Anda di halaman 1dari 8

KEMENTERIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA


FAKULTAS EKONOMI
Kampus Universitas Negeri Jakarta, Gedung M, Jalan Rawamangun Muka, Jakarta 13220
Telepon (021) 4721227, Fax: (021) 4706285, Surat Elektronik: fe@unj.ac.id
Laman: fe.unj.ac.id

Menuju Era Uang Rupiah Digital, Sudah Siapkah Indonesia?


Oleh: Annisa Salsabila (1705621036)

Adaptasi teknologi sudah mulai dilakukan oleh para pelaku usaha dan juga konsumen. Di era
digital seperti ini, kegiatan perekonomian sebagian besar sudah memanfaatkan kecanggihan
digital. Pertanyaannya, apakah Indonesia sudah siap menghadapi transformasi keuangan digital?
Transformasi keuangan digital merupakan suatu keniscayaan. Arah dari transformasi ini tentu
ingin menciptakan suatu lingkungan baru yang tidak bergantung pada penggunaan pembayaran
secara tunai (less cash society). Salah satu bentuk transformasi keuangan digital yang akan
dilakukan oleh pemerintah melalui Bank Indonesia selaku bank sentral adalah dengan
menerbitkan suatu jenis uang baru berbentuk digital yang dinamakan CBDC Rupiah Digital.

Mengenal Central Bank Digital Currency (CBDC)


Istilah CBDC belum bisa diartikan secara harfiah karena merupakan istilah baru yang masih
perlu dikembangkan. Namun, secara umum CBDC merujuk pada mata uang digital yang
diterbitkan oleh bank sentral selaku otoritas moneter negara. Central Bank Digital Currency
(CBDC) atau dalam bahasa Indonesia berarti mata uang digital bank sentral, merupakan bentuk
mata uang digital yang dikeluarkan oleh bank Indonesia. CBDC adalah mata uang fiat yang
berarti CBDC tidak didukung oleh komoditas fisik seperti emas dan perak. Dalam konteks
konvensional, sebelumnya uang fiat berbentuk uang kertas dan koin, tetapi kecanggihan
teknologi telah memberikan kemungkinan bagi pemerintah dan lembaga keuangan dalam
menciptakan model uang berbasis digital untuk melengkapi kegunaan uang fiat fisik. Tujuan
utama CBDC adalah untuk menyediakan bisnis yang mengusung keandalan transfer,
kenyamanan, aksesibilitas, dan keamanan finansial. CBDC juga dapat mengurangi biaya
pemeliharaan yang dibutuhkan sistem keuangan yang kompleks, mengurangi biaya transaksi, dan
memberikan opsi kepada konsumen untuk menggunakan metode transfer uang alternatif yang
memiliki biaya lebih rendah. Sejatinya, CBDC bukanlah uang digital yang dapat menggantikan
fungsi uang kartal tetapi menjadi salah satu pelengkap dalam kemudahan melakukan transaksi
digital. Ada dua jenis CBDC, yaitu Wholesale CBDC (w-CBDC) dan Retail CBDC (r-CBDC).
Lembaga keuangan merupakan pengguna utama dari w-CBDC. Bank sentral memberikan
lembaga keuangan sebuah rekening untuk menyimpan dana atau menggunakannya untuk
melakukan transfer antar bank. Sementara itu, r-CBDC dapat digunakan oleh publik yaitu
konsumen dan para pelaku bisnis lain.

Proyek Garuda: Menavigasi Arsitektur Digital Rupiah


Bank Indonesia mulai berfokus dalam pengembangan sistem pembayaran, kemajuan keuangan,
dan teknis melalui penggunaan mata uang digital. Bank Indonesia mempublikasikan rencana
penerbitan secara tertulis (white paper) pada tanggal 30 November 2022 mengenai
pengembangan Central Bank Digital Currency (CBDC) bernama “Rupiah Digital” melalui
sebuah program yang dinamakan Proyek Garuda. Bank Indonesia merencanakan penerbitan
CBDC Rupiah Digital menggunakan private blockchain yang tersentralisasi sehingga bank
sentral dapat mengontrol secara penuh semua kebijakan terkait CBDC Rupiah Digital. Proyek ini
merupakan langkah inisiatif strategis yang diajukan oleh Bank Indonesia dalam mengusung
rangkaian proyek eksperimen uang digital, baik dari sisi wholesale maupun ritel. Publikasi white
paper memberikan pedoman informasi mengenai desain level atas (high-level design) yang
memuat besaran substansi atas rencana pengembangan Digital Rupiah.

