Anda di halaman 1dari 9

NAMA : Moses Ginting-11200934

Caesar Wiraldi Wiranata-11200863

MANAJEMEN INVESTASI DAN PORTOFOLIO

DARI

PT BANK CENTRAL ASIA (BCA)

Gambaran Umum Investasi

A. Investasi
Investasi adalah menempatkan dana dengan harapan memperoleh tambahan
uang atau keuntungan tersebut. Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan
sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan dimasa
mendatang. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa investasi saham
adalah penyaluran sumber dana yang ada sekarang dengan mengharapkan keuntungan
dimasa mendatang dengan cara menempatkan uang atau dana dalam pembelian efek
berupa saham dengan harapan mendapatkan tambahan atau keuntungan tertentu atas
dana yang diinvestasikan dalam perdagangan saham tersebut di bursa efek.
1. Bentuk Investasi
Secara garis besar, ada dua jenis asset yang dapat digunakan sebagai sarana
investasi, yaitu sebagai berikut.
a. Real asset, yakni investasi yang dilakukan dalam asset-asset yang
berwujud nyata, seperti emas, real estate, dan karya seni.
b. financial asset, yakni investasi yang dilakukan pada sektorsektor financial,
seperti deposito, saham, obligasi, dan reksadana.

Berinvestasi di financial asset bisa dilakukan dengan dua cara yaitu langsung dan
tidak langsung. Langsung artinya investor membeli aset-aset keuangan perusahaan,
tidak langsung membeli saham dari perusahaan investasi yang mempunyai portofolio
aset-aset keuangan dari perusahaan lain.

Dalam pengelolaan portofolio, ada dua pendekatan yang dapat dilakukan,


yaitu strategi pasif dan strategi aktif.
a. Bentuk investasi aktif (active investment style), yaitu bentuk investasi yang
didasarkan pada asumsi bahwa pasar modal melakukan kesalahan dalam
penentuan harga (mispriced).
b. Bentuk investasi pasif (passive investment style), yaitu bentuk investasi yang
didasarkan pada asumsi bahwa harga-harga sekuritas di pasar sudah ditentukan
secara tepat sesuai dengan nilai intrinsiknya atau pasar modal tidak melakukan
kesalahan dalam penentuan harga.

Berdasarkan pernyataan sebelumnya, para investor yang tergolong dalam


melakukan bentuk investasi aktif mungkin menggunakan analisis teknikal, analisis
fundamental. Sedangkan pada bentuk investasi pasif terlalu takut untuk menerima
risiko maka langkah preferensi risikonya dengan menyusun portofolio.

Hal yang paling mendasar yang harus diketahui oleh seorang investor adalah
adanya risiko yang selalu mengikuti return (risk and return trade off). Adapun yang
dimaksud dengan return atau yang seringkali disebut juga sebagai imbal hasil adalah
hasil yang diperoleh dari suatu investasi. Return ini dapat berupa return realisasi/
imbal hasil yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang terjadi di masa mendatang.
Return ini biasanya berupa bunga, capital gain dan dividen. Sementara itu, risiko
(risk) didefinisikan sebagai peluang dari tidak tercapainya salah satu tujuan investasi
karena adanya ketidakpastian dari waktu ke waktu. Risiko ini terdiri dari dua jenis,
yaitu risiko sistematis (risiko pasar) dan risiko tidak sistematis (risiko yang timbul
dari kebijakan perusahaan). Di antara return dan risiko terdapat hubungan yang searah
atau linier yang menunjukkan bahwa semakin besar risiko yang ditanggung semakin
besar pula tingkat return yang diharapkan.

2. Proses Keputusan Investasi

Proses keputusan investasi merupakan keputusan yang berkesinambungan (on


going process) sampai tercapai keputusan 3 investasi yang terbaik. Tahapan-tahapan
dalam suatu proses keputusan investasi antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut.

