Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)

DEPARTEMEN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD DR SOETOMO
SURABAYA
2020
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................................1
1.4 Manfaat.............................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3
2.1 Definisi.............................................................................................................................3
2.2 Patofisiologi......................................................................................................................3
2.3 Manifestasi Klinis.............................................................................................................4
2.4 Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik..................................................................................4
2.5 Pemeriksaan Penunjang....................................................................................................6
2.6 Diagnosa Banding............................................................................................................7
2.7 Terapi Non Farmakologis.................................................................................................8
2.8 Terapi Farmakologis.........................................................................................................9
2.9 Bedah................................................................................................................................9
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................................11
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................11
3.2 Saran...............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu penyebab paling umum dari vertigo adalah Benign paroxysmal positional
vertigo (BPPV). BPPV diketahui adalah gangguan yang paling umum terjadi dari system
vestibular telinga bagian dalam yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan. BPPV bersifat
jinak,yang berarti tidak mengancam jiwa penderita. BPPV merupakan suatu kondisi
terjadinya gangguan dari sistem perifer vestibular,ketika pasien merasakan sensasi pusing
berputar dan berpindah yang berhubungan dengan nistagmus ketika posisi kepala berubah
terhadap gaya gravitasi dan disertai gejala mual,muntah dan keringat dingin. Serangan biasa
dipicu ketika pasien merubah posisi kepala ke sisi yang terkena kemudian berguling ke sisi
berlawanan ataupun duduk dengan cepat. Serangan dari BPPV biasanya tidak diketahui
penyebabnya atau idiopatik,tetapi dapat berhubungan dengan trauma kepala,posisi terlentang
terlalu lama atau gangguan dari dalam telinga. BPPV dapat berhubungan dengan penyakit
meniere dan migren vestibular, yang akhirnya menjadi osteopenia, osteoporosis, dan / atau
konsentrasi serum yang rendah vitamin D. BPPV sering digambarkan sebagai selflimiting
karena gejala dapat mereda atau dapat hilang dalam waktu enam bulan dari onset.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV)?


2. Bagaimana patofisilogi dari Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV)?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV)?
4. Bagaimana penegakan diagnosis dari Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV)?
5. Apa saja terapi untuk Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV)?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui definisi, penyebab, penegakan diagnosis, dan tatalaksana untuk Benign


paroxysmal positional vertigo (BPPV).

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui definisi dari Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV).


2. Mengetahui patofisilogi dari Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV).

1
2

3. Mengetahui manifestasi klinis dari Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV).


4. Mengetahui penegakan diagnosis dari Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV).
5. Mengetahui terapi untuk Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV).

1.4 Manfaat

1. Dapat memberikan informasi mengenai Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV)


bagi dokter muda Departemen Ilmu Penyakit Saraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
2. Dapat memberikan referensi tambahan mengenai Benign paroxysmal positional
vertigo (BPPV) bagi Departemen Ilmu Penyakit Saraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Vertigo adalah kiasan dari gerakan, persepsi tentang gerakan meskipun tidak ada. Ini adalah
sensasi goyangan, miring, berputar, atau perasaan tidak seimbang, yang mungkin dialami
sebagai gerak-diri bagi sebagian orang versus gerak lingkungan sekitar kepada orang lain.
Karena deskripsi pengalaman vertigo yang sangat bervariasi, hal ini sering dikonsolidasikan
ke dalam istilah umum "pusing," yang merupakan keluhan yang sangat umum.

Vertigo bisa berasal dari vestibular atau perifer atau karena penyebab non-vestibular atau
sentral. Sehubungan dengan vertigo perifer, benign paroxysmal positional vertigo (BPPV)
adalah penyebab tersering, terhitung lebih dari setengah kasus. Sangat penting untuk
mengidentifikasi BPPV versus penyebab vertigo lainnya karena diagnosis banding mencakup
spektrum proses penyakit mulai dari jinak hingga yang mengancam jiwa.

BPPV adalah gangguan klinis yang sering terjadi dengan karakteristik serangan vertigo di
perifer, berulang dan singkat, sering berkaitan dengan perubahan posisi kepala dari tidur,
melihat ke atas, kemudian memutar kepala.

