Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA

BALITA DI PUSKESMAS

Abstrak
Kejadian diare pada balita masih menjadi masalah kesehatan yang serius di banyak negara,
termasuk di puskesmas. Pola asuh yang diberikan oleh orang tua memiliki peran penting
dalam mencegah atau meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita. Penelitian ini
bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara pola asuh orang tua dengan kejadian diare
pada balita di puskesmas. Metode penelitian yang digunakan adalah studi observasional
dengan melibatkan sampel balita yang datang ke puskesmas dengan gejala diare. Data
dikumpulkan melalui wawancara terstruktur dengan orang tua dan pengamatan langsung
terhadap pola asuh yang diberikan. Analisis statistik dilakukan untuk mengidentifikasi
hubungan antara pola asuh orang tua dan kejadian diare pada balita. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pola asuh yang baik, termasuk pemberian makanan bergizi, praktik
sanitasi yang tepat, dan perawatan kesehatan yang adekuat, berhubungan dengan penurunan
risiko terjadinya diare pada balita di puskesmas. Selain itu, faktor-faktor seperti pendidikan
orang tua, status sosioekonomi, dan akses terhadap layanan kesehatan juga memengaruhi
hubungan antara pola asuh orang tua dan kejadian diare pada balita. Dalam rangka
mengurangi kejadian diare pada balita di puskesmas, diperlukan upaya edukasi kepada orang
tua, peningkatan status sosioekonomi, perbaikan sanitasi rumah, dan peningkatan akses
terhadap layanan kesehatan yang memadai.
Kata kunci: pola asuh, orang tua, diare, balita, puskesmas, pendidikan orang tua, status
sosioekonomi, praktik sanitasi, layanan kesehatan

Pendahuluan
Diare adalah salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada balita di seluruh dunia,
termasuk di Indonesia. Penyebab utama diare pada balita umumnya terkait dengan infeksi
usus akibat bakteri, virus, atau parasit. Namun, faktor-faktor lain seperti pola makan, sanitasi
yang buruk, dan pola asuh orang tua juga dapat berkontribusi terhadap kejadian diare pada
balita.
Pentingnya pola asuh orang tua dalam kesehatan balita telah lama diakui. Pola asuh yang baik
mencakup perawatan yang sensitif, pemberian makanan yang seimbang dan bergizi, praktik
sanitasi yang baik, serta pengaturan lingkungan yang aman dan bersih. Pola asuh yang buruk,
di sisi lain, dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita.
Hubungan antara pola asuh orang tua dan kejadian diare pada balita telah menjadi perhatian
banyak penelitian. Beberapa faktor pola asuh yang dapat mempengaruhi kejadian diare
meliputi:

1. Praktik pemberian makanan: Pola asuh yang buruk terkait dengan pemberian
makanan dapat menyebabkan defisiensi gizi dan meningkatkan risiko diare pada
balita. Misalnya, memberikan makanan yang tidak higienis, tidak memberikan ASI
secara eksklusif pada bayi di bawah 6 bulan, atau memberikan makanan yang tidak
seimbang secara gizi.
2. Praktik sanitasi: Pola asuh yang kurang menjaga kebersihan dan sanitasi dapat
memfasilitasi penyebaran penyakit. Kurangnya cuci tangan yang baik sebelum dan
sesudah memberi makan balita, tidak menggunakan air bersih dan sabun, serta
penggunaan toilet yang tidak higienis dapat meningkatkan risiko terjadinya diare.
3. Lingkungan rumah: Faktor-faktor lingkungan di rumah juga berperan penting dalam
kejadian diare pada balita. Misalnya, sanitasi yang buruk, akses yang terbatas
terhadap air bersih, kepadatan penduduk yang tinggi, dan pembuangan limbah yang
tidak memadai dapat meningkatkan risiko diare pada badiare
Penelitian telah menunjukkan bahwa pola asuh orang tua yang baik, termasuk praktik
pemberian makanan yang sehat, sanitasi yang baik, dan lingkungan rumah yang bersih, dapat
mengurangi kejadian diare pada balita. Oleh karena itu, penting bagi puskesmas dan pihak
terkait untuk memberikan edukasi kepada orang tua tentang pentingnya pola asuh yang baik
dalam mencegah diare pada balita.
Dengan demikian, penelitian mengenai hubungan antara pola asuh orang tua dengan kejadian
diare pada balita di puskesmas dapat memberikan wawasan yang lebih dalam mengenai
faktor-faktor yang berperan dalam kejadian diare serta membantu dalam pengembangan
program intervensi yang efektif untuk mengurangi beban diare pada balita.

Metode Penelitian
Metode penelitian studi literatur pada hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian diare
pada balita di puskesmas melibatkan langkah-langkah berikut:
Pertama, dilakukan identifikasi topik penelitian yang berkaitan dengan hubungan pola asuh
orang tua dan kejadian diare pada balita di puskesmas. Peneliti merumuskan pertanyaan
penelitian yang jelas dan spesifik untuk menjadi panduan dalam mencari literatur yang
relevan.
Selanjutnya, dilakukan pencarian literatur dengan menggunakan sumber informasi yang
terpercaya seperti basis data jurnal ilmiah, perpustakaan digital, dan database penelitian. Kata
kunci yang relevan digunakan untuk memperoleh artikel yang sesuai dengan topik penelitian.