a. Penentuan Tujuan Berinvestasi Dalam penentuan tujuan berinvestasi ada


beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu jangka waktu investasi
(pendek/panjang) dan berapa target return yang ingin dicapai.
b. Penentuan Kebijakan Investasi Investor harus mengerti karakter risiko (risk
profile) masingmasing, yakni apakah seorang investor cenderung mau
mengambil risiko atau justru menghindari risiko, berapa banyak dana yang
akan diinvestasikan, fleksibilitas investor dalam waktu untuk memantau
investasi, dan pengetahuan investor atas pasar modal.
c. Pemilihan Strategi Portofolio dan Aset Setelah mengetahui hal-hal pada point
a dan b di atas, maka kita dapat membentuk suatu portofolio yang diharapkan
efisien dan optimal.
Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Portofolio Tahapan ini dimaksudkan untuk
mengukur kinerja portofolio yang telah dibentuk, yakni apakah sudah sesuai
dengan tujuan atau justru belum.
3. Motif Investasi
Secara umum, motif investasi didasari untuk memperoleh keuntungan dari dana
yang diinvestasikan karena adanya peluang untuk mendapatkan keuntungan yang
diinginkan, tingkat keuntungan dalam investasi biasanya dipengaruhi oleh sikap
investor dalam mengambil atau menanggapi risiko. Berdasarkan sikapnya dalam
menghadapi risiko, investor dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok berikut
ini.
a. Pengambil Risiko (Risk Seeker) Investor ini merupakan investor yang apabila
dihadapkan pada dua alternatif investasi dengan pengembalian 4 yang
diharapkan sama, maka ia cenderung akan memilih investasi yang berisiko.
Investor yang termasuk pada kelompok risk seeker merupakan investor yang
berani menanggung risiko dan optimis dalam melihat masa depan. Portofolio
saham pemodal ini sebagian ada yang memberikan hasil yang tinggi dengan
risiko yang tinggi dan risiko kecil dengan hasil yang tidak begitu tinggi. Para
pemodal ini biasanya berasal dari golongan kalangan muda yang penuh
perhitungan.
b. Penghindar Risiko (Risk Averter) Investor ini merupakan investor yang
apabila dihadapkan pada dua alternatif investasi dengan pengembalian yang
diharapkan sama, maka ia cenderung akan memilih investasi yang kurang
berisiko. Investor yang termasuk ke dalam kelompok risk averter merupakan
investor yang cenderung untuk menghindari risiko dan berinvestasi pada aset
yang memberikan pendapatan tetap, seperti deposito, obligasi, ataupun saham
yang tergolong ke dalam blue chips. Investor ini menyadari tidak
mengharapkan keuntungan investasi yang optimal. Biasanya kalangan investor
dalam kategori ini mayoritas berasal dari kalangan pensiunan yang
berkeinginan untuk mendapatkan keuntungan walaupun sedikit namun pasti.
c. Acuh terhadap Risiko (Risk Indifference) Investor ini merupakan investor
yang cenderung tidak peduli tersebut jenis investasi mana yang akan
diambilnya. Investor yang tergolong ke dalam risk indiference ini merupakan
tipe investor yang hanya cenderung ikut-ikutan dalam melakukan pembelian
atau penjualan efek sesuai dengan gejolak pasar.
4. Bentuk Keuntungan Dan Kerugian Investasi
Dalam aktivitas investasi pada suatu perusahaan di pasar modal, investor akan
dihadapkan pada dua kondisi, yaitu keuntungan dan 5 kerugian. Bentuk keuntungan
atas investasi di pasar modal tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Capital gain, yaitu keuntungan dari hasil jual beli saham, berupa selisih antara
nilai jual yang lebih tinggi dari pada nilai belinya.
b. Dividen, yaitu bagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada
pemegang saham.
c. Saham perusahaan, seperti tanah atau aktiva sejenis, nilainya meningkat
sejalan dengan waktu dan sejalan dengan perkembangan kinerja perusahaan.
Investor jangka panjang mengandalkan kenaikan nilai saham ini untuk meraih
keuntungan dari investasi saham.
d. Saham juga dapat dijaminkan ke bank untuk memperoleh kredit, sebagai
agunan tambahan dari agunan pokok.

Adapun bentuk kerugian yang mungkin dialami oleh investor atas investasinya di
pasar modal di antaranya mencakup hal-hal sebagai berikut.

a. Capital loss, yaitu kerugian dari hasil jual beli saham yang berupa selisih
antara nilai jual yang lebih rendah daripada nilai beli saham.
b. Opportunity loss, yaitu kerugian berupa selisih suku bunga deposito dikurangi
total yang diperoleh dari total investasi.
c. Kerugian karena perusahaan dilikuidasi, namun nilai likuidasinya lebih
rendah dari harga beli saham.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa investasi di pasar modal memiliki


kelebihan dan kekurangan tersendiri. Investasi yang dilakukan selalu
mengandung dua sisi, yaitu keuntungan dan kerugian dalam melakukan
penanaman modal yang dalam hal ini tergantung pada sesuai atau tidaknya
investasi yang mereka lakukan dengan tujuan invetasi itu sendiri.

MAKRO EKONOMI

IHSG total mengalami penurunan 3 kali (tahun 2008, 2013, 2015) dan selebihnya naik
di 9 tahun sisanya. Ini artinya IHSG rata-rata turun sekali setiap tiga tahun dan hal ini
menunjukkan bahwa sampai saat ini saham menjadi salah satu tempat pilihan yang tepat
untuk berinvestasi. Kondisi pertumbuhan IHSG ini dapat dilihat pada Grafik 1.1 dibawah ini.

