Disusun Oleh :
Peserta : 4 peserta
2. Ketua Kelompok
NIM : 2011011067
3. Dosen Pembimbing :
NIP :
Mengetahui/Menyetujui
ii
KATA PENGANTAR
Penyusun
Jember,
iii
iv
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi
(memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya
terasa berputar atau badan yang berputar. Vertigo bisa mengenai semua
golongan umur, dengan jumlah insidensi 25% pada pasien usia lebih dari 25
tahun, dan 40% pada pasien usia lebih dari 40 tahun. Dizziness dilaporkan
sekitar 30% pada populasi berusia lebih dari 65 tahun.
Vertigo merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien pasca
mengalami trauma pada kepala, leher atau craniovertebral junction. Trauma
bisa terjadi karena cedera akibat jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor,
cedera kontak saat olah raga dan trauma akibat ledakan. Telinga bagian
dalam dan otak rentan terhadap benturan sehingga gejala bisa timbul
walaupun tanpa cedera yang substansial. Vertigo pasca trauma
diklasifikasikan menjadiperifer dan sentral tergantung pada struktur yang
terkena (EB, 2016).
B. Klasifikasi
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu vertigo vestibular dan
non-vestibular. Vertigo vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh
5
6
C. Etiologi
Penyebab vertigo dapat diklasifikasikan menjadi penyebab sentral
(melibatkan otak) dan penyebab perifer (melibatkan jaringan saraf). Penyebab
vertigo yang paling umum adalah penyebab perifer yang melibatkan telinga
dalam. Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah bentuk paling umum
9
dari vertigo dan ditandai dengan sensasi bergerak yang dimulai dengan
pergerakan tiba-tiba dari kepala atau menggerakkan kepala ke arah tertentu.
Vertigo juga dapat disebabkan oleh labirinitis (peradangan pada telinga
dalam), yang ditandai dengan onset vertigo yang tiba-tiba dan mungkin
berhubungan dengan ketulian.
Vertigo merupakan suatu gejala,sederet penyebabnya antara lain akibat
kecelakaan, stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu
sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. (Sielskiet al., 2015).
D. Patofisiologi
Vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh ysng sebenarnya dengan
apa yang dipersepsi oleh sususan saraf pusat. Jika ada kelainan pada lintasan
informasi dari indera keseimbangan yang dikirim kesistem saraf pusat, atau
kelainan pada pusat keseimbangan, maka proses adaptasi yang normal tidak
akan terjadi tetapi akan menimbulkan reaksi alarm. Keadaan ini berhubungan
dengan serat-serat di formasio retikularisbatang otak yang berhubung dengan
aktivitas sistem kolinergik dan adrenergik.
Teori-teori yang dapat menjelaskan tentang terjadinya vertigo adalah :
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebab kan hiperemi kanalis semisir kularis sehingga fungsinya
terganggu, akibatnya akantimbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik.
Menurut teori ini terjadi ketidak cocokan masukan sensorik yang
berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum
dan proprioceptif, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik
yang berasal dari sisi kiri dan kanan. Ketidak cocokan tersebut
menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons
10
yang dapat berupa nnistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit
berjalan (gangguan vestibuler,serebelum) atau rasa melayang, berputar
(berasal dari sensasikortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan,
teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai
penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut
teori iniotak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu,
sehingga jikapada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai
dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan
saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-
ulang akanterjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak
lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai
usahaadaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim
simpatisterlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai
berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori
serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan
neurotransmiter tertentu dalam pengaruhi sistim saraf otonom yang
menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori Sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjai
perananneurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang
terjadi padaproses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan
menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin
releasing factor),peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan
susunan sarafsimpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi
berupameningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik.
