Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

PENURUNAN KESADARAN

Oleh:
Rebecca Franselma Putri Laihad 220141010084
Ariel Ioannes Arina 220141010110
Celine Miranda Pardede 220141010112

Masa KKM:
4 Desember – 31 Desember 2023

Supervisor Pembimbing:
Dr. dr. Herlyani Khosama, Sp.N(K)

BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul:


“Penurunan Kesadaran”

Oleh:

Rebecca Franselma Putri Laihad 220141010084


Ariel Ioannes Arina 220141010110
Celine Miranda Pardede 220141010112

Masa KKM:
4 Desember – 31 Desember 2023

Telah dibacakan, dikoreksi, dan disetujui pada Desember 2023

Supervisor Pembimbing,

Dr. dr. Herlyani Khosama, Sp.N(K)

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................3
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................10
A. Definisi..............................................................................................................10
B. Etiologi..............................................................................................................15
C. Patofisiologi......................................................................................................17
D. Diagnosis...........................................................................................................20
E. Tatalaksana........................................................................................................28
BAB IV PENUTUP...............................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................33

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering


dijumpai dalam praktek sehari-hari. Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh
gangguan pada otak dan sekitarnya atau karena pengaruh gangguan metabolik.
Penurunan kesadaran dapat terjadi secara akut/cepat atau secara kronik/progresif. 1
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada dikedua
hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS) dibatang
otak. Jika terjadi kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem
anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran
dengan berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating System rangkaian atau
network system merupakan suatu yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis
menuju rostral yaitu diensefalon melalui brainstem sehingga kelainan yang
mengenai lintasan ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon
menuju ke subthalamus, hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan
penurunan derajat kesadaran. Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara
lain neurotransmitter kolinergik, mono aminergik dan gamma amino butyric acid
(GABA)2.
Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan yang
berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitive yang merupakan
manifestasi rangkaian inti – inti dibatangotak dan serabut – serabut saraf pada
susunan saraf. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf
pusat dimana kedua korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri terhadap
lingkungan atau input – input rangsangan sensoris, hal ini disebut juga sebagai
awareness2. Jika terjadi kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan
sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan
kesadaran dengan berbagai tingkatan3.
Penurunan kesadaran merupakan suatu kegawatdaruratan neurologi akut dengan
ciri khas adanya gangguan otak yang bermakna yang memerlukan cara
pendekatan diagnostik, evaluasi serta penatalaksanaan yang cepat. Para klinisi
yang menghadapi pasien seperti ini harus segera melakukan pemeriksaan dan

iv
penatalaksanaan yang serentak, menyeluruh, tetapi singkat yang dimulai dari
penilaian ABC (airway, breathing, circulation), dilanjutkan dengan penilaian
tingkat kesadaran pasien. Pemeriksaan fisik umum berguna sebagai petunjuk
menemukan etiologi tambahan, menjadi dasar diagnosis dan penatalaksanaan2.

v
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama : MR
Umur : 64 tahun
Alamat : Teling
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Tidak bekerja (pensiun)
Agama : Kristen
Suku : Minahasa
Bangsa : Indonesia
Masuk RS : 11 Desember 2023

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan anak dan suami pada
tanggal 11 Desember 2023.
Keluhan Utama :
Penurunan Kesadaran sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien rujukan dari RS ODSK dengan keluhan penurunan kesadaran sejak
1 hari SMRS (10 Desember 2023 pukul 21.00). Pasien cenderung menutup
mata, namun dapat membuka mata bila dipanggil dan hanya mengerang.
Kesadaran pasien makin menurun 2 jam kemudian. Pasien menjadi sulit
dibangunkan. Menurut keluarga, 2 jam sebelum pasien penurunan
kesadaran, pasien merasakan nyeri kepala dengan karakteristik yang tidak
diketahui. Pasien mengalami muntah sebanyak 4 kali, tidak proyektil,
berisi cairan, lender dan darah tidak ada. Tampak sisi kiri tubuh lebih aktif
dibandingkan sisi kanan tubuh. Keluhan lain seperti kejang, pusing
berputar, bicara pelo, mulut mencong, demam, batuk kronis, gangguan
penglihatan dan pendengaran disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :

vi
Riwayat hipertensi sejak 15 tahun lalu dan rutin konsumsi amlodipine
namun keluarga lupa dosis obat. Riwayat stroke tahun 2019 dengan
keluhan bicara pelo dan mulut mencong ke kiri namun membaik 1 minggu
kemudian. Riwayat DM, hiperkolesterolemia, hiperurisemia, penyakit
jantung, paru, ginjal dan liver disangkal. Riwayat konsumsi antiplatelet
atau antikoagulan disangkal. Riwayat alergi disangkal.
Riwayat Pengobatan :
 Manitol 20% 250cc loading 30 menit (11/12/23_11.00), lanjut
6x100cc (11/12/23_13.00)
 Citicolin 2x500mg IV
 Mecobalamin 2x500mg IV
 Ranitidine 2x50mg IV
 Ondansetron 3x4mg IV
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada di keluarga yang memiliki
keluhan seperti ini.
-
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Sedang
Tekanan Darah : 170/97 mmHg
Denyut Nadi : 89 kali per menit,
Frekuensi Pernapasan : 26 kali per menit
Suhu Badan : 37,7’C
SpO2 : 99% on NK 4 lpm
Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-) pupil bulat isokor 3 mm/3
mm, refleks cahaya langsung
(melambat/melambat),refleks cahaya
tidak langsung (melambat/melambat)
Thoraks : Simetris, retraksi (-) Cor : BJ I-II
regular, bising (-)
Pulmo : Sp. Vesikuler (+/+), rhonki (-/-),

vii
wheezing (-/-)
Abdomen : Datar, BU (+) normal, supel, NTE (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema
(-) Ankle Brachial Index (ABI) kanan
1,19 kiri 1,16 (tangan kanan 174/101
mmHg, tangan kiri 183/99 mmHg,
kaki kanan 218/102 mmHg, dan kaki
kiri 213/99 mmHg.

