Anda di halaman 1dari 4

Aqidah Manhaj Fikih Akhlak dan Nasehat Keluarga dan Wanita

Aqidah Manhaj Fikih " #


Pendidikan Anak Kisah
Akhlak dan Nasehat Keluarga dan Wanita #

Pendidikan Anak Kisah

Muhasabah Jiwa Bagi Seorang


Mukmin
oleh Isruwanti Ummu Nashifa — 22 Oktober 2023 di Tazkiyatun Nafs Waktu Baca: 3 menit !0
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Sepantasnya seorang hamba menyendiri untuk berdoa,
berdzikir, shalat, tafakur, muhasabah terhadap dirinya dan memperbaiki hatinya” (Ibnu Taimiyah,
Majmu’ Al-Fatawa 10/237)

Dinamika kehidupan dunia dengan segala jebakan fitnahnya seringkali membuat seorang mukmin
tergoda hingga porsi untuk mempersiapkan bekal akhirat mulai kendor. Saat orang mulai fokus
pada dunia saat itu pula spirit akhirat melemah bahkan ruh dia dalam beribadah tak seantusias
dahulu. Ini sinyal lembut agar kita mulai berbenah diri, menata hati, bahkan butuh waktu
menyendiri untuk melabuhkan hatinya pada Allah Ta’ala. Berambisi untuk segera mengejar
obsesi-obsesi akhirat dengan muhasabah diri agar jiwa ini mampu menikmati lezatnya beribadah,
serta melembutkan hati untuk senantiasa mendekat ke jalan surga. Dengan muhasabah diri
niscaya dia akan berhati-hati dalam menjalani hidupnya agar semakin menjadi sosok bertakwa.

Imam Maimun bin Mihran rahimahullah berkata: “Seorang hamba tidak akan mencapai takwa
(yang hakiki) sehingga dia melakukan muhasabatun nafsi (instropeksi terhadap keinginan jiwa
untuk mencapai kesucian jiwa) yang lebih ketat daripada seorang pedagang yang selalu
mengawasi sekutu dagangnya (dalam masalah keuntungan dagang). Oleh karena itu ada yang
mengatakan: “Ibarat jiwa manusia itu laksana sekutu dagang yang suka berkhianat. Bila anda
tidak selalu mengawasinya, dia akan pergi membawa hartamu sebagaimana jiwa akan pergi
membawa agamamu” (Dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Ighatsatul Lahfan, hlm 147,
Mawaridul Aman). Instropeksi diri bukan hanya dilakukan orang yang telah terjerumus pada dosa,
namun siapapun perlu melakukannya agar imannya stabil bahkan menaikkan frekuensi iman dan
amal ke level yang lebih tinggi.

Allah Azza wajalla berfirman:

‫ير ِب َما تَ ْع َم ُلو َن‬ َ َ34‫ن ٱ‬3 ِ‫َ ۚ إ‬34‫ ُقوا ۟ ٱ‬3‫د َمتْ لِغ ٍَد ۖ َوٱت‬3 ‫ما َق‬3 ‫س‬
ٌ ۢ ‫خ ِب‬ ٌ ْ‫َ َو ْلتَنظُ ْر نَف‬34‫ ُقوا ۟ ٱ‬3‫ل ِذي َن َءا َمنُوا ۟ ٱت‬3 ‫ي َها ٱ‬O َ ‫ٓيَٰأ‬

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Hasyr: 18)
Muhasabah adalah saat-saat menyendiri untuk merenungi dosa-dosa, yang telah diperbuatnya
meskipun dia sosok yang giat beramal sholih. Dengan ketaatan maupun kesholihannya tak
menjadikannya terlalu percaya diri semua yang dilakukannya pasti diterima Allah Ta’ala. Namun
sebagai mukmin rendah hati dia merasa senantiasa harus berbenah meningkatkan kualitas iman
dan amal sholih. Karena orang yang terlalu percaya pada kemampuan dirinya cenderung merasa
lebih baik dari orang lain yang derajat ketaatannya tak seperti dirinya. Jadi muhasabah perlu
dilandasi doa yang kuat kepada Allah Ta’ala agar dimudahkan dalam mengingat kekurangannya,
diluaskan taubatnya serta diberi taufik untuk menjalankan ketaatan yang lebih baik dari
sebelumnya.

