Surat Al Ikhlas adalah surat ke-112 dalam Al-Qur'an. Surat ini terdiri dari empat ayat yang
mengandung makna keesaan Allah SWT.
Seperti surah-surah lain dalam Al-Qur'an, Surat Al Ikhlas juga menguatkan keyakinan umat
Islam dalam keesaan Tuhan, mengajarkan tentang sifat-sifat-Nya yang Maha Esa, dan
menjelaskan bahwa Allah tidak memiliki anak, serta tidak ada yang setara dengan-Nya.
Surat Al Ikhlas memiliki keutamaan yang begitu besar sehingga Al-Imam Al-Bukhari dan
Muslim, dua ulama besar dalam Islam yang terkenal dengan koleksi hadis mereka,
memasukkan surat ini ke dalam bab khusus dalam kitab-kitab mereka.
Surat ini merupakan inti dari konsep Tauhid dalam Islam, yaitu keyakinan akan keesaan
Allah. Selain makna keesaan Allah, Surat Al Ikhlas juga memiliki kaitan dengan peristiwa
sejarah ketika Rasulullah Muhammad SAW menghadapi orang-orang musyrik di Mekah
yang mempertanyakan konsep Tawhid dan mengajukan berbagai pertanyaan tentang sifat-
sifat Allah.
"Hai Muhammad, gambarkanlah kepada kami tentang Tuhanmu, maka Allah menurunkan
(Katakanlah: Dialah Allah yang Maha Esa)."
Di lain hal, makna dari Al Ikhlas juga tertuang dalam tafsir Imam Ibnu Katsir berikut ini:
"Dia Yang pertama dan Esa, tidak ada tandingan dan pembantu, tidak ada yang setara dan
tidak ada yang menyerupai-Nya, dan tidak ada yang sebanding (dengan-Nya). Kata ini tidak
digunakan untuk menetapkan pada siapapun selain pada Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena
Dia Maha Sempurna dalam seluruh sifat-sifat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya."
Arab-Latin: allāhuṣ-ṣamad
Pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para ulama mengenai sabda Rasulullah SAW
tentang Surat Al Ikhlas yang sebanding dengan seperti Al-Qur'an dapat disimpulkan menjadi
tiga, seperti yang dikutip dari NU Online:
Al Ikhlas Punya Keistimewaan Pahala, Namun membaca 3x Bukan Berarti Khatam Al-
Qur'an
Pendapat ini menjelaskan bahwa Surat Al Ikhlas memiliki pahala yang istimewa, namun hal
ini tidak berarti bahwa membacanya sebanyak tiga kali setara dengan mengkhatamkan
seluruh Al-Qur'an. Ini lebih menekankan pada pentingnya memahami, menghayati, dan
mengamalkan makna tauhid yang terkandung dalam surat ini.
Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menukil pendapat ini dari Al-Mazari. An-
Nawawi juga menyebutkan riwayat lain dari hadits ini yang memperkuat pendapat ini:
ِإَّن َهللا َج َّز َأ اْلُقْر آَن َثاَل َثَة َأْج َز اٍء َف َج َع َل ُقْل ُه َو ُهللا َأَح ٌد ُج ْز ًءا ِمْن َأْج َز اِء اْلُقْر آِن:وفي الرواية األخرى
Artinya, "Dalam riwayat lain disebutkan: 'Allah swt membagi Al-Qur'an menjadi tiga bagian,
lalu menjadikan Al Ikhlas menjadi satu dari tiga bagian Al-Qur'an'." (An-Nawawi, Syarh
Shahih Muslim, [Beirut, Dar Ihya'ut Turatsil 'Arabiy: 1972], juz VI, halaman 94).
Terakhir, Al Ikhlas memang memiliki keistimewaan dari segi pahala dibanding surat yang
lain. Keistimewaan ini diberikan oleh Allah Swt. agar kita termotivasi untuk mempelajarinya,
bukan berarti pahalanya sama dengan membaca sepertiga Al-Qur'an.
Pendapat ini diungkap Syekh 'Ali Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih sebagai berikut:
وإليه ذهب أحمد وإسحاق بن رهويه فإنهما حمال الحديث على أن معناه أن لها فضال في الثواب تحريضا على تعلمها ال أن قراءتها
كقراءة القرآن فإن هذا ال يستقيم ولو قرأها مائتي مرة
Artinya: "Ahmad bin Hanbal dan Ishaq bin Rahuwaih memahami hadits surah Al-Ikhlas
bahwa surah tersebut memiliki keistimewaan dari segi pahala dibanding surah lain, sebagai
motivasi untuk mempelajarinya. Bukan berarti membacanya tiga kali sama pahalanya dengan
mengkhatamkan Al-Qur'an, itu tidak bisa terjadi bahkan jika dibaca hingga 200 kali." ('Ali
Al-Qari, Mirqatul Mafatih, [Beirut, Darul Fikr: 2002], juz IV, halaman 1466).