Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH VERTIGO

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Dosen Pengampu : Ns. Ginanjar Sasmito Adi, M.Kep., Sp.Kep. MB

Disusun Oleh :

Alif Rizky Abdillah Pranata (2011011047)


Ardan Wahyu Maulana (2011011048)
Rika Afriani Hariyadi Putri (2011011065)
Zahrotul Jinani Nur Farishya (2011011067)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2022
LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Makalah : Vertigo

Peserta : 4 peserta

2. Ketua Kelompok

Nama lengkap : Zahrotul Jinani Nur Farishya

NIM : 2011011067

Prodi : Ilmu Keperawatan

Jumlah Anggota : 3 orang

3. Dosen Pembimbing :

Nama Lengkap : Ns. Ginanjar Sasmito Adi, M.Kep., Sp.


Kep.MB

NIP :

Jember, 24 November 2022

Mengetahui/Menyetujui

Dosen Pembimbing Ketua Kelompok

Ns. Ginanjar Sasmito Adi, Zahrotul Jinani Nur Farishya


M.Kep., Sp. Kep.MB

NIP : NIM : 2011011067

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Vertigo” ini tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ns. Ginanjar Sasmito Adi, M.Kep.,
Sp. Kep.MB selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah (KMB) yang telah memberikan tugas untuk menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni, tidak
lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada rekan PJMK yang telah
menyampaikan kepada kami tentang tugas yang dosen pembimbing berikan.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
yang dosen berikan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang  bagi para pembaca dan juga penulis. Jika makalah yang kami
tulis masih memiliki kekurangan, kami siap dan terbuka menerima kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Penyusun

Jember,

iii
iv
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi
(memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya
terasa berputar atau badan yang berputar. Vertigo bisa mengenai semua
golongan umur, dengan jumlah insidensi 25% pada pasien usia lebih dari 25
tahun, dan 40% pada pasien usia lebih dari 40 tahun. Dizziness dilaporkan
sekitar 30% pada populasi berusia lebih dari 65 tahun.
Vertigo merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien pasca
mengalami trauma pada kepala, leher atau craniovertebral junction. Trauma
bisa terjadi karena cedera akibat jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor,
cedera kontak saat olah raga dan trauma akibat ledakan. Telinga bagian
dalam dan otak rentan terhadap benturan sehingga gejala bisa timbul
walaupun tanpa cedera yang substansial. Vertigo pasca trauma
diklasifikasikan menjadiperifer dan sentral tergantung pada struktur yang
terkena (EB, 2016).

B. Klasifikasi
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu vertigo vestibular dan
non-vestibular. Vertigo vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh

5
6

gangguan sistem vestibular, sedangkan vertigo non vestibular adalah


vertigo yang disebabkan oleh gangguan sistem visual dan somatosensori.
Tabel 1. Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non-vestibular
Karakteristik Vertigo Vestibular Vertigo Non-vestibular
Waktu Episodik Konstan
Sifat Vertigo Berputar Melayang
Faktor pencetus Gerakan kepala, perubahan Stress, hiperventilasi
posisi
Gejala Penyerta Mual, muntah, tuli, tinnitus Gangguan mata, gangguan
somatosensorik

Vertigo vestibular selanjutnya dapat dibedakan menjadi vertigo vestibular


perifer dan sentral. Vertigo vestibular perifer adalah vertigo yang terjadi
akibat gangguan alat keseimbangan tubuh di labirin (telinga dalam) atau di
ganglion vestibular atau di saraf kranial VIII (Saraf Vestibulokoklear) divisi
vestibular. Contoh penyakit-penyakit di labirin adalah BPPV, penyakit
peniere, fistula perilymph, obat-obat ototoksiksik dan labirintitis. Obat-obat
ototoksik mencakup: streptomisin, kinine, berbiturat, alcohol, aspirin,
caffeine, antikonvulsan, antihipertensi, tranquilizer, psikotropik dan obat
hipoglikemik. Contoh penyakit di nervus vestibularis adalah neuritis
vestibularis dan neuroma akustikus.
Vertigo vestibular sentral adalah vertigo yang terjadi akibat gangguan alat
keseimbangan tubuh di sistem saraf pusat, baik di pusat integrasi (serebelum
dan batang otak) ataupun di area persepsi (korteks). Penyebab vertigo sentral
antara lain adalah perdarahan atau iskemik di serebelum, nukleus vestibular,
dan koneksinya di batang otak, tumor di sistem saraf pusat, infeksi, trauma,
dan sklerosis multiple. Vertigo yang disebabkan neuroma akustik juga
termasuk dalam vertigo sentral. Vertigo akibat gangguan di korteks sangat
jarang terjadi, biasanya menimbulkan gejala kejang parsial kompleks.
Perbedaan Vertigo Sentral dan Perifer sebagai berikut:
7

