Anda di halaman 1dari 38

PROPOSAL

Analisis Biaya Produksi dan Pendapatan Usaha Sarung Sutera


(Studi Kasus Penenun Sutera Di Kecamatan Tanasitolo
Kabupaten Wajo)

Disusun Oleh :
ANDI NUR AMALIA
16.012.014.103

HALAMAN SAMPUL

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR
2019
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL
Analisis Biaya Produksi dan Pendapatan Usaha Sarung Sutera
(Studi Kasus Penenun Sutera Di Kecamatan Tanasitolo
Kabupaten Wajo)

Disusun Oleh :
ANDI NUR AMALIA
16.012.014.103

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Ir. Awaluddin Rauf., M.Si Dr. Ir. Andi Kasirang T. Baso, M.Si
Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,
Ketua Program Studi Agribisnis

Dr. Ir. Andi Kasirang T. Baso, M.Si


DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.....................................................................................I
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................II
DAFTAR ISI.................................................................................................III
I. PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................4
C. Tujuan Penelitian...............................................................................4
D. Manfaat Penelitian.............................................................................5
II. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................6
A. Kain Sutera.........................................................................................6
B. Usaha.................................................................................................7
C. Biaya...................................................................................................8
D. Proses Produksi.................................................................................9
E. Pendapatan......................................................................................10
F. Penelitian Terdahulu........................................................................11
G. Skema Kerangka Pikir......................................................................13
III. METODOLOGI PENELITIAN...........................................................14
A. Tempat dan Waktu Penelitian..........................................................14
B. Populasi dan Sampel.......................................................................14
C. Teknik Pengambilan Data................................................................14
D. Jenis Data........................................................................................15
E. Analisis Data....................................................................................15
F. Definisi Operasional.........................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................17
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan usaha sutera terbagi dalam dua segmen, yaitu produksi
bahan mentah dalam hal ini kepompong ulat sutera (kokon) yang disebut
industri hulu dan segmen produksi pengelolaan bahan mentah menjadi
bahan baku industri dalam hal ini benang sutera dan pengelolaan bahan
baku (benang sutera) menjadi hasil jadi kain sutera yang disebut industri
hilir. Produk berbasis sutera alam memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Hal
itu dikarenakan selain teknologi yang digunakan relatif sederhana,
kegiatan sutera bersifat padat karya yaitu hasil dari keterampilan tangan
dan dan dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat, sehingga
kegiatan ini merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan peranan
sektor pertanian dan kehutanan dalam mendorong perekonomian
masyarakat. Indonesia adalah salah satu negara yang berpotensi untuk
pemeliharaan ulat sutera, namun sampai saat ini Indonesia masih
bergantung kepada negara lain untuk memproduksi benang sutera karena
Indonesia belum cukup memenuhi permintaan benang sutera dalam
negeri.
Bagi orang Sengkang pada umumnya semangat berusaha,
berbisnis, dan kerja sama serta berbagai aspek bernilai finansial lainnya,
dapat dipastikan merupakan refleksi dari sistem ekonomi berdasarkan
pandangan masyarakat Bugis Sengkang. Dengan kata lain, sangat
berpengaruh pandangan ini secara fundamental, juga sangat besar
pengaruhnya terhadap berkembangnya jenis usaha seseorang.
Katakanlah predikat usaha kain sutera bagi seseorang itu dipandang
istimewa, otomatis dorongan untuk meraih prestise sosial itu akan
mendorong seseorang bekerja giat dalam mengembangkan usaha dan
reproduksi sebagai salah satu sumber pendapatan dalam kehidupan
sehari - hari.
Kondisi inilah yang memberikan pilihan kepada pengusaha pengrajin
pertenunan sutera untuk menggunakan benang sutera dari daerah,
bahkan menggunakan benang sutera yang sudah ada walaupun dengan
harga yang relatif mahal demi memenuhi tuntutan kualitas permintaan
pasar yang ada. Industri pertenunan sutera merupakan kegiatan yang
paling banyak digeluti oleh pelaku persuteraan di Kabupaten Sengkang, di
mana tenun sutera mempunyai nilai kegunaan yang dipadukan dengan
nilai estetika budaya setempat.
Akan tetapi sepanjang perjalanan persuteraan di Kabupaten
Sengkang sudah mengalami tantangan dan masa - masa sulit
sebagaimana sektor usaha yang lainnya. Sebagai masyarakat yang
diterpah arus modernisasi maka banyak pula jenis profesi lain yang
dimiliki masyarakatnya selain hanya penenun. Hal tersebut bisa mengikis
budaya menenun sutera itu sendiri, namun karena prinsip yang selalu
dipertahankan adalah profesionalisme dan integritas. Oleh karena itu,
para pelaku persuteraan yang dibarengi dengan keuletan dan loyalitas
mempertahankan profesinya dengan melakukan berbagai upaya
pengembangan dan inovasi yang berguna menyebabkan mereka mampu
eksis hingga saat sekarang ini. Dengan demikian, penenun sutera pada
masyarakat Pakkana masih eksis memakai alat-alat tradisional dalam
pembuatan sarung sutera dan masih dominan dalam satu keluarga para
gadis/perempuan yang menjalankan peran sebagai karyawan di industri
penenun sutera. Tenun sutera dalam kehidupan manusia menciptakan
beragam kebutuhan, terkandung pula nilai sosial ekonomi, dengan
beragamnya profesi yag digeluti masyarakat di era modern ini tetap
membuat keberadaan kain sutera di Kecamatan Tanasitolo Kabupaten
Sengkang masih dijaga, dan dipelihara secara turun temurun, bahkan di
antara mereka yang membuat kain sutera masih berusia gadis, orang tua
dan lain sebagainya.
Berdasarkan data dari Balai Persuteraan Alam pada tahun 2010,
Harga telur ulat sutera F1 produksi KPSA Perum Perhutani Wajo saat ini
adalah Rp. 80.000 per boks, sementara produksi PSA Candiroto Rp.
40.000 dengan jumlah ± 25.000 butir per boks. Harga kokon sebagai
bahan baku proses pemintalan benang, saat ini berkisar antara Rp.
20.000 – Rp. 27.000 per kilogram. Sedangkan untuk harga benang sutera
saat ini berkisar antara Rp. 225.000 – Rp. 250.000 per kilogram.
Sutera alam di Sulawesi Selatan telah lama menjadi bagian dari
kehidupan budaya masyarakat. Budidaya sutera alam telah dikenal sejak
tahun 1950-an dan sampai sekarang masih digeluti oleh sebagian
masyarakat pedesaan. Sarung sutera merupakan salah satu perangkat
yang dipergunakan pada tiap upacara kebudayaaan seperti perkawinan
dan pesta adat (Sadapotto, 2010) sehingga kain sutera dan proses
produksinya sarat akan kandungan kearifan lokal yang berisi pesan-pesan
moral (Syukur et al., 2013) dan menjadi high culture (Syukur et al., 2014).
Salah satu daerah penghasil utama sutera alam bahkan dikenal
dengan “Kota Sutera” di Sulawesi Selatan adalah Kabupaten Wajo.
Menurut BPA (2010), pada tahun 2009 di Kabupaten Wajo terdapat
312,50 Ha lahan tanaman murbei dan 1,5 Ha kebun bibit murbei.
Kabupaten Wajo dapat menyerap telur ulat sutera sebanyak 562,25 boks
dan memproduksi kokon sebanyak 12,104,80 Kg dan raw silk sebanyak
1,644,00 Kg dengan 25 kelompok tani yang terdiri dari 506 kepala
keluarga. Pada bagian hilir, industri pertenunan di Kabupaten Wajo
sebagai sentra pertenunan melibatkan 5,806 unit usaha yang
mempekerjakan 17,418 tenaga kerja dengan nilai investasi Rp
10,931.989.000 (Disperindag Kabupaten Wajo, 2013). Terjadi penurunan
tingkat produksi kokon secara simultan di Kabupaten Wajo selama lima
tahun berturut-turut dari 64,071,00 Kg (2005), 45,843,00 Kg (2006);
27,267,15 Kg (2007); 35,141,60 Kg (2008) dan 12,104,80 Kg pada tahun
2009.
Di kecamatan Tanasitolo, biaya produksi rata - rata penenun sutera
masih tergolong tinggi. Hal ini terjadi karena biaya bahan baku benang
sutera yang masih di ekspor dari luar negeri seperti Tiongkok. Kualitas
benang ekspor jauh lebih baik dibanding benang lokal. Benang lokal yang
dihasilkan oleh petani ulat sutera lokal. Ulat yang diperoleh sebagian
berasal dari bantuan PERHUTANI Kabupaten Wajo. Namun, keluhan dari
petani adalah kualitas benang yang dihasilkan oleh ulat bantuan dari
PERHUTANI kurang baik sehingga benang sutera yang dihasilkan kalah
bersaing dengan benang ekspor. Kualitas benang lokal yang kurang baik
juga membuat penenun lebih memilih menggunakan benang ekspor
meskipun harganya mahal. Selain itu, dari segi teknologi yang digunakan
oleh penenun masih tradisional sehingga membutuhkan proses
produksinya membutuhkan waktu yang lama.
Kualitas benang yang baik dan membutuhkan proses yang lama
membuat harga jual kain tenun sutera menjadi tinggi. Hal ini terjadi karena
tingginya biaya produksi yang digunakan membuat penenun menjualnya
dengan harga yang mahal agar mendapatkan keuntungan yang
sebanding.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti mengambil judul “Analisis Biaya
Produksi Dan Pendapatan Penenun Sarung Sutera (Studi Kasus
Penenun Sarung Sutera Di Kecamatan Tanasitolo)”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamna kegiatan yang dilakukan penenun sarung sutera di
Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo ?
2. Berapa besar biaya produksi dan pendapatan penenun sarung
sutera di Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan penenun sarung sutera
di Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo.
2. Untuk mengetahui berapa besar biaya produksi dan pendapatan
penenun sarung sutera di Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti, penelitian ini diharapkan memberi manfaat melalui
analisis yang dipaparkan pada pihak - pihak yang bergelut dalam
usaha pembuatan kain sutera.
2. Bagi Akademis, penelitian ini diharapkan memberi kontribusi ilmiah
pada kajian tentang pengembangan usaha sutera.
3. Bagi Pemerintah, penelitian ini diharapkan menjadi refrensi dalam
pembuatan kebijakan yang behubungan dengan pengusaha sutera.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kain Sutera

