ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan dan gaya pacaran mahasiswa-
mahasiswi santri di tengah nilai dan norma dalam lingkungan pondok pesantren mahasiswa
di Kota Yogyakarta. Dalam mengkajinya, peneliti mengadopsi pendekatan kualitatif
deskriptif; dengan melibatkan 12 informan yang dipilih dengan kriteria, yaitu mahasiswa-
mahasiswi UIN Sunan Kalijaga dan UNY yang berstatus santri dan pernah berpacaran serta
dua pengurus pondok pesantren mahasiswa. Pengumpulan data menggunakan metode
wawancara, observasi, dokumentasi dan kepustakaan kemudian dianalisis dengan model
analisis interaktif Milles dan Hubberman. Hasil penelitian menunjukkan 1). mahasiswa-
mahasiswi santri memandang perilaku pacaran sebagai suatu proses yang wajar dijalani
dalam tahap pencarian pasangan jika itu tidak membawa pada kemaksiatan dan tidak merusak
nama baik pondok pesantren. 2). Gaya dan bentuk aktivitas pacaran meliputi pacaran jarak
dekat, jarak jauh, pacaran diketahui orang tua dan tidak diketahui. Adapun aktivitasnya
berbentuk non-fisik seperti pernyataan verbal/ komunikasi, pengungkapan diri, pemberian
hadiah, saling bertemu dan jalan bersama. Selain itu dalam bentuk fisik seperti bergandengan
tangan meskipun belum/tidak menjurus kepada hubungan seksual pranikah.
Kata Kunci: Pacaran Mahasiswa, Santri Mahasiswa, Pesantren Mahasiswa.
ABSTRAC
This research aims to know the viewpoint and dating styles of the santris as a college
students amids the norm and value in their boarding school neighborhood in Yogyakarta. In
this study, the researcher using qualitative descriptive approach; including the participation of
12 informants that selected based on criteria that they were college students of Sunan
Kalijaga Islamic University of Yogyakarta and Yogyakarta State University that also are
santris, was having/had a relationship, and becoming the part of staff in their boarding school.
Data inquirement using methods of interview, observation, documentation, and literature,
then analysed using Milles and Hubberman interactive analysis method. This study shows
that 1). The santris sees the dating behavior as something normal towards the partner search
as long as it doesn’t leads to maksiat (sex) and doesn’t disgrace the name of their boarding
school. 2). The santris’ dating styles and forms are short distance dating, long distance
relationship, dating as known by their parents, and backstreet. As for the activity forms are
non-physical including verbal statement/communicate, self-disclosure, gift-giving, meeting
each other, and having a date. The other is physical form like holding hands although it
doesn’t leads to pre-marriage sex.
Keywords: college students’ dating, santris college students, students boarding school.
orang, akan tetapi berbeda hal nya dengan melakukan hubungan seksual 6,2%. Dari
perilaku pacaran di kalangan santri pondok data tersebut dapat dilihat tingginya
pesantren dalam pembelajaran yang perilaku seks pranikah yang dilakukan
berbasic agama Islam yang lebih mengenal mahasiswa yang berawal dari kegiatan
istilah ta’aruf dan khitbah untuk istilah pacaran.
percintaan antara laki-laki dan perempuan
Melihat fenomena yang terjadi saat
yang sesuai dengan ajaran syariat Islam.
ini, seringkali makna pacaran disalah
Adanya anggapan dan pandangan gunakan sebagai ajang pelampiasan nafsu,
mengenai pacaran ini tidak sesuai dengan ajang pertunjukan rasa gengsi, ajang
nilai-nilai agama Islam dan ajaran pondok popularitas serta ajang untuk mendapatkan
pesantren itu sendiri. Perilaku pacaran keuntungan secara pribadi dan lain-lain.
lebih dipandang negatif dan lebih bebas Sedangkan esensi dari pacaran tersebut
melakukan apa saja yang dikehendaki memudar bahkan cenderung mengarah
bahkan dapat membawa pelaku kepada pada perilaku seksual pranikah yang mana
perzina-an, zina dalam agama Islam tidak menurut Simkin (dikutip dari Sarwono,
hanya berhubungan “intim” selayaknya 2006), perilaku seksual adalah segala
suami istri tapi juga hal-hal yang mengarah tingkah laku yang didorong oleh hasrat
dan mendekati seks pranikah seperti seksual yang baik dengan lawan jenisnya
berdua-duaan ditempat yang sepi, maupun dengan sesama jenis. Bentuk-
bergandengan tangan, berpelukan, bentuk tingkah laku ini bermacam-macam,
mencium kening, leher hingga bibir mulai dari adanya perasaan tertarik sampai
sampai meraba bagian tubuh, hingga tingkah laku berpacaran/berkencan,
akhirnya berhubungan seks. Hal ini bercumbu dan bersenggama. Tentu saja hal
diperkuat oleh hasil studi PKBI ini tidak sesuai dengan nilai-nilai dan
(Perkumpulan Keluarga Berencana norma yang ada di masyarakat Indonesia
Indonesia) Jawa Tengah dan DIY (2008) dan tidak sesuai dengan ajaran syariat
juga menjelaskan tentang perilaku seksual agama Islam yang diajarkan di pondok
mahasiswa diketahui bahwa mahasiswa pesantren.