1. Vertigo perifer beronset akut, sedangkan vertigo sentral beronset kronis


atau perlahan (gradual). Dengan kata lain, durasi gejala pada
vertigo perifer terjadi dalam hitungan menit, harian, mingguan, namun
berulang(recurrent)
2. Penyebab umum vertigo perifer adalah infeksi (labyrinthitis), Ménière's,
neuronitis, iskemia, trauma, toksin. Penyebab umum vertigo sentral adalah
vaskuler, demyelinatin, neoplasma
3. Intensitas vertigo perifer sedang hingga berat, sedangkan vertigo sentral
ringan hingga sedang
4. Mual (nausea) dan muntah (vomiting)  umumnya terjadi pada
vertigo perifer dan jarang terjadi pada vertigo sentral.
5. Vertigo perifer umumnya berhubungan dengan posisi (positionally
related),sedangkan vertigo sentral jarang berhubungan dengan posisi.
6. Kehilangan pendengaran (hearing loss) hingga ketulian (deafness)
umumnya terjadi pada vertigo perifer dan jarang terjadi pada vertigo
sentral.
7. Tinnitus (telinga berdenging) seringkali menyertai vertigo perifer. Pada
vertigo sentral, biasanya tidak disertai tinnitus.
8. Pada vertigo perifer tidak ada defisit neurologis. Defisit neurologis
(neurologic deficits) umumnya terjadi pada vertigo sentral.
9. Sifat nistagmus pada vertigo perifer adalah fatigable, berputar (rotary)atau
horisontal, dan dihambat oleh fiksasi okuler, sedangkan sifat nystagmus
pada vertigo sentral adalah nonfatigable,banyak arah(multidirectional),
dan tidak dihambat oleh fiksasi okuler.

Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral


Karakteristik V. Vestibular Perifer V. Vestibular Sentral
Onset Tiba-tiba, onset Perlahan, onset gradual
mendadak
Durasi Menit hingga jam Minggu hingga bulan
Frekuensi Biasanya hilang timbul Biasanya konstan
8

Intensitas Berat Sedang


Mual muntah Tipikal Sering kali tidak ada
Diperparah Ya Kadang tidak berkaitan
perubahan posisi
kepala
Usia pasien Berapapun, biasanya Usia lanjut
muda
Gangguan status Tidak ada atau kadang- Biasanya ada
mental kadang
Defisit nervi Tidak ada Kadang disertai ataxia
cranial atau
cerebellum
Pendengaran Seringkali berkurang Biasanya normal
atau dengan tinnitus
Nistagmus Nistagmus horizontal Nistagmus horizontal atau
dan rotatoar; ada vertikal; tidak ada nistagmus
nistagmus fatique 5-30 fatique
detik
Penyebab Meniere’s disease Massa Cerebellar / stroke
Labyrinthitis Encephalitis/ abscess otak
Positional vertigo Insufisiensi A. Vertebral
Neuroma Akustik
Sklerosis Multiple
(Setiawati M. & Susianti, 2016)

C. Etiologi
Penyebab vertigo dapat diklasifikasikan menjadi penyebab sentral
(melibatkan otak) dan penyebab perifer (melibatkan jaringan saraf). Penyebab
vertigo yang paling umum adalah penyebab perifer yang melibatkan telinga
dalam. Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah bentuk paling umum
9

dari vertigo dan ditandai dengan sensasi bergerak yang dimulai dengan
pergerakan tiba-tiba dari kepala atau menggerakkan kepala ke arah tertentu.
Vertigo juga dapat disebabkan oleh labirinitis (peradangan pada telinga
dalam), yang ditandai dengan onset vertigo yang tiba-tiba dan mungkin
berhubungan dengan ketulian.
Vertigo merupakan suatu gejala,sederet penyebabnya antara lain akibat
kecelakaan, stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu
sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. (Sielskiet al., 2015).

D. Patofisiologi
Vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh ysng sebenarnya dengan
apa yang dipersepsi oleh sususan saraf pusat. Jika ada kelainan pada lintasan
informasi dari indera keseimbangan yang dikirim kesistem saraf pusat, atau
kelainan pada pusat keseimbangan, maka proses adaptasi yang normal tidak
akan terjadi tetapi akan menimbulkan reaksi alarm. Keadaan ini berhubungan
dengan serat-serat di formasio retikularisbatang otak yang berhubung dengan
aktivitas sistem kolinergik dan adrenergik.
Teori-teori yang dapat menjelaskan tentang terjadinya vertigo adalah :
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebab kan hiperemi kanalis semisir kularis sehingga fungsinya
terganggu, akibatnya akantimbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik.
Menurut teori ini terjadi ketidak cocokan masukan sensorik yang
berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum
dan proprioceptif, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik
yang berasal dari sisi kiri dan kanan. Ketidak cocokan tersebut
menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons
10

yang dapat berupa nnistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit
berjalan (gangguan vestibuler,serebelum) atau rasa melayang, berputar
(berasal dari sensasikortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan,
teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai
penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut
teori iniotak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu,
sehingga jikapada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai
dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan
saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-
ulang akanterjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak
lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai
usahaadaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim
simpatisterlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai
berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori
serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan
neurotransmiter tertentu dalam pengaruhi sistim saraf otonom yang
menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori Sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjai
perananneurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang
terjadi padaproses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan
menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin
releasing factor),peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan
susunan sarafsimpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi
berupameningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik.
11