pada tahun 2005, mengalami tren penurunan secara perlahan kecuali pada tahun 2008
yang justru meningkat. Suku bunga bertahan pada level 6,5% pada tahun 2009 dan 2010.
Pada tahun 2014 suku bunga berada pada level 7,75%. Sampai pada akhir tahun 2015 suku
bunga bertahan pada level 7,5%. Kestabilan ini turut mendukung stabilitas suku bunga di
pasar uang antar bank (PUAB) dengan risiko yang relatif terjaga, perbankan untuk tetap
berkinerja dengan baik pada tahun 2016. Namun, tekanan eksternal seperti rencana kenaikan
suku bunga The Fed membuat Bank Indonesia lebih waspada dalam mengambil kebijakan
terkait suku bunga, pasar mengharapkan BI lebih dahulu menurunkan suku bunga, lalu
menyesuaikan ketika potensi kenaikan suku bunga The Fed semakin tinggi.Perkembangan
tingkat inflasi dan suku bunga selama sepuluh tahun terakhir dapat dilihat pada grafik 1.2.
dibawah ini.
Dalam pasar modal, emitten dalam bursa efek mengandalkan nilai tukar rupiah
terhadap dollar pada setiap proses produksinya atau biasa disebut kurs. Apabila perusahaan
bergerak dalam bidang ekspor-impor ataupun bergantung pada transaksi lainnya yang
dilakukan oleh dua Negara atau lebih, maka pergerakan nilai tukar akan sangat
mempengaruhi output. Kegiatan perdagangan internasional yang melibatkan dua negara dan
memiliki mata uang yang berbeda, maka kedua belah pihak harus memperhatikan nilai kurs
(fexchange rate) dari masing-masing negara tersebut. Mengingat pengaruhnya yang besar
bagi neraca perdagangan, transaksi berjalan maupun bagi variabel-variabel makro ekonomi
lainnya.

Kurs dapat dijadikan alat untuk mengukur kondisi perekonomian suatu negara. Nilai
mata uang yang stabil. menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang
relatif baik atau Rate Inflasi stabil. Ketidakstabilan nilai tukar ini mempengaruhi arus modal
atau investasi dan perdagangan internasional (Triyono, 2008:156).
Faktor makroekonomi lainnya yang juga dapat mempengarhi harga saham adalah
jumlah uang beredar. Menurut M.Samsul dalam jurnal ekonomi Bambang Sukono Indarto
(2012:42), jika jumlah uang yang beredar meningkat maka tingkat bunga akan turun dan
harga saham naik sehingga saham menjadi bullish. Palmer dalam jurnal Pananda Pasaribu
dkk (2009:5) menyatakan bahwa secara umum perubahan uang beredar akan membuat
perubahan pada harga saham. Apabila jumlah uang beredar di masyarakat meningkat, maka
akan menyebabkan para pelaku usaha maupun perusahaan-perusahaan lebih mudah
mendapatkan dana melalui perbankan untuk berinvestasi dalam saham.

Menurut Mankiw (2003:476), investasi memainkan peranan penting tidak hanya pada
pertumbuhan jangka panjang namun juga pada siklus bisnis jangka pendek karena investasi
merupakan unsur PDB yang paling sering berubah. Ketika pengeluaran atas barang dan jasa
turun selama resesi, maka penurunan ini berkaitan dengan penurunan investasi,penurunan
investasi akan menurunkan PDB. Seharusnya saat investasi meningkat PDB juga akan
mengalami peningkatan, namun yang terjadi tidak demikian. Pada tahun 2009 inflasi
mengalami penurunan sebesar 2,78%, namun PDB juga ikut menurun dari 6,01%. Saat inflasi
meningkat di tahun 2010 sebesar 6,96%, PDB justru mengalami peningkatan dari 4,63% di
tahun 2009 menjadi 6,22% di tahun 2010. Dimana seharusnya semakin tinggi inflasi maka
PDB akan semakin turun dan sebaliknya.
Beberapa penelitian sebelumnya tentang hubungan antara inflasi dengan harga saham
seperti yang dilakukan oleh Widjojo (dalam Almilia, 2003) menyatakan bahwa makin tinggi
inflasi akan semakin menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. Turunnya profit
perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham dan dapat
mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan tersebut. Sebaliknya Sangkyun Park (2007)
yang meneliti kaitan antara Variabel makro, Indeks harga Konsumen, GDP, tingkat Inflasi,
dan suku bunga terhadap harga saham menemukan bahwa hanya GDP yang berpengaruh
positif terhadap harga saham sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh. Penelitian lain
tentang harga saham dengan nilai tukar uang (domestik terhadap US dolar) yang dilakukan di
berbagai negara menunjukkan hasil yang berbeda. Frank dan Young (dalam Saini dkk, 2002)
yang meneliti US MNCs (United State Multi-National Corporations) menemukan bahwa
tidak ada pola yang pasti dari hubungan harga saham dengan nilai tukar uang.

pengaruh Inflasi, suku bunga, nilai tukar, jumlah uang yang beredar, dan pertumbuhan
ekonomi yang dicerminkan oleh pertumbuhan GDP terhadap kinerja harga saham sektoral
dengan mengambil kasus perusahaan perbankan yaitu Bank Central Asia (BCA) pada tahun
2006-2015. Seperti yang sudah dipaparkan diatas, alasan pengambilan indeks saham salah
satu Bank Swasta ini karena saham Bank BCA selalu menjadi primadona. Alasan lainnya
adalah karena perbankan merupakan sektor yang sangat dipengaruhi oleh kondisi makro
ekonomi seperti kenaikan suku bunga kredit dan inflasi yang imbasnya pada peningkatan
investasi pasar modal.

Anda mungkin juga menyukai