Anda di halaman 1dari 19

Laporan UKP

Benign Paroxysmal Positioning Vertigo

Oleh :

dr. Fadlan Hafizh Harahap

Pendamping :

dr. Yosi Susandri

DOKTER PROGRAM INTERNSHIP


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
RSUD Dr. ADNAAN WD PAYAKUMBUH
PERIODE NOVEMBER 2022- NOVEMBER 2023

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan UKP (Unit Kesehatan Perorangan) ini dengan judul
“BPPV”.
Laporan UKP ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti program Internship
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih kepada dr.
Yosi Susandri selaku pendamping yang telah memberikan masukan dan bimbingan serta
semua pihak yang telah membantu menyelesaikan laporan UKP ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan laporan ini. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Payakumbuh, Agustus 2023

Penulis

2
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Vertigo adalah suatu perasaan gangguan keseimbangan. Vertigo seringkali dinyatakan
sebagai rasa pusing, sempoyongan, rasa melayang, badan atau dunia sekelilingnya
berputar-putar, dan berjungkir balik. Vertigo disebabkan karena alat keseimbangan tubuh
tidak dapat menjaga keseimbangan dengan baik.

B. Klasifikasi Vertigo
 Vertigo non-vestibular
 Vertigo vestibular
o Vertigo vestibular sentral
o Vertigo vestibular perifer
Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non-vestibular
Karakteristik Vertigo Vestibular Vertigo Non-Vestibular
Waktu Episodik Konstan
Sifat Vertigo Berputar Melayang
Faktor
Gerakan kepala, perubahan posisi Stress, hiperventilasi
pencetus
Gejala Gangguan mata, gangguan
Mual, muntah, tuli, tinnitus
Penyerta somatosensorik

Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral


Karakteristik V. Vestibular Perifer V. Vestibular Sentral
Durasi Menit hingga jam Minggu hingga bulan
Intensitas Berat Sedang
Mual muntah Tipikal Sering kali tidak ada
Diperparah
perubahan posisi Ya Kadang tidak berkaitan
kepala
Usia pasien Berapapun, biasanya muda Usia lanjut
Nistagmus horizontal dan
Nistagmus horizontal atau vertical;
Nistagmus rotatoar; ada nistagmus fatigue
tidak ada nistagmus fatigue
5-30 detik
Defisit nervi
cranial atau Tidak ada Kadang disertai ataxia
cerebellum
Seringkali berkurang atau
Pendengaran Biasanya normal
dengan tinnitus
3
Meniere’s disease Drugs
Labyrinthitis Massa Cerebellar / stroke
Penyebab
Positional vertigo Encephalitis/ abscess otak
Neuroma akustik Insufisiensi Arteri Vertebral

C. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)


Gejala gangguan vestibular perifer meliputi vertigo, ketidakseimbangan, dan seringkali
disertai mual dan muntah. Penyebab paling umum dari gangguan ini adalah benign
paroxysmal positional vertigo (BPPV). Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV)
adalah vertigo yang dipicu oleh posisi-posisi yang provokatif, seperti berguling di tempat
tidur, posisi berbaring, posisi duduk, membungkuk, dan menengadah.

D. Epidemiologi
BPPV merupakan vertigo vestibular perifer yang paling sering dijumpai. 20% pasien
dengan gejala vertigo mengalami BPPV. Berdasarkan jenis kelamin ada prediklesi lebih
sering mengenai wanita (64%). Sedangkan berdasarkan usia, umumnya menyerang
populasi usia lanjut (rata-rata umur 51-57,2 tahun). Sangat jarang terjadi pada orang muda
di bawah 35 tahun tanpa adanya riwayat cidera kepala.

E. Etiologi
Pada sekitar 50% kasus penyebabnya tidak diketahui. Beberapa kasus BPPV dijumpai
setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher; infeksi telinga tengah atau operasi
stapedektomi.

Etiologi BPPV:
 Idiopatik (50%)
 Pasca trauma (14-27%)
 Pasca labirintitis
 Pasca operasi
 Ototoksisitas
 Mastoiditis kronik

F. Patofisiologi

4
Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis semisirkularis
tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain. Pada pangkal setiap
kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni ampula. Di dalam ampula
terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis
akibat gerakan kepala. Sebagai contoh, bila seseorang menolehkan kepalanya kearah
kanan, maka cairan dalam kanalis semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula
akan mengalami defleksi ke arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang
diteruskan ke otak sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel
atau debris dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan
defleksi kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini
menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga timbul
sensasi berupa Vertigo.

Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori cupulolithiasis dan
canalithiasis.

Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962, dr. Harold Schuknecht mengajukan teori cupulolithiasis (heavy cupula).
Teori ini didasarkan pada penemuan partikel basofilik yang menempel pada kupula.
Postulat yang ia kemukakan adalah, posterior semisirkular kanal sensitif terhadap
gravitasi karena partikel basofilik
menempel atau bergantung pada
cupula. Hal ini dapat disamakan
seperti ada benda yang berat di atas
sebuah tongkat yang berdiri tegak.
Jika tongkat ini jatuh ke satu sisi,
maka benda berat ini akan mencegah
tongkat untuk kembali ke posisi
semula. Pada penerapannya,
didapatkan nistagmus yang persisten
GAMBAR 1. Gambaran skematik canalithiasis,
dan pusing ketika kepala pasien cupulolithiasis, dan vestibulolithiasis
digerakkan ke arah belakang.

Teori Canalithiasis
5
Pada tahun 1980, Epley mengajukan teori canalithiasis. Ia meneliti bahwa gejala BPPV
lebih masuk akal jika benda berat tersebut (canalith) dapat bergerak bebas di posterior
semisirkular kanal dari pada menempel pada cupula. Teori dapat disamakan dengan batu
di dalam ban mobil. Ketika ban mobil bergerak, batu juga ikut bergerak namun jatuh
beberapa saat kemudian karena ada gaya gravitasi. Gerakan batu yang jatuh ini sama
dengan gerakan canalith yang berlawanan dengan arah endolimfe, ketika terdapat gerakan
kepala. Hal ini menyebabkan pusing yang arahnya terbalik dengan arah gerakan
endolimfe.

Teori canalithiasis lebih baik dalam menjelaskan keterlambatan sesaat sebelum


munculnya gejala, nistagmus sementara, dan adanya perbaikan ketika kepala kembali ke
posisi semula pada gejala klasik BPPV. Teori ini kemudian mendapat dukungan dari
Parnes dan McClure di tahun 1991 dengan ditemukannya canalith di posterior
semisirkular kanal pada pembedahan.

G. Manifestasi klinis
Pada umumnya pasien dengan BPPV merasakan vertigo ketika mencoba untuk duduk
setelah bangun tidur. Setelahnya, vertigo karena perubahan posisi ini dapat hilang timbul
dalam jangka waktu yang panjang, biasanya bulan ke tahun. Keparahan dari kondisi ini
sangat bervariasi. Pada keadaan ekstrim, pergerakan kepala yang ringan dapat
menyebabkan muntah dan mual.

Pasien dengan BPPV tidak merasakan pusing setiap saat. Rasa pusing yang parah muncul
ketika serangan dipicu oleh gerakan kepala. Pada waktu diantara serangan, umumnya
pasien merasakan tidak adanya atau sedikit gejala. Namun beberapa pasien mengeluhkan
sensasi mengambang dari panca indera.

BPPV klasik umumnya dipicu oleh gerakan tiba-tiba dari posisi tegak ke posisi supinasi
dan kepala membentuk sudut 45° kearah telinga yang terpengaruh. Ketika mencapai
posisi yang tepat, terjadi keterlambatan beberapa detik sampai gejala dirasakan. Ketika
BPPV terpicu, pasien akan merasa seperti terlempar berputar, terutama ke arah telinga
yang terpengaruh. Gejala yang dirasakan akan sangat berat dan akan menghilang dalam
waktu 20-30 detik. Tetapi sensasi akan dirasakan lagi ketika pasien mencoba untuk duduk
tegak, dan arah dari nistagmus akan terbalik.
6
H. Pemeriksaan Fisik
Manuver Dix-Hallpike adalah pemeriksaan fisik utama untuk BPPV. Temuan klasik
seperti nistagmus rotatoar dengan keterlambatan sebelum gejala muncul dan hilang
setelah beberapa waktu merupakan pathognomonic. Hasil yang negatif tidak mempunyai
arti kecuali untuk indikasi bahwa canalith aktif tidak ada untuk sementara waktu.
Tes ini dilakukan dengan menggerakan pasien dengan cepat dari posisi duduk ke supinasi
ketika kepala pasien membentuk sudut 45° ke arah kanan. Setelah menunggu 20-30 detik,
pasien kembali keposisi semula (tegak). Jika tidak terlihat adanya nistagmus, prosedur
diulang ke arah kiri.