Teori ini dapat meneangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa
pucat, berkeringat di awalserangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang
berkembang menjadi gejalamual, muntah dan hipersalivasi setelah
beberapa saat akibat dominasiaktivitas susunan saraf parasimpatis
Vertigo akan timbul bila terdapat gangguan pada alat-alat vestibular atau
pada serabut-serabut yang menghubungkan alat/nuklei vestibular dengan
pusat-pusat di cerebellum dan korteks cerebri. Vertigo ini akan timbul bila
terdapat ketidakcocokan dalam informasi yang oleh susunan-susunan aferen
disampaikan kepada kesadaran kita. Sususnan aferen yang terpenting dalam
hal ini adalah susunan vestibular atau keseimbangan yang secara terus-
menerus menyampaikan impuls-impuls ke serebellum. Namun demikian
susunan-susunan lain, seperti misalnya susunan optik dan susunan
proprioseptif dalam hal ini pula memegang peranan yang sangat penting.
Penting pula sususnan yang mrnghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N.III, IV, dan VI, sususnan vestibulo-retikularis susunan vestibulo-
spinalis dll. (Setiawati M. & Susianti, 2016)
E. Manifestasi Klinis
1. Gejala Umum
Secara garis besar, gejala vertigo dimulai dengan sensasi rasa pusing
yang disertai dengan kondisi kepala yang berputar-putar atau kliyengan.
Selain itu, biasanya penderita juga akan merasakan sensasi lain saat kepala
mereka terasa berputar-putar, seperti:
a. Pusing
b. Kepala terasa sakit disertai dengan berputar-putar atau kliyengan
c. Mual
d. Rasa ingin muntah
e. Berkeringat
f. Pergerakan arah pandangan yang tidak normal
g. Hilangnya pendengaran
h. Tinnitus atau telinga berdenging
2. Gejala Tambahan:
12

a. Anggota tubuh yang mulai terasa lemas


b. Penglihatan yang mulai ada bayang-bayangnya
c. Kesulitan untuk bicara
d. Disertai demam
e. Kesulitan untuk berdiri atau bahkan berjalan
f. Respon yang lambat
g. Penurunan kesadaran
h. Pergerakan mata yang mulai tidak normal
(EB, 2016)

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Romberg, Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi
demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak
dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau
suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi,
pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan
serebral badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun
pada mata tertutup.
2. Tandem Gait, Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan
pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler,
perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler penderita
akan cenderung jatuh.
3. Uji Unterberger, Penderita berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke
depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin
selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang atau berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram yaitu kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua
lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang
13

lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah
lesi.
4. Uji Tunjuk Barany (past-ponting test), Penderita diinstruksikan
mengangkat lengannya ke atas dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan
lurus ke depan, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan
pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan
tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan
penderita ke arah lesi.
5. Uji Babinsky-Weil, Penderita berjalan lima langkah ke depan dan lima
langkah ke belakang selama setengan menit dengan mata tertutup berulang
kali. Jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan
arah berbentuk bintang. (Setiawati M. & Susianti, 2016)

G. Penatalaksanaan
1. Vertigo posisional Benigna (VPB)
a) Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada
sebagian besar penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi hari
dan merupakan kagiatan yang pertama pada hari itu. Penderita duduk
dipinggir tempat tidur, kemudian ia merebahkan dirinya pada
posisinya untuk membangkitkan vertigo posisionalnya. Setelah vertigo
mereda ia kembali keposisi duduk \semula. Gerakan ini diulang
kembali sampai vertigo melemah atau mereda. Biasanya sampai 2 atau
3 kali sehari, tiap hari sampai tidak didapatkan lagi respon vertigo.
b) Obat-obatan : obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau
fenergen dapat digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu
melakukan latihan atau jika muncul eksaserbasi atau serangan akut.
Obat ini menekan rasa enek (nausea) dan rasa pusing. Namun ada
penderita yang merasa efek samping obat lebih buruk dari vertigonya
sendiri. Jika dokter menyakinkan pasien bahwa kelainan ini tidak
berbahaya dan dapat mereda sendiri maka dengan membatasi
perubahan posisi kepala dapat mengurangi gangguan.
14

