Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN SKENARIO 1

MODUL GANGGUAN SISTEM UROGENITAL

OLEH
KELOMPOK TUTORIAL 3

Karuniashe Mishellincha Tamod 18011101008


Fabiola Mariana Rawis 18011101044
Oktovianus The 18011101084
Enjel Tamedo 18011101098
Sharon Angelia Tania Tuda 18011101065
Safira Ramadhani Alamtaha 18011101106
Jeremy Eleazar Roring 18011101057
Thesa Soe 18011101091
Kezia Christalia Korayan 18011101124
Rafi Hasan Herlambang 18011101119

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2020
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN...............................................................................................................1
BAB II
SKENARIO.........................................................................................................................2
A. Kata Sulit..................................................................................................................3
B. Kalimat Kunci...........................................................................................................3
C. Masalah Dasar...........................................................................................................3
BAB III
PERTANYAAN DAN PEMBAHASAN
A. Pertanyaan.................................................................................................................4
B. Pembahasan
1. Anamnesis...........................................................................................................4
2. Pemeriksaan Fisik...............................................................................................6
3. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................8
4. Diagnosis.............................................................................................................13
5. Etiologi................................................................................................................15
6. Epidemiologi.......................................................................................................16
7. Patofisiologi…....................................................................................................17
8. Patogenesis…......................................................................................................20
9. Komplikasi dan prognosis...................................................................................22
10. Tatalaksana dan Edukasi.....................................................................................23
BAB IV
KESIMPULAN......................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................27
BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi pada ginjal dan saluran kemih, salah satu
penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak. ISK perlu mendapat perhatian para tenaga
kesehatan dan orangtua karena ISK merupakan penyakit yang sering menyebabkan gagal ginjal
pada anak yang mengakibatkan anak memerlukan tindakan cuci darah (dialisis) dan cangkok
ginjal (transplantasi ginjal). 

Selain itu, ISK dapat menyebabkan berbagai gejala yang tidak menyenangkan dan komplikasi,
seperti demam, nyeri pinggang, nyeri ketika berkemih. Oleh karena itu, ISK pada anak
memerlukan tata laksana yang optimal. ISK paling sering disebabkan kuman Escherichia coli (E.
coli) yaitu sekitar 60-80 persen. Kuman ini berasal dari saluran cerna. Selain kuman E. coli, ISK
dapat disebabkan kuman lain, seperti Klebsiela, Proteus, Enterokokus, Enterobakter, dan berbagai
kuman lainnya.

ISK ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


laboratorium yang dipastikan dengan biakan air kemih. Gejala klinis ISK pada anak sangat
bervariasi, bergantung pada usia, tempat infeksi, dan beratnya reaksi peradangan. Perlu diketahui
bahwa pada sebagian anak, ISK tidak menunjukkan gejala klinis dan disebut dengan ISK
asimtomatik Membedakan ISK atas dengan ISK bawah atau antara ISK simpleks dan kompleks
sangat penting, mengingat risiko terjadinya parut ginjal dan tata laksananya berbeda.
Membedakan ISK atas dan bawah dilakukan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,
laboratorium, dan pemeriksaan radiologik. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari kelainan
pada ginjal dan saluran kemih yang mempermudah terjadinya ISK, yaitu dengan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan pencitraan (radiologi).

1
BAB II

SKENARIO

Seorang anak laki-laki berusia 4tahun, BB 16 kg, TB 103 cm datang ke poliklinik rumah sakit
dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan utama sakit waktu kencing. Sakit waktu kencing
dialami sejak 3 hari lalu dan bila kencing tak merasa puas sehingga penderita bolak balik ke
toilet dan jumlah urine hanya sedikit-sedikit tiap kali kencing. Penderita sering mengalami
demam.

Pemeriksaan fisik:

TD 100/70 mmHg HR 88x/m RR 29x/m

Kepala :tak

Leher : tak

Thoraks :simetris, retraksi (-), tak

Abdomen :nyeri tekan suprapubik (+)

Status lokalis

Genitalia : Ujung preputium, kemerahan dan nyeri

Ekstremitas : tak

2
A. Kata Sulit:
tidak ada

B. Kata Kunci:

-Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun

-sakit waktu kencing sejak 3 hari lalu

-kencing tak merasa puas

-demam

-jumlah urine hanya sedikit-sedikit tiap kali kencing

-nyeri tekan suprapubik (+)

-Ujung preputium, kemerahan dan nyeri

Masalah dasar:

Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun dengan keluhan utama sakit waktu kencing sejak 3
hari lalu, disertai dengan demam, dan nyeri tekan suprapubik, ujung preputium, kemerahan
dan nyeri.

3
BAB III

PERTANYAAN DAN PEMBAHASAN

A. Pertanyaan

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan Fisik

3. Pemeriksaan Penunjang

4. Diagnosis kerja dan diagnosis banding

5. Etiologi

6. Epidemiologi

7. Patofisiologi

8. Patogenesis

9. Komplikasi dan Prognosis

10. Tatalaksana dan Edukasi

B. Pembahasan

1. Anamnesis
Identitas : Nama, Umur, Jenis kelamin, Alamat, Pekerjaan (untuk pekerjaan tidak perlu di

tanyakan karena pasien masih berumur 4 tahun)

 Laki-laki
 4 Tahun

I. Riwayat Penyakit Sekarang


 Keluhan Utama (Sakit waktu kencing)
 Apakah terdapat nyeri waktu kencing?
 Lokasi
 Ujung preputium, kemerahan dan nyeri.
 Onset dan Kronologis
 Kapan Terjadinya? (3 hari yang lalu)

4
 Berapa lama?
 Timbul mendadak atau perlahan?
 Hilang timbul atau menetap?
 Kualitas Keluhan
 Rasa sakit tajam (panas, terbakar, pedih, diiris, tertusuk, dsb) atau tumpul
(diremas, kram, dsb)?
 Kuantitas keluhan
 Rasa sakit ringan – berat?
 Apakah rasa sakit mengganggu kegiatan sehari-hari, serta aktifitas fisik lainnya?
 Faktor Pemberat
 Apakah keluhan yang terjadi memberat ketika beraktifitas (Bermain)?
 Keadaan atau posisi tertentu
 Faktor Peringan
 Apakah keluhan yang dirasakan ringan ketika Beristirahat? atau sebaliknya?
 Konsumsi obat
 Keluhan / Gejala yang menyertai
 Apakah pasien mengalami demam? (Penderita sering mengalami demam)
 Apakah pasien sering merasa buang air kecil tetapi sulit untuk buang air kecil?
 Apakah terdapat darah pada saat buang air kecil?
 Apakah ada nyeri tekan di bagian abdomen (perut) khususnya didaerah suprapubik
(kandung kemih)? (ada nyeri tekan suprapubik)
 Apakah ada pembengkakan/ benjolan?

