Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SEJARAH JEPANG

SHOWA

Dosen Pengampu : Dewi Saraswati Sakariah, M.Si

Disusun oleh:

1. Arina Faza (13020222140088)


2. Inti Nurlailli (13020222140092)
3. Aliya Datri (13020222140117)
4. Rheyna Maheswari Z. (13020222140124)
5. Ardhiza Wahyu Gemintang (13020222140145)
6. Fathan Bilad (13020222140160)

BAHASA DAN KEBUDAYAAN JEPANG


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1
BAB 1 2
PENDAHULUAN 2
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Rumusan Masalah 2
BAB 2 3
PEMBAHASAN 3
2.1 Militer Jepang 3
2.2 Imperialisme Jepang 4
2.2.1 Invasi Manchuria 4
2.2.2 Perang Tiongkok-Jepang Kedua dan Ekspansi ke Asia Timur 5
2.2.3 Perang Pasifik dan Imperialisme Jepang di Pasifik. 6
2.2.4 Dampak Imperialisme Jepang 7
2.3 Hubungan dengan Tetangga dan Dunia 7
2.3.1 Dua puluh satu tuntutan 8
2.3.2 Pembantaian Nanjing (The Nanjing Massacre) 9
2.3.3 Insiden Jembatan Marco Polo 9
BAB 3 10
KESIMPULAN 10
DAFTAR PUSTAKA 11

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Zaman Showa adalah periode sejarah di Jepang yang berlangsung dari tahun 1926
hingga 1989. Era ini dipandang sebagai zaman modern Jepang dan mencakup beberapa
peristiwa penting dalam sejarah negara tersebut.

Pada awal Zaman Shōwa, Jepang mengalami transformasi sosial, politik, dan
ekonomi yang besar. Menurut Kamarudin (2021) “Jepang sendiri adalah negara yang kuat
dan bisa memberikan dampak besar terhadap dunia terutama dengan teknologinya. Bukan
hanya dalam bidang teknologi tapi juga bidang perekonomian, bidang politik, dan bidang
kebudayaan. Secara tidak langsung juga memberikan dampak yang besar dari segi
kebudayaan.”Negara ini berubah dari monarki konstitusional menjadi negara otoriter yang
memasuki Perang Dunia II. Setelah kekalahan dalam perang, Jepang mengalami pendudukan
Sekutu mengadopsi konstitusi baru pada tahun 1947 yang masih berlaku hingga saat ini.

Jepang juga mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, yang membawanya
menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Selain itu, percetakan uang baru juga
dilakukan untuk mendorong transaksi perdagangan pasca Perang Dunia II Ochno, (2016).
Era Showa juga menyaksikan perkembangan dalam seni, budaya populer, dan teknologi,
dengan munculnya banyak inovasi dalam industri seperti otomotif dan teknologi elektronik.

Menurut artikel terbaru Reditya (2022) pada tahun 1989, Kaisar Hirohito meninggal,
dan era Showa berakhir. Ini diikuti oleh Era Heisei, yang berlangsung hingga tahun 2019
ketika Kaisar Akihito turun tahta dan dimulainya Era Reiwa di Jepang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana militerisme Jepang pada era Showa?


2. Bagaimana kebijakan imperialisme Jepang pada era Showa?
3. Bagaimana hubungan Jepang dengan tetangga dan dunia pada era Showa?