2. Neurotis Vestibular
Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian
anti  biotika dan terapi simtomatik. Nistagmus perifer pada neurinitis
vestibuler lebih meningkat bila pandangan diarahkan menjauhi telinga
yang terkena dan nigtagmus akan berkurang jika dilakukan fiksasi visual
pada suatu tempat atau benda.
3. Penyakit Meniere
Sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk penyakit meniere.
Tujuan  dari terapi medik yang diberi adalah:
a) Meringankan serangan vertigo: untuk meringankan vertigo dapat
dilakukan upaya : tirah baring, obat untuk sedasi, anti muntah dan anti
vertigo. Pemberian penjelasan bahwa serangan tidak membahayakan
jiwa dan akan mereda dapat lebih membuat penderita tenang atau
toleransi terhadap serangan berikutnya.
b) Mengusahakan agar serangan tidak kambuh atau masa kambuh
menjadi lebih jarang. Untuk mencegah kambuh kembali, beberapa ahli
ada yang menganjurkan diet rendah garam dan diberi diuretic. Obat
anti histamin dan vasodilator mungkin pula menberikan efek tambahan
yang baik.
c) Terapi bedah: diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat
diredakan oleh obat atau tindaka konservatif dan penderita menjadi
infalid tidak dapat bekerja atau kemungkinan kehilangan pekerjaannya.
4. Presbiastaksis (Disekuilibrium pada usia lanjut)
Rasa tidak setabil serta gangguan keseimbangan dapat dibantu obat
supresan vestibular dengan dosis rendah dengan tujuan meningkatkan
mobilisasi. Misalnya Dramamine, prometazin, diazepam, pada enderita ini
latihan vertibuler dan latihan gerak dapat membantu. Bila perlu beri
tongkat agar rasa percaya diri meningkat dan kemungkinan jatuh
dikurangi. (Setiawati M. & Susianti, 2016)
15

H. PATHWAY
BPPV Labrinitis Penyakit miniere Cedera kepala dan leher

I.
Canalith masuk ke telinga
J. bagian dalam

Vestibular terganggu

Sensasi spt bergerak dan


berputar

VERTIGO

Neuroma akustik Gg di SSP Keterbatasan kognitif, Pembengkakan rongga


tidak mengenal informasi endolimfatikus
Mengenai N. VIII Tekanan intrakranial Disorientasi
Defisit Pengetahuan Ruptur membran reissner
Pendengaran adanya sumbatan Sakit kepala Kesadaran menurun
cairan pd liang telinga Gg Persepsi Sensori
Nyeri Akut Risiko Jatuh

Gg Komunikasi Verbal
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan
Diagnosis vertigo meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang (Setiawati M. & Susianti, 2016)
1. Pada anamnesis ditanyakan bentuk vertigonya (apakah melayang, goyang,
berputar tujuh keliling, rasa seperti naik perahu, dan sebagainya), keadaan
yang memprovokasi timbulnya vertigo (perubahan posisi kepala dan
tubuh, keletihan dan ketegangan), profil waktu (apakah timbulnya akut
atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksismal, kronik, progresif, atau
membaik). Pada anamnesis juga ditanyakan apakah ada gangguan
pendengaran yang biasanya menyertai atau ditemukan pada lesi alat
vestibuler atau n. vestibularis, penggunaan obat-obatan seperti
streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui
ototoksik atau vestibulotoksik, dan adanya penyakit sistemik seperti
anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan
kemungkinan trauma akustik.
Penegakan diagnosis vertigo diawali dengan menentukan bentuk
vertigo, letak lesi, dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi
kausal dan simtomatik yang sesuai.
2. Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain pemeriksaan tekanan darah
yang diukur dalam posisi berbaring, duduk, dan berdiri, bising karotis,
irama (denyut jantung), dan pulsasi nadi perifer.
3. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya pemeriksaan
neurologis, pemeriksaan oto-neurologi, dan tes fungsi pendengaran.
Pemeriksaan neurologis yang dapat dilakukan antara lain: 5,9 (a) Uji
Romberg, Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi
demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak
dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau
suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan

16
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi,
pada mata

17
terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebral
badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada
mata tertutup. (b) Tandem Gait, Penderita berjalan dengan tumit kaki
kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada
kelainan vestibuler, perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan
serebeler penderita akan cenderung jatuh. (c) Uji Unterberger, Penderita
berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan di tempat
dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada
kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang atau berputar ke
arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram yaitu kepala dan
badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan
lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi. (d) Uji Tunjuk Barany (past-
ponting test), Penderita diinstruksikan mengangkat lengannya ke atas
dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, kemudian
diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini
dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan
vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi. (e).
Uji BabinskyWeil, Penderita berjalan lima langkah ke depan dan lima
langkah ke belakang selama setengan menit dengan mata tertutup berulang
kali. Jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan
arah berbentuk bintang.
Pemeriksaan khusus oto-Neurologi dilakukan untuk menentukan
apakah letak lesinya di sentral atau perifer.
Tes Fungsi Pendengaran : (a) Tes Garpu Tala, Tes ini digunakan untuk
membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne,
Weber dan Schwabach. Pada tuli konduktif, tes Rinne negatif, Weber
lateralisasi ke yang tuli dan schwabach memendek. (b) Audiometri, Ada
beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Ludness Balance Test,
SISI, Bekesy Audiometry, dan Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak
lain meliputi: acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot
wajah, pendengaran dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik

18
(kelumpuhan ekstremitas), fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan
serebelar (tremor, gangguan cara berjalan).