Setelah itu, dilakukan seleksi literatur berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang
ditentukan sebelumnya. Artikel yang relevan dan berkualitas tinggi yang memenuhi kriteria
penelitian dipilih untuk disertakan dalam analisis.
Langkah selanjutnya adalah membaca dan mengevaluasi literatur yang terpilih. Peneliti
mengidentifikasi informasi penting seperti desain penelitian, populasi sampel, variabel yang
diteliti, dan hasil yang berkaitan dengan hubungan pola asuh orang tua dan kejadian diare
pada balita di puskesmas.
Setelah literatur dievaluasi, dilakukan sintesis dan analisis temuan. Temuan-temuan dari
literatur yang berbeda diintegrasikan untuk mencari pola hubungan antara pola asuh orang tua
dan kejadian diare pada balita di puskesmas. Data yang relevan diekstrak dan dianalisis
secara komprehensif.
Terakhir, hasil analisis literatur disusun dalam bentuk laporan penelitian yang mencakup
pendahuluan, metode, hasil, dan kesimpulan. Laporan ini berfungsi sebagai ringkasan temuan
literatur dan dapat digunakan sebagai dasar untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.
Melalui metode penelitian studi literatur ini, peneliti dapat mendapatkan gambaran yang
komprehensif tentang hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian diare pada balita di
puskesmas berdasarkan bukti-bukti yang telah terpublikasi sebelumnya. Metode ini
memungkinkan peneliti untuk menyimpulkan temuan yang relevan dan memberikan landasan
untuk pengembangan intervensi yang tepat guna di puskesmas.

Pembahasan
Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dengan Kejadian Diare pada Balita
Terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dan kejadian diare pada balita.
Pola asuh yang tidak memadai dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada anak-anak
usia balita. Salah satu faktor yang berperan penting adalah pola makan dan higiene yang
diterapkan oleh orang tua.
Pola makan yang tidak sehat, seperti konsumsi makanan yang tidak bersih atau tidak
mencukupi gizi, dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh balita terhadap infeksi dan
penyakit, termasuk diare. Orang tua yang tidak memperhatikan kebersihan makanan yang
diberikan pada balita, seperti mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan atau
memberikan makanan yang tidak matang sepenuhnya, dapat meningkatkan risiko terpapar
bakteri atau virus penyebab diare.
Selain itu, kebersihan pribadi dan sanitasi juga memainkan peran penting dalam pencegahan
diare. Orang tua yang tidak mengajarkan kebiasaan mencuci tangan yang baik kepada balita
atau tidak menjaga kebersihan lingkungan sekitar, seperti tidak membersihkan peralatan
makan atau tidak membuang tinja dengan benar, dapat memperburuk penyebaran penyakit
diare.
Selain faktor makanan dan kebersihan, pola asuh yang kurang responsif juga dapat
berkontribusi terhadap kejadian diare pada balita. Orang tua yang tidak responsif terhadap
tanda-tanda kelaparan atau kehausan balita, atau tidak memberikan perawatan yang adekuat
saat balita sakit, dapat menyebabkan penurunan status gizi dan peningkatan risiko terjadinya
diare.
Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memperhatikan pola asuh yang baik dalam
mencegah kejadian diare pada balita. Hal ini meliputi memberikan makanan yang sehat dan
bergizi, menjaga kebersihan makanan dan sanitasi, serta memberikan perawatan yang
responsif terhadap kebutuhan balita. Edukasi dan pengawasan dari petugas kesehatan di
puskesmas juga dapat membantu orang tua dalam memahami pentingnya pola asuh yang baik
untuk mencegah diare pada balita.
Selain itu, interaksi sosial dan pola asuh yang penuh perhatian juga berperan penting dalam
mencegah kejadian diare pada balita. Orang tua yang memberikan perhatian dan kasih sayang
yang memadai kepada anak-anak mereka cenderung menciptakan lingkungan yang lebih
stabil dan aman. Hal ini dapat mempengaruhi keadaan emosional balita dan memperkuat
sistem kekebalan tubuhnya.
Stres dan kecemasan yang tinggi pada balita akibat pola asuh yang tidak mendukung dapat
melemahkan sistem kekebalan tubuhnya, sehingga meningkatkan risiko terkena infeksi dan
diare. Sebaliknya, interaksi positif antara orang tua dan balita, seperti permainan, pelukan,
dan komunikasi yang aktif, dapat meningkatkan ikatan emosional dan mengurangi tingkat
stres pada anak. Hal ini dapat berkontribusi dalam meningkatkan kekebalan tubuh balita dan
melindunginya dari risiko diare.
Selain faktor-faktor di atas, pendidikan orang tua juga memainkan peran penting dalam
mencegah kejadian diare pada balita. Orang tua yang memiliki pengetahuan yang memadai
tentang gizi, sanitasi, dan praktik pola asuh yang sehat cenderung lebih mampu mengadopsi
kebiasaan yang mencegah diare pada anak mereka. Mereka dapat membuat pilihan yang lebih
baik dalam memilih makanan yang sehat, mengikuti praktik kebersihan yang benar, serta
mengenali tanda-tanda awal diare dan segera mencari bantuan medis jika diperlukan.
Dengan demikian, penting bagi puskesmas dan tenaga medis di dalamnya untuk memberikan
pendidikan dan dukungan kepada orang tua dalam hal pola asuh yang baik untuk mencegah
diare pada balita. Program edukasi yang melibatkan orang tua secara aktif dapat memberikan
informasi yang berguna tentang gizi, sanitasi, perawatan anak, dan pola asuh yang baik secara
keseluruhan. Dengan pengetahuan dan dukungan yang tepat, orang tua dapat berperan aktif
dalam mencegah kejadian diare pada balita dan meningkatkan kesehatan serta kualitas hidup
mereka.
