Anda di halaman 1dari 12

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Secara Langsung Pada Pemilihan

Umum di Indonesia, Dalam Perspektif Filosofi Demokrasi Indonesia Sila ke IV:


Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.

Mata Kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan (Kelas A)

Dosen Pengampuh: Joko Wasisto, S.Kar., M.Hum.

Disusun Oleh:
M. Andika Fatur Rahman
21100123140145

DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
DESEMBER 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu instrumen demokrasi yang


penting. Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk memilih wakil-wakilnya
untuk duduk di lembaga-lembaga perwakilan rakyat, baik di tingkat pusat maupun
daerah. Pada masa Orde Baru, pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Namun, setelah runtuhnya Orde
Baru dan bergulirnya era reformasi, pemilihan presiden dan wakil presiden
dilakukan secara langsung oleh rakyat. Hal ini diatur dalam Pasal 6A Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945).

Namun, pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung juga memiliki
sejumlah kelemahan. Pertama, pemilihan secara langsung dapat menimbulkan
polarisasi politik yang tajam. Kedua, pemilihan secara langsung dapat
meningkatkan biaya politik. Ketiga, pemilihan secara langsung dapat
memunculkan calon-calon presiden dan wakil presiden yang tidak berkualitas.
Dalam perspektif filosofi demokrasi Indonesia, sila ke-4 Pancasila, yaitu
"Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan", memiliki relevansi yang tinggi dengan pemilihan
presiden dan wakil presiden secara langsung. Sila ke-4 Pancasila menekankan
pentingnya permusyawaratan dan perwakilan dalam pengambilan keputusan.
Dalam konteks pemilihan presiden dan wakil presiden, permusyawaratan dan
perwakilan dapat diwujudkan melalui mekanisme pemilihan yang demokratis dan
berkualitas. Pemilihan yang demokratis dan berkualitas haruslah dapat
mengakomodasi aspirasi rakyat secara luas dan menghasilkan pemimpin yang
berkualitas.
B. ISI POKOK

Pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung merupakan salah satu
pilar demokrasi di Indonesia. Dimana, Pemerintah Indonesia memandang bahwa
pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung merupakan salah satu
instrumen demokrasi yang penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pemilihan tersebut merupakan wujud dari kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Pemilihan presiden dan
wakil presiden secara langsung memiliki sejumlah nilai-nilai yang sesuai dengan
sila ke-4 Pancasila, yaitu demokrasi, partisipasi politik, dan akuntabilitas.

Namun, pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung juga memiliki
sejumlah tantangan, yaitu pada Polarisasi Politik, Biaya Politik, dan Kualitas
Calonnya. Pemerintah akan terus berupaya untuk mewujudkan pemilihan presiden
dan wakil presiden yang demokratis dan berkualitas. Upaya-upaya tersebut akan
dilakukan secara berkesinambungan dan melibatkan berbagai pihak, termasuk
masyarakat, partai politik, dan lembaga-lembaga demokrasi lainnya.

C. TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk Menganalisis dan membahas
pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung dalam perspektif filosofi
demokrasi Indonesia sila ke-4, Menjelaskan nilai-nilai demokrasi yang terkandung
dalam pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung dan Mengidentifikasi
tantangan-tantangan dalam pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden
secara langsung serta Menawarkan solusi untuk mengatasi tantangan-tantangan
tersebut.
BAB II

PERMASALAHAN

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung dalam Pemilihan Umum di
Indonesia, sesuai dengan Sila ke IV dalam filosofi demokrasi Indonesia, yaitu
"Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan," melibatkan beberapa permasalahan yang perlu
dicermati. Dalam perspektif ini, terdapat tantangan-tantangan yang harus dihadapi
guna memastikan bahwa sistem pemilihan tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip
demokrasi yang dikehendaki. Salah satu permasalahan yang muncul adalah bagaimana
memastikan bahwa pemilihan umum secara langsung benar-benar mencerminkan
partisipasi aktif dari seluruh warga negara, sehingga keputusan yang dihasilkan
mencerminkan kehendak mayoritas/rakyat. Selain itu, penting juga untuk
memperhatikan aspek-aspek transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemilihan,
agar masyarakat memiliki keyakinan bahwa proses tersebut berlangsung adil dan jujur.

