Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

FARMAKOEPIDEMIOLOGI

Nama Mahasiswa.
Universitas Jambi
Definisi
Seringkali kita mendengarkan penyebutan istilah epidemiologi…………. secara
normal (Agrò, 2013).

\ Dalam kondisi normal, 2/3 dari ini adalah CIS dan 1/3 adalah CES yang 3/4 adalah
cairan interstitial dan 1/4 cairan intravaskular (Gambar 1.1).

Gambar 12.1 Kompartmen cairan tubuh manusia


(Sumber: Jakoi and Carbery 2015)

CIS merupakan lingkungan pereduksi yang memiliki konsentrasi K+ yang tinggi


tetapi konsentrasi rendah Na+ dan Ca++ bebas. Selain itu, konsentrasi fosfat dan
protein di CIS lebih besar daripada CES. Sedangkan CES adalah lingkungan
pengoksidasi yang memiliki konsentrasi K+ yang rendah tetapi konsentrasi Na+ dan
Ca++ bebas yang tinggi.

Tabel 1.1 Konsentrasi ion (µM) pada sel manusia

Ion Cairan ekstraseluler Cairan intraseluler


(plasma)
Natrium (Na+) 140,0 15,0
Kalium (K+) 4,4 140,0
Kalsium (Ca++) 1,2* 0,0005
-
Klorida (Cl ) 105,0 7,0
*: plasma mengandung Ca++ terikat dan bebas

1
Manusia yang merupakan organisme multilseluler mengembangkan mekanisme
untuk mempertahankan lingkungan internalnya tetap konstan, walaupun terjadi
perubahan lingkungan eksternal. Mekanisme inilah yang dikenal dengan istilah
homeostasis. Berbeda dengan organisme unisel yang memiliki sedikit atau hampir
tidak memiliki mekanisme tersebut sehingga tidak mampu bertahan hidup dalam
kondisi lingkungan yang berubah-ubah. Mekanisme homeostasis pada organisme
multilseluler bertujuan untuk mempertahankan kehidupan sel-sel yang letaknya di
dalam tubuh, karena perubahan lingkungan luar diantisipasi secara dinamis (Siagian,
2004).
Berbagai sistem tubuh melakukan pertukaran antara lingkungan eksternal dan
lingkungan internal. Lingkungan eksternal merupakan lingkungan luar yang
mengelilingi manusia atau makhluk hidup lainya. Sedangkan lingkungan internal
adalah tempat sel-sel yang mendukung fungsi-fungsi kehidupan makhluk hidup. Sel-
sel mengadakan pertukaran nutrisi dan zat sisa dengan cairan di luarnya yaitu cairan
interstisial melalui pembuluh kapiler. Berbagai keadaan lingkungan internal dalam
tubuh seperti tekanan darah, suhu tubuh, pH, konsentrasi ion serta bahan kimia
seperti hormon dalam darah dipertahankan secara dinamis. Meskipun terjadi
perubahan-perubahan lingkungan internal dari faktor dalam dan di luar tubuh
misalnya karena asupan makanan, aktifitas seperti olahraga, kondisi kehamilan, dan
variasi kondisi eksternal lainnya (Agrò, 2013).
Konsep Homeostasis
Beberapa konsep homeostasis dikemukakan oleh para ahli seperti misalnya pada
tahun 1879, ahli ilmu faal Claude Bernard dari Perancis yang mengemukakan bahwa
organisme multisel penting mempertahankan lingkungan dalam agar tetap stabil
sehingga supaya dapat hidup bebas pada lingkungan luar yang keadaannya selalu
mengalami variasi. Gagasan Bernard kemudian dikembangkan oleh W.B. Cannon,
ahli faal Amerika pada tahun 1929, serta memperkenalkan kondisi tersebut dengan
istilah homeostasis yang berasal dari kata Yunani “homeo” (sama) dan “stasis”
(mempertahankan keadaan). Sehingga dapat dijelaskan bahwa homestasis merupakan
upaya mempertahankan keadaan lingkungan dalam yang stabil (Gross, 2014).
Keberlangsungan hidup sel-sel penyusun tubuh manusia harus dipelihara mengingat
kondisi lingkungan sel yang selalu berubah dengan adanya suatu stimulus dari luar

