Anda di halaman 1dari 24

DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

TUGAS PERTEMUAN II
MAKALAH “KESEHATAN KERJA”
Dosen Pengampuh : Arum Dian Pratiwi, S.KM., M.Sc

Oleh Kelompok 4

MIFTAHUL HASANAH (J1A122261)


MILA ANGRAENI (J1A122262)
MOHAMAD SYAWAL (J1A122263)
MUFIDA DWI AGUSTI (J1A122264)
MUH. FADIL PRATAMA PUTRA (J1A122265)
MUH. FITRA AN’NABA (J1A122266)
MUH. AFANDI (J1A122267)
MUHAMMAD BAGUS YAHYA (J1A122268)
MUHAMMAD FARID RACHMAD (J1A122269)
MULIYATI (J1A122270)
NABILA DESTI SALSABILA (J1A122271)
NANDA VISCA PRADINY (J1A122272)
NINGSIH (J1A122273)
NOVI DAMAYANTI (J1A122274)
NABILA DESTI SALSABILAH (J1A122271)

KELAS : E REGULER

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALUOLEO
2023
1. Kesehatan Kerja
a. Pengertian kesehatan kerja

“Kesehatan kerja merupakan bagian dari ilmu kesehatan sebagai unsur-unsur yang
menunjang terhadap jiwa raga dan lingkungan kerja yang sehat. Kesehatan kerja meliputi
kesehatan jasmani dan kesehatan rohani. Kesehatan jasmani dan rohani saling berkaitan.
Kesehatan rohani akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan jasmani. Kesehatan jasmani
sangat dipengaruhi oleh kesehatan lingkungan.

b. Unsur-unsur Kesehatan Kerja

Unsur-unsur penunjang kesehatan kerja Unsur-unsur penunjang kesehatan jasmani di


tempat kerja meliputi:

a. Makanan dan minuman yang bergizi.


b. Sarana dan peralatan olahraga yang memadai.
c. Waktu istirahat.
d. Asuransi kesehatan bagi karyawan.
e. Sarana kesehatan atau kotak P3K di tempat kerja.
f. Buku panduan K3LH.
g. Transportasi untuk kesehatan.
h. Unsur-unsur penunjang kesehatan rohani di tempat kerja meliputi:
i. Sarana dan prasarana ibadah.
j. Penyuluhan kerohanian rutin.
k. Tabloid tentang kerohanian.
l. Tata tertib di tempat kerja.
m. Kantin dan tempat istirahat yang memadai.

Unsur-unsur penunjang kesehatan lingkungan di tempat kerja:

a. Sarana dan prasarana serta peralatan kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.


b. Tempat sampah yang memadai.
c. Fasilitas kamar kecil.
d. Air yang memenuhi kebutuhan.
e. Ventilasi udara yang cukup.
f. Masuknya sinar matahari ke ruang kerja.
g. Lingkungan alami. h. Kipas angin atau air conditioner (AC).
h. Jadwal piket kebersihan dan petugas kebersihan.

c. Jaminan pemeliharaan kesehatan

Jaminan pemeliharaan kesehatan meliputi upaya peningkatan kesehatan (promotif) dan


pemulihan (rehabilitatif). Hal ini bertujuan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Iuran
jaminan pemulihan kesehatan tersebut ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan yang
besarnya 6% dari upah perbulan bagi tenaga kerja yang telah berkeluarga dan 3% dari upah
per bulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga.

Jaminan tersebut diberikan kepada tenaga kerja atau suami, istri, dan anak sebanyak-
banyaknya tiga orang yang meliputi jaminan:

a. Rawat jalan tingkat pertama.


b. Rawat jalan tingkat lanjutan.
c. Rawat inap.
d. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan.
e. Penunjang diagnostik.
f. Pelayanan khusus.
g. Pelayanan gawat darurat.

d. Hiperkes

Hiperkes singkatan dari higiene perusahaan dan kesehatan kerja. Higiene perusahaan
adalah ilmu higiene beserta praktiknya dengan lingkup dedikasinya meliputi mengenali,
mengukur, dan melakukan penilaian terhadap faktor penyebab gangguan kesehatan atau
penyakit dalam lingkungan kerja dan perusahaan. Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam
ilmu kesehatan atau kedokteran beserta praktiknya bertujuan agar pekerja memperoleh
derajat kesehatan sebaik-baiknya.
Tujuan hiperkes:

a. Meningkatkan derajat kesehatan pekerja setinggi-tingginya melalui pencegahan dan


penanggulangan penyakit dan kecelakaan akibat kerja serta pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan dan gizi karyawan.
b. Meningkatkan produktivitas pekerja dengan memberantas kelelahan kerja,
meningkatkan semangat kerja, dan memberikan perlindungan kepada karyawan dan
masyarakat sekitarnya terhadap bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh
perusahaan.