Gambar 1. Manuver DixHallpike

I. Pemeriksaan Penunjang
Karena Dix-Hallpike maneuver merupakan pathognomonic, pemeriksaan penunjang
seperti tes laboratorium atau radiologi hanya untuk menyingkirkan kemungkinan
diagnosis lainnya. Tes lain yang dapat membantu diagnosis antara lain:
 MRI dapat digunakan untuk melihat adanya lesi sentral
 Electronystagmography (ENG) adalah pencatatan objektif nistagmus yang distimulasi
oleh gerakan kepala dan tubuh, pandangan, dan stimulasi kalorik. ENG dapat

7
membantu untuk mendeteksi nistagmus, membedakan lesi sentral atau perifer, dan
menentukan keparahan hipofungsi vestibular.
 Tes kalorik biasanya akan memberikan respon yang terlambat pada telinga yang
memiliki gangguan.

J. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesa, temuan pada pemeriksaan fisik, dan hasil
dari tes vestibular dan auditori. Pemeriksaan Electronystagmography (ENG) mungkin
dibutuhkan untuk melihat karakteristik nistagmus.

K. Tata laksana
Pilihan tata lakasana termasuk observasi, obat-obatan vestibulosuppressant, rehabilitasi
vestibular, reposisi canalith, dan pembedahan.

Pilihan observasi termasuk dalam tata laksana karena BPPV dapat hilang tanpa
pengobatan dalam waktu minggu ke bulan. Namun perlu diperhatikan bahwa pasien akan
merasa tidak nyaman karena vertigo dan adanya resiko untuk jatuh atau kedaan berbahaya
lain karena BPPV.

Obat-obatan untuk mensupresi vestibular tidak menyembuhkan BPPV, tapi dapat


memberikan sedikit pengurangan gejala pada pasien. Tiga kategori vestibular supresan
adalah anticholinergik (glycopyrolat, scopolamine), antihistamin (meclizine,
prometahzine), dan benzodiazepine. Untuk kasus vertigo vestibular akut dan berat dapat
digunakan IM promethazine atau IV droperidol. Efek samping anticholinergic, seperti
mulut kering dan penglihatan menjadi kabur. Efek samping yang umum dijumpai dengan
obat antihistamin adalah sedasi (mengantuk).

Nama Obat Dosis Lazim (mg)


Betahistine mesylate 6—12, 3x sehari
Betahistine diHCl 8, x sehari
Dimenhydrinate 25—50, 4x sehari
Diphenhydramine HCl 25—50, 4x sehari
Cinnarizine 15—30, 3x sehari
Promethazine 12,5—25, 4x sehari
Ephedrine 12,5—25, 4x sehari
Lorazepam 0,5—1, 3x sehari
Diazepam 2—5, 2—3x sehari
Scopolamine 0,3—0,6, 3—4 x sehari
8
Rehabilitasi vestibular adalah terapi non-invasif dapat sukses walaupun memakan waktu.
Kekurangan dari terapi ini adalah BPPV pasien akan terpicu berkali-kali ketika
melakukan terapi ini.

Reposisi canalith merupakan pilihan


pengobatan terutama karena benefit-risk ratio
yang tinggi. Reposisi canalith ini dilakukan
dengan cara maneuver Epley atau Semont.
Pembedahan dilakukan untuk pasien yang
gagal pada reposisi canalith. Pembedahan
bukan pilihan pertama pada pengobatan
BPPV karena sifatnya yang invasif dan
kemungkinan komplikasi seperti gangguan
GAMBAR 3. Posterior Canal Plugging
pendengaran atau kerusakan pada nervus
facialis.

L. Prognosis
Prognosis setelah reposisi canalith pada umumnya baik. Perbaikan spontan dapat muncul
dalam 6 minggu, walaupun beberapa kasus tidak didapatkan perbaikan. Setelah diobati,
peluang untuk terkena BPPV ulang adalah 10-25%.

9
BAB II

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 45 tahun

Agama : Islam

Alamat : Pd. Alai Bodi

Pendidikan : SMA

Status : Menikah

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Pusing berputar terjadi mendadak selama 5 menit sejak 4 jam SMRS.

Keluhan Tambahan

Mual dan Muntah, lemas

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Adnaan WD dengan keluhan pusing berputar terjadi secara
tiba-tiba saat pasien sedang menyapu di rumah sejak kurang dari 4 jam SMRS. Pusing
yang dirasakan pasien hilang timbul dan merasa ruangannya berputar selama ± 5 menit.
Pasien mengaku pusing berputarnya saat ini lebih berat saat pasien merubah posisi dan
berkurang pada saat pasien berbaring atau menutup mata. Pasien juga merasa lemas, mual
dan muntah sebanyak tiga kali berisi makanan dan air.