II. Riwayat Penyakit Dahulu


 Apakah pernah merasakan sakit serupa sebelumnya? Apakah sampai di rawat di
rumah sakit? jika iya Berapa lama? dan Obat apa saja yang telah diberi?

III. Riwayat Penyakit Keluarga


 Tujuannya untuk mencari apakah keluarga pernah mengalami keluhan yang sama
serta mencari tahu ada tidaknya penyakit turunan. (dalam kasus, menunjukkan
Mungkin ada/ tidak adanya hubungan dengan riwayat penyakit keluarga)

5
IV. Riwayat Pribadi/ Sosial dan Ekonomi
 Tujuannya karena bisa saja penyakit pasien itu karena kebiasaannya.
 Apakah pasien sering menahan kencing?
 Apakah pasien tidak/ jarang minum air yang cukup?
 Pola makan serta sanitasi lingkungan di rumah

2. Pemeriksaan fisik

 Kesadaran umum ( compos mentis)


Kesan sakit
Kesadaran
Kesan status gizi
 Pemeriksaan tanda-tanda vital

Tekanan Darah : Tekanan darah waktu lahir 60 – 90 mmHg sistolik, dan 20 – 60


mmHg diastolik. Setiap tahun biasanya naik 2 – 3 mmHg untuk keduaduanya

Nadi : Perlu diperhatikan, frekuensi/laju nada (N: 60-100 x/menit), irama, isi/kualitas
nadi dan ekualitas

Pernapasan : Perlu diperhatikan laju nafas, irama, kedalaman dan pola pernafasan

Suhu tubuh : Perlu diperhatikan kenaikan tempratur suhu

 Data Antropometrik
 Berat badan
 Tinggi Badan
 Kepala

Pada pemeriksaan kepala perlu diperhatikan : besar, ukuran, lingkar kepala, asimetri,
sefalhematom, maulase, kraniotabes, sutura, ubun-ubun, pelebaran pembuluh darah,
rambut, tengkorak dan muka. Kepala diukur pada lingkaran yang paling besar, yaitu
melalui dahi dan daerah yang paling menonjol daripada oksipital posterior

6
 Leher

Pada leher perhatikanlah : panjang/pendeknya, kelenjar leher, letak trakhea,


pembesaran kelenjar tiroid, pelebaran vena, pulsasi karotis, dan gerakan leher

 Thorax

Inspeksi

kepala Pada anak > 2 tahun : lingkar dada  lingkar kepala.

a. Bentuk thorax

b. Pengembangan dada kanan dan kiri : simetri/tidak, ada retraksi.tidak

c. Pernafasan

d. Ictus cordis

Palpasi

1. Pengembangan dada : simetri/tidak

2. Fremitus raba : dada kanan sama dengan kiri/tidak

3. Sela iga : retraksi/tidak

4. Perabaan iktus cordis

Auskultasi
Tentukan suara dasar dan suara tambahan
 Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : melihat peruabahan bentuk abdomen , simetris,gerakan bentuk saat
bernapas

Palpasi : menggunakan tangan dengan cara menghangatkan dan meraba apakah


teraba massa di abdomen Palpasi dilakukan dengan cara : anak disuruh bernafas
dalam, kaki dibengkokkan di sendi lutut, palpasi dilakukan dari kiri bawah ke atas,
kemudian dari kanan atas ke bawah. Apabila ditemukan bagian yang nyeri, dipalpasi
paling akhir. Perhatikan : adanya nyeri tekan , dan tentukan lokasinya. (Nyeri tekan di
area suprapubik)

7
Nyeri ketok pada sudut kostovertebra : untuk mengetahui apakah ada nyeri pinggang
dan nyeri sudut kostovertebra atau tidak

Perkusi : Normal akan terdengar suara timpani. Dilakukan untuk menentukan udara
dalam usus, atau adanya cairan bebas/ascites.

Auskultasi : mendengar gerakan peristaltik atau bising usus

 Ekstremitas
Perhatikan :kelainan bawaan, panjang dan bentuknya,
Persendian
Periksa : suhu, nyeri tekan, pembengkakan, cairan, kemerahan, dan gerakan
 Genital
Untuk anak laki-laki :
a. Orifisium uretra : hipospadi = di ventral / bawah penis ,Epsipadia = di dorsal / atas
penis, ujung preputium = nyeri atau tidak dan warna
b. Penis : membesar / tidak
c. Skrotum : membesar / tidak, ada hernia / tidak.
3. Pemeriksaan penunjang
Tujuan :

 Menemukan penyebab infeksi


 Menentukan keadaan ginjal
 Menentukan faktor resiko
 Merencanakan penatalaksanaan dan memperkirakan prognosis

Diagnosis pasti ISK ditegakkan berdasarkan biakan urin, sedangkan biakan urin baru
diperoleh setelah beberapa hari kemudian, sehingga perlu mengenal manifestasi klinis ISK
sebelum diperoleh hasil biakan urin agar dapat diberikan terapi awal secara empiris.
Gambaran urinalisis yang mengarah kecurigaan terhadap ISK adalah leukosituria, uji
leukosit esterase positif, uji nitrit positif, dan silinder leukosit.
A. Pemeriksaan Laboratorium

 Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase, protein, dan darah.
1. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya bakteriuria, tetapi tidak
dipakai sebagai patokan ada tidaknya ISK Leukosituria biasanya ditemukan pada
anak dengan ISK (80-90%) pada setiap episode