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Militer Jepang

Militerisme telah berkembang ketika masa Meiji. Militerisme era Meiji merupakan
titik awal dari militerisme yang bersifat sentralistik, nasionalis dan modern. Hal inilah yang
kemudian memicu perang Boshin dan perang Satsuma. Perang tersebut terjadi ketika
golongan militer feodal dari Tokugawa dan Samurai menolak upaya pembangunan
militerisme modern ala Meiji.
Kemenangan Jepang atas China pada tahun 1895 dan Rusia tahun 1905 membawa
motivasi baru bagi penguatan militerisme Jepang sekaligus membuktikan bahwa militerisme
dapat mengantarkan Jepang menjadi aktor imperialisme di Asia. Meiji telah meletakan suatu
fondasi militerisme yang sangat penting, yaitu pemahaman bernama Fokoku Kyouhei yang
berarti “Negara Kaya, Militer Kuat”. Kemenangan ini kemudian berpengaruh pada
tumbuhnya pengaruh militer pada masa Taisho dan Showa.
Zaman Shōwa berlangsung pada masa pemerintahan Kaisar Shōwa (Hirohito), sejak
Kaisar Hirohito naik tahta pada 25 Desember 1926 hingga wafat pada 7 Januari 1989.
Menurut Nadya dan Sephia (2019), zaman ini ditandai dengan awal kehancuran
perekonomian Jepang akibat krisis dunia. Arti Showa sendiri berasal dari kanji yang bila
diterjemahkan terdapat arti "kedamaian yang cerah".
Zaman Showa juga disebut sebagai zaman dengan pemerintahan yang cukup panjang.
Militer bersenjata yang kuat muncul pada zaman ini dan dibentuk sebelum menghadapi
perang dunia II. Sejak zaman Showa, Jepang sudah dikenal dengan negara yang pantang
mundur dan tidak mau kalah. Selama zaman Shōwa, Jepang memasuki periode
totalitarianisme politik, ultranasionalisme, dan fasisme yang berpuncak pada invasi ke
Tiongkok pada tahun 1937. Menurut Nadya (2019), Peristiwa tersebut merupakan bagian dari
masa konflik dan kekacauan di seluruh dunia, seperti halnya Depresi Besar dan Perang Dunia
II.
Zaman showa sendiri dibagi menjadi 3 era tahap yaitu era permulaan sampai dengan
kekalahan perang dunia II, Jepang Modern, dan era meninggalnya kaisar Showa. Militer pada
zaman Showa adalah militer yang sangat amat kuat. Hal ini terbukti dari 4 peristiwa besar
yang dialami Jepang pada Era Showa. Peristiwa Manchuria, peristiwa di dalam negeri,

3
perang Jepang-China, dan yang terakhir adalah Dai Ni Ji Sekai Taisen atau perang dunia ke
II.
Sebelum menuju perang dunia II, Jepang sempat mengalami sebuah gerakan bernama
kudeta ultranasionalis. Menurut Gibran (2020), perwira yang menggerakan ultranasionalis
adalah perwira muda yang ingin membentuk militer totaliter dengan menyuarakan kodo dan
melakukan restorasi showa. Pada masa ini, terbentuklah pasukan militer Jepang yang telah
dibekali pendidikan militer ketat, dan terciptanya fraksi angkatan darat maupun laut.

2.2 Imperialisme Jepang

Menurut Mikiso Hane (1992), Zaman Showa (1926-1989) dimulai sejak diangkatnya
Kaisar Hirohito pada tanggal 25 Desember 1926 setelah kematian Kaisar Yoshihito yang
sebelumnya memerintah pada Zaman Taisho. Terjadinya Great Depression pada tahun 1929
yang melanda hampir seluruh dunia dan tekanan dari imperialisme bangsa Barat membuat
Jepang yang tidak memiliki SDA yang melimpah harus menginvasi negara lain. Meskipun
hal itu tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh bangsa Barat, Jepang tetep melakukan
kebijakan imperialisme ke negara lain untuk mempertahankan negaranya sendiri.
2.2.1 Invasi Manchuria
Kebijakan imperialisme pada Zaman Showa diawali dengan dilakukannya
Invasi Manchuria pada tahun 1931. Dalam buku yang berjudul The China Year Book
yang ditulis oleh Woodhead (1921) tertulis bahwa, nama Manchuria berasal dari nama
kota di daerah pedalaman dinasti Ching yang dijuluki sebagai Three Eastern
Province.
Manchuria merupakan kebijakan ekspansionis yang dimiliki oleh Rusia di
daratan China yang sudah terjadi sejak 1902. Menurut Nish dalam bukunya yang
berjudul "China and The Russo Japanese War" yang ditulis pada tahun 2004,
melemahnya China pada masa itu, dimanfaatkan oleh Jepang yang selalu ingin
merebut China yang saat itu sedang dibawah kekuasaan Rusia karena kekalahannya
dalam perang melawan Negara Eropa pada akhir abad ke-19.
Tentara Jepang memulai insiden pengeboman oleh salah satu opsir junior
Jepang, di jalur kereta api di Mukden, Manchuria Selatan atau yang dikenal dengan
Insiden Mukden. Setelah itu, Jepang memanfaatkan situasi tersebut untuk
melayangkan penyerbuan dan merebut Manchuria dari tangan Rusia. Perang itu
dimenangi oleh pihak Jepang. Jepang mendirikan negara boneka di wilayah tersebut

4
dan diberi nama wilayah Machunkou. Namun pada akhirnya, Jepang secara resmi
mengakhiri invasinya ke wilayah Manchuria dengan adanya perjanjian genjatan
senjata yang ditandatangani oleh pihak Jepang dan China pada tanggal 31 Mei 1933.

