Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu merupakan salah satu metode penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang dipilih untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petani dalam memahami Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) tanaman kakao. Kegiatan SLPHT kakao ini diharapkan agar peserta SL-PHT dan pemandu lapangan dapat mengenalkan PHT pada masyarakat lebih luas, sehingga SL-PHT kakao yang pada awalnya hanya bersifat lokal akan terus berkembang. Kegiatan SL-PHT kakao ini memberikan kesempatan kepada masyarakat atau petani kakao untuk mengembangkan pengetahuan dan keahliannya melalui proses pelatihan di tempat yang telah ditentukan oleh peserta SL-PHT kakao. Peserta kelompok SL-PHT kakao akan belajar menganalisis agroekosistem di lahan serta membuat rencana untuk bekerjasama dalam mengatasi serangan hama dan penyakit tanaman kakao (Robiyan, 2014). Pemberdayaan petani kakao berbasis SLPHT merupakan metode pemberdayaan yang digunakan oleh Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Barat dalam rangka meningkatkan kemampuan petani dalam hal penanganan hama. Berdasarkan hasil penelitian, model pemberdayaan berbasis SLPHT ini bertujuan untuk mengimplementasikan pengendalian hama terpadu, (PHT) dengan persyaratan yaitu : 1. Mempunyai peserta dan pemandu lapangan; 2. Peserta mempraktekkan/menerapkan secara langsung apa yang dipelajari di lapangan; 3. Mempunyai kurikulum evaluasi dan sertifikat tanda lulus; 4. Melakukan tahapan pembukaan pelaksanaaan kunjungan lapangan/studi tur dan diakhiri dengan temu lapangan. Dalam rangkaian kegiatan SLPHT, terdapat matriks materi dalam kegiatan yang menjadi rujukan dalam pelaksanaan kegiatan. Awal mula dari kegiatan ini yaitu dimulai dari memperkenalkan kegiatan SLPHT, menganalisa kebutuhan pelatihan, menerapkan kontrak belajar, mengelompokkan petani ke dalam kelompok belajar dengan metode observasi dengan melakukan pengamatan terhadap tenaman kakao dan agroekosistem. Tujuan dari metode ini yaitu untuk mengetahui kondisi kebun dan pohon kakao milik petani, dan melakukan test ballot awal yang dimaksudkan untuk mengetahui pengetahuan petani mengenai pengendalian hama pada komoditi kakao. Setelah melakukan observasi, maka metode selanjutnya yaitu belajar. Dalam kegiatan pembelajaran akan dirancang petak studi untuk mengelompokkan permasalahan yang dihadapi oleh petani menjadi 2 petak yaitu petak PHT dan petak non PHT. Sebagai topik umum dalam kegiatan SLPHT yaitu Ekosistem Dasar dan Analisis Agroekosistem. Sedangkan, untuk topik khusus mencakup pada kegiatan budidaya tanaman yang terdiri dari kegiatan Penerapan Panen Sering, Pemangkasan, Sanitasi, dan Pemupukan (PsPSP) pada tanaman kakao, OPT dan musuh alami yang mencakup hama/penyakit/gulma, predator, parasitoid, dan agen pengendali hayati, dan materi khusus terakhir yaitu dampak perubahan iklim terhadap serangan OPT. Untuk materi pendukung dalam kegiatan SLPHT yaitu materi pestisida yang mencakup pestisida kimia, dampak penggunaan pestisida kimia, penggunaan pestisida nabati, dan cara penggunaan pestisida yang efektif dengan metode oles. Tujuan dari metode ini yaitu untuk memahami masalah yang terjadi pada tanaman kakao, interaksi antara tanaman kakao, hama- musuh alami, dan lingkungan lainnya. Setelah kegiatan materi selesai, maka akan memasuki sesi dinamika kelompok dengan melakukan kegiatan diskusi untuk mengambil keputusan terkait hasil pengamatan dan bagaimana cara mengatasi permasalahan yang ditemukan pada saat melakukan observasi. Pada tahap ini, metode yang digunakan yaitu keputusan yang bertujuan untuk mengambil tindakan terbaik untuk mengatasi masalah pada kebun dan pohon kakao. Sebagai penutup dalam kegiatan SLPHT, maka akan dilakukan kegiatan evaluasi terakhir dengan menggunakan metode test ballot yang dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan pengetahuan petani