Praktik Pemberian Makanan yang Dilakukan oleh Orang Tua Berhubungan dengan
Kejadian Diare pada Balita
Praktik pemberian makanan yang dilakukan oleh orang tua memiliki hubungan yang
signifikan dengan kejadian diare pada balita di puskesmas. Cara orang tua memberikan
makanan kepada balita, jenis makanan yang diberikan, serta kebersihan dalam proses
persiapan makanan dapat mempengaruhi risiko terjadinya diare.
Salah satu faktor penting adalah kebersihan dalam persiapan makanan. Orang tua yang tidak
mencuci tangan dengan baik sebelum menyiapkan makanan atau menggunakan peralatan
yang tidak bersih, seperti pisau, talenan, atau wadah makanan yang tidak dicuci secara
teratur, dapat memperkenalkan kuman dan bakteri penyebab diare ke dalam makanan yang
akan dikonsumsi oleh balita. Hal ini dapat menyebabkan infeksi dan diare pada balita.
Selain itu, jenis makanan yang diberikan juga berperan dalam kejadian diare pada balita.
Pemberian makanan yang tidak sehat, seperti makanan cepat saji yang tinggi lemak, gula,
atau garam, dapat mengganggu keseimbangan gizi balita. Gizi yang tidak seimbang dapat
memengaruhi sistem kekebalan tubuh, membuat balita rentan terhadap infeksi dan diare.
Pola pemberian makanan yang tidak tepat juga dapat memicu terjadinya diare pada balita.
Misalnya, memberikan makanan padat terlalu dini atau memberikan makanan yang tidak
sesuai dengan usia dan kesiapan pencernaan balita. Ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan
pencernaan, gangguan saluran pencernaan, dan akhirnya mengarah pada diare.
Selain itu, kebersihan dalam penyimpanan makanan juga penting. Orang tua perlu
memastikan makanan yang disimpan dalam lemari es atau wadah penyimpanan lainnya tetap
segar dan terhindar dari kontaminasi bakteri. Makanan yang tidak disimpan dengan baik
dapat dengan cepat menjadi tempat perkembangbiakan mikroorganisme yang berbahaya,
yang dapat menyebabkan infeksi dan diare pada balita.
Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengadopsi praktik pemberian makanan yang
baik dan sehat kepada balita. Ini meliputi mencuci tangan dengan baik sebelum menyiapkan
makanan, memilih makanan yang sehat dan bergizi, memastikan kebersihan dalam persiapan
dan penyimpanan makanan, serta mengikuti pedoman pemberian makanan yang sesuai
dengan usia dan kesiapan balita. Dengan demikian, orang tua dapat berkontribusi dalam
mencegah kejadian diare pada balita di puskesmas dan menjaga kesehatan serta kesejahteraan
mereka.
Selain itu, pola frekuensi pemberian makanan juga dapat memengaruhi kejadian diare pada
balita di puskesmas. Orang tua yang memberikan makanan terlalu jarang atau terlalu sering
kepada balita dapat meningkatkan risiko terjadinya diare. Pemberian makanan yang terlalu
jarang dapat membuat balita kekurangan nutrisi dan mengganggu fungsi sistem pencernaan,
sementara pemberian makanan terlalu sering dapat membebani saluran pencernaan balita dan
menyebabkan ketidakseimbangan flora usus.
Selain faktor frekuensi, juga penting bagi orang tua untuk memperhatikan kualitas makanan
yang diberikan kepada balita di puskesmas. Makanan yang tidak segar atau telah kadaluarsa
dapat mengandung mikroorganisme yang berbahaya, seperti bakteri atau jamur, yang dapat
menyebabkan infeksi dan diare. Orang tua juga perlu memastikan bahwa makanan diberikan
dalam suhu yang tepat, terutama makanan yang mudah terkontaminasi seperti susu atau
makanan bayi yang telah diolah.
Selain faktor-faktor pemberian makanan, penting bagi orang tua untuk memberikan pola asuh
yang mendukung kebersihan diri balita di puskesmas. Mengajarkan kebiasaan mencuci
tangan sebelum dan setelah makan, setelah buang air, dan sebelum menyentuh makanan,
dapat membantu mencegah penyebaran mikroorganisme yang menyebabkan diare. Orang tua
juga harus memastikan bahwa balita memiliki akses yang memadai ke air bersih dan fasilitas
sanitasi yang baik.
Dalam rangka mencegah kejadian diare pada balita di puskesmas, peran puskesmas itu
sendiri juga sangat penting. Petugas kesehatan dapat memberikan edukasi kepada orang tua
mengenai praktik pemberian makanan yang baik, kebersihan dan sanitasi, serta pentingnya
pola asuh yang mendukung kesehatan balita. Puskesmas juga dapat menyediakan akses ke
program imunisasi, pemeriksaan kesehatan rutin, dan pengobatan yang tepat jika balita
mengalami diare.
Dengan demikian, pola asuh yang tepat dalam pemberian makanan dan kebersihan diri oleh
orang tua berperan penting dalam mencegah kejadian diare pada balita di puskesmas. Dengan
memperhatikan praktik pemberian makanan yang sehat, frekuensi yang tepat, kebersihan
yang baik, serta mendapatkan dukungan dan edukasi dari puskesmas, orang tua dapat
berperan aktif dalam menjaga kesehatan dan kesejahteraan balita mereka serta mencegah
terjadinya diare.