2
maupun gangguan fisiologis lainnya. Untuk itu diperlukan suatu mekanisme untuk
memelihara kondisi lingkungan dalam yang ideal. Kerusakan sel dapat terjadi jika
sel-sel di dalam tubuh tidak dalam kondisi lingkungan yang ideal dan terus terganggu
tanpa teratasi, dan selanjutnya mengakibatkan gangguan pada tingkat organisasi yang
lebih tinggi. Sistem tubuh akan memulai suatu reaksi tandingan jika terdapat suatu
faktor yang menggerakkan lingkungan internal menjauhi kondisi optimal. Reaksi
tandingan yang terjadi disesuaikan untuk memperkecil perubahan dan
mengembalikan lingkungan internal ke kisaran awal yang optimal bagi
keberlangsungan hidup sel (Hall, 2011).

Gambar 12.2 Hubungan antara sel, homeostasis dan sistem tubuh


(Sumber: Sherwood (2009) dengan modifikasi)
Homeostasis berbeda dengan equilibrium dan kondisi tunak (steady state).
Ekuilibrium adalah kondisi di mana kekuatan yang berlawanan seimbang. Tidak ada
transfer bersih dari suatu zat (atau energi) dari satu kompartemen ke kompartemen
lainnya. Keadaan setimbang akan terjadi jika ada cukup waktu untuk pertukaran dan
jika tidak ada penghalang untuk bergerak dari satu kompartemen ke yang lain. Tidak
ada pengeluaran energi yang diperlukan untuk mempertahankan keadaan
ekuilibrium. Kondisi tunak (steady state) adalah kondisi di mana jumlah (atau
konsentrasi) suatu zat adalah konstan dalam kompartemen dan tidak berubah karena
waktu. Tidak ada pemasukan atau kehilangan dari substansi dalam suatu
kompartemen karena masukan dan keluarannya sama. Pengeluaran energi mungkin
diperlukan untuk mempertahankan kestabilan. Sedangkan homeostasis merupakan
pengaturan atau pemeliharaan kondisi lingkungan dalam atau cairan ekstraseluler

3
yang mengalami perubahan secara dinamis karena faktor seluler maupun dari luar
tubuh, sehingga faktor-faktor tertentu harus dijaga dalam kisaran yang sempit untuk
fungsi yang optimal dari sel, jaringan, dan organ (Jakoi & Carbery 2015).
Faktor-faktor lingkungan internal yang harus dipertahankan secara homeostasis,
yaitu :
1. Konsentrasi moleku lnutrisi. Molekul-molekul nutrisi merupakan bahan yang
digunakan untuk menghasilkan energi diolah dalam metabolisme sel. Energi
berupa ATP (Adenosine triphosphate) digunakan untuk menunjang aktifitas-
aktifitas khusus dan untuk mempertahankan hidup.
2. Konsentrasi gas oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2). Oksigen dibutuhkan
oleh sel dalam reaksi-reaksi kimia terutama respirasi seluler untuk memecah
glukosa menjadi energi. CO2 merupakan sisa metabolisme yang dihasilkan
selama respirasi sel. Konsentrasi CO2 yang dihasilkan diseimbangkan dengan
CO2 yang dikeluarkan oleh paru-paru, sehingga tidak meningkatkan keasaman di
lingkungan internal.
3. Konsentrasi zat-zat sisa. Berbagai reaksi kimia menghasilkan produk-produk
akhir seperti karbondioksida (CO2), amonia (NH3), zat warna empedu dan asam
urat yang berefek toksik bagi sel apabila dibiarkan tertimbun melebihi batas
tertentu, sehingga diperlukan suatu sistem regulasi untuk membuang kelebihan
zat-zat sisa tersebut ke luar tubuh.
4. Derajat keasaman atau pH. Perubahan keasaman lingkungan cairan internal
mengakibatkan perubahan aktifitas enzim dan mekanisme pembentuk sinyal
listrik di sel saraf. Agar metabolisme dan fungsi organ tidak terganggu maka
harus ada mekanisme untuk mempertahankan kadar pH optimal (7,32-7,42) di
lingkungan internal.
5. Konsentrasi air, garam-garam, dan elektrolit-elektrolit lain. Konsentrasi air dan
garam (NaCl) diatur secara ketat untuk mempertahankan volume sel. Sel-sel
tidak dapat berfungsi secara normal apabila mengalami pembengkakan atau
pengkerutan. Sedangkan elektrolit memiliki fungsi vital lain misalnya ion
kalsium mempertahankan impuls saraf dan kontraksi otot.
6. Rentang suhu tubuh. Mekanisme termoregulasi mempertahankan rentang suhu
tubuh normal. Organ-organ bekerja normal dalam kisaran suhu yang sempit.

