Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

INFEKSI SALURAN KEMIH

Disusun oleh:

dr. Ulfa Tunisak

Pembimbing

dr. Siti Riska Fitriani

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA


PUSKESMAS TELUK LINGGA
KUTAI TIMUR
PERIODE V NOVEMBER 2023
DAFTAR ISI

Daftar isi .................................................................................................................... 2


BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 3
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 3

BAB II .................................................................................................................... 4
LAPORAN KASUS ......................................................................................................... 4
2.1 Identitas .................................................................................................... 4
2.2 Anamnesis ................................................................................................. 4
2.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................................... 5
2.4 Pemeriksaan penunjang .......................................................................... 6
2.5 Diagnosis Kerja ........................................................................................ 6
2.6 Diagnosis Banding.................................................................................... 6
2.7 Penatalaksanaan ...................................................................................... 6
2.8 Prognosis ................................................................................................... 7

BAB III .................................................................................................................... 8


TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 8
3.1 Definisi ...................................................................................................... 8
3.2 Epidemiologi ............................................................................................. 9
3.3 Etiologi ...................................................................................................... 9
3.4 Patofisiologi ............................................................................................. 10
3.5 Klasifikasi ................................................................................................ 12
3.6 Gejala Klinis ............................................................................................ 15
3.7 Diagnosis .................................................................................................. 16
3.8 Penatalaksanaan ..................................................................................... 18
3.9 Komplikasi ............................................................................................... 20

BAB IV ................................................................................................................... 23
KESIMPULAN ............................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 24

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi saluran kemih sering dijumpai pada praktik dokter sehari-hari mulai infeksi
ringan yang baru diketahui pada saat pemeriksan urine maupun infeksi berat yang dapat
mengancam jiwa. Pada dasarnya, infeksi ini dimulai dari infeksi pada saluran kemih (ISK)
yang kemudian menjalar ke organ- organ genitalia bahkan sampai ke ginjal. ISK
merupakan reaksi inflamasi sel- sel urotelium yang melapisi saluran kemih.
Infeksi akut pada organ padat (testis, epididymis, prostat, dan ginjal) biasanya lebih berat
daripada yang mengenai organ berongga (vesika urinaria, ureter, atau uretra). Hal itu
ditunjukkan dengan keluhan nyeri atau keadaan klinis yang lebih berat.
Tatalaksana pada ISK kadang-kadang cukup dengan pemberian antibiotik yang
sederhana, atau bahkan tidak perlu diberi antibiotik. Namun, pada infeksi yang berat dan
sudah menimbulkan kerusakan pada berbagai macam organ, membutuhkan terapi suportif
dan antibiotik yang adekuat. Tujuan terapi pada ISK adalah mencegah atau menghentikan
diseminasi patogen dan produk yang dihasilkan oleh patogen pada sirkulasi sistemik dan
mencegah terjadinya kerusakan pada saluran kemih.1
Secara global terdapat sekitar 15-40% penderita dispepsia. Setiap tahun gangguan
ini mengenai 25% populasi dunia. Prevalensi dispepsia di Asia berkisar 8-30%. Gaya hidup
modern (makanan berlemak, rokok, NSAID, kurang aktivitas fisik) mungkin berkontribusi.
Dispepsia merupakan gangguan yang kompleks, mengacu pada kumpulan gejala seperti
sensasi nyeri atau tak nyaman di perut bagian atas, terbakar, mual muntah, penuh dan
kembung. Berbagai mekanisme yang mungkin mendasari meliputi gangguan motilitas
usus, hipersensitivitas, infeksi, ataupun faktor psikososial. Walaupun tidak fatal, gangguan
ini dapat menurunkan kualitas hidup dan menjadi beban sosial masyarakat.15

1.2 Tujuan

1. Sebagai syarat melewati rotasi stase Puskesmas dalam Program Internsip Dokter
Indonesia
2. Memperkaya pengetahuan penulis dan pembaca mengenai Infeksi Saluran Kemih

3
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

Nama : Ny. R
Umur : 17 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jln. Poros Kabo RT.14
Pekerjaan : Pelajar

2.2 Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 22 Januari 2024, pukul 11.00 WITA di
ruangan poli umum.
Keluhan utama :
Nyeri saat BAK
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluhkan nyeri saat BAK sejak ± 7 hari. Saat BAK pasien mengatakan
urine yang keluar tampak berwarna kuning seperti biasa, menurut pasien tidak ada bau
yang tidak biasa pada urine pasien, pasien merasa leboh sering BAK dan setelah kencing
pasien merasa tidak puas. Pasien mengatakan perut bagian kanan terasa sakit dan panas.
Keluhan disertai demam 2 hari naik turun, sakit pinggang dan terkadang mual. Keluhan
lain disangkal.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa.
Riwayat penyakit keluarga :
Keluhan serupa pada keluarga (-)
Riwayat pengobatan:
Belum pernah berobat.
Riwayat sosial, ekonomi, dan kebiasaan :
Pasien merupakan seorang pelajar SMP, tinggal bersama orangtua. Pasien