Dalam konteks ini, perlu dipertimbangkan pula bagaimana meminimalisir potensi


konflik atau ketegangan yang mungkin timbul selama proses pemilihan dan setelahnya.
Upaya untuk mencapai musyawarah dan perwakilan yang bijaksana menjadi kunci,
mengingat keberagaman masyarakat Indonesia yang perlu dihormati dan diakomodasi.
Pentingnya pendidikan politik juga menjadi aspek yang tidak boleh diabaikan, agar
masyarakat dapat membuat keputusan yang informasional dan rasional dalam
pemilihan umum. Dengan demikian, setelah memperhatikan dan mengatasi
permasalahan permasalahan yang terjadi pada pemilihan presiden dan wakil presiden
ini, secara langsung dapat mencapai tujuan filosofi demokrasi Indonesia yang
mengutamakan kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, yang dimana
sejalan dengan Sila ke IV.
BAB III

PEMBAHASAN

Bagi bangsa Indonesia, kedudukan Pancasila sebagai landasan filosofis atau


Philosofische Grondslag dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai
kedudukan yang sangat penting. Pancasila sebagai ideologi bangsa dan dasar Negara,
menjadi pemandu bagi bangsa Indonesia dalam mewujudkan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Arief Hidayat menjelaskan bahwa “Pancasila adalah norma dasar Negara
Indonesia (Grundnorm) dan juga merupakan cita hukum Negara Indonesia
(Rechtsidee) sebagai kerangka keyakinan (Belief Framework) yang bersifat normatif
dan konstitutif”. Termasuk bagaimana kehidupan berdemokrasi hendak dijalankan,
juga seharusnya berakar pada ideologi negara. Hal tersebut sangat berkaitan dengan
penataan sistem demokrasi di Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai yang bersifat
normatif. Mengacu pada hal tersebut, ketika kehidupan demokrasi menemui suatu
hambatan atau permasalahan, maka pedoman dan penyelesaiannya pun wajib berkiblat
pada Pancasila. Mengingat, terdapat nilai-nilai yang harus dijadikan prinsip-prinsip
dasar dalam menjalankan kehidupan berbangsa, termasuk kehidupan berdemokrasi.

Demokrasi ini pada dasarnya merupakan sistem pemerintahan yang melibatkan


rakyat dalam menjalankan dan mengawasi pemerintahan disuatu negara. Paham di
dalam demokrasi menganggap bahwa kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara berada
di tangan rakyat. Pada hakikatnya kekuasaan berasal dari rakyat oleh rakyat dan untuk
kepentingan seluruh rakyat suatu negara itu sendiri. Maka dengan demikian, negara
yang menganut asas demokrasi ditandai dengan kekuasaan yang berada di tangan
rakyat yang menegaskan bahwa rakyatlah yang menentukan segala gerak hidup di
negara dan pemerintahan, karena negara atau pemerintahan merupakan sarana
mewujudkan kedaulatan rakyat maka negara berlangsung atas kehendak rakyat, bukan
sebaliknya, yaitu negara dan pemerintahan yang menentukan gerak hidup rakyat.

Terkait dengan demokrasi Pancasila dalam melaksanakan sistem pemilihan Presiden


baik secara langsung mapun tidak langsung, dapat dilihat dari Sila Ke-4 Pancasila
menuntut adanya “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan” Rumusan ini secara sederhana dicetus oleh Soekarno
yang diringkas dalam istilah “demokrasi”. Tidak dapat disangkal bahwa Negara
Republik Indonesia memang didesain untuk menjadi negara berasas demokrasi. Syarat-
syarat sebagai negara demokrasi telah dipenuhi dan dinyatakan dengan tegas dalam
UUD NRI 1945, bahwa pemegang kedaulatan tertinggi adalah rakyat, tercantum dalam
Pasal 1 Ayat (2). Kedua, adanya pembagian kekuasaan secara horizontal ke dalam
fungsi-fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif. Jika dibandingkan dengan berbagai
tipe demokrasi modern, Indonesia pada dasarnya menggunakan demokrasi dengan
system Presidensil, yakni demokrasi dengan pemerintahan perwakilan yang
representative. Ketiga, adanya ketegasan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Asas
negara hukum ini sangat penting bagi demokrasi untuk menghindarkan rakyat dari
kesewenang-wenangan pemegang kekuasaan negara. Dengan supremasi hukum,
segala tindakan pemegang kekuasaan negara dibatasi dan dikendalikan oleh hukum.
Menurut Yusdiyanto, makna yang terkandung dalam Sila Keempat Pancasila adalah:

a. Hakikat sila ini adalah demokrasi, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat.
b. Pemusyawaratan, yaitu membuat putusan secara bulat, dengan dilakukan secara
bersama melalui jalan kebijaksanaan.
c. Melaksanakan keputusan berdasarkan kejujuran. Keputusan secara bulat
sehingga membawa konsekuensi kejujuran bersama. Nilai identitas adalah
permusyawaratan.
d. Terkandung asas kerakyatan, yaitu rasa kecintaan terhadap rakyat,
memperjuangkan cita-cita rakyat, dan memiliki jiwa kerakyatan.
e. Asas musyawarah untuk mufakat, yaitu yang memperhatikan dan menghargai
aspirasi seluruh rakyat melalui forum permusyawaratan, menghargai
perbedaan, mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa dan negara