2.2.2 Perang Tiongkok-Jepang Kedua dan Ekspansi ke Asia Timur


Setelah terjadinya berbagai konflik antara Jepang dan China membuat China
resah. Mereka sampai meminta pertolongan dari Liga Bangsa-Bangsa dan Rusia
untuk menyelesaikan konflik mereka. Namun, konflik antara Jepang dan China tidak
kunjung selesai dan semua bantuan tidak bisa mengakhiri konflik tersebut.
Sekali lagi, Jepang secara resmi menyatakan perang menginvasi Tiongkok
untuk yang kedua kalinya pada Perang Tiongkok-Jepang II yang berlangsung dari
tahun 1937-1945. Hardjosoebroto (1976) berpendapat, Jika pada Perang Tiongkok I,
Jepang mengincar Korea yang pada saat itu sedang jatuh di tangan China. Sekarang
pada Perang Tiongkok-Jepang II, demi kesejahteraan ekonomi Jepang dan cita-cita
lama Jepang untuk membentuk daerah ekonomi Jepang Mandsyoekwo-Tiongkok
yang tertutup. Jepang bertujuan menginvasi dan mengeksploitasi secara penuh
wilayah China itu sendiri.
Perang ini didorong oleh meletusnya Insiden Jembatan Marcopolo pada
tanggal 7-9 Juli 1937. Menurut Soebantardjo (1958), insiden ini merupakan skenario
yang dibuat oleh Jepang sampai mengakibatkan terjadinya insiden baku tembak antara
pihak Jepang dan China. Insiden inilah yang sengaja dibuat oleh Jepang sebagai
alasan untuk memulai Perang Tiongkok-Jepang II. Perang terus terjadi dari tahun
1937-1941 dimana China berjuang sendiri melawan Jepang.
Menurut Cawthorne (2008), pada rentetan perang tersebut, Jepang berhasil
mengambil Manchuria, Taiwan dan Kepulauan Pescadores. Namun pada tahun 1941,
setelah terjadi Insiden Pearl Harbour. Hal ini menyebabkan kemenangan China di
pertempuran Changsa pada 11 Oktober 1941. Namun, Jepang tidak menyerah begitu
saja. Mereka mengangkat Perdana Menteri baru, Hideki Toji, yang malah
merencanakan ekspansi ke seluruh wilayah Asia dan memulai Perang Pasifik.
Jepang yang berhasil menguasai beberapa negara di Asia, pada akhirnya harus
mundur karena Insiden Pengeboman Nagasaki dan Hiroshima oleh Amerika. Perang
Tiongkok-Jepang II dimenangkan oleh Tiongkok/China. Seluruh wilayah rampasan
Jepang harus dikembalikan, termasuk wilayah rampasan perang di China. Menurut

5
Taniputera (2009), hal tersebutlah yang menandakan resminya akhir dari Perang
Tiongkok-Jepang II pada tanggal 9 September 1945.