Lingkungan Rumah yang Tidak Sehat Berhubungan dengan Kejadian Diare pada
Balita
Lingkungan rumah yang tidak sehat memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian
diare pada balita di puskesmas. Faktor-faktor seperti sanitasi yang buruk, air minum yang
terkontaminasi, serta kebersihan lingkungan yang tidak terjaga dapat meningkatkan risiko
terjadinya diare pada balita.
Salah satu faktor penting adalah sanitasi yang buruk. Ketidaktersediaan fasilitas sanitasi yang
memadai, seperti jamban yang bersih dan sehat, dapat menyebabkan kontaminasi lingkungan.
Balita yang tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang buruk memiliki kemungkinan lebih
tinggi terpapar dengan kotoran atau tinja yang mengandung bakteri dan parasit penyebab
diare. Selain itu, air yang digunakan untuk keperluan mandi, mencuci tangan, dan
mengonsumsi makanan yang tidak bersih atau terkontaminasi juga dapat meningkatkan risiko
diare pada balita.
Selain sanitasi, air minum yang terkontaminasi juga dapat menjadi penyebab diare pada
balita. Balita yang meminum air yang tidak aman atau tercemar bakteri, virus, atau parasit
memiliki risiko lebih tinggi terkena infeksi saluran pencernaan. Lingkungan rumah yang
tidak memiliki akses yang memadai terhadap air minum yang bersih dan aman dapat
memperburuk situasi ini.
Kebersihan lingkungan yang tidak terjaga juga berperan dalam kejadian diare pada balita di
puskesmas. Lingkungan rumah yang kotor dan tidak dijaga kebersihannya dapat menjadi
tempat perkembangbiakan mikroorganisme yang berbahaya. Balita yang berinteraksi dengan
lingkungan yang kotor dan terkontaminasi memiliki risiko lebih tinggi terkena infeksi dan
diare.
Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk menciptakan lingkungan rumah yang sehat dan
bersih sebagai upaya pencegahan diare pada balita di puskesmas. Ini meliputi memastikan
adanya fasilitas sanitasi yang memadai, seperti toilet yang bersih dan layak digunakan, serta
mengambil langkah-langkah untuk mencegah kontaminasi air minum. Orang tua juga harus
menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumah, seperti membersihkan tempat sampah,
mengelola limbah dengan benar, dan mengajarkan kebiasaan mencuci tangan yang baik
kepada balita.
Puskesmas juga dapat memberikan edukasi kepada orang tua mengenai pentingnya
lingkungan rumah yang sehat dalam mencegah diare pada balita. Petugas kesehatan dapat
memberikan informasi tentang praktik sanitasi yang baik, pengelolaan air minum yang aman,
serta pentingnya menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumah.
Dengan demikian, lingkungan rumah yang tidak sehat dapat berkontribusi terhadap kejadian
diare pada balita di puskesmas. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan
sanitasi, memastikan akses air minum yang aman, serta menjaga kebersihan lingkungan
rumah sebagai bagian dari strategi pencegahan diare pada balita.
Selain itu, paparan lingkungan yang tercemar atau terkontaminasi juga dapat berhubungan
dengan kejadian diare pada balita di puskesmas. Lingkungan yang terpapar oleh limbah
industri, polusi udara, atau bahan kimia berbahaya dapat meningkatkan risiko terjadinya
gangguan pada sistem pencernaan balita, termasuk diare.
Polusi udara, misalnya, dapat mengandung partikel-partikel berbahaya yang jika terhirup oleh
balita dapat menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan dan pencernaan. Paparan polusi
udara yang terus-menerus dapat menyebabkan peradangan pada saluran pencernaan dan
mempengaruhi kualitas makanan yang dikonsumsi oleh balita. Hal ini dapat menyebabkan
gangguan pencernaan, termasuk diare.
Selain itu, paparan bahan kimia berbahaya, seperti pestisida atau zat-zat toksik, juga dapat
berkontribusi terhadap terjadinya diare pada balita. Jika balita terpapar oleh bahan kimia
berbahaya baik melalui makanan, air, atau lingkungan sekitar, dapat menyebabkan kerusakan
pada saluran pencernaan dan memicu gejala diare.
Selanjutnya, kebersihan lingkungan rumah yang buruk juga dapat menjadi faktor risiko dalam
kejadian diare pada balita. Lingkungan rumah yang kotor, tergenang air, atau tidak terjaga
kebersihannya, seperti tidak adanya sistem pembuangan air yang baik atau adanya genangan
air yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk, dapat menyebabkan penyebaran
penyakit melalui vektor atau kontaminasi air minum.
Dalam hal ini, penting bagi orang tua untuk menjaga lingkungan rumah yang bersih,
mengurangi paparan polusi udara, dan menghindari paparan bahan kimia berbahaya yang
dapat mempengaruhi kesehatan balita. Menjaga kebersihan lingkungan rumah termasuk
membersihkan genangan air, mengelola limbah dengan benar, serta menjaga ventilasi yang
baik dalam ruangan. Orang tua juga dapat mengambil langkah-langkah untuk melindungi
balita dari paparan polusi udara, seperti menghindari area yang penuh asap atau
menggunakan masker pelindung saat udara tercemar.