Kain Sutera ialah kain yang terbuat dari serat alam yang berbentuk
filamen, filamen adalah untaian benang panjang berkesinambungan yang
diuraikan dari kepompong ulat sutera, filamen sutera berasal dari serat
kepompong ulat sutera (Goet poespo, 2013), kain sutera merupakan jenis
tenunan dari serat alam yang berbentuk filamen yang berasal dari
kepompong ulat sutera.

1) Bahan baku pembuatan kain sutera berasal dari kepompong (Kokon


ulat sutera)
2) Proses pembuatan dan pemintalanya adalah Kupu-kupu sutera
bertelur.
3) Telur menetas menjadi jentik - jentik (larva).
4) Ulat sutera dapat hidup selama kurang lebih 28 hari dengan
memakan daun - daun murbei.
5) Ulat sutera yang sudah siap memintal kokon dinamakan pupa,
melekatkan diri pada ranting dan mulai memintal jala atau jerami
keras kurang lebih 3 hari.
6) Dalam tubuh ulat sutera terdapat 2 kelenjar sutera.
7) Filamen diteteskan melalui dua lubang mulut yang sangat kecil,
berupa zat sutera yang disebut fibrion yang mengeras bila terkena
udara.
8) Selanjutnya filamen dibalut dengan bahan baku sejenis getah (Gum)
yang melindungi serat yang disebut serisin.
9) Biasanya tidak dihilangkan samoai tenunan selesai dikerjalan, bila
serisin sudah dibuang bahan menjadi lebih lembut, berkilau dan
nyaman dipakai.
10) Kepompong kemudian dimatikan dengan uap panas.
11) Untuk melunakkan, getah kokon ditempatkan dalam tangki air panas,
kemudian disikat untuk mendapatkan ujung filamen yang
berkesinambungan.
12) Filamen dipintal pada gulungan. Dari 5 - 10 kokon dapat
dipergunakan untuk membentuk satu serat sutera.
13) Getah yang melunak akan mengeras kembali disekitar benangnya.