8
ISK simtomatik, tetapi tidak adanya leukosituria tidak menyingkirkan ISK.
Bakteriuria dapat juga terjadi tanpa leukosituria. Leukosituria dengan biakan urin
steril perlu dipertimbangkan pada infeksi oleh kuman Proteus sp., Klamidia sp., dan
Ureaplasma urealitikum. Urin yang disertai dengan pus disebut dengan piuria. Hasil
positif apabila terdapat > 5 leukosit per lapang pandang besar (LPB) yang
disentrifugasi, atau >10 sel/mm3 urin yang uncentrifuge. Piuria atau leukosituria
merupakan salah satu petunjuk dalam mendiagnosis infeksi saluran kemih. Leukosit
dalam bentuk silinder yang ditemukan pada sedimen urin menunjukkan adanya
keterlibatan infeksi ginjal. Jika ditemukan leukosituria yang bermakna, maka perlu
dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur urin (San,N.M., 2010).

2. Uji nitrit merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri dalam urin. Dalam
keadaan normal, nitrit tidak terdapat dalam urin, tetapi dapat ditemukan jika nitrat
diubah menjadi nitrit oleh bakteri. Bakteri gram negatif penyebab infeksi saluran
kemih yang dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit diantanya Escherichia coli,
Enterobakter, Citrobakter, Klebsiella dan proteus sp. Perubahan warna yang terjadi
pada kertas dipstik sesuai dengan jumlah bakteri dalam urin. Neutrofil dalam urin
memproduksi enzim esterase yang dapat dideteksi sebagai esterase leukosit dengan
cara kimiawi pada uji dipstik. Silinder leukosit dalam urin mengindikasikan
keterlibatan parenkim ginjal. Bakteri Gram negatif mengandung enzim reduktase
nitrat yang mengubah nitrat menjadi nitrit, yang dapat dideteksi secara kimiawi
dengan uji dipstik, dengan spesitas 90-100% dan sensitivitas 16-82%. Uji nitrit positif
berarti terdapat bakteri Gram negatif dalam urin. Nilai diagnostik uji nitrit dan esterase
leukosit akan semakin meningkat jika dikombinasi dengan pewarnaan Gram bakteri.
Urinalisis dan uji disptik belum dapat menggantikan biakan urin dalam mendiagnosis
ISK, tetapi sangat berguna dalam menentukan pasien yang diduga ISK untuk
mendapat terapi antibotik sambil menunggu hasil biakan urin.

3. Leukosit esterase merupakan pemeriksaan berdasarkan aktivitas enzim esterase yang


dihasilkan oleh granulosit (neutrofil, eosinofil, basofil) dan monosit. Menurut Aulia,D
dan Lydia,A (2014), leukosit esterase dalam keadaan normal menunjukan hasil
negatif, dikatakan trace jika 15 leukosit/μL, positif satu jika 70 leukosit/μL, positif dua
jika 125 leukosit/μL, positif 3 jika 500 leukosit /μL.
9
Sensitivitas reagen uji carik celup untuk mendeteksi leukosit bervariasi pada 5-20
leukosit/μL.

4. Protein dan darah mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah dalam diagnosis
ISK. Neutrophil gelatinase associated lipocalin urin (uNGAL) dan rasio uNGAL
dengan kreatinin urin (uNGAL/Cr) merupakan petanda adanya ISK. NGAL adalah
suatu iron-carrier-protein yang terdapat di dalam granul neutrofil dan merupakan
komponen imunitas innate yang memberikan respon terhadap infeksi bakteri.
Peningkatan uNGAL dan rasio uNGAL/Cr > 30 ng/mg merupakan tanda ISK. Pada
urin segar tanpa dipusing (uncentrifuged urine), terdapat kuman pada setiap lapangan
pandangan besar (LPB) kira-kira setara dengan hasil biakan 107 cfu/mL urin,
sedangkan pada urin yang dipusing, terdapat kuman pada setiap LPB pemeriksaan
mikroskopis menandakan jumlah kuman lebih dari 105 cfu/mL urin.
Sensitivitas dan Spesifisitas Komponen Urinalisis

Sensitivitas% Spesifisitas%
Test (rentang) (rentang)

Leukosit esterase 65.4 94


Nitrit 38.9 99.5
Leukosit esterase dan nitrit positif 55.1 100
Bakteriuria (+) 52.6 98.8
Leukosituria > 20 lekosit per µL 83.3 76.3
Nitrit dan bakteriuria 43.3 100
Nitrit dan lekosituria 70.7 100
Leukosit esterase dan bakteriuria 62.9 99.8
Leukosit esterase dan lekosituria 76.6 93.5
Bakteriuria dan lekosituria 82.4 98.7

10

B. Pemeriksaan Darah

Berbagai pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk membantu menegakkan


diagnosis dan membedakan ISK atas dan bawah, namun sebagian besar pemeriksaan tersebut
tidak spesifik. Leukositosis, peningkatan nilai absolut neutrofil, peningkatan laju endap darah
(LED) biasanya >30 mm.jam, C-reactive protein (CRP) yang positif >20 mg/dL, yang
mengindikasikan respon inflamasi. Kadar prokalsitonin yang tinggi dapat digunakan sebagai
prediktor yang valid untuk pielonefritis akut pada anak dengan ISK febris (febrile urinary
tract infection dan skar ginjal). Sitokin merupakan protein kecil yang penting dalam proses
inflamasi. Prokalsitonin, dan sitokin proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β) meningkat pada
fase akut infeksi, termasuk pada pielonefritis akut.

C. Biakan Urin

Pengambilan sampel urin untuk biakan urin dapat dilakukan dengan cara aspirasi
suprapubik, kateter urin, pancar tengah (midstream), dan menggunakan urine collector. Cara
terbaik untuk menghindari kemungkinan kontaminasi ialah dengan aspirasi suprapubik, dan
merupakan baku emas pengambilan sampel urin untuk biakan urin. Urin umumnya dibiak
dalam media agar darah dan media McConkey.