melakukan aktivitas berpacaran dengan
B. KAJIAN PUSTAKA
mengobrol 100%, berpegangan tangan
80% mencium pipi atau kening 69% Pengertian pacaran dikemukakan
,mencium bibir 51%, mencium leher 28% oleh Knight dengan mendefinisikan
meraba dada dan alat kelamin 22% dan berpacaran dalam arti sepenuhnya dimana
hal tersebut menyangkut hubungan antara maupun mahasiswa saat ini banyak
seorang pria dengan wanita (dalam El- mengalami perubahan dari masa ke masa.
hakim, 2008: 3). Pacaran itu sendiri Gaya pacaran terus mengalami perubahan
merupakan proses perkenalan antara dua dari waktu ke waktu. Tren pacaran
insan manusia yang biasanya berada dalam memiliki variasi dalam pelaksanaannya
rangkaian tahap pencarian kecocokan dan sangat dipengaruhi oleh tradisi
menuju kehidupan berkeluarga yang individu-individu dalam masyarakat yang
dikenal dengan pernikahan. Pada terlibat. Seperti halnya di Indonesia,
kenyataannya penerapan proses tersebut dahulu pacaran merupakan suatu hal yang
masih sangat jauh dari tujuan yang tabu, dan tidak sesuai dengan budaya
sebenarnya. Manusia yang belum cukup Indonesia yang mayoritas masyarakatnya
umur dan masih jauh dari kesiapan beragama Islam, pacaran dianggap tidak
memenuhi persyaratan menuju pernikahan sesuai dengan nilai norma agama Islam.
telah dengan nyata membiasakan tradisi Azca (2011), masyarakat Indonesia lebih
yang semestinya tidak mereka lakukan (El- mengenal sistem perjodohan dalam hal
hakim, 2008: 5). pencarian pasangan hidup. Istilah pacaran
mulai berkembang di Indonesia sejak
Adapun Hamzah (2004: 24)
tahun 70-an sebagai ganti ungkapan
mengungkapkan fase atau tahapan-tahapan
tentang muda-mudi yang saling mencintai.
terjadinya pacaran tersebut adalah:
pertemuan, perkenalan, pendekatan dan Di zaman modern ini, persepsi
pengungkapan. Pacaran merupakan hal pacaran mulai berubah menjadi hal yang
yang dilakukan oleh sebagian besar orang lumrah bahkan menjadi tren. Bagi
terutama di kalangan anak muda maupun sebagian kalangan remaja maupun anak
mahasiswa saat ini, baik yang bertujuan muda, pacaran sudah dianggap menjadi
untuk menikah ataupun hanya sebagai suatu kebutuhan. Seperti dalam penelitian
wadah untuk menikmati masa muda Sri (2007), fungsi pacaran bagi kalangan
mereka, dimana mereka sebenarnya ada remaja maupun mahasiswa yaitu : 1).
yang tidak tahu bagaimana hukum pacaran Mencari pasangan untuk menikah. 2).
yang benar menurut agama. Mendapatkan teman untuk curhat/
menceritakan masalah pribadi. 3). Sebagai
Selain itu akibat dari pacaran juga
tempat untuk berbagi. 4). Meningkatkan
tidak jarang yang menimbulkan konflik
motivasi belajar. 5). Sebagai ajang
dan juga merugikan berbagai pihak.
Seperti halnya pacaran dikalangan remaja
jenis juga merupakan produk sampingan tersebut Berger dan Luckmann membagi
dari sistem sosial yang melingkupinya prosesdialektik fundamental terdiri dari
seperti karena pengaruh lingkungan tiga momentum, yaitu ekternalisasi,
keluarga, pergaulan sekolah maupun objektivikasi dan internalisasi.
masyarakat sekitar.
