BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan kepribadian manusia, dari tidak tahu
menjadi tahu, dari bodoh menjadi pandai dan dari buruk menjadi baik. Sebagai suatu proses,
tentu saja pendidikan ini akan berlangsung secara berkelanjutan. Dari sinilah muncul istilah
pendidikan seumur hidup (life long education). Dan ada juga yang menyebutnya pendidikan
terus menerus ( continuing education).[1]
Islam sendiri membahas tentang proses Pendidikan Seumur Hidup. Dalam suatu riwayat
Rasulullah SAW bersabda :
ُاْطُلِب اْلِعل ِم اْل ْه ِد ِإل اّلل ِد
َم َن َم َى ْح
Artinya: “Tuntutlah ilmu sejak masih dalam ayunan hingga ke liang lahat”.
Pengertian ayunan pada hadits di atas harus dimaknai sebelum dilahirkan, artinya
sudah adanya proses pendidikan sejak masih dalam kandungan. Jika kita teliti lebih jauh lagi,
ternyata ada ayat al-qur’an dan hadits Rasulullah SAW yang menjelaskan bahwa adanya
proses pendidikan jauh sebelum itu, yaitu pada pemilihan jodoh, sebagai persiapan awal
proses pendidikan. Ini semua sangat terbukti bahwa dalam Islam adanya Pendidikan Seumur
Hidup. Pembahasan tentang pendidikan memiliki tahapan-tahapan tertentu, yang biasanya
disebut dengan periode pendidikan Islam.
Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan memaparkan periode pendidikan Islam yang
meliputi: (1) pendidikan prenatal (pemilihan jodoh dan pernikahan) dan (2) pendidikan pasca
natal (Pendidikan bayi, kanak-kanak, anak-anak, dan dewasa). Serta tentang konsep
pendidikan sepanjang hidup.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pendidikan pranatal?
2. Bagaimana proses pendidikan pasca natal?
3. Apa saja konsep pendidikan sepanjang hayat?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami proses pendidikan pranatal.
2. Untuk memahami proses pendidikan pasca natal.
3. Untuk mengetahui konsep pendidikan sepanjang hayat.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Fase Perkawinan/Pernikahan
Ada beberapa aspek yang dijelaskan oleh syariat Islam yang berhubungan dengan anjuran
pernikahan di antaranya:
a. Perkawinan merupakan sunnah Rasulullah saw.
b. Perkawinan untuk ketentraman dan kasih sayang.
c. Perkawinan untuk mendapatkan keturunan.
d. Perkawinan untuk memelihara pandangan dan menjaga kemaluan dari kemaksiatan.
Setelah calon dipilih, diadakan peminangan dan selanjutnya dilaksanakan pernikahan
dengan Walimatul al-Ursy nya. Dalam sebuah pernikahan yang sehat mengandung nilai-nilai
pendidikan, yaitu :
(1)Peningkatan amal dan iman, (2) Pergaulan yang baik antara suami dengan istri,
(3)Kerukunan dalam berumah tangga, (4)Memelihara sillaturrahim, (5) Mawas diri/berhati-
hati dalam segala tindak dan perilaku.
3. Fese kehamilan
Salah satu tujuan rumah tangga adalah untuk mendapatkan seorang anak (keturunan).
Karena itu, seorang istri berharap agar ia dapat melahirkan seorang anak.
Agar dapat memperoleh anak yang saleh, Islam mengajarkan agar selalu bermohon
kepada Allah dengan membaca doa nabi Ibrahim, sebagai mana firman Allah SWT.
Artinya :“Ya Tuhanku berilah aku anak yana saleh” (QS. As-Shafat ayat 100).
Menurut Sabda Nabi, masa kehamilan memiliki beberapa tahapan, yaitu :
a. Tahap Nuthfah
b. Tahap ‘Alaqah
c. Tahap Mudghah
Ada tiga faktor yang perlu dibicarakan berkaitan dengan proses pendidikan.
Yaitu, pertama harus diyakini bahwa periode ini berawal dari adanya kehidupan (al-
hayat). Kedua, setelah berbentuk daging (mudghah), Allah mengutus malaikat untuk
meniupkan ruh kepadanya. Tamapaknya, ruh inilah yang menjadi tahap awal bergeraknya
kehidupan psikis manusia. Ketiga, aspek yang paling penting adalah aspek agama..