kakao setelah mengikuti kegiatan SLPHT. Antusias peserta dalam kegiatan penyuluhan ini demikian tinggi, karena menyangkut kepentingan mereka, sehingga proses tanya jawab berlangsung cukup lama dan menarik terkait pertanyaan seputar budidaya, pengendalian OPT dan pasca panen tanaman kakao oleh petani kepada narasumber. Untuk melakukan penanganan hama yang dilakukan oleh petani kakao, petani biasanya menggunakan hand sprayer yang diberikan oleh pihak swasta atau yang dibeli dari toko - toko tani. Namun, beberapa petani mengalami kendala untuk membeli alat tersebut karena penggunaan hand sprayer kurang efektif. Untuk membantu petani kakao dalam menanggulangi permasalahan hama berinisiatif menciptakan alat yang dapat membantu petani kakao dengan membuat alat oles sebagai pengganti hand spayer. Penerapan metode oles merupakan aksi atau tindakan dari apa yang petani kakao dapatkan saat mengikuti kegiatan pemberdayaan SLPHT kakao. Tujuan utama penerapan metode oles karena terdapat serangan hama yang tidak terkendali sehingga pemerintah setempat bersama petani kakao berinisiatif untuk membuat alat oles untuk mengendalikan hama. Cara penggunaannya dengan mengoleskan pestisida langsung ke buah kakao. Hal ini dilakukan agar hama tidak dapat berkembang biak. Cara pembuatan alat oles tersebut sebagai berikut : 1. Sediakan bahan dan alat seperti pipa, pipa bentuk L, Spons, lem pipa, botol plastik, gunting/cutter, dan gergaji atau pemotong pipa. 2. Potong pipa sepanjang 1 meter. 3. Sambungkan pipa L ke ujung pipa dengan diameter yang sama, dengan menggunakan bahan perekat. 4. Bentuk spons berukuran segiempat panjang, lalu sambungkan spons ke sambungan pipa L menggunakan bahan perekat. 5. Kemudian sisi ujung pipa yang lain disambungkan dengan mulut botol plastik menggunakan bahan perekat. Adapun kelebihan dari alat oles ini yaitu biaya pembuatan yang rendah, pestisida yang digunakan tidak banyak, dan tepat sasaran. Namun, kekurangan dari alat ini yaitu memerlukan waktu lama untuk melakukan pengendalian karena harus mengoleskan ke buah kakao satu per satu dan tidak dapat dioleskan ke buah kakao yang masih kecil. Metode yang diterapkan dalam demonstrasi percobaan sekaligus aplikasi menggunakan metode sekolah lapang yang mencakup analisis ekosistem tanaman kakao dan siklus hidup Penggerek Buah Kakao (PBK). Pelaksanaan kegiatan ini diawali dengan pembagian kelompok kerja dari seluruh peserta. Peserta dibagi menjadi 2 (dua) kelompok besar agar setiap kelompok kerja lebih mudah untuk dibimbing dan dibina terutama yang berkenaan dengan materi pelatihan. Hasil analisis masingmasing kelompok kemudian diperentasekan di depan kelompok lain. Selama ini mereka hanya membudidayakan tanaman kakao tetapi belum memahami sepenuhnya bagaimana dan kenapa diperlukan perawatan tanaman kakao berikut ekosistem tanaman kakao itu sendiri dan bagaimana PBK menyerang tanaman kakao sampai menimbulkan serangan. Hal ini mereka peroleh setelah melakukan analisis ekosistem dan diskusi kelompok melalui kegiatan ini. Selanjutnya petani pada kelompok masing-masing melakukan praktek langsung pengendalian PBK, dengan memfaatkan semut hitam (Dolichoderus thoracicus). Pengendalian dengan semut hitam meruapakan salah satu teknik pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami (eksosistem). Untuk itu masing-masing kelompok melakukan perbanyakan semut hitam, dengan cara membuat sarang buatan berupa batang bambu (diameter 8-10 cm dan panjang 40 cm) dibuat dengan cara memotong batang bambu sepanjang satu ruas yaitu dari pangkal ruas sampai dengan ujung ruas berikutnya sehingga ujung satu tertutup dan yang lainnya terbuka atau berlubang. Selanjutnya pada sarang bambu tersebut dimasukkan daun kelapa kering kemudian diberikan gula merah yang diencerkan dalam aquades dengan konsentrasi 10 persen sebanyak 1 sendok makan dengan cara mengoleskan pada permukaan luar dan didalam