Selain upaya individu, peran pemerintah dan lembaga kesehatan juga penting dalam menjaga
lingkungan yang sehat untuk balita. Pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang
melindungi kualitas udara, mengatur penggunaan bahan kimia berbahaya, serta meningkatkan
sanitasi dan manajemen limbah. Puskesmas juga dapat memberikan edukasi kepada orang tua
mengenai pentingnya lingkungan yang sehat dan bagaimana melindungi balita dari paparan
lingkungan yang berbahaya.
Dengan demikian, lingkungan rumah yang tidak sehat, termasuk paparan polusi udara, bahan
kimia berbahaya, dan kebersihan lingkungan yang buruk, dapat berhubungan dengan kejadian
diare pada balita di puskesmas. Upaya pencegahan meliputi menjaga kebersihan lingkungan
rumah, mengurangi paparan polusi udara, dan menghindari paparan bahan kimia berbahaya,
yang akan berkontribusi dalam menjaga kesehatan dan kesejahteraan balita.
Praktik Sanitasi yang Dilakukan Oleh Orang Tua Berhubungan dengan Kejadian Diare
pada Balita
Praktik sanitasi yang dilakukan oleh orang tua memiliki hubungan yang kuat dengan kejadian
diare pada balita di puskesmas. Praktik sanitasi yang baik, termasuk mencuci tangan dengan
benar, menjaga kebersihan lingkungan, serta pengelolaan limbah yang tepat, dapat membantu
mencegah penyebaran penyakit, termasuk diare, pada balita.
Salah satu faktor penting adalah mencuci tangan dengan benar. Orang tua yang sering
mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum menyiapkan makanan, sebelum
menyentuh balita, dan setelah menggunakan toilet dapat mengurangi risiko penyebaran
bakteri, virus, dan parasit penyebab diare. Mencuci tangan secara rutin dan dengan metode
yang tepat dapat membantu meminimalisir kontaminasi yang mungkin terjadi saat
berinteraksi dengan balita atau saat menyiapkan makanan untuk mereka.
Selain mencuci tangan, menjaga kebersihan lingkungan juga penting. Orang tua perlu
memastikan bahwa lingkungan rumah, termasuk toilet, kamar mandi, dan dapur, tetap bersih
dan terjaga kebersihannya. Membersihkan permukaan yang sering disentuh, seperti pegangan
pintu, sakelar, atau mainan balita, juga merupakan praktik sanitasi yang penting. Lingkungan
yang bersih dapat mengurangi risiko kontaminasi dan penyebaran penyakit, termasuk diare.
Pengelolaan limbah yang tepat juga berperan dalam pencegahan diare pada balita. Orang tua
perlu memastikan bahwa limbah rumah tangga, termasuk popok sekali pakai atau tisu bekas,
dibuang dengan benar sesuai dengan pedoman pengelolaan limbah. Memiliki sistem
pembuangan air yang baik juga penting untuk mencegah kontaminasi air minum dan
penyebaran penyakit melalui vektor seperti nyamuk.
Praktik sanitasi yang baik juga mencakup pemilihan dan pengolahan air minum yang aman.
Orang tua perlu memastikan bahwa air yang digunakan untuk minum dan memasak adalah
air yang bersih, terbebas dari kontaminan yang dapat menyebabkan diare. Memanfaatkan
teknologi penyaringan air atau memasak air dengan cara yang tepat dapat membantu menjaga
kebersihan dan keamanan air minum untuk balita.
Puskesmas dapat memberikan edukasi kepada orang tua mengenai praktik sanitasi yang baik
dan pentingnya menjaga kebersihan untuk mencegah diare pada balita. Petugas kesehatan
dapat memberikan informasi tentang teknik mencuci tangan yang benar, pengelolaan limbah
yang tepat, dan pengolahan air minum yang aman. Melalui pendidikan dan dukungan dari
puskesmas, orang tua dapat meningkatkan praktik sanitasi mereka dan menjaga kesehatan
balita mereka.
Dengan demikian, praktik sanitasi yang dilakukan oleh orang tua sangat berpengaruh
terhadap kejadian diare pada balita di puskesmas. Mencuci tangan dengan benar, menjaga
kebersihan lingkungan, mengelola limbah dengan tepat, dan memilih air minum yang aman
adalah langkah-langkah penting dalam pencegahan diare. Dengan praktik sanitasi yang baik,
orang tua dapat melindungi balita dari kontaminasi dan memastikan kesehatan serta
kesejahteraan mereka.
Praktik sanitasi yang dilakukan oleh orang tua memiliki peran yang signifikan dalam
mengurangi kejadian diare pada balita di puskesmas. Praktik sanitasi yang baik mencakup
tindakan seperti mencuci tangan dengan benar, memastikan kebersihan lingkungan rumah,
pengelolaan limbah yang tepat, serta penggunaan air minum yang aman.
Mencuci tangan dengan benar adalah langkah penting dalam mencegah penyebaran penyakit,
termasuk diare, pada balita. Orang tua perlu mengajarkan dan mempraktikkan kebiasaan
mencuci tangan yang baik sebelum menyiapkan makanan, sebelum makan, setelah
menggunakan toilet, dan setelah kontak dengan bahan-bahan yang dapat menyebabkan
kontaminasi. Dengan mencuci tangan dengan air bersih dan sabun selama setidaknya 20
detik, bakteri dan virus yang berpotensi menjadi penyebab diare dapat dihilangkan,
mengurangi risiko infeksi pada balita.
