Anda di halaman 1dari 1

Buka Beranda

Anda saat ini menggunakan versi dasar dari Facebook. Ganti ke tampilan reguler.

Sebelumnya Selanjutnya

Suka Tanggapi Komentari Bagikan


Adistya Aytsida
Kisah Afnan

Ini mungkin kisah yang membuat hati kita terhenyak ….silahkan membaca .....
Dikisahkan olehUmmu Mariah Iman Zuhair
Aku akan meriwayatkan kepada anda kisah yang sangat berkesan ini, seakan-akan anda
mendengarnya langsung dari lisan ibunya.
Berkatalah ibu gadis kecil tersebut:
Saat aku mengandung putriku, Afnan, ayahku melihat sebuah mimpi di dalam tidurnya. Ia melihat
banyak burung pipit yang terbang di angkasa. Di antara burung-burung tersebut terdapat seekor
merpati putih yang sangat cantik, terbang jauh meninggi ke langit. Maka aku bertanya kepada ayah
tentang tafsir dari mimpi tersebut. Maka ia mengabarkan kepadaku bahwa burung-burung pipit
tersebut adalah anak-anakku, dan sesungguhnya aku akan melahirkan seorang gadis yang bertakwa.
Ia tidak menyempurnakan tafsirnya, sementara akupun tidak meminta tafsir tentang takwil mimpi
tersebut.
Setelah itu aku melahirkan putriku, Afnan. Ternyata dia benar-benar seorang gadis yang bertakwa.
Aku melihatnya sebagai seorang wanita yang shalihah sejak kecil. Dia tidak pernah mau mengenakan
celana, tidak juga mengenakan pakaian pendek, dia akan menolak dengan keras, padahal dia masih
kecil. Jika aku mengenakan rok pendek padanya, maka ia mengenakan celana panjang di balik rok
tersebut.
Afnan senantiasa menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Setelah dia menduduki
kelas 4 SD, dia semakin menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Dia menolak
pergi ke tempat-tempat permainan, atau ke pesta-pesta walimah. Dia adalah seorang gadis yang
perpegang teguh dengan agamanya, sangat cemburu di atasnya, menjaga shalat-shalatnya, dan
sunnah-sunnahnya. Tatkala dia sampai SMP mulailah dia berdakwah kepada agama Allah. Dia tidak
pernah melihat sebuah kemungkaran kecuali dia mengingkarinya, dan memerintah kepada yang
ma’ruf, dan senantiasa menjaga hijabnya. Permulaan dakwahnya kepada agama Allah adalah
permulaan masuk Islamnya pembantu kami yang berkebangsaan Srilangka.
Ibu Afnan melanjutkan ceritanya:
Tatkala aku mengandung putraku, Abdullah, aku terpaksa mempekerjakan seorang pembantu untuk
merawatnya saat kepergianku, karena aku adalah seorang karyawan. Ia beragama Nasrani. Setelah
Afnan mengetahui bahwa pembantu tersebut tidak muslimah, dia marah dan mendatangiku seraya
berkata: “Wahai ummi, bagaimana dia akan menyentuh pakaian-pakaian kita, mencuci piring-piring
kita, dan merawat adikku, sementara dia adalah wanita kafir?! Aku siap meninggalkan sekolah, dan
melayani kalian selama 24 jam, dan jangan menjadikan wanita kafir sebagai pembantu kita!!”
Aku tidak memperdulikannya, karena memang kebutuhanku terhadap pembantu tersebut amat
mendesak. Hanya dua bulan setelah itu, pembantu tersebut mendatangiku dengan penuh
kegembiraan seraya berkata: “Mama, aku sekarang menjadi seorang muslimah, karena jasa Afnan
yang terus mendakwahiku. Dia telah mengajarkan kepadaku tentang Islam.” Maka akupun sangat
bergembira mendengar kabar baik ini.
Saat Afnan duduk di kelas 3 SMP, pamannya memintanya hadir dalam pesta pernikahannya. Dia
memaksa Afnan untuk hadir, jika tidak maka dia tidak akan ridha kepadanya sepanjang hidupnya.
Akhirnya Afnan menyetujui permintaannya setelah ia mendesak dengan sangat, dan juga karena
Afnan sangat mencintai pamannya tersebut.
Afnan bersiap untuk mendatangi pernikahan itu. Dia mengenakan sebuah gaun yang menutupi seluruh
tubuhnya. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Setiap orang yang melihatnya akan
terkagum-kagum dengan kecantikannya. Semua orang kagum dan bertanya-tanya, siapa gadis ini?
Mengapa engkau menyembunyikannya dari kami selama ini?
Setelah menghadiri pernikahan pamannya, Afnan terserang kanker tanpa kami ketahui. Dia
merasakan sakit yang teramat sakit pada kakinya. Dia menyembunyikan rasa sakit tersebut dan