B. Usaha

Usaha adalah sebuah bisnis yang menghasilkan keuntungan tertentu


yang dijalankan dengan modal yang digunakan untuk membuat usaha. Di
dalam sebuah usaha terdapat beberapa faktor penting salah satunya
adalah potensi dan peluang usaha. Dengan memahami hal tersebut kita
juga bisa paham bagaimana cara menjalankan Usaha yang benar dan
memahami keinginan konsumen yang dinamis serta menyikapi
persaingan usaha dengan bijak. Hal tersebut penting karena potensi dan
peluang usaha adalah kombinasi yang apik dalam memulai sebuah usaha
yang menarik. Usaha merupakan bentuk pekerjaan yang melakukan
kegiatan secara tetap dan terus menerus agar mendapat keuntungan,
baik yang dilakukan oleh individu maupun kelompok yang berbentuk
badan hukum atau tidak berbentuk badan hukum, didirikan dan
berkedudukan disuatu tempat. Ada 3 kategori pendapatan yaitu :

1) Pendapatan berupa uang yaitu segala penghasilan berupa uang


yang sifatnya regular dan yang diterima biasanya sebagai balas jasa
atau kontra prestasi.
2) Pendapatan berupa barang adalah segala pendapatan yang sifatnya
reguler dan biasa, akan tetapi selalu berbentuk balas jasa dan
diterima dalam bentuk barang dan jasa.
3) Pendapatan yang bukan merupakan pendapatan adalah segala
penerimaan yang bersifat transfer redistributive dan biasanya
membuat perubahan dalam keuangan rumah tangga. Tingkat
pendapatan keluarga merupakan pendapatan atau penghasilan
keluarga yang tersusun mulai dari rendah, sedang, hingga tinggi.

C. Biaya

Pangandaheng (2013) mengatakan bahwa secara umum biaya


adalah semua dana yang digunakan dalam melaksanakan suatu kegiatan.
Pada proses produksi, biaya pada umumnya terdiri dari harga input atau
bahan baku, penyusutan dari aset-aset tetap dan pengeluaran-
pengeluaran lainnya yang tidak termaksud pada harga bahan baku dan
biaya penyusutan. Sementara pada perusahaan perdagangan biaya-biaya
terdiri dari harga barang dagangan, biaya pengangkutan, biaya perlakuan
dan biaya retribusi, serta biaya penyusutan asset jngka panjang.
Hubungan kedua jenis biaya tersebut dengan jumlah produk atau output
akan berbeda baik dalam hal jumlah dan jenisnya maupun dalam hal
bentuk persamaan atau fungsi biayanya. Fungsi biaya antara perusahaan
yang melakukan proses produksi akan berbeda dengan fungsi biaya pada
perusahaan perdagangan. Oleh karena itu, diperlukan pula teknis analisis
yang berbeda antar keduanya.

Imani et all (2016) mengatakan bahwa Biaya produksi usahatani


ialah semua pengeluaran yang digunakan di dalam mengorganisai dan
melaksanakan proses produksi (termasuk di dalamnya modal, input-input
dan jasa-jasa yangdigunakan di dalam proses produksi serta
membawanya menjadi produk tersebut, itulah yang disebut biaya
produksi. Biaya produksi dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat)
kategori/kelompok biaya yaitu sebagai berikut :
1. Biaya tetap (fixed cost) ialah biaya yang penggunaannya tidak habis
dalam satu masa produksi. Besarnya biaya tetap tergantung pada
jumlah output yang diproduksi dan tetap harus dikeluarkan walaupun
tidak ada produksi. Komponen biaya tetap antara lain : pajak tanah,
pajak air, penyusutan alat dan bangunan pertanian, pemeliharaan
tenaga ternak, pemeliharan pompa air, traktor, biaya kredit/pinjaman
dan lain sebagainya. Tenaga kerja keluarga dapat dikelompokkan
pada biaya tetap, bila tidak ada biaya imbangan dalam
penggunaannya atau tidak adanya penawaran untuk itu (terutama
untuk usahatani maupun di luar usahatani).
2. Biaya variabel atau biaya tidak tetap (Variable Cost). Besar kecilnya
sangat tergantung kepada biaya skala produksi. Komponen biaya
variabel antara lain : pupuk, benih atau bibit, pestisida, tenaga kerja
upahan, panen, pengolahan, tanah dan sewa tanah. Jadi biaya
produksi atau total cost merupakan penjumlahan fixed cost dengan
variable cost (TC = FC + VC).
3. Biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa pajak tanah dan pajak air,
sedangkan biaya tunai yang sifatnya variable antara lain berupa :
biaya untuk pemakaian benih/bibit, pupuk, pestisida dan tenaga luar
keluarga (tenaga upahan).
4. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) meliputi biaya tetap seperti : sewa
lahan, penyusutan alat-alat pertanian, bunga kredit dan lain-lain.
Sedangkan biayayang diperhitangkan dari biaya variable antara lain
biaya tenaga kerja, biaya panen dan pengolahan tanah dari keluarga
dan jumlah pupuk kandang yang dipakai.

D. Proses Produksi

Proses Produksi menurut Sofjan Assauri (2016) adalah suatu


kegiatan yang melibatkan tenaga manusia, bahan serta peralatan untuk
menghasilkan produk yang berguna.
Definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa proses produksi adalah suatu tugas atau aktifitas
dikatakan memiliki nilai tambah apabila penambahan beberapa input pada
tugas itu akan memberikan nilai tambah produk (barang atau jasa).

Produksi mempunyai ragam batasan dari ahli.Produksi dapat


diartikan yaitu penghasil sejumlah output.Produksi adalah kegiatan yang
dilakukan manusia dalam menghasilkan produk baik berupa barang
maupun jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Dalam teori
ekonomi seorang produsen harus mengambil dua keputusan yaitu
bagaimana output harus diproduksi serta berapa dan dalam kondisi
bagaimana faktor-faktor produksi (input) digunakan. Produksi adalah hasil
yang diperoleh sebagai akibat dari bekerjanya faktor-faktor produksi, yang
termasuk dalam produksi ini adalah tanah, modal, tenaga kerja dan
berbagai input lainnya.