2.2.3 Perang Pasifik dan Imperialisme Jepang di Pasifik.


Jepang bergabung dalam Perang Dunia II sebagai bagian dari Blok Poros dan
terlibat dalam pertempuran dengan Amerika Serikat dan Eropa di Pasifik. Untuk
menguasai wilayah Hindia Belanda dengan leluasa, Jepang perlu melumpuhkan
kekuatan sekutu di Pasifik dan Asia Tenggara yaitu di Pearl Harbour. Menurut
pendapat Nasution (1976), pada tanggal 8 Desember 1941, Jepang memulai
penyerangan dengan melakukan pengeboman pada pangkalan angkatan laut Amerika
di Pearl Harbour. Hal itu merupakan suatu pukulan terbesar dalam sejarah Amerika.
Tentara Yamashita menyerbu wilayah Asia Tenggara, dan mereka berhasil merebut
Kuala Lumpur.
Serangan penuh resiko itu dilakukan Jepang karena mereka merasa terancam
dengan keberadaan bangsa Eropa dan Amerika Serikat di sekitar Jepang. Mereka
berpikir kalau pada suatu saat mereka akan menguasai Jepang. Namun, pertempuran
itu pada akhirnya mengakibatkan kerugian besar di kedua belah pihak. Hal tersebut
lah yang nantinya akan menyebabkan terjadinya pengeboman di Hiroshima dan
Nagasaki yang membuat Jepang menyerah pada sekutu pada tahun 1945.
Pada Zaman Showa, Perang Pasifik terjadi dikarenakan Jepang tertahannya
pasokan minyak yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Akibatnya, Jepang kehilangan
persediaan bahan bakar untuk industri dan militernya. Alasan inilah yang membuat
Jepang melakukan ekspansi wilayah, untuk mendapatkan SDA tersebut.
Jepang menjajah beberapa wilayah di Asia, termasuk Korea dan Taiwan, untuk
mengambil alih sebagian besar wilayah Pasifik yang sebelumnya menjadi jajahan
Eropa, seperti Filipina, Malaysia, dan Indonesia. Mereka melakukan ini dalam upaya
untuk mengendalikan jalur perdagangan dan sumber daya alam untuk kebutuhan
negara dan kebutuhan perang. Kebanyakan negara di kawasan Asia Tenggara tengah
diduduki oleh bangsa Eropa. Inggris menguasai Myanmar, Malaysia, dan Kalimantan.
Perancis menguasai Kamboja, Laos, dan Vietnam. Spanyol menguasai Filipina.
Kemudian Belanda menguasai Indonesia.

6
2.2.4 Dampak Imperialisme Jepang
Dampak imperialisme yang dirasakan negara yang diduduki Jepang pada
Zaman Showa.
1. Eksploitasi Sumber Daya Alam: Jepang mengeksploitasi sumber daya alam
di wilayah-wilayah yang mereka duduki, yang mendukung pertumbuhan
industri mereka, seperti minyak, bijih besi, dan komoditas lainnya.
2. Penyebaran Budaya dan Sistem Pemerintahan: Jepang sering kali mencoba
menyebarkan budaya, bahasa dan bahkan sistem pemerintahan mereka di
wilayah yang didudukinya.
3. Ketegangan Sosial dan Politik: Wilayah-wilayah yang diduduki oleh Jepang
sering mengalami ketegangan sosial dan politik karena upaya Jepang yang
sering mengubah budaya dan sistem pemerintahan di wilayah yang
didudukinya.

Dampak imperialisme yang dirasakan Jepang di dalam negeri pada Zaman


Showa.
1. Perubahan Nilai, Norma Sosial, Budaya dan Identitas Nasional: Setelah
terbukanya Jepang pada dunia luar, banyak negara barat yang masuk dan
menyebarkan budaya dan pengaruh mereka disana, sehingga banyak budaya
asli Jepang yang sudah mulai dilupakan.
2. Reformasi dan Perubahan Sistem Politik dan Pemerintahan: Setelah
berada dibawah kepemimpinan kaisar Hirohito, Jepang mengalami reformasi
yang mempengaruhi tatanan politik dan masyarakat Jepang yang diwajibkan
ikut berperang..
3. Krisis Ekonomi dan Kelaparan: Selama masa perang, Jepang mengalami
krisis pangan dan gagal panen besar-besaran. Anggaran pemerintahan hanya
fokus pada jalannya peperangan. Sehingga, kebutuhan masyarakat tidak
terpenuhi dan mengakibatkan krisis ekonomi dan kemiskinan pada kalangan
masyarakat biasa di Jepang.