B. Diagnosa
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
b. Risiko jatuh b.d gangguan keseimbangan dan gangguan pendengaran
c. Defisit pengetahuan tentang vertigo b.d kurang terpapar informasi
d. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan pendengar
e. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pendengaran
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

C. Intervensi
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respons nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Teraupeutik
a) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
c) Fasilitasi istirahat dan tidurr
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e) Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

19
a) Kolaborasikan pemberian analgetik, jika perlu
2. Risiko jatuh b.d gangguan keseimbangan dan gangguan pendengaran
Observasi :
a) Identifikasi faktor risiko jatuh
b) Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai
dengan kebijakan institusi
c) Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh
d) Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala
e) Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur kekursi roda dan
sebaliknya
Teraupeutik
a) Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
b) Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi terkunci
c) Pasang handrail tempat tidur
d) Gunakan alat bantu berjalan
Edukasi
a) Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah
b) Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
c) Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
d) Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
3. Defisit pengetahuan tentang vertigo b.d kurang terpapar informasi
Observasi
a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
Teraupeutik
a) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
b) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
c) Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi

20
a) Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
b) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
c) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
4. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan pendengaran
Observasi
a) Periksa kemampuan pendengaran
b) Monitor akumulasi serumen berlebihan
c) Identifikasi metode komunikasi yang disukai pasien
Teraupeutik
a) Gunakan bahasa sederhana
b) Gunakan bahasa isyarat, jika perlu
c) Fasilitasi penggunaan alat bantu dengar
d) Berhadapan dengan pasien secara langsung selama berkomunikasi
e) Pertahankan kontak mata selama berkomunikasi
f) Hindari kebisingan saat berkomunikasi
g) Hindari berkomunikasi lebih dari 1 meter dari pasien
h) Pertahankan kebersihan telinga
Edukasi
a) Anjurkan menyampaikan pesan dengan isyarat
b) Anjurkan cara membersihkan serumen dengan tepat
5. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pendengaran
Observasi
a) Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan
Teraupeutik
a) Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori
b) Batasi stimulus lingkungan
c) Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
d) Kombinasikan prosedur/tindakan dalam satu waktu, sesuai kebutuhan
Edukasi
a) Ajarkan cara meminimalisasi stimulus
Kolaborasi

21
a) Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/tindakan
b) Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus
(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

22
BAB III
TELAAH JURNAL
a. Metode Penelusuran Jurnal
a) Vertigo, Brandt Daroff, Mual-Muntah
b) Migraine Vestibular Vertigo

b. Jurnal 1
a) Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN VERTIGO
DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AMAN DAN
KESELAMATAN
b) Abstrak : Vertigo adalah suatu keadaan dimana pasien merasa
seolah-olah lingkungan di sekitarnya berputar atau melayang.
Dalam bahasa awam, vertigo sering dikeluhkan sebagai pusing
berputar atau pusing tujuh keliling atau nggliyer yang disertai
dengan mual muntah. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan
pada pasien vertigo disertai mual muntah adalah pemberian teknik
non-farmakologis: Latihan posisi brandt daroff dikombinasikan
dengan memonitor perhitungan skala mual muntah sebelum dan
sesudah tindakan diberikan. Tujuan studi kasus ini adalah
mengetahui gambaran asuhan keperawatan pasien vertigo dalam
pemenuhan kebutuhan aman dan keselamatan. Jenis penelitian ini
adalah deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan studi
kasus, menggunakan lembar observasi, wawancara, dan studi
dokumentasi. Studi kasus dipilih 1 pasien sebagai subjek studi
yaitu pasien vertigo dengan mual muntah di IGD RSUD Ungaran.
Pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien vertigo disertai mual
muntah dilakukan Teknik non-farmakologis: Latihan posisi brandt
daroff dilakukan selama 10-15 menit dan diulangi tiga kali,
dikombinasikan dengan memonitor perhitungan skala mual muntah
sebelum dan sesudah tindakan diberikan. Hasil studi menunjukkan
bahwa dari tindakan brandt daroff terdapat penurunan skala mual
muntah dari skala mual 7 turun menjadi skala mual 5. Kesimpulan