Dengan memahami makna dari sila tersebut, dapat ditemukan adanya prinsip-prinsip
dasar dalam kandungan maknanya. Seperti misalnya prinsip demokrasi, prinsip
permusyawaratan, dan prinsip kerakyatan. Oleh karena itu secara filosofis, sudah
selayaknya kehidupan berdemokrasi seharusnya dijalankan dengan mengedepankan
prinsip-prinsip kerakyatan melalui proses musyawarah untuk mencapai tujuan utama
dalam bernegara. Memberikan peran kepada rakyat untuk menentukan pilihannya
dalam berdemokrasi, merupakan perwujudan dari prinsip tersebut. Sekaligus juga
meneguhkan konsep kedaulatan rakyat yang selama era sebelum reformasi, berada di
tangan para wakilnya di lembaga perwakilan. Dalam praktik sistem keterwakilan,
pilihan para wakil rakyat tidak selalu atau bahkan dapat bertentangan dengan pilihan
yang diinginkan oleh rakyat. Mewujudkan prinsip kerakyatan, tidaklah mempunyai
maksud dan tujuan lain selain untuk menyerap berbagai aspirasi yang berkembang
dalam masyarakat untuk kesejahteraan rakyat itu sendiri.

Mengenai prinsip permusyawaratan, pasca amandemen UUD 1945 terdapat


perubahan mengenai implementasinya. Sebelum amandemen UUD 1945, Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari berbagai perwakilan golongan dalam
masyarakat adalah berposisi sebagai lembaga tertinggi Negara. Lembaga inilah sebagai
pelaksana proses pemusyawaratan dalam ketatanegaraan. MPR berwenang
menetapkan Undang-Undang Dasar, menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN), memilih Presiden dan Wakil Presiden, dan memberhentikan Presiden dan
Wakil Presiden melalui proses impeachment. Dalam konteks tersebut Presiden
berkedudukan sebagai mandataris MPR. Seluruh kewenangan yang dimiliki oleh MPR
dilakukan dengan musyawarah oleh seluruh perwakilan dari golongan bangsa
Indonesia. Namun, pasca amandemen UUD 1945, kedaulatan dikembalikan kepada
sang pemilik kedaulatan yaitu rakyat. Konsekuensinya, permusyawaratan perwakilan
tidak lagi dilaksanakan oleh MPR secara penuh. Mengingat kewenangannya yang
terbatas dan komposisi perwakilan pun saat ini adalah hasil dari proses elektoral dengan
suara terbanyak, yaitu dari unsur DPR dan DPD.