berkata: “Sakit ringan di kakiku.” Sebulan setelah itu dia menjadi pincang, saat kami bertanya
kepadanya, dia menjawab: “Sakit ringan, akan segera hilang insya Allah.” Setelah itu dia tidak mampu
lagi berjalan. Kamipun membawanya ke rumah sakit.
Selesailah pemeriksaan dan diagnosa yang sudah semestinya. Di dalam salah satu ruangan di rumah
sakit tersebut, sang dokter berkebangsaan Turki mengumpulkanku, ayahnya, dan pamannya. Hadir
pula pada saat itu seorang penerjemah, dan seorang perawat yang bukan muslim. Sementara Afnan
berbaring di atas ranjang.
Dokter mengabarkan kepada kami bahwa Afnan terserang kanker di kakinya, dan dia akan
memberikan 3 suntikan kimiawi yang akan merontokkan seluruh rambut dan alisnya. Akupun terkejut
dengan kabar ini. Kami duduk menangis. Adapun Afnan, saat dia mengetahui kabar tersebut dia
sangat bergembira dan berkata: “Alhamdulillah… alhamdulillah… alhamdulillah.” Akupun mendekatkan
dia di dadaku sementara aku dalam keadaan menangis. Dia berkata: “Wahai ummi, alhamdulillah,
musibah ini hanya menimpaku, bukan menimpa agamaku.”
Diapun bertahmid memuji Allah dengan suara keras, sementara semua orang melihat kepadanya
dengan tercengang!!
Aku merasa diriku kecil, sementara aku melihat gadis kecilku ini dengan kekuatan imannya dan aku
dengan kelemahan imanku. Setiap orang yang bersama kami sangat terkesan dengan kejadian ini dan
kekuatan imannya. Adapun penerjamah dan para perawat, merekapun menyatakan keislamannya!!
Berikutnya adalah perjalanan dia untuk berobat dan berdakwah kepada Allah.
Sebelum Afnan memulai pengobatan dengan bahan-bahan kimia, pamannya meminta akan
menghadirkan gunting untuk memotong rambutnya sebelum rontok karena pengobatan. Diapun
menolak dengan keras. Aku mencoba untuk memberinya pengertian agar memenuhi keinginan
pamannya, akan tetapi dia menolak dan bersikukuh seraya berkata: “Aku tidak ingin terhalangi dari
pahala bergugurannya setiap helai rambut dari kepalaku.”
Kami (aku, suamiku dan Afnan) pergi untuk yang pertama kalinya ke Amerika dengan pesawat
terbang. Saat kami sampai di sana, kami disambut oleh seorang dokter wanita Amerika yang
sebelumnya pernah bekerja di Saudi selama 15 tahun. Dia bisa berbicara bahasa Arab. Saat Afnan
melihatnya, dia bertanya kepadanya: “Apakah engkau seorang muslimah?” Dia menjawab: “Tidak.”
Afnanpun meminta kepadanya untuk mau pergi bersamanya menuju ke sebuah kamar yang kosong.
Dokter wanita itupun membawanya ke salah satu ruangan. Setelah itu dokter wanita itu kemudian
mendatangiku sementara kedua matanya telah terpenuhi linangan air mata. Dia mengatakan bahwa
sesungguhnya sejak 15 tahun dia di Saudi, tidak pernah seorangpun mengajaknya kepada Islam. Dan
di sini datang seorang gadis kecil yang mendakwahinya. Akhirnya dia masuk Islam melalui tangannya.
Di Amerika, mereka mengabarkan bahwa tidak ada obat baginya kecuali mengamputasi kakinya,
karena dikhawatirkan kanker tersebut akan menyebar sampai ke paru-paru dan akan mematikannya.
Akan tetapi Afnan sama sekali tidak takut terhadap amputasi, yang dia khawatirkan adalah perasaan
kedua orang tuanya.
Pada suatu hari Afnan berbicara dengan salah satu temanku melalui Messenger. Afnan bertanya
kepadanya: “Bagaimana menurut pendapatmu, apakah aku akan menyetujui mereka untuk
mengamputasi kakiku?” Maka dia mencoba untuk menenangkannya, dan bahwa mungkin bagi mereka
untuk memasang kaki palsu sebagai gantinya.
Maka Afnan menjawab dengan satu kalimat: “Aku tidak memperdulikan kakiku, yang aku inginkan
adalah mereka meletakkanku di dalam kuburku sementara aku dalam keadaan sempurna.” Temanku
tersebut berkata: “Sesungguhnya setelah jawaban Afnan, aku merasa kecil di hadapan Afnan. Aku
tidak memahami sesuatupun, seluruh pikiranku saat itu tertuju kepada bagaimana dia nanti akan
hidup, sedangkan fikirannya lebih tinggi dari itu, yaitu bagaimana nanti dia akan mati.”
Kamipun kembali ke Saudi setelah kami amputasi kaki Afnan, dan tiba-tiba kanker telah menyerang
paru-paru!!