23
24

bahwa latihan posisi brandt daroff efektif diberikan pada pasien


vertigo disertai mual muntah dalam kebutuhan aman dan
keselamatan.
c) Ringkasan Jurnal :
Vertigo merupakan suatu istilah yang berasal dari Bahasa
latin vertere yang berarti memutar. Vertigo seringkali dinyatakan
sebagai rasa pusing, sempoyongan, rasa melayang, badan atau
dunia sekelilingnya berputar- putar (Pulungan, 2018). Vertigo
merupakan suatu ilusi gerakan, biasanya berupa sensasi berputar
yang akan meningkat dengan perubahan posisi kepala. Gejala
vertigo seperti perubahan kulit yang menjadi pucat (pallor)
terutama di daerah muka dan peluh dingin (cold sweat). Gejala ini
selalu mendahului munculnya gejala mual/muntah dan diduga
akibat sistem saraf simpatik (Kusumastuti & Sutarni, 2018).
Vertigo bukan suatu gejala pusing saja, tetapi merupakan
suatu kumpulan gejala atau satu sindroma yang terdiri dari gejala
somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin,
mual, muntah), dan pusing. Vertigo merupakan penyakit nomer
tiga yang sering dikemukakan oleh pasien yang datang ke praktek
umum, bahkan pada orang tua sekitar 75 tahun, 50% datang ke
dokter dengan keluhan pusing (Kusumastuti & Sutarni, 2018).
Vertigo dengan mual dan muntah, dapat menyebabkan
dehidrasi dan jatuh. Mual muntah harus ditangani lebih lanjut dan
dicegah, karena menyebabkan komplikasi. Elektrolit dan
ketidakseimbangan cairan (dehidrasi) dapat dianggap sebagai
komplikasi utama mual dan muntah. mayoritas mual dan muntah
sebelum diberikan posisi brandt daroff pada pasien vertigo yaitu
mual muntah sedang sebanyak 43 responden (95,6%). Sejalan
dengan hasil penelitian Chayati (2017) mengatakan pasien vertigo
mengalami keluhan mual dan muntah.
Penatalaksanaan keperawatan vertigo menurut
Widjajalaksmi, (2015) penanganan yang diberikan pada vertigo
25

selama ini dapat dilakukan dengan non-farmakologi. Salah satu


terapi non farmakologi yaitu menggunakan tekhnik latihan brandt
daroff. Tujuan utama terapi vertigo adalah mengupayakan
tercapainya kualitas hidup yang optimal sesuai dengan perjalanan
penyakitnya, dengan mengurangi atau menghilangkan sensasi
vertigo dengan efek samping obat yang minimal.
Penanganan yang diberikan pada vertigo selama ini dapat
dilakukan dengan farmakologi, non farmakologi maupun operasi.
Terapi farmakologi, pasien vertigo akan diberikan golongan
antihistamin dan benzodiazepine (Widjajalaksmi, 2015).
Latihan brandt daroff memiliki keuntungan atau kelebihan
dari terapi fisik lainnya atau dari terapi farmakologi yaitu dapat
mempercepat sembuhnya vertigo dan untuk mencegah terjadinya
kekambuhan tanpa harus mengkonsumsi obat (Indarwati, 2018).
Pengkajian awal pada hari Selasa, 28 Januari 2022
didapatkan data anamnesa pada pasien dan pemeriksaan fisik.
Dengan keluhan yaitu pasien mengeluh pusing berputar sejak tadi
pagi disertai mual dan muntah 2 kali, karakteristik muntah
berbentuk cair, pasien juga mengeluh ketika berjalan mau jatuh,
dan pasien mengeluh lemas , pasien mempunyai riwayat penyakit
vertigo 4bulan yang lalu dan mempunyai riawat penyakit hipertensi
selama 6 bulan. Didapatkan hasil triage kuning, warna kuning
(Delayed/ tergolong pada kasus luka tidak berbahaya) (Aryono,
2015).
Intervensi keperawatan bedasarkan Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI, 2016) adalah keluhan nyeri dan
pusing berputar disertai mual muntah menurun dengan kriteria
hasil: L.08066 (Tingkat Nyeri): Pusing berputar menurun, skala
nyeri menurun, skala mual menurun, muntah menurun. Monitor
mual muntah bertujuan untuk mengetahui skala, frekuensi,
karakteristik, durasi mual muntah (Lynda, 2016). Brandt daroff
dilakukan 5-10 menit, dan diulangi selama tiga kali. Melakukan
26

observasi mual muntah sebelum dan sesudah dilakukan brandt


daroff (Mubarak,dkk, 2015).
Posisi brandt daroff dapat diberikan secara mandiri ataupun
bersamaan dengan obat farmakologi untuk meminimalkan dosis
obat yang diberikan (Suratmi & Agustiningsih, 2019).
Implementasi yang dilakukan pada subjek adalah memonitor mual
muntah dengan tujuan untuk mengetahui skala, frekuensi,
karakteristik, durasi mual muntah (Lynda, 2016). Menurut asumsi
peneliti latihan posisi brandt daroff sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya dapat mengurangi gejala-gejala yang dirasakan pasien
salah satunya mual muntah, setelah melakukan latihan posisi
brandt daroff hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk
minimal 10 menit untuk mengurangi atau menghindari resiko jatuh
(Melly & Susianti, 2017).1

c. Jurnal 2
a) Judul : A study of the correlation between Migraine and Vestibular
Vertigo
b) Abstrak : The pathophysiology of Vestibular Migraine is puzzling
dilemma. The simultaneous process of the two symptoms doesn’t
initiate a definitive causal relationship. Objectives: This study
aimed to investigate whether Audiovestibular evaluation can help
in differentiation of the migraine-associated vertigo. Materials and
methods: Participants of this study had an attack of Dizziness
associated with Migraine or after attacks of Migraine only. They
were subjected to questionnaire to confirm the criteria for Migraine
(International Classification of Headache) and characteristics of
vertiginous attacks. Videonystagmography and Caloric tests were
done. Results and conclusion: Comparison between Control and
study group revealed no statistically significant difference. The
association of Vertigo and Migraine is certainly insufficient to
27