sarang. Bambu yang sudah tersedia sarang tadi diikatkan pada bagian dahan tanaman kakao. Salah satu faktor penting yang dapat mendukung perbaikan fisik maupun kimia tanah adalah dengan manfaatkan limbah kakao yang tersedia cukup banyak sebagai pupuk organik. Dalam kegiatan ini telah diajarkan kepada petani kakao tentang cara pembuatan Pupuk organik dengan memanfaatkan kulit buah kakao dan limbah hasil pertanian lainnya dengan menambahkan dekomposer jamur trichoderma sp yang juga telah dilatihkan. B. Penerapan Panen Sering, Pemangkasan, Sanitasi, dan Pemupukan (PsPSP) Pada Komoditi Kakao Salah satu aksi dari apa yang didapatkan oleh petani kakao dari pemberdayaan SLPHT yaitu tentang penerapan panen sering, pemangkasan, sanitasi, dan pemupukan. Dalam penerapan panen sering, sebagian besar petani telah mengetahui dan menyadari bahwa kegiatan panen minimal sekali seminggu akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan produktivitas usahatani mereka karena selain untuk menghindari kebusukan buah yang telah matang juga untuk mengantisipasi buah yang sakit tidak menulari buah yang sehat, meskipun sebenarnya mereka mengetahui bahwa panen sering ini sudah pasti membutuhkan waktu, biaya dan tenaga yang cukup besar. Kesadaran untuk melakukan panen sering tersebut tidak diiringi dengan melakukan panen dengan tidak merusak bantalan buah. Responden yang melakukan pemanenan dengan tidak memperhatikan kerusakan bantalan buah berpendapat bahwa mereka tidak mengetahui bahwa kegiatan panen yang merusak bantalan buah tersebut menyebabkan bekas luka menjadi potensi serangan hama dan penyakit. Pemanenan yang biasa dilakukan oleh petani responden hanya menggunakan parang sehingga berpotensi besar merusak bantalan buah. Akses informasi yang sangat terbatas menyebabkan mereka tidak memiliki pengetahuan akan hal tersebut. Pengetahuan mengenai alat panen yang benar dan tidak merusak bantalan buah tidak pernah didapatkan oleh petani responden. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kakao yang dihasilkan petani adalah kurangnya melakukan kegiatan panen sering yang mengakibatkan adanya peluang bagi organisme untuk melakukan perkembangbiakan khususnya bagi hama PBK yang dapat meletakkan telurnya pada alur buah kakao. Panen sering dilakukan untuk memtus siklus hidup hama. Bila tidak dikendalikan dengan baik, hama dan penyakit buah kakao dapat mengancam kelangsungan usaha budidaya. Keterlambatan petani dalam memanen buah kakaonya dapat meningkatkan intensitas serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman kakao. Oleh karena itu untuk mengurangi dampak dari serangan organisme, dilakukan teknik panen sering. Panen sering yang dilakukan diketiga kabupaten tersebut belum secara maksimal. Setelah buah matang telah memenuhi kriteria panen. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, aspek ini dianggap penting karena kadangkala petani tidak fokus melakukan rotasi waktu panen di luar panen puncak karena kesibukan pada komoditas lain seperti padi dan cengkeh, sehingga terkadang ada buah kakao di kebun yang lewat waktu panen. Sebaliknya panen yang terlambat akan menyebabkan biji tumbuh di dalam buah. Panen buah kakao sebaiknya dilakukan sesering mungkin, minimal 7 – 10 hari sekali. Panen yang sering, bermanfaat untuk memutus siklus hidup hama penggerek buah kakao dan mencegah penularan penyakit busuk buah kakao (Asrul, 2013). Pemetikan buah kakao merupakan kegiatan yang telah dipahami oleh petani kakao di Kabupaten Pinrang, Bantaeng dan Luwu Timur dengan baik pada kegiatan panen. Alasannya karena cara pemetikan yang salah dapat menyebabkan penurunan produktivitas tanaman kakao pada bulan-bulan berikutnya. Pemanenan dengan cara memelintir buah atau menarik buah dapat merusak tangkai dan melukai tanaman. Tangkai buah yang rusak tidak dapat ditumbuhi bunga kakao sehingga buah tidak mungkin tumbuh lagi disana, sedangkan kulit tanaman