Mata Kuliah :
Ilmu Negara
Oleh :
Soal 1 dan 2
KOMPAS.com - Sejak lahirnya Orde Baru (Orba) pada 1966, kehidupan demokrasi di
Indonesia mulai kembali. Di mana lembaga-lembaga demokrasi mulai berfungsi, seperti
adanya pemilu, sidang-sidang DPR baik pusat dan daerah, MPR menjalankan
fungsinya dengan nyata. Kondisi itu tidak lepas karena bangsa Indonesia menjalankan
demokrasi Pancasila. Di mana demokrasi yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar (UUD) 1945. Dalam sejarah, Indonesia sudah menyelenggaran
pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat lewat Pemilihan
Umum (Pemilu). Arti Demokrasi Pancasila Dilansir, Encylopaedia Britannica (2015),
demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang diambil dari kata "demos" (rakyat) dan
"kratos" (pemerintahan). Sebagai bentuk pemerintahan, demokrasi bertolak belakang
dengan monarki (diperintah oleh raja, ratu, atau kaisar), oligarki (diperintah oleh
beberapa orang), aristokrasi (diperintah oleh kelas istimewa), dan despotisme
(pemerintahan absolut oleh satu orang). Baca juga: Karakter Utama Demokrasi
Pancasila Orang Yunani kuno adalah orang pertama yang mempraktikkan demokrasi
dalam komunitas sebesar kota. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan sila Pancasila yang dilihat
sebagai suatu keseluruhan yang utuh. Dalam demokrasi tersebut musyawarah untuk
mufakat sangat diharapkan. Karena setiap keputusan dapat dicapai dengan mufakat.
Tapi jika tidak tercapai mufakat, maka keputusan dapat ditempuh melalui pemunguta
suara. Dalam buku Pancasila (2012) karya Suparman, dalam bentuk negara modern,
kekuasaan politik dapat dijalankan secara baik manakala di dalam penyelenggaraan
pemerintahan menggunakan prinsip dan sistem demokrasi. Penggunaan sistem
demokrasi dalam penyelenggaraan kekuasaan negara adalah mutlak. Untuk itu Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah menggunakan sistem demokrasi yang
sangat tepat bagi bangsa Indonesia yang pluralisme adalah Demokrasi Pancasila.
Hal ini sesuai dengan sila keempat, yakni Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksaan dalam permusyawaratan perwakilan. Pancasila adalah sumber kejiwaan
masyarakat dan negara Indonesia. Maka rakyat Indonesia menjadikan pengalaman
Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan
kenegaraan. Oleh karena itu untuk pengamalannya harus dimulai dari setiap warga
negara Indonesia, setiap penyelanggara negara. Dalam rangka pelaksanaan
Demokrasi Pancasila, kita mementingkan musyawarah. Musyawarah itu tidak
didasarkan atas kekuasaan mayoritas atau minoritas, tapi yang dihasilkan musyawarah
itu sendiri. Demokrasi liberal, demokrasi kapitalis, dan demokrasi terpimpin yang pernah
diberlakukan Indonesia pada zaman dulu tidak sesuai dan bertentangan dengan
demokrasi Pancasila.
Pertanyaan
1. Simpulkan ciri khas kedaulatan yang ada di Indonesia seperti kasus di atas
menggunakan konsep analisis dari Jean Bodin!
Jawab : Dalam konsep kedaulatan Jean Bodin, kedaulatan adalah hak mutlak negara
untuk membuat keputusan yang mengikat dan tidak dapat dicabut oleh pihak lain.
Dalam kasus kedaulatan di Indonesia, berikut adalah simpulan mengenai ciri khas
kedaulatan yang dapat dianalisis dengan konsep Bodin :
1. Kedaulatan Absolut
Jean Bodin menekankan pentingnya kekuasaan tunggal dan absolut yang dimiliki oleh
negara. Dalam konteks Indonesia, ciri khas kedaulatan yang tercermin adalah adanya
kekuasaan tertinggi yang dipegang oleh negara sebagai lembaga yang mewakili
kehendak rakyat. Kekuasaan negara di Indonesia bersifat absolut dalam hal mengatur,
melindungi, dan menjaga kepentingan nasional serta melaksanakan kebijakan publik.
2. Legitimasi Demokratis
Meskipun kedaulatan absolut menekankan pada kekuasaan yang kuat dan sentralistik,
dalam konteks Indonesia, kedaulatan juga berakar pada legitimasi demokratis. Proses
pemilihan umum dan pengambilan keputusan politik melalui mekanisme demokrasi
memberikan legitimasi kepada pemerintahan dan institusi negara, sehingga kekuasaan
yang absolut tidak berarti sewenang-wenang, tetapi mewakili suara dan kehendak
rakyat.
3. Pemisahan Kekuasaan
1. Pemilihan Umum
2. Partisipasi Politik
Demokrasi Pancasila mendorong partisipasi politik yang luas dari rakyat. Partisipasi
politik yang aktif dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk masyarakat biasa,
kelompok masyarakat, dan elit politik, merupakan elemen penting dalam memberikan
legitimasi pada sistem politik. Partisipasi politik yang melibatkan beragam elemen
masyarakat memberikan kesempatan bagi warga negara untuk ikut serta dalam proses
pengambilan keputusan dan memberikan suara mereka, sehingga memberikan
legitimasi pada keputusan politik yang diambil oleh elit politik.