2. Status Neurologis
GCS : E2M4V2
Pupil : bulat isokor 3 mm/3 mm, refleks
cahaya langsung
(melambat/melambat),refleks cahaya
tidak langsung (melambat/melambat)
TRM : Kaku kuduk (+), laseque >70/>70,
kernig >135/>135
Nervus kranialis : Kesan paresis N.VII UMN dextra
Status Motorik : 37,7’C
Refleks Patologis : 99% on NK 4 lpm
Status sensori : Konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-) pupil bulat isokor 3 mm/3
mm, refleks cahaya langsung
(melambat/melambat),refleks cahaya
tidak langsung (melambat/melambat)
Status otonom : BAK via kateter (+)

viii
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (11 Desember 2023)
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan

Leukosit 11.3 10^3/uL 5.0 – 13.0

Eritrosit 3.77 10^6/uL 4.0 – 5.20

Hemoglobin 11.0 g/dL 11.0 – 14.0

Hematokrit 30.5 % 34.0 – 40.0

Trombosit 289 10^3/uL 150 – 490

MCHC 36.1 g/dL 31.0 – 37.0

MCV 80.9 fL 75.0 – 87.0

MCH 29.2 pg 27.0 – 35.0

PT
Pasien 14.1 detik 12.0 – 16.0

Kontrol 14.0 detik 12.5 – 17.0

INR
Pasien 1.05 detik 0.80 – 1.30

Kontrol 1.04 detik 0.80 – 1.30

APPT
Pasien 27.9 detik 27.0 – 39.0

Kontrol 29.6 detik 28.0 – 39.0

GDS 241 mg/dL 70 – 140

Anti HCV (Eclia) Non reaktif Non reaktif

Anti HIV (Eclia) Non reaktif Non reaktif

HBsAg Eclia Non reaktif Non reaktif

SGOT (AST) 23 U/L < 33

SGPT (ALT) 17 U/L < 43

Ureum Serum 47 mg/dL 10 – 40

Creatinine Serum 1.4 mg/dL 0.5 - 1.5

Natrium Serum 138 mmol/L 135 – 153

ix
Kalium Serum 2.8 mmol/L 3.5 – 5.1

Klorida Serum 90 mmol/L 97 – 111

2. Foto Thorax (11 Desember 2023)

Hasil pemeriksaan foto rontgen thoraks didapatkan jantung kesan


tidak membesar. Aorta dan mediastinum superior tidak melebar.
Trakea di tengah. Kedua hillus tidak menebal Corakan
bronkovaskular paru masih baik. Tidak tampak infiltrat maupun
nodul di kedua lapangan paru. Kedua hemidiafragma normal.
Kedua sinus kostofrenikus normal. Tulang-tulang dinding dada
yang tervisualisasi kesan intak. Kesimpulan tidak tampak kelainan
radiologis pada jantung dan paru.

3. Elektrokardiogram (11 Desember 2023)


Sinus Rhytm HR, 84bpm, aksis normal, omi anteroseptal

4. CT-Scan Kepala (11 Desember 2023)

x
Tampak hiperdense pada fisura dan sisterna Sylvi, sisterna crural,
dan sisterna ambient kesan suatu SAH. Tampak hiperdense pada
ventrikel lateral bilateral, ventrikel ketiga, dan ventrikel keempat
kesan suatu IVH. Tampak penyempitan sulkus serebri kesan suatu
edema serebri. Tampak pelebaran seluruh ventrikel dengan Evans
score 0.33 kesan suatu hidrosefalus obstruktif.

E. Diagnosis Klinis
SAH spontan (HH 5, mFG 4) onset H-1, IVH sekunder, Hidrosefalus
obstruktif, Hipertensi grade II, Hipokalemi (2.8), Hiperglikemia reaktif dd
DM tipe 2 (241), Leukositosis reaktif (11.300)

F. Tatalaksana
 Head up 30 derajat
 Manitol 20% melanjutkan dari RS sebelumnya ➝ maintenance
4x150cc , tapp off per hari bila TD >120/80 mmHg dan
osmolaritas normal
 Nimodipine 4x60mg NGT selama 21 hari
 Asam traneksamat 4x1gr IV hingga onset 72 jam
 Parasetamol 1gr IV bila demam T>38.5

xi
 Metoclopramide 3x10 mg IV
 Paracetamol 3x500 mg NGT
 Laktulosa 1x30 cc NGT malam