Selain itu, menjaga kebersihan lingkungan rumah juga penting. Orang tua perlu memastikan
bahwa permukaan rumah, termasuk dapur, kamar mandi, dan area bermain balita, tetap bersih
dan bebas dari kotoran atau kontaminan lainnya. Membersihkan secara rutin dengan
menggunakan disinfektan atau pembersih yang efektif dapat mengurangi risiko kontaminasi
dan penyebaran penyakit.
Pengelolaan limbah yang tepat juga berperan dalam mencegah kejadian diare pada balita.
Orang tua perlu membuang limbah rumah tangga, seperti popok sekali pakai atau tisu bekas,
dengan cara yang benar sesuai dengan pedoman pengelolaan limbah. Tumpukan sampah yang
tidak terkendali dapat menjadi tempat perkembangbiakan bakteri dan virus yang berpotensi
menjadi penyebab diare. Dengan memastikan limbah dibuang dengan benar, risiko
kontaminasi dan penyebaran penyakit dapat dikurangi.
Selain itu, pemilihan dan penggunaan air minum yang aman juga penting dalam praktik
sanitasi yang baik. Orang tua perlu memastikan bahwa air minum yang digunakan untuk
balita adalah air yang bersih dan bebas dari kontaminan. Jika air dari sumur atau sumber lain
tidak aman, maka penggunaan teknik penyaringan atau pembersihan air sebelum dikonsumsi
dapat menjadi langkah yang diperlukan untuk menghindari risiko terjadinya diare.
Puskesmas memiliki peran penting dalam memberikan edukasi kepada orang tua mengenai
praktik sanitasi yang baik. Dengan menyediakan informasi tentang pentingnya mencuci
tangan dengan benar, menjaga kebersihan lingkungan, mengelola limbah dengan tepat, dan
menggunakan air minum yang aman, puskesmas dapat membantu orang tua dalam
meningkatkan praktik sanitasi mereka. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang praktik
sanitasi yang benar, orang tua dapat secara efektif mencegah kejadian diare pada balita.
Dengan demikian, praktik sanitasi yang dilakukan oleh orang tua memiliki dampak yang
signifikan terhadap kejadian diare pada balita di puskesmas. Mencuci tangan dengan benar,
menjaga kebersihan lingkungan, mengelola limbah dengan tepat, dan menggunakan air
minum yang aman adalah langkah-langkah penting dalam mencegah penyebaran penyakit
dan menjaga kesehatan balita.
Faktor-Faktor Lain Seperti Pendidikan Orang Tua, Status Sosioekonomi, atau Akses
Terhadap Layanan Kesehatan Memengaruhi Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua
dan Kejadian Diare Pada Balita
Faktor-faktor seperti pendidikan orang tua, status sosioekonomi, dan akses terhadap layanan
kesehatan dapat memengaruhi hubungan antara pola asuh orang tua dan kejadian diare pada
balita di puskesmas.
Pertama, pendidikan orang tua dapat berperan penting dalam pola asuh yang diberikan
kepada balita. Orang tua dengan pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki
pengetahuan yang lebih baik tentang pentingnya praktik sanitasi, gizi yang seimbang, dan
perawatan kesehatan bagi balita. Mereka mungkin lebih mampu memahami tindakan
pencegahan diare, seperti mencuci tangan dengan benar atau memilih makanan yang aman.
Oleh karena itu, balita yang memiliki orang tua dengan pendidikan yang lebih tinggi mungkin
memiliki risiko yang lebih rendah terkena diare.
Kedua, status sosioekonomi keluarga juga dapat memengaruhi pola asuh orang tua dan
kejadian diare pada balita. Keluarga dengan status sosioekonomi rendah mungkin
menghadapi keterbatasan dalam hal akses terhadap air bersih, sanitasi yang memadai, atau
makanan bergizi. Faktor-faktor ini dapat berkontribusi pada peningkatan risiko terjadinya
diare pada balita. Selain itu, keluarga dengan status sosioekonomi rendah mungkin juga
menghadapi keterbatasan akses ke layanan kesehatan yang memadai, termasuk pemeriksaan
kesehatan rutin, vaksinasi, atau pengobatan yang tepat saat balita mengalami diare. Hal ini
dapat memperburuk kondisi dan memperbesar risiko terjadinya komplikasi diare.
Terakhir, akses terhadap layanan kesehatan juga dapat mempengaruhi hubungan antara pola
asuh orang tua dan kejadian diare pada balita. Balita yang memiliki akses terbatas atau
terhambat terhadap layanan kesehatan mungkin tidak mendapatkan penanganan yang tepat
saat mengalami diare. Kurangnya akses terhadap perawatan kesehatan dapat menyebabkan
penundaan dalam diagnosis dan pengobatan yang diperlukan, meningkatkan risiko
komplikasi diare, dan memperburuk kondisi kesehatan badiare
Dalam konteks ini, penting untuk memperhatikan faktor-faktor seperti pendidikan orang tua,
status sosioekonomi, dan akses terhadap layanan kesehatan dalam upaya pencegahan dan
penanganan diare pada balita. Peningkatan akses terhadap pendidikan, peningkatan status
sosioekonomi keluarga, dan perluasan akses terhadap layanan kesehatan yang terjangkau dan
berkualitas dapat membantu mengurangi risiko diare pada balita.