Untuk mencapai persyaratan hiperkes, salah satu usaha yang dilakukan yaitu sanitasi.
Sanitasi merupakan usaha yang dilakukan untuk mengubah secara langsung maupun tidak
langsung pengaruh lingkungan yang buruk bagi kesehatan manusia menjadi lingkungan
yang menguntungkan.

Untuk mencapai persyaratan hiperkes perusahaan dapat dimulai dari higiene


perorangan. Tindakan higiene perorangan di antaranya kebersihan badan, mulut, tangan,
rambut, dan pakaian.”

Mediaindonesia, “Pengertian k3esehatan kerja, unsur penunjang, jaminan pemeliharaan, dan hiperkes.”
Mediaindonesi.com, 01 Sept. 2022, mediaindonesia.com/humaniora/519454/pengertian-
kesehatan-kerja-unsur-penunjang-jaminan-pemeliharaan-dan-hiperkes . Diakses pada 05 Mei
2023.

2. Peraturan Perundang yang mengatur kesehatan kerja

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 88 TAHUN 2OI9
TENTANG
KESEHATAN KERJA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1) Kesehatan Kerja adalah upaya yang ditujukan untuk melindungi setiap orang yang
berada di Tempat Kerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta
pengaruh buruk yang diakibatkan dari pekerjaan.
2) Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan danf atau
lingkungan kerja.
3) Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
4) Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap, letak pekerja bekerja, atau yang sering dimasuki pekerja untuk keperluan suatu
usaha dan terdapat sumber bahaya sesuai dcngan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
5) Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
6) Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah otonom.
7) Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan dirinya dalam bidang
kesehatan serta memlliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.
8) Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan
dalam bentuk lain.
9) Pengurus atau Pengelola Tempat Kerja adalah orang yang mempunyai tugas memimpin
langsung sesuatu Tempat Kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
10) Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya
yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang mempekerjakan
Aparatur Sipil Negara, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.

BAB II
PENYELENGGARAAN KESEHATAN KERJA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2

1) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat bertanggung jawab dalam


penyelenggaraan Kesehatan Kerja secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan.
2) Penyelenggaraan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya:
a. pencegahampenyakit;
b. peningkatrrn kesehatan;
c. penanganan penyakit; dan
d. pemulihan kesehatan.
3) Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (21) dilaksanakan sesuai dengan standar
Kesehatan Kerja.
4) Standar Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diiaksanakan dengan
memperhatikan Sistem Kesehatan Nasional dan kebijakan keselamatan dan Kcsehatan
Kerja nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perllndang-undangan.

Pasal 3

1) Penyelenggaraan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksuci dalam Pasal 2 ditujukan


kepada setiap orang yang berada di Tempat Kerja.
2) Penyelenggaraan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipenuhi
oleh Pengurus atau Pengelola Tempat Kerja dan Pemberi Kerja di semua Tempat Kerja.

Bagian Kedua

Standar Kesehatan Kerja


Pasal 4

Standar Kesehatan Kerja daiam upaya pencegahan penyakit meliputi:

a. identifikasi, penilaian, dan pengendalian potensi bahaya kesehatan;

b. pemenuhan persyaratan kesehatan lingkungan kerja;

c. pelindungan kesehatan reproduksi;

d. pemeriksaan kesehatan;

e. penilaian kelaikan bekerja;

f. pemberian imunisasi dan/atau profilaksis bagi Pekerja berisiko tinggi;

g. pelaksanaan kewaspadaan standar; dan

h. surveilans Kesehatan Kerja.

Pasal 5

Standar Kesehatan Kerja dalam upaya peningkatan kesehatan meliputi:

a. peningkatan pengetahuan kesehatan;

b. pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat;

c. pembudavaen keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat kerja;

d. penerapan gizi kerja; dan

e. peningkatan kesehatan fisik dan mental

Pasal 6

1) Standar Kesehatan Kerja dalam upaya penanganan penyakit meliputi:


a. pertolongan pertama pada cedera dan sakit yang terjadi di Tempat Kerja;
b. diagnosis dan tata laksana penyakit; dan
c. penanganan kasus kegawatdaruratan medik danf atau rujukan.
2) Pertolongan pertama pada cedera dan sakit yang terjadi di Tempat Kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib dilaksanakan di Tempat Kerja.
3) Diagnosis dan tata laksana penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan terhadap Penyakit Akibat Kerja dan bukan Penyakit Akibat Kerja, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Penanganan kasus kegawatdaruratan medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi penanganan lanjutan setelah pertolongan pertama terhadap cedera, kasus
keracunan, dan gangguan kesehatan lainnya yang memerlukan tindakan segera, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5) Rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6) Jika daiam diagnosis dan tata laksana Penyakit Akibat Kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditemukan kecacatan, dilakukan penilaian kecacatan.
7) Hasil penilaian kecacatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) digunakan sebagai
pertimbangan untuk mendapatkan jaminan kecelakaan kerja sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.

