan
balik yang dikirim ke puskesmas, ringkasan koordinator jumantik di
wilayahnya, penerbitan SK pengawas jumantik, dan pelaporan ke
provinsi dinas kesehatan adalah semua hal yang harus dilakukan.
6) Dinas Kesehatan Provinsi
Melakukan pemberian saran dan evaluasi terhadap kegiatan PSN 3m
24

plus yang dilaksanakan di kabupaten, kemudian mengirimkan


umpan balik ke dinas kesehatan kabupaten. Anda juga harus
menganalisis dan menyiapkan laporan temuan kegiatan pemantauan
jentik dinas kesehatan, serta ringkasan jumlah koordinator jumantik,
untuk dikirim ke Dirjen P2PL setiap bulan Maret, Juni, September,
dan Desember.
c. Operasional
Untuk memastikan Jumantik berjalan dengan baik, dukungan biaya
operasional ditawarkan. Sejumlah sumber anggaran, antara lain APBD
Kabupaten/Kota, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), alokasi dana
Desa, dan sumber anggaran lainnya, memberikan dukungan finansial.
Transportasi, penghargaan dan penghargaan bagi koordinator dan
pengawas Jumantik, pencetakan dan penggandaan kartu jentik, formulir
laporan, dan petunjuk materi penyuluhan merupakan salah satu
komponen keuangan yang diperlukan. memperoleh kit PSN yang
meliputi pakaian, aksesoris, dan perlengkapan seperti larva yang terbuat
dari plastik. harga membawa inisiatif “1 rumah, 1 jentik” RT ke tingkat
Desa/Kelurahan, biaya pelatihan koordinator dan supervisor Jumantik
puskesmas, serta biaya monitoring dan evaluasi program.
d. Pemantauan Jentik
1) Persiapan
Pengelola RT mengumpulkan data penghuni, rumah, gedung, dan
ruang publik lainnya, kemudian menggunakan data tersebut untuk
memetakan kawasan. Pengurus RT kemudian mengadakan
pertemuan di tingkat RT yang dihadiri oleh warga, tokoh agama,
tokoh masyarakat, dan kelompok lainnya. Dalam pertemuan tersebut
dibahas tentang pentingnya melakukan pemantauan jentik secara
rutin dan kegiatan PSN 3M Plus serta bagaimana membuat koalisi
rumah/lingkungan untuk menyebarkan kesadaran gerakan Jumantik
1 Rumah 1. Setelah pembentukan mereka, koordinator dan manajer
Jumantik membuat rencana kunjungan rumah.
25

2) Kunjungan Rumah
Koordinator Jumantik akan melakukan kunjungan rumah dan
bangunan berdasarkan data yang tersedia kemudian mempersiapkan
alat dan bahan yang diperlukan untuk pemantauan jentik. Mengajak
pemilik rumah bersama-sama memeriksa tempat yang
kemungkinan berpotensi menjadi sarang nyamuk seperti tatakan
pot, vas bunga, bak penampungan air, wadah air minum burung dan
barang-barang bekas lainnya yang berpotensi meninmbulkan
genangan air. Pemeriksaan dilakukan di dalam rumah, kemudian
dilanjutkan di luar. Jika ditemukan jentik, petugas Jumantik akan
menjelaskan cara nyamuk berkembang biak dan penggunaan PSN
3M Plus. Jika tidak ditemukan jentik, petugas Jumantik akan
memberikan himbauan kepada pemilik rumah dan mengeluarkan
instruksi untuk selalu bebas jentik dan melakukan kegiatan PSN.
3) Tata cara Pemantauan Jentik
Pemeriksaan bak mandi, drum, toples, dan tempat penampungan air
lainnya merupakan langkah awal dalam proses pemantauan. Jika
tidak ada indikator larva yang jelas, tunggu satu menit. Jika ada
larva, mereka akan naik ke permukaan air untuk bernafas. Jika ada
larva, gunakan senter. wadah di reservoir air gelap. Selain itu, cari
area yang bisa menjadi sarang nyamuk, seperti kain, botol plastik,
alas piring dari pot bambu, dan tanaman lainnya.
2.3 Indikator Program DBD di Puskesmas
Indikator program DBD di Puskesmas menurut Dinkes Kota
Palembang tahun 2020 antara lain :
1. IR : 49/100.000 penduduk
2. CFR : <1%
3. Frekuensi KLB : 5<% jumlah desa di kabupaten/kota
4. ABJ : >95% atau HI <5%
5. Proporsi keluarga yang berpartisipasi dalam PSN 80%
6. 40% Kabupaten/kota melaksanakan gerakan 1 rumah 1 jumantik yang
dibuktikan denga diterbitkannya Surat Keputusan (SK) oleh Kepala
26

Daerah (Bupati/Walikota) atau Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


7. 40% Puskesmas Rawat Inap yang mampu melakukan deteksi dini DBD
melalui pemeriksaan RDT DBD dan pemeriksaan laboratorium
(trombosit, hematocrit, dan leukosit).
27

2.4 Kerangka Teori

Input Process Product


Context

1. Sumber Daya 1. Pengorganisasian 1. Cakupan rumah yang


1. Lingkungan
Manusia (SDM) 2. Pemberantasan diperiksa
2. Tujuan Program
2. Anggaran Jentik 2. Peningkatan
3. Sasaran
3. Sarana/Prasarana 3. Penyuluhan pengetahuan
Program
Kesehatan 3. Penurunan jumlah kasus

Gambar 2.3
Teori Stufflebeam & Corin (2014) dan Petunjuk Teknis Implementasi PSN 3M Plus
Dengan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (Dirjen P2PL, 2016)
28

2.5 Kerangka Konsep

Context Input Process Product

Sasaran 1. Sumber Daya 1. Pengorganisasian 1. Cakupan rumah

Program Manusia (SDM) 2. Pemberantasan yang di periksa


2. Sarana/Prasarana Jentik
3. Penyuluhan
Kesehatan
29

2.6 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1
Penelitian-Penelitian Sebelumnya

No Peneliti Judul Metode Hasil

1. Nordianiwati Evaluasi Program Penelitian Program PSN DBD telah berjalan dengan sukses,
Pemberantasan Sarang Nyamuk Kualitatif namun dukungan masyarakat terhadapnya masih
Demam Berdarah Dengue (PSN kurang
DBD) Di Puskesmas Kota
Semarang Tahun 2016
2. Margareta Evaluasi Program Pemberantasan Penelitian Ditentukan bahwa pelaksanaan program PSN
Sarang Nyamuk Dalam Rangka Kualitatif terhambat oleh kurangnya dana anggaran dari
Penanggulangan Demam APBD, kurangnya kesadaran lingkungan di antara
Berdarah Dengue Kota warga, kurangnya sosialisasi dan penyuluhan
Palangkaraya Provinsi tentang DBD, dan kurangnya infrastruktur
Kalimantan Tengah Tahun 2014 pendukung, termasuk pestisida dan semprotan.

3. Wahyuningsih Evaluasi Program Pemberantasan Penelitin Kualitatif Ditetapkan bahwa masa jabatan petugas
Sarang Nyamuk Plus Dalam Evaluatif kebersihan, dedikasi kepala Desa Manukan
Menaikkan Angka Bebas Jentik Kulon, dan kerjasama lintas program menjadi
(ABJ) Puskesmas Manukan Kulon elemen pendukung. Kendala anggaran untuk gaji
Jawa Timur Tahun 2012) bounty, yang mencegah penerapan abatisasi
selektif, adalah hambatan lain.
30

No Peneliti Judul Metode Hasil

4. Dwi Evaluasi Pelaksanaan PSN Penelitian Karena masih ada petugas pengelola program
Dalam Rangka Upaya Deskriptif (cross puskesmas yang mengaku tidak ada kegiatan
Peningkatan ABJ Di sectional) monitoring dengan cara melakukan pemeriksaan
Puskesmas Buaran Kabupaten jentik berulang, penyuluhan, dan kunjungan maka
Pekalongan Tahun 2005 ditetapkan masih ada beberapa kader yang belum
mengetahui pelaksanaan PSN-DBD dan penyajian
data ABJ RW/Dusun tidak seperti yang
diharapkan
5. Zaputri, Sakka, Evaluasi Program Penelitian Kegiatan PSN di Puskesmas Puuwatu menghadapi
Paridah Penanggulangan Penyakit Kualitatif tantangan yaitu Kurangnya pengetahuan
Demam Berdarah Dengue masyarakat untuk mengadopsi PSN di daerah
(DBD) DI Puskesmas Puuwatu sendiri-sendiri
Kota Kendari Tahun 2016
6. Winardi Evaluasi Pelaksanaan Program Penelitian Seperti diketahui, sebagian masyarakat lebih
Penaganan Penyakit Demam Kualitatif memilih fogging daripada PSN dalam memerangi
Berdarah Dengue Studi Pada DBD. Ini juga menghasilkan gerakan di
Dinas Kesehatan masyarakat, PSN masih kurang.
KotaTanjungpinang Tahun
2016

7. Amroni, Afandi, Evaluasi Pelaksanaan Program Penelitian Operasi PSN dilakukan sebulan sekali dan
Hanafi Pencegahan dan Pengendalian Kualitatif ditangani oleh petugas RT dan RW. Setiap
kasus Demam Berdarah kelurahan mengikuti kegiatan PSN yang juga
Dengue di Dinas Kesehatan dilakukan sebulan sekali. Orang-orang yang sulit
Kota Pekan Baru Tahun 2018 ditemukan adalah tantangannya.
31

No Peneliti Judul Metode Hasil

8. Faizah, Evaluasi Pelaksanaan Penelitian Ditetapkan Peraturan Desa Kragilan tentang


Suryawati, Program Pengendalian Kualitatif Pelaksanaan Program Pemberantasan Sarang
Farmasari Penyakit Demam Berdarah Nyamuk Demam Berdarah Dengue di
Dengue (P2DBD) di Lingkungan Desa Kragilan telah mendukung
Puskesmas Mojosongo pelaksanaan PSN, artinya pelaksanaan PSN
Kabupaten Boyolali Tahun telah berhasil. Sangat ideal karena pemerintah
2018 desa mendukungnya. Sementara P2DBD tidak
diatur oleh kebijakan apapun di Desa Kemiri,
hal itu mengakibatkan pelaksanaan kegiatan
P2DBD di bawah standar dan kader tidak aktif.
9. Rahayu Evaluasi Pelaksanaan Penelitian Kurangnya keterlibatan masyarakat dalam
Program Pencegahan dan Kualitatif kegiatan PSN, kurangnya pemahaman
Pengeldalian Penyakit masyarakat, penyuluhan PSN di bawah standar,
Demam berdarah Dengue di kurangnya kader yang terjangkau, dan
Wilayah Kerja Puskesmas kurangnya kerjasama
Ketapang 2 Tahun 2012

10. Wilujeng, Evaluasi Program Penelitian Meski belum sepenuhnya dilaksanakan,


Winarko, Pemberantasan DBD di Kualitatif pelaksanaan program DBD meliputi
Sudjarwo Wilayah Puskesmas Putat penyuluhan, larvasida, pemeriksaan jentik,
Jaya Kecamatan Sawahan pemberantasan sarang nyamuk, dan fogging di
Kota Surabaya tahun 2016 daerah endemis
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis digunakan
dalam penelitian ini. Teknik kualitatif melibatkan pengolahan bahan dari
awal sampai akhir suatu tindakan naratif untuk menemukan makna dan
pemahaman suatu fenomena yang terjadi baik secara langsung maupun
tidak langsung secara keseluruhan (Yusuf, 2014).
Menurut Moleong (2009), bentuk penelitian ini adalah penelitian
evaluasi. Penelitian evaluasi adalah jenis penelitian yang digunakan untuk
mengukur tingkat keberhasilan suatu program dan menetapkan apakah
program tersebut dilaksanakan sesuai dengan desain aslinya. Pada
penelitian ini program PSN Demam Berdarah Dengue di Kota Palembang
dievaluasi dengan menggunakan paradigma evaluasi CIPP. Dengan menilai
konteks, input, proses, dan produk, yang bersama-sama membentuk satu
kesatuan yang menentukan keberhasilan suatu program.
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di 4 Puskesmas di Kota Palembang
berdasarkan kategori wilayah endemis yaitu Puskesmas Sukarami
Kecamatan Sukarami, Puskesmas Taman Bacaan Kecamatan Seberang Ulu
II, dan wilayah sporadis yaitu Puskesmas Sei Selincah Kecamatan Kalidoni
dan Puskesmas Dua Puluh Tiga Ilir Kecamatan Bukit Kecil. Adapun waktu
penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2022.
3.3 Informan Penelitian
Pada penelitian ini sumber informasi diperoleh dari informan.
Pemilihan semua informan dilakukan secara purposive yaitu penentuan
teknik dalam pengambilan sampel dilakukan melalui pertimbangan khusus
peneliti sehingga sampel yang dijadikan bahan penelitian itu layak (Noor,
2011).

32
33

No Informan Jumlah Metode Informasi yang


Pengumpulan ingin diperoleh
Data
1. Kepala Dinas 1 orang Wawancara Media dan
Kesehatan Kota Mendalam Komunikasi, Sumber
Palembang Daya, Struktur
Birokrasi

2 Kepala Bidang 1 orang Wawancara Media dan


Pengendalian dan Mendalam Komunikasi, Sumber
Pemberantasan Daya, Struktur
Penyakit Dinkes Kota Birokrasi,
Palembang Lingkungan
3. Kepala Puskesmas 4 orang Wawancara Media dan
Kota Palembang Komunikasi, Sumber
Mendalam
Daya, Struktur
Birokrasi
2. Kepala Bidang 2 orang Wawancara Media dan
Pencegahan Penyakit mendalam komunikasi. Sumber
dan Surveilans daya, struktur
(P3MS) Puskesmas birokrasi
Kota Palembang

5. Pengelolah Program 2 orang Wawancara Media dan


Kesehatan Mendalam komunikasi, sumber
Lingkungan daya, struktur
Puskesmas Kota birokrasi,
Palembang lingkungan

6. Kader Jumantik 2 orang Wawancara Mengetahui


Mendalam pelaksanaan teknis
kegiatan PSN di
lapangan

Total Informan 12 orang

Menurut Lapau (2015) prinsip-prinsip dalam pengambilan sampel


kualitatif yaitu sebagai berikut :
a. Kesesuaian (appropriateness)
Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan sampel harus relevan
dengan judul penelitian agar peneliti dapat memilih informan untuk
34

penelitiannya. Menemukan informan kunci adalah apa yang peneliti


harus lakukan jika mereka tidak yakin siapa yang akan memberikan
informasi. Misalnya, karena pengelolaan air bersih dan jamban
merupakan program pemerintah yang dikelola oleh puskesmas, maka
informan utama adalah kepala puskesmas, dan informan lainnya
adalah pegawai puskesmas di bidang lingkungan, maka residen A
tidak memanfaatkannya. air bersih dan jamban.
b. Kecukupan (adequacy)
Artinya data penelitian harus berkaitan dengan seluruh kejadian pada
penelitian.
Tabel 3.1
Informan Pada Penelitian dan Pengumpulan Data
Informan triangulasi data dalam penelitian :

No Informan Jumlah Metode Informasi


Pengumpulan yang ingin
Data diperoleh
1. Staff/Pegawai 1 orang Wawancara Media dan
Bidang mendalam Komunikasi,
Pengendalian Sumber Daya,
dan Struktur Birokrasi,
Pemberantasan Lingkungan
Penyakit

2. Staff/Pegawai 1 orang Wawancara Media dan


Puskesmas mendalam Komunikasi,
Kota Sumber Daya,
Palembang Struktur Birokrasi,
Lingkungan

3. Masyarakat 2 orang Wawancara Media dan


mendalam Komunikasi,
Sumber Daya,
Struktur Birokrasi,
Lingkungan

Total 4 orang
35

3.4 Jenis Dan Alat Pengumpulan Data


3.4.1 Jenis Data
Jenis data yang telah diambil pada penelitian ini dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu :
a. Data Primer
Data primer adalah informasi yang dikumpulkan secara langsung selama
penelitian berlangsung (Sugiyono, 2017). Puskesmas Sukarami,
Puskesmas Taman Bacaan, Puskesmas Sei Selincah, dan Puskesmas Dua
Puluh Tiga Ilir dikunjungi dan diwawancarai untuk mengumpulkan data
primer untuk penelitian ini. Data primer untuk penelitian ini
dikumpulkan dari catatan observasi dan wawancara mendalam dengan
partisipan.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah informasi berbeda yang dikumpulkan oleh peneliti
lain dalam upaya memperbaiki data mereka sendiri melalui kolaborasi.
Biasanya, peneliti menggunakan data dari studi sebelumnya karena
biasanya dapat diakses. Data sekunder dapat berupa kualitatif atau
kuantitatif, dan sumber resmi pemerintah menyediakan data sekunder
dalam bentuk kuantitatif (Aminah & Roikan, 2019).
Menurut Sugiyono (2017) Data sekunder adalah data yang diperoleh
melalui pengumpulan data melalui pemeriksaan dokumen. Data sekunder
untuk penelitian ini berasal dari laporan kegiatan dan buku profil
Puskesmas. Jurnal penelitian, manual, dan makalah lain yang berkaitan
dengan penelitian evaluasi PSN adalah sumber data lain yang digunakan
dalam penelitian ini.
3.4.2 Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data atau instrument yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pedoman wawancara, lembar observasi (checklist), alat
perekam suara, kamera, buku catatan dan alat tulis. Secara keseluruhan alat
penelitian tersebut digunakan untuk menggali informasi secara mendalam
tentang program PSN Demam Berdarah Dengue di Kota Palembang.
36