D. Pemeriksaan Pencitraan Ginjal dan Saluran Kemih

Pemeriksaan pencitraan ginjal dan saluran kemih sangat penting untuk mendeteksi kelainan
ginjal dan saluran kemih yang sering menjadi penyebab berulangnya ISK dan mempercepat
penurunan fungsi ginjal. Berbagai moda pemeriksaan pencitraan dapat dilakukan seperti
ultrasonografi, mictiocysturethrography (MCU), atau skintigrafi radionuklir. Ultrasonografi
merupakan pemeriksaan yang sangat baik untuk ginjal dan saluran kemih, tetapi pemeriksaan

11

ini sangat tergantung pada operator atau pemeriksaan. Pielografi intravena (urogram
ekskretori) baik untuk melihat bentuk detail ginjal maupun fungsi ginjal, tetapi karena efek
samping radiokontras dan radiasi yang tinggi pada pemeriksaan ini, pielografi intravena tidak
lagi dianjurkan kecuali pemeriksaan ini tidak dapat digantikan.

Indikasi : infeksi simptomatik, teraba massa diatas simfisis setelah kencing, teraba massa di
daerah abdomen bagian, peningkatan kadar urea N atau serum kreatinin atau berkurangnya
kemampuan fungsi konsentrasi ginjal yang menetap, meningkatnya tekanan darah, ISK yang
tidak ada perubahan dengan pemberian antibiotika yang cukup adekuat, dan penderita ISK
yang berulang.

1. Radiologi konvensional (Pielografi intravena & Miksiosistouretrografi (MSU) )


2. Ultrasonografi
- Reabilitas tinggi untuk mengindentifikasikan adanya obtruksi
- Pemeriksaan non invasif dan anak tidak terkena radiasi
- Lebih murah jika dibandingkan dengan CT
3. Sintigrafi Ginjal
Pemeriksaan ginjal / sintigraphy renal / renogram merupakan satu pencitraan yang
sangat sensitif untuk mendeteksi adanya kelainan atau kerusakan pada parenkim ginjal
yang mana kelainan tersebut tidak dapat terlihat pada pemeriksaan lainnya.
4. VCUG (Voiding Cystourethrogram)
Studi fluoroskopi dari saluran kemih bagian bawah di mana kontras dimasukkan ke
dalam kandung kemih melalui kateter. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk
menilai kandung kemih , uretra , anatomi pasca operasi dan berkemih untuk
menentukan ada atau tidaknya kelainan kandung kemih dan uretra, termasuk refluks
vesikoureterik (VUR) .

12

4. Diagnosis kerja dan diagnosis banding


ISK Bawah (Sistitis) Fimosis ISK atas Pielonefritis

Deman Ada Ada (bila sudah terinfeksi Demam tinggi, menggigil


dan ada gangguan miksi)

Pain Nyeri suprapubik (paling Saat ereksi,saat kencing Nyeri pinggang, punggung,
sering) sudut kostovertebral

Hematuria Ada Ada Ada


Disuria Ada (paling sering) Ada Jarang ditemukan pada bayi
tetapi pada anak lebih besar

Tambahan :
1. Fimosis :
-keadaan dimana kulit kepala penis (preputium) melekat pada bagian kepala (glans) maka cairan
smegma, yaitu dari sel-sel mukosa preputium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh
bakteri yang ada di dalamnya itu memicu timbulnya infeksi kepala penis (balantis) maka akan
terjadi gangguan miksi
- Ballooning of the foreskin is typical with physiologic phimosis(menggelembung kulit khatan
khas pada phimosis fisiologis)
- Inability to retract the foreskin over the glans (Ketidakmampuan untuk menarik kembali
foreskin di atas glans)
- a weak urinary stream( aliran kemih yang lemah) are typical of pathologic phimosis;
enuresis(mengompol) tidak sering
- Sukar berkemih

2. ISK bawah Sistitis


-Pada anak yang sudah dapat berbicara (>3-4 tahun), manifestasi sistitis yang paling sering
adalah disuria dan sakit suprapubik. ( sumber: Sudung O. Pardede. Infeksi pada Ginjal dan
Saluran Kemih Anak: Manifestasi Klinis dan Tata Laksana. Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta)

13
-stranguria (perasaan susah kencing)
-Polakisuria (kecenderungan untuk sering kencing dan tidak merasa puas)
-frekuensi (sering buang air kecil)
-Urgensi (tidak dapat menahan untuk berkemih)
-enuresis (ngompol)
-Disuria : nyeri perut bagian bawah (suprapubik) serta perasaan terbakar atau panas pada saluran
kencing atau uretra atau di mulut luar uretra)

3. ISK atas Pielonefritis


- mual , muntah
- penurunan berat badan
5. Etiologi
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering pada anak
selain infeksi saluran nafas atas dan diare. Manifestasi klinis ISK sangat bervariasi dan
tergantung pada umur, mulai dengan asimtomatik hingga gejala yang berat, sehingga ISK
sering tidak terdeteksi baik oleh tenaga medis maupun oleh orangtua.

 Escherichia coli (E.coli) merupakan kuman penyebab tersering (60-80%) pada ISK
serangan pertama. Penelitian di dalam negeri antara lain di RSCM Jakarta juga
menunjukkan hasil yang sama. Kuman lain penyebab ISK. Yang sering adalah :
 Proteus mirabilis
 Klebsiella pneumonia
 Klebsiella oksitoka
 Proteus vulgaris
 Pseudomonas aeruginosa
 Enterobakter aerogenes
 dan Morganella morganii
 Stafilokokus, dan
 Enterokokus.
 Pada ISK kompleks, sering ditemukan kuman yang virulensinya rendah seperti
Pseudomonas, golongan Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus atau epidermidis.
Haemofilus influenzae dan parainfluenza dilaporkan sebagai penyebab ISK pada
anak. Kuman ini tidak dapat tumbuh pada media biakan standar sehingga sering tidak
diperhitungkan sebagai penyebab ISK. Bila penyebabnya Proteus, perlu dicurigai
kemungkinan batu struvit (magnesiumammonium- fosfat) karena kuman Proteus
menghasilkan enzim urease yang memecah ureum menjadi amonium, sehingga pH
urin meningkat menjadi 8-8,5.
15
Pada urin yang alkalis, beberapa elektrolit seperti kalsium, magnesium, dan fosfat
akan mudah mengendap.