Indonesia bukan satu-satunya negara yang mencoba mengembangkan CBDC. Berdasarkan data
Atlantic Council, hingga tahun 2023 setidaknya ada 105 negara yang mewakili 95% GDP global
mulai mengeskplorasi pengembangan CBDC. Dari 105 negara tersebut ada beberapa negara
yang sudah merilis CBDC secara resmi. Contohnya Bahama yang menjadi negara pertama
pengguna CBDC yang diberi nama Sand Dollar, Eastern Carribean Central Bank yang mencakup
tujuh negara memberi nama CBDC-nya dengan sebutan DCash, India (Digital Rupee), Nigeria
(e-Naira), Jamaica (JamDex). Selain itu, ada beberapa negara yang masih berada dalam proses
pengembangan CBDC, seperti Cina (e-CNY) dan Swedia (e-Krona).

Hingga akhir tahun 2023, Bank Indonesia belum mengumumkan tanggal resmi perilisan CBDC
Rupiah Digital. Namun, berdasarkan rancangan timeline pengembangan CBDC Rupiah Digital,
jenis uang digital ini diperkirakan akan rilis antara tahun 2024-2025. Timeline rencan
pengembangan CBDC Rupiah Digital sebagai berikut,
Tahun 2022: Bank Indonesia menerbitkan white paper rencana pengembangan Rupiah Digital.
Tahun 2023: Bank Indonesia melakukan pilot program Rupiah Digital.
Tahun 2024: Bank Indonesia merilis Rupiah Digital secara resmi.
Tahun 2025: Rupiah Digital sudah terintegrasi ke dalam sektor perekonomian Indonesia.

Ada tiga pertimbangan Bank Indonesia pada proses proof of concept CBDC Rupiah Digital.
Pertama, kesiapan teknologi, komunikasi, dan implikasi dari sisi industri. Kedua, kompatibilitas
CBDC Rupiah Digital dengan teknologi digital. Terakhir, kesiapan rencana pengembangan
CBDC Rupiah Digital mulai dari struktur model bisnis hingga penggunaan teknologi. Sudah
banyak negara yang mengeksplorasi dan mengembangkan mata uang digital negara mereka
sendiri. Seiring berkembangnya kecanggihan teknologi, maka kemungkinan akan semakin
banyak negara yang menerbitkan CBDC di masa depan. Untuk itu, dapat dikatakan bahwa
pemerintah Indonesia cepat tanggap dan ambisius dalam mengusung dan mendukung industri 4.0
dan berusaha mengimplementasikannya di berbagai sektor terutama sektor perekonomian dengan
cara mengembangkan CBDC Rupiah Digital.
Perbedaan CBDC Rupiah Digital dengan Cryptocurrency
Secara teknik, CBDC memang tergolong sebagai mata uang digital. Di Indonesia,
cryptocurrency dipandang sebagai aset komoditas bukan dipandang sebagai alat transaksi
pembayaran. Untuk itu, berdasarkan fungsi Rupiah Digital yang akan digunakan sebagai mata
uang rupiah resmi pada transaksi pembayaran, maka dapat dikatakan bahwa CBDC Rupiah
Digital berbeda dengan cryptocurrency. Berikut poin-poin perbedaan antara CBDC dengan
cryptocurrency:
 CBDC adalah bentuk digital dari uang bank sentral, sedangkan cryptocurrency tidak
memiliki otoritas penerbitan atau pengatur pusat.
 CBDC didasarkan pada nilai mata uang fiat suatu negara, sedangkan cryptocurrency
merupakan aset digital pada jaringan terdesentralisasi.
 CBDC diatur dan dikendalikan oleh bank sentral, sedangkan cryptocurrency hampir selalu
terdesentralisasi yang berarti tidak dapat diatur oleh otoritas tunggal seperti bank.
 CBDC merupakan uang legal yang dapat disimpan disuatu rekening, sedangkan
cryptocurrency harus disimpan dalam suatu dompet digital tertentu.