Begitu juga di lingkungan pondok
Dalam relitasnya, makna, bentuk pesantren mahasiswa, banyaknya
dan pola perilaku pacaran tergantung pada mahasiswa-mahasiswi yang berperilaku
individu bersosialisasi dengan pacaran meskipun iya sudah mengetahui
lingkungannya menurut Berger dan adanya larangan maupun batasan-batasan
Luckmann (dalam Poloma, 2013: 300-301) dalam berhubungan dengan lawan jenis
mengungkapkan bahwa “realitas terbentuk termasuk pacaran. pondok pesantren
secara sosial” Realitas yang teratur dan sebagai lembaga pendidikan yang berbasis
terpola: biasanya diterima begitu saja dan agama Islam memandang perilaku pacaran
nonproblematis, sebab dalam interaksi- merupakan perilaku yang tidak sesuai
interaksi yang terpola, realitas sama-sama dengan nilai-nilai dan norma agama dan
dimiliki orang lain. Selain itu, Berger dilingkungan pondok pesantren. Dalam
(Poloma, 2013: 302) melihat masyarakat Jefri (2008: 11-12) istilah pacaran
sebagai produk manusia dan manusia sebenarnya tidak dikenal dalam Islam.
sebagai produk masyarakat. Dalam hal ini Untuk istilah percintaan antara laki-laki
pacaran dapat disebut sebagai produk dari dan perempuan pranikah, Islam
masyarakat yang mana konstruksi sosial mengenalkan istilah ‘ta’aruf’’ atau
mengenai perilaku pacaran remaja dinilai berkenalan kemudian ‘khitbah’ yang
berbeda-beda tergantung pada konteks berarti meminang. Ketika seorang laki-laki
latar belakang sosial setiap pelaku. Dengan menyukai seorang perempuan maka ia
konteknya masing-masing setiap pelaku harus mengkhitbahnya dengan maksud
memiliki pemaknaan yang berbeda, akan menikahinya pada waktu dekat. Ada
sehingga ia mampu membentuk konstruksi perbedaan antara pacaran dan khitbah.
sosial pacaran sekaligus gaya pacarannya Pacaran belum tentu berkaitan dengan
masing-masing. Pacaran yang dilakukan perencanaan pernikahan, sedangkan
remaja mampu membentuk nilai di khitbah merupakan tahapan menuju
masyarakat, sehingga hubungan pacaran pernikahan, yang sebelumnya ta’aruf atau
tersebut bisa diterima atau ditolak oleh berkenalan antara laki-laki dan perempuan
orang-orang disekitarnya. Dalam proses tanpa bersentuhan maupun berkenalan
secara intim tidak seperti berpacaran. yang terdiri dari 10 informan yang pernah
(dikutip dari Romaeti, 2011). Adanya atau sedang menjalani hubungan spesial
kekhawatiran dari pondok pesanren dengan lawan jenis atau berpacaran dan 2
terhadap perilaku pacaran tersebut dapat informan dari pengurus pondok pesantren
mengarah pada zina yang mana perilaku mahasiswa di Yogyakarta.
tersebut merupakan hal yang dilarang dan
Sumber Data Penelitian
termasuk dosa besar.
a. Sumber Data Primer
C. METODE PENELITIAN
Sumber data yang langsung
Lokasi Penelitian
memberikan data kepada pengumpul data
Penelitian ini mengambil lokasi di (Sugiyono, 2008: 225). Sumber data
Yogyakarta dikarenakan Kota Yogyakarta primer berasal dari kata-kata dan tindakan
merupakan kota pelajar merupakan salah yang diperoleh saat wawancara
satu kota dengan banyaknya Perguruan berlangsung.
Tinggi dan Pondok Pesantren yang b. Sumber Data Sekunder
berkembang beriringan. Serta banyaknya Merupakan sumber yang tidak
mahasiswa yang juga sebagai santri langsung mmemberikan data kepada
pondok pesantren atau sebaliknya. pengumpul data (Sugiyono, 2008: 225)
Khususnya di lingkungan Universitas berupa jurnal ilmiah, studi kepustakaan
Negeri Sunan Kalijaga, dan Universitas baik dari media cetak ataupun media
Negeri Yogyakarta. internet dan lain sebagainya.