Pasien menyangkal ada penurunan pendengaran, telinga berdenging, keluar cairan dari
telinga, penglihatan ganda dan kabur, demam, sakit gigi, berat badan menurun, sakit

10
kepala, pingsan atau penurunan kesadaran, baal, kesemutan, kelemahan anggota gerak
sebelah, sulit menelan, bicara pelo.

Satu bulan yang lalu pasien merasakan telinga kanan berdenging hilang timbul selama ± 2
menit kemudian hilang, timbul pada saat pasien kelelahan dan berkurang pada saat pasien
beristirahat dan menutup mata.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku blm pernah mengalami hal ini sebelumnya. Riw. Infeksi telinga, Riw
Stroke, Riwayat Dispepsia, hipertensi, Kolestrol, Penyakit Jantung dan Diabetes Melitus
disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita hal yang serupa seperti pasien. Tidak
ada yang mengalami penyakit hipertensi, penyakit jantung, dan DM.

Riwayat Pengobatan

Pasien belum pernah berobat untuk keluhan ini sebelumnya.

Riwayat Kebiasaan

Pasien memiliki kebiasaan makan yang tidak teratur. Pasien tidak mengonsumi kopi dan
teh. Pasien tidak merokok dan minum alkohol. Pasien jarang berolahraga.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : pasien tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

GCS : 15  Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6

11
Tanda Vital

Tekanan darah: 130/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 37 oC

D. STATUS GENERALIS
Kepala : normochepal

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung : deviasi septum (-), sekret (-)

Telinga : normotia, sekret (-)

Mulut : bibir tampak lembab berwarna merah

Leher : tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran tiroid

Thoraks

Inspeksi : pergerakan dada simetris, tidak ada lesi

Palpasi : vocal fremitus normal

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi
Paru : suara napas vesikular, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : bunyi jantung I dan II normal, regular, tidak ada gallop dan murmur

Abdomen
Inspeksi : abdomen datar
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani di seluruh region abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegaly (-)

Ekstremitas
Superior : akral hangat, RCT < 2detik, edema (-), sianosis (-)
Inferior : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)

E. STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : compos mentis

12
GCS : 15  Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6
Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : negatif
Kernig : negatif
Lasegue : negatif
Brudzinski I, II: negative

F. PEMERIKSAAN NERVUS CRANIAL


1. Nervus Olfaktorius

Dextra Sinistra
Daya pembau Normosmia Normosmia

2. Nervus Optikus

Dextra Sinistra
Tajam Penglihatan Normal Normal
Lapang Pandang Normal Normal
Pengenalan Warna Normal Normal
Funduskopi
Papil edema Tidak dilakukan
Arteri:Vena

3. Nervus Okulomotorius

Dextra Sinistra
Ptosis - -
Gerakan Bola Mata
Baik Baik
 Medial
Baik Baik
 Atas
Baik Baik
 Bawah
Ukuran Pupil Pupil bulat isokor Ø ODS 3 mm
Refleks Cahaya
+ +
Langsung
Refleks Cahaya
+ +
Konsensual
Akomodasi Baik Baik

13
4. Nervus Trokhlearis

Dextra Sinistra
Gerakan Mata
Baik Baik
Medial Bawah

5. Nervus Trigeminus
Menggigit Normal
Membuka mulut Normal
Sensibilitas
 Oftalmikus + +
 Maksilaris + +
 Mandibularis + +
Refleks kornea Tidak dilakukan
Refleks bersin Tidak dilakukan

6. Nervus Abdusens

Dextra Sinistra
Gerakan mata ke lateral + +
Nistagmus normal

7. Nervus Facialis

Dextra Sinistra
Mengangkat alis + +
Kerutan dahi + +
Menutup mata Normal Normal
Menyeringai Normal Normal

8. Nervus Vestibulochoclearis

Dextra Sinistra
Tes Romberg Ke kanan
Past pointing Normal
Tes bisik Normal Normal
Tes Rinne Tidak dilakukan

14
Tes Weber
Tes Schwabach

9. Nervus Glosofaringeus & Nervus Vagus


Arkus faring Gerakan simetris
Daya Kecap Lidah 1/3 belakang Tidak dilakukan
Uvula Letak di tengah
Menelan Normal
Refleks muntah Tidak dilakukan