xii
BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi, dan waktu. Penurunan
kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga/
tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang
normal terhadap stimulus. Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai
keadaan dimana seseorang mengenal/mengetahui tentang dirinya maupun
lingkungannya.
Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu kualitas
kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari
fungsi cortex serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu
rangsangan. Pasien dengan gangguan isi kesadaran biasanya tampak sadar penuh,
namun tidak dapat merespon dengan baik beberapa rangsangan-rangsangan,
seperti membedakan warna, raut wajah, mengenali bahasa atau simbol, sehingga
sering kali dikatakan bahwa penderita tampak bingung.
Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi
yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final
common pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi
akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi
penurunan kesadaran maka terjadi disregulasi dan disfungsi otak dengan
kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh. Dalam beberapa kasus, kesadaran
tidak hanya mengalami penurunan, namun dapat terganggu baik secara akut
maupun secara kronik/progresif. Terganggunya kesadaran secara akut, antara
lain :
a. Clouding of consciousness (somnolen)
Keadaan dimana terjadi penurunan tingkat kesadaran yang minimal
sehingga pasien tampak mengantuk yang dapat disertai dengan mood yang
irritable dan respon yang berlebihan terhadap lingkungan sekitar.
Biasanya keadaan mengantuk akan lebih tampak pada pagi dan siang hari,
sedangkan pada malam harinya pasien akan terlihat gelisah.
b. Delirium

xiii
Merupakan keadaan terganggunya kesadaran yang lebih dikarenakan
abnormalitas dari mental seseoang dimana pasien salah
menginterpretasikan stimulan sensorik dan terkadang terdapat halusinasi
pada pasien. Berdasarkan DSM-IV, delirium adalah gangguan kesadaraan
yang disertai ketidakmampuan untuk fokus atau mudah terganggunya
perhatian. Pada delirium, gangguan hanya terjadi sementara dalam waktu
yang singkat (biasanya dalam hitungan jam atau hari) dan dapat timbul
fluktuatif dalam 1 hari. Pasien dengan delirium biasanya mengalami
disorientasi, pertama adalah waktu, tempat, lalu lingkungan sekitar.
c. Obtundation (apatis)
Kebanyakan pasien yang dalam keadaan apatis memiliki penurunan
kesadaran yang ringan samapai sedang diikuti dengan penurunan minat
terhadap lingkungan sekitar. Pasien biasanya merespon lambat terhadap
stimulan yang diberikan.
d. Stupor
Kondisi dimana pasien mengalami tidur yang dalam atau tidak merespon,
respon hanya timbul pada stimulan yang kuat dan terus menerus. Dalam
keadaan ini dapat ditemukan gangguan kognitif.
e. Koma
Keadaan dimana pasien tidak merespon sama sekali terhadap stimulan,
meskipun telah diberikan stimulan yang kuat dan terus menerus. Pasien
mungkin dapat tampak meringis atau gerakan tidak jelas pada kaku dan
tangan akibat rangsangan yang kuat, namun pasien tidak dapat melokalisis
atau menangkis darerah nyeri. Semakin dalam koma yang dialami pasien,
respon yang diberikan terhadap rangsangan yang kuat sekalipun akan
menurun.
f. Locked-in syndrome
Keadaan dimana pasien tidak dapat meneruskan impuls eferen sehingga
tampak kelumpuhan pada keempat ekstremitas dan saraf kranial perifer.
Dalam keadaan ini apsien bisa tampak sasdar, namun tidak dapat
merespon rangsangan yang diberikan. 2

xiv
Terganggunya kesadaran secara akut lebih berbahaya dibandingkan dengan
terganggunya kesadaran yang bersifat progresif. Terganggunya kesadaran secara
progresif/kronik, antara lain :
a. Demensia
Penurunan mental secra progresif yang dikarenakan kelainan organik,
namun tidak selalu diikuti penurunan kesadaran. Penurunan mental yang
tersering adalah penurunan fungsi kognitif terutama dalam hal
memori/ingatan, namun dapat juga di sertai gangguan dalam berbahasa
dan kendala dalam melakukan/menyelesaikan/menyusun suatu masalah.
b. Hipersomnia
Keadaan dimana pasien tampak tidur secara normal namun saat terbangun,
kesadaran tampak menurun/tidak sadar penuh.
c. Abulia
Keadaan dimana pasien tampak acuh terhadap lingkungan sekitar (lack of
will) dan merespon secara lambat terhadap rangsangan verbal. Seringkali
respon tidak sesuai dengan percakapan atau gerakan yang diperintahkan,
namun tidak ada gangguan fungsi kognitif pada pasien.
d. Akinetik mutism
Merupakan keadaan dimana pasien lebih banyak diam dan tidak awas
terhadap diri sendiri (alert-appearing immobility).
e. The minimally conscious state (MCS)
Keadaan dimana terdapat penurunan kesadaran yang drastis/berat tetapi
pasien dapat mengenali diri sendiri dan keadaan sekitar. Keadaan ini
biasanya timbul pada pasien yang mengalami perbaikan dari keadaan
koma atau perburukan dari kelainan neurologis yang progresif.
f. Vegetative state (VS)
Bukan merupakan tanda perbaikan dari pasien yang mengalami penurunan
kesadaran, meskipun tampak mata pasien terbuka, namun pasien tetap
dalam keadaan koma. Pada keadaan ini regulasi pada batang otak
dipertahankan oleh fungsi kardiopulmoner dan saraf otonom, tidak seperti
pada pasien koma dimana hemisfer cerebri dan batang otak mengalami
kegagalan fungsi. Keadaan ini dapat mengalami perbaikan namun dapat

xv
juga menetap (persistent vegetative state). Dikatakan persisten vegetative
state jika keadaan vegetative menetap selama lebih dari 30 hari.
g. Brain death
Merupakan keadaan irreversible dimana semua fungsi otak mengalami
kegagalan, sehingga tubuh tidak mampu mempertahankan fungsi jantung
dan paru yang menyuplai oksigen dan nutrisi ke organ-organ tubuh.
Kematian otak tidak hanya terjadi pada hemisfer otak, namun juga dapat
terjadi pada batang otak.

Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang


digunakan di klinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporkoma
dan koma. Terminologi tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan
kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif dengan menggunakan skala koma
Glasgow. Penilaian kesadaran biasanya berdasarkan respon pasien terhadap
rangsangan yang diberikan oleh pemeriksa. Penilaian penurunan kesadaran secara
kualitatif berupa:
 Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh panca indera
(aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh
rangsangan dari luar maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau
dalam keadaan awas dan waspada.
 Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness, berarti
mengantuk, mata tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan
dengan eprintah, masih dapat menjawab pertanyaan walaupun sedikit
bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun.
 Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup dengan
rangsangan nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-
dua kata motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.
 Semikoma atau soporokoma, merupakan tahap pertengahan antara sopor
dan koma, mata tetap tertutup walaupun dirangsang neyri secara kuar,
hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya berupa gerakan primitif.

xvi
 Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah. Dengan
rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka
mata, bicara, maupun reaksi motorik.

Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow


Coma Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/Mata (E),
Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai
terendah 3 dan nilai tertinggi 15.
a. Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/mata :
E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri
E2 membuka mata dengan rangsang nyeri
E3 membuka mara dengan rangsang suara
E4 membuka mata spontan
b. Motorik :
M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang neyri
M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyer
M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 reaksi motorik sesuai perintah
c. Verbal :
V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 respon kata dengan rangsang neyri (words)
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (oriented)
Interpretasi hasil penghitungan GCS :
 Compos mentis : 14-15
 Somnolen : 11-12
 Stupor / sopor : 8-10
 Koma : <5

xvii
B. Etiologi
Etiologi penurunan kesadaran secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu:
gangguan metabolik/fungsional dan gangguan struktural.
a. Gangguan metabolik/fungsional
Gangguan ini antara lain berupa keadaan hipoglikemik/hiperglikemik,
gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, gangguan keseimbangan
elektrolit, intoksikasi obat-obatan, intoksikasi makanan serta bahan-bahan
kimia, infeksi susunan saraf pusat.
b. Gangguan struktural dapat dibagi lagi menjadi 2, yaitu:
 Lesi supratentorial
Perdarahan intraserebral : ekstradural, subdural, intraserebral
Infark : emboli, thrombosis
Tumor otak : Tumor primer, tumor sekunder, abses,
tuberkuloma
 Lesi infratentorial
Perdarahan : serebelum pons
Infark : batang otak
Tumor : serebelum
Abses : serebelum

xviii
Tabel 1. Berbagai Penyakit Penyebab Penurunan Kesadaran
Gangguan Medis
Gangguan Struktural
(Toxic-Infeksi-Metabolik)

 Kejadian cerebrovascular • Anoxia


 Trombosis Vena Otak • Ketoasidosis Diabetes
 Hidrocefalus • Abnormalitas elektrolit
 Tumor Intraserebral • Encephalopathy
 Empiema Subdural • Hipoglikemia
 Trauma (Perdarahan • Hipotermi / Hipertermi
Intrakranial, pembengkakan • Infeksi (sepsis)
otak secara difus, shaken baby • Meningitis dan encephalitis
syndrome) • Psikogenik
• Intususepsi
• Toksin
• Uremia (Sinfrom uremi-hemolitik)

xix
C. Patofisiologi
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer
serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi kelainan
pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional
akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan.
Ascending Reticular Activating System merupakan suatu rangkaian atau network
system yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral yaitu
diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS
tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke subthalamus,
hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran.
Neurotransmitter yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmitter
kolinergik, monoaminonergik, dan gamma aminobutyric acid (GABA). 1
Kesadaran ditentukan oleh interaksi kontinu antara fungsi korteks serebri
termasuk ingatan, berbahasa dan kepintaran (kualitas), dengan ascending reticular
activating system (ARAS) (kuantitas) yang terletak mulai dari pertengahan bagian
atas pons. ARAS menerima serabut-serabut saraf kolateral dari jaras-jaras sensoris
dan melalui thalamic relay nuclei dipancarkan secara difus ke kedua korteks
serebri. ARAS bertindak sebagai suatu off-on switch, untuk menjaga korteks
serebri tetap sadar (awake). 1
Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan
kelainan yang berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitif yang
merupakan manifestasi rangkaian inti-inti di batang otak dan serabut-serabut saraf
pada susunan saraf. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan
saraf pusat di mana kedua korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri terhadap
lingkungan atau input-input rangsangan sensoris, hal ini disebut juga sebagai
awareness. 1
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara
menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh
gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus,
hipothalamus maupun mesensefalon.1 Pada penurunan kesadaran, gangguan
terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat (kuantitas, arousal, wakefulness)
kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness, alertness) kesadaran. Adanya

xx
lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakah lesi
supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya
kesadaran.1

Diagram jalur pengaktifan retikuler menaik ini menunjukkan proyeksi


neuron utama yang mempertahankan kewaspadaan. Jalur kolinergik berasal dari
neuron cholinergic (ACh) di pons bagian atas, pedunculopontine (PPT), dan
nukleus laterodorsal tegmental (LDT). Jalur kedua menginervasi korteks serebral
dan jalur ini berasal dari neuron dalam kelompok sel monoaminergik, termasuk
nukleus tuberomammillary (TMN) yang mengandung histamin (His), vPAG yang

xxi
mengandung dopamin (DA), RN dorsal dan medial yang mengandung serotonin
(5-HT), dan neuron LC yang mengandung norepinefrin (NA). Jalur ini juga
menerima modulasi dari neuron neuropeptidergicdi lateral hypothalamus (LHA)
yang mengandung hypocretin/ orexin (ORX) atau melanin-concentrating hormone
(MCH), dan dari neuron basal forebrain (BF) yang mengandung GABA atau ACh.