2.2 Patofisiologi

Vertigo posisi paroksismal jinak terjadi karena perpindahan kristal kalsium-karbonat atau
otoconia di dalam kanal setengah lingkaran berisi cairan di telinga bagian dalam. Otoconia ini
penting untuk berfungsinya utrikel membran otolitik dengan membantu membelokkan sel-sel
rambut di dalam endolimf, yang menyampaikan perubahan posisi kepala termasuk
memiringkan, memutar, dan percepatan linier.

Dengan BPPV, otoconia (juga dikenal sebagai "otoliths" atau "canaliths") terlepas dan
menetap di dalam endolimf dari kanal semisirkularis. Saat kepala tetap statis, tidak ada
rangsangan yang menyebabkan sel-sel rambut menyala. Dengan gerakan, bagaimanapun,
pergeseran otoconia dalam cairan, dan stimulus berikutnya tidak seimbang sehubungan
dengan telinga yang berlawanan, menyebabkan gejala pusing, berputar, dan / atau bergoyang
secara tidak tepat. Oleh karena itu, gejala BPPV sangat berat dengan gerakan tetapi secara
klasik berkurang dengan istirahat.

3
4

2.3 Manifestasi Klinis

Vertigo timbul mendadak pada perubahan posisi, misalnya miring ke satu sisi Pada waktu
berbaring, bangkit dari tidur, membungkuk. atau menegakkan kembali badan, menunduk atau
menengadah. Serangan berlangsung dalam waktu singkat, biasanya kurang dari 10-30 detik.
Vertigo pada BPPV dirasakan berputar, bisa disertai rasa mual, kadang-kadang muntah.
Setelah rasa berputar menghilang, pasien bisa merasa melayang dan diikuti disekulibrium
selama beberapa hari sampai minggu. BPPV dapat muncul kembali.

2.4 Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk evaluasi vertigo karena membedakan
proses vestibular versus sentral, berpotensi mengancam jiwa, sangat penting. Ajukan
pertanyaan terbuka untuk mendapatkan deskripsi gejala yang terbaik. Tanyakan mengenai
waktu gejala dan konteks, serta faktor yang memperburuk dan meringankan. Tanyakan
tentang infeksi virus baru-baru ini karena kaitannya dengan labirinitis dan tentang trauma,
bedah saraf baru-baru ini, dan obat-obatan yang mungkin ototoxic karena hal ini mungkin
menyarankan diagnosis alternatif. Sering kambuh, jadi riwayat serangan vertiginus berulang
menunjukkan BPPV. Karena degenerasi membran otolitik terkait usia, BPPV sering terjadi
pada populasi lansia, meskipun pertimbangan yang cermat harus dibuat untuk penyebab
sentral vertigo, yang juga berkorelasi dengan peningkatan usia dan penyakit serebrovaskular.

Pada anamnesis perlu digali penjelasan mengenai: Deskripsi jelas keluhan pasien. Pusing
yang dikeluhkan dapat berupa sakit kepala, rasa goyang, pusing berputar, rasa tidak stabil
atau melayang.

a. Bentuk serangan vertigo: Pusing berputar atau rasa goyang atau melayang.
b. Sifat serangan vertigo: Periodik. kontinu, ringan atau berat.
c. Faktor pencetus atau situasi pencetus dapat berupa: - Perubahan gerakan kepala atau
posisi. - Situasi: keramaian dan emosional - Suara
d. Gejala otonom yang menyertai keluhan vertigo: Mual, muntah, keringat dingin ;
Gejala otonom berat atau ringan.
e. Ada atau tidaknya gejala gangguan pendegaran seperti : tinitus atau tuli.
f. Obat-obatan yang menimbulkan gejala vertigo seperti: streptomisin, gentamisin,
kemoterapi.
g. Tindakan tertentu: temporal bone surgery, transtympanal treatment.
h. Penyakit yang diderita pasien: DM, hipertensi, kelainan jantung.
5

i. Defisit neurologis: hemihipestesi, baal wajah satu sisi, perioral numbness, disfagia,
hemiparesis, penglihatan ganda, ataksia serebelaris.