Perbedaan CBDC Rupiah Digital dengan Electronic Wallet


Electronic wallet (e-wallet) merupakan dompet digital yang memungkinkan penggunanya untuk
menyimpan uang dan melakukan transaksi secara digital menggunakan perangkat elektronik,
seperti smartphone. Secara garis besar, perbedaan antara CBDC Rupiah Digital dengan e-Wallet
terletak pada instansi penerbit. CBDC Rupiah Digital diterbitkan oleh Bank Indonesia selaku
bank sentral dengan asas kepercayaan penuh kepada pemerintah, sedangkan e-Wallet diterbitkan
oleh bank umum dan non-bank. Selain itu, penggunaan CBDC Rupiah Digital dinilai memiliki
risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan e-Wallet karena CBDC Rupiah
Digital memanfaatkan sandi kriptografi yang terenkripsi dengan blockchain sehingga lebih sulit
diretas.

Keistimewaan Rupiah Digital


Program pengembangan jenis uang baru yaitu CBDC Rupiah Digital didorong oleh keinginan
dalam hal modernisasi sistem keuangan terutama keuangan digital dan juga menjadi alternatif
dalam meningkatkan inklusi keuangan. CBDC Rupiah Digital menjadi solusi modern bagi
permasalahan sistem pembayaran digital dengan menawarkan potensi transaksi yang lebih besar
ke layanan keuangan bagi masyarakat yang belum memiliki rekening bank (unbanked).
Ketidakmerataan infrastruktur keuangan menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya inklusi
keuangan di Indonesia. Untuk itu, adanya program CBDC Rupiah Digital menjadi terobosan
terbaru dalam hal pengembangan keuangan digital yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Bank
Indonesia berencana untuk membuat suatu sistem jaringan keuangan yang terpusat secara
langsung dengan sistem bank sentral negara sehingga data digital masyarakat dapat dilihat hanya
melalui satu sistem saja. Walaupun tidak memiliki rekening bank, asalkan memiliki smartphone
yang terhubung dengan jaringan internet, masyarakat bebas melakukan transfer ke siapa saja dan
kapan saja tanpa harus melewati banyak persyaratan, terutama pada kegiatan transfer uang lintas
negara yang tidak perlu lagi menggunakan jasa bank perantara. Selain itu, melalui jaringan
keuangan terpusat tersebut, Bank Indonesia dapat langsung melihat dan mengawasi jalannya
kegiatan perekonomian sehingga setiap kali pemerintah mengumumkan kebijakan ekonomi,
masyarakat dapat langsung merasakan kebijakan tersebut tanpa harus menunggu dikerjakan oleh
bank umum terlebih dahulu.

Seperti yang kita tahu, sistem distribusi penyaluran bantuan ekonomi yang ada saat ini perlu
melewati banyak sekali pihak perantara, dimana pada kegiatan penyaluran tersebut rentan terjadi
tindak korupsi. Dilansir dari data Databoks, setidaknya ada 85 kasus tindak pidana korupsi yang
ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama periode Januari-Oktober 2023.
Tindakan kasus korupsi ini dapat terjadi karena tidak ada sistem monitor secara langsung terkait
laporan-laporan kegiatan pemerintah dalam menyalurkan bantuan sosial kepada masyarakat.
Dengan adanya CBDC Rupiah Digital, pemerintah dapat menyalurkan secara langsung bantuan
keuangan baik berupa bantuan sosial, subsidi, keringanan pajak, bahkan beasiswa kepada sasaran
masyarakat tertentu dan tanpa harus melewati proses penyaluran yang panjang. Selain itu,
dengan sistem CBDC terpusat ini Bank Indonesia selaku bank sentral dapat lebih cepat dalam
mengambil kebijakan moneter terutama kebijakan terkait tingkat inflasi dimana dalam
praktiknya diharapkan kestabilan perekonomian negara dapat lebih cepat diatasi.
Tantangan dan Potensi Risiko Rupiah Digital
Melihat dari keunggulan sistem uang digital yang menjadi terobosan terbaru perkembangan
inklusi keuangan digital, CBDC Rupiah Digital tentu menimbulkan pertanyaan penting yaitu
apakah CBDC Rupiah Digital aman untuk diterapkan di Indonesia? Setidaknya ada beberapa
tantangan dan potensi risiko utama dilihat dari tiga sudut pandang.