xxii
D. Diagnosis

Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis perlu dicantumkan dari siapa anamnesis tersebut
didapat, biasanya anamnesis yang terbaik didapat dari orang yang selalu berada
bersama penderita.
Untuk itu diperlukan riwayat perjalanan penyakit :
• Riwayat trauma (terutama trauma kepala),
• Gangguan konvulsif (kejang), epilepsi,
• Riwayat penyakit (Diabetes mellitus, penyakit ginjal, hati, jantung, paru),
• Riwayat penggunaan obat-obatan (obat-obatan antidiabetik, insulin,
penyalahgunaan zat),
• Riwayat kelainan kejiwaan (perubahan mengenai suasana hati (mood),
tingkah laku, pikiran, depresi),
• Alergi, gigitan serangga, syok anafilaktik,
• Gejala kelumpuhan, demensia, gangguan fungsi luhur,
• Penyakit terdahulu yang berat serta perawatan di rumah sakit sebelumnya.
• Dari anamnesis ini, seringkali menjadi kunci utama dalam mendiagnosis
penderita dengan kesadaran menurun.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum, segera periksa dan beri tindakan untuk mencegah atau
mengatasi 5H, yaitu hipoksia otak, hipotensi, hipoglikemia, hipertermia, dan
herniasi di otak.

Dalam melakukan pemeriksaan fisik umum harus diamati:


1. Tanda vital
Pemeriksaan tanda vital: perhatikan/periksa jalan nafas, tipe pernafasannya
dan perhatikan tentang sirkulasi yang meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan
ada tidaknya aritmia.

xxiii
Periksa jalan nafas, keadaan respirasi dan sirkulasi, pastikan bahwa jalan
napas terbuka dan pasien dapat bernapas. Otak membutuhkan pasokan oksigen
yang kontinu, demikian juga glukosa. Tanpa oksigen sel-sel otak akan mati dalam
waktu 5 menit. Karena itu, harus ada sirkulasi darah untuk menyampaikan
oksigen dan glukosa ke otak.

2. Bau nafas
Pemeriksa harus dapat mengidentifikasi foetor breath hepatic yang disebabkan
penyakit hati, urino smell yang disebabkan karena penyakit ginjal atau fruity
smell yang disebabkan karena ketoasidosis.

3. Pemeriksaan kulit
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma, stigmata kelainan
hati dan stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan, kulit basah karena
keringat pada hipoglikemia, dan tanda-tanda syok : kulit kering (misalnya : pada
koma diabetik); perdarahan (misalnya : demam berdarah/dengue, DIC). Pada
penderita dengan trauma, kepala pemeriksaan leher itu, harus dilakukan dengan
sangat berhati-hati atau tidak boleh dilakukan jikalau diduga adanya fraktur
servikal. Jika kemungkinan itu tidak ada, maka lakukan pemeriksaan kaku kuduk
dan lakukan auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya bruit.

4. Kepala
Perhatikan ada tidaknya tanda trauma, hematom di kulit kepala, hematoma di
sekitar mata, perdarahan di liang telinga dan hidung, laserasi dan fraktur.

5. Leher
Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal
(jejas, kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di daerah muka).

6. Toraks/ abdomen dan ekstremitas


Perhatikan ada tidaknya fraktur.

xxiv
Pemeriksaan fisik neurologis
Pemeriksaan fisik neurologis bertujuan menentukan kedalaman koma secara
kualitatif dan kuantitatif serta mengetahui lokasi proses koma. Pemeriksaan
neurologis meliputi derajat kesadaran dan pemeriksaan motorik.
1. Umum
• Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma
• Deviasi kepala dan lirikan menunjukkan lesi hemisfer ipsilateral
• Perhatikan mioklonus (proses metabolik), twitching otot berirama
(aktivitas seizure) atau tetani (spontan, spasmus otot lama).

2. Level kesadaran
• Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif
Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan panca
indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan
dari luar maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas
dan waspada.
Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness, berarti
mengantuk, mata tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan
perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak
gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun.
Sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup dengan rangsang
nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua kata. Motorik
hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.
Soporokoma, mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat,
hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya berupa gerakan primitif.
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah. Dengan
rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata,
bicara, maupun reaksi motorik.

Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif


Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow
Coma Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E),

xxv
Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V). Glasgow Coma Scale (GCS) adalah
skala yang dipakai untuk menentukan/menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari
sadar sepenuhnya sampai keadaan koma. Teknik penilaian dengan ini terdiri dari
tiga penilaian terhadap respon yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi
stimulus tertentu, yakni respon buka mata, respon motorik terbaik, dan respon
verbal. Setiap penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin tertinggi bernilai
15.
Interpretasi atau hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS
disajikan dalam simbol E V M.
Selanjutnya nilai tiap-tiap pemeriksaan dijumlahkan, nilai GCS yang tertinggi
adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Biasanya, pasien
dengan nilai GCS dibawah 5 ialah pasien emergensi yang sulit dipertahankan
keselamatannya.
Berdasarkan buku Advanced Trauma Life Support, GCS berguna untuk
menentukan derajat trauma/cedera kepala (trauma capitis).