yang terluka akan mudah terinfeksi jamur-jamur patogen. Pemetikan buah dilakukan oleh petani dengan memotong tangkai buah menggunakan bantuan alat berupa gunting pangkas, golok, atau sabit. Pemotongan tangkai dilakukan sedekat mungkin dengan buahnya yaitu menyisakan tangkai dengan panjang sekitar 1-1,5 cm. Tangkai buah ini adalah investasi karena bunga-bunga kakao baru nantinya akan tumbuh di bekas tangkai buah ini. Untuk buah yang terletak pada bagian yang sulit dijangkau, pemetikan buah dilakukan dengan bantuan gunting pangkas bergalah. Pemanenan menggunakan galah saja beresiko merusak tangkai buah dan kulit tanaman. Dalam penerapan pemangkasan, sebagian besar responden belum menerapkan metode pemangkasan dengan cara yang tepat. Sebagian besar petani belum begitu memahami fungsi dari pemangkasan secara fisiologis pada tanaman kakao. Pemangkasan dengan memotong ranting-ranting daun yang terlindungi dan tunas air yang terdapat pada batang menyebabkan penyerapan zat-zat makanan oleh tanaman kurang efisien. Petani responden sebagian besar masih enggan melakukan pemangkasan karena faktor tenaga dan biaya. Faktor tenaga disebabkan oleh keadaan topografi penanaman kakao yang dilakukan berada pada daerah-daerah yang berbukit sehingga membutuhkan tenaga yang lebih.Solusi untuk menekan tenaga dan biaya pemangkasan adalah dengan menggunakan jadwal pemangkasan berkala bersamaan dengan proses pemanenan. Sehingga setiap melakukan pemanenan petani bisa sekalian melakukan pemangkasan terhadap ranting-ranting yang terlindungi dan tunas air yang terdapat pada tanaman. Tindakan pemangkasan diharapkan akan mampu memperbaiki kondisi kebun dalam menerima sinar matahari dan sirkulasi udara di dalam kebun menjadi lebih baik dan terhindar dari serangan hama dan penyakit, sehingga merangsang pertumbuhan bunga dan buah dan akan meningkatkan produksi tanaman. Pemangkasan merupakan suatu usaha meningkatkan produksi dan mempertahankan umur ekonomis tanaman. Pemangkasan secara umum bertujuan untuk memperoleh pertumbuhan tajuk yang seimbang dan kokoh, mengurangi kelembaban sehingga aman dari serangan hama dan penyakit, memudahkan pelaksanaan panen dan pemeliharaan serta mendapatkan produksi yang tinggi Dalam penerapan sanitasi, Salah satu kriteria kegiatan sanitasi yang sangat dianjurkan untuk memutus rantai siklus hidup hama PBK adalah dengan menimbun buah atau kulit buah yang rusak terkena serangan PBK ke dalam lubang yang kemudian ditutup dengan plastik atau tanah setebal 20 cm. Kegiatan ini banyak tidak dilakukan oleh petani responden bahkan hampir seluruh petani responden tidak melakukan hal tersebut. Mereka berpendapat bahwa dengan meletakkan buah atau kulit buah di sekitar kebun sudah biasa mereka lakukan. Melakukan penimbunan akan menyebabkan penambahan waktu mereka untuk melakukan budidaya di kebun. Selain itu mereka tidak pernah mendapatkan wawasan atau pengetahuan mengenai metode penimbunan kulit dan buah yang rusak tersebut dapat memutus siklus hidup hama sehingga dapatmenekan serangan hama pada tanaman kakao yang mereka budidayakan. Membersihkan sisa-sisa tanaman berarti telah mengurangi populasi suatu hama yang secara potensial dapat merugikan pertanaman. Membersihkan berarti memotong siklus hama sehingga perkembangan berikutnya akan terganggu. Sanitasi memberikan kontribusi secara tidak langsung terhadap produksi. Adanya sanitasi akan dapat mengurangi tingkat perkembangan hama (terutama PBK) dan penyakit yang dapat menurunkan produksi tanaman. Sanitasi kulit buah merupakan cara sanitasi yang penting untuk mematikan organisme penganggu tanaman (OPT) khususnya hama PBK yang terdapat dalam buah yang sudah dipanen. Sanitasi kulit buah kakao merupakan hal paling penting sebab jika PBK tidak dimatikan maka hama tersebut akan berkembangbiak dan menyerang buah yang masih ada di pohon. Dalam penerapan pemupukan, Pemupukan yang dianjurkan adalah 2 kali dalam