make the dizziness of Migraine related Vertigo. The rationale is to


improve management of this disease.
c) Ringkasan Jurnal :
Migraine is a benign and recurring syndrome of unilateral
throbbing headache, associated with nausea, vomiting and
phonophobia.1 Diagnostic criteria for Migraine were lacking until
1988 when the International Headache Society (IHS) Classification
for headache was published.2 Both disorders Migraine and Vertigo
are common disorder in the general population. Recent population-
based studies using the 1988 HIS diagnostic criteria for Migraine
have consistently estimated the vestibular migraine rates to be 4–
6.5% in men and 11.2–18.2 in women in both US and Europe.
In this prospective study participants were referred due to
attacks of Vertigo. All patients were subjected to careful history
taking: Structured interview focused on vertigo characteristics and
migraine headache according to (IHS) criteria. The final approved
diagnostic criteria were the product an accord between the HIS
Classification Committee and the Committee for Classification of
Vestibular Disorders of the Barany Society. We selected these final
approved diagnostic criteria to be followed in our study, according
to International Classification of Headache Disorders (ICHD).
The exclusion criteria for testing were : Evidence of
chronic otitis media and/or previous surgery of the middle ear;
Therapy with ototoxic drugs and/or chemotherapy. Diseases of the
central nervous system. All patients underwent a neurological
examination and magnetic resonance imaging (MRI) of the central
nervous system. Each subject was then submitted to an
audiovestibular test battery which included :
- Basic Audiological Evaluation.
- Vestibular tests: Videonystagmography (VNG including
spontaneous nystagmus, smooth pursuit & saccade) and
also DixHallpike and finally Air Caloric was done.
28

We considered central signs as having at least one of the


followings.
Subjects who full fill the diagnostic criteria of Vestibular
Migraine were classified into three groups according to duration of
Migraine. Group I (duration of Migraine 1 6 5 yrs.) represented
46.4% of the subjects, mean age 35.9 ± 5.8, group II (duration of
Migraine 5 6 10 yrs.) include 28.6% of patients, mean age 35.2 ±
4.6, group III (duration P10 yrs.) represented 25%, mean age 39.7
± 9 There was no significant difference between groups as regards
to age (see Figs. 1 and 2).
3.1. Side of Migraine
In all patients migraines headache had been present
before the onset of vertigo. Left sided Migraine more
presented than right side in all groups. Comparison of
left (68%) and right sided (32%) Migraine subjects in
the three studied groups revealed no significant
difference (Table 1).
3.2. Character of Vertigo
The character of dizziness in the control group
mostly is sense of imbalance, and no effect on activity.
While sense of imbalance and spinning are equal in the
study group. No significant difference between study
groups and the duration of migraine has no effect in the
study group (Table 2). There was significant difference
between study and control groups as regards to sense of
rotation.
3.3. Degree of the attack
Vestibular symptoms included: spontaneous vertigo,
positional vertigo, visually induced vertigo, head
motion-induced dizziness with nausea. Vertigo was
rated as moderate if vertigo interfered with but did not
prohibit daily activities and as severe if daily activities
29

could not be continued. (Table 3) showed that ten out


of the 28 (36%) couldn’t specify the effect of dizziness
on their activities. In the three groups of patients
represented different degrees either first degree with no
effect on activity, or second degree where stoppage of
activity occurred only during episode, the third degree
bed ridden, can’t work, can’t drive. Most of the
patients in the three groups reported first and second
degree of the effect. There was no statistically
significant difference between the three groups.2
BAB IV
PEMBAHASAN
A. LATAR BELAKANG
Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, vertere, yang
berarti memutar. Secara umum, vertigo dikenal sebagai ilusi bergerak atau
halusinasi gerakan. Vertigo ditemukan dalam bentuk keluhan berupa rasa
berputar-putar atau rasa bergerak dari lingkungan sekitar (vertigo sirkuler)
namun kadang-kadang ditemukan juga keluhan berupa rasa didorong atau
ditarik menjauhi bidang vertical (Setiawati M. & Susianti, 2016).
Berdasarkan hasil pengamatan Sjahrir (2008), nyeri kepala menduduki
komposisi jumlah pasien terbanyak yang berobat jalan ke dokter saraf, ini
dapat dibuktikan dari hasil pengamatan insidensi jenis penyakit dari praktek
klinik di Medan selama tahun 2003 didapati 10 besar penyakit dan satu
diantaranya adalah vertigo.Vertigo bukanlah suatu penyakit, melainkan gejala
dari penyakit penyebabnya. Vertigo ialah ilusi bergerak dan ada juga yang
menyebutnya halusinasi gerakan yaitu, penderita seperti merasakan atau
melihat lingkungannya bergerak, padahal lingkungannya diam, atau penderita
merasakan dirinya bergerak, padahal tidak (Lumbantobing, 2013). Pada tahun
2009 dan 2010 di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi sekitar 50%
dari usia 40-50 sampai orang tua yang berumur 75 tahun dan menurut
prevalensi angka kejadian di Amerika Serikat vertigo perifer cenderung
terjadi pada wanita (Sumarliyah et al., 2011). Angka kejadian vertigo terkait
migrain sebanyak 0,89% dan benign paroxysmal positional vertigo (BPPV)
sebanyak 1,6%. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Breven et al., (2007),
di Jerman dalam jangka waktu satu tahun diperkirakan sebanyak 1,1 juta
orang dewasa menderita BPPV (Farida, 2017).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu
penyakit kelainan perifer dan menjadi penyebab utama dari vertigo. Vertigo
jenis ini paling sering didapati, dimana vertigo dicetuskan oleh keadaan
perubahan posisi kepala. Vertigo berlangsung beberapa detik saja dan paling
lama satu menit kemudian reda kembali. Penyebabnya biasanya tidak
diketahui namun sekitar 50% diduga karena proses degenerasi yang