4
mengatakan sering menahan BAK dan jarang minum air putih.
Review of System :
1. Sistem serebrospinal: pusing (-), kejang (-)
2. Sistem kardiovaskuler: berdebar debar (-), sesak nafas (-) nyeri dada (-)
3. Sistem respirasi: batuk (-) pilek (-)
4. Sistem gastrointestinal: bab lancar, mual (+) muntah (-)
5. Sistem muskuloskeletal: lemah ekstremitas (-) nyeri otot (-)
6. Sistem integumen: pucat (-)
7. Sistem urogenital: bak lancar, nyeri berkemih (+) nyeri pinggang (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum: baik, tampak sakit ringan
Kesadaran: compos mentis
Tanda vital :
a. HR (nadi) : 69x/menit, reguler, kuat angkat
b. RR (laju nafas) : 20x/menit
c. Tekanan darah : 110/87 mmHg
d. Suhu : 36,5oc
e. Berat badan : 49 kg
Status internus
Kepala : Normocephal, pembesaran kelenjar limfe (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Epistaksis (-/-), discharge (-), septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-)
Telinga : Discharge (-/-)
Bibir : Sariawan (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)
Thoraks
Paru : vesikuler (+/+), ronkhi ( -/-), wheezing (-/-)
Jantung : S1S2 tunggal, murmur(-), gallop (-)
Abdomen : Soefl (+), bising usus (+) N, timpani di semua lapang abdomen, nyeri tekan
suprapubis (+), ketok CVA (-)

5
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Urine Lengkap :

Pemeriksaan 22/01/2024 Rujukan


Warna Kuning Kuning muda-kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Berat jenis 1.025 1.030-1.030
Ph 6.0 5.0-6.0
Protein Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
WBC 10-12 0-3/LPB
RBC 3-4 0-1/LPB
epitel + Positif
Bakteri + Negatif
Kristal Negatif Negatif
Silinder Negatif Negatif

2.5 Diagnosis Kerja

Infeksi Saluran Kemih

2.6 Diagnosis Banding

1. Kandung kemih hiperaktif


2. Uretritis noninnfeksius
3. Vaginitis

2.7 Penatalaksanaan
1. Nonmedikamentosa
a. Selalu membersihkan area kemaluan terlebih dahulu anus setelah buang air
besar atau berkemih terutama pada wanita.
b. Hindari menahan buang air kecil.

6
c. Perbanyak minum air putih agar buang air kecil bisa teratur.
d. Hindari memakai produk pembersih kewanitaan yang berpotensi menyebabkan
iritasi misalnya yang mengandung parfum.

2. Medikamentosa
Paracetamol 500 mg tab 3x1
Ciprofloxacin 500 mg tab 2x1
Domperidone 10 mg tab 2x1

2.8 Prognosis

Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanactionam : bonam

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah umum yang menunjukkan keberadaan
mikroorganisme dalam urin. ISK ini menggambarkan semua infeksi yang melibatkan bagian
dari saluran kemih, baik ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra. ISK adalah reaksi inflamasi
sel-sel urotelium yang melapisi saluran kemih. ISK didefinisikan ketika hasil kultur urin
menunjukkan pertumbuhan koloni mikroorganisme > 105 colony forming units (cfu/mL).4–7
Beberapa terminologi dalam ISK antara lain:1
1. ISK uncomplicated (sederhana): infeksi saluran kemih pada pasien tanpa disertai kelainan
anatomi maupun kelainan struktur saluran kemih.
2. ISK complicated (rumit): infeksi saluran kemih yang terjadi pada pasien yang menderita
kelainan anatomis/struktur saluran kemih, atau adanya penyakit sistemik. Kelainan ini akan
menyulitkan pemberantasan patogen oleh antibiotik.
3. First infection (infeksi pertama kali) atau isolated infection: infeksi saluran kemih yang
baru pertama kali diderita atau infeksi yang didapat setelah sekurang-kurangnya 6 bulan
telah bebas dari ISK.
4. Unresolved bakteriuria: infeksi yang tidak mempan dengan pemberian antibiotic.
Kegagalan ini biasanya terjadi karena mikroorganisme penyebab infeksi telah
resisten/kebal terhadap pemberian antibiotic yang dipilih.
5. Infeksi berulang: timbulnya kembali bakteriuria setelah sebelumnya dapat diterapi dengan
antibiotik pada infeksi yang pertama. Timbulnya infeksi berulang ini dapat berasal dari re-
infeksi atau bakteriuria persistent. Pada reinfeksi, bakteri dapat berasal dari luar saluran
kemih, sedangkan bakteriuria persisten, bakteri penyebab infeksi berasal dari dalam
saluran kemih.
6. Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria): Bakteriuria bermakna menunjukkan
pertumbuhan mikroorganisme murni > 105 colony forming units (cfu/mL) pada biakan
urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai presentasi klinis ISK, yang dinamakan
bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria). Sebaliknya, bakteriuria bermakna disertai
presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria bermakna simtomatik. Pada beberapa

8
keadaan, pasien dengan presentasi klinis ISK tanpa bakteriuria bermakna menyebabkan
negatif palsu pada pasien dengan presentasi klinis ISK.8

3.2 Etiologi
Mikroorganisme penyebab ISK tersering adalah flora normal. Escherichia coli
menyumbang 80% dari infeksi, Klebsiella pneumoniae, Proteus mirabilis, Enterococcus
faecalis, dan Staphylococcus saprophyticus menyumbang 20% sisanya. Infeksi oleh
Staphyloococcus aureus terkait penggunaan kateter atau penyebaran sekunder.7,8