Pasal 7

1) Standar Kesehatan Kerja dalam upaya pemulihan kesehatan meliputi:


a. pemulihan medis; dan
b. pemulihan kerja.
2) Pemulihan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan medis.
3) Pemulihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui
program kembali bekerja.

Pasal 8

1) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 diatur dengan:
a. Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan,
untuk standar Kesehatan Kerja yang bersifat teknis kesehatan; dan
b. Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
ketenagakerjaan, untuk penerapan standar Kesehatan Kerja bagi Pekerja di
perusahaan.
2) Penerapan standar Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan
Pasal 7 dapat dikembangkan oleh kementerian/lembaga terkait sesuai dengan kebutuhan
dan karakteristik bidang masing-masing.

Bagian Ketiga

Dukungan Penyelenggaraan Kesehatan Kerja

Pasal 9

Penyelenggaraan Kesehatan Kerja harus didukung oleh:

a. sumber daya manusia;

b. Fasilitas Pelayanan Kesehatan;

c. peralatan Kesehatan Kerja; dan

d. pencatatan dan pelaporan.

Pasal 10

1) Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf a terdiri atas Tenaga
Kesehatan dan tenaga nonkesehatan.
2) Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki kompetensi di
bidang kedokteran kerja atau Kesehatan Kerja yang diperoleh melalui pendidikan danf
atau pelatihan.
3) Pendidikan di bidang kedokteran kerja atau Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Pelatihan di bidang kedokteran kerja atau Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diselenggarakan oleh Pemerintah Fusat, Pemerintah Daerah, danlatau masyarakat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5) Pelatihan di bidang kedokteran kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditujukan
khusus bagi dokter yang harus memuat materi mengenai diagnosis Penyakit Akibat Kerja
dan penetapan kelaikan kerja dan program kembali kerja.
6) Pelatihan di bidang Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit
meliputi pelatihan Kesehatan Kerja atau higiene perusahaan keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
7) Peiatihan Kesehatan Kerja atau higiene perusahaan keselamatan dan Kesehatan Kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
pelayanan Pekerja dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 11

Pelatihan kedokteran keria, Kesehatan Kerja atau higiene perusahaan keselamatan dan
Kesehatan Kerja dikecualikan bagi Tenaga Kesehatan yang telah memiliki kompetensi yang
diperoleh melalui pendidikan formal di bidang kedokt-eran kerja atau Kesehatan Kerja.

Pasal 12

1) Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b dapat


berbentuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama atau Fasilitas Pelayanan
Kesehatan tingkat lanjutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
2) Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat dilaksanakan melalui kerja sama dengan
pihak lain.
3) Jika penyelenggaraan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja melakukan upaya penanganan
penyakit dan pemulihan kesehatan maka di Tempat Kerja harus tersedia Fasilitas
Pelayanan Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13

Peralatan Kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c merupakan


peralatan untuk pengukuran, pemeriksaan, darr peralatan lainnya termasuk alat pelindung
diri sesuai dengan faktor risiko/bahaya keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja.

Pasal 14

1) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d dilaksanakan


oleh Pemberi Kerja, Pengurus atau Pengelola Tempat Kerja, dan/atau Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
2) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara
berjenjang kepada Pemerirrtah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rangka surveilans
Kesehatan Kerja.
3) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan
scsuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III .

PENDANAAN

Pasal 15

Pendanaan penyelenggaraan Kesehatan Kerja dapat bersumber dari Anggaran


Pendapatan dan Belanja Negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, masyarakat, atau
sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.

BAB IV

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 16

1) Masyarakat berperan serta dalam pelaksanaan Kesehatan Kerja untuk mewujudkan


derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan melalui:
a. perencanaan, pelaksanaan, pemantarlan, penilaian, dan pengawasan;
b. pemberian bantuan sarana, tenaga ahli, dan Iinansial;
c. dukungan kegiatan penelitian dan pengembangan Kesehatan Kerja;
d. pemberian bimbingan dan penyuluhan serta penyebarluasan informasi; dan
e. sumbangan pemikiran dan pertimbangan bcrkenaan dengan penentuan kebijakan dan/
atau pelaksanaan Kesehatan Kerja.