5. Epidemiologi
ISK adalah infeksi bakteri yang paling umum ditemui dalam pengaturan perawatan
rawat jalan di A.S Insiden tahunan yang dilaporkan sendiri ISK pada wanita adalah
12%, dan pada usia 32 setengah dari semua wanita melaporkan memiliki setidaknya
satu ISK.

Pada neonatus: Lebih sering pada anak laki-laki sebagai hasil kelainan anatomi seperti
katup uretra posterior.

Pada anak-anak prasekolah: Lebih sering terjadi pada anak perempuan (4,5% vs 0,5%
untuk anak laki-laki).

Di masa dewasa: Lebih sering terjadi pada wanita, dengan prevalensi 1% hingga 3% pada
wanita tidak hamil. Faktor modulasi risiko untuk ISK akut tanpa komplikasi di wanita.
Pada kehamilan pada 12 minggu, kejadian bakteriuria asimptomatik serupa untuk wanita
tidak hamil, pada 2% sampai 10%. Namun, 25% hingga 30% wanita hamil dengan
bakteriuria asimptomatik yang tidak diobati mengembangkan pielonefritis akut, terutama
di trimester kedua dan ketiga, dan miliki tingkat kekambuhan pielonefritik 10%. Di orang
dewasa berusia ≥65 tahun, setidaknya 10% pria dan wanita 20% wanita memiliki
bakteriuria.

Prevalensi infeksi saluran kemih di Indonesia cukup tinggi. Penderita infeksi saluran
kemih di Indonesia diperkirakan mencapai 222 juta jiwa. Berdasarkan Kesehatan Republik
Indonesia, penderita ISK di Indonesia berjumlah 90-100 kasus per 100.000 penduduk per
tahun atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun, dan perempuan lebih beresiko 4 kali
daripada laki-laki.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin BLU RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado periode November 2010 – November 2012 maka ditemukan 18
pasien (50,0%) didiagnosis Gonorrheae, 13 pasien (36,1%) didiagnosis Urethritis

16

Gonorrheae, 4 pasien (11,1%) didiagnosis NonGonococcal Urethritis, 2 pasien (5,6%)


didiagnosis IGNS, 1 pasien (2,8%) didiagnosis Erosi penis, 1 pasien (2,8%) didiagnosis
Bacterial Vaginosis yang dilakukan pemeriksaan Gram di laboratorium.
Pada tabel 1 didapatkan hasil jenis kelamin laki-laki 31 orang (86,1%), perempuan 5 orang
(13,9%), usia 16-26 tahun 15 orang (41,7%), 27-34 tahun 8 orang (22,2), 35-40 tahun 6
orang (16,7%), 41-57 tahun 7 orang (19,4%), diagnosis gonore 18 orang (50,0%), bakterial
vaginalis 1 orang (2,8%), urethritis gonore 13 orang (36,1%), erosi penis 1 orang (2,8%),
IGNS (infeksi genital non spesifik) 2 orang (5,6%), dan NGU (non-gonore urethritis) 4
orang (11,1%).

7. Patofisiologi

Infeksi saluran kemih terjadi pada saat mikroorganisme (Bakteri) masuk ke dalam saluran
kemih dan berkembang biak. Saluran kemih terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih dan
uretra. Urin normalnya steril, hingga pathogen (mis. E. coli) masuk dikarenakan terjadinya
gerakan retrograde ke dalam uretra, kandung kemih, kemudian ureter hinga dapat sampai ke

17

ginjal. E. coli yang masuk ke dalam saluran kemih mempunyai fimbriae tipe 1 yang melekat
di reseptor pada uroepitelium dan berkolonisasi sehingga mencetus respon inflamasi.
Mikroorganisme penyebab infeksi saluran kemih umumnya berasal dari flora usus dan hidup
secara komensal dalam introitus vagina, preposium, penis, kulit perinium dan sekitar anus.
Kuman yang berasal dari feses atau dubur, masuk ke dalam saluran kemih bagian bawah atau
uretra, kemudian naik ke kandung kemih hingga sampai ke ginjal.

Mikroorganisme dapat memasuki saluran kemih melalui empat cara, yaitu:

1) Ascending, kuman penyebab infeksi saluran kemih pada umumnya adalah kuman yang
berasal dari flora normal usus dan hidup secara komensal introitus vagina, preposium penis,
kulit perineum, dan sekitar anus. Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui empat
tahapan, yaitu :

a) Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina

Saluran kemih normalnya tidak terdapat mikroorganisme kecuali pada bagian distal
uretra yang biasanya terdapat bakteri normal seperti streptokokus dan basil difteroid. Pada
wanita, daerah bagian distal uretra disertai jaringan periuretral dan vestibula vaginalis juga
banyak terdapat bakteri yang berasal dari usus karena letak anus tidak jauh dari dari tempat
tersebut. Kuman terbanyak yang ada pada daerah tersebut adala E. coli dan S. facalis

b) Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli

Proses masuknya mikroorganisme ke dalam kandung kemih belum diketahui dengan


jelas. Beberapa factor yang mempengaruhu masuknya mikroorganisme ke dalam saluran
kemih adalah faktor tekanan urin, manipulasi uretra atau pada hubungan kelamin, perubahan
hormonal waktu menstruasi dan kebersihan alat kelamin bagian luar

c) Mulitiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih

Dalam keadaan normal mikroorganisme yang masuk ke dalam kandung kemih manusi
akan cepat menghilang, sehingga tidak sempat berkembang biak dalam urin. Pertahanan yang
normal dari kandung kemih ini tergantung dari interaksi tiga faktor, yaitu: eradikasi
organisme yang disebabkan oleh efek pembilasan dan pengenceran urin, efek antibakteri dari
urin dan mekanisme pertahanan mukosa kandung kemih

18

d) Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal.