Produksi adalah berkaitan dengan cara bagaimana sumber daya


(masukan) dipergunakan untuk menghasilkan produk (keluaran). Produksi
merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan
memanfaatkan beberapa masukan atau input. Produksi atau
memproduksi menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan
suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih
dari bentuk semula. Lebih spesifik lagi produksi adalah kegiatan
perusahaan dengan mengkombinasikan berbagai input, untuk
menghasilkan output dengan biaya yang minimum. Dapat disimpulkan
bahwa produksi adalah suatu proses yang berfungsi untuk menghasilkan
suatu barang dan jasa dengan melibatkan berbagai macam faktor - faktor
produksi secara efisien dan efektif.
E. Pendapatan

Pendapatan yang besar menjadi tujuan utama seseorang dalam


melakukan suatu usaha. Hal ini dapat dicapai dengan menciptakan suatu
produk dalam jumlah yang banyak namun tetap dengan input yang sedikit
atau efisien.

Menurut Kieso, Warfield dan Weygantd (2013), Pendapatan adalah


arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal
entitas selama suatu periode, jika arus masuk tersebut mengakibatkan
kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.

Menurut Stice (2013), Pendapatan adalah arus masuk atau


penyelesaian (atau kombinasi keduanya) dari pengiriman atau produksi
barang, memberikan jasa atau melakukan aktivitas lain yang merupakan
aktivitas utama atau aktivitas centra yang sedang berlangsung.

Pangandaheng (2013), menyatakan pendapatan merupakan


penerimaan yang dikurangi dengan biaya–biaya yang dikeluarkan.
Pendapatan seseorang pada dasarnya tergantung dari pekerjaan dibidang
jasa atau produksi, serta waktu jam kerja yang dicurahkan, tingkat
pendapatan perjam yang diterima.

F. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian yang dilakukan Syam, 2017 mengenai ‘’Analisis


Pendapatan Pemelihara Ulat Sutera Pada Pemeliharaan Konvensional di
Desa Sereng, Kecamatan Donri - Donri, Kabupaten Soppeng’’ bahwa
Tingkat pendapatan yang diperoleh pemelihara ulat sutera di Kelompok
Tani Batu Tungke di Desa Sering masih tergolong rendah, bahkan salah
satu pemelihara memperoleh hasil pendapatan minus atau tidak
memperoleh keuntungan. Hal ini diakibatkan karena tidak terlalu
memperhatikan teknis pemeliharaan sehingga hasil produksi yang
diperoleh rendah. Disamping itu musim kemarau juga menjadi faktor yang
mengakibatkan hasil produksi sedikit, sehingga pendapatan yang
diperoleh rendah. Tingkat pendapatan tertinggi dapat diperoleh
pemelihara yaitu dengan melakukan skala penetasan telur yang besar dan
teknis pemeliharaan dilakukan dengan baik.

Pada penelitian yang dilakukan RD Noer Assyifa, 2016 mengenai


“Struktur Biaya Dan Pendapatan Usaha Tenun Sutera Kabupaten Garut
(Studi Kasus Desa Sukajaya, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten
Garut)” bahwa struktur biaya biaya pembelian bahan baku dan Tenaga
kerja luar keluarga. Pada jenis kain tenun sutera semakin sulit motif dan
lama waktu pengerjaannya maka biaya yang dikeluarkan pun semakin
besar. Berdasarkan jenis kain, total biaya tunai terbesar terdapat pada
kain tenun sutera sulam, sedangkan yang terkecil adalah kain tenun
sutera bulu. Total biaya non tunai terbesar terdapat pada kain tenun
sutera ikat, sedangkan yang terkecil adalah kain tenun sutera songket dan
sulam. Biaya total terbesar terdapat pada kain tenun sutera sulam dan
terkecil adalah kain tenun sutera bulu. Sedangkan, pendapatan atas biaya
tunai per meter kain terbesar adalah kain tenun sutera ikat dan terkecil
adalah kain tenun sutera bulu. Pendapatan atas biaya total terbesar yaitu
terdapat pada kain tenun sutera ikat dan terkecil adalah kain tenun sutera
bulu. Rasio R/C atas biaya tunai terbesar adalah kain tenun sutera ikat
dan terkecil adalah kain tenun sutera bulu. Rasio R/C atas biaya total
terbesar terdapat pada kain tenun sutera bulu teknik songket serta kain
tenun sutera ikat dan terkecil adalah kain tenun sutera bulu. pendapatan
terbesar berdasarkan produksi kain adalah pengrajin dengan produksi
lebih dari satu jenis kain yaitu kain tenun sutera bulu teknik songket dan
kain tenun sutera sulam, maka semakin banyak investasi mesin dan
permodalan akan menghasilkan output yang bervariasi dan pendapatan
yang tinggi. Dan Keberadaan Usaha Kain tenun sutera memeberikan
dampak positif terhadap penerimaan tenaga kerja secara langsung dan
masyarakat sekitar.

Pada penelitian yang dilakukan Ridwan dkk, 2011 mengenai


“Fasilitasi Penelitian Persuteraan Alam di Provinsi Sulawesi Selatan”
bahwa penyebab utama anjloknya produksi sutera alam Wajo karena
adanya gangguan penyakit seperti virus dan bakteri yang menyerang
tanaman murbei yang mengakibatkan menurunnya produksi benang
sutera alam Wajo. Menurunnya tingkat produksi kokon akan
mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat.
G. Skema Kerangka Pikir

Kecamatan Tanasitolo terkenal sebagai kota sutera di Kabupaten


Wajo. Banyaknya penenun dan usaha sutera di wilayah tersebut
membuatnya dijuluki demikian. Penenun sutera di Kecamatan Tanasitolo
melakukan aktivitas produksi sutera dengan cara yang masih tradisional.
Benang yang digunakan sebagai bahan baku berasal dari petani lokal dan
impor. Harga benang impor yang mahal menyebabkan biaya produksi
yang dikeluarkan oleh penenun masih tergolong tinggi. Selain itu,
teknologi yang masih tradisional membuat proses produksi yang dilakukan
oleh penenun membutuhkan waktu yang lama. Namun, kualitas produk
yang dihasilkan penenun sudah tidak diragukan karena menggunakan
benang yang berkualitas sehingga harga jual kain sutera yang diproduksi
menjadi mahal. Tingginya biaya produksi membuat penenun merasa
keberatan karena hasil yang diperolehnya tidak sebanding.