Dari sisi pemerintahan, Bank sentral akan memiliki suatu sistem kekuasaan terkait penerbitan,
peredaran, bahkan penyitaan sistem keuangan masyarakat. Tentu kekuasaan ini dapat menjadi
pedang bermata dua terutama jika program kebijakan keuangan tidak diawasi secara tepat dan
ketat. Dalam perbandingannya, jika suatu negara memiliki penegakan hukum yang tegas, CBDC
dapat menjadi alat utama dalam membantu jalannya proses penerapan kebijakan. Contohnya
seperti meminimalisasi kasus tindak pidana korupsi dana bantuan keuangan yang diberikan dari
pemerintah kepada masyarakat. Namun, jika suatu negara tidak memiliki penegakan hukum yang
tegas, maka CBDC ini dapat menjadi alat pembungkam dengan cara melakukan pembekuan
rekening maupun penyitaan aset bagi pihak-pihak tertentu yang dirasa menghalangi proses suatu
kebijakan. Untuk itulah, jika pemerintah ingin menerapkan CBDC, perlu adanya mekanisme
penegakan hukum yang sangat kuat dan tegas dalam mengawasi dan melindungi Bank Indonesia
dari intervensi pihak-pihak tertentu.

Dari sisi peranan lembaga keuangan, CBDC Rupiah Digital dikhawatirkan dapat memengaruhi
fungsi dan peranan bank-bank umum dalam menyediakan layanan keuangan. Saat ini, bank
umum masih menjadi perantara pada saat penyaluran uang rupiah dari bank sentral kepada
masyarakat. Jika sebagian besar uang didistribusikan langsung melalui digital, maka peranan
bank umum akan semakin berkurang atau bahkan hilang. Terlebih lagi, masyarakat mungkin
sudah tidak memerlukan rekening bank maupun aplikasi e-Wallet yang disediakan oleh bank
umum karena masyarakat merasa sudah cukup jika hanya menggunakan CBDC Rupiah Digital
saja. Untuk itu, diharapkan pada penerapan CBDC Rupiah Digital tetap mempertimbangkan
fungsi dan peranan bank umum agar tetap dapat menjalankan tugasnya di sektor keuangan.

Dari sisi kekuatan sistem keamanan, sistem keuangan terpusat dapat menjadi sasaran empuk bagi
para pelaku kejahatan siber untuk merusak sistem keamanan CBDC. Para pelaku kejahatan siber
hanya perlu memasuki sistem utama dan mereka akan mendapatkan secara mudah data-data
keuangan digital pengguna, seperti jumlah aset yang dimiliki, data transfer uang, atau bahkan
bisa saja mereka memindahkan dan mencuri uang digital pengguna. Untuk itu, pada penerapan
CBDC perlu adanya sistem keamanan siber yang sangat kuat. Harapannya, sistem keamanan
siber CBDC Rupiah Digital dapat dilakukan oleh teknologi dan sumber daya manusia dari dalam
negeri tanpa harus bergantung pada sistem keamanan luar negeri. Hal tersebut dapat membantu
meminimalisasi adanya intervensi dari negara lain terkait keamanan data keuangan digital.

Sudah Siapkah Indonesia?


Bank Indonesia mengungkapkan tiga pilar transformasi digital, yaitu adaptif, agile, dan
akseleratif. Adaptif dalam menghadapi berbagai situasi, agile dalam mencari solusi, serta
akseleratif dalam mewujudkan cita-cita yang diinginkan. Ketiga elemen tersebut harus saling
bersinergi dalam mengutamakan kepentingan nasional. Melihat dari sebagian besar data statistik
mengenai layanan keuangan, menunjukkan banyak masyarakat Indonesia yang mulai berpindah
(shifting) dari penggunaan uang tunai ke penggunaan uang digital. Seiring dengan perpindahan
pola kebiasaan masyarakat disertai dengan pengetahuan dan pemahaman mengenai keuangan
digital yang semakin baik (digital savvy), dunia cashless sudah menjadi dunia yang tidak asing
bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Dengan semakin meluasnya penggunaan layanan
keuangan digital saat ini, secara umum dapat dikatakan bahwa masyarakat Indonesia siap untuk
menghadapi transformasi keuangan digital, terutama transformasi berupa peluncuran CBDC
Digital Rupiah.