Keadaannya sungguh membuat putus asa, karena mereka meletakkannya di atas ranjang, dan di
sisinya terdapat sebuah tombol. Hanya dengan menekan tombol tersebut maka dia akan tersuntik
dengan jarum bius dan jarum infus.
Di rumah sakit tidak terdengar suara adzan, dan keadaannya seperti orang yang koma. Tetapi hanya
dengan masuknya waktu shalat dia terbangun dari komanya, kemudian meminta air, kemudian wudhu’
dan shalat, tanpa ada seorangpun yang membangunkannya!!
Di hari-hari terakhir Afnan, para dokter mengabari kami bahwa tidak ada gunanya lagi ia di rumah
sakit. Sehari atau dua hari lagi dia akan meninggal. Maka memungkinkan bagi kami untuk
membawanya ke rumah. Aku ingin dia menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ibuku.
Di rumah, dia tidur di sebuah kamar kecil. Aku duduk di sisinya dan berbicara dengannya.
Pada suatu hari, istri pamannya datang menjenguk. Aku katakan bahwa dia berada di dalam kamar
sedang tidur. Ketika dia masuk ke dalam kamar, dia terkejut kemudian menutup pintu. Akupun terkejut
dan khawatir terjadi sesuatu pada Afnan. Maka aku bertanya kepadanya, tetapi dia tidak menjawab.
Maka aku tidak mampu lagi menguasai diri, akupun pergi kepadanya. Saat aku membuka kamar, apa
yang kulihat membuatku tercengang.
Saat itu lampu dalam keadaan dimatikan, sementara wajah Afnan memancarkan cahaya di tengah
kegelapan malam. Dia melihat kepadaku kemudian tersenyum. Dia berkata: “Ummi, kemarilah, aku
mau menceritakan sebuah mimpi yang telah kulihat.” Kukatakan: “(Mimpi) yang baik Insya Allah.” Dia
berkata: “Aku melihat diriku sebagai pengantin di hari pernikahanku, aku mengenakan gaun berwarna
putih yang lebar. Engkau, dan keluargaku, kalian semua berada disekelilingku. Semuanya berbahagia
dengan pernikahanku, kecuali engkau ummi.”
Akupun bertanya kepadanya: “Bagaimana menurutmu tentang tafsir mimpimu tersebut.” Dia
menjawab: “Aku menyangka, bahwasannya aku akan meninggal, dan mereka semua akan
melupakanku, dan hidup dalam kehidupan mereka dalam keadaan berbahagia kecuali engkau ummi.
Engkau terus mengingatku, dan bersedih atas perpisahanku.” Benarlah apa yang dikatakan Afnan.
Aku sekarang ini, saat aku menceritakan kisah ini, aku menahan sesuatu yang membakar dari dalam
diriku, setiap kali aku mengingatnya, akupun bersedih atasnya.
Pada suatu hari, aku duduk dekat dengan Afnan, aku, dan ibuku. Saat itu Afnan berbaring di atas
ranjangnya kemudian dia terbangun. Dia berkata: “Ummi, mendekatlah kepadaku, aku ingin
menciummu.” Maka diapun menciumku. Kemudian dia berkata: “Aku ingin mencium pipimu yang
kedua.” Akupun mendekat kepadanya, dan dia menciumku, kemudian kembali berbaring di atas
ranjangnya. Ibuku berkata kepadanya: “Afnan, ucapkanlah la ilaaha illallah.”
Maka dia berkata: “Asyhadu alla ilaaha illallah.”
Kemudian dia menghadapkan wajah ke arah qiblat dan berkata: “Asyhadu allaa ilaaha illallaah.” Dia
mengucapkannya sebanyak 10 kali. Kemudian dia berkata: “Asyhadu allaa ilaaha illallahu wa asyhadu
anna muhammadan rasuulullaah.” Dan keluarlah rohnya.
Maka kamar tempat dia meninggal di dalamnya dipenuhi oleh aroma minyak kasturi selama 4 hari.
Aku tidak mampu untuk tabah, keluargaku takut akan terjadi sesuatu terhadap diriku. Maka merekapun
meminyaki kamar tersebut dengan aroma lain sehingga aku tidak bisa lagi mencium aroma Afnan.
Dan tidak ada yang aku katakan kecuali alhamdulillahi rabbil ‘aalamin.
30 Jul 2011 · Publik · di Koleksi Foto Linimasa
Tampilkan Ukuran Penuh · Kirim sebagai Pesan · Berikan masukan atau laporkan foto

Adistya Aytsida dan 11 lainnya

Mas Kacamata
barakallah
Suka · Tanggapi · Lainnya · 30 Jul 2011

Vika M Az-Zahra
subhanaulloh..Allahu Akbar!
Suka · Tanggapi · Lainnya · 30 Jul 2011

Dian Ummu Reyhan


subhanaLLAh, syuron sdh di tag ijin copas ya untuk di page saya CMD
Suka · Tanggapi · Lainnya · 30 Jul 2011

Fourius Art
Subahanallah,tolong kirim kesaya lagi ya sperti ini
Suka · Tanggapi · Lainnya · 16 Okt 2011

Tulis komentar...
Komentari

Lampirkan Foto · Sebut Teman

Anda mungkin juga menyukai