Teknik Pengumpulan Data
Waktu Penelitian
a. Observasi
Penelitian ini diaksanakan pada
Observasi merupakan suatu
bulan Febuari hingga April 2017.
aktivitas penelitian dalam rangka
Subyek Penelitian pengumpulan data sesuai dengan masalah
Subyek penelitian ini adalah penelitian, melalui proses pengamatan di
mahasiswa-mahasiswi UIN Sunan lapangan. Secara umum observasi berarti
Kalijaga dan UNY berusia 19-24 tahun melihat dan mengamati sendiri semua
yang juga berstatus santri pondok kegiatan yang berlangsung sesuai keadaan
pesantren yang pernah atau sedang yang memungkinkan memahami situasi
berpacaran serta pengurus dari dua pondok yang rumit (Moleong: 2004)
pesantren mahasiswa di kota Yogyakarta. b. Wawancara
Penelitian ini melibatkan 12 informan
muda. Selain itu Berger melihat sama halnya dengan ta’aruf. Namun ada
masyarakat adalah suatu fenomena pula yang tidak sependapat bahwasannya
dialektik. Dalam proses ini terdiri dari tiga pacaran berbeda dengan ta’aruf yang
momentum yaitu eksternalisasi yang mana sebagaimana mestinya. Sebagian dari
sebagai penyesuaian diri dengan dunia mahasiswa-mahasiswi santri menggunakan
sosio-kultural sebagai produk manusia. istilah ta’aruf yang lebih dikenal
Objektivikasi yang mana segala bentuk dilingkungan pondok pesantren dan dalam
eksternalisasi yang telah dilakukan dilihat bentuk aktivitasnya mereka merasa dalam
kembali pada kenyataan di lingkungan perilaku pacaran tidak sebebas pada
secara obyektif. Jadi dalam hal ini bisa pacaran-pacaran anak muda pada
terjadi pemaknaan baru atau pemaknaan umumnya dan mereka lebih menjaga
tambahan. (interaksi dalam dunia kehormatan pasangannya satu sama lain
intersubjektif yang dilembagakan atau serta adanya kontrol diri akan nilai-nilai
mengalami proses institusionalisasi). Dan agama yang diajarkan pondok pesantren.
internalisasi yang mana ketika individu Mereka lebih serius dalam menjalin
mengidentifikasikan diri dengan lembaga- hubungan keduanya saling berkomitmen
lembaga sosial atau organisasi sosial dan sudah mendapat restu dari masing-
tempat individu menjadi anggotanya. masing kedua orang tua.
Dari hasil penelitian ini mahasiswa-
mahasiswi santri pondok pesantren 2. Bentuk Aktivitas Mahasiswa dan
menyadari perilaku pacaran sudah menjadi Mahasiswi Santri Pondok Pesantren.
tren dikalangan anak muda maupun Pacaran dipandang oleh
mahasiswa saat ini, mereka memandang mahasiswa-mahasiswi santri sebagai
pacaran sudah menjadi hal yang wajar dan perilaku yang wajar saat ini, yang mana
sekarang ini banyak anak muda maupun hubungan antara laki-laki dan perempuan
mahasiswa yang berpacaran, tidak yang didalamnya terdapat komitmen/
terkecuali pada santri pondok pesantren. kesepakatan-kesepakatan yang dijalankan
Mahasiswa-mahasiswi santri antar keduanya untuk menunjukkan suatu
mengkonstruksikan dalam istilah hubungan menuju keseriusan atau
hubungan percintaan laki-laki dan hubungan pranikah, atau yang sering
perempuan ini mahasiswa-mahaiswi santri disebut PDKT (pendekatan). Terlebih
tidak hanya menggunakan istilah pacaran dilihat dari faktor usia mereka yang
tetapi juga memaknainya dengan ta’aruf menganggap saat ini sudah harus
yang mana mereka memandang pacaran memikirkan dan merencanakan masa
depan terutama dalam hal pencarian jodoh hubungan seks pada masa pacaran adalah
untuk membangun rumah tangga. hal yang biasa dan wajar dilakukan
kegiatan-kegiatan dalam berpacaran
Islam juga tidak melarang
cenderung bebas dan tidak segan untuk
seseorang mencintai sesuatu, tetapi untuk
dipertunjukan di khalayak publik seperti
tingkatan ini harus ada batasnya. Jika rasa
berpegangan tangan, berpelukan, hingga
cinta ini membawa seseorang kepada
berciuman di temat-tempat umum.