Faktor kerentanan host termasuk obstruksi saluran kemih, stasis/stagnasi urin (misalnya
pengosongan vesika urinaria inkomplit), benda asing (misalnya batu atau selang), hubungan
seksual, diabetes melitus, dan imunokompromais. Infeksi saluran kemih bagian bawah yang
paling sering dengan infeksi uncomplicated (sederhana) superfisial dan merespon terhadap
pengobatan jangka pendek. Keterlibatan saluran kemih bagian atas menunjukkan adanya
infeksi jaringan yang lebih dalam.7

3.3 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup wanita untuk terkena ISK adalah 50% dan 5% berisiko infeksi
berulang. Insidensi tertinggi pada wanita dengan seksual aktif. Wantia usia tua juga berisiko
tinggi karena peningkatan pH vagina. Laki-laki berisiko rendah untuk terkena ISK karena

9
memiliki uretra yang panjang dan memiliki jarak yang jauh antara meatus hingga ke anus.
Insidensi ISK pada lakilaki meningkat seiring pertambahan usia, dapat karena penyakit prostat.
ISK pada laki-laki harus selalu dicari penyebab urologi yang mendasarinya.7 ISK adalah
infeksi pada rawat jalan yang paling umum di Amerika Serikat. Prevalensi ISK meningkat
seiring bertambahnya usia. Prevalensi pada wanita di atas 65 tahun adalah sekitar 20%. Antara
50% dan 60% wanita dewasa akan mengalami setidaknya satu ISK dalam hidup mereka dan
hampir 10% wanita pascamenopause menunjukkan bahwa mereka pernah mengalami ISK
pada tahun sebelumnya. Prevalensi ISK di Indonesia diperkirakan sebanyak 222 juta jiwa dan
umumnya menyerang wanita, namun juga sering ditemukan pada pria.9,10

3.4 Patofisiologi
Saluran kemih atau urine bebas dari mikroorganisme atau steril. Infeksi saluran kemih yang
terjadi pada saat mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berkembang biak di
dalam media urine. Mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih melalui cara:1
1. Ascending
2. Hematogen seperti pada penularan Mycobacterium tuberculosis atau Staphylococcus
aureus
3. Limfogen
4. Langsung dari organ sekitarnya yang sebelumnya telah terinfeksi
Adapun kemampuan dari host untuk menghambat mikroorganisme masuk ke dalam
saluran kemih, dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:1

1. Mekanisme pengosongan urine yang teratur dari vesika urinaria dan gerakan peristaltic
ureter (wash out mechanism)
2. Derajat keasaman (pH) urin yang rendah
3. Adanya ureum di dalam urin
4. Osmolalitas urin yang cukup tinggi
5. Estrogen pada wanita pada usia produktif
6. Panjang uretra
7. Adanya zat antibakteri pada kelenjar prostat atau PAF (prostatic antibacterial factor) yang
terdiri dari unsur Zn

10
8. Uromukoid (protein Tamm-Horsfall) yang menghambat penempelan bakteri pada
urotelium.
9. Urin yang bersifat bakterisidal terhadap hampir sebagian besar bakteri dan spesies
Escherichia coli

Terjadinya infeksi saluran kemih karena:1


1. Sebagian besar mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui cara ascending. Patogen
penyebab ISK pada umumnya adalah mikroorganisme yang berasal dari flora normal usus
dan hidup secara komensal di dalam introitus vagina, prepusium penis, kulit perineum, dan
di sekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui uretra – prostat – vas
deferens – testis (pada pria) – buli-buli – ureter – ginjal. Masuknya mikroorganisme secara
ascending dengan:
a) Kolonisasi bakteri di sekitar uretra
b) Masuknya bakteri melalui uretra ke vesika urinaria
c) Penempelan bakteri pada dinding vesika urinaria
d) Masuknya bakteri melalui ureter ke ginjal
2. Adanya gangguan keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen)
sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini
disebabkan oleh karena pertahanan tubuh dari host yang menurun atau karena virulensi
agent meningkat. Diabetes melitus, usia lanjut, kehamilan, penyakit imunosupresif
merupakan beberapa keadaan yang mempermudah terjadinya infeksi saluran kemih dan
mempersulit tatalaksana.
3. Protein di dalam urin yang bersifat bakterisidal adalah uromukoid atau protein Tamm-
Horsfall (THP). Protein ini disintesis sel epitel tubuli pars ascenden Loop of Henle dan
epitel tubulus distal. Setelah disekresikan ke dalam urin, uromukoid ini mengikat fimbria
bakteri tipe I dan S sehingga mencegah bakteri menempel pada urotelium. Namun, protein
ini tidak dapat berikatan dengan fimbriae P sehingga pada bakteri yang mempunyai jenis
fimbriae ini, mampu untuk menempel pada urotelium. Bakteri jenis ini sangat virulen
dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada usia lanjut, produksi uromukoid menurun,
sehingga mudah terinfeksi ISK.
4. Mekanisme wash out urin yang terganggu. Pertahanan sistem saluran kemih yang paling

11
baik adalah mekanisme wash out urin, yaitu aliran urin yang mampu membersihkan bakteri
yang ada pada urin. Gangguan dari mekanisme ini menyebabkan bakteri mudah melakukan
replikasi dan menempel pada urotelium. Syarat aliran urin adekuat dan mampu menjamin
mekanisme wash out adalah jumlah urin cukup dan tidak adanya hambatan di dalam
saluran kemih. Keadaan yang menghalangi mekanisme wash out adalah stagnasi/stasis urin
dan benda asing di dalam saluran kemih. Stagnasi urin dapat terjadi karena miksi yang
tidak teratur atau sering menahan kencing; obstruksi saluran kemih seperti pada benign
prostatic hyperplasia (BPH), striktur uretra, batu saluran kemih, atau obstruksi karena
sebab lain; adanya kantong-kantong di dalam saluran kemih yang tidak dapat mengalir
dengan baik (misalnya diverticula); adanya dilatasi atau refluks sistem urinaria. Batu
saluran kemih, benda asing di dalam saluran kemih (misalnya pemakaian kateter menetap),
dan jaringan atau sel-sel kanker yang nekrosis; menyebabkan tempat persembunyian
bakteri sehingga sulit untuk dibersihkan oleh aliran urin.

