Penerapan Infrastruktur Hijau Di Berbaga 6ab75685
Penerapan Infrastruktur Hijau Di Berbaga 6ab75685
Penulis:
Primanda Kiky Widyaputra
Desain Cover:
Ridwan
Tata Letak:
Aji Abdullatif R
Proofreader:
N. Rismawati
ISBN:
978-623-6608-68-5
Cetakan Pertama:
November, 2020
PENERBIT:
WIDINA BHAKTI PERSADA BANDUNG
Komplek Puri Melia Asri Blok C3 No. 17 Desa Bojong Emas
Kec. Solokan Jeruk Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat
Website: www.penerbitwidina.com
Instagram: @penerbitwidina
Email: admin@penerbitwidina.com
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Agung, karena
dengan kelimpahan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan buku
ini. Penulis berkesempatan menulis buku ini sebagai upaya merangkum
ketertarikan mengenai infrastruktur hijau dalam perencanaan tata ruang.
Ketertarikan memperdalam berbagai penerapan infrastruktur hijau ini muncul
dari adanya isu-isu lingkungan yang muncul dalam penataan ruang, khususnya
pada perkotaan yang belum semuanya memiliki ruang hijau dan ruang terbuka
hijau yang memadai. Pengalaman penulis mengambil studi di Belanda dan
mengikuti kegiatan workshop di beberapa negara, semakin menguatkan
ketertarikan tersebut. Selanjutnya muncul ide untuk berbagi referensi
mengenai penerapan infrastruktur hijau di berbagai negara dalam satu dekade
ini, di mana infrastruktur hijau menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
penataan kawasan perkotaan.
Terselesaikannya penulisan buku ini tidak terlepas dari bantuan beberapa
pihak. Karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan atas Beasiswa Unggulan yang dapat menghantar
penulis menyelesaikan studi master di ITC Twente University. Terima kasih
kepada Program Studi Geo-information for Spatial Planning and Disaster
Management Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada yang menjadi
tempat penulis pertama kali menuliskan gagasan buku ini. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Institut Teknologi Yogyakarta sebagai tempat
mengabdikan ilmu dan pengalaman melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Penulis juga menyadari bahwa buku ini masih mempunyai kelemahan dan
kekurangan. Karena itu, berbagai kritik dan perhatian pembaca sangat penulis
harapkan untuk dapat menyempurnakan karya selanjutnya. Akhir kata, penulis
berharap agar buku ini dapat memberikan wawasan mengenai penerapan
infrastruktur hijau yang dapat diterapkan di Indonesia, dan memberikan
kontribusi bagi perencanaan tata ruang dan lingkungan.
Yogyakarta, November 2020
iii
DAFTAR ISI
iv
v
vi
PENDAHULUAN
Pendahuluan | 3
Infrastruktur hijau memiliki fungsi melestarikan nilai-nilai ekosistem alam
guna memberikan manfaat yang berkesinambungan bagi manusia melalui
penggunaan lahan yang tepat dengan mengintegrasikan jasa ekosistem
dengan kegiatan di dalam suatu lahan (Gambar 2). Ruang untuk ekosistem
dapat mempertahankan dan menciptakan fitur-fitur lanskap yang menjamin
ketersediaan sumber daya lingkungan seperti air bersih, tanah yang produktif
bahkan dapat memiliki fungsi rekreasi. Oleh karena itu, penerapan konsep
tersebut dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat
sekaligus menjadi kontribusi penting untuk alam dan iklim (Benedict &
MacMahon, 2002). Dapat disimpulkan bahwa tujuan penerapan infrastruktur
hijau di antaranya adalah: (1) menginspirasi masyarakat untuk melindungi
lingkungan alam yang penting bagi kelangsungan hidup selanjutnya; (2)
menemukan jaringan hubungan dari sumber daya lahan dan air guna
memperoleh manfaat sebanyak mungkin bagi kehidupan; dan (3) menerapkan
pentingnya kesempatan untuk melindungi aset alami melalui upaya konservasi
dan strategi pengembangan ekonomi yang terintegrasi. Diharapkan dengan
menerapkan konsep tersebut, keberlangsungan sumber daya lingkungan di
masa yang akan datang akan tetap terjaga. Oleh karena perlunya pemahaman
akan pentingnya keberadaan infrastruktur hijau, dalam tulisan ini dikemas best
practices implementasi infrastruktur hijau di berbagai negara dalam satu
dekade ini melalui studi literatur.