4
Suhu yang terlalu dingin memperlambat aktifitas organ dan apabila suhu terlalu
panas terjaid efek yang lebih buruk yaitu kerusakan struktur protein-protein
beserta fungsi enzimatisnya.
7. Volume dan tekanan plasma. Fungsi volume dan tekanan normal plasma pada
sirkulasi di lingkungan internal, dipertahankan secara adekuat agar kebutuhan
gas oksigen, elektrolit dan nutrisi-nutrisi penting dapat terdistribusi ke seluruh
tubuh.

Beberapa komponen dan karakteristik fisik cairan ekstraseluler, batas kontrol normal,
batas non letal untuk waktu singkat disajikan pada tabel berikut.

Tabel 1.2 Komponen dan karekteristik fisik cairan ekstraseluler

Komponen Nilai Batas nilai Pekiraan batas Unit


normal normal non letal
Oksigen (O2) 40 35-45 10-1000 mmHg
Karbondioksida 40 35-45 5-80 mmHg
(CO2)
Ion Natrium (Na+) 142 138-146 115-175 mmol/L
Ion Kalium (K+) 4,2 3,8-5,0 1,5-9,0 mmol/L
Ion Kalsium (Ca++) 1,2 1,0-1,4 0,5-2,0 mmol/L
Ion Klorida (Cl-) 108 103-112 70-130 mmol/L
Ion Bikarbonat 28 24-32 8-45 mmol/L
(HCO3-)
Glukosa 85 75-95 20-1500 mg/dl
o
Suhu tubuh 98,4 98-98,8 65-110 F
o
(37) (37) (18,3-43,3) ( C)
Asam basa (pH) 7,4 7,3-7,5 6,9-8,0 -

Mekanisme dan Regulasi Homeostasis


Berbagai proses pengaturan keseimbangan yang sangat halus dan bersifat dinamis
mempertahankan homeostasis lingkungan internal. Organisme multiseluler
memerlukan pasokan berbagai bahan dari lingkungan luar seperti oksigen, nutrien,
dan garam, agar dapat menyelenggarakan aktifitas sel secara menyeluruh. Berbagai
macam zat juga dihasilkan melalui sistem sekresi dan ekskresi, baik itu zat yang
bermanfaat maupun zat sisa, yang dialirkan ke cairan esktraseluler (CES). Perubahan

5
aktifitas sel juga mengubah jumlah zat yang diambil dari lingkungan eksternal serta
pengeluaran berbagai zat dari dalam sel ke lingkungan internal. Kendali terhadap
perubahan lingkungan internal tersebut harus selalu dilakukan agar homeostasis
terjaga (Kotas & Medzhitov, 2015).