2.3 Hubungan dengan Tetangga dan Dunia

Periode Showa Pra-Perang dunia II memiliki serangkaian hubungan Jepang


dengan negara-negara sekitar, salah satunya adalah China. Jepang dan China

7
memiliki hubungan yang tegang sekitar tahun 1930-an karena ekspansionisme
agresif Jepang di China. Diawali dari Invasi Manchuria kemudian meningkat
menjadi invasi Jepang dalam skala penuh ke seluruh China, dikenal sebagai Perang
Tiongkok-Jepang Kedua (1937-1945). Dalam kurun waktu tersebut, Jepang
menginvasi Tiongkok dan melakukan kejahatan perang seolah hal yang lumrah.
2.3.1 Dua puluh satu tuntutan
Dua Puluh Satu Tuntutan adalah serangkaian tuntutan yang dibuat oleh
pemerintah Jepang ke China selama Perang Dunia I. Menurut Akagi (1936)
Setelah melalui kemenangannya dalam Perang Tiongkok-Jepang Pertama dan
Perang Rusia-Jepang, Jepang telah mendapatkan lingkup pengaruh yang besar
di China utara dan Manchuria, dengan demikian Jepang telah bergabung pada
barisan imperialis Eropa dalam memperebutkan pembangunan dominasi
politik dan ekonomi atas Kekaisaran China di bawah dinasti Qing. Dengan
penggulingan dinasti Qing dalam Revolusi Xinhai, dan pembentukan Republik
Tiongkok yang baru, Jepang melihat kesempatan untuk lebih memperluas
posisinya di Tiongkok.
Menurut Lowe (1969) Tuntutan tersebut diajukan pada Januari 1915,
dirancang untuk memberikan Jepang kekuasaan regional dan memperluas
kendali atas China juga menandai awal penolakan Jepang terhadap kuasa
negara Barat untuk membagi wilayah dan kekuasaan di China. Tuntutan
tersebut menjadikan Jepang sebagai target utama nasionalis Tiongkok. 5
pengelompokkan dari dua puluh satu tuntutan tersebut adalah:
1. Tuntutan teritorial: Pengakuan dominasi Jepang di Shandong, Manchuria
selatan, dan Mongolia Dalam timur.
2. Tuntutan ekonomi: Jepang berusaha untuk mengakui kepentingan
khususnya di kompleks industri di China tengah dan melarang China
memberikan konsesi pantai atau pulau lebih lanjut kepada kekuatan
asing kecuali Jepang.
3. Tuntutan politik: Jepang menuntut hak untuk campur tangan dalam
urusan internal dan untuk mendirikan protektorat atas China.
4. Tuntutan budaya: Jepang meminta hak untuk mengajar bahasa Jepang di
sekolah-sekolah China dan untuk mempromosikan budaya dan bahasa
Jepang di China.

8
5. Tuntutan militer: Jepang menuntut hak untuk menempatkan pasukan,
menggunakan pelabuhan dan kereta api China untuk tujuan militer.
2.3.2 Pembantaian Nanjing (The Nanjing Massacre)
Disebut juga pemerkosaan Nanjing, merupakan pembunuhan massal
warga sipil Tiongkok di Nanjing, ibu kota Republik Tiongkok setelah
Pertempuran Nanking dalam Perang Sino-Jepang Kedua, oleh Tentara
Kekaisaran Jepang. Dilansir dari artikel yang ditulis Augustyn (2020)
Peristiwa memilukan ini terjadi dalam kurun waktu sekitar 6 minggu pada
tanggal 13 Desember 1937 sampai Januari 1938 dan memakan
200.000-300.000 korban jiwa. Dilansir dari buku “A Dark Page In History”,
Lu (2012) menceritakan kekejaman tentara Jepang terhadap warga sipil
beserta aktivitas mereka dalam pembantaian Nanjing, seperti pemerkosaan,
penjarahan, eksekusi massa, dan pembakaran wilayah.
2.3.3 Insiden Jembatan Marco Polo
Insiden Jembatan Marco Polo (Insiden Lugouqiao) terjadi pada 7 Juli
1937, di distrik Beijing antara Tentara Revolusioner Nasional Tiongkok dan
Tentara Kekaisaran Jepang. Dilansir dari ThoughtCo. Szczepanski (2019)
mengatakan Insiden tersebut disebabkan oleh perselisihan tentang seorang
tentara Jepang yang hilang, kemudian pasukan kecil Jepang menuntut masuk
ke kota bertembok Wanping untuk mencarinya. Garnisun China yang bertugas
di sana menolak masuknya tentara Jepang, setelah itu terdengar suara
tembakan, yang menyebabkan kedua belah pihak berakhir saling menembak.
Beberapa penyebab atas insiden Jembatan Marco polo, antara lain:
1. Perselisihan atas seorang tentara Jepang yang hilang
2. Permintaan Jepang untuk menggeledah kota bertembok Wanping
3. Penolakan garnisun China untuk mengizinkan masuknya Jepang
4. Sebuah tembakan terdengar, yang menyebabkan kedua belah pihak
saling menembak