A. AMERIKA SERIKAT
Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang menerapkan konsep
infrastruktur hijau dengan baik dalam pengembangan kawasan perkotaannya.
Inovasi yang dilakukan menarik untuk disimak dan dapat menjadi alternatif
dalam penerapan infrastruktur hijau di negara lain seperti di Indonesia. Konsep
infrastruktur hijau ini dikembangkan oleh The United States Environmental
Protection Agency (EPA) yang mengaplikasikannya pada manajemen
penanganan limpasan air hujan (runoff) secara lokal mempergunakan sistem
alami yang ada, atau melakukan rekayasa sistem untuk meniru kondisi alami.
Penerapan program infrastruktur hijau yang dilakukan oleh EPA mengarah
pada peningkatan kualitas lingkungan melalui pembuatan infrastruktur ramah
lingkungan yang bertujuan meningkatkan keberlangsungan kondisi lingkungan
yang sehat. Penerapan infrastruktur hijau di negara tersebut akan dibahas
lebih lanjut sehingga dapat menjadi pembelajaran dalam menerapkan konsep
tersebut di Indonesia.
1. Dasar Peraturan Infrastruktur Hijau
Peraturan yang mendasari penerapan infrastruktur hijau di Amerika Serikat
adalah berdasarkan beberapa memorandum yang dibangun dan digerakkan
oleh EPA. Dimulai sejak tahun 2007, beberapa memorandum kebijakan terkait
integrasi penerapan infrastruktur hijau telah dikeluarkan dan telah masuk
dalam program nasional (Tabel 1.).
Gambar 3. Diagram sistem manajemen air hujan di Brooklyn Bridge Park (Amelar, 2011)
d. Planter Boxes
Planter Boxes adalah taman perkotaan ukuran kecil yang berfungsi
mengumpulkan dan menyerap limpasan dari trotoar, tempat parkir, dan jalan-
jalan. Aplikasi ini ideal kawasan terbangun dengan ruang yang terbatas seperti
di daerah perkotaan padat. Selain itu, dapat pula menambah nilai estetika di
pinggir jalan (Gray & Katzenmoyer, 2011; Rakhshandehroo et al., 2015).
Gambar 10. Contoh Green Rooftop (kiri) dan lapisan untuk membentuk Green Rooftop
(kanan) (Gray & Katzenmoyer, 2011)
Gambar 13. Penataan lahan parkir dengan memperhatikan resapan air di Philadephia
(Gray & Katzenmoyer, 2011)
Gambar 14. Program infrastruktur hijau di Oregon dengan Taman Kota (kiri) dan Green
Street (kanan) (US EPA, 2010)
4. Pengawasan
a. Penegakan Hukum
Menegakkan hukum lingkungan merupakan bagian utama dari Rencana
Strategis EPA untuk menjaga kesehatan manusia dan lingkungan. EPA bekerja
untuk memastikan kepatuhan terhadap persyaratan lingkungan dan bila
diperlukan dapat mengambil tindakan penegakan hukum secara perdata atau
pidana. Salah satu prioritas utama EPA adalah dalam memperluas fungsi
penegakan hukum lingkungan (Environmental Justice), serta bertugas
mengawasi jalannya perencanaan dan pelaksanaan program-program terkait
lingkungan. Bentuk penegakan hukum lingkungan yang dipandu oleh EPA
dapat berupa:
1) Hukuman Sipil, merupakan hukuman dalam bentuk sejumlah uang yang
harus dibayar oleh orang atau lembaga terkait sehubungan dengan
pelanggaran atau ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan peraturan
lingkungan.