Dengan demikian, faktor-faktor tersebut saling terkait dan dapat memengaruhi hubungan
antara pola asuh orang tua dan kejadian diare pada balita di puskesmas. Upaya yang holistik,
meliputi pendidikan, intervensi sosioekonomi, dan perbaikan akses terhadap layanan
kesehatan, perlu dilakukan untuk mengurangi risiko dan meningkatkan kesehatan balita.
Pendekatan yang komprehensif diperlukan untuk mengatasi faktor-faktor tersebut. Program
pendidikan kesehatan yang melibatkan orang tua dapat membantu meningkatkan
pengetahuan mereka tentang praktik sanitasi yang baik dan perawatan kesehatan balita.
Pendidikan yang terfokus pada lingkungan rumah yang sehat, pentingnya mencuci tangan,
pengelolaan limbah, dan kebersihan makanan dapat membantu orang tua dalam memberikan
pola asuh yang lebih baik dan mencegah kejadian diare pada balita.
Selain itu, langkah-langkah untuk meningkatkan status sosioekonomi keluarga juga harus
dipertimbangkan. Ini dapat mencakup program pemberdayaan ekonomi, pelatihan
keterampilan, atau program bantuan sosial yang dapat membantu keluarga dalam memenuhi
kebutuhan dasar, termasuk akses terhadap air bersih, makanan bergizi, dan sanitasi yang
memadai. Peningkatan status sosioekonomi dapat memberikan keluarga kesempatan untuk
meningkatkan pola asuh mereka dan memperbaiki lingkungan rumah menjadi lebih sehat.
Selanjutnya, akses terhadap layanan kesehatan harus dipermudah dan ditingkatkan.
Puskesmas harus dapat memberikan pelayanan yang berkualitas, termasuk pemeriksaan rutin,
vaksinasi, dan perawatan yang tepat saat balita mengalami diare. Peningkatan jumlah dan
aksesibilitas fasilitas kesehatan di daerah pedesaan atau terpencil juga sangat penting untuk
memastikan bahwa semua balita mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan.
Selain itu, upaya kolaboratif antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat
juga diperlukan. Bersama-sama, mereka dapat bekerja untuk meningkatkan infrastruktur
sanitasi, memperbaiki kualitas air minum, dan menyediakan sumber daya yang diperlukan
bagi keluarga dengan status sosioekonomi rendah. Kampanye edukasi tentang pentingnya
pola asuh yang baik dan praktik sanitasi yang tepat juga dapat dilakukan melalui media
sosial, brosur, atau kelompok diskusi komunitas untuk mencapai sebanyak mungkin orang
tua.
Dengan pendidikan, perbaikan status sosioekonomi, dan akses terhadap layanan kesehatan
yang memadai, hubungan antara pola asuh orang tua dan kejadian diare pada balita dapat
diperbaiki. Langkah-langkah ini tidak hanya akan mengurangi kejadian diare, tetapi juga
meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup balita secara keseluruhan.
Pendidikan orang tua, status sosioekonomi, dan akses terhadap layanan kesehatan merupakan
faktor-faktor yang memengaruhi hubungan antara pola asuh orang tua dan kejadian diare
pada balita di puskesmas. Melalui pendidikan, perbaikan status sosioekonomi, dan
peningkatan akses terhadap layanan kesehatan, upaya pencegahan dan penanganan diare pada
balita dapat ditingkatkan. Hal ini akan membantu menjaga kesehatan balita dan
meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan.

Kesimpulan
Terdapat hubungan yang kompleks antara pola asuh orang tua, lingkungan rumah yang tidak
sehat, praktik sanitasi, serta faktor-faktor seperti pendidikan orang tua, status sosioekonomi,
dan akses terhadap layanan kesehatan dengan kejadian diare pada balita di puskesmas. Pola
asuh yang baik, lingkungan rumah yang sehat, praktik sanitasi yang tepat, pendidikan orang
tua, status sosioekonomi yang memadai, dan akses terhadap layanan kesehatan yang baik
merupakan faktor-faktor yang saling terkait dan berperan dalam pencegahan dan penanganan
diare pada balita. Upaya yang holistik, termasuk pendidikan kesehatan, perbaikan lingkungan
rumah, praktik sanitasi yang baik, peningkatan status sosioekonomi, dan akses terhadap
layanan kesehatan yang memadai, diperlukan untuk mengurangi risiko diare pada balita dan
meningkatkan kesehatan mereka secara keseluruhan.

Saran
Berikut adalah beberapa saran yang dapat diberikan untuk mengurangi kejadian diare pada
balita di puskesmas:
1. Edukasi orang tua: Sediakan program pendidikan kesehatan yang melibatkan orang
tua. Berikan informasi yang jelas dan mudah dipahami tentang pentingnya pola asuh
yang baik, praktik sanitasi yang tepat, dan perawatan kesehatan balita. Dorong orang
tua untuk mengikuti pelatihan atau kelas tentang praktik sanitasi dan perawatan anak.
2. Peningkatan akses terhadap air bersih dan sanitasi yang memadai: Upayakan
peningkatan akses terhadap air minum yang aman dan sanitasi yang memadai.
Bangun infrastruktur sanitasi yang layak di daerah yang membutuhkan, seperti toilet
yang bersih dan tempat pembuangan limbah yang aman.
3. Peningkatan status sosioekonomi: Lakukan upaya untuk meningkatkan status
sosioekonomi keluarga. Sediakan pelatihan keterampilan, program pemberdayaan
ekonomi, dan bantuan sosial yang dapat membantu keluarga dalam memenuhi
kebutuhan dasar, termasuk kesehatan balita.