BAB V

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


Bagian Kesatu Pembinaan

Pasal 17

1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap


penyelenggaraan Kesehatan Kerja.
2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap aspek pemenuhan
standar Kesehatan Kerja.
3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. advokasi dan sosialisasi;
b. bimbingan teknis; dan
c. pemberdayaanmasyarakat.
4) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meiibatkan pemangku
kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18

Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pemerintah Fusat dan
Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada orang, lembaga, Pengurus atau
Pengelola Tempat Kerja, atau Pemberi Kerja yang telah berjasa dalam setiap kegiatan untuk
mewujudka.r tujuan Kesehatan Kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Bagian Kedua Pengawasan

Pasal 19

1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap


penyelenggaraan Kesehatan Kerja.
2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap aspek pemenuhan
standar Kesehatan Kerja.
3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh tenaga yang
memiliki fungsi pengawasan di bidang ketenagakerjaan atau tenaga yang memiliki fungsi
pengawasan di bidang kesehartan, sesuai dengan ket-entuan peraturan perundang-
undangan.
BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai Kesehatan Kerja dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 21

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Laoly, Yasonna H. “Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 88 tahun 2019 tentang kesehatan
kerja.” PP_Nomor_88_Tahun_2019.pdf, 26 Desember. 2019,
jdih.kemnaker.go.id/asset/data_puu/PP_Nomor_88_Tahun_2019.pdf . Diakses pada 06 Mei 2023.

3. Faktor yang mempengaruhi kesehatan kerja

1. Faktor Fisik
Faktor fisik lingkungan kerja mencakup:

 Kebisingan
 Iklim kerja
 Gelombang radio atau mikro
 Getaran
 Sinar ultraviolet (UV)
 Pencahayaan
 Tekanan udara.

Setiap faktor turunan tersebut memiliki langkah penanganan tersendiri sehingga terlihat
kompleks. Namun, kamu bisa mulai dengan mengendalikan pemicu yang membuat
karyawan tidak nyaman selama bekerja. Apalagi kamu menjalani bisnis F&B, semua faktor
tersebut harus ditangani semaksimal mungkin agar tidak berdampak buruk pada produk
makanan atau minuman yang dihasilkan.

2. Faktor Kimia

Faktor ini berkaitan erat dengan bahan kimia dan perlindungan yang harus dilakukan
karyawan. Jenis bahan kimia yang dianggap berbahaya biasanya bersifat mudah terbakar,
mudah meledak, beracun, korosif, reaktif, dan radioaktif. Zat kimia dalam bentuk padat,
cair, dan gas harus diperhatikan penyimpanan dan posisi penempatannya dengan baik agar
tidak terkena karyawan.

Untuk faktor ini, kamu bisa mengendalikan bahayanya dengan membuat ventilasi
udara, menggunakan alternatif bahan yang lebih aman, rotasi kerja, dan memakai Alat
Pelindung Diri (APD) yang sesuai. Faktor kimia perlu diperhatikan karena berdampak besar
pada kesehatan karyawan maupun lingkungan kerja.

3. Faktor Biologi
Faktor biologi melibatkan makhluk hidup dan mikroorganisme yang ada di tempat
kerja. Kamu bisa melakukan pengendalian faktor ini dengan melakukan pengecekan bahan
makanan yang hendak digunakan. Ada pun potensi bahaya faktor biologi dalam bisnis F&B
adalah produk binatang dan tumbuhan yang berbahaya serta mikroorganisme yang
bersarang pada bahan makanan.

Langkah pengendalian untuk bahaya faktor biologi dilakukan dengan meningkatkan


standar kehigienisan karyawan serta memberikan disinfektan. Kamu pun bisa memilih
bahan makanan hewani yang sudah divaksin untuk mencegah bahaya ini.

Faktor tersebut sangat penting karena menyangkut kualitas makanan atau minuman
yang disajikan bisa berdampak pada kesehatan konsumen yang menyantapnya.

4. Faktor Ergonomi
Ergonomi berarti kesesuaian antara karyawan dan lingkungan kerjanya agar risiko
cedera dan ketidaknyamanan di tempat kerja bisa dihindari. Ada pun potensi bahaya akibat
faktor ergonomi mencakup:
 Postur tubuh dan posisi kerja yang tidak sesuai saat melakukan pekerjaan.
 Desain alat kerja dan tempat Kerja yang tidak sesuai dengan tubuh karyawan.
 Mengangkat beban yang melebihi kapasitas kerja.

Karyawan bidang produksi dan logistik berpotensi besar menghadapi bahaya faktor
ergonomi seperti di atas. Solusinya, kamu bisa memberikan penyuluhan kepada mereka
mengenai posisi kerja yang salah atau merancang ulang area kerja agar sesuai prinsip
ergonomi. Kamu juga bisa mengatur waktu kerja dan waktu istirahat agar karyawan tidak
kelelahan selama bekerja.