5. Kelembagaan
Amerika Serikat memiliki beberapa instansi dan lembaga terkait lingkungan
hidup yang saling terintegrasi. Salah satu yang banyak berperan adalah EPA
dan didukung beberapa lembaga lain. Untuk mewujudkan penerapan
Gambar 16. Permukiman dengan Green Space (kiri) dan Model Green Space di
Hamstead Garden (kanan) (Town and Country Planning Association, 2008)
Gambar 17. Aktivitas penduduk dalam menjaga dan membersihkan kawasan alami
setempat (Town and Country Planning Association, 2008)
Gambar 19. Ruang terbuka hijau publik sebagai bagian dari sistem drainase
berkelanjutan (Northwest Community Forests, 2011)
Gambar 21. Vegetated wall system di tepi jalan di Inggris (Northwest Community
Forests, 2011)
Gambar 22. Penerapan Green Roof dipadukan dengan kincir angin (Natural England,
2009)
d. Jalur Hijau
Lalu lintas kendaraan bermotor menghasilkan sejumlah besar emisi karbon
di Inggris, di mana dari sektor transportasi telah menghasilkan sekitar
sepertiga dari total karbon dioksida. Pembuatan jalur hijau yang menarik dan
aman sebagai rute perjalanan dapat mendorong masyarakat untuk berjalan
serta membantu mengurangi emisi karbon dari transportasi. Masyarakat
cenderung untuk berjalan kaki atau bersepeda ke tempat tujuan jika jalan yang
dilewati rindang dan dipenuhi pepohonan, atau beraktivitas fisik pada ruang
hijau. Selain itu, penyediaan tempat rekreasi lokal dan jalur bersepeda dapat
mengurangi keinginan untuk bepergian jarak dekat menggunakan kendaraan
bermotor (Coombes et al., 2010; Fraser & Lock, 2011).
e. Taman Kota
Taman kota dibangun sebagai kawasan alami di mana siklus air berjalan
dengan normal, sebagai lokasi penampungan air hujan dan infiltrasi. Selain
berfungsi sebagai habitat alami beberapa jenis makhluk hidup, taman kota juga
sangat diperlukan masyarakat sebagai tempat rekreasi dan bersosialisasi
(Chiesura, 2004; Northwest Community Forests, 2011).
4. Pengawasan
a. Penegakan Hukum
Natural England memiliki kewenangan untuk melakukan pelaporan
terhadap pelanggaran pada lingkungan ataupun ketidakpatuhan suatu pihak
5. Kelembagaan
Penerapan infrastruktur hijau di Inggris di kawal oleh beberapa instansi,
lembaga dan asosiasi lingkungan. Natural England adalah lembaga yang banyak
berperan dan bertanggung jawab dalam menjaga kondisi lingkungan di Inggris
dan bekerja sama dengan lembaga lain (Tabel 4).
3. Zaragoza, Spanyol
Karena kelangkaan dan keterbatasan air, ruang hijau telah dibuat dengan
menanam pohon gugur asli di lokasi strategis yang dinamakan 'koridor ekologi'.
Penerapan ini memiliki efek ganda: pertama, memberikan efek pendinginan
melalui iklim mikro lokal selama musim panas (selama musim dingin pohon
tidak membatasi penyerapan sinar matahari dari bangunan); dan kedua,
menghemat jumlah air yang digunakan untuk irigasi, karena sebagian besar
spesies tumbuhan asli memerlukan sedikit penyiraman dan dapat disesuaikan
dengan kondisi iklim setempat. Konsep ini juga disebut sebagai 'xeriscaping'.
Selain itu, penataan arsitektur kota diarahkan ke konsep sustainable
architecture yang lebih ramah lingkungan (Salvador et al., 2011) (Gambar 27).
4. Basel, Swiss
Di banyak kota Swiss atap hijau menjadi lebih populer sebagai bagian dari
pembangunan ekologi pada 1970-an, dan beberapa lagi - dalam bentuk proyek
percontohan - diciptakan 1980 – 1995. Hal ini memberikan dorongan untuk
kampanye pertama Basel menerapkan atap hijau yang dimulai pada tahun
1996. Kampanye kedua dimulai pada tahun 2005. Pada kedua kampanye
tersebut, Basel telah mengembangkan atap hijau untuk setiap gedung dengan
atap datar. Proyek atap hijau menghasilkan sekitar 1.711 atap hijau yang luas
dan 218 atap hijau intensif di kota Basel. Pada tahun 2006 sekitar 23% dari luas
atap datar di Kota Basel adalah atap hijau. Untuk pengembang, pemasangan
atap hijau sekarang telah dianggap sebagai hal yang rutin dan sama sekali tidak
berkeberatan untuk menerapkannya (Gambar 28).