Untuk lebih jelasnya mengenai skema kerangka piki dapat dilihat


pada Gambar 1.
Penenun Sutera

Aktivitas Usaha

Proses Produksi Biaya Produksi


1) Corak dan motif 1) Biaya Tetap
2) Pengadaan bahan 2) Biaya Variabel
baku
3) Proses Penenunan
4) Proses Pemasaran

Pendapatan
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten
Wajo tepatnya di Usaha Asri Silk. Usaha Asri Silk menjadi salah satu
usaha sutera terbesar di Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo.
Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Januari - Maret 2020.

B. Populasi dan Sampel

1) Populasi

Menurut Arikunto (2013) populasi adalah keseluruhan dari subjek


penelitian. Jadi yang dimaksud populasi adalah individu yang memiliki
sifat yang sama walaupun prosentase kesamaan itu sedikit, atau dengan
kata lain seluruh individu yang akan dijadikan sebagai obyek penelitian.
Sedangkan Sugiyono (2013) populasi adalah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Populasi adalah semua pengusaha sutera yang berada di
Kecamatan Tanasitolo, kabupaten Wajo yang berjumlah 29 unit usaha.

2) Sampel

Arikunto (2013) berpendapat bahwa sampel adalah sebagian atau


wakil populasi yang diteliti. Sedangkan menurut sugiyono (2013) sampel
adalah bagian dari jumlah populasi tersebut. Sampel dalam penelitian ini
adalah usaha sutera Asri Silk. Alasan dalam pengambilan sampel karena
Asri Silk merupakan salah satu pengusaha sutera baru namun
mempunyai banyak peminat.
C. Teknik Pengambilan Data

1) Teknik Wawancara, yaitu dengan memberikan beberapa pertanyaan


kepada responden dengan menggunakan kuesioner.
2) Teknik Observasi/Pengamatan, yaitu dengan mengamati secara
langsung segala sesuatu yang terjadi di lokasi penelitian.
3) Teknik Dokumentasi, yaitu dengan mengambil gambar di lokasi
penelitian.
D. Jenis Data
1) Data Primer adalah data yang didapatkan langsung dari hasil
wawancara dan dokumentasi.
2) Data sekunder adalah data pendukung yang mendukung data yang
ditemukan di lokasi penelitian.

E. Analisis Data
a) Metode Analisis Deskriptif
Metode Analsis deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel
atau lebih (variabel yang berdiri sendiri) tanpa membuat perbandingan
dan mencari hubungan variabel itu dengan variabel yang lain Sugiyono
(2013). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode deskriptif
analisis dengan pendekatan kuantitatif merupakan metode yang bertujuan
menggambarkan secara sistematis dan faktual tentang fakta-fakta serta
hubungan antar variabel yang diselidiki dengan cara mengumpulkan data,
mengolah, menganalisis, dan menginterpretasi data dalam pengujian
hipotesis statistik.
b) Analisis pendapatan

Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya


yang dikeluarkan selama melakukan kegiatan usaha. Ada beberapa
pengertian yang perlu diperhatikan dalam menganalisis pendapatan
antara lain (Soekartawi, 1995) :

1) Penerimaan adalah jumlah produksi yang dihasilkan dalam suatu


kegiatan usaha dikalikan dengan harga jual yang berlaku di pasar.
2) Pendapatan bersih adalah penerimaan kotor yang dikurangi dengan
total biaya produksi atau penerimaan kotor di kurangi dengan biaya
variabel dan biaya tetap.
3) Biaya produksi adalah semua pngeluaran yang dinyatakan dengan
uang yang diperlukan untuk menghasilkan produksi.

Metode analisis data yang digunakan adalah untuk mengukur tingkat


pendapatan yang dihasilkan dari usaha sutera. Untuk menghitung
pendapatan usaha menggunakan rumus :

π= TR-TC

Biaya Total (TC=TFC+TVC)

Penerimaan (TR =P X Q)

Keuntungan (L= TR-TC)

Keterangan :

TC : Biaya Total

TVC : Biaya Variabel


TFC : Biaya Tetap

TR : Penerimaan Total Perusahaan

Q : Jumlah Produk Yang Dihasilkan

P : Harga Jual Per Unit

L : Laba

F. Definisi Operasional
1. Kain Sutera adalah kain yang terbuat dari serat/benang ulat sutera.
Kain sutera menjadi objek dalam penelitian ini.
2. Penenun adalah orang yang mengubah benang sutera menjadi kain
tenun sutera.
3. Biaya Produksi adalah nilai yang dikeluarkan untuk membuat kain
sutera.
4. Aktvitas produksi adalah kegiatan yang dilakukan oleh penenun
sutera dalam menghasilkan kain sutera. Aktivitas produksi terdiri dari
proses pengadaan bahan baku, produksi, dan pemasaran.
5. Proses Produksi adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan dalam
membuat kain sutera. Proses produksi dimulai dari pengadaan
bahan baku sampai kain sutera siap dipasarkan.
6. Pendapatan adalah hasil yang didapatkan oleh Asri Silk dari hasil
pemasaran kain sutera.
7. Biaya tetap adalah biaya yang tidak mengalami perubahan meskipun
mengalami kuantitas produksi mengalami perubahan.
8. Biaya variabel adalah biaya yang mengalami perubahan seiring
dengan bertambahnya kuantitas produksi.
9.
IV. KONDISI WILAYAH PENELITIAN
A. Keadaan Geografis Kecamatan Tanasitolo

Secara administrasi pemerintah berada dalam wilayah Kabupaten


Wajo. Kecamatan Tanasitolo mempunyai jarak ± 9 km dari Ibu Kota
Kabupaten Wajo. Kecamatan Tanasitolo terdiri dari 30 dusun, 9
lingkungan, 57 RW, dan 143 RT. Kecamatan Tanasitolo memiliki luas
wilayah 154,6 km2 dengan batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Maniangpajo,


b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Majauleng,
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tempe, dan
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Danau Tempe.