3.5 Definisi Istilah


No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Indikator

Context

1. Tujuan Program Hal-hal yang Wawancara Pedoman Tercapainya


ingin dicapai mendalam wawancara, tujuan
dalam lembar ceklist, program
pelaksanaan alat tulis dan
program PSN alat perekam
(Mulyatiningsi
h, 2011)
2. Sasaran program Target dalam Wawancara Pedoman Capaian
pelaksanaan mendalam wawancara, sesuai dengan
program PSN lembar ceklist, target
(Hetzer, 2012) alat tulis dan program
alat perekam

Input
3. Sumber Daya Orang yang Wawancara Pedoman Kualitas
Manusia (SDM) menjalankan mendalam wawancara, intelektual,
program PSN lembar ceklist, pendidikan,
(Yusuf, 2018) alat tulis dan Bidang, dan
alat perekam kemampuan
perencanaan
pengorganisa
sian

4. Sarana Prasarana Alat-alat yang Wawancara Pedoman Fasilitas


diperlukan mendalam wawancara, penunjang
dalam dan lembar ceklist, yang
menunjang observasi alat tulis dan memadai
kegiatan PSN alat perekam sebagai media
(Rohiyat, 2012) pelaksanaan
program

Process

5. Pengorganisasian Pembentukan Wawancara Pedoman Program


struktur kader mendalam wawancara, berjalan
jumantik dalam lembar ceklist, dengan baik
gerakan 1 alat tulis dan serta capaian
rumah 1 alat perekam dan target
jumantik sesuai dengan
(Robbins & tujuan
Judge, 2014)
37

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Indikator

6. Pemberantasan Kegiatan Wawancara Pedoman Angka bebas


jentik pemantauan mendalam wawancara, jentik 95%
dan lembar ceklist,
pemberantasan alat tulis dan
jenit nyamuk alat perekam
Aedes aegypty
(Kemenkes,
2012)
7. Penyuluhan Kegiatan Wawancara Pedoman Sasaran
kesehatan pemberian mendalam wawancara, program
informasi lembar ceklist, memahami
mengenai alat tulis dan informasi
pentingnya alat perekam yang
melakukan diberikan
PSN (Anwar,
2012)
Product

8. Cakupan rumah Cakupan rumah Wawancara Pedoman Cakupan


yang diperiksa yang diperiksa mendalam wawancara, minimal 80%
minimal 80% lembar ceklist,
(Kemekes, alat tulis dan
2017) alat perekam

3.6 Validitas Data


Metode triangulasi digunakan untuk memvalidasi data dalam penelitian
ini. Triangulasi adalah metode validasi data yang menggunakan informasi
tambahan (Moleong, 2009). Adapun teknik triangulasi yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain sebagai berikut::
a. Triangulasi sumber, yaitu dengan melakukan cross check informasi dari
informan pendukung dan penting.
b. Triangulasi Metode: Untuk pengumpulan data penelitian ini, digunakan
berbagai teknik, seperti wawancara dan observasi. Hasil wawancara
informan kemudian dikontraskan dengan observasi lapangan secara
langsung.
c. Triangulasi Teori, dilakukan untuk menghindari bias saat menarik
kesimpulan akhir, triangulasi teori membandingkan temuan studi
dengan investigasi sebelumnya.
38

3.7 Pengolahan Data


Karena informasi yang dikumpulkan selama proses pengumpulan
masih berupa data dasar, maka pengolahan data digunakan untuk membuat
kesimpulan sehingga informasi dasar atau kasar dapat disusun secara
terstruktur (Imron & Munif, 2010).
Dalam penelitian ini, data sekunder yang dikumpulkan peneliti dari
dokumen dan laporan akan digabungkan dengan temuan wawancara. Data
yang terkumpul dalam bentuk wawancara mendalam akan disusun dengan
rapi dan dimasukkan ke dalam transkrip yang akan dinarasikan dalam
bentuk matriks.
3.8 Analisis Data
Menurut Lapau (2015) analisis data induktif, atau pengolahan data
kualitatif, mengembangkan analisis data sesuai dengan pola yang telah
ditentukan. Operasinya terdiri dari pengumpulan informasi melalui
wawancara, dokumentasi, dan catatan lapangan untuk menarik temuan yang
mudah dipahami oleh pembaca dan peneliti.
Tahapan analisis data hasil wawancara mendalam dengan informan
pada penelitian adalah:
a. Memanfaatkan informasi yang diperoleh melalui wawancara mendalam
dengan informan untuk mengumpulkan semua data yang diperlukan
untuk penelitian.
b. Data yang diperoleh kemudian dicatat, dan seluruh dataset ditranskrip.
c. Temuan dari wawancara mendalam dijelaskan secara rinci dan diberi
narasi bergaya matriks.
3.9 Etika Penelitian
3.9.1 Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Maksud, tujuan, keuntungan, dan efek dari tindakan yang dilakukan
diungkapkan sepenuhnya kepada subjek yang akan diwawancarai dan subjek
penelitian terlebih dahulu. Formulir persetujuan diberikan kepada responden
untuk ditandatangani.
39

3.9.2 Tanpa Nama (Anonimity)


Anonymity merupakan etika penelitian dimana peneliti tidak
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur, tetapi hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data. Kode yang digunakan
berupa nomor responden.
Menurut prinsip etik penelitian anonimitas, hanya menggunakan lembar
pengumpul data dan bukan nama responden yang ditulis pada lembar alat
ukur. Jumlah responden menggunakan kode yang digunakan.
3.9.3 Kerahasiaan (Confidentially)
Kerahasiaan informasi yang dikumpulkan dari subyek dijamin
kerahasiaanya oleh peneliti, seluruh informasi yang akan digunakan untuk
kepentingan penelitian dan hanya kelompok tertentu saja yang disjaikan atau
dilaporkan sebagai hasil penelitian.
3.9.4 Keadilan dan Keterbukaan
Menurut persyaratan dan kemampuan subjek, penelitian harus
mendistribusikan keuntungan dan kewajiban secara merata. Meskipun
melakukan penelitian sesuai dengan gagasan keterbukaan dalam penelitian
berarti melakukan penelitian dengan jujur, tepat, cermat, dan profesional.
3.10 Alur Penelitian

Review Dokumen Januari –


Maret 2022

Wawancara Bersama Maret – April


Pemegang Program 2022
KesLing dan Surveilans

Wawancara Bersama
Kader Jumantik dan
April – Mei
Staff Puskesmas 2022

Wawancara Bersama April – Mei


Masyarakat & Dinkes 2022
Kota Palembang

Gambar 3.1 Alur Penelitian


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


4.1.1 Letak geografis
Kota Palembang adalah ibu kota Provinsi Sumatera selatan yang
mempunyai luas wilayah 400,621 km2 dengan jumlah penduduk 1.662.893
jiwa, yang berarti setiap km2 dihuni oleh sekitar 4150,9 jiwa. Kota Palembang
dibelah oleh sungai Musi menjadi dua daerah yaitu Seberang Ilir dan
Seberang Ulu. Sungai Musi ini bermuara ke Selat Bangka dengan jarak 105
km. oleh karena itu, keadaan air laut sangat berpengarh yang dapat dilihat dari
adanya pasang surut antara 3-5 meter.

Gambar 4.1 Peta Kota Palembang

Kota Palembang terletak antara 2051` - 305` LS dan 104037’ – 104052’


BT merupakan derah tropis dengan anin lembab nisbi, suhu cukup panas
antara 23,40 C – 31,70 C dengan curah hujan terbanyak pada bulan April
sebanyak 338 mm, minimal pada bulan September dengan curah hujan 10
mm. struktur tanah pada umumnya berlapis alluvial liat dan berpasir, terletak
pada lapisan yang masih muda, banyak mengandung minyak bumi dan juga

40
41

dikenal dengan nama lembah Palembang – Jambi. Permukaan tanah relative


datar dengan tempat-tempat yang agak tinggi di bagian utara kota. Sebgaian
besar tanahnya sellau digenangi air pada saat atau sesudah hujan yang terus-
menerus dengan ketinggian tanah permukaan rata-rata 8 m dari permukaan
laut.
Kota Palembang berbatasan dengan daerah-daerah sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan desa Pangkalan Banteng, desa
Gasing, dan Kenten Laut Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten
Banyuasin.
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan desai Balai Mamur Kecamatan
Banyuasin I Kabupaten Banyuasin.
3. Sebalah Timur berbatasan dnegan desa Balai Sukajadi Kecamatan
Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin.
Kota Palembang merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Selatan
yang terdiri dari 18 kecamatan, yaitu Ilir Timur II, Gandus, Seberang Ulu I,
Kertapati, Seberang Ulu II, Plaju, Ilir Barat I, Bukit Kecil, Ilir Timur I,
Kemuning, Ilir Timur II, Kalidoni, Sako, Sematang Borang, Sukarami,
Alang-Alang Lebar, Ilir Timur III, dan Jakabaring.
Pada penelitian ini diambil 4 lokasi penelitian yaitu Puskesmas
Sukarami, Puskesmas Taman Bacaan, Puskesmas 23 Ilir dan Puskesmas Sei
Selincah.
4.1.2 Kependudukan
Hasil estimasi jumlah penduduk kota Palembang pada tahun 2021
sebesar 1.662.893 jiwa, meliputi jumlah penduduk laki-laki 834.175 jiwa
dan jumlah penduduk perempuan 828.718 jiwa (Badan Pusat Satistik Kota
Palembang, 2021).
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Per Kecamatan di Kota Palembang Tahun 2021
No. Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa)
1. Ilir Barat II 73.269
2. Gandus 65.782
3. Seberang Ulu I 94.122
4. Kertapati 92.084
42

No. Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa)


5. Jakabaring 93.271
6. Seberang Ulu II 107.101
7. Plaju 90.734
8. Ilir Barat I 141.544
9. Bukit Kecil 50.301
10. Ilir Timur I 79.268
11. Kemuning 93.997
12. Ilir Timur II 95.963
13. Kalidoni 112.932
14. Ilir Timur III 85.971
15. Sako 93.326
16. Sematang Borang 36.445
17. Sukarami 158.246
18. Alang-Alang Lebar 98.537

4.2 Puskesmas Sukarami


Puskesmas Sukarami berdiri pada tahun 1990 dan hingga saat ini
masih beroperasional memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama
sesuai dengan fungsinya sebagaimana yang tercantum dalam Buku Pedoman
Kerja Puskesmas.
Luas gedung Puskesmas Sukarami kira-kira 400 M2 memiliki 16
ruangan yang memadai untuk memberikan pelayanan kesehatan. Luas areal
keseluruhan kira-kira 800 M2 terdiri dari gedung puskesmas dan perumahan
untuk paramedis.
Dalam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat,
BLUD Puskesmas Sukarami memiliki dua program pelayanan, yaitu:
1. Program dasar
Program dasar puskesmas dibuat berdasarkan urutan prioritas pemecahan
masalah kesehatan masyarakat setempat dan berdasarkan kebutuhan
kesehatan sebagian besar masyarakat, serta mempunyai daya ungkit yang
tinggi dalam mengatasi permasalahan kesehatan nasional dan
43

internasional dan yang berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas.


Meliputi 6 pokok program dasar yaitu:
a. Promosi kesehatan
b. Kesehatan lingkungan
c. Kesehatan ibu dan anak
d. Gizi
e. P2P
f. Pengobatan
2. Program pengembangan
Puskesmas mengenal pokok program kegiatan dengan mengadakan
beberapa perubahan program dasar, dapat masuk dalam kelompok
program pengembangan yang terkait dengan program dasar. Program
Pengembangan merupakan program yang spesifik sesuai dengan
permasalahan kesehatan masyarakat setempat dan sesuai tuntutan
masyarakat, dikenal sebagai program inovatif. Program spesifik yang
terdapat di Puskesmas Sukarami adalah:
a. TB Paru
b. Klinik VCT dan IMS
c. Geriatri
d. Gerakan sayang ibu
Untuk fasilitas yang disediakan di Puskesmas Sukarami ini adalah
sebagai berikut:
1. Klinik pelayanan kesehatan ibu (KIA/KB)
Kegiatan yang dilakukan di klinik ini meliputi pelayanan kebidanan
terhadap Ibu Hamil (Bumil), Ibu yang telah bersalin (Bufas), dan Ibu
menyusui (Busui).
2. Klinik pelayanan kesehatan umum (BP Umum)
Klinik ini melayani pengobatan umum bagi pasien dewasa, yaitu
pasien usia lebih dari 6 tahun. Pengobatan dilakukan terhadap pasien
umum, askes maupun pasien gakin (jamkesmas).
44

3. Klinik pelayanan kesehatan anak (MTBS)


Klinik MTBS ini melayani pasien anak, yaitu usia 0-5 tahun. Pada
pelaksanaannya klinik ini dilayani oleh seorang Dokter Umum yang
dibantu oleh para perawat terlatih. Pada klinik ini mulai
dikembangkan sistem Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun dan Manajemen Terpadu
Bayi Muda (MTBM) untuk anak usia 0-2 bulan (kuratif).
4. Klinik pelayanan kesehatan gigi
Klinik ini melayani pengobatan dan perawatan gigi bagi seluruh
lapisan masyarakat yang membutuhkannya terutama pengobatan
dasar seperti pencabutan dan penambalan gigi.
5. Gilinganmas (Gizi, Lingkungan dan Imunisasi)
Klinik ini melayani :
a. Konsultasi Gizi, melayani konsultasi Gizi Masyarakat dan Gizi
Perorangan, baik di dalam maupun di luar gedung.
Dilaksanakan oleh seorang Petugas Gizi, setiap hari.
b. Imunisasi, melayani Imunisasi BCG, DPT, Polio, Hepatitis,
Campak, TT Bumil/Caten. Dilaksanakan setiap hari Rabu oleh
Jurim.
c. Konsultasi Kesehatan Lingkungan (Sanitasi), memberikan
konsultasi mengenai kesehatan dan kebersihan lingkungan
Rumah Sehat, Jamban Sehat, Sarana Air Bersih, Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN). Dilaksanakan oleh Sanitarian, setiap
hari, baik di dalam maupun di luar gedung.
6. Laboratorium
Melayani pemeriksaan laboratorium sederhana seperti test
kehamilan, HB, golongan darah dan BTA sputum, dan merupakan
Puskesmas rujukan mikroskopis.
7. Penyuluhan Kesehatan
Dilakukan pada perorangan ataupun perkelompok, baik dilaksanakan
di Puskesmas, sekolah ataupun di tempat lain yang membutuhkan.
8. Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut
45

Puskesmas Sukarami khusus melayani pelayanan kesehatan terhadap


pasien lansia, yaitu pasien usia lebih dari 50 tahun. Pelayanan
kesehatan ini dilakukan dengan mengutamakan pasien lansia, baik di
loket pendaftaran, tempat pemeriksaan kesehatan yang terpisah,
maupun pelayanan di apotek. Hal ini bertujuan agar pasien lansia
tidak lama menunggu/mengantri, mengingat keterbatasan fisik dan
psikis pasien-pasien tersebut.
9. Klinik kesehatan reproduksi (Kespro)
Klinik Kesehatan Reproduksi (Kespro) merupakan salah satu
program Puskesmas Sukarami yang khusus memberikan perhatian
terhadap permasalahan kesehatan reproduksi di wilayah kerja
Puskesmas Sukarami.
10. Pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR)
Program PKPR ini ditujukan untuk memberikan pelayanan kesehatan
yang komprehensif terhadap remaja, yaitu masyarakat berusia 10-19
tahun. Kegiatan ini meliputi pemeriksaan kesehatan dengan
menggunakan status khusus remaja, yang bertujuan untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif, bukan hanya
terfokus pada penyakitnya, namun juga pada riwayat pubertas,
perkembangan mental, riwayat merokok, memakai napza dan lain
sebagainya.
11. Klinik VCT dan IMS
Klinik VCT dan IMS merupakan salah satu program GF, Puskesmas
Sukarami merupakan penjaringan dalam Menanggulangi Penularan
Virus HIV/AIDS dan Penyakit Kelamin, dan Melakukan Mobile
VCT dan IMS Ketempat beresiko, tiap bulannya.
4.3 Puskesmas Taman Bacaan
Puskesmas Taman Bacaan terletak di Kecamatan Seberang Ulu II
tepatnya di kelurahan Tangga Takat. Puskesmas ini terletak di pinggir
Sungai Musi sehingga masyarakat yang memerlukannya mudah untuk
menjangkaunya. Puskesmas Taman Bacaan dahulunya adalah sebuah
Puskesmas Pembantu yang merupakan cabang Puskesmas Ld. Plaju,
46