Sejak zaman kemerdekaan Indonesia hingga saat sekarang ini sudah banyak
terjadinya perubahan-perubahan dalam struktur konstitusi dan regulasi di Indonesia.
Namun, perubahan-perubahan yang terjadi itu tidak sedikitpun menggeser sistem
pemerintahan Indonesia, yaitu sistem pemerintahan yang mengkedepankan asas
demokrasi. Tetapi jika melihat dari lintas sejarah negeri ini, ada beberapa masa tidak
terlaksananya sistem demokrasi itu sehingga cenderung memberi peluang tampilnya
pemerintahan yang berkarakter otoriter. Fakta itu bisa dilihat pada zaman Orde Baru.
Apa yang kita rasakan saat ini merupakan proses perjalanan yang sangat panjang,
sehingga demokrasi itupun secara resmi kokoh di dalam UUD NRI 1945, berlakulah
suatu istilah Demokrasi Pancasila merupakan bentuk perlawanan dari demokrasi
terpimpin. Persoalan yang paling penting dalam demokrasi Pancasila itu adalah
mengkedepankan musyawarah dan mufakat. Tapi suatu kekuasaan pemerintahan tidak
diberikan hak mutlak untuk menentukan secara penuh persoalan tersebut sehingga
harus melibatkan rakyat dalam proses pengambilan keputusan. Inilah salah satu proses
pendewasaan dalam berdemokrasi sehingga terjadinya “Check and Balance or Control
Democration of Social” sehingga menghambat terlahirnya pemerintahan yang
berkarakter otoriter. Maka oleh sebab itu yang menjadi poin analisis penulis adalah,
jika demokrasi itu dijalankan secara langsung maka rakyat mempunyai hak penuh
secara konstitusional untuk memilih secara langsung pemimpinnya. Sebaliknya, jika
demokrasi dilaksanakan dengan cara representatif/perwakilan maka harus
dilaksanakan secara musyawarah dan mufakat oleh wakil-wakil rakyat berdasarkan
amanah yang telah diberikan oleh rakyat tersebut. Disinilah letak substansi yang
diamanatkan oleh sila ke-4 Pancasila tersebut. Namun persoalan ini banyak terjadi
polemik dari masyarakat maupun akademisi yang mempermasalahkan sistem
pemilihan Presiden secara langsung bertentangan dengan Pancasila sila ke-4.
Persoalan sistem pemilihan Presiden secara langsung maupun tidak langsung
sesungguhnya itu merupakan keinginan rakyat yang disampaikan kepada wakil-
wakilnya di DPR. Jika rakyat menginginkan pemilihan Presiden itu dipilih oleh rakyat
secara langsung maka rakyat akan mengusulkan ke wakil-wakilnya (DPR) yang
nantinya DPR ini menyampaikan pula usulan rakyat tersebut kedalam lembaga MPR
bahwa rakyat ingin secara langsung memilih Presiden. Jadi, nilai-nilai Pancasila yang
telah penulis jelaskan di halaman-halaman sebelumnya jika difami secara mendalam
tidak ada kontradiktif antara Pancasila dengan UUD NRI 1945 dalam implementasi
sistem pemilihan Presiden yang pernah dilaksanakan di Indonesia, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Setiap proses keinginan rakyat itu dilakukan secara
musyawarah dan mufakat melalui sistem ketatanegaraan Indonesia. Proses demokrasi
itu selalu dilaksanakan berdasarkan Pancasila.

Terkait persoalan ini, Jimly Asshiddiqie juga mengatakan bahwa, pelaksanaan sistem
pemilihan Presiden secara langsung juga merupakan salah satu sarana penyaluran hak
asasi warga negara yang sangat perlu diperhatikan. Maka dengan demikian, dalam
rangka pelaksanaan hak-hak asasi warga negara adalah keharusan bagi pemerintah
untuk menjamin terlaksananya penyelenggaraan pemilihan secara langsung sesuai
amanat dari Pancasila dan UUD NRI 1945. Faktor penting yang tidak boleh
terlewatkan adalah dengan mengkedepankan asas kedaulatan rakyat dimana rakyatlah
yang berdaulat, maka semua aspek penyelenggaraan pemilihan umum khususnya
pemilihan Presiden secara langsung itu sendiri juga harus dikembalikan kepada rakyat
untuk menentukannya.

Sebagaimana pandangan Jimly diatas diketahui bahwa demokrasi adalah semangat


yang mencerminkan bahwa rakyatlah pemegang kekuasaan tertinggi di suatu negara.
Khususnya Indonesia salah satu negara yang menganut faham demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan, hak demokrasi itu dilaksanakan oleh rakyat menurut
Pasal 1 Ayat 2 UUD NRI 1945 setelah Amandemen. Lebih jelas bahwa kekuasaan di
tangan rakyat memiliki makna bahwa rakyatlah yang menentukan segala gerak hidup
negara dan pemerintahan, karena negara atau pemerintahan merupakan sarana
mewujudkan kedaulatan rakyat maka negara berlangsung atas kehendak rakyat, bukan
sebaliknya, yaitu negara dan pemerintahan yang menentukan gerak hidup rakyat.

Jadi, partisipasi masyarakat menjadi fokus utama, mengingat bahwa demokrasi sejati
memerlukan keterlibatan aktif seluruh warga negara. Permasalahan muncul dalam
upaya meningkatkan partisipasi merata dari berbagai lapisan masyarakat dan wilayah,
sehingga pemilihan dapat mencerminkan kehendak mayoritas dengan adil.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, penting untuk menangani permasalahan


transparansi dan akuntabilitas. Proses pemilihan yang transparan akan mengurangi
potensi penyalahgunaan kekuasaan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap integritas sistem demokratis. Maka dari itu, perlunya pengembangan
mekanisme yang kuat untuk memastikan proses pemilihan berlangsung dengan
keadilan dan dapat dipercaya. Ketidaksetaraan dalam akses dan pemahaman informasi
politik menjadi hambatan lain yang perlu diatasi. Perbedaan dalam tingkat literasi
politik dan akses informasi dapat menghasilkan ketidakmerataan pengetahuan di antara
pemilih, sehingga upaya meningkatkan literasi politik dan memastikan ketersediaan
informasi yang mudah diakses menjadi esensial.