3.5 Klasifikasi
ISK dibagi menjadi ISK bawah dan ISK atas:
1. ISK Bawah
Presentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender:
a) Perempuan
1) Sistitis
Sistitis adalah presentasi klinis infeksi vesika urinaria disertai bakteriuria
bermakna.
2) Sindrom Uretra Akut (SUA)
Sindrom uretra akut adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan
mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis bakterialis.
b) Laki-laki
Presentasi klinis ISK bawah pada laki-laki yaitu sistitis, prostatitis, epididymis, dan
urethritis.
2. ISK Atas
a) Pielonefritis Akut (PNA)
PNA adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri.

12
b) Pielonefritis Kronik (PNK)
PNK adalah akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak
masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria
kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis
kronik yang spesifik. Bakteriuria asimtomatik kronik pada orang dewasa tanpa faktor
predisposisi tidak pernah menyebabkan pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal.

Klasifikasi yang saat ini digunakan, membagi ISK menjadi 2, yaitu ISK non komplikata dan
ISK komplikata.12
1. ISK Non Komplikata
ISK non komplikata dibagi menjadi 3, yaitu sistitis non komplikata, ISK rekuren,
dan pielonefritis akut non komplikata.
a) Sistitis Non Komplikata
Sistitis non komplikata adalah sistitis, bersifat akut, sporadik, atau sistitis rekuren
yang terbatas pada wanita yang tidak hamil tanpa diketahui kelainan anatomi dan
fungsional yang berhubungan dengan saluran kemih atau komorbiditasnya. Faktor risiko
pada wanita usia muda dan premenopause berupa hubungan seksual, penggunaan
spermisida, partner seksual baru, ibu dengan riwayat ISK, riwayat ISK pada masa kanak-
kanak. Faktor risiko pada usia tua dan post menopause berupa riwayat ISK sebelum
menopause, inkontinensia, vaginitis atrofi karena defisiensi estrogen, sistokel, peningkatan
volume urin pasca berkemih, golongan darah, kateterisasi, dan status fungsional yang
memburuk pada wanita tua di rumah jompo. Pada pria, angka kejadiannya hanya sedikit
dan paling sering terjadi pada usia 15- 50 tahun.
b) ISK rekuren
ISK berulang atau rekuren adalah kekambuhan/rekurensi ISK non komplikata
dan/atau komplikata, dengan frekuensi setidaknya tiga ISK per tahun atau dua ISK dalam
6 bulan terakhir.
c) Pielonefritis Akut Non Komplikata
Pielonefritis akut non komplikata adalah infeksi akut pada parenkim dan pelvis
ginjal yang terbatas pada wanita tidak hamil, pre menopause tanpa adanya abnormalitas
dan komorbid yang relevan. Pielonefritis akut non komplikatan ditandai dengan menggigil,

13
demam (>38°C), nyeri pada daerah pinggang yang diikuti dengan bakteriuria dan piuria
yang merupakan kombinasi dari infeksi bakteri akut pada ginjal dengan atau tanpa gejala
sistitis. Wanita dengan pielonefritis akut perlu perhatian khusus, karena infeksi ini
meningkatkan risiko kelahiran prematur.
2. ISK Komplikata
ISK komplikata adalah semua ISK yang tidak termasuk dalam definisi non
komplikata. ISK komplikata terjadi pada individu dengan faktor-faktor tekait dengan host
(misalnya diabetes yang mendasari atau imunosupresi) atau kelainan anatomis atau
fungsional saluran kemih (misalnya obstruksi, berkemih tidak lampias karena disfungsi
musculus detrusor) yang dapat mengakibatkan infeksi yang lebih sulit untuk ditangani
dibandingkan ISK non komplikata.
Kelainan anatomi atau fungsional saluran kemih yang dapat menyebabkan ISK
komplikata antara lain:
a) Obstruksi saluran kemih
b) Benda asing
c) Pengosongan kandung kemih tidak komplit
d) Vesicoureteral reflux
e) Riwayat instrumentasi
f) Organisme penghasil ESBL
g) Infeksi saluran kemih atas pada pria
h) Kehamilan
i) Diabetes melitus
j) Imunosupresi
k) Infeksi terkait pelayanan kesehatan
l) Organisme multi resisten
Infeksi saluran kemih komplikata disebabkan oleh bakteri dengan spektrum yang
lebih luas dibandingkan infeksi saluran kemih non komplikata dan lebih sering resisten
terhadap antibiotik. ISK komplikata diikuti gejala klinis seperti dysuria, urgensi, frekuensi,
kolik, nyeri sudut costovertebra, nyeri suprapubik dan demam. Presentasi klinis dapat
bervariasi dari pielonefritis akut dengan obstruksi berat dengan gejala urosepsis hingga
catheter associated urinary tract infection/ISK terkait kateter pasca operasi, yang membaik