Puskesmas ini cukup ramai dikunjungi oleh masyarakat yang


membutuhkannya.
Puskesmas Taman Bacaan terletak di Jl. KHA. Azhari Kelurahan
Tangga Takat Kecamatan Seberang Ulu II. Letak Puskesmas ini tepatnya
dilorong Taman Bacaan dan mudah dijangkau oleh masyarakat. Wilayah
kerjanya meliputi 3 kelurahan yaitu Kelurahan Tangga Takat, 16 Ulu dan
Kelurahan Sentosa, dengan luas wilayah kerjanya ± 987 Ha.
Fasilitas pelayanan kesehatan Puskesmas Taman Bacaan dalam
rangka memenuhi kebutuhan masyarakat, melalui 6 upaya kesehatan wajib
beserta 3 Program upaya kesehatan pengembangan yang ditentukan
berdasarkan banyaknya permasalahan kesehatan masyarakat setempat serta
tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Enam program pokok Puskesmas
Taman Bacaan antara lain:
1. Promosi Kesehatan
2. Sanitasi (Kesehatan Lingkungan)
3. KIA/KB
4. Gizi
5. P2P
6. Pengobatan
Kemudian untuk program spesifik yang dilaksanakan Puskesmas
Taman Bacan adalah:
1. Klinik Gilingan Mas
2. Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia
3. Klinik Reproduksi
Seluruh program kegiatan tersebut di dalam gedung difasilitasi
dengan adanya ruang dan peralatan yang memadai, program kerja,
sumber daya manusia yang selalu ditingkatkan kemampuannya dan
protap-protap sebagai standar pelayanannya.
4.4 Puskesmas 23 Ilir
Puskesmas 23 Ilir merupakan salah satu puskesmas yang terletak di
Kecamatan Bukit Kecil Jalan Datuk M. Akib No.100. Puskesmas 23 Ilir
mempunyai 2 wilayah ekrja yang terdiri dari kelurahan 23 Ilir dan 24 Ilir
47

dengan luas wilayah 6.043 km. Sebagian besar penduduknya bermukim


di rumah susun dengan 8 blok di wilayah 23 Ilir dan 44 blok di wilayah
24 Ilir.
Wilayah kerja Puskesmas 23 Ilir terdiri dari dataran rendah dan
pinggiran sungai. Pemberian pelayanan kesehatan tentu saja harus
menjangkau di seluruh wilayah kerja puskesmas agar masyarakat
mendapatkan pelayanan kesehatan dengan lokasi yang terjangkau.
Adapun standar pelayanan minimal Puskesmas 23 Ilir meliputi:
1. Pelayanan kesehatan ibu hamil
2. Pelayanan kesehatan ibu bersalin
3. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir
4. Pelayanan kesehatan balita
5. Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar
6. Pelayanan kesehatan pada usia produktif
7. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut
8. Pelayanan kesehatan penderita hipertensi
9. Pelayanan kesehatan penderita diabetes mellitus
10. Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa
11. Pelayanan kesehatan orang dengan TB Paru
12. Pelayanan kesehatan orang dengan resiko terinfeksi HIV-AIDS
4.5 Puskesmas Sei Selincah
Puskesmas Sei Selincah terletak di Kecamatan Kalidoni tepatnya di
Jalan Mayor Zen Kelurahan Sei Selincah. Tanah lokasi dibangunnya
puskesmas ini dahulunya merupakan tanah hibah dari seorang warga
Kelurahan Sei Selincah pada tahun 1956 dengan luas tanag 1876 M2 .
Luas bangunan Puskesmas Sei Selincah adalah 696 M2 . Wilayah kerja
Puskesmas Sei Selincah meliputi kelurahan yaitu Kelurahan Sei
Selincah dan Kelurahan Sei Lais.
Fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat, mellalui 6 program pokok puskesmas beserta program
spesifik yang ditentukan berdasarkan banyaknya permasalahan
48

kesehatan masyarakat setempat. Fasilitas yang diseiakan di Puskesmas


Sei Selincah adalah sebagai berikut:
1. Kklinik pelayanan kesehatan keluarga (Kesga)
2. Klinik pelayanan kesehatan umm
3. Klmik pelayanan kesehatan gugu
4. Klinik gizi sehat
5. Laboratorium
6. Penyuluhan kesehatan
7. Klinik Batra (pengobatan tradisional, terapi, pijat/urut)
4. 6 Hasil Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam, telaah
dokumen, dan observasi untuk mendapatkan temuannya. Untuk
memperoleh gambaran data yang tepat dan akurat serta untuk
memastikan kelengkapannya, peneliti melakukan wawancara mendalam
dengan informan kunci dan informan lainnya. Selain itu, peneliti
melakukan observasi dan meneliti catatan yang memungkinkan terdapat
informasi tentang Evaluasi Program Pemberantasan Sarang Nyamuk.
4.6.1 Karakteristik Informan
Karakteristik informan dalam melakukan penelitian Evaluasi
Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) demam berdarah dengue di
Kota Palembang peneliti membagi menjadi 2 yaitu:
A. Informan Kunci
Infroman kunci dalam penelitiain ini berjumlah 12 orang yaitu, kepala
dinas kesehatan, keala bidang pengendalian dan pemberantasan
penyakit dinas kesehatan, kepala puskesmas, kepala bidang pencegahan
pengendalian penyakit menular dan surveilans (P3MS) , pengelola
program kesehatan lingkungan, dan kader jumantik. Informasi
karakteristik dari setiap informan dapat dilihat pada tabel berikut:
49

Tabel 4.2
Karakteristik Informan Kunci
No Inisial Jabatan Jenis Pendidikan Umur
Kelamin
1. 1 D1 Kepala Dinas Perempuan S2 50 tahun
Kesehatan Kota
Palembang
2. D2 Kabid Laki-laki S2 50 tahun
Pengendalian
dan
Pemberantasan
Penyakit Dinas
Kesehatan Kota
Palembang
3. P1 Kepala Perempuan S1 48 tahun
Puskesmas
Sukarami
4. S1 Kepala Bidang Laki-laki S2 38 tahun
Pencegahan
Penyakit dan
Surveilans
Puskesmas
Sukarami
5. P2 Kepala Perempuan S2 42 a
42 tahun
Puskesmas 4
Taman Bacaan h
u
n

6. L1 Kepala Program Perempuan D3 57 ahun


Kesehatan
Lingkungan
Puskesmas
Taman Bacaan
50

No. Inisial Jabatan Jenis Pendidikan Umur


Kelamin
7. P3 Kepala Perempuan S1 41 tahun
Puskesmas 23
Ilir
8. S2 Kepala Bidang Perempuan S1 26 tahun
Pencegahan
Penyakit dan
Surveilans
Puskesmas 23
Ilir
9. P4 Kepala Perempuan S2 36 tahun
Puskesmas Sei
Selincah
10. L2 Kepala Program Perempuan S1 32 tahun
Kesehatan
Lingkungan
Puskesmas Sei
Selincah
11. J1 Kader Jumantik Perempuan SMA 55 tahun
Kecamatan
Sukarami
12. J2 Kader Jumantik Perempuan SMA 49 tahun
Kecamatan 23
Ilir

B. Informan Lainnya
Informan lain dalam penelitian ini berjumlah 4 orang yaitu, 1 orang staff
bidang pengendalian dan pemberantasan penyakit, 1 orang staff
puskesmas, dan 2 orang masyarakat. Informasi karakteristik dari setiap
informan dapat dilihat pada tabel berikut:
51

Tabel 4.3
Karakteristik Informan Lainnya
No. Inisial Kategori Jenis Umur
Kelamin

1. B1 Staff bidang Perempuan 25 tahun


pengendalian dan
pemberantasan
penyakit
Puskesmas Taman
Bacaan
2. B2 Staff bidang Perempuan 26 tahun
pengendalian dan
pemberantasan
penyakit
Puskesmas Sei
Selincah

3. M1 Masyarakat Laki-laki 46 tahun


4. M2 Masyarakat Laki-laki 30 tahun

4.6.2 Context Program PSN


A. Sasaran Program
Target program terdiri dari mereka yang akan berpartisipasi dalam
pelaksanaan program PSN. Masyarakat diidentifikasi sebagai sasaran
program PSN berdasarkan temuan wawancara mendalam peneliti dengan
informan.
Berikut ini merupakan hasil wawancara yang peneliti lakukan
dengan informan:
“Sasaran sudah tepat ke masyarakat tetapi masih ada kendala
yang dihadapi.”(D2).
”Sasaran pada kegiatan PSN adalah masyarakat, sebagaimana
yang sudah dilakukan Puskesmas kami. Pemberdayaan
masyarakat melalui pengkaderan” (P2).

Berdasarkan temuan yang diperoleh peneliti diketahui bahwa


masyarakat yang menjadi sasaran di 4 lokasi Puskesmas dengan jumlah
52

masing-masing: Puskesmas Sukarami mencakup 2 kelurahan yaitu


Kelurahan Kebun Bunga dan Kelurahan Sukarami dengan 123 RT dan
27 RW dan jumlah masyarakat 56.034 orang. Untuk Puskesmas Taman
Bacaan memiliki wilayah kerja 3 kelurahan yaitu Kelurahan Tangga
Takat, 16 Ulu dan Kelurahan Sentosa dengan 150 RT dan 37 RW serta
jumlah masyarakat sebanyak 53.416 orang. Puskesmas 23 Ilir memiliki
2 wilayah kerja yaitu Kelurahan 23 Ilir dan Kelurahan 24 Ilir dengan 56
RT dan 17 RW serta jumlah masyarakat sebanyak 26.421 orang. Dan
Puskesmas Sei Selincah memilki 2 wilayah kerja yaitu Kelurahan Sei
Selincah dan Kelurahan Sei Lais dengan 78 RT dan 21 RW serta jumlah
penduduk sebanyak 33.897 orang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui
bahwa masyarakat di 4 Puskesmas ini ikut berpartisipasi dalam kegiatan
3M kolaboratif di lingkungan serta Puskesmas telah memberikan fasilitas
berupa abate, Puskesmas berperan sebagai fasilitator bagi masyarakat.
Berikut hasil kutipan wawancara peneliti bersama informan
tambahan yaitu masyarakat:
“Kami galak diminta melok kegiatan oleh wong puskes, macem-
macem suruh bersih-bersih lingkungan”(M1).

Wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada masyarakat


sebagai informan tambahan adalah untuk triangulasi bahwa pernyataan
yang diberikan oleh informan kunci sesuai dengan kenyataan di
masyarakat. Masyarakat yang menjadi sasaran program PSN di 4
Puskesmas yang tersebar di beberapa kelurahan sebagai wilayah kerja
Puskesmas tersebut.
4.6.3 Input Program PSN
A. Sumber Daya Manusia (SDM)
Untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,
seseorang harus terlibat dalam pembangunan kesehatan. Untuk
melaksanakan prakarsa kesehatan dengan paradigma pola hidup sehat
yang mengutamakan upaya peningkatan, pemeliharaan kesehatan, dan
pencegahan penyakit, diperlukan berbagai tenaga kesehatan. Di wilayah
kerja Puskesmas Sukarami, Puskesmas Taman Bacaan, Puskesmas Sei
53

Selincah dan Puskesmas 23 Ilir pengelola program DBD adalah


surveilans dan pengelola program kesling.

Wawancara peneliti dengan informan mengungkapkan bahwa


sumber daya manusia yang terlibat telah mengikuti seminar untuk
pelatihan guna meningkatkan kapasitas dan kompetensi mereka.
Pelatihan dilakukan oleh kabupaten dan provinsi dan informasi yang
disajikan tidak secara khusus fokus pada pemberantasan sarang nyamuk,
melainkan pada program DBD secara keseluruhan, karena
pemberantasan sarang nyamuk merupakan salah satu komponen dari
program DBD.

Berikut ini hasil wawancara dengan informan tentang Sumber Daya


Manusia (SDM):

“Semua terlibat dari pengelola program, surveilans, kesling”


(S1).

“Kalau di puskesmas pengelola program DBD ado surveilans,


sanitarian/kesling”(S2).
Berdarsakan hasil wawancara dan telaah dokumen yang dilakukan
oleh peneliti pada lokasi penelitian didapatkan hasil klasifikasi
pendidikan dan jumlah pengelola program DBD, yaitu pada Puskesmas
Sukarami memiliki pengelola program DBD sebanyak 3 orang dengan
masing-masing kualifikasi pendidikan D3 Kesehatan Lingkungan, D3
Keperawatan dan S1 Kesehatan Masyarakat, serta memiliki tenaga
surveilans 1 orang dengan kualifikasi pendidikan S2 Kesehatan
Masyarakat peminatan kesehatan lingkungan. Untuk Puskesmas Taman
Bacaan memiliki pengelola program DBD sebanyak 4 orang dengan
masing-masing kualifikasi pendidikan S1 Keperawatan dan D3
Kesehatan Lingkungan. Serta memiliki tenaga surveilans sebanyak 2
orang dengan kualifikasi pendidikan S1 Kesehatan Masyarakat dan S1
Kesehatan Lingkungan. Puskesmas 23 Ilir memiliki pengelola program
DBD sebanyak 2 orang dengan kualifikasi pendidikan S1 Kesehatan
Masyarakat dan D3 Kesehatan Lingkungan, serta tenaga surveilans 2
54

orang dengan kualifikasi pendidikan D3 Kesehatan Lingkungan.


Puskesmas Sei Selincah memiliki jumlah pengelola program DBD
sebanyak 3 orang dengan kualifikasi pendidikan masing-masing S1
Kesehatan Masyarakat, D3 Keperawatan dan D3 Kesehatan Lingkungan.
Serta memiliki 1 orang tenaga surveilans dengan kualifikasi pendidikan
S1 Kesehatan Masyarakat. Untuk uraian lengkap hasil observasi
kualifikasi pendidikan pengelola program DBD dapat dilihat di lampiran
tesis ini.

Untuk meningkatkan kompetensi SDM yang ada di Puskesmas


terutama pada pemegang program DBD yang terdiri dari tenaga
surveilans, sanitarian dan perawat, Puskesmas melakukan berbagai
macam workshop, seminar dan pelatihan untuk pemegang program DBD
ini.

Berikut kutipan wawancara peneliti pada tenaga surveilans


mengenai upaya peningkatan kompetensi SDM:

“Ada pelatihan tapi tidak spesifik tentang pemberantasan sarang


nyamuk”(L1).

“Dinas Kota dan Provinsi yang mengadakan semacam workshop


untuk meningkatkan kapasita pemegang program”(P3).
Pada hasil wawancara informan diatas diketahui bahwa Puskesmas
terkait pernah melakukan kegiatan untuk meningkatkan kompetensi
SDM pengelola program DBD yang diselenggarakan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan dan Dinas Kesehatan Kota
Palembang. Namun, beberapa pelatihan tidak terkhusus mengenai
program PSN, tetapi hanya secara umum penyakit DBD saja.

Pelatihan yang tidak spesifik ini menjadi tidak maksimal untuk di


implementasikan di lapangan. Karena mengingat bahwa PSN ini sifatnya
pengkaderan, sehingga diperlukan strategi khusus untuk menarik
partisipasi dari masyarakat sebagai sasaran program. Sehingga
dibutuhkan inovasi yang lebih menarik masyarakat untuk ikut serta
55

dalam kegiatan ini, yang bisa didapatkan dari pelatihan khusus program
PSN.

B. Sarana dan Prasarana


Kualitas dan kuantitas infrastruktur yang tersedia akan berdampak
signifikan pada seberapa baik kinerja suatu program. Karena program
PSN lebih aktif memberdayakan masyarakat dalam pemberantasan
nyamuk, namun tidak satupun dari empat Puskesmas yang dipilih sebagai
lokasi penelitian memiliki SOP khusus untuk kegiatan PSN.
Menurut informasi yang diperoleh dari wawancara mendalam
dengan informan, tentang ketersediaan dan fasilitas yang menunjang
kegiatan ini. Berikut kutipan wawancara dari informan tersebut:
“Kalau SOP untuk PSN kami tidak menyediakan, tetapi secara
umum sudah dilakukan kegiatannya. Adanya SOP PE karena
kegiatan PE”(P1).