5. Faktor Psikologi
Kondisi psikologi lingkungan kerja berperan besar dalam memengaruhi keselamatan
dan kesehatan karyawan kamu. Beberapa masalah psikologi di tempat kerja mencakup
konflik peran, beban kerja berlebih dari segi kualitas maupun kuantitas, posisi kerja yang
tidak jelas, tidak ada pengembangan karier, dan besarnya tanggung jawab yang dipikul.

Kamu tidak boleh mengabaikan faktor ini karena memiliki pengaruh yang signifikan.
Lakukan penanganan melalui manajemen stres dengan beberapa langkah praktis berikut:

 Menyediakan program konseling


 Mengadakan senam atau olahraga untuk kebugaran tubuh
 Memastikan komunikasi organisasi berjalan lancar
 Memberikan kebebasan bagi karyawan untuk menyampaikan pendapatnya
 Menyediakan sarana bagi karyawan untuk mengembangkan dirinya

StaffAny. “5 faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja.” StaffAny, 10 Maret. 2023,
www.staffany.id/blog/faktor-yang-mempengaruhi-keselamatan-dan-kesehatan-kerja/ . Diakses
pada 06 Mei 2023.

4. Anatomi fisiologis
A. Pengertian anatomi fisiologi
Mari kita mempelajari pengertian anatomi dan fisiologi. Kata anatomy berasal dari
bahasa Yunani (Greek) yang secara makna harfiah diartikan sebagai “membuka suatu
potongan”. Anatomi adalah suatu ilmu yang mempelajari bagian dalam (internal) dan luar
(external) dari struktur tubuh manusia dan hubungan fisiknya dengan bagian tubuh yang
lainnya, sebagai contohnya adalah mempelajari organ uterus dan posisinya dalam tubuh.
Anatomi secara harfiah juga diterjemahkan pada Bahasa Latin, dari susunan kata “Ana”
adalah bagian, memisahkan dan “Tomi” adalah irisan atau potongan. Sehingga anatomi
dapat juga dimaknai sebagai ilmu yang mempelajari bentuk dan susunan tubuh baik secara
keseluruhan maupun bagian-bagin serta hubungan alat tubuh yang satu dengan yang lain.

Kata physiology juga berasal dari bahasa Yunani (Greek) yaitu ilmu yang mempelajari
bagaimana suatu organisme melakukan fungsi utamanya. Sebagai contoh yaitu seseorang
yang ingin mempelajari fisiologi tentang bagaimana uterus bisa membesar saat kehamilan
atau mengapa dinding uterus berkontraksi pada saat persalinan. Fisiologi secara makna kata
dari Bahasa Latin, berasal dari kata Fisis (Physis) adalah alam atau cara kerja. Logos (Logi)
adalah Ilmu pengetahuan. Maka fisiologi adalah Ilmu yang mempelajari faal atau pekerjaan
atau fungsi dari tiap-tiap jaringan tubuh atau bagian dari alat-alat tubuh dan fungsinya.
Anatomi fisiologi adalah dua hal yang berkaitan erat satu dengan yang lainnya baik secara
teoritis maupun secara praktikal, sehingga muncul suatu konsep yaitu “semua fungsi yang
spesifik dibentuk dari struktur yang spesifik”.

B. Klasifikasi anatomi dan fisiologi


Berdasarkan aspek yang dipelajari, Anatomi terbagi atas dua yaitu (1) anatomi
mikroskopik dan (2) anatomi makroskopik. Anatomi mikroskopik adalah mempelajari suatu
struktur yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Bentuk pemeriksaan mikroskopis
adalah pemeriksaan sitology dan histology. Sitology mempelajari suatu sel secara
undividual sedangkan histologi memperlajari suatu jaringan. Anatomi makroskopik
mempelajari suatu struktur yang besar yang bisa dilihat dengan mata telanjang, antara lain
yaitu anatomi permukaan (ciri-ciri dari permukaannya), anatomi regional (fokus pada area
tertentu), anatomi sistemik (mempelajari organ secara sistem pencernaan, sistem reproduksi,
sistem kardiovaskuler dll.), serta anatomi perkembangan (mempelajari perubahan tubuh dari
sudut pandang struktur).

Fisiologi manusia adalah ilmu yang mempelajari tentang faal (fungsi) dari tubuh
manusia. Adapun spesifikasi fisiologi dari anatomi antara lain yaitu fisiologi sel
(mempelajari fungsi sel dan bagian-bagiannya), fisiologi spesifik (mempelajari suatu organ),
fisiologi sistemik (mempelajari fungsi organ secara sistemik), dan fisiologi patologikal
(mempelajari efek penyakit terhadap suatu organ).