11
Teori ini dapat meneangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa
pucat, berkeringat di awalserangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang
berkembang menjadi gejalamual, muntah dan hipersalivasi setelah
beberapa saat akibat dominasiaktivitas susunan saraf parasimpatis
Vertigo akan timbul bila terdapat gangguan pada alat-alat vestibular atau
pada serabut-serabut yang menghubungkan alat/nuklei vestibular dengan
pusat-pusat di cerebellum dan korteks cerebri. Vertigo ini akan timbul bila
terdapat ketidakcocokan dalam informasi yang oleh susunan-susunan aferen
disampaikan kepada kesadaran kita. Sususnan aferen yang terpenting dalam
hal ini adalah susunan vestibular atau keseimbangan yang secara terus-
menerus menyampaikan impuls-impuls ke serebellum. Namun demikian
susunan-susunan lain, seperti misalnya susunan optik dan susunan
proprioseptif dalam hal ini pula memegang peranan yang sangat penting.
Penting pula sususnan yang mrnghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N.III, IV, dan VI, sususnan vestibulo-retikularis susunan vestibulo-
spinalis dll. (Setiawati M. & Susianti, 2016)
E. Manifestasi Klinis
1. Gejala Umum
Secara garis besar, gejala vertigo dimulai dengan sensasi rasa pusing
yang disertai dengan kondisi kepala yang berputar-putar atau kliyengan.
Selain itu, biasanya penderita juga akan merasakan sensasi lain saat kepala
mereka terasa berputar-putar, seperti:
a. Pusing
b. Kepala terasa sakit disertai dengan berputar-putar atau kliyengan
c. Mual
d. Rasa ingin muntah
e. Berkeringat
f. Pergerakan arah pandangan yang tidak normal
g. Hilangnya pendengaran
h. Tinnitus atau telinga berdenging
2. Gejala Tambahan:
12
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Romberg, Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi
demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak
dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau
suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi,
pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan
serebral badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun
pada mata tertutup.
2. Tandem Gait, Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan
pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler,
perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler penderita
akan cenderung jatuh.
3. Uji Unterberger, Penderita berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke
depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin
selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang atau berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram yaitu kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua
lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang
13
lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah
lesi.
4. Uji Tunjuk Barany (past-ponting test), Penderita diinstruksikan
mengangkat lengannya ke atas dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan
lurus ke depan, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan
pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan
tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan
penderita ke arah lesi.
5. Uji Babinsky-Weil, Penderita berjalan lima langkah ke depan dan lima
langkah ke belakang selama setengan menit dengan mata tertutup berulang
kali. Jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan
arah berbentuk bintang. (Setiawati M. & Susianti, 2016)
G. Penatalaksanaan
1. Vertigo posisional Benigna (VPB)
a) Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada
sebagian besar penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi hari
dan merupakan kagiatan yang pertama pada hari itu. Penderita duduk
dipinggir tempat tidur, kemudian ia merebahkan dirinya pada
posisinya untuk membangkitkan vertigo posisionalnya. Setelah vertigo
mereda ia kembali keposisi duduk \semula. Gerakan ini diulang
kembali sampai vertigo melemah atau mereda. Biasanya sampai 2 atau
3 kali sehari, tiap hari sampai tidak didapatkan lagi respon vertigo.
b) Obat-obatan : obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau
fenergen dapat digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu
melakukan latihan atau jika muncul eksaserbasi atau serangan akut.
Obat ini menekan rasa enek (nausea) dan rasa pusing. Namun ada
penderita yang merasa efek samping obat lebih buruk dari vertigonya
sendiri. Jika dokter menyakinkan pasien bahwa kelainan ini tidak
berbahaya dan dapat mereda sendiri maka dengan membatasi
perubahan posisi kepala dapat mengurangi gangguan.
14
2. Neurotis Vestibular
Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian
anti biotika dan terapi simtomatik. Nistagmus perifer pada neurinitis
vestibuler lebih meningkat bila pandangan diarahkan menjauhi telinga
yang terkena dan nigtagmus akan berkurang jika dilakukan fiksasi visual
pada suatu tempat atau benda.
3. Penyakit Meniere
Sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk penyakit meniere.