“Biasanya kegiatan PSN dilakukan dengan petunjuk buku saja,


tidak ada SOP khusus”(P2).

“Oh katek dek SOP PSN, kami adonyo SOP kegiatan PE bae”(P3).

“Harusnyo ado SOPnyo tapi kami belum pernah dapat dari


dinas”(P4).

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa 4 Puskesmas


tersebut tidak memiliki SOP khusus untuk kegiatan PSN, menurut
informan selama kegiatan PSN petunjuk yang digunakan adalah buku
panduan yang didapatkan saat pelatihan. Untuk SOP kegiatan
Penyelidikan Epidemiologi sudah tersedia di 4 Puskesmas tersebut.
Berikut kutipan wawancara peneliti bersama informan terkait sarana
dan prasarana yang menunjang kegiatan PSN di Puskesmas:
“Sarana, prasarana berupa Leaflet untuk penyuluhan, senter, alat
tulis, APD seperti rompi surveilans. Sarananya sudah cukup
memadai, abate juga diberikan ke rumah warga jika
dibutuhkan”(L2).

“Ada APD yaitu sarung tangan, sepatu boots. Ada juga senter,
lembar leaflet untuk penyuluhan dan rompi surveilans”(S2).
56

Berdasarkan wawancara mendalam dan observasi juga dilakukan


oleh peneliti untuk menilai ketersediaan sarana dan prasarana diketahui
sudah tersedia, namun masih ada beberapa alat yang tidak tersedia setiap
waktu, seperti serbuk abate dan satu set tas berisi alat PE. Untuk hasil
observasi langsung yang dilakukan oleh peneliti beberapa sarana
penunjang program DBD tidak tersedia dan ada juga yang rusak, yaitu:
Hemositometer, Hemometer Sahil, Mikroskop, Pipet Eritrosit dan
Manset Anak. Untuk daftar lengkap hasil observasi sarana dan prasarana
dapat dilihat pada lampiran tesis ini.
4.6.4 Process Program PSN
A. Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan kegiatan penyusunan struktur terdiri
dari unsur spesialisasi kerja koordinasi dan standarisasi dalam pembuatan
keputusan dan satuan kerja untuk melancarkan kegiatan pemberantasan
sarang nyamuk di Kota Palembang.
Berikut hasil wawancara yang peneliti lakukan terkait
pengorganisasian yang dilakukan pada proses program PSN:
“Kader jumantik lebih banyak dibentuk oleh RT/RW atau aparat
desa kita lebih banyak ke pembinaan dan peningkatan kapasitas
pada kader tersebut sehingga bisa melaksanakan tugasnya dengan
semestinya. Sejauh ini belum ada kendala namun tugas kader ini
banyak harusnya dalam menunjuk kader merupakan orang yang
berpotensi dan harusnya di SK kan. Kader diberi pelatihan berupa
sosialisasi namun tidak menentu. Tugas dari kedar jumantik seperti
pemantauan jentik PSN”(P4).

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan


informan, menerangkan bahwa kegiatan PSN ini merupakan
pemberdayaan masyarakat yang artinya bahwa masyarakat yang
menjalankan program ini dengan pantauan dari petugas Puskesmas.
Sehingga perpanjangan tangan dari Puskesmas melalui kader jumantik
yang dipilih oleh pihak Kelurahan setempat. Kader jumantik ini bertugas
dilingkungannya masing-masing yaitu memantau jentik nyamuk,
sedangkan petugas Puskesmas bertugas mengedukasi masyarakat.
57

Informasi lain yang juga diperoleh peneliti dari informan tambahan


sebagai triangulasi mengenai pengorganisasian di proses program PSN
ini berdasarkan wawancara berikut:
“Kami jadi kader ini dipilih samo RT/RW, kami merangkap tugas
posyandu dan jumantik, banyak nian gawe, duetnyo katek cuman
ado transport bae 50 ribu”(J1).

Informasi tambahan yang didapatkan peneliti adalah mengenai


kendala yang dihadapi dalam merekrut kader. Sebelumnya kader
jumantik diberi upah dari Puskesmas tetapi karena saat ini anggaran BOK
tidak boleh lagi digunakan untuk membayar kader maka pemberian upah
dialihkan ke dana kelurahan/desa tempat kader tersebut bekerja. Untuk
besaran upah yang diberikan sebesar Rp.50.000 dibayar per 6 bulan.
Peneliti juga melakukan observasi pada buku teknis pelaksanaan
PSN melalui gerakan 1 rumah 1 jumantik. Diketahui bahwa tugas dari
kader jumantik meliputi pemeriksaan jentik, menghimbau masyarakat
untuk melakukan kegiatan 3m plus seperti: menutup, menimbun dan
menguras tempat-tempat yang sangat berppotensi sebagai perindukan
sarang nyamuk.

Gambar 4.1 Buku Juknis PSN


58

B. Pemberantasan Jentik
Di wilayah kerja puskesmas, pemberantasan jentik adalah proses
pemantauan dan pemberantasan tempat-tempat perkembangbiakan jentik
nyamuk. Masyarakat, kader jumantik, dan puskesmas diketahui ikut
berpartisipasi dalam pemberantasan sarang nyamuk berdasarkan temuan
wawancara penelitian. Menutup, mengubur, dan mengeringkan area yang
berpotensi menjadi tempat berkembang biak nyamuk hanyalah beberapa
dari kegiatan 3m plus yang masuk ke dalam prosedur pemberantasan
jentik. Berikut ini adalah hasil wawancara bersama informan tentang
pemberantasan jentik nyamuk:
“Pihak yang terlibat seperti masyarakat, petugas kesehatan, kader
jumantik. Kegiatannya melihat tempat penampungan air lebih ke
penguatan 3m plus nya”(P1).

“Kegiatan pemberantasan jentik dilakukan setiap 1 bulan sekali


dan ada pembagian bubuk abate”(P2).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kegiatan


pemberantasan jentik nyamuk yang dilakukan masyarakat atas himbauan
dari kader jumantik dan petugas Puskesmas. Kegiatan pemberantasan
jentik ini dilakukan setiap sebulan sekali, tetapi jika musim hujan
dilakukan dua kali dalam sebulan, karena dikhawatirkan banyak air
menggenang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Setelah
dilakukan pemberantasan jentik, masyarakat diberikan serbuk abate.
Serbuk abate ini diaplikasikan pada air yang menggenang untuk
membunuh larva nyamuk dan mencegahnya berkembang menjadi
nyamuk dewasa. Bubuk abate ini memperpendek siklus perkembangan
larva nyamuk.
Peneliti juga melakukan observasi langsung saat kegiatan
pemberantasan jentik dilakukan di lingkungan masyarakat. Di dapati
bahwa kader jumantik turun langsung dalam kegiatan ini dan didampingi
oleh petugas Puskesmas serta aparatur desa.
59

Gambar 4.2 Kegiatan Pemberantasan Jentik

Informasi tambahan mengenai pemberantasan jentik didapatkan


peneliti melalui wawancara bersama masyarakat dan kader berikut ini:
“Oh dak katek sanksinyo kalo dak melok kegiatan ini. Cuman kan
sebagai kader kami selalu menghimbau ke masyarakat, men
lingkungan bersih kito jugo sehat dak ado sarang nyamuk
DBD”(J1).

“Belum ado, ibaratnyo wong gotong-royong bae cuman waktu itu


ado lurah kami yang ngimbau , ado RT/RW. Seandainyo mereka
nyuruh kami gerak, kami jugo begerak”(M1).

“Aku bukan dak galak melok kegiatan, cuman cak lebih ampuh
men langsung di fogging, nyamuk ilang galo teraso”(M2).

Berdasarkan hasil wawancara diatas didapatkan bahwa dalam


pelaksanaan kegiatan pemberantasan jentik di masyarakat ditemui
kendala, yaitu untuk melakukan pemberantasan jentik masyarakat kurang
mandiri, kemungkinan karena belum adanya sanksi tegas untuk
masyarakat yang enggan melakukan kegiatan pemberantasan jentik
nyamuk. Masyarakat lebih senang jika dilakukan fogging oleh pihak
Puskesmas daripada kegiatan pemberantasan jentik. Stigma di masyarakat
fogging lebih efektif untuk mengusir nyamuk.
Peneliti juga melakukan observasi langsung ketika ada kegiatan
fogging di lingkungan masyarakat.
60

Gambar 4.3 Kegiatan Fogging

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, kegiatan


fogging ini diadakan ketika Puskesmas menerima laporan telah terjadi
kasus DBD, dan telah dikonfirmasi melalui pemeriksaan penunjang dari
laboratorium. Fogging bukan sebuah kegiatan untuk memberantas jentik
nyamuk melainkan hanya untuk mengusir nyamuk dewasa untuk
berpindah ke tempat lain.
C. Penyuluhan Kesehatan
Melalui penyuluhan kesehatan merupakan kegiatan yang dirancang
untuk mempromosikan kesehatan dimasyarakat.Peningkatan kemampuan
dan pengetahuan masyarakat untuk mencegah dan melakukan upaya
pemberantasan sarang nyamuk merupakan tujuan dari penyuluhan
kesehatan.
Berikut kutipan wawancara yang peneliti lakukan mengenai
kegiatan penyuluhan kesehatan yang dilakukan petugas Puskesmas pada
masyarakat:
“Penyuluhan kesehatan dari kita (puskesmas) kegiatannya
bersamaan dengan PE. Materi yang diberikan saat penyuluhan
yaitu tentang PSN dan DBD”(P4).

“Yang terlibat itu puskesmas biasanya penyuluhan dilakukan


sekalian PE materi yang diberikan seperti pencegahan DBD dan 3m
plu menggunakan Leaflet. Kendalanya berupa partisipasi
61

masyarakat yang kurang, ada yang mau ada yang tidak datang
sosialisasi”(S2).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti materi


penyuluhan kesehatan tentang pencegahan penyakit DBD, kegiatan 3M
Plus, dan pemberantasan sarang nyamuk. Penyuluhan kesehatan ini
dilakukan bersamaan dengan kegiatan PE. Namun, kesulitan yang
dihadapi adalah mengumpulkan masyarakat, mendapatkan partisipasi
masyarakat untuk mengikuti penyuluhan kesehatan.
Kendala tersebut terjadi mungkin dikarenakan kegiatan ini kurang
di inovasikan dan terlalu monoton sehingga masyarakat tidak antusias
untuk mengikutinya dan lebih memilih untuk mengerjakan kegiatan
lainnya. Sehingga diperlukan beberapa inovasi untuk meningkatkan minat
dan antusiasme masyarakat. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara
yang peniliti lakukan bersama informan berikut ini:
“Susah nian masyarakat diajak kumpul untuk penyuluhan, mungkin
kalo ado cak doorprize atau hadiah baru mereka galak”(B1).
“Kami ado inovasi Jum’at berantas jentik, yang biasanya di share
di status WA. Isinya ajakan untuk melakukan PSN, jadi gak perlu
harus turun lapangan”(B2).

Seiring dengan hasil penelitian dan observasi langsung yang


dilakukan peneliti, diketahui bahwa Puskesmas sudah mengupayakan
untuk berinovasi supaya masyarakat lebih tertarik untuk berperan aktif
dalam kegiatan ini. Salah satu contohnya adalah melakukan semacam
lomba untuk kelurahan yang memiliki angka bebas jentik tertinggi akan
mendapatkan hadiah. Dan juga Puskesmas berinovasi melakukan promosi
kesehatan melalui media elektronik seperti WhatsApp, karena di zaman
saat ini masyarakat lebih banyak aktif di sosial media daripada aktif dunia
sosial yang nyata. Sehingga terobosan untuk melakukan promosi
kesehatan melalui media elektronik WhatsApp, status Facebook dan lain-
lain.
62

4.6.5 Product Program PSN


A. Cakupan Rumah yang Diperiksa (Minimal 80%)
Keberhasilan suatu program yang baik akan dinilai dari
implementasinya, yaitu seberapa erat berpegang pada tujuan dan strategi
yang telah ditetapkan. Jika program ini sukses, akan menjadi contoh yang
bisa diikuti oleh program lain.
Berikut ini hasil wawancara kepada informan mengenai cakupan
rumah yang diperiksa :
“Cakupan rumah yang diperiksa belum mencapai 100%”(P1).

“Sampai pertengahan tahun 2022 ini cakupan rumah yang diperiksa


belum mencapai 100%”( P4).

Berdasarkan hasil wawancara peneliti bersama informan di ketahui


bahwa Puskesmas tersebut telah memiliki rekapitulasi laporan kegiatan
rumah yang dikunjungi, tetapi cakupanya belum mencapai 80% dari
standar keberhasilan yang ditetapkan. Hal ini masih menjadi evaluasi bagi
instansi terkait karena program PSN ini merupakan program lama tetapi
masih belum diimplementasikan secara maksimal.
Hal ini sejalan dengan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti
pada data pelaporan yang ada di Puskesmas menunjukkan bahwa cakupan
rumah yang diperiksa ppada tahun 2022 di Puskesmas Sukarami
berjumlah 334 rumah (65,5%). Untuk Puskesmas Taman Bacaan
berjumlah 18.326 rumah (71%), Puskesmas 23 Ilir berjumlah 1.802 (70%)
dan Puskesmas Sei Selincah berjumlah 6.689 (72,5%).
Belum terpenuhinya cakupan rumah yang diperiksa ini
kemungkinan karena beberapa hal. Dari aspek-aspek dalam program PSN
yang meliputi konteks yang menyebutkan bahwa sasaran program yang
merupakan masyarakat kurang antusias mengikuti kegiatan dikarenakan
program atau kegiatan yang ditawarkan oleh pihak Puskesmas kurang
menarik.
Kemudian ada aspek input yang diantaranya adalah SDM yang
tersedia dan sarana prasarana penunjang kegiatan. SDM sudah memenuhi
kualifikasi pendidikan, namun beberapa hal yang menajdi sorotan adalah
63

pengadaan pelatihan dari pihak pembuat kebijakan dalam hal ini adalah
Dinas Kesehatan terkait untuk SDM tersebut tidak spesifikasi mengenai
PSN tidak ada. Sehingga bidang keilmuan yang spesifik tentang PSN
menjadi bias. SDM juga terkendala dengan cakupan wilayah kerja yang
luas tidak sebanding dengan tenaga SDM yang tersedia, baik SDM dari
Puskesmas maupun SDM dari kader jumantik.
Pada aspek proses juga ada yang menjadi perhatian yaitu proses
pengorganisasian. Dimulai dari pengkaderan yang mengeluhkan tentang
upah yang diberikan tidak sebanding dengan beban kerja kader. Sehingga
kader bekerja juga tidak maksimal untuk melakan tugasnya sebagai kader
jumantik. Kemudian pada kegiatan pemberantasan jentik, kurang adanya
koordinasi petugas untuk menerapkan sanksi tegas bagi masyarakat yang
tidak melakukan kegiatan pemberantasan jentik yang sudah ditetapkan
oleh Puskesmas. Dan upaya fogging yang seharusnya sudah tidak efektif
lagi diterapkan pada program DBD masih terus dilakukan oleh petugas
Puskesmas, sehingga membentuk stigma di masyarakat bahwa fogging
merupakan cara ampuh memerangi DBD. Dan aspek penyuluhan
kesehatan yang masih monton dilakukan membuat masyarakat jenuh dan
bosan mengikuti kegiatan tersebut.
Hal-hal tersebut yang mempengaruhi hasil atau keluaran dari
produk PSN tidak maksimal bahkan sama sekali tidak memenuhi
indikator keberhasilan program PSN.
4.7 Pembahasan
4.7.1 Context Program PSN
A. Sasaran Program
Strategi yang digunakan untuk mengukur keberhasilan sejalan
dengan rencana berpusat pada tujuan. Petunjuk teknis tersebut digunakan
untuk menentukan sasaran, yang kemudian diterapkan di lapangan.
Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas di kota Palembang menjadi
tujuan dari program pemberantasan sarang nyamuk.
Berdasarkan temuan yang diperoleh peneliti diketahui bahwa
masyarakat yang menjadi sasaran di 4 lokasi Puskesmas dengan jumlah
64