Gambar 28. Green Roof di Basel, Swiss (Northwest Community Forests, 2011)
Fokus dari program tersebut adalah membuat kawasan jalur air menjadi
nyaman, indah, dan berfungsi secara alami dengan tetap mempertahankan
fungsi infrastruktur publik sebagaimana mestinya. Singapura sungguh-sungguh
Gambar 30. ABC Program Sepanjang Sungai Kallang (Public Utilities Board, 2018)
Gambar 32. Kanal Alexandra di Singapura (Singapore International Water Week, 2013)
3. Pengawasan
Banyak perbaikan lingkungan telah dicapai di Singapura melalui penegakan
hukum lingkungan yang cukup ketat. Misalnya dalam hal meludah dan
membuang sampah sembarangan, Singapura benar-benar berhasil mengurangi
tingkat pelanggaran ini yaitu dengan memberlakukan denda maksimum $2000
untuk pelaku.
Upaya dalam mengurangi pengendalian pencemaran, Singapura
mendirikan Unit Anti-Polusi dan memprakarsai program pengendalian polusi,
seperti: pengawasan kebersihan sungai, pengendalian pedagang kaki lima,
pengontrolan buangan peternakan dan industri yang mencemari sungai,
pemantauan kondisi udara, dan mengurangi polusi suara. Terkait dengan
ekonomi, karena sumber ekonomi utama adalah dalam bidang industri dan
perdagangan, pemerintah Singapura berusaha untuk menerapkan hukum
lingkungan yang tidak menyurutkan investor untuk menaruh investasi mereka
di Singapura. Salah satu kebijakan dengan tidak memberlakukan Hukum
4. Kelembagaan
Lembaga-lembaga yang bergerak di bidang yang terkait dengan lingkungan
hidup dan penerapan infrastruktur hijau di Singapura dapat dilihat pada Tabel
6.
Tabel 6. Peraturan Terkait Infrastruktur Hijau di Singapura
No Nama Lembaga Peran & Fungsi
1 Ministry of the Environment Kementerian Nasional yang berfungsi
and Water Resources (MEWR) mengatur pemanfaatan sumberdaya air
dan lingkungan
2 National Environment Agency, Perlindungan lingkungan, kesehatan
NEA masyarakat melalui lingkungan hidup,
dan pelayanan meteorologis
3 Public Utilities Board, PUB Pengaturan sarana publik manajemen
pengelolaan air
4 National Parks Board (NParks) Konservasi alam dan pengaturan taman
rekreasi secara umum
5 Land Transport Authority (LTA) Pengaturan terkait permasalahan
kendaraan dan transportasi
6 The Public Transport Council Membentuk jaringan transportasi massal
(PTC) yang komprehensif dan terintegrasi,
mengawasi kualitas pelayanan
transportasi
7 Urban Redevelopment Penataan dan pengembangan kota
Authority (URA)
8 Building Construction Konstruksi bangunan dan pekerjaan
Authorities (BCA) umum, terkait manajemen dan
keamanannya
Daftar Pustaka | 47
df
Rakhshandehroo, M., Mohd Yusof, M. J., & Deghati Najd, M. (2015). Green
Façade (Vertical Greening): Benefits and Threats. Applied Mechanics and
Materials. https://doi.org/10.4028/www.scientific.net/amm.747.12
Rowe, D. B. (2011). Green roofs as a means of pollution abatement.
Environmental Pollution. https://doi.org/10.1016/j.envpol.2010.10.029
Salvador, R., Bautista-Capetillo Carlos, C., & Playán, E. (2011). Irrigation
performance in private urban landscapes: A study case in Zaragoza
(Spain). Landscape and Urban Planning.
https://doi.org/10.1016/j.landurbplan.2010.12.018
Setiyono, & Sidiq, A. (2018). DAMPAK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI
KOTA WISATA BATU. Sinteks : Jurnal Teknik.