Tujuan dari terapi medik yang diberi adalah:
a) Meringankan serangan vertigo: untuk meringankan vertigo dapat
dilakukan upaya : tirah baring, obat untuk sedasi, anti muntah dan anti
vertigo. Pemberian penjelasan bahwa serangan tidak membahayakan
jiwa dan akan mereda dapat lebih membuat penderita tenang atau
toleransi terhadap serangan berikutnya.
b) Mengusahakan agar serangan tidak kambuh atau masa kambuh
menjadi lebih jarang. Untuk mencegah kambuh kembali, beberapa ahli
ada yang menganjurkan diet rendah garam dan diberi diuretic. Obat
anti histamin dan vasodilator mungkin pula menberikan efek tambahan
yang baik.
c) Terapi bedah: diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat
diredakan oleh obat atau tindaka konservatif dan penderita menjadi
infalid tidak dapat bekerja atau kemungkinan kehilangan pekerjaannya.
4. Presbiastaksis (Disekuilibrium pada usia lanjut)
Rasa tidak setabil serta gangguan keseimbangan dapat dibantu obat
supresan vestibular dengan dosis rendah dengan tujuan meningkatkan
mobilisasi. Misalnya Dramamine, prometazin, diazepam, pada enderita ini
latihan vertibuler dan latihan gerak dapat membantu. Bila perlu beri
tongkat agar rasa percaya diri meningkat dan kemungkinan jatuh
dikurangi. (Setiawati M. & Susianti, 2016)
15
H. PATHWAY
BPPV Labrinitis Penyakit miniere Cedera kepala dan leher
I.
Canalith masuk ke telinga
J. bagian dalam
Vestibular terganggu
VERTIGO
Gg Komunikasi Verbal
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan
Diagnosis vertigo meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang (Setiawati M. & Susianti, 2016)
1. Pada anamnesis ditanyakan bentuk vertigonya (apakah melayang, goyang,
berputar tujuh keliling, rasa seperti naik perahu, dan sebagainya), keadaan
yang memprovokasi timbulnya vertigo (perubahan posisi kepala dan
tubuh, keletihan dan ketegangan), profil waktu (apakah timbulnya akut
atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksismal, kronik, progresif, atau
membaik). Pada anamnesis juga ditanyakan apakah ada gangguan
pendengaran yang biasanya menyertai atau ditemukan pada lesi alat
vestibuler atau n. vestibularis, penggunaan obat-obatan seperti
streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui
ototoksik atau vestibulotoksik, dan adanya penyakit sistemik seperti
anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan
kemungkinan trauma akustik.
Penegakan diagnosis vertigo diawali dengan menentukan bentuk
vertigo, letak lesi, dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi
kausal dan simtomatik yang sesuai.
2. Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain pemeriksaan tekanan darah
yang diukur dalam posisi berbaring, duduk, dan berdiri, bising karotis,
irama (denyut jantung), dan pulsasi nadi perifer.
3. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya pemeriksaan
neurologis, pemeriksaan oto-neurologi, dan tes fungsi pendengaran.
Pemeriksaan neurologis yang dapat dilakukan antara lain: 5,9 (a) Uji
Romberg, Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi
demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak
dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau
suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
16
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi,
pada mata
17
terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebral
badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada
mata tertutup. (b) Tandem Gait, Penderita berjalan dengan tumit kaki
kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada
kelainan vestibuler, perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan
serebeler penderita akan cenderung jatuh. (c) Uji Unterberger, Penderita
berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan di tempat
dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada
kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang atau berputar ke
arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram yaitu kepala dan
badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan
lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi. (d) Uji Tunjuk Barany (past-
ponting test), Penderita diinstruksikan mengangkat lengannya ke atas
dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, kemudian
diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini
dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan
vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi. (e).
Uji BabinskyWeil, Penderita berjalan lima langkah ke depan dan lima
langkah ke belakang selama setengan menit dengan mata tertutup berulang
kali. Jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan
arah berbentuk bintang.
Pemeriksaan khusus oto-Neurologi dilakukan untuk menentukan
apakah letak lesinya di sentral atau perifer.