10. Nervus Assesorius

Dextra Sinistra
Memalingkan kepala Baik Baik
Mengangkat bahu Baik Baik

11. Nervus Hipoglosus


Sikap lidah Tidak ada deviasi
Fasikulasi -
Tremor lidah -
Atrofi otot lidah -

G. PEMERIKSAAN MOTORIK
Anggota Gerak Atas
Dextra Sinistra
Bentuk Tidak ada deformitas
Kontur Otot Eutrofi Eutrofi
Kekuatan 5 5 5 5 5 5 5 5
Reflex Bisep ++ ++
Reflex Trisep ++ ++

15
Anggota Gerak Bawah
Dextra Sinistra
Bentuk Tidak ada deformitas
Kontur Otot Eutrofi Eutrofi
Kekuatan 5 5 5 5 5 5 5 5
Reflex Patella ++ ++
Reflex Achilles ++ ++

Refleks Patologis
Dextra Sinistra
Babinski - -
Chaddocck - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Gonda - -
Hoffman Trommer - -

H. PEMERIKSAAN SENSORIK

Dextra Sinistra
Rasa Raba
- Ekstremitas Atas + +
- Ekstremitas Bawah + +
Rasa Nyeri
- Ekstremitas Atas + +
- Ekstremitas Bawah + +
Rasa Suhu
- Ekstremitas Atas Tidak dilakukan
- Ekstremitas Bawah

I. FUNGSI VEGETATIF
Miksi Defekasi
Inkontinensia urin - Inkontinensia alvi -
Retensio urine - Retensio alvi -
Poliuria -

Anuria -

16
RESUME

Ny. A, 45 tahun datang ke IGD RS. Islam Cempaka Putih dengan keluhan pusing
berputar sejak kurang dari 4 jam SMRS. Pasien merasakan pusing berputar yang terjadi
secara tiba-tiba saat pasien sedang menyapu di rumah. Pusing yang dirasakan pasien
hilang timbul dan merasa ruangannya berputar selama ± 5 menit. Pasien mengaku pusing
berputarnya saat ini lebih berat saat pasien merubah posisi dan berkurang pada saat
pasien berbaring atau menutup mata. Pasien juga merasa lemas, mual dan muntah
sebanyak tiga kali berisi makanan dan air.

Satu bulan yang lalu pasien merasakan telinga kanan berdenging hilang timbul selama ± 2
menit kemudian hilang, timbul pada saat pasien kelelahan dan berkurang pada saat pasien
beristirahat dan menutup mata

Kesadaran compos mentis, GCS 15 (Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6), TD 130/80 mmHg,
Nadi 80 x/menit, Pernapasan 20 x/menit, Suhu 37 oC. Tes romberg ke kanan.

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Hasil

Hemoglobin 12.9

Leukosit 9450

Hematokrit 39

Trombosit 307.000

GDR 107

DIAGNOSA
• Diagnosa Klinis : vertigo perifer, Nausea, vomitus, romberg test (+)
• Diagnosa Etiologi : Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
• Diagnosa Topis : Kanalis semisirkularis
• Diagnosa Patologi : Inflamasi

ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


• Dix-Halpike position test
• Caloric test
• Elektronistamografi

17
TERAPI
Non-farmakologis:
- istirahat
- Hindari posisi yang memicu vertigo seperti posisi duduk mendadak dari berbaring,
menengadah ke atas, dsb.
- Memperbaiki pola dan asupan diet
- Brand-Darroff exercise

Farmakologis:
IVFD Asering 500ml / 12 jam
Betahistine hydrochloride 3 x 12 mg
Flunarizin 2 x 5 mg
Ranitidine 2 x 1 amp
Ondancetron 4 mg 2 x 1 amp

PROGNOSIS
• Quo ad vitam : dubia ad bonam
• Quo ad functionam : dubia ad bonam
• Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

18
DAFTAR PUSTAKA

Chain, TC.2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient with Dizziness and
Vertigo. Illnois:wolter kluwerlippincot William and wilkins)
Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and vestibular migraine
in Journal Nerology 2009:25:333-338
Lumbantobing SM. Neurogeriatri, Jakarta ; Balai Penerbit FKUI ; 2011
Lumbantobing SM. Neurogeriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011
Mardjono M,Sidharta P.Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat; 2008.
Mark, A. 2008. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical Assesment and
Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine, June 2008, Vol 69, No 6
Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care, BJMP
2010;3(4):a351

19

Anda mungkin juga menyukai