Pemeriksaan fisik meliputi :

 Pemeriksaan umum
 Pemeriksaan system kardiovaskuler yang meliputi pemeriksaan tekanan darah pada saat
baring, duduk dan berdiri dengan perbedaan lebih dari 30 mmHg.
 Pemeriksaan neurologis :
a. Kesadaran : kesadaran baik untuk vertigo vestibuler perifer dan vertigo non
vestibuler, namun dapat menurun pada vertigo vestibuler sentral.
b. Nervus kranialis : pada vertigo vestibularis sentral dapat mengalami gangguan pada
nervus kranialis III, IV, VI, V sensorik, VII, VIII, IX, X, XI, XII.
c. Motorik : kelumpuhan satu sisi (hemiparesis).
d. Sensorik : gangguan sensorik pada satu sisi (hemihipestesi).
e. Keseimbangan (pemeriksaan khusus neuro-otologi)
• Tes nistagmus: Nistagmus disebutkan berdasarkan komponen cepat, sedangkan
komponen lambat menunjukkan lokasi lesi: unilateral, perifer, bidireksional,
sentral.
• Tes Rhomberg : Jika pada keadaan mata terbuka pasien jatuh, kemungkinan
kelainan pada serebelum. Jika pada mata tertutup pasien cenderung jatuh ke satu
sisi, kemungkinan kelainan pada system vestibuler atau proprioseptif.
• Tes rhomberg dipertajam (Sharpen Rhomberg): Jika pada keadaan mata terbuka
pasien jatuh, kemungkinan kelainan pada serebelum. Jika pada mata tertutup
pasien cenderung jatuh ke satu sisi, kemungkinan kelainan pada system vestibuler
atau proprioseptif.
• Tes jalan tandem: pada kelainan serebelar, pasien tidak dapat melakukan jalan
tandem dan jatuh ke satu sisi. Pada kelaianan vestibuler, pasien akan mengalami
deviasi.
• Tes Fukuda, dianggap abnormal jika deviasi ke satu sisi lebih dari 30 derajat atau
maju mundur lebih dari satu meter.
• Tes past pointing, pada kelainan vestibuler ketika mata tertutup maka jari pasien
akan deviasi ke arah lesi. Pada kelainan serebelar akan terjadi hipermetri atau
hipometri.
6

Secara klasik, gejala BPPV timbul secara tiba-tiba, dipicu oleh gerakan, dan menurun saat
istirahat. Tes Dix-Hallpike adalah manuver diagnostik yang dapat dilakukan dengan cepat
dan mudah untuk mengevaluasi BPPV. Hal ini didasarkan pada sifat anatomi telinga bagian
dalam, yang mempengaruhi otoconia yang tergeser untuk menetap di kanalis semisirkularis
posterior. Dix-Hallpike membantu melokalisasi telinga yang terkena dengan memperburuk
gejala dan tanda klinis seperti nistagmus. Dix-Hallpike, jika dapat ditoleransi, harus
dilakukan sebagai tes provokatif untuk mengamati perubahan gejala yang diharapkan dan
untuk melokalisasi telinga bagian dalam mana yang terlibat.

Selain tes khusus ini, sangat penting untuk melakukan pemeriksaan neurologis lengkap,
termasuk saraf kranial, koordinasi, dan gaya berjalan. Pemeriksaan neurologis diharapkan
normal pada BPPV dengan beberapa pengecualian. Pasien dengan BPPV dapat menunjukkan
nistagmus, yang biasanya horizontal dan searah serta mudah lelah, yang berarti intensitasnya
memuncak tetapi kemudian berkurang. Nistagmus vertikal, torsi, atau berubah arah harus
meningkatkan perhatian pada penyebab sentral. Dengan BPPV, ada periode laten selama 30
detik atau kurang antara gerakan kepala yang provokatif dan timbulnya nistagmus. Juga,
otoconia di BPPV menyebabkan impuls menyimpang ditembakkan dari kanal semisirkularis
melalui saraf kranial VIII, merusak refleks vestibular-okuler. Pasien dengan BPPV akan
memiliki masalah dalam mengkoordinasikan gerakan kepala dengan gerakan ekstra-okuler,
yang menyebabkan tes impuls kepala yang abnormal. Ujian HiNTS, yang mencakup
pengujian nistagmus dan impuls kepala, adalah serangkaian tes untuk membantu
membedakan penyebab pusing antara pusat versus perifer. Akan sangat bermanfaat untuk
melakukan pemeriksaan fisik pada pasien yang dievaluasi untuk kemungkinan BPPV.