Hal ini disebabkan oleh refluks vasikoureter dan menyebarnya infeksi dari pelvis ke
korteks karena refluks intrarenal. Refluks vasikoureter adalah keadaan patologis dimana tidak
berfungsinya valvular vasikoureter sehingga aliran urin naik dari kandung kemih ke ginjal.
Penggunaan kateter seringkali menyebabkan mikroorganisme masuk kedalam kandung
kemih, hal ini disebabkan kurang higienisnya alat kateter.

2) Hematogen (descending)

Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang
rendah atau pada pasien yang sementara mendapat pengobatan imunosupresif. Penyebaran
hematogen juga bias timbul akibat adanya infeksi di salah satu tempat. Misalnya infeksi
Staphylococcus aureus pada ginjal biasa terjadi akibat penyebaran hematogen dari focus
infeksi di tulang, endotel atau di tempat lain. Salmonella, Pseudomonas, candida dan proteus
juga termasuk jenis bakteri yang dapat menyebar secara hematogen.

3) Limfogen (jalur limfatik) jika masuknya mikroorganisme melalui sistem limfatik yang
menghubungkan kandung kemih dengan ginjal namun hal ini jarang terjadi.

4) Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau eksogen sebagai akibat
dari pemakaian kateter.

Mikroorganisme (Bakteri) masuk melalui ureter, kemudian bakteri melekat pada pada
sel uroepitelial yang mengakibatkan infeksi dan tubuh berkompensasi dengan meningkatkan
leukosit untuk melawan bakteri, sehingga suhu tubuh maningkat. Bakteri terus-menerus
berkolonisasi sehingga masuk ke vesika urinaria dan merusak lapisan kandung kemih
(glycoprotein mucin layer) hingga menembus epitel dan mengakibatkan spasme otot polos
vesika urinaria terganggu dan sulit untuk relaksasi sehingga rasa nyeri timbul (nyeri
suprapubic +). Spasme otot terus terjadi secara berulang, urin dengan volume yang rendah
yang mengakibatkan distensi kandung kemih. Vesika urinaria tidak mampu menampung urine
akibatnya rasa ingin BAK terus menerus atau BAK berulang kali, dan sakit waktu miksi
(dysuri).

19
8. Patogenesis

Patogenesis ISK sangat kompleks, menyangkut interaksi dari berbagai faktor baik
dari pihak pejamu (host) maupun virulensi bakteri. Secara teoritis ISK dapat terjadi
melalui berbagai jalur, yaitu secara ascendens, hematogen, limfogen, dan
perkontinuitatum. Penelitian membuktikan bahwa fimbriae merupakan bagian patogenesis

20
yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih.
Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli diduga terkait dengan etiologi
ISK. E. Coli merupakan penyebab utama infeksi saluran kemih.
Bakteri uropatogen adalah bakteri yang mempunyai faktor virulensi spesifik untuk
menimbulkan kolonisasi pada uroepitel. Bakteri uropatogen yang berhasil masuk ke
saluran kemih memiki kemampuan untuk berkembangbiak dalam urin dan mampu
melawan aliran urin saat miksi serta mekanisme pertahanan alamiah lainnya di saluran
kemih (Susilo,F.C.D. 2013). Bakteri dapat menghindar dari pengenalan dan pemusnahan
yang dilakukan sel fagosit, menonaktivasi sistem komplemen dan antibodi sehingga dapat
melakukan pertumbuhan di dalam host/pejamu (Murray,P.R dkk 2013). Infeksi diawali
dengan terjadinya perlekatan bakteri pada sel epitel dilanjutkan dengan penetrasi bakteri ke
jaringan, sehingga terjadi inflamasi dan kerusakan jaringan. Inflamasi yang diakibatkan
oleh infeksi mikroorganisme menimbulkan respon inflamasi melalui aktivasi mediator
kemotaktik yang dilepaskan pada saat mikroorganisme patogen melekat ke dinding sel
uroepitel. Mediator ini akan mengaktivasi leukosit polimorfonuklear ke tempat infeksi
sehingga terjadi respon inflamasi lokal.
Pada anak dan dewasa umumnya ISK terjadi melalui jalur ascendens yaitu dari daerah
perineum melalui orificium uretra ke vesika urinaria dan ginjal.

Jalur hematogen diduga berperan penting dalam patogenesis ISK pada neonatus. Pada
keadaan ini, ginjal yang terinfeksi dapat menjadi sumber invasi bakteri patogen ke dalam
peredaran darah.
Penelitian membuktikan bahwa fimbriae(serabut/silia di bagian pangkal ovarium
berdekatan dengan ujung saluran oviduct) merupakan satu pelengkap patogenesis yang
mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih.

21
Dimana fimbriae sebagai pelekat antara bakteri dengan dinding epitel. Pada umumnya P
fimbriae akan terikat pada P blood group antigen yang terdapat pada sel epitel saluran
kemih atas dan bawah (Sukandar, E., 2004).
Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung
pada respon faktor luar. Konsep variasi fase ini menunjukan peranan beberapa penentu
virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan
hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan ginjal. (Sukandar, E., 2004)

9. Komplikasi dan prognosis


Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi saluran kemih akut berupa morbiditas yang
parah seperti syok septik dan dapat berujung dengan kematian.
Infeksi akut atau kronik biasanya diasosiasikan dengan komplikasi supuratif seperti:
• abses parauretral,
• abses renal atau prerenal, dan
• infeksi metastatik ke tulang, persedian, dan endokarditis.
Komplikasi diatas jarang terjadi, namun lebih mungkin terjadi pada pasien dengan
komorbid.
Sedikit diketahui tingkat rekurensi dan komplikasi pada ISK tanpa pengobatan antibiotik.
Data mengenai pielonefritis sesudah pengobatan non antibiotik dari ISK juga belum
jelas, hanya beberapa studi kasus yang melaporkan pielonefritis
Prognosis
Gejala ISK biasanya akan hilang dalam beberapa harus sesudah mengkonsumsi
antibiotik. Pada perempuan dengan ISK rekuren, kualitas hidup yang di miliki akan
menurun. Sekitar 25 % perempuan akan mengalami ISK rekuren.
Faktor yang mempengaruhi prognosis
• Umur
• Diabetes
• Adanya kalsifikasi ginjal
• Anemia sel sabit
• Malginancy
• Kateter
• Sedang menjalani kemoterapi
22
Walaupun angka mortalitas ISK rendah, angka morbiditas ISK sangat tinggi. Selain
gejala yang tidak mengenakan, banyak kerugian yg dialami pasien baik dari sisi
ekonomi, sosial, dan waktu.