Tes Fungsi Pendengaran : (a) Tes Garpu Tala, Tes ini digunakan untuk
membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne,
Weber dan Schwabach. Pada tuli konduktif, tes Rinne negatif, Weber
lateralisasi ke yang tuli dan schwabach memendek. (b) Audiometri, Ada
beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Ludness Balance Test,
SISI, Bekesy Audiometry, dan Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak
lain meliputi: acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot
wajah, pendengaran dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik
18
(kelumpuhan ekstremitas), fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan
serebelar (tremor, gangguan cara berjalan).
B. Diagnosa
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
b. Risiko jatuh b.d gangguan keseimbangan dan gangguan pendengaran
c. Defisit pengetahuan tentang vertigo b.d kurang terpapar informasi
d. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan pendengar
e. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pendengaran
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
C. Intervensi
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respons nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Teraupeutik
a) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
c) Fasilitasi istirahat dan tidurr
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e) Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
19
a) Kolaborasikan pemberian analgetik, jika perlu
2. Risiko jatuh b.d gangguan keseimbangan dan gangguan pendengaran
Observasi :
a) Identifikasi faktor risiko jatuh
b) Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai
dengan kebijakan institusi
c) Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh
d) Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala
e) Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur kekursi roda dan
sebaliknya
Teraupeutik
a) Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
b) Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi terkunci
c) Pasang handrail tempat tidur
d) Gunakan alat bantu berjalan
Edukasi
a) Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah
b) Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
c) Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
d) Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
3. Defisit pengetahuan tentang vertigo b.d kurang terpapar informasi
Observasi
a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
Teraupeutik
a) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
b) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
c) Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
20
a) Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
b) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
c) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
4. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan pendengaran
Observasi
a) Periksa kemampuan pendengaran
b) Monitor akumulasi serumen berlebihan
c) Identifikasi metode komunikasi yang disukai pasien
Teraupeutik
a) Gunakan bahasa sederhana
b) Gunakan bahasa isyarat, jika perlu
c) Fasilitasi penggunaan alat bantu dengar
d) Berhadapan dengan pasien secara langsung selama berkomunikasi
e) Pertahankan kontak mata selama berkomunikasi
f) Hindari kebisingan saat berkomunikasi
g) Hindari berkomunikasi lebih dari 1 meter dari pasien
h) Pertahankan kebersihan telinga
Edukasi
a) Anjurkan menyampaikan pesan dengan isyarat
b) Anjurkan cara membersihkan serumen dengan tepat
5. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pendengaran
Observasi
a) Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan
Teraupeutik
a) Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori
b) Batasi stimulus lingkungan
c) Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
d) Kombinasikan prosedur/tindakan dalam satu waktu, sesuai kebutuhan
Edukasi
a) Ajarkan cara meminimalisasi stimulus
Kolaborasi
21
a) Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/tindakan
b) Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus
(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
22
BAB III
TELAAH JURNAL
a. Metode Penelusuran Jurnal
a) Vertigo, Brandt Daroff, Mual-Muntah
b) Migraine Vestibular Vertigo
b. Jurnal 1
a) Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN VERTIGO
DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AMAN DAN
KESELAMATAN
b) Abstrak : Vertigo adalah suatu keadaan dimana pasien merasa
seolah-olah lingkungan di sekitarnya berputar atau melayang.
Dalam bahasa awam, vertigo sering dikeluhkan sebagai pusing
berputar atau pusing tujuh keliling atau nggliyer yang disertai
dengan mual muntah. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan
pada pasien vertigo disertai mual muntah adalah pemberian teknik
non-farmakologis: Latihan posisi brandt daroff dikombinasikan
dengan memonitor perhitungan skala mual muntah sebelum dan
sesudah tindakan diberikan. Tujuan studi kasus ini adalah
mengetahui gambaran asuhan keperawatan pasien vertigo dalam
pemenuhan kebutuhan aman dan keselamatan. Jenis penelitian ini
adalah deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan studi
kasus, menggunakan lembar observasi, wawancara, dan studi
dokumentasi. Studi kasus dipilih 1 pasien sebagai subjek studi
yaitu pasien vertigo dengan mual muntah di IGD RSUD Ungaran.
Pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien vertigo disertai mual
muntah dilakukan Teknik non-farmakologis: Latihan posisi brandt
daroff dilakukan selama 10-15 menit dan diulangi tiga kali,
dikombinasikan dengan memonitor perhitungan skala mual muntah
sebelum dan sesudah tindakan diberikan. Hasil studi menunjukkan
bahwa dari tindakan brandt daroff terdapat penurunan skala mual
muntah dari skala mual 7 turun menjadi skala mual 5. Kesimpulan
23
24
c. Jurnal 2
a) Judul : A study of the correlation between Migraine and Vestibular
Vertigo
b) Abstrak : The pathophysiology of Vestibular Migraine is puzzling
dilemma. The simultaneous process of the two symptoms doesn’t
initiate a definitive causal relationship. Objectives: This study
aimed to investigate whether Audiovestibular evaluation can help
in differentiation of the migraine-associated vertigo. Materials and
methods: Participants of this study had an attack of Dizziness
associated with Migraine or after attacks of Migraine only. They
were subjected to questionnaire to confirm the criteria for Migraine
(International Classification of Headache) and characteristics of
vertiginous attacks. Videonystagmography and Caloric tests were
done. Results and conclusion: Comparison between Control and
study group revealed no statistically significant difference. The
association of Vertigo and Migraine is certainly insufficient to
27
30
31
B. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Untuk Memperoleh pengetahuan dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan pada klien .
2. Tujuan Khusus
Untuk memperoleh pengetahuan mengenai konsep medis dan konsep
keperawatan pada pasien Vertigo
32
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Vertigo merupakan kondisi yang diakibatkan karena adanya gangguan
pada telinga atau pada saraf ocousticus yang mengakibatkan nyeri dan
kelemahan otot leher serta keseimbangan tubuh pasien. Dengan adanya
pemeriksaan fisioterapi yang teliti maka seseorang dapat mengetahui
penyebab dari vertigo tersebut, sehingga fisioterapi dapat melakukan
intervensi pada kasus tersebut dengan tepat walaupun dalam pemeriksaab
manajemenn pelayanan di Rumah Sakit harus memberikan aplikasi terapi
sesuai dengan konsultan darai dokter Rehabilitasi Medik pada kasus vertigo
ini yang disebabkan oleh trauma.
Berbagai masalah yang timbul pada kondisi ini yaitu adanya nyeri,
keterbatasan LGS (Lingkup Gerak Sendi), penurunan kekuatan otot, serta
keseimbangan pasien yang berkurang. Modalitas terapi yang diberikan untuk
mengatasi masalah tersebut yaitu Micro Wave Diathermy (MWD) dan
massage terapi. Selain itu pasien juga diberikan edukasi untuk melakukan
latihan di rumah seperti yang telah diajarkan oleh terapis.
Dengan pelaksanaan terapi dengan menggunakan modalitas tersebut hasil
yang diperoleh menunjukkan perkembangan positif yaitu di buktikannya
dengan Micro Wave Diathermy (MWD) dapat penurunkan nyeri, massage
terapi dengan teknik stroking dan efflurage dapat meningkatan LGS, massage
terapi dengan teknik stroking dan efflurage dapat meningkatan kekuatan otot,
serta dengan Standing Balance Test dapat meningkatan keseimbangan
sehingga mampu melakukan aktivitas sehari- hari di lingkungan sekolah dan
lingkungan rumahnya dapat meningkatkan kualitas hidup bermasyarakat.
B. Saran
Fisioterapi dalam memberikan tindakan terapi perlu diawali dengan
pemerikasaan yang teliti, penegakan diagnosa yang benar, pemilihan
modalitas, pemberian edukasi yang benar dan mengevaluasi hasil terapi yang
rutin agar memperoleh hasil terapi yang optimal dan terdokumentasi dengan
baik.
33
DAFTAR PUSTAKA
2. Kolkiela EA, Elsanadiky HH, Nour YA. A study of the correlation between
Migraine and Vestibular Vertigo. Egypt J Ear, Nose, Throat Allied Sci.
2017;18(2):95-101. doi:10.1016/j.ejenta.2016.09.001
34
LAMPIRAN
35