Polarisasi politik menjadi tantangan serius, karena dapat mengakibatkan


ketidakharmonisan dalam proses pemilihan. Diperlukan upaya untuk meredakan
ketegangan politik dan membangun ruang dialog yang konstruktif antar berbagai
kelompok, sehingga proses pemilihan dapat berjalan dengan damai. Keberagaman
masyarakat Indonesia menuntut representasi yang adil dan seimbang. Pemilihan yang
mencerminkan keberagaman ini mencegah dominasi atau penyalahgunaan kekuasaan
oleh satu kelompok atau individu, sejalan dengan prinsip demokrasi yang menekankan
kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.
BAB IV

SIMPULAN

Dalam judul Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung di Indonesia,
melalui lensa Filosofi Demokrasi Indonesia khususnya Sila ke IV, dapat disimpulkan
bahwa upaya tersebut melibatkan sejumlah permasalahan dan tantangan yang
memerlukan perhatian serius. Pentingnya mewujudkan kerakyatan yang dipandu oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan menyoroti kebutuhan
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat secara merata, menjaga transparansi dan
akuntabilitas, serta memastikan representasi yang adil dan seimbang.

Ketidaksetaraan dalam akses dan pemahaman informasi politik, polarisasi politik,


dan isu keamanan selama proses pemilihan juga muncul sebagai aspek kritis yang perlu
diatasi. Diperlukan upaya konkret untuk meredakan ketegangan politik, meningkatkan
literasi politik, dan memastikan keberagaman masyarakat tercermin dalam perwakilan
terpilih.

Selain itu, kualitas perwakilan yang mencerminkan kebijaksanaan dan kepentingan


masyarakat menjadi fokus penting. Proses seleksi calon dan pendidikan politik dapat
memainkan peran kunci dalam memastikan bahwa wakil yang terpilih memiliki
kapasitas kepemimpinan yang memadai.

Dengan memahami dan menanggapi secara bijaksana terhadap semua permasalahan


tersebut, harapannya adalah Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung
dapat terus dikembangkan agar lebih sesuai dengan nilai-nilai demokrasi Indonesia,
terutama dalam mewujudkan Sila ke IV yang mengedepankan hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan dan perwakilan.
DAFTAR PUSTAKA

Anggono, Bayu Dwi. (2020). “Telaah Peran Partai Politik Untuk Mewujudkan
Peraturan Perundang-Undangan Yang Berdasarkan Pancasila.” Jurnal Konstitusi Vol.
16, no. 4 Tahun 2020: 695–720.

Asshiddiqie, Jimly. “Pancasila Konsensus Kehidupan Berbangsa.” Dewan


Kehormatan Penyelenggara Pemilu.

Bolo, Andreas Doweng. (2019). “Demokrasi Di Indonesia: Pancasila Sebagai


Kontekstualisasi Demokrasi.” Melintas Vol. 34, no. 2 Tahun 2019: 145–167.

H. Abdul Manan. (2018). Dinamika Politik Hukum Di Indonesia. Cetakan 1.


Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

Nisa Nabila et. all. (2020). “Pengaruh Money Politik Dalam Pemilihan Anggota
Legislatif Terhadap Keberlangsungan Demokrasi Di Indonesia.” Jurnal Notarius Vol.
13, no. 1 Tahun 2020: 138–153.

Nugroho, Heru. (2015). “Demokrasi Dan Demokratisasi: Sebuah Kerangka


Konseptual Untuk Memahami Dinamika Sosial-Politik Di Indonesia.” Jurnal
Pemikiran Sosiologi Vol. 1, no. No. 1 Tahun 2015: 1–15.

Yusdiyanto, Yusdiyanto. (2017), “Makna Filosofis NilaiNilai Sila Ke-Empat


Pancasila Dalam Sistem Demokrasi Di Indonesia.” Fiat Justisia 10, no. 2 Tahun 2017:
259–272.

Anda mungkin juga menyukai