perbuatan yang melanggar syariat, berarti
sudah terjerumus ke dalam larangan. Rasa Dalam Mariana (2007) gaya
cinta tadi bukan lagi dibolehkan, tetapi berpacaran mahasiswa yaitu gaya
sudah dilarang. Perasaan cinta itu timbul berpacaran mahasiswa sudah mengarah
karena memang dari segi zatnya atau pada perilaku seksual mulai dari
bentuknya secara manusiawi wajar untuk berpegangan tangan, cium pipi, cium bibir,
dicintai. Perasaan ini adalah perasaan berpelukan, meraba bagian tubuh yang
normal, dan setiap manusia yang normal sensitif bahkan sampai berhubungan
memiliki perasaan ini. Jika memandang kelamin. Penyebabnya yaitu sangat
sesuatu yang indah, kita akan mengatakan kompleks mulai dari perkembangan ke
bahwa itu memang indah. Sedangkan cinta arah yang lebih dewasa yang mulai tertarik
yang melewati batas ketertarikan dan pada lawan jenis juga merupakan produk
kecintaan, maka ia akan menguasai akal sampingan dari sistem sosial yang
dan membelokkan pemiliknya kepada melingkupinya seperti karena pengaruh
perkara yang tidak sesuai dengan hikmah lingkungan keluarga, pergaulan sekolah
yang sesungguhnya, hal seperti inilah yang maupun masyarakat sekitar.
tercela (Al-Ghifari, 2015).
Sosialisasi di pondok pesantren
Mengenai gaya dan aktivitas mahasiswa yang menilai pacaran sebagai
perilaku pacaran, setiap individu mampu perilaku yang mengarah pada perilaku
membentuk gaya berpacarannya sendiri. menyimpang. Adanya aturan-aturan dalam
Hal tersebut bisa dipengaruhi oleh pondok pesantren untuk meminimalisir
sosialisasi lingkungan sosial maupun dampak perilaku pacaran seperti pada
teman-teman sebaya disekitarnya. Gaya pondok pesantren mahasiswa Al-Baroqah
pacaran anak muda saat ini memang sudah dan Al-Luqmaniyyah Yogyakarta yang
jauh berbeda dengan beberapa tahun lalu terdapat aturan-aturan atau batasan dalam
terutama di kalangan mahasiswa. Sebagian berhubungan selain dengan muhrimnya.
mahasiswa saat ini menganggap bahwa Seperti dilarang berboncengan, saling
Tidak semua subjek yang penyusun bentuk hasil dari proses belajar dan
teliti pernah melakukan tindakan di luar bersosialisasi individu dalam hal mengolah
batas kewajaran, cukup banyak pula perasaan suka dan cinta kepada lawan
mereka yang memang paham benar jenisnya. bagaimana individu mampu
tentang ajaran islam mengaku tidak pernah mampu bersosialisasi dan hasilnya dapat
melakukan hal yang di luar batas, mereka mengolah perasaan cinta dan hasrat
mengaku bahwa selama mereka biologisnya itu berlangsung dalam
berpacaran mereka hanya saling berbagi kelompok sosial, diantaranya yang penting
cerita dikala bertemu, mereka lebih suka adalah keluarga, kelompok teman sebaya,
menyebutnya dengan gaya pacaran secara sekolah, atau kumpulan pemuda,
Islami. kelompok keagamaan, organisasi dan
lainnya (Hanum: 2013).
Dalam hal ini bentuk perilaku
pacaran pun bersifat dinamis sesuai Selain keluarga lembaga
dengan perkembangan yang terjadi dalam pendidikan seperti halnya pondok
masyarakat, demikian pula dengan nilai- pesantren turut membangun dan
nilai di dalam pacaran tersebut erat membentuk kepribadian individu sesuai
hubungannya dengan bagaimana pelaku dengan ajaran agama Islam yang bertujuan
pacaran bersosialisasi dengan masyarakat untuk mewujudkan manusia yang
dan keluarganya. Dalam Hanum (2013: bertakwa kepada Allah SWT dan
136-140) menjelaskan bahwa proses berakhlak mulia yang sejatinya mampu
sosialisasi adalah proses seseorang mensosialisasikan nilai-nilai kehidupan
mempelajari cara hidup di masyarakatnya sesuai dengan ajaran agama Islam
dan menjadikan cara hidup itu bagian dari sekaligus sebagai kontrol sosial bagi
kepribadiannya. Atau suatu proses individu dalam melakukan kegiatan seperti
akomodasi yang dipelajari nilai, norma- dalam berperilaku pacaran yang sesuai
norma, ide atau gagasan, pola tingkah laku dengan kaidah-kaidah agama Islam
maupun adat istiadat bahwa semua yang melalui sistem pembelajaran serta aturan-
dipelajari itu diwujudkan dalam aturan yang mempu membentuk kebiasaan
kepribadiannya. dan kepribadian seseorang.
kontrol diri sehingga pengetahuan akan Imani, Nurul. 2016. Kissing Lips Sebagai
yang baik dan buruk bisa menjadi Gaya Berpacaran Mahasiswa
Masa Kini di Yogyakarta.
pertimbangan dalam menentukan pilihan Skripsi S1. Yogyakarta:
atau bertindak. Universitas Negeri Yogyakarta