B. Keadaan Penduduk

Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk setiap


kelurahan/desa yang ada di Kecamatan Tanasitolo Kabupaten Wajo dapat
dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Penduduk Kecamatan Tanasitolo Tahun 2019


NO Kelurahan/Desa Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Assorajang 1888 2176 4064
2 Pakkana 1306 1501 2807
3 Wajoriaja 1019 1035 2054
4 Ujung Baru 849 884 1733
5 Nepo 767 867 1634
6 Pajalele 780 880 1660
7 Ujunge 989 1046 2035
8 Mario 775 846 1621
9 Waetowu 993 1032 2025
10 Wewangrewu 1365 1545 2910
11 Palippu 611 717 1328
12 Tancung 1087 1247 2334
13 Baru Tancung 922 966 1888
14 Pincengpute 1307 1416 2723
15 Mappadaelo 1041 1178 2219
16 Lowa 675 676 1351
17 Mannagae 1161 1364 2525
18 Inalipue 1058 1170 2228
19 Tonralipue 411 485 896
Jumlah 19004 21031 40035

Sumber : BPS Kecamatan Tanasitolo dalam Angka Tahun 2019


Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah penduduk
berdasarkan jenis kelamin, Kecamatan Tanasitolo mempunyai jumlah
penduduk sebanya 40.035 orang yang terdiri dari 19.004 orang laki - laki
dan 21.031 orang perempuan. Untuk mata pencaharian penduduk di
kecamatan Tanasitolo dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Mata Pencaharian Penduduk Di Kecamatan Tanasitolo Tahun


2019
NO Status Pekerjaan Jumlah (Orang)
1 Pelajar 6601
2 Guru 660
3 PNS 467
4 Honorer 877
5 Pedagang 2163
6 Petani 14637
7 Peternak 1346
8 Pensiun 1135
9 Mahasiswa 576
10 Penenun 127
11 Ibu Rumah Tangga 5546
12 Belum Bekerja 5900
Sumber : BPS Kecamatan Tanasitolo dalam Angka Tahun 2019

Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk


Kecamatan Tanasitolo memiliki status pekerjaan sebagai petani dan
minoritas berstatus sebagai pedagang. Untuk masyarakat yang bermata
pencaharian sebagai penenun sebanyak 127 orang. Akan tetapi dari 127
orang yang berprofesi sebagai penenun hanya terdapat 24 orang yang
masih aktif menenun.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Responden
Dalam penelitian ini mengambil responden sebanyak 5 orang pemilik
usaha penenunan dari 27 orang. 6 orang pemilik usaha penenunan ini
terletak di Kecamatan Tanasitolo. Identitas responden terbagi menjadi
beberapa yaitu berdasarkan umur, pendidikan terakhir, dan lama
menenun.

1) Umur

Untuk lebih jelasnya mengenai karakteristik responden berdasarkan


umur dapat dilihat pada Tabel ……

Tabel Identitas Responden Berdasarkan Umur Di Kecamatan


Tanasitolo Tahun 2019
Umur Jumlah Persentase
No
(Tahun) (Orang) (%)
1 < 30 1 16,67
2 31 - 45 1 16,67
3 46 - 60 1 16,67
4 61 > 3 50,00
Jumlah 6 100,00

Sumber : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2019

Berdasarkan Tabel ….. menunjukkan bahwa usia penenun yang


menjadi responden paling banyak berumur 61 tahun ke atas dengan
jumlah 3 orang atau sebesar 50,00%. Umur penenun yang menjadi
responden paling muda berada pada usia 23 tahun dan yang paling tua
berada pada usia 65 tahun. Berdasarkan data tersebut, rata - rata
penenun yang masih aktif sudah berada pada usia senja. Menurut salah
satu responden, para pemuda di wilayah tersebut sudah tidak tertarik
menjadi penenun karena berbagai alasan.
2) Pendidikan Terakhir

Untuk lebih jelasnya mengenai karakteristik responden berdasarkan


pendidikan terakhir dapat dilihat pada Tabel ……

Tabel Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Di


Kecamatan Tanasitolo Tahun 2019
Umur Jumlah Persentase
No
(Tahun) (Orang) (%)
1 SD 4 66,67
2 SMP 0 00,00
3 SMA 2 33,33
Jumlah 6 100,00

Sumber : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2019

Berdasarkan Tabel ….. menunjukkan bahwa pendidikan terakhir


penenun yang menjadi responden adalah sekolah dasar (SD) sebanyak 4
orang atau sebesar 66,67%. Tingkat pendidikan penenun yang hanya
sampai sekolah dasar karena pada saat itu sekolah dan menurut orang
tua lebih baik membantu orang tua menenun untuk mendapatkan uang.
Berbeda dengan saat ini, kebanyakan orang tua di Kecamatan Tanasitolo
sudah berpikir bahwa pendidikan lebih penting.

3) Lama Menenun

Untuk lebih jelasnya mengenai karakteristik responden berdasarkan


lama menenun dapat dilihat pada Tabel ……

Tabel Identitas Responden Berdasarkan Lama Menenun Di


Kecamatan Tanasitolo Tahun 2019
Umur Jumlah Persentase
No
(Tahun) (Orang) (%)
1 < 20 2 33,33
2 21 - 35 1 16,67
3 36 > 3 50,00
Jumlah 6 100,00

Sumber : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2019


Berdasarkan Tabel ….. menunjukkan bahwa paling banyak
responden memiliki pengalaman menenun lebih dari 36 tahun.
Pengalaman menenun yang dimiliki penenun paling sedikit 4 tahun dan
paling lama 45 tahun. Pengalaman menenun yang dimiliki oleh penenun
diwarisi secara turun temurun. Kemampuan menenun pun diperoleh dari
kedua orang tua.