4. Perbaikan lingkungan rumah: Edukasi orang tua tentang pentingnya menjaga
kebersihan lingkungan rumah. Ajarkan mereka cara membersihkan dan menjaga
kebersihan permukaan rumah, dapur, kamar mandi, dan area bermain balita. Dorong
pengelolaan limbah yang tepat dan penggunaan produk pembersih yang efektif.
5. Peningkatan akses terhadap layanan kesehatan: Pastikan bahwa puskesmas dan
fasilitas kesehatan terdekat tersedia dan dapat diakses oleh semua keluarga. Sediakan
pelayanan kesehatan yang berkualitas, termasuk pemeriksaan rutin, vaksinasi, dan
perawatan diare yang tepat.
6. Kampanye edukasi masyarakat: Lakukan kampanye edukasi yang melibatkan
masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang praktik sanitasi yang baik dan
pentingnya pencegahan diare pada balita. Gunakan media sosial, brosur, dan
kelompok diskusi komunitas untuk menyebarkan informasi yang relevan.
7. Monitoring dan evaluasi: Lakukan monitoring dan evaluasi terhadap program-
program pencegahan diare pada balita. Tinjau keefektifan strategi yang dilakukan dan
perbaiki jika diperlukan. Dengan pemantauan yang baik, dapat dilakukan perubahan
dan penyesuaian untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam mengurangi kejadian
diare.
Dengan implementasi saran-saran di atas, diharapkan dapat mengurangi risiko diare pada
balita, meningkatkan pola asuh yang baik, dan memperbaiki kesehatan serta kesejahteraan
mereka.

Daftar Pustaka
Novita, O. T. (2020). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di
Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta. Journal Of Dehasen Educational Review,
1(2), 56-64.
Wiratmo, P. A., Dewi, N. A., & Oktaviani, O. (2022, March). Pola Asuh Ibu Terhadap
Kejadian Diare Pada Anak Balita. In Prosiding Seminar Nasional ADPI Mengabdi
Untuk Negeri (Vol. 2, No. 2, pp. 33-39).
Sondang Dhea, F., Emilia, E., Mutiara, E., Purba, R., & Ingtyas, F. T. (2022). Hubungan
Pengetahuan Ibu tentang Diare dan Pola Asuh Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Rejo. Sport and Nutrition Journal, 4(1), 20-28.
DAN, H. P. A. O. T. (2020). KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BIREM BAYEUN KECAMATAN BIREM BAYEUN KABUPATEN
ACEH TIMUR TAHUN 2018. Journal of Healthcare Technology and Medicine Vol,
6(2).
Gobel, F. A., & Syam, N. (2020). KEJADIAN DIARE PADA BALITA BERDASARKAN
TEORI HENDRIK L. BLUM DI KOTA MAKASSAR. Media Kesehatan Politeknik
Kesehatan Makassar, 15(1), 50-58.
Rahmawati, R. (2018). Gambaran Kejadian Diare Pada Balita Berdasarkan Data Demografi
Dan Pola Asuh Ibu Di Ruang Flamboyan RS Anna Medika Tahun 2018. RESIK,
10(2).
Umboh, M. J., Tooy, G. C., & Tatangindatu, M. A. (2017). POLA ASUH ORANG TUA
PADA ANAK BALITA DENGAN RIWAYAT PENYAKIT DIARE DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS MANENTE KECAMATAN TAHUNA KABUPATEN
KEPULAUAN SANGIHE. Jurnal Ilmiah Sesebanua, 1(2), 53-57.
Rimbawati, Y., & Surahman, A. (2019). Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian
Diare Pada Balita. Jurnal’Aisyiyah Medika, 4.
Nur, N. H., Rahmadani, N., & Hermawan, A. (2022). Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan
Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pertiwi Kota Makassar.
Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia (MPPKI), 5(3), 298-303.
Winangun, A., Pontang, G. S., & Mulyasari, I. (2019). HUBUNGAN POLA ASUH IBU
DAN PENYAKIT DIARE DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK
SEKOLAH DASAR DI SDN 01 CANDIREJO KECAMATAN UNGARAN BARAT.
Jurnal Gizi dan Kesehatan, 11(25), 10-19.
Saputri, N. (2019). Hubungan Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di
Puskesmas Bernung. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 10(1), 101-110.
Samiyati, M., Suhartono, S., & Dharminto, D. (2019). Hubungan Sanitasi Lingkungan
Rumah Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Karanganyar Kabupaten Pekalongan. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip), 7(1),
388-395.
Wahyudin, W., & Perceka, A. L. (2019). Hubungan Pola Asuh dan Status Gizi Balita Dengan
Angka Kejadian Diare di Ruang Nusa Indah Bawah RSUD dr. Slamet Garut. Jurnal
Medika Cendikia, 6(01), 44-54.
Hartoyo, D. A. S. (2021). HUBUNGAN POLA ASUH GIZI, DIARE, ISPA, ASUPAN
ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK BALITA DI
PUSKESMAS WABULA KABUPATEN BUTON (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes Kendari).
Ilsa, A. M., & Atzmardina, Z. (2023). HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU
MENCUCI TANGAN TERHADAP KEJADIAN DIARE BALITA DI TINTING
SELIGI. Jurnal Kesehatan Tambusai, 4(2), 570-578.

Link jurnal :
https://drive.google.com/drive/folders/1oUk-p0ujtlzbny_ybmxn9ltLGt5px0CR?usp=sharing

Anda mungkin juga menyukai