masing-masing: Puskesmas Sukarami mencakup 2 kelurahan yaitu


Kelurahan Kebun Bunga dan Kelurahan Sukarami dengan 123 RT dan
27 RW dan jumlah masyarakat 56.034 orang. Untuk Puskesmas Taman
Bacaan memiliki wilayah kerja 3 kelurahan yaitu Kelurahan Tangga
Takat, 16 Ulu dan Kelurahan Sentosa dengan 150 RT dan 37 RW serta
jumlah masyarakat sebanyak 53.416 orang. Puskesmas 23 Ilir memiliki
2 wilayah kerja yaitu Kelurahan 23 Ilir dan Kelurahan 24 Ilir dengan 56
RT dan 17 RW serta jumlah masyarakat sebanyak 26.421 orang. Dan
Puskesmas Sei Selincah memilki 2 wilayah kerja yaitu Kelurahan Sei
Selincah dan Kelurahan Sei Lais dengan 78 RT dan 21 RW serta jumlah
penduduk sebanyak 33.897 orang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui
bahwa masyarakat di 4 Puskesmas ini ikut berpartisipasi dalam kegiatan
3M kolaboratif di lingkungan serta Puskesmas telah memberikan fasilitas
berupa abate, Puskesmas berperan sebagai fasilitator bagi masyarakat.
Menurut Dirjen P2PL (2016) menyebutkan bahwa gerakan satu
rumah satu jumantik yang diberdayakan keluarga dan masyarakat
menjadi fokus upaya pemberantasan sarang nyamuk. Inisiatif-inisiatif ini
diharapkan akan meningkatkan kesehatan masyarakat dan menurunkan
prevalensi penyakit demam berdarah. Sehingga kegiatan ini berfokus
untuk memberdayakan masyarakat, keaktifan dan kolaborasi masyarakat
bersama petugas kesehatan dan lintas sector menjadi peran utama pada
kegiatan PSN ini (Melviana & Rafika, 2019).
Pada penelitian ini masyarakat yang menjadi sasaran program
memiliki latar belakang yang beragam, baik dari segi pendidikan,
pekerjaan, dan status sosial di masyarakat. Menurut Boonchutima (2017)
menyatakan bahwa paparan informasi mengenai PSN kepada masyarakat
luas sangat penting dalam meningkatkan kesadaran dan pengetahuan cara
mencegah dan mengontrol penyakit DBD. kunjungan aktif coordinator
jumantik menjadi factor pengungkit meningkatnya pengetahuan, sikap
dan tindakan masyarakat (Ambarita, 2019).
Temuan penelitian ini sejalan dengan penelitian Winardi (2016)
yang menemukan bahwa masyarakat menjadi fokus gerakan 3m plus
65

program eliminasi sarang nyamuk. Menurut penelitian Faizah dari tahun


2018, masyarakat menjadi tujuan program karena telah diberikan
kemampuan untuk membantu menjalankan program ini.
Agar suatu program dapat diterima dan dipahami oleh kelompok
sasaran perlu dilakukannya upaya intervensi promosi ke masyarakat.
Program PSN salah satunya adalah 1 rumah 1 jumantik, sehingga pada
setiap rumah tugas pemeriksaan jentik ditanggung jawabi oleh anggota
keluarga yag ditunjuk tersebut (Adnan & Siswani, 2019). Kemudian
pendampingan untuk membantu supervisor serta koordinator jumantik
agar lebih memahami konsep gerakan 1 rumah 1 jumantik.
Motor penggerak di masyarakat biasanya seseorang yang dianggap
tokoh panutan atau orang yang di tuakan di daerah tempat tinggal
tersebut. Opini-opini tokoh masyarakat seperti penerapan PSN yang
dilakukan oleh tokoh penutan, ini kan menjadi bahan percontohan bagi
masyarakat (Karmila, 2009). Pada penelitian ini selain peneliti
menawarkan untuk ditunjuk 1 rumah 1 jumantik, juga peneliti berpikir
bahwa peranan tokoh masyarakat dilingkungan tempat tinggal
masyarakat harus di rangkul untuk bersama-sama menjalankan program
PSN ini. Sesuai dengan penelitian Bahtiar (2012) bahwa dalam suatu
kelompok masyarakat yang cenderung masih mempunyai tokoh panutan
sehingga penyebar luasan informasi lebih mudah diterima dan dipahami
masyarakat. Karena tokoh panutan lebih memiliki kedekatan dan
hubungan emosial yang baik dengan masyarakat langsung daripada
petugas Puskesmas.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa RT/RW yang menjadi wilayah
kerja Puskesmas memiliki jumlah yang banyak dan luas. Hal ini mampu
di implementasikan untuk menunjuk setiap RT/RW di wilayah tersebut
menjadi perpanjangan tangan dari Puskesmas untuk menjalankan
program PSN. Amanah yang di emban dari RT/RW ataupun kelurahan
dirasa mampu untuk mempengaruhi masyarakatnya.
Berdasarkan temuan penelitian yang telah diuraikan di atas, dapat
disimpulkan bahwa masyarakat merupakan tujuan dari program
66

pemberantasan sarang nyamuk dengan memberdayakan mereka melalui


aksi 3 m plus untuk membantu meminimalkan lokasi perkembangbiakan
nyamuk dalam rangka menurunkan jumlah kasus DBD. Dan peran dari
tokoh masyarakat diperlukan untuk menggerakan masyarakat berperan
aktif dalam mengikuti program PSN ini.

4.7.2 Input Program PSN


A. Sumber Daya Manusia
Efektivitas suatu program tergantung pada sumber daya manusianya
karena keberhasilan program akan tergantung pada sumber daya
manusianya. Program akan berjalan efektif jika tersedia sumber daya
manusia yang berkualitas (Badrujaman, 2018). Pengelola program DBD,
pengelola program kesehatan, pengelola program surveilans, serta kader
jumantik dan masyarakat merupakan salah satu SDM yang mengelola
program pemberantasan sarang nyamuk di empat Puskesmas di Kota
Palembang. Rata-rata latar belakang pendidikan pengelola program DBD
di 4 Puskesmas tersebut adalah S1 Keperawatan, D3 Kesehatan dengan
tim pengelola program kesling dan pengelola program survelians
memiliki latar belakang pendidikan S1 kesehatan masyarakat dengan
peminatan Kesehatan Lingkungan dan Epidemiologi.
Menurut Dirjen P2PL (2011) menyatakan bahwa tenaga kesehatan
harus memiliki pendidikan minimal D3 bidang kesehatan baik di tingkat
kabupaten maupun puskesmas. Tetapi tidak hanya itu, kualifikasi
pendidikan khusus harus ada dalam menangani DBD yang merupakan
vektor dari binatang pembawa penyakit, sesuai dengan PMK Nomor 50
tahun 2017 tentang standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang pembawa penyakit
serta pengendaliannya, menyatakan bahwa tenaga P2M pada Puskesmas
tempat penleitian belum memenuhi standar dimana dijelaskan bahwa
dalam penyelenggaraan pegendalian vektor dan binatang pembawa
penyakit dibutuhkan sumber daya mansia berupa tenaga yang memiliki
keahlian dibidang entomologi kesehatan.
67

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Natalia (2012) menemukan


bahwa masih banyak Puskesmas yang tidak memiliki fungsional
entomology maupun epidemiolog sehingga pelaksanaan program
pengendalian DBD di Puskesmas tersebut dilaksanakan oleh tenaga
sanitarian atau promosi kesehatan. Yang idealnya setiap Puskesmas harus
mempunyai masing-masing satu tenaga entomolog, epidemiolog,
sanitarian dan promosi kesehatan.
Selain pendidikan formal yang ditempuh petugas Puskesmas dari
jenjang D3 ataupun S2 yang terindentifikasi dari penelitian ini. Adanya
pelatihan yang merupakan fasilitas yang diberikan oleh suatu instansi
pekerjaan yang berhubungan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku
serta telah direncanakan oleh instansi tersebut tentang pelatihan yang
akan diberikan kepada peserta. Tidak semua orang dapat mengikuti
pelatihan karena memerlukan persyaratan tertentu sehingga hanya peserta
tentu yang perlu mendapatkan pelatihan (Kasmir, 2016).
Pada penelitian ini, belum ditemukan adanya penelitian yang khusus
bagaimana memaksimalkan program PSN. Mengingat program PSN
bersifat pemberdayaan, sehingga petugas Puskesmas perlu dilakukan
pelatihan khusus bagaimana cara memberdayakan, merekrut masyarakat
menjadi kader serta meningkatkan antusiasme masyarakat untuk turut
aktif pada program PSN ini. Kegiatan yang diselenggarakan oleh pembuat
kebijakan di atas Puskesmas dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan Kota
Palembang hanya memberikan fasilitas berupa seminar dan workshop
yang bersifat administrasi bukan teknis. Seminar itupun membahas secara
umum penyakit DBD, dan menurut hasil penelitian seminar ini juga sudah
lama tidak dilaksanakan dari tahun 2019 sampai tahun 2022 ini. Padahal
dalam penelitian Muzakkir (2012) menyatakan bahwa terdapat hubungan
antara pelatihan dengan kinerja petugas kesehatan. Perbedaan kinerja
program PSN yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu pelatihan.
Jumlah SDM baik petugas Puskesmas dan kader jumantik yang
turun di masyarakat juga tidak seimbang dengan luas wilayah kerja dan
jumlah masyarakat yang ada. Pada penelitian ini menyebutkan bahwa
68

kader jumantik setiap Puskesmas berjumlah 4 sampai 5 orang, dan


memegang hampir 2 sampai 4 kelurahan dengan jumlah masyarakat yang
mencapai 500 sampai 1.000 orang lebih. Hal ini sangat tidak sesuai beban
kerja dengan ketersediaan SDM yang menjalankannya. Dengan jumlah
tenaga yang tidak memadai pelaksanaan kegiatan program PSN tidak
maksimal karena pelayanan yang baik juga ditentukan oleh jumlah tenaga
yang menanganinya. Untuk dapat menjalankan pelayanan kesehatan yang
bermutu dibutuhkan jenis dan jumlah tenaga yang sesuai dengan beban
kerja (Kusumo, 2014).
Menurut penelitian Wilujeng (2016), pengelola program bekerja
sama dengan kader kesehatan mengelola program pemberantasan sarang
nyamuk. Menurut penelitian Anita (2015), kader jumantik yang
mengelola pemberantasan sarang nyamuk ini mendukung pengelola
program DBD di puskesmas. Tenaga kesehatan yang berperan sebagai
fasilitator harus mampu menawarkan sumber daya dan motivasi
masyarakat. Fasilitas harus tersedia untuk memfasilitasi upaya
pemberantasan sarang nyamuk, dan masyarakat harus didorong untuk
lebih sadar dan terlibat dalam pelaksanaan program..
B. Sarana dan Prasarana
Komponen terpenting yang mendukung pelaksanaan program
pemberantasan sarang nyamuk adalah sarana dan prasarana. Persentase
keberhasilan program pemberantasan sarang nyamuk dapat dipengaruhi
oleh ketersediaan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana mengacu
pada kumpulan alat, perabot, dan perlengkapan yang secara khusus
digunakan dalam suatu program atau kegiatan.
Menurut Dirjen P2PL (2011) pengadaan sarana dan prasarana,
seperti rompi, tas kerja, alat tulis, senter, plastik jentik, dan serbuk abate,
untuk membantu upaya pemberantasan sarang nyamuk. Puskesmas
Sukarami, Puskesmas Taman Bacaan, Puskesmas 23 Ilir, dan Puskesmas
Sei Selincah telah melakukan upaya pengadaan gedung dan prasarana
untuk operasionalisasi program pemberantasan sarang nyamuk.
Untuk sarana prasarana yang terdapat pada lokasi penelitian sudah
69

dimiliki, tetapi belum lengkap dan jika mengacu pada Petunjuk Teknis
Implementasi PSN 3M Plus Dengan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (Dirjen
P2PL, 2016). Beberapa alat ada yang rusak tidak bisa digunakan lagi dan
bahkan ada yang sama sekali tidak dimiliki, seperti Miroskop jentik,
Hemositometer, Pipet Leukosip, manset anak, dan Pipet Hb. Untuk
pengadaan bubuk abate yang dibagikan pada masyarakat setiap kegiatan
PSN pun, kadang tidak tersedia karena belum mendapatkan drop dari
Dinas Kesehatan. Sehingga saat PSN berlangsung masyarakat yang
membutuhkan bubuk abate tidak mendapatkan. Mungkin disini muncul
persepsi masyarakat jika program PSN ini tidak maksimal dijalankan dan
sekedar hanya formalitas saja (Rahmat, 2016).
Pada penelitian ini juga menemukan bahwa Puskesmas yang
menjadi lokasi penelitian belum memilki SOP khusus untuk pelaksanaan
program PSN. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Faizah (2018)
bahwa setiap program DBD menggunakan fasilitas penunjang, dan setiap
kegiatan wajib memiliki SOP, yaitu prosedur baku yang harus diikuti
dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Jika prosedur ini diikuti, maka
akan menghasilkan koordinasi yang lancar, tidak tumpang tindih, dan
berkembangnya hubungan kerja yang harmonis.
Sedangkan pelaksanaan kegiatan PSN di lokasi penelitian
menggunakan petunjuk buku yang dibagikan oleh Dinas Kesehatan ketika
melakukan seminar. Dan dari hasil observasi yang dilakukan untuk
melihat isi buku tersebut, masih banyak rujukan lama yang digunakan.
Sehingga bidang keilmuan khusus untuk pelaksanaan PSN belum
berkembang. Dan strategi-strategi yang perlu didapatkan petugas
pemegang program DBD untuk melakukan pengkaderan juga belum
tersedia.
Pada penelitian Sari et all (2022) menyebutkan bahwa standar
operasional yang baku untuk kegiatan PSN wajib dimiliki oleh setiap
Puskesmas. SOP itu bersifat keharusan, karena setiap program yang
dijalankan memiliki panduan atau pedoman yang apabila
diimplementasikan sesusai dengan petunjuk maka hasil akan maksimal
70

dan begitu juga sebaliknya. Setiap pelaksana program mengetahui


perannya dalam SOP dan dapat menggunakan semua pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki untuk merapkan SOP secara aman dan efektif
serta dapat dipertanggung jawabkan (Budiharjo, 2014).
Menurut penelitian Kusumo (2014), ketersediaan sarana dan
prasarana secara kuantitas dan kualitas yang baik sangat penting bagi
terselenggaranya program kesehatan karena merupakan alat bantu untuk
mencapai tujuan program. Dan struktur birokrasi dalam penelitian ini
adalah Standar Operasional Prosedur (SOP) dan pembagian tugas yang
jelas dalam pelaksanaan program di Puskesmas (Sari, 2013).

4.7.3 Process Program PSN


A. Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan cara kerja kader jumantik pada
petunjuk pelaksanaan teknis PSN dan ketentuan-ketentuan lain yang
berlaku di wilayah kerja (Dirjen P2PL, 2016). Menurut kemenkes RI
(2018) kader jumantik merupakan orang yang melakukan pemeriksaan,
pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk khususnya jentik
nyamuk aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa proses pemilihan
kader jumantik dilakukan oleh aparatur desa dan RT/RW setempat.
Sedangkan peranan dari petugas Puskesmas adalah mengedukasi
masyarakat serta memantau jalannya kegiatan. Tugas dari kader
jumantik meliputi pemeriksaan jentik dan menghimbau masyarakat
untunk melakukan kegiatan 3M Plus (Winardi, 2016).
Kader jumantik direkrut berdasarkan usulan atau musyawarah
aparatur desa, RT/RW setempat dengan kriteria yaitu: merupakan
warga dari kelurahan setempat, mampu menjalankan tugas, mampu
bertanggung jawab, mampu menjadi motivator, dan mampu bekerja
sama dengan Puskesmas dan tokoh masyarakat di lingkungannya
(Ambarita, 2019).
71

Kader juamntik ini juga merangkap tugas menjadi kader posyandu,


sehingga memiliki tanggung jawab ganda yang harus dijalankan.
Ketika menjalankan tugas sebagai kader jumantik, mendapatkan upah
yang yang diterima berasal dari anggaran Puskesmas. Tetapi, untuk
tahun 2020 sampai saat ini tahun 2022 Puskesmas tidak lagi
menganggarkan upah kepada kader jumantik karena pemakaian
anggaran BOK hanya untuk Standar Pelayanan Minimal saja
(Permenkes No.3, 2022). Sehingga saat ini kader jumantik menerima
upah dari anggaran kelurahan setempat dengan besaran Rp.50.000 yang
dibayarkan setiap 6 bulan.
Hal ini memungkinkan beban kerja yang berganda sebagai kader
jumantik dan kader posyandu tidak sesuai dengan upah yang berikan
(Sarifa & Magdalena, 2021). Faktor pekerjaan meliputi tugas, tanggung
jawab, beban kerja yang berat dan bervariasi serta konflik peran
termasuk yang mempengaruhi kualitas pekerjaan yang dijalankan oleh
seseorang (Mosadeghrad, 2014).
Pada penelitian ini didapatkan bahwa keluhan dari kader jumantik
adalah beban kerja yang banyak dengan anggota kader yang tidak
sesuai sehingga terkadang salah satu kegiatan dijalankan hanya
sekedarnya saja. Apalagi ditambah dengan upah yang dibayarkan
tersebut hanya cukup untuk transportasi saja.
Sehingga jika dalam menjalankan program PSN di masyarakat tidak
maksimal. Sebagai pemegang program dan pemegang kebijakan yang
setingkat lebih tinggi, tidak bisa secara sebelah pihak menyalahkan
pada peran masyarakat saja. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa,
program PSN ini sudah sangat baik jika dijalankan sesuai dengan SOP,
tetapi dalam pelaksanaan dari pengorganisasian dan unsur-unsur di
dalamnya tidak tegas mengatur pembagian peran kader yaitu pemisahan
antara kader jumantik dan kader posyandu sehingga lebih terfokus
dengan beban kerja masing-masing (Andi Susilawaty, 2022).
72

