DI BUAT OLEH:
NPM : 0322010
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji kita panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang telah
memberikan kekuatan kepada kami untuk dapat menyelesaikan halaman demi halaman makalah
ini.Shalawat dan salam tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sebagai sang
Penulis sangat sadar bahwa setiap pencapaian adalah buah dari kerja dan sokongan
banyak pihak yang begitu luar biasa, oleh karenanya tanpa mempermasalahkan hierarkinya,
maka penulis ingin sekali menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada semua pihak yang memiliki andil terhadap pembuatan makalah ini baik
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................................................2
A. Kedudukan Sosial.................................................................................................... 3
B. Kesadaran Kelas....................................................................................................... 3
C. Kesadaran Palsu........................................................................................................4
A. Kesimpulan.............................................................................................................. 8
B. Saran........................................................................................................................ 8
DAFTAR FUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelas sosial adalah penggelongan manusia dalam bentuk penggolongan yang tidak
sederajat dengan kelompok sosial. Jika kelompok sosial lebih menekankan pada
pengelompokan manusia atas dasar perbedaan yang bersifat horizontal, tetapi dalam kelas
sosial manusia dikelompok kan berdasarkan perbedaan kualifikasi kolektif secara vertikal.
Dasar pengkualifikasian sosial secara vertikel ini, manusia di kelompokkan menurut kelas
masing- masing seperti kelas atas (uper class), kelas menengah ( middle class), dan kelas
bawah (lower class).
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kedudukan Sosial
B. Kesadaran Kelas
Kelas merupakan suatu kesadaran subjektif akan kepentingan kelas objektif yang
mereka miliki bersama orang lain dalam dalam posisi yang serupa dalam sistem produksi
(Johnson, 1986). Jadi harus ada kesadaran bersama atau kesadaran kolektif yang di miliki
orang-orang yang berada pada kelas yang sama untuk mengejar kepentingannya. Tidak
adanya kesadaran akan kepentingan kelas sangat berhubungan dengan ideologi yang
dikembangkan untuk mendukung kelas dominan dalam stuktur sosial yang ada. Pengaruh
ideologi bisa memunculkan kesadaran palsu. Contoh lain untuk membedakan kesadaran
palsu dan kesadaran asli seperti pekerja pabrik pada jenjang hierarki organisasi yang yang
paling bawah yang percaya bahwa kalau mereka bekeja keras akhirnya memperoleh posisi
yang tinggi dalam perusahaan. Hal ini bisa menunjukkan kesadaran palsu terutama kalau
tingkat kenaikan jenjang yang sebenarnya sangat rendah.
3
C. Kesadaran Palsu
Kesadaran palsu (false consciousness) dari marx merujuk pada hak-hak individu
untuk memiliki barang pribadi diterima begitu saja sebagai hal yang wajar (takefor
granted). Kenyataan ini dapat dilihat dari penilaian orang yang cenderung
mempermasalahkan korban (blaming the victim) dalam masalah- masalah sosial. Menurut
marx kesadaran palsu seolah-olah membenarkan problem-problem sosial di sebabkan karena
kesalahan-kesalahan individual dan bukan karena struktur ekonomi yang menguntungkan
kaum borjuis (pemilik modal). Menurut marx, kebanyakan masyarakat hidup dalam
kesadaran palsu.