3. Struktur Kelembagaan
Sistem politik Indonesia memiliki struktur kelembagaan yang diatur dalam konstitusi dan
hukum negara. Kelembagaan, seperti lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta
lembaga-lembaga pemerintah daerah, menjadi wadah bagi elit politik untuk memegang
dan menjalankan wewenang politik. Struktur kelembagaan ini memberikan legitimasi
pada elit politik yang mengisi posisi-posisi tersebut sesuai dengan mekanisme dan
prosedur yang ditetapkan. Dalam konteks demokrasi Pancasila, bentuk legitimasi eliter
pada subjek wewenang juga dapat dianalisis melalui hubungan antara elit politik dan
masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan.
1. Pelayanan Publik
2. Akuntabilitas
3. Partisipasi Masyarakat
Bentuk legitimasi eliter juga dapat terkait dengan partisipasi masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan politik. Masyarakat yang aktif berpartisipasi dalam kegiatan
politik, seperti memberikan masukan, melibatkan diri dalam dialog dan diskusi
kebijakan, atau mengawasi tindakan elit politik, memberikan legitimasi pada elit politik
yang mampu menerima dan merespons aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Legitimasi eliter dalam demokrasi Pancasila juga terkait dengan representasi yang adil
dalam lembaga-lembaga pemerintahan. Elit politik yang mampu mewakili beragam
kelompok dan kepentingan masyarakat, termasuk yang berasal dari berbagai lapisan
sosial dan daerah, memberikan legitimasi pada sistem politik. Penerapan konsep
legitimasi eliter pada subjek wewenang dalam konteks demokrasi Pancasila membantu
memahami pentingnya interaksi antara elit politik dan masyarakat dalam menentukan
legitimasi dan keabsahan kekuasaan politik.
Soal 3
Beberapa teori mengenai klasifikasi negara modern bermunculan. Hal tersebut karena
klasifikasi negara secara sudah jarang diterapkan lagi sesuai perkembangan zaman.
Masa modern, mengakibatkan negara-negara di dunia tidak bisa menggunakan satu
saja klasifikasi, tetapi lebih kompleks/perpaduan. Dari situlah muncul istilah lain untuk
menggambarkan klasifikasi suatu negara.
Pertanyaan
Jawab : Menurut saya berdasarkan analisis dari konsep teori Leon Duguit, klasifikasi
negara Inggris dapat dijelaskan sebagai negara dengan karakteristik campuran antara
negara hukum (rule of law) dan negara sosial (social state). Leon Duguit adalah
seorang ahli hukum Prancis yang mengembangkan teori tentang negara hukum dan
negara sosial pada awal abad ke-20.
Menurut Duguit, negara hukum adalah negara yang berfokus pada perlindungan hak-
hak individu, menjaga supremasi hukum, dan menegakkan keadilan. Sementara itu,
negara sosial adalah negara yang memiliki tanggung jawab sosial terhadap
kesejahteraan masyarakat dan memperhatikan redistribusi kekayaan. Dalam konteks
Inggris, klasifikasi ini dapat diterapkan karena negara tersebut memiliki prinsip-prinsip
negara hukum yang kuat dengan sistem hukum umum yang terkenal di dunia, yaitu
common law. Inggris juga menghargai hak-hak individu dan menjaga supremasi hukum
dalam praktek pemerintahannya.
Namun demikian, Inggris juga memiliki elemen negara sosial yang terlihat melalui
sistem kesejahteraan yang kuat dan peran pemerintah dalam memberikan layanan
publik dan perlindungan sosial kepada warganya. Contohnya adalah National Health
Service (NHS) yang menyediakan pelayanan kesehatan gratis bagi seluruh penduduk
Inggris. Selain itu, konsep teori Leon Duguit juga menekankan pentingnya tanggung
jawab negara terhadap kepentingan umum dan keadilan sosial. Dalam konteks Inggris,
ini dapat terlihat melalui kebijakan publik yang bertujuan untuk mengurangi
kesenjangan sosial, mendorong inklusi sosial, dan memberikan perlindungan bagi
kelompok yang rentan. Contohnya, pemerintah Inggris telah mengadopsi kebijakan
kesejahteraan sosial yang melibatkan pemberian tunjangan sosial, subsidi perumahan,
serta program-program bantuan lainnya bagi individu dan keluarga yang membutuhkan.
Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menciptakan kesetaraan sosial dan memastikan
bahwa semua warga negara mendapatkan akses yang adil terhadap kebutuhan dasar.
Namun, perlu dicatat bahwa klasifikasi negara Inggris sebagai perpaduan antara
negara hukum dan negara sosial tidaklah mutlak. Pengklasifikasian negara sering kali
rumit dan tergantung pada banyak faktor seperti perkembangan politik, ekonomi, dan
sosial dalam suatu negara.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap klasifikasi negara Inggris berdasarkan teori Leon
Duguit dapat menjadi suatu sudut pandang yang bermanfaat, tetapi juga perlu
diperhatikan dengan konteks dan perubahan zaman yang terus berlangsung.
Sumber :
Black, A. (2012). The history of political thought: From Plato to Marx. Bloomsbury
Publishing
Aspinall, E. (2014). Democracy for Sale: Elections, Clientelism, and the State in
Indonesia. Cornell University Press.
https://scholarship.law.cornell.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1416&context=facpub