B. Pemberantasan Jentik
Pengendalian vektor sangat penting untuk mencegah penyakit
DBD. Pada dasarnya, kegiatan menghilangkan sarang nyamuk terdiri
dari menguras bak mandi, mematikan sumber air, merapikan halaman,
menutup lubang pohon, dan membersihkan genangan air dari atas
rumah (Kemenkes RI, 2013). Pemberantasan jentik adalah praktik yang
yang dilakukan dengan kunjungan ke rumah-rumah penduduk dan
mencari tempat perkembangbiakan nyamuk untuk mengidentifikasi
media atau wadah yang dapat digunakan sebagai tempat berkembang
biak. (Dirjen P2PL, 2016).
Masyarakat, kader jumantik, dan puskesmas diakui terlibat dalam
pemberantasan jentik berdasarkan temuan penelitian yang dilakukan
peneliti. Menutup, mengubur, dan mengeringkan area yang berpotensi
menjadi tempat berkembang biak nyamuk (Anita, 2015).
Sebagian besar puskesmas ini menghadapi tantangan dalam
upaya pemberantasan sarang nyamuk, antara lain kurangnya kesadaran
dan keterlibatan masyarakat serta ketidakmampuan masyarakat
melakukannya karena mereka sibuk bekerja. Tetapi dalam penelitian
ini peneliti menyoroti bahwa ketidakikutsertaan masyarakat dalam
kegiatan PSN adalah karena kegiatan PSN terlalu monton
tanpadadaanya inovasi terbarukan yang menyesuaikan dengan kondisi
masyarakat pada saat ini. Inovasi kegiatan PSN akan memunculkan
ketertarikan masyarakat pada program tersebut (Astuti et all, 2022).
Puskesmas harus menerapkan inovasi yang menarik perhatian
masyarakat, seperti mengadakan lomba daerah dengan jumlah jentik
paling sedikit, untuk meningkatkan pengetahuan dan keterlibatan
masyarakat. Desa yang dinyatakan bebas jentik oleh puskesmas akan
mendapatkan reward. Penghargaan bisa berupa piagam, sertifikat, piala,
dan uang sekolah. Desa yang dianggap bebas jentik juga bisa menjadi
contoh bagi masyarakat lain dan berkembang menjadi tujuan wisata
populer, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan penduduk
setempat.
73

Jika dilihat dari data Dinas Kesehatan Kota Palembang terbaru


tahun 2022 didapati bahwa kejadian DBD ini banyak menyerang pada
anak-anak usia sekolah. Hal tersebut bisa menjadi pemikiran inovasi
bagi pemegang program. Seperti mengadakan kegiatan lomba untuk
anak-anak sekolah sebagai “Jumantik Kecil”. Karena jika dilihat usia
anak sekolah masih mudah untuk mendapatkan pengarahan dan
memotivasi anak-anak sekolah untuk turut serta dalam pengabdian
masyarakat melalui pemberantasan jentik (Nuning & Kasman, 2022).
Menurut Dirjen P2PL (2016) yang memberikan petunjuk teknis
pelaksanaan PSN 3m plus dengan gerakan jumantik 1 rumah 1,
koordinator jumantik melakukan kunjungan rumah/gedung
berdasarkan data yang ada dan mengkomunikasikan dengan warga
tentang penyakit DBD, cara penularannya, dan cara pencegahannya.
Tugasnya antara lain memeriksa tempat berkembang biak nyamuk,
termasuk vas bunga, tempat minum burung, botol plastik, kaleng, ban
bekas, dan drum.
Menurut Amroni (2018), tantangan dalam melaksanakan kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk antara lain sukar untuk meminta
bantuan masyarakat karena individu sibuk dengan pekerjaannya dan
ada juga yang tidak mau berpartisipasi. Peneliti mengidentifikasi
penyebab masyarakat tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan ini
adalah kegiatan yang ditawarkan kurang menarik, masih menggunakan
cara-cara lama dalam melakukan penyuluhan, alat dan bahan yang
digunakan dalam kegiatan banyak yang tidak tersedia serta kegiatan ini
belum terfokus pada tujuan hanya formalitas untuk kepentingan
laporan.
Pada penelitian ini juga menerangkan bahwa masyarakat malah
lebih tertarik pada kegiatan fogging yang dilakukan Puskesmas ketika
ada pelaporan kejadian DBD di wilayah tersebut yang sebelumnya
sudah dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan penunjang laboratorium.
Fogging hanya efektif untuk membunuh nyamuk dewasa dengan
radius 100-200 m (Ivonela, 2018 dalam Ilham, 2022). Sedangkan
74

kegiatan PSN ini berfokus pada pemberantasan sarang dan jentik


nyamuk. Oleh karena itu pengadaan kegiatan fogging tidak tepat
dikombinasikan dengan kegiatan PSN. Fogging banya dapat
memutuskan mata rantai penularan DBD dengan mengendalikan
nyamuk dewasa yang mengandung virus Dengue. Selain itu jenis
insektisida yang digunakan untuk fogging harus berganti untnuk
menghindari terjadinya resistensi pada nyamuk (Sejati, 2015).
Aplikasi insektisida yang digunakan pada saat fogging dalam
jangka waktu lama disatuan ekosistem akan menimbulkan terjadinya
resistensi. Selain itu bahay fogging dapat menggangggu saluran
pernapasan manusia dan efek buruk lain terhadap serangga non target
dilingkungan (Thilanka, 2017). Stigma di masyarakat yang berpikir
bahwa fogging adalah suatu tindakan yang efektif untuk memberantas
DBD harus diubah. Karena penggunaan fogging untuk pemberantasan
DBD masuk dalam kategori yang tidak efektif menurut Who tahun
2018.
C. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan merupakan kegiatan yang meningkatkan
kesadaran masyarakat akan DBD. Bisa dilakukan di kelompok
dasawisma, arisan, perkupulan warga RT/RW setempat, arisan,
pengajian, dan lainnya (Dirjen P2PL, 2016).
Berdasarkan temuan penelitian, pengelola program DBD dengan
pendampingan pengelola program kesehatan, surveilans, dan program
promosi kesehatan, melakukan penyuluhan kesehatan ke rumah-rumah
warga, saat adanya kegiatan penyelidikan epidemiologi dan PSN. Akan
tetapi, melihat masyarakat yang tetap kurang tertarik untuk berkumpul
saat dilakukan penyuluhan menjadi bahan pembahasan bagi peneliti.
Mungkin dengan metode lain penyuluahan dapat dilakukan
seperti menggunakan media eletronik, visual ataupun audio. Dapat di
implementasikan dalam bentuk pembuatan situs oleh instansi yang
terkait seperti: di Instagram, WhatsApp, Facebook dan lainnya
(Madonna et all, 2021). Pentingnya penyuluhan kesehatan berbasis
75

media digital dalam penyampaian informasi kepada sasaran dalam


format visual, audio maupun kolaborasi keduanya menentukan
terciptanya proses komunikasi yang berkualitas, karena media digital
saat ini tidak saja menjadi saluran komunikasi searah tetapi juga
memungkinkan terjadi interaksi dua arah antara penyuluh kesehatan
dengan sasaran (Handnyanawati, 2017).
Program DBD akan dikelola lebih cepat dan dengan biaya lebih
sedikit berkat pelaksanaan tugas secara simultan. Pencegahan penyakit
DBD, kegiatan 3M Plus, dan pemberantasan jentik nyamuk menjadi
salah satu materi penyuluhan kesehatan yang dibagikan. Keterlibatan
masyarakat dan masyarakat merupakan tantangan dalam pendidikan
kesehatan karena sulit untuk dikumpulkan.
Menurut penelitian Wilujeng (2016), aktif mengedukasi
masyarakat tentang kesehatan merupakan tahapan yang paling krusial
dalam upaya pemberantasan sarang nyamuk. Penyuluhan terus-
menerus diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
risiko yang terkait dengan DBD dan pentingnya menghilangkan tempat
berkembang biak nyamuk. Penanggung jawab promosi kesehatan dan
penanggung jawab DBD melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan
dan kegiatan penyuluhan dilakukan di posyandu dan tempat umum
lainnya.
Pada penelitian ini penyuluhan kesehatan sudah tepat dilakukan,
mungkin dibutuhkan inovasi lain yang membuat masyarakat lebih
minat mengikuti program yang direncanakan. Jika pemegang program
DBD tidak menjadikan ini sebagai bahan evaluasi maka kegiatan PSN
tidak dapat berjalan. Karena meskipun kegiatan PSN ini meberdayakan
masyarakat, akan tetapi jika program yang ditawarkan tidak mengikuti
perkembangan zaman yang saat ini, maka program tersebut tertinggal
(Marlinda & Nofi, 2022).
4.7.4 Product Program PSN
Tujuan suatu produk adalah untuk mengukur, mengevaluasi
keberhasilan program, mengumpulkan deskripsi evaluasi keluaran, dan
76

menghubungkan semuanya secara objektif untuk menentukan apakah


suatu program layak (Badrujaman, 2018).
Menurut Dirjen P2PL (2016) cakupan rumah yang diperiksa
(setidaknya 80% dari cakupan yang ditargetkan) adalah produk
sampingan atau hasil dari tindakan pemberantasan sarang nyamuk.
Rekapitulasi data pengelola program DBD menunjukkan cakupan
rumah yang dievaluasi.
Berdasarkan temuan penelitian, kurangnya keterlibatan
masyarakat dan fakta bahwa kasus demam berdarah yang terus
meningkat di wilayah kerja Puskesmas menunjukkan bahwa tujuan
program pemberantasan sarang nyamuk belum tercapai. Jika
masyarakat mendapat informasi dan berpartisipasi aktif dalam
keberlanjutan kampanye pemberantasan sarang nyamuk, maka tujuan
program akan tercapai. Karena program pemberantasan sarang nyamuk
bersifat pemberdayaan, maka keterlibatan masyarakat diperlukan untuk
memanfaatkannya secara maksimal.
Cakupan rumah yang diperiksa berdasarkan kepala keluarga
tahun 2022 untuk wilayah kerja Puskesmas Sukarami belum tercapai
karena cakupan rumah yang diperiksa belum mencapai 80%. Begitupun
dengan Puskesmas Taman Bacaan, Puskesmas 23 Ilir dan Puskesmas
Sei Selincah belum memenuhi target capaian sebesar 80%. Pengelola
program DBD di Puskesmas-Puskesmas ini mengalami kendala, yaitu
berupa cakupan wilayah kerja yang cukup luas dan tidak sebanding
dengan jumlah pengelola program DBD yang tersedia. Akibatnya, sulit
untuk memeriksa larva nyamuk yang masih ada di rumah penduduk.
Berbagai inisiatif telah dilakukan untuk mengatasi masalah ini dengan
memungkinkan kader dan masyarakat untuk membantu pemeriksaan
rumah, tetapi pada kenyataannya, beberapa orang memilih untuk tidak
ikut karena mereka bekerja dan mencari nafkah. Karena itu,
mengandalkan data kepala keluarga untuk melihat cakupan
pemeriksaan rumah dinilai tidak maksimal.
77

Hal ini tidak sesuai dengan penegasan Dirjen P2PL (2011) bahwa
salah satu cara untuk mengukur keberhasilan upaya pemberantasan
sarang nyamuk adalah dengan melihat persentase rumah yang
dikunjungi minimal 80% dari jumlah yang diproyeksikan.
Amroni (2018) menyatakan bahwa pemeriksaan rumah dilakukan
setiap tiga bulan sekali. Puskesmas melakukan tugas ini dengan dibantu
oleh kader dan warga sekitar untuk mencari tempat perkembangbiakan
nyamuk. Selain itu, penelitian Wilujeng (2018) yang menunjukkan
bahwa tempat tinggal yang tidak dikelola akan mendorong
perkembangbiakan jentik nyamuk, hal ini juga berkontribusi pada
peningkatan kasus demam berdarah.
4.8 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan semaksimal mungkin, namun masih
ditemui keterbatasan. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah
responden atau informan kunci yaitu Kepala Dinas Kesehatan Kota
Palembang tidak bisa diwawancara, karena alasan kesibukan kerja dan
sulit untuk mencari waktu yang tepat. Tetapi hal ini tidak mengurangi
kualitas penelitian, sebab responden dapat diwakilkan oleh Kepala
Bidang P2P Dinas Kesehatan Kota Palembang, sehingga informasi
yang ingin didapatkan oleh peneliti bisa terpenuhi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Secara umum, Program Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam
Berdarah (PSN) di Kota Palembang secara umum belum maksimal
dijalankan, masih banyak kendala yang dihadapi mulai dari SDM pemegang
program DBD yang tidak sesuai kualifikasi pendidikan, sarana prasaran yang
tidak memadai, pengorganisasian yang terkendala anggaran, SOP khusus
pemberantasan sarang nyamuk yang belum dimiliki, dan kurangnya inovasi
dalam melakukan penyuluhan kesehatan dan menjalankan program PSN.
Sehingga minat dan antusiasme masyarakat yang menjadi sasaran program
tidak dapat digerakkan.
5.2 Saran
Adapun beberapa saran yang dapat peneliti berikan sebagai
rekomendasi berdasarkan temuan dalam penleitian ini:
1. Bagi Pihak Puskesmas
A. Mengusulkan kepada Dinas Kesehatan Kota Palembang untuk
melakukan kajian ulang kepemilikan SOP disetiap Puskesmas untuk
menjalankan PSN.
B. Mengkaji ulang mengenai anggaran yang digunakan untuk program
pemberantasan sarang nyamuk.
C. Meningkatkan koordinasi, keterlibatan, dan pemberdayaan
masyarakat melalui berbagai macam inovasi seperti Pengembangan
Jumantik Kecil di sekolah-sekolah, mengadakan perlombaan desa
bersih dan bebas jenting nyamuk, serta inovasi dalam melakukan
penyuluhan kesehatan di masyarakat.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Kajian ini dapat diperluas dengan berkonsentrasi pada pemangku
kebijakan dan pemegang program DBD di Puskesmas untuk mengkaji
pada sistem birokrasi yang jelas diterapkan pada program pemberantasan
sarang nyamuk.

78
DAFTAR PUSTAKA

Adellia, Y., & Prajawinanti, A. (2021). Implementasi Model Evaluasi CIPP Pada
Pelaksanaan Program Kelompok Belajar TBM Leshutama Era Pandemi
Covid-19. Pustaka Karya, 9(2), 14–28.

Adnan,A,B., & Siswani, S. (2019). Peran Kader Jumantik Terhadap Perilaku


Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Wilayah Kerja Kelurahan Tebet Timur Tahun 2019. Jukmas, 3 (204-
218), 204-218.

Ambarita, L.P., Salim,M.,Sitorus, H., & Mayasari, R. (2019). Pengetahuan, Sikap


dan Perilaku Masyarakat Tentang Aspek Pencegahan dan Pengendalian
Demam Berdarah Dengue di Kota Prabumulih, Sebelum dan Sesudah
Intervensi Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Vektor Penyakit, 14(1), 9-16.

Aminah & Roikan. (2019). Pengantar Metode Penelitian Kualitatif Ilmu Politik.
Jakarta Timur: Kencana.

Amroni, Afandi, Hanafi. (2018). Evaluasi Program Pencegahan dan Pengendalian


Kasus Demam Berdarah Dengue di Dinas Kesehatan Kota Pekan Baru.
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Vol 7 No. 2, 70-88.

Anderson, S.B & Ball, S. (1978) (Dalam Farida, 2000). The Proffesion and Practice
of Program Evaluation. San Fransisco: Jossy Bass.

Anggraini. (2021). Aedes aegypti sebagai Vektor Demam Berdarah Dengue


Berdasarkan Pengamatan di Alam.

Anita, Khiori, Indriaswati. (2015). Evaluasi Program Pengendalian Penyakit


Demam Berdarah Dengue Tahun 2015 (Perbandingan antara Puskesmas
Patrang dan Puskesmas Rambipuji Kabupaten Jember). Jurnal IKESMA
Vol12 No 2, 120-130.

Arif,H.,Yusuf. (2018) Pemahaman Manajemen Sumber Daya Manusia.Jakarta: PT


Buku Seru.