Derajat cedera kepala berdasarkan GCS:


GCS : 14-15 = CKR (cedera kepala ringan)
GCS : 9-13 = CKS (cedera kepala sedang)
GCS : 3-8 = CKB (cedera kepala berat)

Pupil (Pupillary Reactions)


Diperiksa: ukuran, reaktivitas cahaya
• Simetris/ reaktivitas cahaya normal, petunjuk bahwa integritas
mesensefalon baik. Pupil reaksi normal, reflek kornea dan okulosefalik (-),
dicurigai suatu koma metabolik
• Mid posisi (2-5 mm), fixed dan irregular, lesi mesenfalon fokal.
• Pupil reaktif pint-point, pada kerusakan pons, intoksikasi opiat kolinergik.
• Dilatasi unilateral dan fixed, terjadi herniasi.
• Pupil bilateral fixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksik-iskemi global,
keracunan barbiturat.

xxvi
• Pembesaran pupil (5,5 mm) unilateral menandakan adanya kompresi N.3
dan masa di hemisfer ipsilateral.
• Bila kedua pupil dilatasi dan tidak memberikan reaksi terhadap cahaya
menunjukkan adanya kompresi di n. Oculomotorik di midbrain.
• Sindrom Horner (miosis, ptosis, dan anhidrosis) menandakan adanya lesi
ipsilateral pada batang otak atau hipothalamus.
• Bila koma disebabkan karena intoksikasi metabolik atau obat, biasanya
respon pupil masih baik.

Funduskopi
Papil edema menandakan peninggian tekanan intrakranial. Perdarahan
subhyaloid, biasanya menandakan ruptur aneurisma atau malformasi arteriovena.

Refleks Okulosefalik (doll’s eye manuever)


• Oculocephalic reflexes (doll’s eye movements)
Adalah memiringkan kepala penderita secara cepat sambil memfiksasi
kelopak mata.

• Bila negatif, maka :


Rusaknya n. Oculomotor di mid brain dan tegmentum pontis di pons
Hilangnya inhibisi korteks (kerusakan bihemisphere)
Bila refleks ini tidak normal, berarti ada lesi struktural di tingkat
mesensefalon-pons. Obat-obat ototoksik atau barbiturat dapat menghalangi
refleks ini.

Refleks okulo vestibuler


ila kedua mata melirik ke arah telinga yang diirigasi air dingin, berarti batang
otak masih utuh; bila kedua mata tidak bergerak / tidak simetris berarti kerusakan
struktural mesensefalon-pons. Obat-obat ototoksik dapat menghalangi refleks ini.
Pergerakan bola mata untuk melirik dan memfokuskan pandangan diatur oleh
nervus oculomotorius. Nuclei nervus oculomotor mendapat impuls aferen dari
cortical, tectal, dan tegmental sistem oculomotor, serta impuls langsung dari

xxvii
sistem vestibular dan vestibulocerebellum. Refleks okulovestibuler diperiksa
dengan menolehkan kepala pasien, namun harus hati-hati pada pasien trauma
yang dicurigai adanya fraktur atau dislokasi dari tulang cervical. Selain dengan
menolehkan kepala pasien, dapat juga tes kalori. Respon normal dari gerakan
yang menimbulkan impuls pada vestibular menuju sistem oculomotor dan
membuat mata berputar berlawanan arah dengan gerakan yang diberikan
pemeriksa. Pada pasien sadar, refleks memfokuskan pandangan menutupi reflex
tersebut, sehingga pemeriksaan doll’s eye tidak dilakukan pada pasien sadasra,
namun pada pasien dengan penurunan kesadaran, reflex okulosefalik lebih
dominan.

Refleks Kornea dan Posisi Kelopak Mata


Dari posisi kelopak mata dapat dinilai apakah kelopak mata dalam
keadaan tertutup atau terbuka sebagian (tidak tertutup rapat). Dalam keadaan
koma, biasanya kelopak mata dalam keadaan tertutup dan mudah diangkat
seperti halnya dalam keadaan tidur. Tidak adanya tonus pada kelopak mata atau
terbuka sebagian dari kelopak mata dapat menandakan adanya kelemahan dari
otot-otot wajah. Jika saat pemeriksaan ditemukan kelopak mata yang sulit dibuka
atau saat dibuka langsung tertutup kembali, biasanya itu merupakan gerakan
yang volunter dan dapat menandakan bahwa pasien tidak sepenuhnya dalam
keadaan koma. Reflek mengedip biasanya hilang pada saat seseorang dalam
keadaan koma. Respon mengedip terhadap suara keras atau sinar lampu pada
pasien dalam persistent vegetative state menggambarkan bahwa jaras sensoris
aferen ke batang otak masih baik, namun tidak berarti pasien aktif dalam
menerima respon, bahkan pasien dengan kerusakan total pada cortex yang
mengatur visual masih dapat merespon kedip terhadap sinar, tetapi tidak [ada
respon langsung/sentuhan. Reflek dalam menutup kelopak mata dan elevasi
kedua bola mata (Bell’s Phenomenon) menandakan jaras reflek dari nervus
trigeminal menuju tegmentum batang otak lalu kembali ke nervus oculomotor
dan facial masih dalam keadaan intak/baik. Lesi struktural pada mesencephalon

xxviii
dapat menyebabkan hilangnya Bell’s Phenomenon, tetapi respon mengedip tetap
ada.7