Oleh karna itu proses pendidikan sudah dimulai semenjak anak dalam kandungan. Proses
pendidikan ini dilaksanakan secara tidak langsung (inderect). Yaitu sebagai berikut :
1. Seorang ibu yang telah hamil harus mendo’akan anaknya
2. Ibu harus selalu menjaga dirinya agar tetap memakan makanan dan minuman yang halal
3. Ikhlas mendidik anak
4. Memenuhi kebutuhan istri
5. Taqarrub kepada Allah melalui ibadah wajib dan sunah
6. Kedua orang tua berakhlak mulia.
1. Fase Bayi
Masa bayi disebut juga masa mulut (oral phase). Disebut demikian karena bayi dapat
mencapai pemuasan kebutuhan hidupnya dengan menggunakan mulutnya. Ciri khas pada
masa mulut adalah:
a. Pada bulan pertama bayi senang tidur.
b. Hidupnya hanya makan.
c. Seakan-akan belum ada hubungan dengan dunia luar ( pasif)
d. Apabila bangun, bergerak-gerak secara spontan, menggelepar, membuka dan menutup
tangan dan sebagainya.
e. Pada umur empat bulan bayi mulai miring, membalikkan badan dan mengangkat kepala,
kemudian belajar merangkak, duduk, berdiri dan pada umur 1 tahun dapat berjalan dengan
bantuan.
f. Perkembangan gerakan.
g. Perasaan semula kabur, kemudian mulai timbal dengan lagu tangis yang bermacam-macam.
Dibandingkan fase perkembangan sebelum anak lahir ada beberapa hal yang harus dilakukan
oleh orang tua terhadap anaknya.
(a)Mengeluarkan zakat fitrah, (b)Mendapat hak waris, (c)Menyampaikan kabar gembira dan
ucapn selamat atas kelahiran, (d)Menyuarakan azan dan ikomah ditelinga bayi, (e)Aqiqah,
(f)Memberi Nama.
2. Fase kanak-kanak.
Masa bayi ini dibagi pula kepada dua fase yaitu: fase anal, dan fase pra sekolah.
a. Fase anal (1 – 3 tahun)
Ciri-ciri khas yang menonjol pada anak usia ini adalah :
1. Mula-mula sudah dapat berjalan, walaupun belum stabil
2. Mulai belajar makan sendiri
3. Senang mendengar cerita yang berulang-ulang
4. Senang mengerjakan hal yang berulang-ulang, misalnya menjatuhkan barang, dan apabila
diberikan dijatuhkan lagi, demikian seterusnya sampai kita menjadi jengkel. Permainan
seperti disebut menjatuhkan dan mengambil (drop and puul)
5. Dalam belajar bahasa ia mulai aktif, dengan mulai bertanya “ni, pa”(ini apa?). karena itu jika
anak sering bertanya maka jawablah pertanyaan sesuai dengaan tingkat perkembangan anak
6. Pada umur 3 tahun mulai negatif. Tidak mudah menurut karena timbul kemauannya yang
keras
7. Mulai memperhatikan anak lain, mula-mula dengan menyentuh dengan jari, badan anak lain.
4. Fase Remaja
Awal remaja ditandai dengan dimulainya keguncangan, untuk laki-laki ditandai dengan
dimulainya ibtilant, atau (basah malam) sedangkan untuk peremppuan ditandai dengan
menstruasi.
Di masa remaja inilah tumbuh dorongan untuk mencari pedoman hidup, mencari sesuatu
yang dapat dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi, dan di puja-puja. Proses
pembentukan pendirian hidup atau pandangan hidup atau cita-cita ini dapat dipandang
sebagai penemuan nilai-nilai hidup di dalam eksplorasi si remaja.
Menurut Sumardi Suryabrata,[7] proses tersebut melewati tiga langkah yaitu:
a. Karena tiadanya pedoman, si remaja merindukan sesuatu yang dianggap bernilai, pantas
dihargai dan dipuja.
b. Selanjutnya, pada taraf yang kedua, objek pemujaan itu telah menjadi lebih jelas; yaitu
pribadi-pribadi yang dipandangnya mendukung sesuatu nilai (jadi personifikasi lain-lain
c. Pada taraf yang ketiga, si remaja telah dapat menghargai nilai-nilai lepas dari
pendukungnya, nilai sebagai hal yang abstrak.
Najib Khalil al-Amin[8], menyebutkan bahwa dalam mendidik anak harus mengambil
sikap sebagai berikut :
1. Mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada anak-anak mereka yang sedag puber
dengan melakukan pengamatan.
2. Mengarahkan mereka untuk selalu pergi ke Masjid sejak kecil sehingga memiliki disiplin
naluriah dan andil yang potensial oleh lingkungan rabbaniah.
3. Menanamkan rasa percaya diri pada diri mereka dan siap mendengarkan pendapat-pendapat
mereka.