Asfaroh, J. A., Rosana, D., & Supahar. (2017). Development of The Evaluation
Instrument Use CIPP on The Implementation of Project Assessment Topic
Optik. ICRIEMS, 4.

79
80

Astuti,D.A.,Mahendra.M.A.,Wahyuningtyas.R.,Izhati.Q.A..,Cahmawati.,Saputri.,I
.E.,Fauziah.K. (2022). Juru Pemantau Jentik Anak Sebagai Upaya
Pemberantasan Penyakit DBD di Dusun Plumbon, banguntapan,Bantul.
Jurnal Inovasi dan Pengabdian Masyarakat Indonesia.Vol.1,No.3

Azlina,A., Adrial & Anas, E. (2016). Hubungan Tindakan Pemberantasan Sarang


Nyamuk dengan Keberadaan Larva Vektor Nyamuk DBD di Kelurahan
Lubuk Buaya. Jurnal Kesehatan Andalas, Vol 1,pp. 221-227.

Azwar, A. (2010). Pengantar Administrasi Kesehatan . Tanggerang: Binarupa


Aksara.
Badrujaman, A. (2018). Teori dan Aplikasi Evaluasi Program Bimbingan Konsling.
Jakarta: Indeks.

Bahtiar,Y. (2012). Relationship of Community Leaders Knowledge and Attitude in


Role of Dengue Fever Control in Kawalu Tasikmalaya. Aspirator, 4(35),
pp. 73-84.

Boonchutima,S., Kanchentawa, K., Limpavithayakul, M., & Prachansi,A. (2017).


Longitudinal Study of Thai People Media Exposure, Knowledge and
Behavior on Dengue Fever Prevention and Control. Journal of Infection
and Public Health, 10 (6), 836-841.

Brinkerhoff, Robert O, Brethower, D.M., Hluchyj. T., & Nowakowski, J.R. (1983)
(Dalam Farida, 2000). Program Evaluation A Pracctitioner’s Guide for
Trainers and Educators

Dinarello, CA., Gelfand, J.A. (2015). Fever and Hyperthermia. Edisi 16.
Singapore: 104-8.

Dinkes Kota Palembang. (2020). Profil Dinas Kesehatan Kota Palembang: Dinas
Kesehatan Kota Palembang.

Dinkes Provinsi Sumatera Selatan. (2021). Profil Kesehatan Provinsi Sumatera


Selatan. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan.

Dirjen P2PL . (2015). Rencana Aksi Program Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan 2015-2019. Jakarta: Direktorat Jendral
Pengedalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Dirjen P2PL. (2011). Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
81

Dirjen P2PL. (2016). Petunjuk Teknis Implementasi PSN 3M- Plus dengan Gerakan
1 Rumah 1 Jumantik. Jakarta: Kemenkes RI.

Dirjen P2PL. (2020). Pedoman Pengendalian Demam Berdarah Dengue di


Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Faizah, Suryawati, Fatmasari. (2018). Evaluasi Pelaksanaan Program


Penegndalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (P2DBD) di Puskesmas
Mojosongo Kabupaten Boyolali. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 6, No.
5, 13-25.

Farida Yusuf. Y. (2000). Evaluasi Program. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Gunung, I. N., & Darma. (2019). Implementing the Context, Input, Process, Product
(CIPP) Evaluation Model to Measure the Effectiveness of the
Implementation of Teaching at Politeknik Negeri Bali (PNB). Bali:
Environmental & Science Education.

Hadnyawati, H. (2017). Pemanfaatan Multimedia Sebagai Media Penyuluhan


Kesehatan Gigi. Indonesian Journal of Dentistry,14.
Ilham,Salam.(2022). Analisis Dinamik Kejadian Demam Berdarah Dengue di
Sulawesi Selatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Unhas.Vol.7
Irmadani,A.,Anwar. (2012). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat: Teori
dan Praktik Penyuluhan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Imron & Munif. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: CV Sagung


Seto.

Karmila. (2009). Peran Keluarga dan Petugas Puskesmas Terhadap


Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Perumnas
Helvetia Medan Tahun 2009. Universitas Sumatera Utara.

Kasmir. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia (teori dan Praktik). Hal 75-97.
Jakarta: Pt. raja Grafindo Persada.

Kemenkes RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1501/Menkes/Per/X/2010 Tentang Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat
Menimbulkan Wabah dan Upaya Penaggulangan. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
82

Kemenkes RI. (2013). Buku Saku Pengendalian Demam Berdarah Dengue untuk
Pengelolah Program DBD Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Kemenkes RI. (2020). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan


RI.

Kusumo, Budiono. (2014). Evaluasi Program Pengendalian Penyakit Demam


Berdarah Dengue (DBD) di Kota Semarang Tahun 2011. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Vol 13 No.1, 27-29.

Lapau, B. (2015). Metode Penelitian Kesehatan (Metode Ilmiah Penulisan Sekripsi,


Tesis dan Disertasi. jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Listyorini,P.I. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku


Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Pada Masyarakat Karangjati
kabupaten Blora.Jurnal Infokes, Vol 6 (1) 6-15.

Madonna,M. (2021).Pengembangan Sistem informasi dan Penyuluhan Kesehatan


di Pedesaan Memanfaatkan Forum Komunikasi Waga Melalui WhatsApp
Group. Jurnal Resolusi Konflik, CSR dan Pemberdayaan (CARE),6.

Magnus, M. (2012). Buku Ajar Epidemiologi Penyakit Menular (Essentials Of


Infectious Epidemiology). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mahmudi. (2019). CIPP: Model Evaluasi Program Pendidikan. At-Ta’dib.6(1)

Margareta. (2014). Evaluasi Program Pemberantasan Sarang Nyamuk


(Pemberantasan Sarang Nyamuk) Dalam Rangka Penanggulangan
Demam Berdarah Dengue Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan
Tengah. Tesis. Banjarmasin: STIE Indonesia.

Marlinda,Budiningsih.,& Marlina.N.S. (2022). Model Edukasi Perilaku Hidup


Bersih dan Sehat Berbasis Digital Platform. Jurnal Ilmiah Sport Coaching
and Education 6(2), 94-101.

Maryani & Muliani. (2010). Epidemiologi Kesehatan Pendekatan Penelitian.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Marvin C Alkin & Christina A. Christie. (2004). An Evaluation Theory


Tree.Beverly Hills, CA: Sage.
83

Masriadi. (2017). Epidemiologi Penyakit Menular. Depok: Rajawali Pers.

Maulana, S., Supriyono, B., & Hermawan. (2013). Evaluasi Penyediaan Layanan
Kesehatan di Daerah Pemekaran Dengan Metode CIPP (Studi pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Tana Tidung). Wacana, 16(4), 186–196.

Meijerink,N., van den Biggelaar, R.H.G.A., van Haarlem, D.A., Stegeman, J.A.,
Rutten, V.P.M.G., and Jansen,C.A.,(2021). A detailed Anaylysis of Innate
and Adaptive Immune Responsiveness Upon Infection with Salmonella
Entrerica Serotype Enteritidis in Young Broiler Chickens. Veterinary
Research, 52(1), 109.

Meithyra, Melviana., & Oktavaningrum,Rafika.(2019).Pengetahuan dan Persepsi


Masyarakat Terhadap Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol.3,No.1

Minarti, M.,Anwar,C., Irfannuddin, Irsan,C., Amin, R, and Ghiffari, A, A.(2021).


Impact of Climate Variability and Incidence on Dengue Hemmorhagic
Fever in Palembang City, South Sumatera, Indonesia.. Open Acces
Macedonian Journal of Medical Sciences,9, 952-958

Minarti. (2021). Analisis Kesehatan Lingkungan Pada Demam Berdarah Dengue


Terhadap Pengendalian Vektor Menggunakan Tanaman Zodia (Evodia
Suaveolens) Di Kota Palembang. Disertasi. Palembang: Universitas
Sriwijaya

Moleong. (2009). Metode Penleitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mosadeghard,MA. (2014). Occupational Stress and Its Consequences. Leadership


in Health Service.27(3).224-239.

Mulyatiningsih,E. (2011). Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan.


Yogyakarta:Alfabeta.

Muzakkir. (2013). Factor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Kader


Posyandu di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kaledupa Kecamatan
Kaledupa Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggar. Jurnal Ilmu
Kesehatan Diagnosis Volume 2.No.2.Hal 1-7.

Nafarin,M. (2013). Penganggaran Perusahaan. Edisi 3,Cetakan kedua, Buku .


Jakarta: Salemba Empat.
84

Najmah. (2016). Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info Media.

Natalia, A. (2012). Gambaran Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Penyakit


Demam Berdarah Dengue Ditinjau dari Aspek Petugas di Tingkat
Puskesmas Kota Semarang tahun 2011. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro, 1 (2), 18857.

Noor, J. (2011). Metodologi penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah.
Jakarta: Kencana.

Nordianiwati. (2016). Evaluasi Program Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam


Berdarah Dengue (PSN DBD) Di Puskesmas Kota Semarang . Tesis.
Semarang: Universitas Diponogoro.

Novel, S. S. (2015). Ensiklopedia Penyakit Menular dan Infeksi. Yogyakarta:


Relasi Inti Media.

Nuning,Irnawulan.I & Kasman.K.(2022). Sosialisasi dan pelatihan Pemberantasan


Sarang Nyamuk (PSN) Jumantik Anak Sekolah di Desa Berangas Timur.
Prosiding Pengabdian Kepada Masyarakat Dosen UNIKA MAB. 2-6.

Parijambodo. (2014). Monitoring dan Evaluasi. Bogor: IPB Press.

Prijowuntato, W. (2016). Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Santa Dharma


University Press.

Rahayu,Ustiawan (2012). Evaluasi Pelaksanaan Program Pencegahan dan


Pengeldalian Penyakit Demam berdarah Dengue di Wilayah Kerja
Puskesmas Ketapang 2. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 1 No.2, 479-
492.

Rahmat,Massi. (2016). Implementasi Kebijakan Pengendalian Penyakit Demam


Beradrah Dengue di Pusat Kesehatan Talise Kota Palu. Jurnal
Katalogis,Vol.4, No.4,1-13.

Risdanti, S., Arso, S. P., & Fatmasari, E. Y. (2021). Evaluasi Context, Input,
Process, Dan Product (CIPP) Deteksi Dini Gangguan Jiwa Di Puskesmas
Banyuurip. Jurnal LINK, 17(1), 24–28.
85

Sari,Kartini. (2013). Evaluasi Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit


DBD (P2DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Makasar. Jurnal
MKMI Vol 1 No.1, 125-132.

Sari,R.K., Djamaluddin, I., Djam’an, Q., & Sembodo, T. (2022). Pemberdayaan


Masyarakat dalam Upaya Pencegahan Demam Berdarah Dengue DBd di
Puskesmas Karangdoro. Jurnal ABDIMAS-Ku: Jurnal Pengabdian
Masyarakat Kedokteran, 1(1), 25-33.

Sarifah & Wartono Magdalena. (2021). Hubungan Antara Beban Kerja, Besaran
Upah, dan Stress Pada Karyawan Pengelolaan Limbah. Jurnal Biomedika
dan Kesehatan. Vol.4, No.2

Soedarto, D. (2010). Virologi Klinik (Membahas Penyakit-penyakit Virus termasuk,


AIDS, Flu Burung, Flu Babi, dan SARS). Surabaya: Sagung Seto.

Stake, R.E. (1975). Program Evaluation Practicular Responsive Evaluation.


Occational Paper. No. 5. Calmazoo, MI: Western Micighan University.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&G. Bandung:


Alfabeta.

Sumantri, A. (2013). Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Kencana.

Sumantri, H. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana.

Susilawaty, A.,Sitorus.E.,Sinaga.J. (2022). Pengendalian Penyakit Berbasis


Lingkungan. Jakarta: Yayasan Kita Bisa Menulis.Hal:148-210.

Wahab, S. A. (2011). Evaluasi Kritis : Reorientasi Evaluasi Kebijakan Publik dan


Kebijakan Sosial. Malang: UB Press.

WHO. (2018). Dengue And Severe Dengue. Retrieved Januari 10, 2022 from
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/dengue-and-severe-
dengue - 132k

Widayati & Mumpuni. (2015). Cekal Sampai Tuntas Demam Berdarah.


Yogyakarta: Rapha Publishing.

Widoyono, D. (2011). Penyakit Tropis (Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &


pemberantasannya). Jakarta: Erlangga.
86

Wijayanti, Yulianti, R., & Wijaya, B. (2019). Evaluasi Program Pendidikan


Pemakai Dengan Model CIPP di Perpustakaan Fakultas Teknik UGM. Tik
Ilmu : Jurnal Ilmu Perpustakaan Dan Informasi, 3(1), 37–66.

Winardi. (2018). Evaluasi Pelaksanaan Program Penganan DBD Dinas Kesehatan


Kota Tanjung Pinang. Universitas Maritim Raja Ali Haji, 1-9.

Wulandari. (2016). Evaluasi Sistem penatalaksanaan Program Pemberantasan


Penyakit Demam Berdarah Dengue (P2DBD) di Puskesmas Kebun Lada
Binjai. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Wulijeng & Sudjarwo. (2016). Evaluasi Program Pemberantasan DBD di Wilayah


Puskesmas Putat Jaya Kecamatan Sawahan Kota Surabaya Tahun 2016.
Gema Kesehatan Lingkungan Vol 15 No. 1, 35-39.

YLPP, A. K. (2016) . Panduan Unit Kegiatan Kemahasiswaan Program


Pemberantasan Sarang Nyamuk Akbid YLPP Purwekerto. Purwekerto:
Akademi Kebidanan YLPP.
Lampiran 1

PERMOHONAN MENJADI INFORMAN PENELITIAN


NASKAH PENJELASAN UNTUK RESPONDEN

Assalamu’alaikum/Selamat pagi/siang/sore,

Perkenalkan nama saya Galuh Ismayanti, mahasiswi S2 Ilmu Kesehatan


Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya. Saya
bermaksud melakukan penelitian mengenai “Evaluasi Program Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue Di Kota Palembang Tahun
2022”. Penelitian ini dilakukan sebagai tahap akhir dalampenyelesaian studi di
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya dan syarat untuk
mendapatkan gelar Magister Kesehatan Masyarakat.

Saya mengajak Bapak/Ibu/Saudara/i untuk ikut serta dalam penelitian ini.


Melalui wawancara mendalam , semua informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i
berikan akan saya jamin kerahasiannya.

Setelah Bapak/Ibu/Saudara/i membaca tujuan kegiatan penenlitian tersebut,


maka saya mohon ketersediannya untuk mengisi nama dan tanda tangan pada
lembar berikutnya. Bapak/Ibu/Saudara/i bersedua mengikuti penelitian ini tanpa
paksaan. Bila Bapak/Ibu/Saudara/i sudah memutuskan untuk ikut,
Bapak/Ibu/Saudara/i juga bebas mengundurkan diri atau berubah pikiran setiap
saat tanpa dikenakan denda apapun. Bila ada hal yang membutuhan penjelasan lebih
lanjut mengenai penelitian ini dapat menghubungi :
Nama : Galuh Ismayanti

Alamat : Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat (S2) Universitas Sriwijaya


Jl. Raya Palembang Prabumulih Kampus Indralaya Kabupaten
Ogan Ilir
Telepon : 081380647295
Lampiran 2

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN


UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN
(Informed Consent)
A. Identitas Informan
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
No. Hp :
Alamat :
Menyatakan bersedia daan tidak keberatan untuk menjadi informan dalam
penelitian “Evaluasi Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam
Berdarah Dengue Di Kota Palembang Tahun 2022” yang dilakukan oleh Galuh
Ismayanti (10012682125058).

Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk dapat di pergunakan sebagaimana
mestinya tanpa tekanan maupun paksaan dari manapun.

Peneliti Ketersediaan Menjadi Informan

Galuh Ismayanti
NIM. 10012682125058 Nama :
Jabatan :
Lampiran 3

LEMBAR OBSERVASI
EVALUASI PROGRAM PEMBERANTASAN SARANG
NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA
PALEMBANG TAHUN 2022

No. Komponen Ya Tidak Keterangan

1. Spesifikasi pendidikan dengan pekerjaan

2. Adanya penelitian

3. Adanya alokasi dana khusus dalam


melaksanakan program PSN

4. Pengalokasian anggaran mencukupi

5. Adanya bukti pertanggung jawaban


penggunaan anggaran

6. Adanya rekapitulasi laporan kegiatan


rumah yang di kunjungi

7. Surat tugas

8. Dokumentasi kegiatan rumah yang


dikunjungi
No. Tersedianya buku-buku ini Ya Tidak Keterangan

1. Buku Program Pengendalian DBD

2. Buku Tatalaksana DBD

3. Buku Petunjuk Pelaksanaan dan


Petunjuk Teknis Jumantik

4. Leafleat DBD, Flipchart DBD dan Poster


DBD

5. Formulir So, K-DBD, W1, W2

6. Tersedianya Bagan Penatalaksanaan


Penderita DBD

No. Tersedianya alat-alat ini Ya Tidak Keterangan

1. Manset anak

2. Mikroskop

3. Hemometer sahil

4. Pipet hb

5. Pipet eritrosit

6. Pipet leukosit

7. Hemositometer
No. Tersedianya Data ini Ya Tidak Keterangan

1. Usulan rencana kegiatan surveilans


vector (pemberantasan vector dan bulan
bakti gerakan 3M) dan telah di kirim ke
Kab/Kota

2. Apakah seluruh kegiatan dilakukan PJB

3. Siapa yang melaksanakan PJB petugas


Puskesmas/Jumantik/Kader

4. Apakah from PJB/AS-1 masih


digunakan petugas?