Refleks Kornea dan Posisi Kelopak Mata


Dari posisi kelopak mata dapat dinilai apakah kelopak mata dalam
keadaan tertutup atau terbuka sebagian (tidak tertutup rapat). Dalam keadaan
koma, biasanya kelopak mata dalam keadaan tertutup dan mudah diangkat
seperti halnya dalam keadaan tidur. Tidak adanya tonus pada kelopak mata atau
terbuka sebagian dari kelopak mata dapat menandakan adanya kelemahan dari
otot-otot wajah. Jika saat pemeriksaan ditemukan kelopak mata yang sulit dibuka
atau saat dibuka langsung tertutup kembali, biasanya itu merupakan gerakan
yang volunter dan dapat menandakan bahwa pasien tidak sepenuhnya dalam
keadaan koma. Reflek mengedip biasanya hilang pada saat seseorang dalam
keadaan koma. Respon mengedip terhadap suara keras atau sinar lampu pada
pasien dalam persistent vegetative state menggambarkan bahwa jaras sensoris
aferen ke batang otak masih baik, namun tidak berarti pasien aktif dalam
menerima respon, bahkan pasien dengan kerusakan total pada cortex yang
mengatur visual masih dapat merespon kedip terhadap sinar, tetapi tidak [ada
respon langsung/sentuhan. Reflek dalam menutup kelopak mata dan elevasi
kedua bola mata (Bell’s Phenomenon) menandakan jaras reflek dari nervus
trigeminal menuju tegmentum batang otak lalu kembali ke nervus oculomotor
dan facial masih dalam keadaan intak/baik. Lesi struktural pada mesencephalon
dapat menyebabkan hilangnya Bell’s Phenomenon, tetapi respon mengedip tetap
ada.7

Posturing in the Comatose Patient


o Decerebrate rigidity, postur berbaring dalam keadaan ekstensi kaku pada
siku, lutut dan panggul dengan lengan yang mengalami rotasi internal pada
bahu serta pronasi serta jari tangan, jari kaki dan mata kaki mengalami fleksi.

xxix
Biasa ditemukan pada lesi bagian atas batang otak dan bilateral korteks
serebrum.
o Decorticate rigidity, lengan dan tungkai dalam keadaan fleksi dan adduksi.
Menunjukkan lesi pada daerah substansia alba di otak dan thalamus. Tendon
refleks masih dijumpai pada koma akibat intoksikasi obat dan metabolik.
Tendon plantar refleks tidak dijumpai (hemiplegic side) pada koma akibat
hemorrhage atau infark cerebral.
Decerebrate rigidity, postur berbaring dalam keadaan ekstensi kaku pada
siku, lutut dan panggul dengan lengan yang mengalami rotasi internal pada
bahu serta pronasi serta jari tangan, jari kaki dan mata kaki mengalami fleksi.
Biasa ditemukan pada lesi bagian atas batang otak dan bilateral korteks
serebrum.
Decorticate rigidity, lengan dan tungkai dalam keadaan fleksi dan adduksi.
Menunjukkan lesi pada daerah substansia alba di otak dan thalamus. Tendon
refleks masih dijumpai pada koma akibat intoksikasi obat dan metabolik.
Tendon plantar refleks tidak dijumpai (hemiplegic side) pada koma akibat
hemorrhage atau infark cerebral.

Refleks Muntah
Respons Motorik
Refleks Fisiologis dan Patologis
Tanda klinis dari peningkatan Tekanan Intrakranial
o Sakit kepala, muntah, hipertensi, dan bradikardi
o Papiledema muncul pada 12-24 jam setelah onset
o Hidrosefalus pada perdarahan subarakhnoid.3

xxx
E. Tatalaksana
a. Resusitasi Kardio-Pulmonal-Cerebral
Memperbaiki jalan napas
Pembersihan jalan napas, sniffing position, artificial airway,
endotracheal intubation, tracheostomy.
Pernapasan buatan dikerjakan setelah jalan napas sudah
bebas
Pernapasan mulut ke mulut/hidung
Pernapasan dengan balon ke masker
Pernapasan dengan mesin pernapasan otomatis
Peredaran darah -> terhenti -> bantuan sirkulasi
Kompresi jantung dari luar dengan tangan
Kompresi jantung dari luar dengan alat
Obat-obatan dalam keadaan darurat
Obat-obatan intravena seperti epinefrin, bikarbonat,
deksamethasone, calcium gluconas, dan lain-lain.
Elektrokardiogram
Diagnosis etiologi terhentinya peredaran darah.
Resusitasi otak
Melindungi otak dari kerusakan lebih lanjut.3

b. Antikonvulsan bila kejang


c. Penanganan Darurat KOMA
Airway, Breathing, Circu
Pembebasan dan pemeliharaan nafas penderita (elevasi kepala,
pemasangan ET, dsb)
Oksigenasi
Bila respirasi tidak mencukupi -> PaO2 > 100 mmHg & PaCO2
30-35 mmHg.
Sirkulasi
Pemantauan tekanan darah & nadi, denyut jantung.