14
secara spontan segera setelah kateter dilepas. ISK terkait kateter adalah ISK yang merujuk
pada orang yang saluran kemihnya saat ini terpasang kateter, atau telah dipasang kateter
dalam 48 jam terakhir. Tanda dan gejalanya yaitu terlokalisasi pada slauran kemih dan
dapat ditemukan manifestasi klinis sistemik yang tidak dapat dijelaskan, misalnya demam.
Gejala infeksi saluran kemih bagian bawah/LUTS dapat disebabkan oleh selain
ISK, misalnya benign prostatic hyperplasia (BPH), gangguan otonom akibat cedera tulang
belakang, dan neurogenic bladder. Kondisi medis seperti diabetes melitus dan gagal ginjal
seringkali ditemukan dalam ISK komplikata.

3.6 Manifestasi Klinis


Gejala-gejala klasik pada ISK antara lain:

1) Disuria, yang dideskripsikan sebagai “panas saat berkemih” atau “seperti kencing kawat
berduri” yang memburuk menjelang akhir atau segera setelah berkemih.
2) Poliuria, yaitu peningkatan frekuensi berkemih
3) Urgensi, yaitu sensasi keinginan yang kuat untuk berkemih, meskipun baru saja
melakukannya
4) Urin berbau menyengat
5) Inkontinensia, yaitu kebocoran urin yang berhubungan dengan keinginan untuk berkemih
6) Nyeri perut bagian bawah yang konstan, tidak hanya pada area genital, tetapi juga di
punggung, panggul, dan perut bagian bawah
7) Malaise yang tidak jelas penyebabnya, nyeri di seluruh tubuh, mual, kelelahan, berkeringat
dingin.

Gejala ISK bervariasi mulai dari tanpa gejala hingga menunjukkan gejala yang
sangat berat akibat kerusakan pada organ-organ lain. Umumnya, infeksi akut yang
mengenai organ padat (ginjal, prostat, epididymis, dan testis) memberikan keluhan yang
hebat, sedangkan infeksi pada organ berongga (vesika urinaria, ureter) memberikan
keluhan yang lebih ringan. ISK lebih sering menyerang wanita muda.7,8
1) Bakteriuria asimtomatik
Bakteriuria asimtomatik merupakan keadaan dimana pasien tidak memiliki gejala
lokal maupun sistemik pada saluran kemih, namun ditemukan bakteriuria pada skrining

15
kultur urin.
2) Uretritis menyebabkan dysuria
3) Pielonefritis akut (PNA)
Presentasi klinis PNA tersering pada wanita usia muda dengan demam tinggi (39,5-
40,5°C), disertai menggigil dan sakit pinggang/tidak nyaman pada daerah costophrenicus
angle (CVA). Pelebaran kapsula renal menstimulasi refleks vagal dan menyebabkan mual
dan muntah. Septicemia ditandai dengan demam tinggi, menggigil, hipotensi, dan dapat
mengancam jiwa. Pada orang lanjut usia, presentasi infeksi saluran kemih bagian atas dapat
tidak spesifik dengan demam, hilangnya mobilitas, dan bingung Presentasi klinis PNA ini
sering didahului gejala ISK bawah (sistitis)
4) ISK bawah (sistitis)
Sistitis mengiritasi daerah trigone vesika urinaria. Presentasi klinis sistitis seperti
dysuria, frekuensi, dan urgensi. Gejala lain seperti nokturia, hesitancy, nyeri suprapubik,
dan gross hematuria.
5) Prostatitis
Prostatitis mencakup abnormalitas infeksi maupun non infeksi pada kelenjar
prostat. Infeksi dapat akut atau kronis, dan hampir selalu akibat bakteri, jarang disebabkan
oleh non-infeksi. Prostatitis bacterial akut ditandai dengan dysuria, frekuensi, dan nyeri di
daerah panggul ataupun perineum. Demam dan menggigil dapat muncul dan gejala
umumnya adalah obstruksi pada saluran kemih. Prostatitis bacterial kronis biasanya
mengikuti episode sistitis berulang, kadang disertai nyeri panggul danperineum. Laki-laki
yang datang dengan sistitis berulang perlu dievaluasi prostatnya.
6) ISK complicated
ISK complicated muncul sebagai episode simtomatik pada sistitis atau pielonefritis
pada pria maupun wanita dengan predisposisi anatomi terhadap infeksi, adanya benda
asing di saluran kemih, atau dengan faktor predisposisi respons yang tertunda terhadap
terapi.

3.7 Diagnosis
Melakukan pengambilan sampel urin untuk diagnosis ISK. Bahan untuk pemeriksaan urin
harus segar dan sebaiknya diambil di pagi hari. Bahan urin yang paling mudah diperoleh adalah