Anatomi fisiologi secara sistemik, yaitu mempelajari konsep anatomi dan fisiologi
mengikuti pendekatan sistem tubuh, dengan harapan lebih memudahkan pada mahasiswa
untuk mempelajari, mengidentifikasi, menunjukkan dan menerapkan anatomi dan fisiologi
dalam konteks sistemik tubuh diintegrasikan dalam ruang lingkup kebidanan.

C. ISTILAH DAN POSISI ANATOMI


Untuk memudahkan kita mempelajari anatomi dan dalam rangka mencapai
keseragaman deskripsi, telah dipilih dan ditetapkan suatu posisi anatomi yaitu tubuh dalam
posisi tegak, menghadap ke depan, kepala tegak lurus, dengan lengan disisi dan kedua
tangan berada di samping dengan ibu jari berada di samping/luar.

Untuk memudahkan dalam mendeskripsikan anatomi, maka juga ditetapkan garis-garis


dan bidang-bidang khayal (imajiner) berikut ini.

1. Garis tengah atau sagital merupakan garis imajiner yang melintas secara vertikal
menembus garis tengah tubuh dari bagian atas kepala sampai ke bawah, diantara kaki
yang membagi sisi menjadi dua, kanan dan kiri.
2. Pembelahan horizontal membagi tubuh menjadi bagian superior dan inferior.
3. Pembelahan sagital membagi tubuh menjadi bagian kanan dan kiri, sejajar dengan garis
tengah.
4. Pembelahan koronal membagi tubuh menjadi bagian anterior dan posterior.

gambaran ilustrasi mengenai gambaran posisi anatomi, bisa Anda cermati pada gambar
1. di bawah ini.
Istilah anatomi berdasarkan posisi anatomi serta memperhatikan garis arah maupun
bidang-bidang imajiner, antara lain sebagai berikut.

Gambar 1 Posisi Anatomi (Sumber: Marrieb, 2001)

1. Anterior : lebih dekat ke depan, contoh lambung terletak anterior terhadap limpa.
2. Medial : bagian tengah atau lebih dekat ke bidang median, contoh jari manis terletak
medial terhadap jari jempol.
3. Superior : atas, contoh mulut terletak superior terhadap dagu.
4. Dextra : bagian kanan
5. Ventral : bagian depan ruas tulang belakang
6. Interna : dalam
7. Proximal : lebih dekat dengan pangkal tubuh atau pangkal atau mendekati batang tubuh,
contoh siku terletak proksimal terhadap telapak tangan.
8. Parietal : lapisan luar
9. Superfisial : dangkal atau lebih dekat ke/di permukaan, contoh otot kaki terletak
superfisial dari tulangnya.
10. 10. Horizontal : bidang datar
11. Transversal : potongan melintang
12. Posterior : lebih dekat ke belakang, contoh jantung terletak posterior terhadap tulang
rusuk.
13. Lateral : bagian samping, menjauhi bidang median, contoh telinga terletak lateral
terhadap mata.
14. Inferior : bawah, contoh pusar terletak inferior terhadap payudara.
15. Sinistra : bagian kiri
16. Dorsal : Bagian belakang ruas tulang belakang
17. Externa : bagian luar
18. Distal : ujung atau menjauhi batang tubuh, contoh pergelangan tangan terletak distal
terhadap siku
19. Perifer : pinggir (tepi)
20. Visceral : lapisan dalam
21. Profunda : dalam atau lebih jauh dari permukaan, contoh tulang hasta dan pengumpil
terletak lebih profunda dari otot lengan bawah.
22. Vertica : bidang tegak
23. Longitudinal : potongan memanjang
24. Sentral : bagian tengah
25. Asenden : bagian naik
26. Desenden : bagian turun
27. Cranial : bagian kepala
28. Caudal : bagian ekor
29. Palmar : ke arah palmaris manus (anggota gerak atas)
30. Plantar : ke arah plantar pedis (anggota gerak bawah)
31. Ulnar : ke arah ulna (tulang hasta)
32. Radial : ke arah radius (tulang pengumpil)
33. Tibial : ke arah tibia (tulang kering)
34. Fibular : ke arah fibula (tulang betis)
untuk memperjelas penggambaran garis arah maupun bidangbidang imajiner, dapat
dilihat pada gambar 2 di bawah ini

Gambar 2 Arah Anatomi terhadap Tubuh (Sumber: Marrieb, 2001)

Wahyuningsih, Heni Puji. “Modul teori anatomi fisiologi.” Modul anfis 1.pdf, 2019, repo.poltekkes-
palangkaraya.ac.id/1744/1/MODUL%20ANFIS%201.pdf. Diakses pada 06 Mei 2023.