xxxi
Tekanan arteri dipertahankan 100 mmHg & jika perlu + obat
hipo/hipertensi.
Lansia hipertensi kronik -> turunkan tekanan darah cepat ->
hipotensi -> hipoksia cerebral.
Glukosa
Glukosa 25 gr (50cc solusi glukosa 50%).
Manajemen peningkatan tekanan intrakranial.
Elevasi kepala 300
dapat mengurangi edema otak, meningkatkan aliran keluar
vena dari intrakranial.
Pasang oksigen 2-4 L/mnt, PCO2 35-40 mmHg menggunakan
ventilator
Hiperventilasi agar menimbulkan vasokonstriksi cerebral
sehingga menurunkan volume darah cerebral.
Pertahankan PO2 > 60 mmHg,
untuk mencegah terjadinya hypoxic brain injury.
Selain itu, keadaan hipoksia dan hiperkapnea harus dihindari
karena merupakan vasodilator cerebral yang poten yang dapat
menyebabkan penambahan volume darah otak sehingga terjadi
peningkatan TIK, terutama pada pasien dengan permeabilitas
kapiler yang abnormal.
Analgetik, sedasi, dan zat paralitik
Diberikan karena nyeri, kecemasan, dan agitasi meningkatkan
kebutuhan metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan
intrakranial. Oleh karena itu, analgesik dan sedasi yang tepat
diperlukan untuk pasien dengan edema otak. Pasien yang
menggunakan ventilator atau ETT harus diberi sedasi supaya
tidak memperberat TIK.
Sedasi yang sering diberikan untuk pasien neurologi adalah
opiat, benzodiazepin, dan propofol.
Pemberian manitol 20% 1,5-2 gr/kgBB drip cepat selama 30-40
menit kemudian dilanjutkan dengan manitol 0,25-0,5 gr/kgBB drip

xxxii
cepat setiap 4-6 jam.
Efek maksimum terjadi setelah 20 menit pemberian dan durasi
kerjanya 4 jam.
Pemberian manitol ini harus disertai pemantauan kadar
osmolalitas serum. Osmolalitas darah yang terlalu tinggi akan
meningkatkan risiko gagal ginjal (terutama pada pasien yang
sebelumnya sudah mengalami volume depletion). Kadar
osmolalitas serum tidak boleh lebih dari 320 mOsm. Maka
pada pasien harus dicek fungsi ginjal, kadar gula darah, dan
elektrolit.
Anti hipertensi
Pada pasien stroke dan trauma, tekanan darah harus diperlihara
dengan cara menghindari kenaikan tekanan darah tiba-tiba dan
hipertensi yang sangat tinggi untuk menjaga perfusi tetap
adekuat.
Steroid
Terutama efektif untuk mengatasi edema vasogenik yang
menyertai tumor, peradangan, dan kelainan lain yang
berhubungan dengan peningkatan permeabilitas sawar darah-
otak, termasuk akibat manipulasi pembedahan. Namun, steroid
tidak berguna untuk mengatasi edema sitotoksik dan berakibat
buruk pada pasien iskemi otak.
Deksamethasone yang paling disukai karena aktivitas
mineralokortikoidnya yang sangat rendah. Dosis awal adalah
10 mg IV atau dilanjutkan dengan 4 mg peroral setiap 6 jam.
Furosemid
Terkadang dikombinasikan dengan manitol. Furosemid
meningkatkan efek manitol, namun harus diberikan dalam
dosis tinggi, sehinga risiko terjadinya kontraksi volume
melampau manfaat yang diharapkan. Peranan Asetazolamide,
penghambat karbonik anhidrase yang mengurangi produksi

xxxiii
CSS, terbatas pada pasien high-altitude ilness dan hipertensi
intrakranial benigna.

Suntikan bolus diazepam (3-10 mg) -> infus fenitoin 500-1000


mg (<50 gr/menit) -> kambuh -> tambahan diazepam ->
anestesi barbiturat (jika diperlukan).
Infeksi
Kultur & antibiotika
Pemulihan keseimbangan asam-basa
Pengaturan suhu tubuh
Tiamin
ensefalopati wernicke
Antidotum
koma overdosis obat.

xxxiv
BAB IV
PENUTUP

Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan


neurologi yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai
“final common pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan
sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian.
Penurunan kesadaran dapat dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Penurunan
kesadaran disebabkan oleh kelainan metabolik dan struktural yang dapat
mempengaruhi korteks dan Ascending Reticular Activating System (ARAS).
Diagnosis pada pasien dengan penurunan kesadaran dapat ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan fisik neurologis dan
pemeriksaan penunjang. Adapun tatalaksana pada pasien dengan penurunan
kesadaran terdiri atas tatalaksana umum dan khusus.

xxxv
DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono M, Sidharta P. 2012. Kesadaran dan fungsi luhur dalam


neurologi klinis dasar. Dian rakyat. Jakarta.
2. Dian S, Basuki A, 2012. Altered consciousness basic, diagnostic, and
management. Bagian/UPF ilmu penyakit saraf. Bandung.
3. Cavanna AE, Shah S, Eddy CM. 2011. Conscioussnes : A neurological
perspective. IOS press. UK
4. Friedman G, Turk KW, Budson AE. The Current of Consciousness: Neural
Correlates and Clinical Aspects. Curr Neurol Neurosci Rep. 2023 Jul;23(7):345-
352. doi: 10.1007/s11910-023-01276-0. Epub 2023 Jun 12. PMID: 37303019;
PMCID: PMC10287796.
5. Dyche, Jeff & Couturier, Katherine & Hall, M.. (2015). Neurophysiology
of Sleep and Circadian Rhythms. 3-21. 10.1016/B978-0-12-417188-6.00001-3.
6. Anindhita T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi, Jilid 2. Edisi Pertama.
Jakarta: Departemen Neurologi FK UI; 2017.
7. Ginsberg L. Lecture Notes: Neurologi. 9th edition. Hoboken: Wiley-
Blackwell; 2010.

xxxvi

Anda mungkin juga menyukai