5. Apakah petugas PJB sudah dilatih

6. Formulir PJB-R (hasil PJB untuk


masing-masing kelurahan)

7. Laporan pelaksanaan PSN-DBD


serentak

8. Apakah sudah ada SK atau instruksi


camat tentang PSN?

9. Apakah sudah dibentuk tim penggerak


PSN (Pokja DBD) susunan?

10. Bagaimana bentuk kegiatan penggerakan


PSN oleh tim penggerak PSN kecamatan

11. Apakah hasil PJB disampaikan dalam


pertemuan Pokja DBD?

Keterangan :
• Lembar observasi P2 DBD tingkat Puskesmas
• Ceklist jawaban sesuai dengan keadaan di lapangan
Sumber : Checklist Supervisi P2 DBD Tingkat Puskesmas Dirjen P2PL (2011)
Lampiran 4

PEDOMAN WAWANCARA
EVALUASI PROGRAM PEMBERANTASAN SARANG
NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA
PALEMBANG TAHUN 2022
(Informan Kunci)

Kepala Puskesmas, Pemegang Program P2P Puskesmas Taman Bacaan dan


Puskesmas Sukarami, Pemegang Program DBD Puskesmas Taman Bacaan
dan Puskesmas Sukarami, dan Seksi Pencegahan Penyakit Surveilans
(P3MS) Dinkes Kota Palembang

A. Petunjuk Umum Wawancara


1. Mengucapkan terimakasih untuk kesediaannya menjadi informan
2. Lakukan salam perkenalan antara peneliti dengan informan
3. Menjelaskan maksud dan tujuan melakukan wawancara
4. Wawancara akan di pandu peneliti
5. Informan bebas dalam mengeluarkan pendapat
6. Jelaskan bahwa pendapat, saran dan pengalaman informan sangat
berharga
7. Dalam wawancara tidak ada jawaban salah maupun benar
8. Infprmasi yang di dapat dalam wawancara tidak akan di publish keluar,
melainkan hanya sebagai bahan penelitian

B. Pertanyaan
Context (Probing: Cara, hambatan, pelaksanaan)
1. Apa yang anda ketahui mengenai program PSN?
2. Bagaimana cara kerja program PSN tersebut?
3. Apakah program PSN sudah sesuai dengan tujuan yang telah
direncanakan?
4. Bagaian keunggulan program PSN dalam mengurangi angka kejadian
DBD dibandingkan dengan program lainnya?
5. Adakah hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan program PSN?
6. Jika terjadi hambatan terhadap pelaksanaan program PSN adakah
supaya untuk mengatasi hambatan tersebut?
7. Apakah program PSN sudah tepat sasaran?
8. Menurut anda bagaimana pengaruh lingkungan terhadap program
pemberantasan nyamuk?

Input (Probing: pelaksanaan, hambatan)


1. Siapa saja yang terlibat dalam melaksanakan program PSN?
2. Adakah kualifikasi pendidikan sumber daya manusia dalam
menjalankan program tersebut?
3. Apakah SDM yang tersedia sudah mencukupi?
4. Apakah pernah dilakukan pelatihan terhadap SDM dalam PSN?
5. Jika pernah melakukan pelatihan, dimana tempat pelatihan dan kapan
waktu yang tepat dalam melakukan pelatihan SDM?
6. Jika tidak pernah melakukan pelatihhan terhadap SDM, mengapa hal
itu bisa terjadi?
Sarana/Prasarana (Probing: hambatan)
1. Siapa yang mengelolah sarana/prasarana dalam kegiatan PSN?
2. Apa saja sarana/prasarana yang digunakan pada program PSN?
3. Apakah sarana/prasarana yang tersedia mencukupi, jika tidak
mencukupi apakah ada upaya yang dilakukan untuk mengatasinya?
4. Adakah kendala yang di hadapi dalam mengelola saran/prasarana, jika
ada mengapa hal itu bisa terjadi dan adakah upaya yang dilakukan untuk
mengatasinya?
Anggaran (Probing: pelaksanaan, hambatan)
1. Darimana sumber anggaran didapatkan dalam mengelolah program
PSN?
2. Siapa yang mengelolah anggaran program P:SN?
3. Berapa besar anggaran yang tersedia untuk kebutuhan program PSN?
4. Anggaran yang didapatkan digunakan untuk apa saja?
5. Apakah sumber anggaran dalam mengelolah program PSN tercukupi?

Process
Pengorganisasian (Probing: cara, hambatan, pelaksanaan)
1. Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan kader jumantik?
2. Bagaimana proses pembuatan kader jumantik itu dilakukan?
3. Apakah ada kendala yang dihadapi dalam pembuatan kader jumanitk,
jika ada apakah ada upaya yang dilakukan untuk mengatasinya?
4. Apakah kader jumantik yang terpilih diberi pelatihan?, jika ada kapan
kader jumantik diberi pelatihan dan apa saja pelatihan yang diberikan?
5. Apa saja tugas dari kader jumantik ?
Pemberantasan Jentik (Probing: cara, waktu pelaksanaan)
1. Siapa yang terlibat dalam upaya pemberantasan jentik pada program
PSN?
2. Bagaimana proses pemberantasan jentik pada program PSN?
3. Pada waktu kapan saja dilakukannya pemberantasan jentik nyamuk?
4. Adakah hambatan yang terjadi dalam proses pemberantasan jentik
nyamuk, jika tejadi hambatan adakah upaya yang dilakukan untuk
mengatasinya?
5. Apakah ada sanksi berikan jika tidak ikut berpartisipasi dalam
pemberantasan jentik nyamuk?
Penyuluh Kesehatan (Probing: waktu, cara, hambatan)
1. Siapa yang terlibat dalam upaya penyuluhan kesehatan?
2. Materi apa yang diberikan pada saat penyuluhan kesehatan?
3. Pada waktu kapan saja dilakukannya penyuluhan kesehatan?
4. Siapa sasaran penyuluhan kesehatan dan dimana tempat melakukan
penyuluhan?
5. Adakah kendala yang dihadapi dalam proses penyuluhan kesehatan,
jika ada apakah ada upaya yang dilakukan untuk mengatasinya?

Product (Probing: cara, pelaksanaan, hasil, hambatan)


1. Apakah tujuan yang telah ditetapkan pada program PSN sudah
tercapai?
2. Menurut anda apakah yang menjadi kriteria keberhasilan program
PSN?
3. Bagaimana pencapaian hasil yang telah dilakukan program PSN?
4. Apakah pencapaian program PSN sesuai dengan target yang
direncanakan?
5. Apakah cakupan rumah yang di periksa sudah sesuai target yang
direncanakan? (minimal 80% dari yang direncanakan)?
6. Jika tidak sesuai dengan target yang direncanakan, mengapa hal itu bisa
terjadi dan adakah upaya yang dilakuan untuk mengatasi nya?
Lampiran 5

PEDOMAN WAWANCARA
EVALUASI PROGRAM PEMBERANTASAN SARANG
NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA
PALEMBANG TAHUN 2022

(Informan Lainnya)
Kader Jumantik
A. Petunjuk Umum Wawancara
1. Mengucapkan terimakasih untuk kesediaannya menjadi informan
2. Lakukan salam perkenalan antara peneliti dengan informan
3. Menjelaskan maksud dan tujuan melakukan wawancara
4. Wawancara akan di pandu peneliti
5. Informan bebas dalam mengeluarkan pendapat
6. Jelaskan bahwa pendapat, saran dan pengalaman informan sangat
berharga
7. Dalam wawancara tidak ada jawaban salah maupun benar
8. Infprmasi yang di dapat dalam wawancara tidak akan di publish keluar,
melainkan hanya sebagai bahan penelitian
B. Pertanyaan
1. Siapa yang ikut serta dalam proses PSN? (Probing: pelaksanaan)
2. Apakah masyarakat dan pihak terkait seperti puskesmas ikut membantu
dalam proses PSN? (Probing: cara, waktu, pelaksanaan)
3. Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam proses PSN? (Probing:
pelaksanaan)
4. Pada waktu kapan kegiatan PSN dilakukan? (Probing: waktu
pelaksanaan)
5. Adakah hambatan yang terjadi pada saat dilapangan dan adakah upaya
yang dilakukan untuk mengatasinya?
6. Apakah kader jumantik di kasih upah dari pemerintah terkait setiap
membantu dalam menjalankan kegiatanPSN?
C. Penutup
Mengucapkan terimakasih atas informasi yang didapatkan.
Lampiran 6

PEDOMAN WAWANCARA
EVALUASI PROGRAM PEMBERANTASAN SARANG
NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA
PALEMBANG TAHUN 2022
(Informan Lainnya)
Masyarakat
A. Petunjuk Umum Wawancara
1. Mengucapkan terimakasih untuk kesediaannya menjadi informan
2. Lakukan salam perkenalan antara peneliti dengan informan
3. Menjelaskan maksud dan tujuan melakukan wawancara
4. Wawancara akan di pandu peneliti
5. Informan bebas dalam mengeluarkan pendapat
6. Jelaskan bahwa pendapat, saran dan pengalaman informan sangat
berharga
7. Dalam wawancara tidak ada jawaban salah maupun benar
8. Infprmasi yang di dapat dalam wawancara tidak akan di publish keluar,
melainkan hanya sebagai bahan penelitian
B. Pertanyaan
1. Siapa saja yang terlibat dalam proses PSN? (Probing: pelaksanaan)
2. Apakah masyarakat ikut berpartisipasi dalam kegiatan PSN? (Probing:
cara, pelaksanaan, waktu)
3. Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam PSN? (Probing: cara ,
pelaksanaan)
4. Pada waktu kapan kegiatan pemberantasan nyamuk dilakukan?
(Probing: kurun waktu, cara)
5. Adakah hambatan yang terjadi pada saat dilapangan dan adakah upaya
yang dilakukan untuk mengatasinya?
6. Apakah masyarakat di berikan sanksi jika tidak ikut berpartisipasi dalam
pemberantasan jentik nyamuk? (Probing: cara)

C. Penutup
Mengucapkan terimakasih atas informasi yang didapatkan.
Lampiran 7

Klasifikasi Pendidikan Pengelola Program DBD


No Jabatan Jumlah Kualifikasi Pendidikan

1. Pengelola Program 2 S1 Keperawatan dan D3


DBD Dinas Kesehatan Keperawatan
Kota Palembang

2. Pengelola Program 4 S2 Kesehatan Masyarakat


Surveilans Puskesmas Peminatan Kesling, S1
Sukarami, Puskesmas Keperawatan, D3
Taman Bacaan, Kesehatan Lingkungan, D3
Puskesmas 23 Ilir dan Kesehatan Lingkungan
Puskesmas Sei
Selincah

3. Pengelola Program 4 D3 Kesehatan Lingkungan,


Kesehatan S1 Kesehatan Masyarakat
Lingkungan peminatan kesehatan
Puskesmas Sukarami, lingkungan, D3 Kesehatan
Puskesmas Taman Lingkungan, S1 Kesehatan
Bacaan, Puskesmas 23 Masyarakat
Ilir dan Puskesmas Sei
Selincah

Jumlah 10 orang
Lampiran 8

Hasil Observasi Ketersediaan Sarana dan Prasarana


Puskesmas Sukarami
No Sarana & Prasarana Ya Tidak Keterangan Jumlah

1. Buku program pengendalian DBD √ Ada 2

2. Buku tatalaksana DBD √ Ada 1

3. Buku Juknis pelaksanaan Jumantik √ Tidak ada 0

4. Leaflet DBD, Flipchart DBD dan √ Ada 1


Poster DBD
5. Manset anak √ Tidak ada 0

6. Mikroskop √ Ada di lab 2

7. Hemometer Sahil √ Ada di lab 1

8. Pipet Hb √ Ada di lab 2

9. Pipet Eritrosit √ Ada di lab 1

10. Pipet Leukosip √ Ada di lab 1

11. Hemositometer √ Tidak ada 0

Hasil Observasi Ketersediaan Sarana dan Prasarana


Puskesmas Taman Bacaan

No Sarana & Prasarana Ya Tidak Keterangan Jumlah

1. Buku program pengendalian DBD √ Ada 2

2. Buku tatalaksana DBD √ Ada 2

3. Buku Juknis pelaksanaan Jumantik √ Ada 1

4. Leaflet DBD, Flipchart DBD dan √ Ada 1


Poster DBD
5. Manset anak √ Ada 2

6. Mikroskop √ Ada di lab 2

7. Hemometer Sahil √ Tidak ada 0

8. Pipet Hb √ Ada di lab 2

9. Pipet Eritrosit √ Ada di lab 1

10. Pipet Leukosip √ Ada di lab 1

11. Hemositometer √ Tidak ada 0

Hasil Observasi Ketersediaan Sarana dan Prasarana


Puskesmas 23 Ilir

No Sarana & Prasarana Ya Tidak Keterangan Jumlah

1. Buku program pengendalian DBD √ Ada 2

2. Buku tatalaksana DBD √ Ada 1

3. Buku Juknis pelaksanaan Jumantik √ Tidak ada 0

4. Leaflet DBD, Flipchart DBD dan √ Ada 2


Poster DBD
5. Manset anak √ Tidak ada 0

6. Mikroskop √ Tidak ada 0

7. Hemometer Sahil √ Tidak ada 0

8. Pipet Hb √ Ada di lab 2

9. Pipet Eritrosit √ Ada di lab 1

10. Pipet Leukosip √ Ada di lab 1

11. Hemositometer √ Ada di lab 1


Hasil Observasi Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Puskesmas Sei Selincah
No Sarana & Prasarana Ya Tidak Keterangan Jumlah

1. Buku program pengendalian DBD √ Ada 1

2. Buku tatalaksana DBD √ Ada 1

3. Buku Juknis pelaksanaan Jumantik √ Tidak ada 0

4. Leaflet DBD, Flipchart DBD dan √ Ada 3


Poster DBD
5. Manset anak √ Ada 1

6. Mikroskop √ Ada di lab 1

7. Hemometer Sahil √ Ada 0

8. Pipet Hb √ Ada di lab 2

9. Pipet Eritrosit √ Ada di lab 1

10. Pipet Leukosip √ Ada di lab 1

11. Hemositometer √ Tidak ada 0


Lampiran 9

Cakupan Rumah yang di Periksa Puskesmas Sukarami Tahun 2022


No Nama Jumlah Kepala Jumlah Rumah yang Presentase
Kelurahan Keluarga Diperiksa
1. Kebun Bunga 298 178 60%

2. Sukarami 220 156 71%

Total 518 334 65,5%

Cakupan Rumah yang di Periksa Puskesmas Taman Bacaan Tahun


2022
No Nama Jumlah Kepala Jumlah Rumah yang Presentase
Kelurahan Keluarga Diperiksa
1. Tangga Takat 2.153 1.508 70%

2. 16 Ulu 19.362 14.521 75%

3. Sentosa 3.278 2.294 70%

Total 24.793 18.326 71%

Tabel 4.10
Cakupan Rumah yang di Periksa Puskesmas 23 Ilir Tahun 2022
No Nama Jumlah Kepala Jumlah Rumah yang Presentase
Kelurahan Keluarga Diperiksa
1. 23 Ilir 811 567 70%

2. 24 Ilir 1.765 1.235 70%

Total 2.576 1.802 70%


Cakupan Rumah yang di Periksa Puskesmas Sei Selincah Tahun
2022
No Nama Jumlah Kepala Jumlah Rumah yang Presentase
Kelurahan Keluarga Diperiksa
1. Sei Selincah 6.894 5.170 75%

2. Sei Lais 2.183 1.528 70%

Total 9.077 6.689 72,5%


Lampiran 10

DATA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE


MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN DAN
PUSKESMAS KOTA PALEMBANG TAHUN 2021
Lampiran 11
DOKUMENTASI SELAMA PENELITIAN
BERSAMA PARA RESPONDEN

Anda mungkin juga menyukai