4
Berdasarkan pernyataan diatas, kedua-dua kelas tersebut ia itu kelas proletariat
dan bourgeois memiliki fungsi sosial yang berbeda-beda dimana kelas bourgeois memiliki
alat- alat produksi dan menguasai proses pengeluaran secara keseluruhan, sedangkan kelas
proletariat pula di anggap sebagai “objek” dalam proses pengeluaran dengan menjual “tenaga
kerja” mereka dan mengenakan gaji atau upah yang rendah (Mc Lellan
1977:176).Berhubungan dengan kelas tertindas ia itu kelas proletariat, Marx dalam poverty
of philosophy (t.th.: 214) menegaskan bahwa senario eksplotasi terhadap mereka telah
melahirkan unsur “ antagonisme kelas” yang merangsang keinginan untuk bebas dari
belenggu penindasan. Keinginan tersebut kemudian menjadi daya penggerak utama kepada
mereka untuk membentuk sistem masyarakat sosial yang baru. Namun begitu, model kelas
masyarakat baru yang bakal didirikan oleh kelas proletaria bukanlah bercirikan sistem kelas
sosial fuedalisme dan kapitalisme yang wujud sebelumnya. Sebaliknya, kebebasan yang
dikecapi oleh kelas buruh hanya diimplementasi untuk menghapuskan semua kelas
masyarakat. Masyarakat tanpa kelas (classless) yang diperjuangkan oleh mereka
merupakan titik permulaan kepada lenyapnya jurang pemisah antara kelas masyarakat dan
keuasa pengeluaran akan jatuh ke tangan rakyat. Oleh demikian, sistem kekuasan tersebut
tidak lagi berfungsi sebagai alat penindasan terhadap masyarakat (Mc Lallen 1977:341).
Marx telah mengutarakan konsep revolusi baru dinamakan sebagai revolutionary praxis
ia itu gabungan konsep dan tindakan, gabungan elemen objektif dan subjektif dan penyatuan
antara teori dan pratikal (Ozinga 1991:53). Ini karena Marx menjakan perubahan drastik
keatas golongan proletariat terutama kelas pekerja yang menggerakan sebuah revolusi
sosialis secara besar-besaran (Marx & Engels 1976:179). Marx dan Engels dalam karyanya
The Communist Manifesto (1970:74) telah mengemukakan political rule of proletariat yang
menyarankan agar golongan proletariat menaklukin pertadbiran negara mereka boleh
memanfaatkan kuasa politiknya untuk merampas semua modal dari cengkaman golongan
bourgeois dan memusatkan semua alatan produksi dibawah kekeuasaan negara yang di tadbir
oleh golongan proletariat sendiri.
Karl marx dengan fokus khusus pada konsep kelas sosial. Juga dibahas sejauh
mana konsep perjuangan kelas sosial Marx mampu memberikan jalan keluar bagi kaum
proletar, untuk membebaskan diri dari rantai kekejaman, kekerasan dan ketersaiangan dalam
5
sistem kapitalis. Konsep pertarungan Marx kompeten untuk mewakili kelompok tertindas
untuk memperjuangkan hak kebebasan mereka. Sikap kediktatoran proletariat dijadikan
tameng utama untuk menghadapi ancaman kelas kapitalis.
Menurut Marx (Syukur, 2018), kapitalisme memiliki dua unsur dasar. Pertama, ia
berdasar pada pembelian dan penjualan kekuatan tenaga kerja (kapasitas kerja individual)
dan karena itu tenaga kerja adalah komoditi, kedua, ia adalah sistem dimana pars
pengusaha menangani produksi komoditi suapaya mendapatkan keuntungan maksimum dan
supaya menaikkan kelipatan jumlah keuntungan. Sifat kedua ini disebut Marx sebagai sifat
akumulasionis kapitalisme.
Kapitalisme moderen berbeda cukup jauh menurut Marx dari bentuk-bentuk awal
produksi komoditi yang sering secara keliru disebut kapitalis. Bentuk-bentuk awal ini
di sebut Marx sebagai produksi komoditi sederhana. Sistem yang berlaku dalam produksi
komoditi sederhana ini, dimana produsen menghasilkan komoditi, menukarnya dengan uang
yang sebanding dan kemudianmenggunakan uang tersebut untuk membeli beberapa komoditi
lain yang sebanding. Produksi komoditi sederhana ini di wakili dengan rumus C-M-C
(Commodity- Money- Commodity), Kapitalis mempunyai sarana produksi sedangkan para
buruh menjual tenaga kerja mereka untuk bertahan hidup, karna itu buruh harus
melakukannya demi kepentingan para kapitalis. Tujuan produksi para kapitalis akumulasi
kapital, karena itu para kapitalis harus selalu menjaga harga tenaga kerja serendah mungkin.