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan etiologi. Dapat dipertimbangkan


pemeriksaan sbb

a. Pemeriksaan darah rutin seperti elektrolit, kadar gula darah direkomendasikan bila
ada indikasi tertentu dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis.
b. CT Scan atau MRI Brain

BPPV sebagian besar merupakan diagnosis klinis, dan seringkali tes laboratorium dan
pencitraan yang dipesan hanya membantu menyingkirkan kemungkinan lain. Seperti di atas,
mendapatkan riwayat yang baik dan melakukan pemeriksaan neurologis menyeluruh sangat
penting. Studi laboratorium ternyata tidak membantu. Pencitraan kepala di BPPV biasa-biasa
7

saja. CT kepala dan MRI berguna untuk menyingkirkan infark, perdarahan, massa / tumor,
atau patologi lain yang menunjukkan penyebab alternatif vertigo.

2.6 Diagnosa Banding

Meniere disease

Penyakit Meniere ditandai dengan serangan episodik diskrit, dengan setiap serangan terlihat
karakteristik tiga serangkai vertigo berkelanjutan, gangguan pendengaran berfluktuasi, dan
tinnitus. Berbeda dengan BPPV, durasi vertigo dalam episode penyakit Meniere biasanya
berlangsung lebih lama (biasanya dalam urutan jam) dan biasanya lebih menonaktifkan
karena tingkat keparahan dan durasi. Sebagai tambahan, penurunan kontemporer terkait di
sensorineural pendengaran diperlukan untuk mendiagnosis serangan Meniere, sedangkan
gangguan pendengaran akut seharusnya tidak terjadi dengan suatu episode dari BPPV. Mual
dan muntah yang berkepanjangan juga lebih umum terjadi selama serangan penyakit
Meniere.

Neuritis vestibularis atau Labirhinitis

Sindrom disfungsi vestibular perifer akut, seperti neuritis vestibular atau labirinitis, muncul
dengan vertigo berat yang tiba-tiba, tak terduga, dengan sensasi subjektif dari gerakan rotasi
(berputar di ruang). Jika bagian pendengaran telinga bagian dalam terpengaruh, gangguan
pendengaran dan tinitus juga dapat terjadi. Sindrom ini biasanya didahului oleh prodrom
virus. Perjalanan waktu vertigo seringkali menjadi pembeda terbaik antara BPPV dan neuritis
vestibular atau labirinitis. Pada labirinitis atau neuritis vestibular, vertigo muncul secara
bertahap, berkembang selama beberapa jam, diikuti oleh tingkat vertigo yang berlangsung
selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Vertigo hadir saat istirahat (tidak
membutuhkan perubahan posisi untuk permulaannya), tetapi mungkin secara subyektif
diperburuk oleh perubahan posisi. Sindrom vestibular perifer akut ini juga dapat disertai
dengan mual, muntah, berkeringat, dan pucat yang parah. juga biasanya bertahan bersama
dengan vertigo.

Superior canal dehiscence syndrome (SCD)

Superior canal dehiscence syndrome (SCD) secara klinis ditandai dengan serangan vertigo
dan osilopsia (sensasi bahwa benda yang dilihat bergerak atau goyah bolak-balik) yang sering
disebabkan oleh suara keras, manuver Valsava, atau perubahan tekanan pada saluran
pendengaran eksternal. Mirip dengan fistula perilimfatik, ini berbeda dengan BPPV karena
vertigo disebabkan oleh perubahan tekanan dan bukan perubahan posisi. SCD juga dapat
8

muncul dengan gangguan pendengaran konduktif terkait dan didiagnosis melalui CT tulang
temporal.