setahun, namun yang terjadi petani responden tidak melakukan hal tersebut. Opini yang berkembang di masyarakat adalah dengan tidak dipupuk tanaman mereka masih menghasilkan buah sehingga mereka berpikir untuk apa melakukan pemupukan. Ini merupakan opini keliru yang bertumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat petani secara umum. Padahal hal ini akan mengakibatkan umur ekonomis tanaman menjadi berkurang dan pertumbuhan tanaman juga akan terganggu. Pemupukan yang dilakukan oleh petani responden umumnya yaitu pada awal musim hujan/pertengahan musim hujan/akhir musim hujan. Walaupun sebagian kecil petani melakukan pemupukan sesuai dengan ketersediaan pupuk yang mereka punya tanpa memperhatikan waktu-waktu terbaik pemberian pupuk yang sesuai anjuran. Dimana anjuran pemberian pupuk yang baik adalah awal dan akhir musim hujan dimana awal dan akhir musim hujan keadaan tanah lebih lembab atau kadar air pada saat kapasitas lapang. Tanaman yang memperoleh unsur hara dalam jumlah optimum dan waktu yang tepat akan tumbuh dan berkembang secara maksimal. Dimana pada awal musim hujan (Oktober- Nopember) dan akhir musim hujan (Maret-April) keadaan tanah dalam keadaan lembab dan dalam kondisi kapasitas lapang. C. Perilaku Petani Dengan Adanya Metode Pemberdayaan SLPHT Dalam penelitian ini, penilaian dilakukan menggunakan kuesioner dan skala yang digunakan yaitu skala likert. Adapun penilaian yang diberikan sebagai berikut : Skor 1 = sangat tidak setuju Skor 2 = tidak setuju Skor 3 = kurang setuju Skor 4 = setuju Skor 5 = sangat setuju
Penilaian yang dilakukan dibagi menjadi 3, yaitu berdasarkan pengetahuan
untuk melihat bagaimana pengetahuan petani kakao terhadap penggunaan metode oles, sikap yang menunjukkan bagaimana respon yang diberikan oleh petani kakao terhadap sistem oles, dan keterampilan yang menunjukkan bagaimana kemampuan petani kakao dalam menerapkan sistem oles dalam penanggulangan hama kakao. Untuk lebih jelasnya mengenai penilaian petani kakao yang menjadi responden dapat dilihat pada Tabel.
Tabel. Penilaian Petani Kakao Terhadap Pemberdayaan SLPHT
Berdasarkan Pengetahuan Kriteria Persentase (%) Ket Sarana transfer pengetahuan 100,00 Sangat Setuju Sarana untuk mempertahankan produksi 79,20 Setuju Sarana memperbaiki mutu kakao 79,20 Setuju Penerapan PsPSP untuk mengendalikan PBK 100,00 Sangat setuju Memusnahkan limbah hasil panen kakao untuk 80,00 Setuju mencegah pengembangbiakan hama Sumber : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2020
Tabel menunjukkan petani menilai kegiatan SLPHT sebagai sarana untuk
mempertahankan produksi kakao dengan persentase penilaian 100,00% atau sangat setuju dengan pernyataan tersebut. Kegiatan SLPHT menjadi sarana untuk mempertahankan produksi karena menurtu responden petani kakao diajarkan untuk melakukan penanggulangan hama kakao yang menyebabkan produksi kakao yang dihasilkan oleh petani rendah baik dari segi kuantitas dan mutu. Dalam kegiatan tersebut, petani diberikan edukasi mengenai penanganan hama secara efektif seperti melakukan pemangkasan, sanitasi, pemupukan, dan pemanenan yang sesuai dengan ketentuan. Untuk Pemberdayaan SLPHT sebagai sarana transfer pengetahuan mendapatkan persentase penilaian sebesar 79,20% atau setuju dengan pernyataan tersebut. Pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh petani kakao dalam budidaya kakao sudah tidak diragukan lagi. Namun, kegiatan SLPHT yang dilaksanakan bertujuan untuk menambah pengetahuan petani kakao terutama dalam menanggulangi hama kakao yang menjadi permasalahan yang mereka hadapi dalam budidaya. Informasi yang dibawa oleh pihak penyuluh baik dari pemerintah maupun swasta bertujuan untuk semakin menyempurnakan pengetahuan petani terhadap budidaya. Hal tersebut akan berdampak pada kemampuan petani dalam menyelesaikan masalah hama yang sering menyerang tanaman kakao. Penilaian pemberdayaan SLPHT sebagai