30
31

mengakibatkan adanya deposit batu di kanalis semisirkularis posterior


sehingga bejana menjadi hipersensitif terhadap perubahan gravitasi yang
menyertai keadaan posisi kepala. Penderita benign 4 paroxysmal positional
vertigo (BPPV) paling sering dijumpai pada usia 60 sampai 75 tahun dan
wanita lebih sering daripada pria (Sielski et al., 2015). Banyak dari penderita
vertigo memilih mengkonsumsi obat untuk meringankan vertigo namun obat
yang dikonsumsi tentu saja memiliki efek samping. Banyak pula terapi-terapi
lain selain terapi farmakologi, salah satunya terapi rehabilitasi vestibular
yaitu epley manuever, semount manuver dan brandt daroff exercise (Farida,
2017).

B. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Untuk Memperoleh pengetahuan dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan pada klien .
2. Tujuan Khusus
Untuk memperoleh pengetahuan mengenai konsep medis dan konsep
keperawatan pada pasien Vertigo
32
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Vertigo merupakan kondisi yang diakibatkan karena adanya gangguan
pada telinga atau pada saraf ocousticus yang mengakibatkan nyeri dan
kelemahan otot leher serta keseimbangan tubuh pasien. Dengan adanya
pemeriksaan fisioterapi yang teliti maka seseorang dapat mengetahui
penyebab dari vertigo tersebut, sehingga fisioterapi dapat melakukan
intervensi pada kasus tersebut dengan tepat walaupun dalam pemeriksaab
manajemenn pelayanan di Rumah Sakit harus memberikan aplikasi terapi
sesuai dengan konsultan darai dokter Rehabilitasi Medik pada kasus vertigo
ini yang disebabkan oleh trauma.
Berbagai masalah yang timbul pada kondisi ini yaitu adanya nyeri,
keterbatasan LGS (Lingkup Gerak Sendi), penurunan kekuatan otot, serta
keseimbangan pasien yang berkurang. Modalitas terapi yang diberikan untuk
mengatasi masalah tersebut yaitu Micro Wave Diathermy (MWD) dan
massage terapi. Selain itu pasien juga diberikan edukasi untuk melakukan
latihan di rumah seperti yang telah diajarkan oleh terapis.
Dengan pelaksanaan terapi dengan menggunakan modalitas tersebut hasil
yang diperoleh menunjukkan perkembangan positif yaitu di buktikannya
dengan Micro Wave Diathermy (MWD) dapat penurunkan nyeri, massage
terapi dengan teknik stroking dan efflurage dapat meningkatan LGS, massage
terapi dengan teknik stroking dan efflurage dapat meningkatan kekuatan otot,
serta dengan Standing Balance Test dapat meningkatan keseimbangan
sehingga mampu melakukan aktivitas sehari- hari di lingkungan sekolah dan
lingkungan rumahnya dapat meningkatkan kualitas hidup bermasyarakat.

B. Saran
Fisioterapi dalam memberikan tindakan terapi perlu diawali dengan
pemerikasaan yang teliti, penegakan diagnosa yang benar, pemilihan
modalitas, pemberian edukasi yang benar dan mengevaluasi hasil terapi yang
rutin agar memperoleh hasil terapi yang optimal dan terdokumentasi dengan
baik.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Viteria SN, Susilaningsih EZ. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Vertigo


Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aman Dan Keselamatan.
Https://MediumCom/. Published online 2016.
https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-use-case-a7e576e1b6bf

2. Kolkiela EA, Elsanadiky HH, Nour YA. A study of the correlation between
Migraine and Vestibular Vertigo. Egypt J Ear, Nose, Throat Allied Sci.
2017;18(2):95-101. doi:10.1016/j.ejenta.2016.09.001

34
LAMPIRAN

35

Anda mungkin juga menyukai