Tubuh memiliki sistem kontrol untuk dapat mempertahankan homeostasis. Peran


komunikasi antar sel merupakan media yang sangat penting dalam mendukung
kinerja sistem kontrol. Secara umum sistem kontrol homeostasis memiliki tiga peran
utama yaitu pertama mendeteksi perubahan lingkungan internal tubuh, yang kedua
adalah mengintegrasikan informasi perubahan tersebut dengan informasi lainnya
yang relevan, dan yang ketiga melakukan penyesuaian yang tepat untuk
mengembalikan kondisi lingkungan internal ke kondisi optimalnya kembali (Gamble,
et al., 2014).

Sistem kontrol homeostasis dikelompokkan menjadi dua, yaitu: sistem kontrol


intrinsik dan sistem kontrol ekstrinsik (Tan et al., 2019). Sistem kontrol intrinsik
merupakan pengaturan homeostasis yang paling sederhana, meliputi parakrin dan
autokrin komunikasi dapat terjadi antar sel yang berdekatan (between neighbors)
atau lokal (self to self). Protein sitokin dapat memediasi mekanisme kontrol lokal ini.
Sedangkan sistem kontrol ekstrinsik bersifat lebih kompleks, berupa pengendalian
jarak jauh yang dapat melibatkan sistem endokrin maupun lengkung reflex (sistem
saraf) dalam hal pengaturan umpan balik. Sistem endokrin dan saraf merupakan dua
regulator utama dalam tubuh. Tujuan kontrol ekstrinsik untuk keterpaduan regulasi
beberapa organ untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Kontrol ekstrinsik memiliki
tiga komponen dasar yaitu reseptor yang menerima stimulus, pusat kontrol yang
mengintegrasikan stimulus dan efektor yang memberikan respon. Saraf sensorik
menghubungakan reseptor dengan pusat integrasi, sedangkan saraf motorik
menghubungkan pusat integrasi dengan efektor (Gambar 2).
1. Reseptor berperan sebagai pendeteksi perubahan beberapa variabel lingkungan
baik lingkungan luar maupun lingkungan dalam tubuh, seperti misalnya
perubahan suhu tubuh. Reseptor menerima dan mengubah suatu bentuk energi
ke bentuk energi yang lainnnya (transduser biologi) seperti terjadinya potensial
aksi dari awalnya berupa energi listrik atau kimia sehingga terjadi penjalaran
impuls melewati serabut saraf sensorik atau aferen menuju pusat integrasi.

6
Contoh, saat kulit kita terpapar udara yang dingin, reseptor pada kulit menerima
rangsangan berupa suhu dingin kemudian melalui saraf sensoris meneruskan
informasi tersebut ke pusat integrasi.
2. Pusat integrasi yakni otak atau korda spinalis, berperan menerima dan
memproses informasi dari reseptor dan respon yang dihasilkan diarahkan secara
tepat melalui efektor. Informasi yang diterima pusat integrasi juga dibandingkan
dengan keadaan yang seharusnya. Contoh, hipotalamus yang terletak pada dasar
otak merupakan pusat pengendali suhu tubuh. Suhu tubuh dikendalikan melalui
mekanisme umpan balik negatif. Jenis tanggapan yang ditentukan hipotalamus
yaitu tanggapan yang dapat membawa kepada suhu tubuh yang ideal 37 0 C (Tan
et al., 2019).
3. Efektor berperan menghasilkan respons dari keluaran pusat integrasi. Efektor
dapat berupa otot atau kelenjar. Misalnya, untuk menurunkan suhu tubuh
hipotalamus memerintahkan efektor untuk memberi tanggapan seperti
berkeringat dan pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) di kulit.

7
Gambar 12.3 Integrasi tiga komponen fungsional sistem kontrol homeostasis,
contoh pada pengaturan suhu tubuh normal

(Sumber: Isnaini (2006) dengan modifikasi)

Homeostasis dikendalikan dengan mekanisme umpan balik (feedback mechanism).