Singapore International Water Week. (2013). “ABC WATERS” entry – for the
Global Water Awards 2013.
Spatari, S., Yu, Z., & Montalto, F. A. (2011). Life cycle implications of urban
green infrastructure. Environmental Pollution.
https://doi.org/10.1016/j.envpol.2011.01.015
Tanuwidjaja, G. (2011). Park connector network planning in Singapore:
Integrating the green in the garden city. The 5th International
Conference of the International Forum on Urbanism (IFoU).
Town and Country Planning Association. (2008). The Essential Role of Green
Infrastructure: Eco-towns Green Infrastructure Worksheet.
University of Maryland Environmental Finance Center. (2017). Holistically
analyzing the benefits of green infrastructure. Environmental Finance
Center.
US EPA. (2010). Green Infrastructure Case Studies_Municipal Policies for
Managing Stormwater with Green Infrastructure. EPA-841-F-10-004 |.
US EPA, R. 01. (2006). What is Open Space/Green Space? | Urban
Environmental Program in New England. EPA.Gov.
Weber, T., Sloan, A., & Wolf, J. (2006). Maryland’s Green Infrastructure
Assessment: Development of a comprehensive approach to land
conservation. Landscape and Urban Planning.
https://doi.org/10.1016/j.landurbplan.2005.02.002
Well, F., & Ludwig, F. (2019). Blue–green architecture: A case study analysis
considering the synergetic effects of water and vegetation. Frontiers of
Daftar Pustaka | 49
PROFIL PENULIS
Primanda Kiky Widyaputra, S.Si., M.Sc., lahir di Bantul
pada 19 Januari 1990. Penulis menyelesaikan
pendidikan dasar di Kota Yogyakarta, yaitu di SMP N 1
Yogyakarta dan SMA N 3 Yogyakarta. Gelar sarjana
diperolehnya di Fakultas Geografi Universitas Gadjah
Mada pada Tahun 2011. Pada Tahun 2014, penulis
menamatkan jenjang S2 dengan gelar Master of Science
(M.Sc.) di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada dengan mengambil Program Studi Geo-
information for Spatial Planning and Disaster Management, serta double
degree di Faculty of Geoinformation Science and Earth Observation ITC,
University of Twente, Belanda. Saat ini penulis menjalankan profesi sebagai
dosen di Fakultas Teknologi Sumber Daya Alam Institut Teknologi Yogyakarta.
Selain sebagai pengajar, penulis merupakan salah satu Tenaga Ahli Muda
bidang Teknik Lingkungan di Ikatan Nasional Tenaga Ahli Konsultan Indonesia
(INTAKINDO). Penulis juga giat melakukan penelitian dan publikasi pada bidang
kajian yang menjadi konsentrasi penulis yaitu di bidang Lingkungan, Sistem
Informasi Geografis, Pemetaan, Geografi, dan Kebencanaan. Ilmu dan
pengalaman penulis senantiasa diperdalam melalui publikasi ilmiah dalam
bentuk jurnal, prosiding, dan artikel ilmiah, baik di tingkat nasional maupun
internasional, serta turut berpartisipasi dalam pertemuan ilmiah di tingkat
nasional maupun internasional. Salah satunya penulis berkesempatan
mengikuti International Workshop di Nanyang Environment & Water Research
Institute (NEWRI) Nanyang Technological University (NTU) Singapore dengan
judul Hydrology and Hydraulics Modelling Workshop pada Tahun 2017.
Selanjutnya, penulis juga menjadi Pembicara dalam Seminar Internasional
Sustainable Water Management yang diselenggarakan oleh NEWRI NTU dan
ITY pada Tahun 2018. Penulis juga aktif menulis pada jurnal nasional dan
internasional, di antaranya Jurnal Nasional Rekayasa Lingkungan dan Jurnal
Internasional Geomorphology, serta masih banyak prestasi dan partisipasi
dalam bidang akademik dan tri dharma perguruan tinggi.