sarana untuk memperbaiki mutu kakao mendapatkan penilaian sebesar 79,20% atau petani kakao setuju terhadap pernyataan tersebut. Dalam kegiatan SLPHT yang dilakukan, petani kakao mendapatkan informasi mengenai penanganan hama dan penggunaan pupuk organik yang diharapkan dapat memberikan hasil produksi kakao yang bermutu. Menurut responden, informasi yang disampaikan dalam kegiatan SLPHT merupakan pengetahuan baru yang baik bagi petani kakao, namun hasil yang didapatkan belum tentu sesuai dengan apa yang disampaikan oleh informan. Penilaian berdasarkan pengetahuan responden dalam menerapkan PsPSP untuk mengendalikan hama penggerek buah kakao mendapatkan penilaian sebesar 100,00% atau sangat setuju. Petani kakao mengetahui pentingnya menerapkan PsPSP bagi tanaman kakao karena dapat menghambat pertumbuhan hama penggerek buah kakao. Penilaian berdasarkan pengetahuan petani terhadap memusnahkan limbah hasil panen kakao untuk mencegah pengembangbiakan hama mendapatkan penilaian sebesar 80,00% atau setuju. Menurut responden, kulit kakao akan dimusnahkan setelah panen dengan tujuan untuk menghambat pertumbuhan hama yang terdapat pada kulit kakao. Dengan memusnahkan kulit kakao, larva hama yang terdapat pada kulit akan musnah dan tidak akan berkembang. Untuk melihat penilaian responden berdasarkan sikap mengenai pemberdayaan SLPHT dapat dilihat pada Tabel.
Tabel. Penilaian Petani Kakao Terhadap Pemberdayaan SLPHT
Berdasarkan Sikap Kriteria Persentase (%) Ket Mengikuti kegiatan dengan baik 100,00 Sangat Setuju Mengikuti kegiatan untuk mempertahankan 80,00 Sangat Setuju produksi Mengikuti kegiatan untuk memperbaiki mutu 89,60 Setuju kakao Penerapan PsPSP untuk mengendalikan PBK 100,00 Sangat Setuju Membenamkan kulit kakao untuk mencegah 99,20 Sangat Setuju pengembangan hama Sumber : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2020
Tabel menunjukkan penilaian responden berdasarkan sikap mengenai
pemberdayaan petani kakao dengan metode SLPHT. Sikap petani kakao yang akan mengikuti kegiatan pemberdayaan SLPHT dengan baik menunjukkan penilaian sebesar 100,00% atau sangat setuju. Penilaian ini ditunjukkan oleh responden karena menurut petani pemberdayaan SLPHT ini sangat dibutuhkan oleh mereka. Banyak informasi yang dapat mereka peroleh dari pelaksanaan SLPHT. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan menujukkan antusias petani kakao dalam mengikuti kegiatan pemberdayaan SLPHT. Mulai dari keaktifan petani dalam mengikuti materi dan aktif dalam bertanya. Penilaian sikap petani dalam mengikuti kegiatan pemberdayaan SLPHT yaitu mengikuti kegiatan untuk mempertahankan produksi kakao dengan penilaian sebesar 80,00% atau sangat setuju. Alasan petani kakao mengikuti kegiatan ini agar dapat menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi dalam budidaya sehingga akan memberikan dampak pada hasil produksi kakao mereka. Menurut petani, masalah utama dalam budidaya kakao adalah hama penggerek buah kakao. Hama PBK menjadi ancaman bagi petani kakao karena dapat membuat buah kakao yang dihasilkan menjadi rusak. Penilaian lainnya mengenai sikap petani yaitu petani kakao mengikuti kegiatan pemberdayaan SLPHT untuk memperbaiki mutu kakao dengan penilaian sebesar 89,60% atau sangat setuju terhadap pernyataan tersebut. Menurut petani kakao, dengan adanya pemberdayaan SLPHT ini diharapkan dapat mempertahankan hasil produksi petani dan memperbaiki mutu dari kakao yang petani hasilkan. Untuk sikap petani berdasarkan pengendalian hama PBK dengan penerapan PsPSP mendapatkan penilaian sebesar 100,00% atau sangat setuju. Menurut responden, dengan menerapkan PsPSP dapat mengendalikan hama PBK karena dapat memutus siklus hidup dari hama tersebut sehingga petani dapat menjaga hasil kakao yang dimiliki agar tetap stabil dan tidak menurun. Untuk melihat penilaian responden mengenai pemberdayaan SLPHT berdasarkan keterampilan dapat dilihat pada Tabel.