5. Konsep anatomi fisiologis terkait kerja


Manusia mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan pekerjaan membuat suatu produk.
Kemampuan pekerja yang bervariasi membuat hasil yang diperoleh berbeda-beda. Pemberian beban
kerja yang berlebih dapat berdampak pada tingkat stress dan kesehatan pekerja (Purbasari &
Purnomo, 2019).

Pengukuran beban pekerjaan dapat dilakukan berdasarkan psikologi dan fisiologi (Diniaty, 2016;
Fithri & Anisa, 2017). Pendekatan fisiologi adalah teknik perancangan sistem kerja maupun tempat
kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya (Grandjean, 1980).
Pendekatan fisiologi mempunyai tujuan mengurangi beban pekerjaan dalam rangka menurunkan
tingkat kelelahan fisik pekerja (Åstrand, Rodahl, Dahl, & Strømme, 2003). Konsumsi energi
merupakan parameter utama dalam penentuan tingkat beban kerja fisik (Iridiastadi & Yassierli,
2014).
Konsumsi energi pada waktu kerja dapat ditentukan dengan cara tidak langsung (pengukuran
tekanan darah, aliran darah, komposisi kimia dalam darah, temperatur tubuh, tingkat penguapan dan
jumlah udara yang dikeluarkan paru-paru) (Grandjean & Kroemer, 1997), dan dapat diukur dengan
cara pengukuran denyut nadi (Andriyanto & Bariyah, 2012).

Denyut nadi merupakan pengukuran beban kerja berdasarkan gerakan otot (Purba & Rambe,
2014). Denyut nadi dapat digunakan untuk mengukur kondisi fisik pekerja sebagai dasar tingkat
kelelahan seorang pekerja. Semakin besar tingkat fluktuasi denyut nadi, mengindikasikan semakin
besar tingkat beban kerja seseorang. Beban kerja yang berlebih ini dalam jangka panjang berdampak
pada penurunan produktivitas seseorang yang diakibatkan kelelahan kerja (Helianty, Ario, &
Wahyuning, 2013).

UD. Lancar Abadi berdiri pada tahun 1997, merupakan usaha produksi tahu yang melayani
kebutuhan sehari-hari masyarakat Samarinda. Kegiatan produksi tahu tersebut dilakukan pada
kawasan Jln. Wiraswasta gg. Haji Mustam 1 Samarinda, Kalimantan Timur. UD. Lancar Abadi
membuat 3 jenis tahu yaitu tahu putih, tahu sumedang, dan tahu kuning. Namun produksi tahu
sumedang dan tahu kuning hanya dikerjakan satu kali dalam satu minggu dikarenakan lebih banyak
permintaan untuk tahu putih tiap harinya. Produksi tahu dikerjakan secara manual dengan dibantu alat
penggilingan. Pekerja harus bekerja dalam posisi selalu berdiri dan tubuh agak membungkuk. Selain
itu suhu yang tinggi saat perebusan tahu, mempengaruhi fisik pekerja. Hal ini memunculkan
kemungkinan terjadi kelelahan kerja yang tinggi bagi pekerja pada UD. Lancar Abadi.

Kondisi lingkungan dengan lantai yang masih berupa tanah pada beberapa bagian akibat
genangan air dan sisa pembakaran yang menggumpal, sehingga permukaan lantai menjadi kasar dan
tidak rata. Selain itu, terdapat bau dari bahan baku, suhu yang panas, dan kurangnya ventilasi dapat
mengganggu kenyamanan pekerja saat melakukan kegiatan produksi tahu. Berdasarkan permasalahan
tersebut, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis beban kerja pada pekerja UD. Lancar
Abadi berdasarkan faktor fisiologi.

Fathimahhayati, Lina Dianati, dll, “Analisis beban kerja fisiologi pada proses pembuatan tahu
berdasarkan konsumsi energi (studi kasus: ud. Lancar abadi samarinda).” Analisis beban kerja
fisiologi pada proses pembuatan tahu berdasarkan konsumsi energi (studi kasus: ud. Lancar
abadi samarinda), 25 Desember. 2019,
E-jurnal.lppmunsera.org/index.php/INTECH/article/view/1695. Diakses pada 08 Mei 2023.
6. Konsep imunitas tubuh
Sistem imun merupakan sistem yang sangat komplek dengan berbagai peran ganda dalam
usaha menjaga keseimbangan tubuh. Seperti halnya sistem indokrin, sistem imun yang
bertugas mengatur keseimbangan, menggunakan komponennya yang beredar diseluruh
tubuh, supaya dapat mencapai sasaran yang jauh dari pusat. Untuk melaksanakan fungsi
imunitas, didalam tubuh terdapat suatu sistem yang disebut dengan sistem limforetikuler.
Sistem ini merupakan jaringan atau kumpulan sel yang letaknya tersebar diseluruh tubuh,
misalnya didalam sumsum tulang, kelenjar limfe, limfa, timus, sistem saluran napas, saluran
cerna dan beberapa organ lainnya. Jaringan ini terdiri atas bermacam-macam sel yang dapat
menunjukkan respons terhadap suatu rangsangan sesuai dengan sifat dan fungsinya masing-
masing (Roitt dkk., 1993; Subowo, 1993; Kresno, 1991).