10. Tatalaksana dan edukasi


Sampai saat ini masih belum ada keseragaman dalam penanganan ISK pada anak,
dan masih terdapat beberapa hal yang masih kontroversi. Beberapa protokol
penanganan ISK telah dibuat berdasarkan hasil penelitian multisenter berupa uji klinis
dan meta-analisis, meskipun terdapat beberapa perbedaan tetapi protokol penanganan
ini saling melengkapi. Secara garis besar, tata laksana ISK terdiri atas: 1. Eradikasi
infeksi akut, 2. Deteksi dan tata laksana kelainan anatomi dan fungsional pada ginjal
dan saluran kemih, dan 3. Deteksi dan mencegah infeksi berulang.

1. Eradikasi infeksi akut


Tujuan eradikasi infeksi akut adalah mengatasi keadaan akut, mencegah terjadinya
urosepsis dan kerusakan parenkim ginjal. Jika seorang anak dicurigai ISK, berikan
antibiotik dengan kemungkinan yang paling sesuai sambil menunggu hasil biakan urin,
dan terapi selanjutnya disesuaikan dengan hasil biakan urin.
Umumnya hasil pengobatan sudah tampak dalam 48-72 jam pengobatan. Bila dalam
waktu tersebut respon klinik belum terlihat mungkin antibiotik yang diberikan tidak
sesuai, sehingga antibiotik dapat diganti.
Pengobatan sistitis akut
Anak dengan sistitis diobati dengan antibiotik per oral dan umumnya tidak memerlukan
perawatan di rumah sakit, namun bila gejala klinik cukup berat misalnya rasa sakit yang
hebat, toksik, muntah dan dehidrasi, anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
pengobatan parenteral hingga gejala klinik membaik. Lama pengobatan umumnya 5 – 7
hari, meskipun ada yang memberikan 3-5 hari.
Untuk sistitis akut, direkomendasikan pemberian rimethopr oral seperti rimethoprim-
sulfametoksazol, nitrofurantoin, amoksisilin, amoksisilinklavulanat, sefaleksin, dan
sefiksim. Golongan sefalosporin sebaiknya tidak diberikan untuk menghindari resistensi
kuman dan dicadangkan untuk terapi pielonefritis.

23
2. Deteksi kelainan anatomi dan fungsional
Deteksi kelainan anatomi atau fungsional ginjal saluran kemih dilakukan untuk
mencari faktor predisposisi terjadinya ISK dengan pemeriksaan fisik dan pencitraan.
Dengan pemeriksaan fisik saja dapat ditemukan contohnya fimosis pada anak laki-laki.
Pemeriksaan pencitraan sangat penting untuk melihat adanya kelainan anatomi maupun
fungsional ginjal dan saluran kemih, yang merupakan faktor risiko terjadinya ISK
berulang dan parut ginjal.
Pada semua kelompok umur yang memberikan respon yang baik terhadap antibiotik
dalam waktu 48 jam, tidak diperlukan pemeriksaan pencitraan kecuali pada kelompok
umur < bulan, yaitu pemeriksaan USG dalam waktu 6 minggu.
Pemeriksaan pencitraan hendaknya memperhatikan faktor untung rugi (cost-
effectiveness), faktor tekanan psikologik terhadap anak dan orangtua akibat
pemeriksaan invasif, bahaya radiasi, dan sebagainya dibandingkan dengan manfaatnya
untuk tindakan pengobatan, pencegahan infeksi berulang, terutama pencegahan
timbulnya parut ginjal.
Hingga saat ini belum ada kesepakatan tentang seberapa jauh pemeriksaan pencitraan
perlu dilakukan. Para klinikus mengakui tidak ada satupun metode pencitraan yang
secara tunggal dapat diandalkan untuk mencari faktor predisposisi ISK. Masing-masing
pemeriksaan tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing, sehingga
sering diperlukan kombinasi beberapa pemeriksaan. Pilihan pemeriksaan pencitraan
hendaknya ditentukan oleh tersedianya alat pencitraan pada setiap tempat atau institusi.

3. Deteksi dan mencegah infeksi berulang


Deteksi ISK berulang dilakukan dengan biakan urin berkala, misalnya setiap bulan,
kemudian dilanjutkan dengan setiap 3 bulan. Jika terdapat ISK berulang, berikan
antibiotik yang sesuai dengan hasil biakan urin.
Beberapa faktor berperan dalam terjadinya ISK berulang, antara lain infestasi parasit
seperti cacing benang, pemakaian bubble bath, pakaian dalam terlalu sempit, pemakaian
deodorant yang bersifat iritatif terhadap mukosa perineum dan vulva, pemakaian tisu
toilet yang salah, konstipasi, ketidakmampuan pengosongan kandung kemih secara
sempurna, baik akibat gangguan neurologik (neurogenic bladder) maupun faktor lain
(non neurogenic bladder), juga preputium yang belum disirkumsisi.

24
Berikut beberapa cara mencegah ISK berulang:
• Ajarkan anak untuk membersihkan diri dengan cara yang benar.
• Selalu membersihkan alat kelamin dengan baik.
• Biasakan anak untuk banyak minum air putih setiap hari. Hindari minuman yang dapat
menyebabkan iritasi, seperti minuman bersoda dan berkafein.
• Ingatkan anak untuk tidak menahan kencing.
• Hindari memakaikan anak celana dalam yang terbuat dari nilon atau bahan sintetis,
karena dapat mempermudah tumbuhnya bakteri. Selain itu, hindari juga mengenakan
celana dalam yang terlalu ketat.
• Hindari membersihkan alat kelamin dengan sabun yang mengandung parfum.
• Orang tua perlu mengenali gejala ISK pada anak dan segera memeriksakannya ke
dokter agar dapat ditangani.