4. Menyarankan agar menjalani persahabatan dengan teman-teman yang baik.
5. Mengembangkan potensi mereka disemua bidang yang bermanfaat.
6. Menganjurkan mereka untuk berpuasa sunnah karena hal itu dapat menjadi perisai dari
kebobrokan moral.
7. Membuka dialog dan menyadarkan mereka akan status sosial mereka.
5. Fase Dewasa
Usia dewasa dimulai sejak berakhirnya kegoncangan-kegoncangan kejiwaan yang menimpa
masa remaja. Dengan demikian, usia dewasa bisa dikatakan ketenangan jiwa, ketetapan hati
dan keimanan yang tegas.
Netty Hartati, dkk, menjelaskan bahwa masa dewasa ini dapat dibagi kepada tiga tahap.
[9]
a. Fase dewasa dini
Yaitu masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif
b. Fase dewasa madya
Fase ini dipandang sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun.
Ada sepuluh karakteristik yang biasa terjadi pada usia dewasa madya:
1. Usia madya merupakan periode yang sangat menakutkan
2. Usia madya merupakan usia transisi
3. Masa stres
4. Usia yang berbahaya
5. Usia canggung
6. Masa berprestasi
7. Masa evaluasi
8. Dievaluasi dengan standar ganda
9. Masa sepi
10. Masa jenuh.
c. Fase dewasa akhir (Lansia)
Adapun ciri-ciri usia lanjut ini adalah:
1. Merupakan periode kemunduran
2. Perbedaan pada efek menua
3. Usia tua dinilai dengan keiteria yang berbeda
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, Jalaluddin[10] mengatakan bahwa sikap
keagamaan pada orang dewasa memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan yang matang bukan sekedar ikit-
ikutan.
2. Cenderung bersifat realis sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam
sikap dan tingkah laku.
3. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajari
dan memperdalam keagamaan.
4. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri, hingga
keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
5. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang luas.
6. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain
didasarkan atas pertimbangan pemikiran juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
7. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing
sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta
melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan pranatal adalah pendidikan sebelum masa melahirkan. Masa ini ditandai
dengan tiga fase, diantarannya: (1) fase pemilihan jodoh,
(2) fase pernikahan, dan (3) fase kehamilan
Pendidikan pasca natal adalah pendidikan setelah kelahiran anak. Pendidikan ini terbagi
menjadi lima fase, yaitu: (1) fase bayi, (2) fase Kanak-kanak, (3) fase anak-anak (6-12
tahun), (4) fase remaja, dan (5) fase dewasa.
Beberapa konsep pendidikan sepanjang hayat, diantaranya: (1) Kehidupan fisik dan
pikiran, (2) proses belajar, (3) metode mencari jawaban, (4) Metode SQ3R( Survey,
Question, Read, Review, Recall) dan (5) ilmu dan agama.
B. saran
Dengan adanya penulisan makalah ini, kami berharap supaya pembaca termasuk
kelompok kami sendiri lebih bisa memahami tentang makna pendidikan sepanjang hayat ini.
Oleh karena itu, jangan lelah untuk menjalankan pendidikan dalam kehidupan kita, karena
agama Islam berprinsip bahwa pendidikan manusia berakhir setelah berpisahnya roh dari
badan. Hal ini dipahami dari sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “ Tuntulah orang-orang yang berada di ambang kematian untuk membaca kalimat la
illaha illa Allah.” (HR. Muslim)
Mengucapkan kalimat syahadat bagi orang yang sakratul maut merupakan batas terakhir dari
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata. Sejarah Pendidikan Islam, Cet II, Jakarta : Rajawali Pers, 2010
Nety Hartati, dkk. Islam dan Psikologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam, Cet VI, Jakarta : Kalam Mulia, 2002
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2004
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II, Jakarta: Bumi Aksara, 1992
http://dyahmayarikawati.blogspot.com/2013/12/makalah-pendidikan-sepanjang-hayat.html (d
iakses 11 April 2014)
[4] Ibid., h. 19
[5] Abu Amr Ahad Sulaiman, Metode Pendidikan Anak Muslim Usia Prasekolah.
Diterjemahkan oleh: Ahad Amin Sjihab, Judul Asli: Minhajuth Thiflil fii Dhau Al-Kitab wa As-Sunnah,
(Jakarta: Yayasan Al-Sofwa,2000), Cet. I h. 10.
[6] E.B Jhon Lock. Psikologi Perkembangan (Jakarta: Erlangga, 1998), h.80
[7] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2004) cet. Ke-12.h.
220
[8] Najib Khalik al-Amir, Tarbiyah Islamiyah, (Jakarta: Gema Islami Press, 1996), h. 130
[9] Nety Hartati, dkk., Islam dan Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004). Cet. KeI h. 43
[10] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 52