Insufisiensi vertebrobasilar

Beberapa laporan menunjukkan bahwa serangan vertigo yang terisolasi dapat menjadi gejala
awal dan satu-satunya dari insufisiensi vertebrobasilar. Vertigo transien terisolasi dapat
mendahului stroke pada arteri vertebrobasilar dalam beberapa minggu atau bulan. Serangan
vertigo pada insufisiensi vertebrobasilar biasanya berlangsung kurang dari 30 menit dan tidak
terkait dengan gangguan pendengaran. Jenis nistagmus (biasanya gaze-evoked pada lesi
sentral), keparahan ketidakstabilan postural, dan adanya tanda-tanda neurologis tambahan
adalah ciri pembeda utama antara insufisiensi vertebrobasilar dan BPPV. Selain itu,
nistagmus yang timbul pada insufisiensi vertebrobasilar tidak kelelahan dan tidak mudah
ditekan dengan fiksasi tatapan, membantu memisahkan diagnosis ini dari BPPV.

2.7 Terapi Non Farmakologis

Pasien dilakukan latihan vestibular (vestibular exercise) dengan metode Brand-Daroff. Pasien
duduk tegak di pinggir tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung, dengan kedua mata
tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi, pertahankan selama 30 detik.
Setelah itu duduk kembali. Setelah 30 detik, baringkan dengan cepat ke sisi lain. Pertahankan
selama 30 detik, lalu duduk kembali. Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi, siang dan malam
hari masingmasing diulang 5 kali serta dilakukan selama 2 minggu atau 3 minggu dengan
latihan pagi dan sore hari. Rangkaian perubahan posisi ini membantu mengeluarkan otoconia
dari membran otolitik dan kembali ke utricle, menghilangkan gangguan dan simtomatologi.

Selanjutnya, manuver Epley dapat dilakukan, memaksa kristal kembali ke utricle dan
menghilangkan gangguan dari membran otolitik. Epley dapat segera meredakan gejala,
meskipun sering kambuh. Selain itu, Epley sering tidak dapat ditoleransi oleh pasien lanjut
usia serta mereka yang mengalami mual / muntah aktif dan mereka yang memiliki gejala
berat yang tidak dapat bekerja sama. Epley dikontraindikasikan pada cedera / kelainan tulang
belakang leher, seperti kemungkinan subluksasi atlantoaksial, serta pada pasien dengan
kemungkinan diseksi arteri karotis atau vertebralis.
9

2.8 Terapi Farmakologis

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Dix-Hallpike dan Epley tidak selalu dapat
ditoleransi oleh pasien dengan BPPV, dalam hal ini pengobatan bersifat simtomatik.
Antihistamin mengatasi vertigo dengan menekan rangsangan labirin dan reseptor organ akhir
vestibular. Vertigo yang terkait dengan BPPV biasanya muncul tiba-tiba, sangat singkat, dan
benar-benar paroksismal, seperti namanya, dan obat-obatan mungkin tidak terlalu
bermanfaat. Mual dan muntah adalah keluhan umum lainnya dengan BPPV dan dapat diobati
dengan anti- emetik sesuai kebutuhan: ondansetron, metoclopramide, atau promethazine /
prochlorperazine.

Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita sering kali merasa sangat terganggu
dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan pengobatan simptomatik. Lamanya
pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa
minggu. Beberapa golongan yang sering digunakan:

1. Antihistamin (dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin)


• Dimenhidrinat lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Obat dapat diberi per oral atau
parenteral (suntikan intramuskular dan intravena), dengan dosis 25 mg – 50 mg (1
tablet), 4 kali sehari.
• Difenhidramin HCl. Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan
dosis 25 mg (1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral.
• Senyawa Betahistin (suatu analog histamin): a) Betahistin Mesylate dengan dosis
12 mg, 3 kali sehari per oral. b) Betahistin HCl dengan dosis 8-24 mg, 3 kali
sehari. Maksimum 6 tablet dibagi dalam beberapa dosis.
2. Kalsium Antagonis Cinnarizine, mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular dan
dapat mengurangi respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah
15-30 mg, 3 kali sehari atau 1x75 mg sehari.