Kalau harga tenaga kerja naik, keuntungan kapitalis akan berkurang. Jadi hubungan antara
kapitalis dan para buruh secara inhere adalah hubungan antagonistik dan eksploitatif, bila
buruh untung maka kapitalis rugi, dan sebaliknya. Mekanisme yang eksploitatif pada
masyarakat prakapitalis. Dalam masyarakat prakapitalis eksploitasi tidak “murni
ekonomis” tetapi dalam konteks kekuasan politis dan militer negara dalam bentuk yang
sangat jelas (Marx 2007; Brawer,1999).
Faktanya, Sastra sosial adalah akibat dari perbedaan, pendidikan, ekonomi, atau
keturuan. Itu muncul sejak manusia hidup bersama dalam sebuah orgnisasi sosial. Penyebab
utama munculnya sastra sosial adalah keteseimbangan antara hak dan kewajiban anggota
masyrakat dan pembagian kekuasaan yang tidak adil dalam masyarakat. Lapisan sosial dan
pendidikan saling berpengaruh dalam dua hal. Pertama, penddikan tinggi membutuhkan dana
6
dan motivasi. Kedua, jenis pendidikan menentukan strata sosial. Dengan kata lain, pedidikan
tidak hanya memberikan keterampilan tetapi juga menimbulkan beberapa perbedaan dala m
cara hidup dan mental hidup, Berdasarkan pada dalil bahwa produksi dan distribusi barang-
barang serta jasa merupakan dasar untuk membantu manusia dalam mengembangkan
eksistensinya. Menurutnya bahwa proses kehidupan manusia dari dua faktor yang memiliki
hubungan sejarah, yaitu faktor ekonomi sebagai basis dan masalah kesadaran manusia yang
berwujud dalam ilmu, fisafat, ideologi, dan agama sebagai suprastuktur. Marx
mengungkapkan bahwa perubahan sejarah terjadi dengan pertentangan kelas-kelas sosial.
Kelas menurut Marx ada dua yaitu kelas borjouis yaitu kelas pemilik modal dan kelas
proletariat lebih dikenal sebagai buruh. Jadi kelas-kelas sosial tersebut merupakan perubahan
sejarah dan menentukan jalan sejarah bukan individu-individu. Adanya dua kelas tersebutkan
mengakibatkan pertentangan dengan revolusi kelas. Berkaitan dengan agama, Marx
menyampaikan bahwa agama adalah candu yaitu semakin orang itu mengabdikan diri pada
agamanya, maka dia akan kehingan dirinya sendiri. Bagi Marx manusia yang membuat
agama, bukan agama yang membuat manusia.
Ini teori Marx adalah proposisinya yang mengatakan bahwa kelangsungan hidup
manusia serta pemenuhan kebutuhannya bergantung pada kegiatan produktif di mana secara
aktif orang terlibat dalam mengubah lingkungan alamnya. Namun, kegiatan produktif itu,
mempunyai akibat paradoks dan ironis, karena begitu individu mencurahkan tenaga
kreatifnya itu dalam kegiatan produktif, maka produk-produk dari kegiatan ini memiliki sifat
sebagai benda objektif yang terlepas dari manusia yang membuatnya. Karena kegiatan
produktif meliputi pengguna tenaga manusia dan kemampuan kreatifnya, maka produk-
produk yang diciptakan itu sebenarnya mewujudkan sebagian dari “hakikat manusia”
itu. Jadi, manusia mengonfrontasikan hakikatnya sendiri dalam bentuk yang terasing atau
diasingkan, atau sebagai benda dalam dunia luar yang berada di luar jangkauan pengontrolan
mereka, dan malah manusia harus menyelesaikan diri dengannya.