Terdapat 2 macam sistem umpan balik, yaitu umpan balik positif dan negatif. Tubuh
secara lebih dominan menggunakan pengaturan umpan balik negatif (negative
feedback) dalam mempertahankan homeostatis. Sistem pengendali pada pengaturan
umpan balik negatif ini senantiasa membandingkan parameter yang dikendalikan
(misalnya suhu tubuh, atau tekanan darah) dengan kisaran nilai normal (setpoint)
sebagai contoh sistem umpan balik negatif dalam pengaturan suhu tubuh misalnya
akan selalu membaca sistem fisiologis kepada suhu tubuh 370 C (Kotas & Medzhitov
2015). Contoh lainnya kontrol pelepasan hormon insulin saat kadar gula dalam darah
lebih tinggi dari kadar normal. Terdapat dua tipe umpan balik negatif yaitu umpan
balik negatif sederhana yang melibatkan hanya dua kompartmen seluler dan umpan
balik negatif kompleks yang melibatkan lebih dari dua komponen seluler serta secara
umum sinyal umpan balik mampu menghambat sekresi pada level proses
sebelumnya. Setiap perubahan-perubahan parameter yang terjadi dikendalikan
melalui respons yang melawan perubahan dan mengembalikan nilai parameter
tersebut pada setpoint. Disamping itu, ada juga pengaturan yang tidak bersifat
mempertahankan homeostasis yaitu umpan balik yang positif (positive feedback).
Pengaturan ini bersifat memperbesar respons, sampai ada faktor luar yang
menghentikan (Gambar 3).

8
Gambar 12.4 Bagan umpan balik negatif sederhana (A), umpan balik negatif
kompleks (B), umpan balik positif (C), contoh pada pengaturan sekresi hormon
dengan sel target tertentu. Tanda (+) meningkatkan stimulasi sehingga produk dan
respon meningkat, sedangkan tanda (-) menurunkan stimulasi, menurunkan produk
dan respon. Efek umpan balik positif pada sel target dapat berupa peningkatan
stimulasi produk (1), dapat juga berupa pengingkatan produksi reseptor hormon (2)
Selain sistem umpan balik terdapat pula mekanisme feed forward, kontrol tonik
(tonic control), kontrol antagonis (antagonistic control) dan irama sirkadian
(circadian rhythms). Semua sistem ini termasuk ke dalam sistem kontrol ekstrinsik
yang melibatkan lengkung refleks.
1. Feed forward: mekanisme umpan ke depan, berupa akivitas antisipasi, secara
fisiologi bekerja untuk meminimalisir kerusakan sebelum kerusakan itu terjadi.
Contoh yang ideal adalah pada proses makan. Penglihatan, penciuman, atau
pikiran tentang makanan membuat mulut kita berair. Air liur melumasi partikel
makanan selama mengunyah sehingga dapat menjaga stabilitas konsentrasi
osmolaritas tetap isotonik di dalam saluran pencernaan.
2. Tonic control (kontrol tonik): kontrol ini memungkinkan aktivitas sistem organ

untuk dimodulasi (baik naik atau turun) dalam satu jalur. Contoh pelebaran dan
penyempitan diameter pembuluh darah diatur sedemikian rupa oleh aktifitas
sistem saraf khususnya sistem saraf simpatik. Kecepatan pensinyalan sedang
dari saraf menghasilkan pembuluh darah dengan diameter sedang. Peningkatan
laju pensinyalan oleh saraf menghasilkan penyempitan pembuuh, penurunan
pensinyalan menyebabkan pelebaran pembuluh darah.
3. Antagonistic control (kontrol antagonis): memodulasi aktifitas sistem organ oleh
dua regulator terpisah yang bertindak secara berlawanan. Sebagai contoh
neurotransmitter dari saraf simpatis meningkatkan denyut jantung, sebaliknya
neurotransmitter dari saraf parasimpatis menurunkan denyut jantung.
4. Circadian rhythms (irama sirkadian): memungkinkan sistem kontrol berfluktuasi
dengan cara yang dapat diprediksi dan diatur waktunya selama siklus 24 jam.
Ritme sirkadian mengatur banyak fungsi biologis seperti tekanan darah, suhu
tubuh, dan proses metabolisme. Ritme sirkadian muncul dari kelompok sel
khusus di otak (hipotalamus) yang diprogram oleh siklus terang-gelap, siang-