Namun, kita perlu membuka mata untuk melihat bahwa kesiapan menghadapi transformasi
keuangan digital mungkin hanya akan dirasakan oleh beberapa kelompok masyarakat saja,
terutama masyarakat yang tinggal di kota-kota besar yang memiliki kemudahan akses karena
adanya infrastruktur yang memadai. Lalu, bagaimana dengan wilayah-wilayah Indonesia yang
wilayahnya masih belum didukung kecanggihan infrastuktur? Melihat data kajian Bain, Google,
dan Temasek tahun 2019, setidaknya ada sekitar 92 juta masyarakat di Indonesia yang masih
belum terjangkau dengan layanan keuangan. Salah satu faktor penyebab tingginya masyarakat
unbanked adalah kurangnya infrastuktur yang memadai sehingga sulit bagi lembaga keuangan
untuk menjangkau masyarakat.

Pengembangan CBDC Rupiah Digital menuai banyak sekali opini dan pandangan dari sebagian
besar masyarakat di Indonesia. Secara umum, masalah utama dalam pengembangan digitalisasi
suatu negara adalah ketidakmerataan infrastuktur, padahal infrastruktur merupakan aspek utama
dalam mendukung digitalisasi. Melihat dari timeline rencana pengembangan CBDC Rupiah
Digital yang hanya direncanakan selama kurang dari 5 tahun, rasanya tidak salah jika
mengatakan bahwa program ini merupakan program jangka pendek dan banyak masyarakat yang
merasa program ini agak terburu-buru kalau acuan keputusan pengembangan CBDC Rupiah
Digital ini hanya untuk mensentralisasikan keuangan. Masyarakat merasa hal utama yang perlu
dilakukan oleh pemerintah adalah memperkuat infrastruktur keuangan terlebih dahulu, terutama
cakupan dan kecepatan jaringan internet yang luas dan sistem keamanan data yang memadai.
Selain itu, masyarakat di wilayah-wilayah terpencil masih belum memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang baik tentang penggunaan teknologi keuangan digital sehingga cenderung akan
mudah dipengaruhi dan dijebak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Secara umum, pengenalan CBDC Rupiah Digital akan berdampak signifikan pada perekonomian
Indonesia. Tujuan utama dari adanya CBDC Rupiah Digital adalah untuk mendorong transaksi
finansial yang lebih mudah, cepat, dan aman untuk seluruh pengguna di Indonesia. Adanya
CBDC Rupiah Digital juga membantu pemerintah Indonesia dalam kegiatan perekonomiannya,
seperti memudahkan distribusi dana sosial kepada masyarakat. CBDC Rupiah Digital muncul
sebagai solusi untuk menjawab tantangan keuangan digital Indonesia. Perkembangan dan adopsi
ekosistem digital akan lebih optimal apabila ditunjang dengan mata uang yang dapat digunakan
dengan baik dalam ekosistem digital.

Peluang implementasi penggunaan CBDC Rupiah Digital dinilai cukup baik. Ini dapat terlihat
dari adanya perkembangan jumlah kartu penggunaan uang digital serta volume dan nilai
transaksi yang tinggi mengikuti pertumbuhan tren yang mengartikan masyarakat sudah terbiasa
dengan aktivitas penggunaan pembayaran digital serta adanya kecenderungan preferensi para
pelaku usaha dan konsumen yang menggunakan uang elektronik sebagai alat pembayaran karena
dianggap lebih mudah, Namun, dibalik kemudahan akses penggunaan uang elektronik, masih
banyak masyarakat yang mengeluhkan banyak sekali kendala, seperti kendala sinyal, saldo
terdebet dua kali, gagal top-up, card reader yang tidak bisa terbaca, serta kendala lainnya.
Kendala-kendala tersebut mungkin akan ditemui pada penerapan CBDC Rupiah Digital.

Sejauh ini, tidak ada publikasi resmi mengenai bagaimana aspek teknis CBDC Rupiah Digital
akan berfungsi dalam waktu dekat. Namun, ada spekulasi bahwa sistem elektronik yang terlibat
dalam transaksi CBDC Rupiah digital tidak akan sepenuhnya berada di bawah kendali dan
kepemilikan Bank Indonesia. Sangat mungkin ada perantara antara pemegang uang dan Bank
Indonesia dalam setiap transaksi yang berakibat akan ada setidaknya tiga sistem elektronik yang
terlibat, yaitu sistem elektronik pusat Bank Indonesia, sistem elektronik dari setiap node ketika
CBDC menggunakan DLT, dan sistem elektronik perantara, yaitu penyelenggara sistem
pembayaran.