Ketika usia bertambah, sepantasnya dia lebih semangat mengejar ketertinggalannya dalam
menapak jalan akhirat. Bayang-bayang kematian seolah nampak di hadapannya, sehingga dia
giat menambah bekal. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam Syarh Riyadhu Ash-Shalihin (I:
348) mengatakan: “Maka seyogyanya orang yang usianya semakin menua untuk memperbanyak
amal sholih. Meskipun para remaja juga demikian, karena manusia tidak tahu kapan ia akan
meninggal. Bisa saja, seorang pemuda meninggal pada usia mudanya atau ajalnya tertunda
hingga ia tua. Akan tetapi, yang pasti, orang yang sudah berusia senja, ia lebih dekat kepada
kematian, lantaran telah menghabiskan jatah usianya” (Dikutip dari Rumaysho.com 22 November
2019).

Mukmin yang selalu berusaha melawan nafsu dan menjadikan nafsu tunduk pada syariat niscaya
hati dan jiwanya bersih. Kebaikan dan kesucian hati ini akan terpancar dari baiknya anggota
badan untuk beramal sholih yang disertai ilmu. Inilah pentingnya mengoreksi hati apakah sudah
selaras dengan petunjuk Islam yang lurus dan selamat atau bertentangan dengannya. Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata: “Orang yang paling bersih hatinya dan paling suci jiwanya adalah
orang yang paling banyak memahami dan mengamalkan Al-Quran dan sunnah. Bahkan membaca
dan memahami kitab-kitab para ulama yang berisi ilmu yang bersumber dari Al-Quran dan
sunnah, adalah satu-satunya obat untuk membersihkan kotoran hati dan jiwa manusia” (Talbis
Iblis, hlm.398)

Saatnya meluangkan waktu sejenak menangisi diri yang seringkali lalai mengobati hati. Karena ia
mudah berubah dan apapun kondisi hatimu usahakan untuk selalu kokoh dalam mencintai Allah
Ta’ala. Karena menjalani hidup ini tanpa dilandasi kecintaan yang besar kepada Allah Ta’ala akan
membuat orang sulit berubah menjadi pribadi yang lebih bertakwa. Dengan mencintai Allah Ta’ala
sesuatu yang dalam pandangan orang sangat berat akan terasa ringan. Yahya bin Mu’adz ar Razi
rahimahullah berkata: “Cinta karena Allah yang hakiki adalah jika kecintaan itu tidak bertambah
karena kebaikan (dalam masalah pribadi atau dunia) pun tidak berkurang karena keburukan
(dalam masalah pribadi atau dunia)” (Dinukil oleh Imam Ibnu Hajar al Asqalani dalam Fathul Bari
(1/62).

Jadikanlah muhasabah sebagai sebuah kebutuhan dalam prioritas waktu kita, semakin sering kita
muhasabah semakin terasa ringan langkah kita dalam menjalani hidup. Muhasabah bukanlah
beban justru sebuah media cerdas untuk meringankan beban hidup di dunia dan akhirat.
Muhasabah merupakan jalan yang mampu mengantarkan generasi terbaik umat ini di masa
kejayaan Islam untuk menjadi figur-figur teladan dalam keimanan, akhlak, dan amal sholih yang
dibimbing Al-Qur’an dan sunnah.

Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa

Referensi:
1. Majalah al-Mawaddah, vol.44, Dzulqo’dah 1432H.
2. Majalah al-Mawaddah, vol.55, Dzulqo’dah 1433H.
3. Rumaysho.com. 22 November 2019.

Tags: DIRI INSTROPEKSI JIWA MUHASABAH MUKMIN NAFSU

Isruwanti Ummu Nashifa

Artikel Terkait

Cinta Yang Tidak Diingkari dan Tidak


Pula Tercela
OLEH REDAKSI MUSLIMAH.OR.ID $ 27 SEPTEMBER 2023 !0

Demikianlah cinta yang tidak diingkari dan tidak pula tercela


bahkan termasuk jenis cinta yang paling terpuji. Begitu juga
dengan mencintai...

Anda mungkin juga menyukai