Anda di halaman 1dari 2

Laut Beserta Ceritanya

Oleh: Nurmawati

Mungkin tak pernah mengira kami masih hidup, ditengah lautan bersama para nahkoda dan
awak Kapal. bersama suara guntur dan kilatan petir seperti mengutuk orang-orang yang
berada diatas perahu pada malam itu.

Tahun 2012 , merupakan kenangan da’wah yang tak pernah dilupakan, pada tahun ini juga
malaikat ketiga dalam keluarga lahir sebagai pelipur lara. Bersama keluarga dan para santri
kami berpergian mengujungi sebuah pulau terpencil ditengah-tengah laut, orang
menyebutnya Pulau Kera. Pulau berpenghuni orang Muslim yang mengungsikan diri dari
perang saudara pada tahun 90 an.

Perjalanan yang ditempuh untuk kepulau tersebut tidaklah semuda yang dikira, pada saat itu
untuk berpergian ke pelabuhan tempat kapal tersebut, kami menaiki mobil pick up, beramai-
ramai bersama para santri yang kami ikut seratakan, waktu yang ditempuh selama 45 menit
jarak dari rumah menuju pelabuhan, pada saat itu jalan tidaklah mulus seperti sekarang,
tanah yang masih belum diaspal menciptakan kehidupan tersendiri sebagai teman perjalanan.

Setelah tibanya kami di pelabuhan, kami harus menaiki kapal nelayan, masyarakat disana
menyebutnya “Jojollor”. Untuk sampai ke pulau tersebut membutuhkan waktu 4 jam. Saat
itu, ombak terasa tenang seperti angin membawa kapas. Kami rasa ombak dan laut berteman
pada pagi yang cerah sebagai penyambutan.

Tampa terasa waktu yang dihabiskan untuk menempuh perjalanan begitu singkat, sampailah
kami beserta para santri di Pulau Kera, disambut begitu meriahnya oleh penduduk pulau,
berbagai hidangan dan sambutan yang diberikan oleh ketua suku sebagai bentuk rasa penuh
syukur. Setelah matahari pergi dan digantikan oleh bulan, senja pun mulai nampak. Tak sadar
waktu untuk kembali telah datang.

"kami, akan datang bersama pejuang-pejuang da'wah", janji seorang kepala keluarga
terhadap kepala suku. yang pada saat itu matanya melirik kami, anak-anaknya.

kepala suku pun tersenyum hangat "saya yakin mereka akan menjadi mujahid Allah, seperti
antum Ustadz"
Setelah semuanya menaiki perahu, berangkatlah kami ditengah gelapnya malam dan angin
yang tiba-tiba saja datang, ditengah-tengah laut hanya suara mesin kapal yang didengar, tak
sampai situ terdengarlah gemuruh diatas langit. disusul dengan suara petir yang pas untuk
menemani hujan dan guntur. Ditengah-tengah laut, badai datang. perahu nelayan yang
ditumpangi menjadi terombang-ambing terkena ombak yang entah datangnya dari mana.

Saat itu Istri berkata "Abi, anak-anak bagaimana?"

"Insyaallah, selamat" jawab Abi dengan mantap untuk meyakinkan sang istri. Abi pun dengan
sigap menangalkan rompi Dewan Da’wah sebagai penutup badan malaikat kecil yang masih
berumur 3 bulan. Sedangkan ombak semakin ganas, tak henti-hentinya Air laut
menghempaskan ombaknya kepada kami, dengan badan yang menggigil, dan baju basah
terkena ombak lautan, hanya balutan terpal yang menaungi kami pada saat itu agar tidak
terkena arusnya ombak dan hujan.

sampai pada suatu hal yang tak pernah terbayang sekalipun, kapal yang ditumpangi kami
mengalami mesin yang rusak dan mati ditengah perjalan. Saat itu yang dipikirkan ummi dan
Abi hanyalah anak-anaknya. dan memanjatkan do'a sebaik mungkin untuk dimudahkan
dalam perjalanan malam ini. dalam keheningan malam dibaluti rasa takut, suara detak jantung
yang berdetak tak selaras ritmanya. Do’a yang diberkahi oleh Allah terjawab. Mesin pun
kembali hidup dan nahkoda kapal kembali bersemangat menjalankan kapalnya walau hujan
badai masih terus mengiringi perjalan malam itu.

Anda mungkin juga menyukai