Tabel. Penilaian Petani Kakao Terhadap Pemberdayaan SLPHT
Berdasarkan Keterampilan Kriteria Persentase (%) Ket Dapat membuat pupuk 32,80 Kurang Setuju Pemanfaatan musuh alami berupa semut hitam 20,80 Kurang Setuju Melakukan pemupukan pada waktu yang tepat 87,20 Sangat Setuju Melakukan pemangkasan pada kakao 88,80 Sangat Setuju Melakukan sanitasi 48,00 Netral Sumber : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2020
Tabel menunjukkan penilaian petani terhadap keterampilan yang diperoleh
dari pemberdayaan SLPHT. Keterampilan petani kakao dalam membuat pupuk sendiri mendapatkan penilaian sebesar 32,80% atau kurang setuju. Menurut responden, dalam membuat pupuk organik petani tidak memiliki waktu karena memerlukan waktu yang lama dan masih memiliki resiko kegagalan dalam pembuatan pupuk. Dalam pemanfaatan musuh alami, keterampilan petani terhadap hal tersebut mendapatkan penilaian sebesar 20,80% atau kurang setuju. Alasan yang diberikan responden beragam mulai dari pengetahuan yang dimiliki dalam pengembangan semut hitam masih terbatas, tidak tahu cara memeliharanya, bahkan responden mengatakan tidak ada semut hitam di kebut kakao mereka. Berdasarkan keterampilan petani dalam melakukan pemupukan setelah mengikuti pemberdayaan SLPHT mendapatkan penilaian sebesar 87,20% atau sangat setuju. Menurut responden, pemupukan yang tepat waktu sangat penting karena dapat agar pupuk tidak terbuang sia - sia dan agar pupuk dapat berfungsi dengan baik. Berdasarkan keterampilan petani dalam melakukan pemangkasan kakao mendapatkan penilaian sebesar 88,20% atau sangat setuju. Menurut responden, pemangkasan juga sangatlah penting dilakukan karena dapat menghindarkan kakao dari resiko busuk buah. Hal tersebut dapat terjadi apabila kakao memiliki daun yang rimbun sehingga harus dipangkas. Berdasarkan keterampilan petani dalam melakukan sanitasi pada kakao mendapatkan penilaian sebesar 48,00% atau netral. Dalam melakukan sanitasi masih terdapat petani kakao yang tidak melakukannya karena dianggap memerlukan waktu untuk pembuatan lubang. Namun, untuk petani kakao yang melakukan sanitasi berpendapat sanitasi sangatlah penting karena dapat memutus perkembangan hama kakao. Sementara untuk penilaian petani terhadap penerapan metode oles dapat dilihat pada Tabel.
Tabel. Penilaian Petani Kakao Terhadap Penggunaan Metode Oles
Kriteria Persentase (%) Ket Sikap : Dalam pemberdayaan SLPHT yang dilakukan, petani kakao menerapkan sistem oles sebagai upaya penanggulangan hama. Penggunaan sistem oles dengan pemanfaatan alat - alat sederhana. Untuk melihat penilaian responden mengenai sistem oles yang dilakukan