Alienasi atau keterasingan adalah salah satu konsep penting pemikiran Karl Marx
dalam mengkritik sistem kapitalisme (Syukur, 2018). Marx ingin mewujudkan masyarakat
sosialis tanpa kelas dengan konsep akan alienasinya tersebut. Konsep alienasi Marx memikat
berbagai kalangan, termasuk sejumlah pemikir muslim. Bahkan, mereka menggunakan
7
Marxsisme sebagai karangka teoritis untuk mencari solusi bagi permasalahan umat dewasa
ini. Padahal, baik kapitalisme maupun sosialisme Marx sama-sama lahir dari paradigma barat
sekuler yang perinsip pemikirannya bertentangan dengan prinsip ajaran islam. Seorang
muslim mestinya memahami dan menyakini bahwa cara penyelesaian terbaik bukanlah
dengan bersandar pada Marxisme, melainkan dengan pemahaman dan pengamalan ajaran
islam secara menyeluruh dan konsisten. Seharusnya, seorang muslim memandang realitas
secara integral dalam kerangka tauhid, artinya tidak sekuler dan tidak dikotomis, atau tidak
terputus dari nilai-nilai ketuhanan dan tidak memisahkan dua hal yang berhubungan. Ajaran
Marxisme mengenai alienasi mengacu pada konstruksi pemikiran yang bersifat
reduksionistik, ateistik, dan mengandung kontradiksi yang tidak dapat di benarkan oleh akal
sehat.
Ciri-ciri utama analisis Marx tentang proses kapitalis eksploitasi tenaga kerja
setelah mengigat kembali apa itu teori exploitasi, pengertian kerjasama sederhana dan
pekerja kolektif memungkinkan kita untuk mengidentifikasikan aspek ganda dari komando
dalam produksi kapitalis. Dalam manufaktur, dimana subordinasi pekerjaan pertama-tama
formal, profesi disusun ulang dari proses. Pekerja mengkhususkan diri pada jumlah kecil
tugas, yang menurunkan nilai tenaga kerja. Pabrik memunculkan obyektifikasi pembagian
kerja yang memungkinkan kapital untuk benar-benar mensubordinasikan tenaga kerja dan
melepaskan nilai lebih relatif. Pembagian kerja tampak kurang sebagai alat untuk
meningkatkan produktivitas dari pada untuk mengurangi nilaitenaga kerja dan karena itu
memodifikasi distribusi, demi modal, dari nilai yang diciptakan oleh tenaga kerja ; yaitu
meningkatkan laju eksploitasi.
8
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masyarakat sekarang yang memiliki kelas sosial yang lebih tinggi harus
menghargai masyarakat yang ada di bawahnya agar tidak terjadi permasalah di antara
masyarakat, dan adanya masyrakat rendah yang bekerja di tempatnya di berikan upah
sesuai apa yang dikerja dan yang sudah di atur karena ada beberapa buruh/pekerja yang
tidak menerima upah semestinya karena kekuasaan tertinggi yang di miliki masyarakat
diatasnya sangat tidak menghargai proses yang di lakukan pekerja.itu akan membuat
konflik antara buruh dan akan meningkatnya kemiskinan.
B. Saran
Saran saya sebagai penulis agar para pembaca makalah saya ini dapat mengambil ilmu
walaupun hanya sedikit dari tulisan saya dan jika terdapat kesalahan atau kesamaan
dengan beberapa literatur yang berkaitan dengan tulisan mungkin itu adalah salah satu
dari sekian banyak referensi yang saya gunakan atau saya kutip dalam membuat
makalah saya ini.
9
DAFTAR PUSTAKA
Farihah Irzum (2015). Filsafat materialisme Karl Marx, Sekolah tinggi agama islam negeri
kudus.
Ismail Indrianty , Ramli Mohamad Yusuf (2012). Karl Marx dan konsep perjuangan kelas
sosial, Universitas Nasional Malaysia
Manunah Binti (2015). Stratifikasi sosial dan perjuangan kelas dalam perspektif sosiologi
pendidikan.
Marandika Derajat Fitrah (2018). Keterasingan manusia menurut karl marx, Bandung, Jln,
Gegerkalong.
Setiadi Elly M, Kolip Usman. (2011). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Prenadamedia group.
Tinel Bruno (2016). Karl Marx: organisasi dan eksploitasi tenaga kerja, Universitas Paris 1
pantheon-sorbonne.
10