B. Kegiatan Penenun Sarung Sutera

Dalam melakukan aktivitas produksi, ada beberapa kegiatan yang


dilakukan oleh penenun mulai dari sektor hulu - hilir. Kegiatan yang
dilakukan pada sektor hulu seperti persiapan bahan baku. Dalam proses
pesiapan bahan baku utama yaitu benang sutera, penenun
memperolehnya dengan membeli dan memproduksi sendiri. Selain itu,
pewarna yang digunakan oleh penenun juga beragam, ada yang
membuatnya sendiri dari bahan alami dan ada yang membeli langsung
jadi. Untuk alat tenun yang digunakan oleh responden ada 2 jenis, yaitu
alat tenun bukan mesin (ATBM) dan Gedogan. Gedongan yaitu alat tenun
tradisional yang penggunaannya dengan cara pengerajin duduk selojor
kemudian alat tenun dipangku dipaha. Sedangkan ATBM merupakan alat
untuk melakukan penenunan yang digerakkan oleh manusia. ATBM dapat
dipergunakan sambil duduk (biasa pada industri tekstil kecil dan
tradisional) maupun berdiri.

Motif yang dihasilkan oleh penenun di Kecamatan Tanasitolo


beragam, seperti motif India, Sobbi’, Kotak, Pucuk, Lagosi, Mappogiling,
dan cobo. Motif cobo’ merupakan motif yang digunakan pada acara
lamaran karena motif ini melambangkan keteguhan hati dan keseriusan
seorang lelaki untuk mendapatkan gadis pujaan hatinya. Motif sobbi’
(artinya mencukil) yang dihasilkan dengan teknik mencukil benang pada
waktu ditenun. Motif pucuk artinya yang memiliki motif kotak - kotak yang
berukuran sedang. Motif tersebut dikombinasikan dengan benang emas
dengan teknik sisipan. Motif Lagosi adalah tanda, objeknya adalah
selembar kain sutera dengan motif flora/bunga.

A B

C D

Gambar 2. (A) Motif Cobo’; (B) Motif Sobbi’; (C) Motif Pucuk; (D) Motif
India

1. Proses Pembuatan Sarung Sutera

Tahap awal dalam proses pembuatan kain tenun yaitu pembuatan


benang tenun dengan cara memintal benang, yang terdiri dari pemanenan
kapas, penjemuran kapas, pemisahan kapas dari bijinya menggunakan
alat tradisional (golong), proses penghalusan kapas dengan
menggunakan (pebetuk), persiapan pemintalan dengan membuat kapas
dalam bentuk rol (pelusut).

1) Proses Pemintalan Benang, Proses awal dari pemintalan benang


yaitu kapas dipisahkan dengan bijinya menggunakan alat golong,
kemudian setelah kapas dipisahkan dengan bijinya, kapas
dihaluskan dengan menggunakan alat pebetuk lalu setelah kapas
dihaluskan kemudian kapas digulung pada pelusut agar kapas
mudah dipintal, setelah kapas telah digulung kemudian kapas mulai
dipintal menjadi benang dengan alat pintal. Kapas yang telah dipintal
dan siap diwarnai terlebih dahulu di ratakan dengan alat ajung.
2) Pada tahap proses pewarnaan, warna benang sangat menentukan
desain dari kain. Proses pewarnaan adalah sebagai berikut:
a. Proses Pewarnaan Merah (Mengkudu)
a) Bahan - bahan yang disiapkan antara lain benang yang sudah
siap diwarnai, Kulit Akar mengkudu, dan Air.
b) Proses Celup : 1) Langkah pertama untuk proses pewarnaan
dengan akar mengkudu terlebih dahulu akar mengkudu ditumbuk
hingga halus kemudian hasil tumbukan tersebut dicampur dengan
air lalu diperas untuk mengambil sari dari akar mengkudu
tersebut; 2) Langkah kedua yaitu setelah bahan tercampur rata
lalu benang yang telah siap diberi warna dimasukkan kedalam
larutan warna tersebut sambil diremas - remas dan diaduk agar
rata. Perendaman benang dilakukan selama 24 jam (1 hari) untuk
satu sisi benang kemudian dibalik ke sisi berikutnya dan
perendaman pun dilakukan selama 24 jam (1 hari).
b. Proses pewarnaan Hitam antara lain :
a) Bahan yang digunakan antara lain Arang, Kapur sirih, dan
Benang.
b) Proses pencelupan : 1) Langkah pertama yaitu arang ditumbuk
hingga halus kemudian dimasukkan kedalam air; 2) Langkah
kedua yaitu air yang telah bercampur dengan arang tersebut
dicampur dengan kapur sirih sambil diaduk hingga warna air
berubah menjadi hitam; 3) Langkah ketiga yaitu setelah air warna
tersebut berubah menjadi hitam, benang pun siap dicelupkan
pada larutan tersebut untuk proses pewarnaan benang,
pencelupan benang harus dilakukan berulang - ulang sampai
mendapatkan warna yang baik (biasanya sampai tujuh kali
ulangan).
c. Proses pewarnaan Kuning antara lain:
a) Bahan yang digunakan antara lain benang yang sudah diwarnai,
Kunyit, dan Air.
b) Proses pencelupan : 1) Langkah pertama yaitu kunyit yang telah
dibersihkan diparut atau ditumbuk hingga halu; 2) Langkah kedua
hasil tumbukkan kunyit dimasukkan menjadi satu dalam panci
yang telah berisi air kemudian dimasak hingga mendidih; 3)
Langkah ketiga setelah larutan mendidih benang pun dapat
dimasukkan kedalam larutan pewarna tersebut dan diamkan
selama 20 menit hingga mendidih kembali sambil diaduk agar
warna pada benang rata. Setelah itu benang diangkat dan dijemur
sampai kering.
2. Proses Penenunan

Proses produksi pada usaha kain tenun sutra ini melalui beberapa
tahapan, setiap jenis kain tenun sutra yang berbeda memiliki tahapan
proses yang berbeda pula dan jangka waktu pembuatan yang berbeda.
Proses pembuatan menghabiskan waktu 2 sampai 14 hari. Hal tersebut
disebabkan proses dan kesulitan motifnya yang berbeda. Pembuatan kain
tenun sutra memiliki proses yaitu sebagai berikut :