9
malam dengan masukan dari retina atau periode aktivitas tidur (istirahat) kita
sehingga memungkinkan terjadi perubahan pada setpoint. Ketika jam sirkadian
diubah (misalnya, jet lag), ritme suhu dan sekresi berbagai hormon juga berubah
(Gamble et al., 2014).

Organ yang Terlibat dalam Homeostasis

Sistem kendali mempertahankan homeostasis secara dinamis melibatkan komponen


seluler hingga ke tingkatan sistem organ. Berikut beberpa organ utama yang terlibat
dalam homeostasis.
1. Hati
Hati memainkan peran penting dalam mempertahankan homeostasis seluruh
tubuh melalui berbagai fungsi, termasuk fungsi metabolisme, detoksifikasi, dan
produksi empedu (Ishikawa et al., 2021). Peran kunci hati pada metabolisme
karohidrat seperti menyimpan glikogen, mengubah galaktosa dan fruktosa
menjadi glukosa dan glukoneogenesis. Substrat-substrat tersebut dikirimkan ke
hati setelah melalui absorbsi di usus (intestine). Hati penting sebagai penyangga
glukosa yaitu mempertahankan konsentrasi glukosa darah normal. Hati dapat
mengambil kelebihan glukosa dari darah, menyimpannya, dan kemudian
mengembalikannya kembali ke darah bila konsentrasi glukosa darah turun terlalu
rendah. Pada metabolisme kolesterol, hati mensintesis sebagian besar lipoprotein
yang dibutuhkan tubuh dan menjaga homeostasis kolesterol dengan sintesis
molekul dan mengalihkan kelebihan kolesterol menjadi asam empedu. Hati juga
merupakan jaringan utama yang menyimpan protein di tubuh. Apabila tidak ada
lagi asam amino yang dapat disimpan sebagai protein, maka hati melakukan
deaminasi asam amino dan menggunakannya sebagai sumber energi atau
mengubahnya menjadi glukosa, glikogen, atau asam lemak (Hall, 2011).
2. Ginjal
Ginjal memiliki peran sentral dalam homeostasis air dan elektrolit, yaitu dalam
pemeliharaan volume dan komposisi ion cairan tubuh. Fungsi ini dicapai dengan
perubahan yang tepat dalam tingkat ekskresi air dan elektrolit ginjal yang
dikendalikan oleh mekanisme umpan balik yang melibatkan partisipasi sistem
saraf, sistem endokrin, atau keduanya. Fungsi homeostatis ginjal termasuk
kontrol keseimbangan air, natrium, klorida, kalium, kalsium, magnesium, ion