16
urin porsi tengah. Beberapa cara pengambilan sampel antara lain:12
1) Urin Porsi Tengah
a) Pada pria
Pria yang tidak disirkumsisi, kulit preputiumnya ditarik ke belakang dan
dibersihkan, dicuci bersih menggunakan air mengalir sebelum pengambilan sampel. Pasien
diminta berkemih terlebih dahulu (±10 cc), selanjutnya ditampung dalam wadah bermulut
lebar dan steril. Sampel dikirim untuk pemeriksaan dengan mencatat nama, nomor rekam
medis, serta tanggal dan waktu pengambilan sampel.
b) Pada wanita
Pengambilan sampel dengan cara memisahkan kedua labia, mencuci, dan
membersihkan daerah peri uretra dengan kasa lembab; baru dilakukan pengambilan
specimen. Membersihkan dengan antiseptik tidak dianjurkan karena dapat mencemari
spesimen yang dikemihkan dan menyebabkan hasil negatif palsu pada kultur urin. Pasien
diminta berkemih terlebih dahulu (±10 cc), selanjutnya ditampung dalam wadah bermulut
lebar dan steril. Spesimen yang dikemihkan menunjukkan adanya kontaminasi apabila
ditemukan adanya epitel vagina dan laktobasillus pada urinalisis dan bila hal tersebut
terjadi, maka urin harus diambil menggunakan kateter. Penting untuk diberikan catatan
khusus apakah pasien dalam kondisi menstruasi atau tidak.
2) Kateterisasi
Penggunaan kateter hanya diindikasikan pada pasien retensi, inkontinensia urin,
atau tidak memungkinkan untuk dilakukan pengambilan urin porsi tengah. Wanita yang
ditemukan kontaminasi berupa epitel vagina dan/atau laktobasillus pada spesimen, serta
pasien wanita dengan riwayat ISK berulang dengan resistensi antibiotik juga perlu
dilakukan kateterisasi. Pengambilan sampel dengan cara ini lebih akurat dibandingkan urin
yang dikemihkan, namun dapat menyebabkan terjadinya infeksi iatrogenik. Penting untuk
menuliskan sampel berasal dari kateterisasi pada saat pengiriman sampel urin ke
laboratorium.
3) Aspirasi Suprapubik
Aspirasi suprapubik sangat akurat, namun dapat menyebabkan morbiditas.
Tindakan ini direkomendasikan untuk pengambilan sampel urin dan pada pasien dengan
usia > 2 tahun. Sebelum dilakukan tindakan ini, pasien diminta untuk minum banyak

17
sehingga vesika urinaria dalam keadaan penuh. Pada aspirasi suprapubik, urin didapatkan
langsung dari vesika urinaria tanpa melewati uretra. Tempat pungsi aspirasi adalah midline
antara umbilikus dan simfisis pubis, secara langsung pada vesika urinaria yang terpalpasi
atau dilakukan dengan panduan USG.
Bahan urin harus segera dikirim ke laboratorium, karena penundaan akan
menyebabkan bakteri yang terdapat di dalam urin berkembang biak. Sampel harus diterima
maksimum 1 jam setelah penampungan. Sampel harus sudah diperiksa dalam waktu 2 jam.
Setiap sampel yang diterima lebih dari 2 jam setelah pengambilan tanpa bukti telah
disimpan dalam kulkas, seharusnya tidak dikultur dan sebaiknya dimintakan sampel baru.
Bila pengiriman sampel terpaksa ditunda, bahan urin harus disimpan dalam suhu 40°C
selama tidak lebih dari 24 jam.
Pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk
menentukan dua parameter penting ISK yaitu leukosit dan bakteri. Pemeriksaan rutin
lainnya sepertik deskripsi warna, berat jenis dan pH, konsentrasi glukosa, protein, nitrit,
keton, darah, dan bilirubin tetap dilakukan.12
Pemeriksaan dengan dipstick merupakan salah satu alternatif pemeriksaan leukosit
dan bakteri di urin dengan cepat. Untuk mengetahui leukosituria, dipstick akan bereaksi
dengan leucocyte esterase (suatu enzim yang terdapat dalam granul primer neutrofil).
Sedangkan untuk mengetahui bakteri, dipstick akan bereaksi dengan nitrit (yang
merupakan hasil perubahan nitrat oleh enzim nitrate reductase pada bakteri). Penentuan
nitrit sering memberikan hasil negative palsu karena tidak semua bakteri pathogen
memiliki kemampuan mengubah nitrat dan dapat disebabkan pula oleh kadar nitrat dalam
urin yang menurun akibat obat diuretik. Pemeriksaan dipstick digunakan pada kasus
skrining follow up. Apabila kedua hasil menunjukkan hasil negatif, maka tidak diperlukan
kultur.12
Kriteria diagnosis untuk bakteriuria antara lain:12,13
1) ISK inkomplikata
a. ≥ 103 cfu/mL uropatogen dalam urin porsi tengah pada sistitis akut inkomplikata
pada wanita
b. ≥ 104 cfu/mL uropatogen dalam urin porsi tengah pada pielonefritis akut
inkomplikata pada wanita

18
c. ≥ 105 cfu/mL uropatogen dalam urin porsi tengah pada wanita atau ≥ 104 cfu/mL
uropatogen dalam urin porsi tengah pada pria, atau kateterisasi pada wanita dengan
ISK komplikata.
d. Spesimen pungsi aspirasi suprapubik, hitungan bakteri berapapun hasilnya,
dikatakan bermakna.
2) Bakteriuria asimtomatik
Bakteriuria asimtomatik didiagnosis apabila terdapat ≥105 cfu/mL pada urin porsi
tengah pada 2 sampel berturut-turut pada wanita dan 1 sampel tunggal pada pria.
3) ISK terkait kateter ISK terkait kateter/CAUTI
ISK terkait kateter ISK terkait kateter/CAUTI didiagnosis apabila ditemukan ≥103
cfu/mL pertumbuhan bakteri pada 1 sampel specimen pada kateter urin atau urin porsi
tengah pada pasien yang telah dilakukan pencabutan kateter (baik transuretra,
suprapubik, maupun kondom kateter) dalam waktu 48 jam.