2.9 Bedah

Dengan pengetahuan yang lebih dalam tentang patofisiologi BPPV dan pengembangan
manuver reposisi yang efektif, intervensi bedah untuk penyakit jinak ini menjadi lebih jarang.
Namun, sebagian kecil pasien memiliki BPPV berulang yang keras dan berlipat ganda yang
dapat melumpuhkan dan untuk siapa manajemen bedah harus dipertimbangkan. Dalam
sebuah penelitian dilaporkan bahwa, dari 5.364 orang yang dirawat di unit vestibular, kurang
dari 1% membutuhkan perawatan bedah. Prosedur pembedahan untuk SCC BPPV posterior
persisten termasuk penyumbatan SCC posterior dan neurektomi tunggal. Penyumbatan
saluran dapat
10

diterapkan ke SCC horizontal dan anterior juga. Komplikasi pembedahan termasuk gangguan
pendengaran sensorineural atau konduktif, serta rasa tidak stabil dan pusing yang
berkepanjangan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

BPPV merupakan suatu kondisi terjadinya gangguan dari sistem perifer


vestibular,ketika pasien merasakan sensasi pusing berputar dan berpindah yang berhubungan
dengan nistagmus ketika posisi kepala berubah terhadap gaya gravitasi dan disertai gejala
mual,muntah dan keringat dingin. Penyebab pasti dari BPPV belum banyak diketahui. Pada
dasarnya terdapat dua subtipe dari BPPV yang dibedakan oleh kanalis semisirkularis yang
terlibat yaitu otoknia terpisah dan mengambang bebas dalam kanal (kanalithiasis) atau yang
melekat pada kupula (kupulolithiasis). BPPV didiagnosa berdasarkan sejarah
medis,pemeriksaan fisik,tes pendengaran dan pemeriksaan laboratorium untuk
menyingkirkan diagnosis lain. Serta Tes vestibular seperti tes Dix-Hallpike. Terdapat empat
kriteria yang harus dipenuhiuntuk dapat menegakan diagnosis klinis BPPV. Terapi yang tepat
pada BPPV yakni dengan mengetahui terlebih dahulu kanal yang terlibat dan
patofisiologinya. Terapi medikamentosa dianggap kurang tepat dalam kasus BPPV. Terdapat
beberapa manuver yang digunakan sebagai terapi berdasarkan kanal yang terlibat.

3.2 Saran

1. Seorang dokter harus memiliki pengetahuan yang memadai mengenai Benign


paroxysmal positional vertigo (BPPV).
2. Perlunya edukasi yang baik mengenai Benign paroxysmal positional vertigo
(BPPV). Perlunya pemahaman dari pihak pasien mengenai penyakit Benign
paroxysmal positional vertigo (BPPV) kurang lebih diharapkan dapat
membantu kesembuhan pasien..

11
DAFTAR PUSTAKA

Balatsouras DG, Koukoutsis G, Fassolis A, Moukos A, Apris A. Benign paroxysmal


positional vertigo in the elderly: current insights. Clin Interv Aging. 2018;13:2251-2266
https://doi.org/10.2147/CIA.S144134.
Bhattacharyya, N., Baugh, R., Orvidas, L., Barrs, D., Bronston, L., Cass, S., Chalian, A.,
Desmond, A., Earll, J., Fife, T., Fuller, D., Judge, J., Mann, N., Rosenfeld, R.,
Schuring, L., Steiner, R., Whitney, S. and Haidari, J., 2008. Clinical Practice Guideline:
Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Otolaryngology–Head and Neck Surgery,
139(5_suppl), pp.47-81.
Hain Timothy C. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). [internet]. Chicago,Illianos;
the Vestibular Disorder Association;2015. Available from: http://www.vestibular.org.
Palmeri R, Kumar A. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [Updated 2020 Jun 29]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470308/.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014 tentang Panduan
Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.

Silva C, Amorim AM, Paiva A. Benign paroxysmal positional vertigo--a review of 101 cases.
Acta Otorrinolaringol Esp. 2015 Jul-Aug;66(4):205-9. English, Spanish. doi:
10.1016/j.otorri.2014.09.003. Epub 2015 Apr 9. PMID: 25865125.

12

Anda mungkin juga menyukai