10
hidrogen, dan fosfat. Selain itu ginjal membuang bahan-bahan sampah tubuh dari
hasil pencernaan atau yang diproduksi oleh metabolisme. Contoh pengaturan
elektrolit kalium oleh ginjal, saat asupan kalium meningkat, ginjal
mengekskresikan lebih banyak kalium sementara mempertahankan ekskresi
normal dari natrium dan elektrolit lain, dan demikian sebaliknya. Beberapa
hormon dalam tubuh menyediakan spesifisitas reabsorbsi di tubulus ginjal bagi
berbagai elektrolit dan air (Puelles & Huber, 2022).
3. Kulit
Kulit berfungsi dalam menjaga homeostasis tubuh dalam perannya sebagai
pelindung tubuh (proteksi), absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi), dan pembentukan vitamin D. Kulit umumnya terdiri dari lapisan
utama epidermis dan dermis. Pada organ kulit juga terdapat kelenjar keringat,
kelenjar minyak dan sel-sel saraf. Kulit permeabel terhadap material larut-lipid
seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon
dioksida. Fungsi ekskresi kulit untuk mengeluarkan keringat dan lipid yang
disebut sebum dari kelenjar sebasea. Selain untuk mengeluarkan air dan panas,
keringat juga merupakan sarana untuk mengekskresikan garam, karbondioksida,
dan dua molekul organik hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan urea. Kulit
mengandung ujung-ujung syaraf sensorik di dermis dan subkutis. Ujung saraf
Ruffini di dermis dan subkutis peka terhadap suhu panas. rangsangan suhu dingin
diterima oleh ujung saraf Krause yang terletak di dermis, badan taktil Meissner
terletak di papila dermis peka terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel
Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan tekanan diterima oleh badan
Paccini di epidermis (Hall, 2011; Wang et al., 2022).

11
Soal (buat 10 soal dalam bentuk pilihan ganda)

Kunci jawaban dan pembahasan

Daftar Pustaka

Agrò, F. E. (2013). Body fluid management: From physiology to therapy.


Postgraduate School of Anesthesia and Intensive Care, Anesthesia, Intensive
Care and Pain Management Department, University School of Medicine
Campus Bio-Medico of Rome, Rome, Italy, 1–274. https://doi.org/10.1007/978-
88-470-2661-2
Gamble, K. L., Berry, R., Frank, S. J., & Young, M. E. (2014). Circadian clock
control of endocrine factors. Nature Publishing Group.
https://doi.org/10.1038/nrendo.2014.78
Gross, C. G. (2014). Claude Bernard and the Constancy of the Internal Environment.
(July). The Neuroscientist. https://doi.org/10.1177/107385849800400520
Hall, J. E. (2011). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology (12th ed.).
Elsevier.
Ishikawa, J., Takeo, M., Iwadate, A., Koya, J., Kihira, M., Suzuki, Y., Oshima, M.
(2021). Mechanical homeostasis of liver sinusoid is involved in the initiation
and termination of liver regeneration. Communications Biology, 4(2021), 1–13.
https://doi.org/10.1038/s42003-021-01936-2
Isnaini. (2006). Fisiologi Hewan (2nd ed.). UGM Press.
Jakoi, Emma; Carbery, J. (2015). Introductory Human Physiology. Lulu Press, Inc.
1–7.
Kotas, M. E., & Medzhitov, R. (2015). Homeostasis, Inflammation, and Disease
Susceptibility. Cell, 160(5), 816–827. https://doi.org/10.1016/j.cell.2015.02.010
Puelles, V. G., & Huber, T. B. (2022). Kidneys control inter- organ homeostasis.
Nature Reviews Nephrology. 18(April), 207–208.
Sherwood, L. 2009. Human Physiology: from cells to sistem. 7th edition. Cengage
learning.
Siagian, M. (2004). Homeostasis Keseimbangan yang Halus dan Dinamis.
Departemen Illmu Faal FKUI. 1–4.
Tan, C. L., Knight, Z. A., Francisco, A., & Francisco, S. (2019). Regulation of body
temperature by the nervous system. Neuron. 98(1), 31–48.
https://doi.org/10.1016/j.neuron.2018.02.022.
Wang, J., Cui, B., Chen, Z., & Ding, X. (2022). The regulation of skin homeostasis ,
repair and the pathogenesis of skin diseases by spatiotemporal activation of
epidermal mTOR signaling. Frontiers in Cell and Developmental Biology.
10(7), 1–13. https://doi.org/10.3389/fcell.2022.950973

12

Anda mungkin juga menyukai