Secara garis besar, melalui adanya program CBDC Rupiah Digital diharapkan Bank Indonesia
dapat terus mengoptimalkan perannya dalam menyediakan sarana pembayaran digital bebas
risiko menggunakan uang bank sentral, mengurangi risiko mata uang digital yang tidak
bertanggungjawab, memperluas cakupan dan efisiensi sistem pembayaran termasuk transaksi
lintas batas, memperluas dan mempercepat inklusi keuangan, menyediakan instrumen kebijakan
moneter baru, serta memfasilitasi distribusi subsidi fiskal. Mekanisme CBDC Rupiah Digital
yang terintegrasi akan memudahkan Bank Indonesia dalam meraih tujuannya, yaitu memastikan
CBDC akan meningkatkan inklusi keuangan dan memastikan hak-hak konsumen untuk memiliki
sistem keuangan dan digital yang andal dan aman.

Inti dari segala pengembangan dan pertumbuhan adalah waktu dan proses. Ya, waktu dan proses
memang sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat beradaptasi dengan baik di era digital saat ini.
Menuju era uang CBDC Rupiah Digital bukanlah hal yang tidak mungkin untuk dicapai. Namun,
ada faktor-faktor yang lain yang harus dipertimbangkan agar seluruh elemen dalam ekosistem
CBDC Rupiah Digital dapat saling bersinergis antara elemen satu dengan elemen lainnya. Di
satu sisi, tentu masyarakat perlu mengapresiasi dan mendukung upaya pemerintah dan bank
sentral dalam membuat kebijakan terobosan terbaru terkait sistem keuangan digital. Di sisi lain,
masyarakat juga perlu mengawasi secara ketat implementasi program ini supaya tidak
disalahgunakan dan menjadi risiko yang mengancam perekonomian Indonesia di kemudian hari.
REFERENSI

Annur, C. M. (2023). Gratifikasi, Kasus Korupsi Terbanyak di Indonesia sampai Oktober 2023.
Katadata. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/11/08/gratifikasi-kasus-
korupsi-terbanyak-di-indonesia-sampai-oktober-2023

Juanda, B. (2023). Siapkah Indonesia dengan Rupiah Digital?. FEM IPB University.
https://fem.ipb.ac.id/index.php/2023/11/04/siapkah-indonesia-dengan-rupiah-digital/

Kumar, A., et al. (2023). Central Bank Digital Currency Tracker. Atlantic Council.
https://www.atlanticcouncil.org/cbdctracker/#:~:text=87%20countries
%20%28representing%20over,were%20considering%20a
%20CBDC.&text=87%20countries,a%20CBDC.&text=%28representing%20over,were
%20considering

Lannquist, A., & Tan, B. (2023). “Central Bank Digital Currency’s Role in Promoting Financial
Inclusion.”International Monetary Fund, IMF Fintech Note 2023/011.

Mahardika, Z., Permana, R. B., & Maulisa, N. (2023). GOING DIGITAL RUPIAH: SOME
CONSIDERATIONS FROM SOVEREIGNTY AND CYBERSECURITY
PERSPECTIVES. Journal of Central Banking Law and Institutions, 2(1), 25-54.

Rathburn, D. (2022). Countries developing a central bank digital currency (CBDC).


Investopedia. https://www.investopedia.com/countries-developing-central-bank-digital-
currency-cbdc-5221005

Seth, S. (2023). What is a Central Bank Digital currency (CBDC)? Investopedia.


https://www.investopedia.com/terms/c/central-bank-digital-currency-cbdc.asp

Syafri, R. A. (2021). Transformasi Digital Perbankan dan Dampaknya Terhadap


Perekonomian. Buletin APBN, VI, 8-11.

Zamel, M. (2022). The big differences between CBDC and mobile money. Currency Research.
https://cbpn.currencyresearch.com/blog/2022/04/19/progresssoft-the-big-differences-
between-cbdc-and-mobile-money

Anda mungkin juga menyukai