3.8 Tatalaksana
Tatalaksana ISK antara lain:8
1. ISK Bawah
Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotik yang
adekuat, dan kalau perlu lakukan terapi simtomatik untuk alkalisasi urin:
a. Hampir 80% pasien akan memberikan respons setelah 48 jam dengan antibiotik tunggal,
seperti ampisilin 3 gram, trimethoprim 200 mg
b. Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (leukosuria), diperlukan terapi
konvensional selama 5-10 hari.
c. Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala
menghilang dan tanpa leukosuria.
Reinfeksi berulang (frequent re-infection)
a) Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif diikuti korelasi faktor risiko
b) Tanpa faktor predisposisi:
1. Asupan cairan banyak
2. Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba dosis tunggal (misalnya
trimethoprim 200 mg)

19
c) Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan

2. ISK Atas
Pada pielonefritis akut, umumnya pasien memerlukan rawat inap untuk memelihara
status hidrasi dan terapi antibiotic parenteral paling sedikit 48 jam. Indikasi rawat inap
pielonefritis akut antara lain:
a) Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotik oral
b) Pasien sakit berat atau debilitasi
c) Terapi antibiotik oral selama rawat jalan mengalami kegagalan
d) Diperlukan investigasi lanjutan
e) Faktor predisposisi untuk ISK complicated
f) Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes melitus, usia lanjut
Perlunya pemberian salah satu dari tiga alternatif antibiotik IV sebagai terapi awal
selama 48-72 jam sebelum diketahui mikroorganisme penyebab:
a) Fluorokuinolon
b) Aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin
c) Sefalosporin dengan spectrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.

3.9 Komplikasi
Komplikasi ISK tergantung dari tipenya, yaitu ISK tipe sederhana (uncomplicated) dan
tipe berkomplikasi (complicated).8
1. ISK sederhana (uncomplicated)
ISK akut tipe sederhana (sistitis) yaitu nonobstruksi dan bukan perempuan hamil
merupakan penyakit ringan (self-limited disease) dan tidak menyebabkan akibat lanjut
jangka lama.
2. ISK tipe berkomplikasi (complicated)
a) ISK selama kehamilan

20
b) ISK pada diabetes melitus.
Penelitian epidemiologi klinik melaporkan bakteriuria dan ISK lebih sering
ditemukan pada DM dibandingkan perempuan tanpa DM. Basiluria asimtomatik (BAS)
merupakan risiko untuk pielonefritis diikuti penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).
Komplikasi emphysematous cystitis, pielonefritis yang terkait spesies candida dan
infeksi gram-negatif lainnya dapat dijumpai pada DM.8 Pielonefritis emfisematosa
disebabkan mikroorganisme pembentuk gas seperti Escherichia coli, Candida spp, dan
Clostridium yang tidak jarang dijumpai pada DM. Pembentukan gas sangat intensif
pada parenkim ginjal dan jaringan nekrosis disertai hematom yang luas. Pielonefritis
emfisematosa sering disertai syok septik dan nefropati akut vasomotor (AVH). Abses
perinefrik juga merupakan komplikasi ISK pada pasien dengan DM (47%),
nephrolithiasis (41%), dan obstruksi ureter (20%).8
Komplikasi lainnya antara lain:1
1) Gagal ginjal akut.
Edema yang terjadi akibat inflamasi akut pada ginjal akan mendesak sistem
pelvikalikes sehingga menimbulkan gangguan aliran urine. Pada pemeriksaan
urogram terlihat spatisitas sistem pelvikalises atau pada pemeriksaan radionuklir,
asupan (uptake) zat radioaktif tampak menurun. Selain itu, urosepsis dapat
menyebabkan nekrosis tubulus ginjal akut.
2) Nekrosis papilla ginjal dan nefritis interstitialis
Infeksi ginjal pada pasien diabetes sering menimbulkan pengelupasan
papilla ginjal dan nefritis interstitialis.

21
3) Batu saluran kemih
Adanya papilla yang terkelupas akibat infeksi saluran kemih serta debris
dari bakteri merupakan awal pembentukan batu saluran kemih. Selain itu, beberapa
bakteri yang dapat memecah urea mampu mengubah suasana pH urin menjadi basa.
Suasana basa ini memungkinkan unsur- unsur pembentuk batu mengendap di dalam
urin dan untuk selanjutnya, membentuk batu saluran kemih
4) Supurasi
Infeksi saluran kemih yang mengenai ginjal dapat menimbulkan abses pada
ginjal yang meluas ke rongga perirenal dan bahkan ke pararenal, demikian pula
yang mengenai prostat dan testis, dapat menimbulkan abses pada prostat dan abses
testis.
5) Urosepsis
Urosepsis adalah keadaan yang mengancam fungsi organ dan jiwa yang
disebabkan oleh kegagalan respon host terhadap infeksi yang berasal dari saluran
kemih. Disfungsi organ dapat dilihat dengan peningkatan skor Sequential (Sepsis-
related) Organ Failure Assessment (SOFA) sebanyak 2 poin atau lebih. Untuk
identifikasi cepat, diciptakan qSOFA yaitu respirasi 22x/menit atau lebih,
perubahan kesadaran, atau tekanan darah sistolik 100 mmHg atau kurang.12