1) Proses Penggamingan, Proses ini dilakukan dengan cara


pemasakan benang sutra agar benang tersebut menjadi halus dan
bersih. proses ini dilakukan dengan cara mencelupkan benang sutra
kedalam bak celup yang sudah diisi oleh air dan bahan untuk
penggamingan seperti soda ash, teefol dan sabun. Proses
penggamingan ini membuat benang sutra menyusut sekitar 20%.
2) Proses Pengelosan, Setelah benang dikeringkan setelah itu benang
di ukel untuk proses pengelosan. Pengelosan merupakan kegiatan
pemindahan benang yang berbentuk untaian kedalam kelos.
Gulungan benang harus rata dan kuat, jika permukaan benang yang
dikelos kurang rata dan kendor akan terjadi lilitan dan menyulitkan
pada roses penghanian.
3) Proses Penghanian, Penghanian merupakan penarikan benang dari
beberapa benang sejajar kedalam gulungan yang disebut boom
untuk menentukan lebar dan panjang kain.
4) Proses Penyucukan Benang, Penyucukan adalah proses
memasukan benang lusi kedalam lubang sisir yang berfungsi untuk
menentukan atau membuat motif. Proses penyucukan benang
dilakukan oleh dua orang yang saling berhadapan dengan cara satu
orang bertindak sebagai pencari benang dan satu orang lagi sebagai
pencucuk.
5) Proses Pengikatan, Proses pengikatan ini hanya dilakukan oleh jenis
kain tenun sutra ikat saja sedangkan jenis kain tenun sutra yang lain
tidak melakukan proses ini. Pengikatan adalah pembuatan motif kain
tenun sutra ikat dengan cara mengikat benang sutra dengan tali
rapia mengikuti motif yang sudah ditandai pada benang sutra. Lalu
melepaskan benang dari baki dan menclupkannya dalam larutan
warna setalah itu dikeringkan, setelah itu lepaskan ikatan tali rapia
kemudian dilakukan pencoletan pada benang. Kemudian dilakukan
pemencaran untuk menggulung benang pada palet.
6) Proses Pemaletan, Pemaletan adalah mengggulung benang pada
palet. Gulungan palet harus keras dan diameter gulungan harus lebih
kecil dari lebar teropong.
7) Proses Tenun Kain tenun yang dihasilkan dibuat mengunakan ATBM
dan Gedogan. Lama proses menenun tergantung pada kesulitan
jenis kain tenun sutra dan kemampuan serta keahlian tenaga
kerjanya itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Ahyari, Agus. 2011. Manajemen Produksi Perencanaan Sistem Produksi,


BPFE. Yogyakarta.

Amir, S. (2014). SULAPA EPPA PADA LIPA SABBE SENGKANG. Gelar:


Jurnal Seni Budaya, 16(1).

Assauri, Sofjan. 2016. Manajemen Operasi Produksi (Pencapaian


Sasaran Organisasi Berkesinambungan) Edisi 3. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Wajo. Kabupaten Wajo Dalam Angka


Tahun 2018. Diakses melalui wajo kab.bps.go.id Pada Jumat, 21
Juni 2019.

Goet Poespo. (2013). Panduan Teknik Menjahit. Yogyakarta: Kanisius


Yogyakarta.

Harbi, J., Nurrochmat, D. R., & Kusharto, C. M. (2015). Pengembangan


Usaha Persuteraan Alam Kabupaten Wajo, Sulawesi
Selatan. RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN:
Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan, 2(2),
128-136.
Ibrahim, H., Bakri, S., Yunus, A., & Ibrahim, T. (2019). Pengembangan
Ekonomi Kreatif Kerajinan Sutera di Kabupaten
Wajo. DEDIKASI, 21(1).

Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Badan Penelitian,


Pengembangan Dan Inovasi Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Hutan. Meningkatkan Produktivitas Sutera Alam Dengan
Penggunaan Murbei Dan Hibrid Ulat Sutera Unggul Tahun 2017.
Diakses melalui: Puslitbanghut.or.id/ Media_Brief_Sutera.Pdf. Pada
Jumat, 21 Juni 2019.

Kieso, D. E., Weygandt, J. J., & Warfield, T. D (2013). Intermediate


Accounting Volume 1 IFRS Edition. United States of America : Wiley.

Nardia, N. (2018). Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pengrajin


Dalam Menenun Sarung sutera Lipa’ Sa’be Khas Mandar Di Desa
Samasundu Kecamatan Limboro Kabupaten Polewali Mandar.
Skripsi. Pendidikan Kesejahtraan Keluarga (Doctoral dissertation,
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR).

Putri, Widya (2015). Perancangan Branding Sutera Alam Sebagai


Produsen Kain Tenun Ikat Sutera Garut. Undergraduate thesis,
Universitas Kristen Maranatha.

Sadapotto, A. 2010. Penataan Institusi untuk Peningkatan Kinerja


Persuteraan Alam di Sulawesi Selatan: Studi Komparasi di
Enrekang, Soppeng dan Louding City, Cina [disertasi]. Bogor (ID):
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sapoetra, B. Yusredi (2015). Strategi Daya Saing Pengrajin Sutera
Kabupaten Wajo. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani.UI Press.Jakarta.

Stice, J.D., Earl K. S., Skousen, K. F. (2013), Akuntansi Keuangan


Intermediate Accounting, Edisi Ke - 16. Diterjemahkan oleh Ali
Akbar, Salemba Empat, Jakarta.

Sugiyono, 2013, Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.


(Bandung: ALFABETA)

Syukur, M, Dharmawan, A.H, Sunito S, Damanhuri D. 2013. Kearifan


Lokal dalam Sistem Sosial Ekonomi Masyarakat Penenun Bugis-
Wajo. Mudra Jurnal Seni Budaya. 28(2) 2013 : pp 129-142.

Syukur, M., Dharmawan, A.H, Sunito, S., Damanhuri, D. 2014.


Transformasi Penenun Bugis-Wajo Menuju Era Modernitas. Jurnal
Paramita. 24(1)2014: pp 63-77.

Anda mungkin juga menyukai