25
BAB IV
Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun dibawah oleh orangtuanya ke rumah sakit dengan
keluhan utama sakit waktu kencing sejak 3 hari lalu, disertai dengan demam, dan nyeri
KESIMPULAN
tekan suprapubik, ujung preputium, kemerahan dan nyeri.

Kemudian dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang


ditegakkan diagnosis infesksi saluran kencing (ISK) bawah, kemudian dilakukan
tatalaksana pada pasien serta diberikan edukasi dan penjelasan komplikasi dan prognosis
dari penysakit ISK tersebut.

26

Daftar Pustaka
1. Buku Pegangan Mahasiswa Modul Komunikasi dan Pemeriksaan Fisik Umum. FK
UNSRAT. 2019
2. Herlina S, Yanah A. 2015. “Faktor yang mempengaruhi terjadinya ISK pada pasien
dewasa di RSUD kota Bekasi”. Jurnal keperawatan Widya Gantari Vol. 2 No 2.
3. Pardede S, Tambunan, T, Alatas ., Trihono P, Hidayati E. “Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi : Konsensus Infeksi
Saluran Kemih pada Anak”. Jakarta. 2011.
2. Buku konsensus infeksi saluran kemih pada anak, Unit Kerja Koordinator Nefrologi
IDAI, Jakarta 2011.
3. https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2017/02/TBL-1.-ISK
Anak.pdf
4. http://pediatricfkuns.ac.id/data/ebook/127_Sistitis%20dan%20Pielonefritis.pd
5. Behrman.1999. NELSON : Ilmu Kesehatan Anak.EGC.Jakarta.
6. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.1998. Penerbit FK UI
7. Brusch JL, Bronze MS. Urinary Tract Infection (UTI) in Males;2020Jan02-Medscape.
8. Pardede SO,Tambunan T, Alatas H. Konsensu Infeksi Saluran Kemih Pada
Anak;Jakarta;2011; 6-9
9. PPT Prof.Dr.dr. Adrian Umboh, Sp.A(K)
10. Pardede So. Infection of Kideny and Child’s Urinary Tract: Clinical Manifestations
and Procedures, Sari Pediatri;Jakarta;2018 apr;19(6);373
11. Dr. Sudung O. Pardede, Sp.A(K), Prof. Dr. Taralan Tambunan, Sp.A(K), Prof. Dr.
12. Husein Alatas, Sp.A(K), DR. Dr. Partini Pudjiastuti Trihono, Sp.A(K), MM(Paed),
13. Dr. Eka Laksmi Hidayati, Sp.A. KONSENSUS INFEKSI SALURAN KEMIH PADA
14. ANAK. IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA (IDAI) UNIT KERJA
KOORDINASI (UKK) NEFROLOGI. 2011
15. http://eprints.undip.ac.id/43909/3/GLORIA_SHEILA_G2A009171_BAB_II.pdf
16. https://www.scribd.com/doc/280006919/Isk-Atas-Dan-Bawah
17. https://www.clinicalkey.com/#!/content/clinical_overview/67-s2.0-2fc4f5f7-aa73-
487c-92b4-4898a349c3a0
18. https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/download/1342/pdf
19. Karen M.,Robert K.,Hal J., Richard B., Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial.Edisi
6.Saunders Elsevier.Singapore.2011
20. Husein A., Taralan T., Partini T., Sudung P., Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2010
21. Jurnal Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Konsensus Infeksi Saluran Kemih Pada
Anak. Jakarta.2011.ISBN 978-979-8421-64-8.
22. Mandell, Douglas, and Bennett's Principles and Practice of Infectious Diseases . Sobel,
Jack D.; Brown, Patricia.. Published January 1, 2020. 
23. Fagan, Matthew J., M.D., F.A.C.O.G.,; Cramer, Meagan S., M.D... Published January
1, 2020.

27

24. Departemen Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 5. Jakarta: Depkes RI.
25. Melati AR, Porotu'o J, Rares FFS. POLA BAKTERI INFEKSI SALURAN KEMIH DI
POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU
MANADO PERIODE NOVEMBER 2010 – NOVEMBER 2012. Jurnal e-biomedik.
Manado. 2015;3(1): hal. 1-6
26. Astuti PW. Infeksi saluran kemih (ISK). [cited 2020Apr13]. Available from:
https://www.academia.edu/40660307/infeksi_saluran_kemih_ISK_
27. Brusch JL, Bronze MS. Urinary Tract Infection; 2020 jan 02 Medscape.
28. Sudiningsih S. Infeksi Saluran Kemih [internet]. 2012. Available from : eprints.ums.ac.id
29. Anggrarini F R. Infeksi Saluran Kemih [internet]. 2013. Available from : eprints.undip.ac.id
30. Ramadhani E S. BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1.Infeksi Saluran Kemih.2017
31. http://repository.unimus.ac.id/1381/8/BAB%20II.pdf
32. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/25633/Chapter?sequence=4
33. Susilo F C D. UJI DIAGNOSTIK LEUKOSITURIA DAN BAKTERIURIA
MIKROSKOPIS LANGSUNG SAMPEL URIN UNTUK MENDETEKSI INFEKSI
34. SALURAN KEMIH.Universitas Diponegoro.2013.
35. http://eprints.undip.ac.id/43890/3/Filia_Clementy_G2A009152_Bab2KTI.pd
36. Nicolle LE; AMMI Canada Guidelines Committee*. Complicated urinary tract
infection in adults. Can J Infect Dis Med Microbiol. 2005 Nov;16(6):349-60. doi:
10.1155/2005/385768. PMID: 18159518; PMCID: PMC2094997
37. Pardede SO, Tambunan T, Alatas H, Trihono PP, Hidayati EL. Konsensus infeksi
saluran kemih pada anak. UKK Nefrologi IDAI. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011.

28

Anda mungkin juga menyukai