Dengan kemajuan imunologi yang telah dicapai sekarang ini, maka konsep imunitas
dapat diartikan sebagai suatu mekanisme yang bersifat faali yang melengkapi manusia dan
binatang dengan suatu kemampuan untuk mengenal suatu zat sebagai asing terhadap dirinya,
yang selanjutnya tubuh akan mengadakan tindakan dalam bentuk netralisasi, melenyapkan
atau memasukkan dalam proses metabolisme yang dapat menguntungkan dirinya atau
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh sendiri. Konsep imunitas tersebut, bahwa yang
pertama-tama menentukan ada tidaknya tindakan oleh 5 tubuh (respons imun), adalah
kemampuan sistem limforetikuler untuk mengenali bahan itu asing atau tidak (Bellanti,1985:
Marchalonis, 1980; Roitt,1993).

Rangsangan terhadap sel-sel tersebut terjadi apabila kedalam tubuh terpapar suatu zat
yang oleh sel atau jaringan tadi dianggap asing. Konfigurasi asing ini dinamakan antigen atau
imunogen dan proses serta fenomena yang menyertainya disebut dengan respons imun yang
menghasilkan suatu zat yang disebut dengan antibodi. Jadi antigen atau imunogen merupakan
potensi dari zat-zat yang dapat menginduksi respons imun tubuh yang dapat diamati baik
secara seluler ataupun humoral. Dalam keadaan tertentu (patologik), sistem imun tidak dapat
membedakan zat asing (non-self) dari zat yang berasal dari tubuhnya sendiri (self), sehingga
sel-sel dalam sistem imun membentuk zat anti terhadap jaringan tubuhnya sendiri. Kejadian
ini disebut dengan Autoantibodi (Abbas dkk., 1991; Roit dkk., 1993).
Bila sistem imun terpapar oleh zat yang dianggap asing, maka akan terjadi dua jenis
respons imun, yaitu respons imun non spesifik dan respons imun spesifik. Walaupun kedua
respons imun ini prosesnya berbeda, namun telah dibuktikan bahwa kedua jenis respons
imun diatas saling meningkatkan efektivitasnya. Respons imun yang terjadi sebenarnya
merupakan interaksi antara satu komponen dengan komponen lain yang terdapat didalam
system imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga
menghasilkan suatu aktivitas biologic yang seirama dan serasi (Grange, 1982; Goodman,
1991; Roit dkk., 1993).

Suardana, Ida Bagus Kade. “Diktat imunologi dasar sistem imun.” Microsoft word - diktat imunologi
2017, simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1

_dir/284a0e69155751dc6c459b07f14bc03c .pdf. Diakses pada 06 Mei 2023.


DAFTAR PUSTAKA

Pengertian k3esehatan kerja, unsur penunjang, jaminan pemeliharaan, dan hiperkes. (2022).
https://mediaindonesia.com/humaniora/519454/pengertian-kesehatan-kerja-unsur-penunjang-
jaminan-pemeliharaan-dan-hiperkes. Diakses pada 05 Mei 2023.

Laoly, Yasonna H. (2019). Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 88 tahun 2019 tentang
kesehatan kerja. https://jdih.kemnaker.go.id/asset/data_puu/PP_Nomor_88_Tahun_2019.pdf .
Diakses pada 06 Mei

5 faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja. (2023).


https://www.staffany.id/blog/faktor-yang-mempengaruhi-keselamatan-dan-kesehatan-kerja/ .
Diakses pada 06 Mei 2023.

Wahyuningsih, Heni Puji. (2019). Modul teori anatomi fisiologi. Palangka Raya. https://repo.poltekkes-
palangkaraya.ac.id/1744/1/MODUL%20ANFIS%201.pdf. Diakses pada 06 Mei 2023.

Fathimahhayati, Lina Dianati, dll. (2019). Analisis beban kerja fisiologi pada proses pembuatan tahu
berdasarkan konsumsi energi (studi kasus: ud. Lancar abadi samarinda), https://E-
jurnal.lppmunsera.org/index.php/INTECH/article/view/1695. Diakses pada 08 Mei 2023.

Suardana, Ida Bagus Kade. (2017). Diktat imunologi dasar sistem imun. Uviversitas Udayana.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/284a0e69155751dc6c459b07f14bc03c .
pdf. Diakses pada 06 Mei 2023.

Anda mungkin juga menyukai