3.10 Prognosis
Sistitis adalah faktor risiko untuk sistitis rekuren dan pielonefritis. Asymptomatic
bacteriuria (ASB/BSA) umum pada pasien lansia dan pasien yang terpasang kateter, namun
tidak menyebabkan risiko kematian. Tanpa adanya abnormalitas anatomi, infeksi rekuren
pada anak dan dewasa tidak menyebabkan pielonefritis kronik atau gagal ginjal. Infeksi
tidak memainkan peran penting dalam nefritis interstitial kronik, dimana etiologi utama
adalah penggunaan analgesik yang salah, obstruksi, refluks, dan paparan toksin. Jika
terdapat abnormalitas ginjal yang mendasarinya (misalnya batu yang menyumbat saluran
kemih), infeksi merupakan faktor sekunder yang mempercepat kerusakan parenkim ginjal.
Pada pasien dengan cedera medulla spinalis, penggunaan kateter urin yang berkepanjangan
dapat menjadi faktor risiko kanker vesika urinaria, oleh bakteriuria kronik yang
menyebabkan inflamasi kronik.14

22
BAB IV

KESIMPULAN

Pada tanggal 22 Januari 2024, telah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada
seorang wanita, usia 17 tahun yang datang dengan keluhan utama nyeri BAK dan perut terasa nyeri
dan panas sejak 7 hari yang lalu.
Pada anamnesis diketahui Pasien mengeluhkan nyeri saat BAK sejak ± 7 hari. Saat BAK
pasien mengatakan urine yang keluar tampak berwarna kuning seperti biasa, menurut pasien tidak
ada bau yang tidak biasa pada urine pasien, pasien merasa leboh sering BAK dan setelah kencing
pasien merasa tidak puas. Pasien mengatakan perut bagian kanan terasa sakit dan panas. Keluhan
disertai demam 2 hari naik turun, sakit pinggang dan terkadang mual. Keluhan lain disangkal.
Pasien merupakan seorang pelajar SMA. Pasien sehari-harinya tinggal bersama orangtua. Pasien
mengatakan sering menahan BAK dan jarang minum air putih.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum baik. Pada pemeriksaan abdomen
ditemukan nyeri tekan suprapubis. Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang ditemukan positif
bakteri pada urine.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien diberikan terapi
medikamentosa berupa paracetamol 3x500 mg selama 5 hari jika demam dan nyeri, ciprofloxacin
2x500 mg selama 5 hari dan domperidon 2x500mg jika mual . Pasien juga diedukasi meminum
obat secara teratur,perbanyak minum air putih, tidak menahan BAK, dan menjaga kebersihan
vagina terutama setelah BAK, hindari penggunaan bahan pembersih vagina.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto; 2015.


2. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 13th edition. United
States: John Wiley & Sons Inc; 2012.
3. Sherwood L. Human Physiology: From Cell to System. 9th edition. Philadelphia: Cengage
Learning; 2016.
4. Flores-Mireles AL, Walker JN, Caparon M, Hultgren SJ. Urinary tract infections:
epidemiology, mechanisms of infection and treatment options. Nat Rev Microbiol.
2015;13(5):269–84.
5. Bono MJ, Reygaert WC. Urinary Tract Infection. [Updated 2021 Jun 23; cited 2021 Nov
30]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021.
6. Tan CW, Chlebicki MP. Urinary tract infections in adults. Singapore Med J.
2016;57(9):485–90.
7. Davey P, Sprigings D. Diagnosis and Treatment in Internal Medicine. First Edition. United
Kingdom: Oxford University Press; 2018.
8. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B Syam AF. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi Keenam. Jakarta: InternaPublishing; 2014.
9. Medina M, Castillo-Pino E. An introduction to the epidemiology and burden of urinary
tract infections. Ther Adv Urol. 2019; 11:1-10.
10. World Health Organization. Pencegahan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang Cenderung
Menjadi Epidemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta: World Health Organization;
2011.
11. Sarkar S. Investigating the Virulence Potential of the Multidrug Resistant Uropathogenic
Escherichia coli ST131 clone. University of Queensland; 2014.
12. Saputra KP, Tarmono, Noegroho BS, Mochtar CA, Wahyudi I, Renaldo J. Panduan Tata
Laksana Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria 2020. Edisi Ke-3. Surabaya: Ikatan Ahli
Urologi Indonesia; 2020.
13. Feather A, Randall D, Waterhouse M. Kumar & Clark’s Clinical Medicine. 10th Edition.
London: Elsevier; 2021.

24
14. Loscalzo J, Kasper DL, Longo DL, Faucy AS, Hauser SL, Jameson JL. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 21st Edition. New York: McGraw Hill LLC; 2022.
15. Purnamasari L. Faktor risiko, klasifikasi dan terapi sindrom dispepsia. Cermin Dunia
Kedokteran. 2017 Dec 1;44(12):870-3.
16. Purnamasari L. Faktor risiko, klasifikasi dan terapi sindrom dispepsia. Cermin Dunia
Kedokteran. 2017 Dec 1;44(12):870-3.
17. Shaikh N, Shope TR, Hoberman A, Vigliotti A, Kurs-Lasky M, Martin JM. Association
Between Uropathogen and Pyuria. Pediatrics. 2016; 138(1): e20160087.
18. Katzung BG, Vanderah TW. Basic & Clinical Pharmacology. 15th Edition. San Franscisco:
McGraw Hill; 2021

25
26

Anda mungkin juga menyukai