9
BAB 3

KESIMPULAN

Zaman Showa berlangsung selama 64 tahun (1926-1989) dan merupakan periode


terlama di bawah kepemimpinan Kaisar Hirohito. Kemiliteran Jepang yang kuat muncul pada
periode ini dan Jepang dikenal sebagai negara yang pantang mundur. Hal ini dibuktikan oleh
peristiwa penginvansian Manchuria, peristiwa di dalam negeri, perang Jepang-China, dan
Perang Dunia II.
Pada tahun 1929, Jepang mengalami Great Depression sehingga menginvasi negara
lain dan melakukan kebijakan imperialisme ke negara lain untuk mempertahankan negaranya.
Dikarenakan melakukan hal tersebut, terdapat dampak imperialisme yang dirasakan oleh
negara yang diduduki Jepang, seperti pengeksploitasian SDA, penyebaran budaya dan sistem
pemerintahan oleh Jepang, dan ketegangan dalam aspek sosial dan politik.
Namun, Jepang juga merasakan dampak imperialisme di dalam negeri. Di antaranya
adalah perubahan dalam nilai, norma sosial, budaya, dan identitas nasional. Lalu terjadinya
reformasi dan perubahan sistem politik dan pemerintahan. Jepang juga mengalami
perkembangan pada bidang ekonomi dan pendidikan yang pesat setelah masa perang.
Kemajuan negara Jepang yang sangat besar ini menjadikan Jepang sebagai negara yang
memiliki pengaruh penting dalam perekonomian dunia.
Beberapa hal yang terjadi dalam Era Showa sebelum PD II juga mempengaruhi
hubungan Jepang terhadap negara sekitar, khususnya China. Kekejaman Militer Jepang pada
saat itu menimbulkan beberapa konflik dengan China. Invasi Manchuria merupakan awal
ekspansi yang dilakukan oleh Jepang, hal ini memperoleh serangkaian insiden seperti Dua
Puluh Satu Tuntutan, Pembantaian Nanjing, dan Insiden Jembatan Marcopolo.

10
DAFTAR PUSTAKA

Augustyn, A. (2023). Nanjing Massacre | History, Summary & Facts | Britannica.


https://www.britannica.com/event/Nanjing-Massacre
Cathworne, N. (2008). Tiran 100 Diktator dan Penguasa Paling Kejam dalam Sejarah.

KARISMA Publishing Group.

Hardjosoebroto, S. (1976). Pengantar Sejarah Perekonomian Dunia. Universitas Gajah

Mada.

Kamarudin, H. M. (2021). Perubahan dan Penerapan Gerakan serta Properti pada Tarian

Yosakoi sejak Zaman Showa sampai Zaman Reiwa. Universitas Darma Persada.

Lowe, P. (1969). The Twenty-one Demands. Dalam P. Lowe, Great Britain and Japan

1911–15 (hlm. 220–266). Palgrave Macmillan UK.

https://doi.org/10.1007/978-1-349-00344-0_8

Lu, S. (Ed.). (2012). A dark page in history: The Nanjing Massacre and post-massacre social

conditions recorded in British diplomatic dispatches, admiralty documents, and U.S.

Naval Intelligence reports. University Press of America, Inc.

Mikiso, H. (1992). Modern Japan: A Historical Survey. Westview Press.

Nish, I. (2004). China and The Russo Japanese War.

Pangestu, N. S., & Nurfadina, S. (2019). Makalah Era Showa. Universitas Negeri Padang.

Reditya, T. H. (2022). 7 Januari 1989: Kaisar Hirohito Meninggal Dunia.

https://www.kompas.com/global/read/2022/01/07/113000070/7-januari-1989--kaisar-

hirohito-meninggal-dunia

Soebantardjo. (1958). Sari Sedjarah Asia—Australia. Bobkri.

Szczepanski, K. (2023). What Was the Marco Polo Bridge Incident? ThoughtCo.

https://www.thoughtco.com/the-marco-polo-bridge-incident-195800

Taniputera, I. (2009). History of China. Ar-Ruzz Media.

Woodhead, H. G. W. (1921). The China Year Book. Tientsin Press.

11

Anda mungkin juga menyukai